Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN KEJANG DEMAM

OLEH :
KELOMPOK III

KELAS A3-C

ANGGOTA KELOMPOK

1. DEDE DWI AYU NINGSIH 09.321.0460


2. DEWA GEDE INDRIYA NIGRAHA 09.321.0462
3. I KADEK DIARJANA KERTIADI 09.321.0469
4. LIANTY DIANA PURNAMASARI 09.321.0482
5. NI KETUT SANTY DEWI ASRIANI 09.321.0488
6. NI NYOMAN ARIDAWATI 09.321.0496

Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

TAHUN AJARAN 2010/2011


BAB I

PENBAHULUAN

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. PENGERTIAN

Kejang-kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pasa kelompok umur


pediatri. (Nelson, 2000 )
Kejang merupakan episode motorik, sensorik, autonomic atau aktivitas abnormal (atau
kombinasi dari semua itu), sebagai akibat dari muatan berlebihan yang tiba-tiba dari
neuron serebral. (Brunner & Suddarth, 2002).
Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak tanpa sengaja paroksismal yang
dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktivitas motorik
abnormal, kelainan prilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom. (Sylvia.Price
2005)
Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak-anak,
dengan prognosis yang sangat baik secara serangan. (Nelson, 2000 )
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu rectal diatas
38°C atau suhu tubuh diatas 39°C yang disebabakan oleh proses Ekstra Kranium (diluar
rongga tengkorak).

2. EPIDEMIOLOGI

Data mengenai insidensi kejang agak sulit diketahui. Diperkirakan bahwa 10%
orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidup mereka dan sekitar
0,3 % sampai 0,5 % akan didiagnosis mengidap epilepsy (didasarkan pada criteria dua
atau lebih kejang spontan / kejang pemicu).

3. ETIOLOGI / PENYEBAB

Penyebabnya bervariasi dan diklasifikasi sebagai idiopatik (defek ginetik


perkembangan) dan di dapat . penyabab kejang didapat adalah hipoksemia pada
beberapa kasus, yang mencakup insufisiensi vascular, demam (pada masa kanak-
kanak), cedera kepala, hipertensi, infeksi sitem saraf pusat, konsdisi metabolism dan
toksis ( seperti gagal ginjal, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia, pestisida),
tumor otak, kesalahan penggunaan obat dan alergi.

4. PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah focus
kejang atau dari jaringan normal yang terganggua akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian tergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan
tersebut. Lesi ditengah otak, thalamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak
memicu kejang.
Ditingkat membrane sel, focus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut yaitu instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel
lebih mudah mengalami pengaktifan. Neuron – neuron hipersensitif dengan ambang
untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara
berlebihan. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetikolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat (GABA). Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan
asam basah atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuro sehingga
terjadi kelainan pada depolarisasi neuron.Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat hiperaktivitas neuron.
Selama kejang, kebutuhan metabolic secara drastic meningkat, lepas muatan listrik sel-
sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000/detik aliran darah otak meningkat
demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul dicairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamate mungkin mengalami
deplesi selama aktivitas kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada
autopsy. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat
neurokimiawi bukan structural. Belum ada factor patologik yang secara konsisten
ditemukan. Kelainan vocal pada metabolism kalium dan asetil kolin dijumpai diantara
kejang. Focus kejang tampaknya sangat peka asetil kolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, focus-fokus tersebut lambat meningkat dan menyingkirkan asetil kolin.
5. PATHWAY
6. MANIFESTASI KLINIS

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang
bila suhu tubuh mencapai 39 º C atau lebih. Kejang khas menyeluruh , tonik-klonik
lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca
kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab
organic seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh.
Sering ada kehilangan memori selama kejang dan selama waktu singkat
setelahnya. Kerusakan otak dapat terjadi bila kejang berlangsung lama dan berat. Pasien
beresiko mengalami hipoksia, muntah dan aspirasi pulmonal atau adanya abnormalitas
menetap.

7. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan


neurologik, peningkatan TTV, yang biasanya terjadi pada anak yang mengalami kejang.
Kejang terutama terjadi pada anak golongan umur 6 bulan – 4 tahun. Pemeriksaan fisik
dipengaruhi oleh usia anak dan organime penyebab, perubahan tingkat kesadaran,
irritable, kejang tonik-klonik, tonik, klonik, takikardi, perubahan pola nafas, muntah
dan hasil pungsi lumbal yang abnormal.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan laboratorium

Tidak dilakukan secara rutin, namun untuk mengevaluasi sumber infeksi


penyebab demam, atau keadaan lain. Pemeriksaan yang dapat dikerjakan:

1). Pemeriksaan darah perifer, elektrolit dan gula darah

Fungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis, dianjurkan pada:

a) Bayi kuang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan


b) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c) Bayi >18 bulan tidak rutin

b. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karena itu tidak
direkomendasikan

c. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atai MRI jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1) Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)

2) Paresis nervus VI
3) Papiledema

9. PENATALAKSANAAN
a. Beri Diazepam iv pelan-pelan dengan dosis 0,3-0,5 mg/menit dengan kecepatan
1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20mg. Obat
yang praktis diberikan yaitu diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kg.
Atau:

1) diazepam rektal 5mg untuk anak dengan BB kurang dari 10kg;


2) diazepam rektal 10mg untuk BB lebih dari 10kg;
3) diazepam rektal 5mg untuk anak dibawah 3 tahun;
4) diazepam rektal 7,5mg untuk anak diatas 3 tahun

b. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2
kali pemberian diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke RS, agar dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
c. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara iv dengan dosis awal
10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kg/hari,dimulai 12 jam
setelah dosis awal.
d. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif.
e. Antipiretik
Kejang demam terjadi akibat demam, maka tujuan utama pengobatan adalah
mencegah demam meningkat. Berikan asetaminofen 10–15 mg/kg/hari setiap 4–
6 jam atau ibuprofen 5–10 mg/kg/hari tiap 4–6 jam.
f. Anti kejang
Berikan diazepam oral 0,3 mg/kg/hari tiap 8 jam saat demam atau diazepam
rektal 0,5 mg/kg/kali setiap 12 jam bila demam di atas 38°C.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Aktivitas/Istirahat
1) Gejala : Keletihan, Kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas/bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri/orang terdekat/pemberi asuhan keperawatan atau orang laen.
2) Tanda : Perubahan tonus/kekuatan otot
Gerakan involunter/kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b. Sirkulasi
1) Gejala : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis depresi
c. Integritas ego
1) Gejala : stresos eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan
atau penanganan, peka rangsangan; perasaan tidak ada harapan atau tidak
berdaya, perubahan dalam berhubungan.
2) Tanda : -pelebaran rentang respon emosional

d. Eleminasi
1) Gejala : inkontinensia episodic
2) Tanda : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter, otot
relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia.

e. Makanan/cairan
1) Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kerja.
2) Tanda : kerusakan jaringan lunak/gigi (cedera selama kejang), hiperlasia
gingival (efek samping pemakaian dilantin jangka panjang)
f. Neurologi
1) Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing.
Riwayat trauma kepala, anoreksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
Posital: kelemahan, nyeri otot, area parestese atau paralisis.
2) Tanda : Karakteristik kejang:
a) Fase prodormal: adanya perubahan pada reaksi emosi dan respon
afektif yang tidak menetu yang mengarah pada fase aura dalam
beberapa kasus dan berakhir beberapa menit sampai beberapa jam.
b) Kejang umum:
Toni-klonik ( grand mal): kekakuan dan postur menjejak,
mengerang, penurunan kesadaran,pupil dilatasi, inkontinesia
urine/fekal, pernapasan stridor (ngorok).
c) Kejang partsial (kompleks):
Lobus psikomotor atau temporal: pasien umumnya tetap sadar,
dengan reaksi seperti bermimpi, melamun, berjalan-jalan, peka
rangsangan, halusinasi, bermusuhan, atau takut.
d) Kejang parsial (sederhana):
Jacksonian/motorik vocal: sering didahului oleh aura, berakhir 2-15
menit. Tidak ada penurunan kesadaran ( unilateral) atau penurunan
kesadaran ( bilateral).
e) Status epileptikus:
Aktivitas kejang yang terjadi terus-menerus dengan spontan atau
berhubungan gejala putus antikonvulsan tiba-tiba dan fenomena
metabolic lain.
g. Nyeri/Kenyamanan
1) Gejala : sakit kepala, nyeri otot atau punggung pada periode posiktal.
2) Tanda : sikap atau tingkah laku yang berhati-hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi atau gelisah.

h. PERNAPASAN
1) Gejala : fase iktal: gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun atau cepat;
peningkatan sekresi mucus.
Fase posital; apnea.

i. KEAMANAN
1) Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur
Adanya alergi.
2) Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis.
Penurunan kekuatan tonus otot secara menyeluruh.

j. Interaksi Sosial
1) Gejala : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau
lingkungan sosialnya.
Pembatasan atau penghindaran terhadap kontak sosial.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu


tubuh (> 39˚ C)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolic ditandai dengan pasien terlihat lemas.
b. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan trauma musculoskeletal dan
penurunan tingkat kesadaran sekunder dari kejang.
e. Ansietas berhubungan dengan kejang berulang di tandai dengan menyatakan
masalah sehubungan dengan perubahan kejadian hidup.
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi ditandai
dengan pasien bertanya-tanya dengan penyakitnya.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. 1 Setelah diberikan asuhan 1.Kaji suhu tubuh pasien 1.Mengetahui
keperawatan selama .... x 24 peningkatan suhu tubuh,
jam diharapkan suhu tubuha. 2. Beri kompres air hangat memudahkan intervensi
pasien kembali normal
dengan KH : suhu tubuh 3. Berikan/anjurkan pasien 2.Mengurangi panas
( 36,5 – 37,50C) untuk banyak minum 1500- dengan pemindahan
2000 cc/hari (sesuai toleransi) panas secara konduksi.
Air hangat mengontrol
4. Anjurkan pasien untuk pemindahan panas secara
menggunakan pakaian yang perlahan tanpa
tipis dan mudah menyerap menyebabkan hipotermi
keringat. atau menggigil.

3.Untuk mengganti
cairan tubuh yang hilang
akibat evaporasi.

4. Memberikan rasa
nyaman dan pakaian
yang tipis mudah
menyerap keringat dan
tidak merangsang
peningkatan suhu tubuh.

2. 2 Setelah diberikan asuhan Mandiri: 1.Menurunkan resiko


keperawatan selama .... x 24 1.Anjurkan pasien untuk aspirasi atau masuknya
jam diharapkan pola napas mengosongkan dari benda sesuatu benda asing ke
kembali efektif dengan KH : atau zat tertentu atau gigi faring.
- Pasien tidak sesak palsu jika fase aura terjadi dan
-Frekuensi napas 16-20 untuk menghindari rahang 2. Meningkatan aliran
x/menit mengatup jika kejang terjadi (drainase) secret,
tanpa ditandai gejala awal. mencegah lidah jatuh dan
menyumbat jalan napas.
2. Letakan pasien pada posisi
miring, permukaan data, 3. Untuk memvasilitasi
miringkan kepala selama usaha bernapas atau
serangan kejang. ekspansi dada.
3.Tanggalkan pakaian pada 4. Jika memasukannya di
daerah leher atau dada dan awal untuk membuka
abdomen. rahang, alat ini dapat
mencegah tergigitnya
4. masukan spatel lidah atau lidah.
jalan napas buatan atau
gulungan benda lunak. 1.Dapat menurunkan
hipoksia serebral sebagai
Kolaborasi: akibat dari sirkulasi yang
menurun atau oksigen
sekunder terhadap
1.Berikan tambahan oksigen spasme vaskuler selama
atau ventilasi manual sesuai serangan kejang.
kebutuhan pada fase posital

3. 3 Setelah diberikan asuhan Mandiri: 1.faktor ini menentukan


keperawatan selama .... x 24 1.Kaji kemampuan pasien pemilihan terhadap jenis
jam diharapkan kebutuhan untuk mengunyah, menelan, makanan sehingga pasien
nutrisi pasien terpenuhi batuk dan membatasi sekresi. harus terlindung dari
dengan KH : aspirasi.
- menunjukan berat badan 2. Auskultasi bising usus catat
yang ideal adanya penurunan atau 2. Fungsi saluran
-pasien tidak lemas hilangnya suara hiperaktif. pencernaan biasanya
tetap baik pada kasus
3. Timbang berat badan setiap cedera kepala, jadi bising
hari. usus membantu dalam
menentukan respon untuk
makan atau
4.Jaga keamanan saat berkembangnya
memberikan makan pada komplikasi seperti
pasien, seperti tinggikan paralitik illeus.
kepala tempat tidur selama 3. mengevaluasi
makan. keefektifan atau
kebutuhan mengubah
5.Berikan makan dalam pemberian nutrisi.
jumblah kecil dan daklam
waktu yang sering dengan 4.menurunkan resiko
teratur. regurgitasi atau
terjadinya aspirasi.
6.Tingkatkan kenyamanan,
lingkungan yang santai 5.Meningkatkan proses
termasuk sosialisasi saat pencernaan dan toleransi
makan. Anjurkan orang pasien terhadap nutrisi
terdekat untuk membawa yang diberikan dan dapat
makanan yang disukai pasien. meningkatkan kerjasama
pasien saat makan.
Kolaborasi:
1. Konsultasi dengan ahli 5) Meskipun proses
gizi. pemilihan pasien
memerlukan bantuan
makan dan atau
menggunakan alat
bantu, sosialisasi
waktu makan dengan
orang terdekat dapat
meningkatkan
pemasukan dan
menormalkan fungsi
makan

Kolaborasi :

1.merupakan sumber
yang efektif untuk
mengidentifikasi
kebutuhan kalori atau
nutrisi tergantung pada
usia, berat badan, ukuran
tubuh.

4. 4 Setelah diberikan asuhan Selama kejang: 1.Adanya privasi optimal


keperawatan selama .... x 24 1.Berikan privasi dan dapat menurunkan
jam diharapkan bebas dari perlindungan pada klien dan sensasi aura ( penanda
cedera dengan KH : orang yang ingin tau. ancaman kejang) yang
- klien tidak mengalami memerlukan waktu untuk
cedera muskuloskeletal 2. Letakan dan amankan klien mencari tempat yang
ke lantai bila memungkinkan. aman dan pribadi..

3.Lindungi kepala dengan 2. Menghindari resiko


bantal cedera musculoskeletal
akibat kecendrungan
4. lepaskan pakaian pasien klien untuk jatuh dari
yang ketat tempat tidur.

5. Singkirkan perabot terdekat 3. mencegah cedera


yang berbahaya akibat benturan kepala ke
lantai.
6. Jika klien di tempat tidur,
singkirkan bantal dan 4. melindungi klien dari
tinggikan pagar tempat tidur. fiksasi abdomen yang
ketat.
7. jika aura terdeteksi sebelum
kejang, pasang spatel lidah. 5. Menghindari resiko
cedera yang berlebihan
dan tidak perlu terjadi.
8. jangan berusaha membuka
rahang yang terkatup pada 6. Mengurangi resiko
saat spasme untuk jatuh.
memasukan sesuatu.
7. Menghindari trauma
9. letakan klien dalam posisi gigitan pada ridah pada
miring. saat terjadi kejang.

8. menghindari patahnya
Setelah kejang: gigi dan trauma pada
1. Pertahankan klien bibir.
miring pada satu sisi. 9. Memudahkan
2. Orientasikan klien pengeluaran saliva dan
dengan lingkungan mucus .

Setelah Kejang :
1. Menghindari aspirasi
saliva dan mucus serta
berupaya untuk
mematenkan jalan napas.
2. Klien sering tidak
menyadari apa yang
telah terjadi

5 5 Setelah diberikan asuhan Mandiri 1.Reaksi yang ada


keperawatan selama .... x 24 bervariasi diantara
jam diharapkan pasien 1.Diskusikan perasaan pasien individu dan pengetahuan
mampu mengidentifikasi mengenai diagnostic, persepsi atau pengalaman awal
perasaan dan metode untuk diri terhadap penanganan dengan keadaan
koping dengan persepsi yang dilakukannya. penyakitnya akan
negativ pada diri sendiri mempengaruhi
dengan KH : 2.Identifikasi atau antisipasi penerimaan terhadap
-mengungkapkan kemungkinan reaksi orang aturan pengobatan.
peningkatan rasa harga diri pada keadaan penyakitnya.
dalam hubungannyadengan 2.memberikan
diagnosis 3.Gali bersama pasien kesempatan untuk
- mengungkapkan persepsi mengenai keberhasilan yang berspon pada proses
realitas dan penerimaan diri telah diperoleh atau yang akan pemecahan masalah dan
dalam perubahan peran atau dicapai selanjutnya dan memberikan tindakan
gaya hidup kekuatan yang dimilikinya. control terhadap situasi
yang dihadapi.
4.Tentukan sikap kecakapan
orang terdekat 3.memfokuskan pada
aspek yang positif dapat
5. Tekankan pentingnya staf membantu untuk
atau orang terdekat untuk menghilangkan dari
tetap dalam keadaan tenang kegagalan atau kesadaran
selama kejang. terhadap diri sendiri.

4. Pandangan yang
negative dari orang
terdekat dapat
berpengaruh terhadap
perasaan kemampuan
atau harga diri pasien dan
mengurangi dukungan
yang diterima dari orang
terdekat tersebut.

5. Ansietas dari pemberi


asuhan adalah menjalar
dan bila sampai pada
pasien dapat
meningkatkan persepsi
negative terhadap
lingkungan atau diri
sendiri
6. 6 Setelah diberikan asuhan Mandiri: 1.Gangguan tingkat
keperawatan selama .... x 24 1.Kaji status mental dan kesadaran dapat
jam ansietas klien teratasi tingkat ansietas dari pasien mempengaruhi ekspresi
dengan KH : atau keluarga. Catat adanya rasa takut tetapi tidak
- klien merasa lebih rileks verbal dan nonverbal. menyangkal
- klien tidak gelisah keberadaannya.
2.Berikan penjelasan antara
proses penyakit dan 2.Meningkatkan
gejalanya. pemahaman, mengurangi
rasa takut karena
3.Jawab setiap pertanyaan ketidaktahuan dan dapat
dengan penuh perhtian dan membantu menurunkan
berikan informasi tentang ansietas.
pronosa penyakit.
3.Penting untuk
4.Berikan kesempataan pasien menciptakan kepercayaan
untuk mengungkapan isi karena diagnose penyakit
pikiran dan perasaan takutnya. mungkin menakutkan dan
informasi yang akurat
5.Libatkan pasien atau dapat memberikan
keluarga dalam perawatan, keyakinan pada pasien
perencanaan kehidupan dan juga keluarga.
sehari-hari.
6. Lindumgi privasi pasien 4.mengungkap rasa takut
jika terjadi kejang. secara terbuka dimana
rasa takut ditujukan.

5.Meningkatkan perasaan
control terhadap diri dan
meningkatkan
kemandirian.

6.Memperhatikan
kebutuhan privasi pasien,
memberika peningkatan
akan harga diri pasien
dan melindungi pasien
dari rasa malu.

7. 7 Setelah diberikan asuhan Mandiri : 1.Memberikan


keperawatan selama .... x 24 kesempatan untuk
jam klien mengetahui 1.Jelaskan kembali mengenai mengklarifikasi
informasi tentang patofisiologi atau prognosis kesalahan persepsi dan
penyakitnya dengan KH : dan perlunya pengobatan atau keadaan penyakit yang
- klien tidak bertanya tentang penanganan dalam jangka ada sebagai sesuatu yang
penyakitnya. waktu lama. dapat ditangani dalam
cara hidup yang normal.
2.Dapat menurunkan
2.Berikan petunjuk yang jelas iritasi lambung, mual
untuk minum obat untuk atau muntah.
minum obat bersamaan
dengan waktu makan. 3.Mempercepat
penanganan dan
3.Anjurkan pasien untuk menentukan diagnosa
menggunakan semacam dalam keadaan darurat
gelang identifikasi atau
semacam petunjuk yang 4.Aktivitas yang sedang
memberitaukan bahwa pasien dan teratur dapat
adalah penderita epilepsy. membantu menurunkan
atau mengedalikan
4.Diskusikan manfaat dari faktor-faktor predisposisi
kesehatan umum yang baik yang meningkatkan
seperti diet yang adekuat, perasaan sehatdan
istirahat yang cukup , latihan kemanpuan koping yang
yang cukup dan hindari baik.
bahaya alcohol, kafein, dan
obat yang dapat menstimulasi 5. Menurunkan resiko
kejang. infeksi mulut dan
hiperflasia dari gusi.

5. Tinjau kembali pentingnya


kebersihan mulut dan
perawatan gigi yang teratur.

3. IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi

5. EVALUASI

Dx 1:suhu tubuh ( 36,5 – 37,50C)

Dx 2:Pasien tidak sesak

Frekuensi napas 16-20 x/menit

Dx 3:menunjukan berat badan yang ideal

pasien tidak lemas

Dx 4:klien tidak mengalami cedera muskuloskeletal

Dx 5:mengungkapkan peningkatan rasa harga diri dalam hubungannyadengan diagnosis

mengungkapkan persepsi realitas dan penerimaan diri dalam perubahan peran atau gaya
hidup

Dx 6:klien merasa lebih rileks


klien tidak gelisah

Dx 7:klien tidak bertanya tentang penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.1.Jakarta:Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Carpeniro-Monyet, Linda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges,Marilyn.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran


EGC

Muttagin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nelson, Waldo E. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. 2000. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Santosa,Budi,2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda.Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai