Anda di halaman 1dari 5

Tugas Tutorial Februari 2020

Bagian Neurology

LEARNING OBJEKTIF

“KEJANG”

PEMBIMBING:
dr. isnaniah, Sp.S

NAMA :
Erina Thursina Rusydi
N 111 19 028
1. Klasifikasi Kejang

Bangkitan Umum Terjadi pada seluruh area otak. Kesadaran akan terganggu pada awal
kejadian kejang. Kejang umum dapat terjadi diawali dengan kejang parsial simpleks atau
kejang parsial kompleks. Jika ini terjadi, dinamakan kejang umum tonik-klonik sekunder.

1. TONIK – KLONIK (GRAND MAL) Jenis kejang yang paling dikenal. Diawali dengan
hilangnya kesadaran dan sering penderita akan menangis. Jika berdiri, orang akan terjatuh,
tubuh menegang (tonik) dan diikuti sentakan otot (klonik). Bernafas dangkal dan sewak-tu-
waktu terputus menyebabkan bibir dan kulit terlihat keabuan/ biru. Air liur dapat terakumu-
lasi dalam mulut, terkadang bercampur darah jika lidah tergigit. Dapat terjadi kehilangan
kontrol kandung kemih. Kejang biasanya berlangsung sekitar dua menit atau kurang. Hal ini
sering diikuti dengan periode kebingungan, agitasi dan tidur. Sakit kepala dan nyeri juga
biasa terjadi setelahnya.

2. ABSENS (PETIT MAL) Kejang ini biasanya dimulai pada masa anak-anak (tapi bisa
terjadi pada orang dewasa), seringkali keliru dengan melamun atau pun tidak perhatian.
Sering ada riwayat yang sama dalam keluarga. Diawali mendadak ditandai dengan menatap,
hilangnya ekspresi, tidak ada respon, menghenti-kan aktifitas yang dilakukan. Terkadang
dengan kedipan mata atau juga gerakan mata ke atas. Durasi kurang lebih 10 detik dan
berhenti secara tiba-tiba. Penderita akan segera kembali sadar dan melanjutkan aktifitas yang
dilakukan sebelum kejadian, tanpa ingatan tentang kejang yang terjadi. Penderita biasanya
memiliki kecerdasan yang normal. Kejang pada anak-anak biasanya teratasi seiring dengan
pubertas.

3. MIOKLONIK Kejang berlangsung singkat, biasanya sentakan otot secara intens terjadi
pada anggota tubuh atas. Sering setelah bangkitan mengakibatkan menjatuh-kan dan
menumpahkan sesuatu. Meski kesadaran tidak terganggu, penderita dapat merasa kebingun-
gan dan mengantuk jika beberapa episode terjadi dalam periode singkat. Terkadang dapat
memberat menjadi kejang tonik-klonik.

4. TONIK Terjadi mendadak. Kekakuan singkat pada otot seluruh tubuh, menyebabkan
orang menjadi kaku dan terjatuh jika dalam posisi berdiri. Pemulihannya cepat namun cedera
yang terjadi dapat bertahan. Kejang tonik dapat terjadi pula saat tertidur.

5. ATONIK Terjadi mendadak, kehilangan kekuatan otot, menye-babkan penderita lemas


dan terjatuh jika dalam posisi berdiri. Biasanya terjadi cedera dan luka pada kepala. Tidak
ada tanda kehilangan kesadaran dan cepat pemulihan kecuali terjadi cedera.

Bangkitan Parsial / Fokal Kejang parsial mungkin tidak diketahui maupun dibingungkan
dengan kejadian lain. Terjadi pada satu area otak dan terkadang menyebar ke area lain. Jika
menyebar, akan menjadi kejang umum (sekunder), paling sering terjadi kejang tonik klonik.
60 % penderita epilepsi merupakan kejang parsial dan kejang ini terkadang resisten terhadap
terapi antiepileptik.
1. PARSIAL SEDERHANA Kejang singkat ini diistilahkan “aura” atau “warn-ing” dan
terjadi sebelum kejang parsial kompleks atau kejang tonik klonik. Tidak ada penurunan
kesadaran, dengan durasi kurang dari satu menit.

2. PARSIAL KOMPLEKS Serangan ini dapat sangat bervariasi, bergantung pada area
dimulai dan penyebaran di otak. Banyak kejang parsial kompleks dimulai dengan tatapan
kosong, kehilangan ekspresi atau samar-samar, penampilan bingung. Kesadaran terganggu
dan orang mungkin tidak merespon. Kadang-kadang orang memiliki perilaku yang tidak
biasa. Perilaku umum termasuk mengunyah, gelisah, berjalan di sekitar atau bergumam.
Kejang parsial dapat berlangsung dari 30 detik sampai tiga menit. Setelah kejang, penderita
sering bingung dan mungkin tidak ingat apa-apa tentang kejang.

Sumber :

Roly M. Epilepsi Bangkitan Umum Tonik-Klonik di UGD RSUP Sanglah Denpasar-Bali.


Edisi No. 1 Vol. 8. Intisari Sains Medis. 2017.

Epilepsi bangkitan umum tonik-klonik di UGD RSUP Sanglah


Denpasar-Bali Intisari Sains Medis 2017, Volume 8, Number 1: 69-73 P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-9084
Andre Kristanto

2. Patofisiologi Kejang

Penyebab kejang demam hingga kini belum di ketahui dengan pasti. Kejang demam tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang kadang demam tidak terlalu tinggi dapat
menyebabkan kejang (Taslim, 2013). Menurut Riyadi, 2013 kondisi yang menyebabkan
kejang demam antara lain : infeksi yang mengenai jaringan ektrakranial seperti tonsilitis,
ototis media akut, bronkitis. Adapun menurut IDAI, 2013 penyebab terjadinya kejang
demam, antara lain : obat-obatan, ketidakseimbangan kimiawi seperti hiperkalemia,
hipoglikemia dan asidosis, demam, patologis otak, eklampsia (ibu yang mengalami hipertensi
prenatal, toksimea gravidarum) (IDAI, 2013).

Selain penyebab kejang demam diantara infeksi saluran pernapasan atas adapun penyakit
yang menyertainya kejang demam menurut data profil kesehatan indonesia tahun 2012 yaitu
didapatkan 10 penyakit-penyakit yang sering rawat inap di rumah sakit diantaranya diare dan
penyakit gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu, demam berdarah dengue, demam
tifoid dan paratifoid, penyulit kehamilan, dispepsia, hipertensi esensial, cidera intrakranial,
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), pneumonia (Profil Kesehatan Indonesia, 2012),
biasanya penyakit yang menyertai kejang demam memiliki manifestasi klinis demam.
Demam dengan peningkatan suhu 1 derajat celcius akan dapat mengakibatkan bangkitan
kejang (Johston MV dalam Wisnu, 2014).

Sumber :
Roly M. Faktor Yang Berhubungan Dengan Penanganan Pertama Kejadian Kejang Demam
Pada Anak Usia 6 Bulan – 5 Tahun di Puskesmas. Edisi No. 1 Vol. 1. Caring Nursing
Juournal (CNJ). 2017.

3. Etiologi Kejang

Penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan ekstrakranial :

- Intrakranial : Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan
sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat
disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hidrosefalus, infeksi
seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.
- Ekstrakranial : Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme
seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemia,
hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab ekstrakranial dapat juga disebabkan oleh
metastasis keganasan ke otak.

Sumber :

Breton A. N. Seizures: Stages, Types, and Care. 10th Emergency & Critical Care UK Annual
Congress. 2013.

4. Penatalaksanaan Kejang

Tatalaksana Kejang Demam


Kecenderungan sifat kejang demam adalah singkat dan kejang biasanya telah berhenti saat
sampai diruang UGD. Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup tiga hal yaitu :

1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi vital
tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama, oleh
karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak ada diazepam, dapat
digunakan luminal suntikan intramuskular ataupun yang lebih praktis midazolam
intranasal. Jika kejang masih terlihat maka penanganan dengan intra vena diazepam
dan lorazepam adalah mutlak.
2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi lumbal
pada saat pertama kali terjadinya kejang demam. Pungsi lumbal dianjurkan pada anak
usia kurang dari 2 tahun karena gejala neurologis sulit ditemukan.
3. Pengobatan profilaksis

- Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih
dari 38◦C) dengan menggunakan diazepam oral atau rektal, klonazepam atau kloralhidrat
supositoria.
- Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat tiap hari untuk
mencegah berulangnya kejang demam.
Diazepam rektal (0,5 mg /kg) atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus diberikan jika akses
intravena tidak dapat diberikan. Midazolam yang diberikan secara bukal (0,5 mg/kg; dosis
maksimal 10 mg/kg) lebih efektif daripada diazepam rektal untuk anak. Pemberian
midazolam secara bukal dicapai dengan mengalirkan sesuai dosis antara pipi dan gusi dari
rahang bawah dengan pasien dalam posisi pemulihan dari fase kejang. Penyerapan teknik ini
secara langsung melalui mukosa bukal, memberikan hasil yang lebih cepat daripada
midazolam yang ditelan. Lorazepam yang diberikan secara intravena setidaknya sama
efektifnya dengan diazepam intravena dan berhubungan dengan efek samping yang lebih
sedikit (termasuk depresi pernafasan) dalam pengobatan kejang tonik klonik akut.

Sumber :

Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002.

Anda mungkin juga menyukai