Anda di halaman 1dari 5

RESUME KEPERAWATAN JIWA

DISTONIA AKUT
Dosen Pembimbing : Sarka Ade Susana, S.Kep, SIP, MA.

Disusun Oleh :

Ria Fitri Andriani P07120116011

D-III KEPERAWATAN REGULER A

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

TAHUN 2018
1. Pengertian
Distonia adalah kondisi medis yang dikaraterisasikan dengan kontraksi otot
secara sadar yang disebabkan postur abnormal dan gerakan yang berulang. Dalam
beberapa kasus, gerakannya mirip dengan getaran. Gerakan secara sengaja pada otot
yang sakit akan membuat kondisi semakin parah dan menyebar ke otot terdekat.
Distonia akut terdiri dari kejang otot yang bertahan lama, akdang-kadang
menyakitkan menyebabkn pemelintiran atau membalik yang abnormal, biasanya
kepala dan leher, tetapi kadang-kadang sebuah lengan atau sebuah tungkai, seluruh
badan (ofistotonus), atau mata (krisis okulogirik), mungkin terjadi dalam waktu
beberapa jam setelah suatu neuroleptik (obat yang digunakan untuk mengobati
gangguan tingkah laku seperti psikosi atau skizofrenia).
2. Tanda dan Gejala
Gejala utama distonia adalah kontraksi otot yang tidak disengaja. Kondisi ini
dapat terjadi pada otot kepala, wajah, dan tubuh. Biasanya, gejala dimulai dengan
perlahan dan berkembang biak dengan parah. Ini dapat memakan waktu beberapa
bulan hingga tahun.
Otot yang biasanya terpengaruh oleh penyakit ini adalah otot leher. Kejang pada
leher memiliki kecenderungan menggerakkan leher ke samping atau dalam gerakan
menyentak berulang kali. Jika distonia berkembang menjadi lebih parah, atau pada
tingkat tertinggi maka akan memengaruhi bahu, lengan, dan kaki.
Dalam beberapa kasus,otot wajah juga terpengaruh. Jika distonia memengaruhi
kelopak mata, ini dapat tertutup sepenuhnya dan menyebabkan kebutaan fungsional.
Distonia juga dapat memengaruhi pita suara sehingga seseorang dapat berbicara
dengan suara yang berbisik dan tegang.
Saat gejala distonia muncul pertama kali, biasanya rigan. Banyak orang tidak
menyadari bahwa telah mengidap penyakit tersebut.
3. Penyebab
Sekitar 3-10 % dari pasien yang diobati dengan neuroleptic mungkin mengalami
distonia akut. Resikonya lebih tinggi dengan obat-obat seperti Haldol atau Thorazine,
tetapi mungkin terjadi dengan neuroleptic seperti Compazine (obat yang digunakan
untuk mengobati mual).
4. Cara menangani
Distonia tidak bisa disembuhkan, namun ada beberapa pengobatan yang dapat
dilakukan untuk mengurangi frekuensi kemunculan gejala dan tingkat
keparahannya, yaitu melalui :
a. Suntikan Botox (Botulinum Toxin)
Botulinum toxin bekerja dengan cara menghambat senyawa-senyawa penyebab
kekakuan/spasme otot sehingga tidak mencapai target otot sasaran. Botulinum
toxin diberikan secara suntikan, dan dilakukan langsung pada area yang terkena.
Efek suntikan botox akan bertahan selama dua hingga tiga bulan sebelum
dilakukan suntikan ulangan. Suntikan botox biasanya diberikan pada distonia
fokal atau distonia
b. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan adalah jenis obat yang bekerja untuk menghambat
sinyal-sinyal di otak yang merangsang kekakuan otot. Dokter mungkin akan
meresepkan beberapa macam obat sesuai dengan kondisi penderita, seperti
levodopa (untuk mengontrol gerakan motorik dan bisa juga diberikan pada
penderita penyakit Parkinson), obat antikolinergik (untuk menghambat kimia
asetilkolin penyebab kejang otot), balcofen (untuk mengontrol kejang dan juga
bisa diberikan pada penderita lumpuh otak atau sklerosis ganda), diazepam (untuk
menimbulkan efek relaksasi), tetrabenazine (untuk menghambat dopamin), dan
clonazepam (untuk mengurangi gejala pergerakan otot yang berlebihan).
c. Fisioterapi
Dokter mungkin juga akan menyarankan untuk melakukan terapi seperti
fisioterapi, pijat atau peregangan otot untuk meredakan nyeri otot, terapi bicara,
terapi sensorik untuk mengurangi kontraksi otot, hingga latihan pernapasan dan
yoga.
d. Operasi
Terdapat dua jenis operasi yang mungkin disarankan dokter jika tidak ada
pengobatan yang berhasil, di antaranya adalah operasi stimulasi otak dalam dan
operasi denervasi selektif. Dalam operasi stimulasi otak, dokter akan
menanamkan elektroda atau baterai pada otak dan menggabungkannya dengan
listrik dalam tubuh untuk menghambat gejala distonia. Sedangkan dalam operasi
denervasi selektif, dokter akan memotong saraf penyebab kejang otot untuk
menghentikan gejala secara permanen.

Sebelum melakukan terapi atau mengkonsumsi obat-obatan apa pun, pastikan


Anda sadar dengan kemungkinan terjadinya efek samping, seperti mengantuk, mual,
bingung, kesulitan menelan, penglihatan ganda, perubahan suara, mulut mengering,
konstipasi, kesulitan buang air kecil, kesulitan mengingat, hingga kehilangan
keseimbangan. Konsultasikan dengan dokter untuk mengetahui efek samping yang
mungkin terjadi sesuai dengan kondisi Anda.

5. Komplikasi Distonia
Ada beberapa komplikasi yang mungkin dapat dialami oleh penderita distonia,
tergantung pada jenis dan lokasinya. Komplikasi-komplikasi tersebut meliputi:
a. Keterbatasan gerak, sehingga kesulitan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari
b. Kesulitan menggerakan rahang, menelan, atau berbicara
c. Kelelahan dan rasa sakit akibat kontraksi otot berlebihan
d. Kebutaan (jika dystonia menyerang kelopak mata)
e. Masalah psikologis (cemas, depresi, atau bahkan menarik diri dari masyarakat)

Selain itu, ada juga beberapa kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi setelah
melakukan operasi, seperti berhentinya elektroda atau kesalahan pemasangan baterai
dalam operasi stimulasi otak, atau pembengkakan, nyeri seperti tertusuk-tusuk, dan
infeksi pada bagian leher setelah melakukan operasi denervasi selektif
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Universitas Trisakti: Bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran.

Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI. Jakarta : EGC.

Mardjono, M. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai