Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan


dan teknologi di berbagai bidang khususnya dalam pelayanan kesehatan atau
pelayanan keperawatan. Etika merupakan suatu system yang mengatur bagaimana
seharusnya seseorang melakukan sesuatu tindakan.Sistem tersebut akan saling
menghormati dan akan di kenal sebagai tindakan yang sopan santun, memiliki tata
krama dan kebiasaan dan berprilaku. Etika dalam keperawatan merupakan aplikasi
dari proses dan teori filsafat moral terhadap kenyataan yang sebenarnya, yang
merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia.Dimana etika itu
sendiri lebih menekankan pada bagaimana manusia yang harus bertindak.
Moral itu sendiri digunakan untuk menentukan batas-batas dari perbuatan,
kelakuan, sifat, dan perangkai dinyatakan benar, salah , baik , buruk ,layak atau tak
layak, patut maupun tidak patut.
Adapun prinsip-prinsip yang ada dalam etika yang perlu di terapkan
utamanya dalam pelayanan kesehatan adalah
1. Otonomi (Autonomy) ialah hak klien untuk memilih
2. Benefical ialah berbuat baik mendatangkan manfaat.
3. Keadilan (justico) tidak memilih-milih.
4. Monmaleficionci ialah tidak merugikan.
5. Veracity ialah Kejujuran.
6. Fidelity ialah kesetian,menepati janji.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apa itu etiket ?
2. Apa saja yang terkandung dalam nilai keperawatan ?
3. Apa itu etika, moral, dan filosofi ?

1
1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini, yaitu agar mampu mengetahui apa saja
hal-hal yang berkaitan dengan etik dalam keperawatan, nilai-nilai yang ada dalam
keperawatan dan bagaimana etika, moral dalam pengambilan keputusan konteks
keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etiket
A. Pengertian Etiket
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata
“etiket” yaitu:
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang
(dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebegainya tentang barang itu.
2. Etiket (Prancis) adat sopan santun atau tata karma yang perlu diperhatikan
dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
3. Etika (ethics) berarti moral, etiket (etiquette) berarti sopan santun. Dua kata ini
memiliki persamaan dan perbedaan makna.
Persamaannya :
a. Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia.
b. Baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya
memberi norma pada perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Perbedaannya :
K.Bertens (2005) memberikan 4 macam perbedaan antar etiket dengan etika
yaitu :
1. Etiket menyangkut cara ( tata cara ) suatu perbuatan harus dilakukan manusia.
Misalnya ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain , saya harus
menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya
menyerahkannya dengan tangan kiri maka saya dianggap melanggar etiket.
Sementara etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus
member norma dari perbuatan itu sendiri misalnya dilarang mengambil barang
orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin
sama artinya dengan mencuri “ jangan mencuri “ merupakan suatu norma
etika. Disini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri tangan kanan
atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri-ada orang
lain disekitar kita. Bila tidak ada orang lain disekitar kita atau tidak ada saksi
mata , maka etiket tidak berlaku. Misalnya seseorang sedang makan bersama

3
seorang teman sambil duduk diatas meja makan, maka dia dianggap melanggar
etiket. Tetapi kalau dia sedang makan sendirian ( tidak ada orang lain ) , maka
dia tidak melangga etiket walaupun dia makan dengan cara demikian.
Sementara etika selalu berlaku , baik kita sedang sendiri atau bersama orang
lain. Misalnya larangan mencuri selalu berlaku , baik sedang sendiri atau ada
orang lain. Atau seseorang harus tetep mengembalikan barang yg dia pinjam
walaupun si pemilik barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relative yg dianggap sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja
dianggap tidak sopan dalam kebudayaan lain. Misalnya makan dengan tangan
kiri atau bersendawa waktu makan. Sementara etika bersifat absolute.”jangan
mencuri “ ,”jangan membunuh”, “ jangan zinah” merupakan prinsip-prinsip yg
tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada
etiket bisa juga besifat munafik. Misalnya saja orang berpenampilan alim, dari
luar terlihat sangat soapan dan berwibawa tapi sebenarnya didalam hatinya
penuh dengan busukkan. Sementara etika memandang manusia dari dalam .
oang etis tidak mungkin bersifat munafik sebab orang bersikap etis pasti orang
yang sungguh sungguh baik
B. Etik Dalam Keperawatan
Kode Etik Keperawatan
Kode etik adalah pernyataan standar pofesional yang digunakan sebagai
pedoman pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat
keputusan. Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam
melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional
Indonesia,dimana seoang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik
sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan. Kode etik adalah sistem
norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa
yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Dengan adanya kode etik
diharapkan para professional dapat memberikan jasa sebaik-baiknya kepada
pemakai atau nasabah mereka. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan
yang tidak profesional. Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga
masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik

4
dekter, guru , pustakawan, pengacara. Ketaatan tenaga professional tehadap
kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran,
jiwa, dan perilaku tenaga professional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-
masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional
merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak
dan yang rugi dia sendiri. Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena
akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usam atau
sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang
euthanasia (mati atas kehendak sendiri ), dahulu belum tercantum dalam kode
etik kedokteran kini sudah dicantumkan. Pelanggarn kode etik tidak diadili
oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar
hukum. Sebagai contoh untuk ikatan dokter Indonesia terdapat kode etik
kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tesebut maka
dia akan diperiksa oleh Majelis Kedokteran Indonesia, bukannya oleh
pengadilan. Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam
melaksanakan tugas atau fungsi perawat adalah kode etik perawat Nasional
Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik
sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan.

C. Tujuan Kode Etik


Tujuan Kode etik keperawatan adalah upaya agar perawat, dalam
menjalankan setiap tugas dan fungsinya dapat menghargai dan menghormati
martabat manusia. Tujuan etika keperawatan mencakup:
1. merupan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat,klien atau pasien,
teman sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi keperawatan
maupun dengan profesi lain diluar profesi keperawatan.
2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh praktisi
keperawatn yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan
tugasnya.
3. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya
diperlakuakan tidak adil oleh institusi maupun masyarakat.

D. Fungsi Kode Etik Keperawatan

5
Kode etik perawat yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan
bagi status profesianal dengan cara sebagai berikut:
1. Kode etik perawat menunjukan kepada masyarakat bahwa perawat dihauskan
memahami dan menerima kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan
kepada perawat oleh masyarakat.
2. Kode etik menjadi pedoman bagi perawat untuk berperilaku dan menjalin
hubungan keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktek etika.

Kode Etik Keperawatan Indonesia:


Berikut ini kode etik keperawatan Indonesia menurut keputusan MUNAS VI PPNI
Nomor : 09 MUNAS VI / PPNI / 2000

2.2 Nilai Dalam Keperawatan


A. Pengertian Nilai
Nilai adalah suatu keyakinan seorang perawat tentang penghargaan terhadap
suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap atau perilaku perawat
dalam pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Sistem nilai dalam
organisasi keperawatan adalah tentang nilai-nilai yang dianggap sangat
penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal atau perilaku seorang
perawat.

B. Pembentukan Nilai
Seorang perawat mendapatkan nilai-nilai yang berkembang melalui
informasi, interaksi antara dirinya dengan pasien dan masyarakat,lingkungan
keluarga, budaya, serta tradisi dan adat istiadat yang berkembang di tengah
masyarakat. Seorang perawat harus memahami itu setiap menjalankan
profesinya sebagai perawat bahkan sepanjang perjalanan hidupnya sebagai
seorang perawat.
Berkaitan dengan nilai, seorang perawat harus memahami tentang
perbedaan nilai-nilai kehidupan di masyarakat, ini akan sangat bergantung
pada situasi dan kondisi dimana ia tumbuh, berkembang, dan berinteraksi
dengan orang-orang disekelilingnya. Jika menjadi pripadi yang eksklusif

6
(tertutup) dan menjauh dari masyarakatnya, sehingga ia pun sulit melakukan
paktik keperawatan dimasyarakat tersebut.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh seorang perawat untuk
memahami dan mengambil nilai-nilai tersebut, antara lain sebagai berikut :
1. Nilai-nilai dapat diperoleh dari model atau contoh, yaitu setiap
perawat bisa belajar dan memahami tentang nilai-nilai yang baik
atau buruk melalui observasi prilaku di tengah lingkungan yang
dihadapinya, keluarga pasien, para sahabat dekat pasien yang
dirawatnya, teman sejawat (sesama perawat atau sesama tenaga
medis) dan masyarakat dimana perawat tersebut berinteraksi denan
orang-orang sekitar.
2. Nilai-nilai dapat diperoleh dari keluarga, ajaran agama, lembaga
pendidikan (pendidikan keperawatan), dan rumah sakit (institusi)
dimana seorang perawat bekerja. Semua itu memberikan ruang dan
waktu atau kesempatan kepada setiap perawat untuk
mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda dan tumbuh di tengah
masyarakat.
3. Nilai-nilai dapat diperoleh dari cara berprilaku (melakukan
kegiatan keperawatan) dengan hati nurani. Jangan sampai seorang
perawat bertindak sesuka hati. Pasalnya seorang perawat yag
bertindak sesuka hati, walaupun tindakan tersebut sudah sesuai
dengan ilmu kesehatan yang dikuasainya, kurang terarah (tidak
berjalan). Hal itu disebabkan pemahaman terhadap nilai-nilai
dimasyarakat sangat tergantung pada kondisi hati nurani seorang,
perasaan yang ada di dalam diri seseorang. Dari sanalah seorang
perawat akan dapat memahami nilai-nilai yang tumbuh
dimasyarakat sehingga dapt menentukan mana yang layak, dan
mana yang tidak layak dilakukan, dan tidak menentukan sesuatu
hanya berdasarkan kemauan sendiri.
4. Nilai-niali dapat diperoleh dari cara berinteraksi langsung dengan
masyarakt sekitar. Misalnya aktif dalam kegiatan seremonial
kemasyarakatan, gotong royong dengan masyarakat, khususnya
masyarakat menengah kebawah, sehingga akan muncul
pemahaman yang komprehensif tentang niali-nilai. Seorang

7
perawat yang tidak melebur dengan masyarakat akan sulit
mamahami nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat, bahkan
sering terjadi konflik antara dirinya dengan masyarakat. Hal ini
lebih sering disebabkan kurangnya pendekatan, atau tidak adanya
bimbingan atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan
kebingngan, dan konflik internal bagi perawat tersebut.
5. Nilai-nilai dapat diperoleh dari cara memberi penghargaan dan
sanksi. Perawat bisa memberikan penghargaan kepada pasien yang
mengikuti arahannya dalam hal kesehaatan, apapun bentuk
penghargaan yang diberikan. Selain itu perawat juga bisa
memberikan sanksi kepada pasien yang tidak disiplin atau tidak
mengikuti arahannya dalam hal kesehatan atau melakukan
pencegahan penyakit. Tentu saja, sanksi yang diberikan hanya
berupa sanks yang sangat ringan, bahkan bila perlu hanya berupa
sanksi moral.
6. Nilai-nilai diperoleh dengan selalu bertanggung jawab untuk
memilih atau menentukan sikap. Artinya adanya dorongan internal
dari seorang perawat untuk menggali nilai-nilai tertentu dan
mempertimbangkan konsekuensi yang akan dihadapi untuk
diadaptasi. Ketika seorang perawat melakukan suatu tindakan yang
berhubungan dengan pasien atau berhubungan dengan nilai moral
ditengah masyarakat, dengan besar hati harus bertanggung jawab
atas tindakannya tersebut dan memahami konsekuensi yang
muncul dari tindakannya. Disamping itu yang diperlukan juga
adalah dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan
meyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.

C. Klarifikasi Nilai
Klarifikasi nilai-nilai mempunyai manfaat yang sangat besar didalam aplikasi
keperawatan termasuk juga dalam aplikasi kebidanan. Ada 3 fase dalam
klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh seorang perawat
ketika menjalankan fungsinya sebagai tenaga medis, baik di rumah sakit
maupun diluar.
1. Fase pilihan

8
Terdapat 3 pokok hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan
bagi setiap individu. Artinya, setiap perawat dan pasien bebas
menentukan pilihan keperawatan. Misalnya: pasien bisa
memilih rumah sakit A, atau B, atau C. Dan, hal itu harus
dihargai oleh setiap perawat.
b. Dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan.
Artinya pemberian pelayanan kepada pasien bukan karna status
sosial pasien tersebut. Baik pengusaha, seorang pemuka agama,
seorang dosen, dan PNS, tokoh masyarakat, harus disamakan
dengan seorang buruh tani, buruh pabrik, rakyat jelata,
mahasiswa, ketika menjadi pasien. Mereka semua
membutuhkan satu hal yang sama, kesembuhan dari penyakit.
c. Keyakinan bahwa penghormatan terhadap martabat seseorang
merupakan kosekuensi terbaik bagi semua masyarakat. Artinya
seorang perawat akan diterima oleh semua pihak jika
menghormati harkat dan martabat pasien sebagai seorang
manusia tanpa membeda-bedakan unsur apapun.
2. Fase Penghargaan
a. Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya sendiri. Seorang
perawat tentunya akan merasa sengang dan bahagia bila
mengetahui bahwa asuhan atau pelayanan yang diberikan
dihargai pasien atau klien serta sejawat.
b. Seorang perawat akan mempertahankan nilai-nilai tersebut bila
ada perawat lain atau tebaga medis lainnya tidak bersedia
memperhatikan martabat manusia (martabat pasien) sebagai
mana mestinya.
3. Fase Tindakan
a. Perawat perlu menggabungkan nilai-nilai tersebut kedalam
kehidupan atau pekerjaan keperawatan sehari-hari. Artinya
bagaimana seorang perawat dituntut untuk mengombinasikan
antara nilai-nilai dan dunia keperawatan.
b. Seorang perawat harus selalu mengupayakan untuk bersikap
konsisten menghargai martabat pasien sebagai seoranf manusia

9
dalam kehidupan pribadi, profesional, dan dalam aktifitas
keperawatan.
Ketiga fase diatas menandakan bahwa nilai-nilai moral sangat
berhubungan erat dengan nilai-nilai profesional dalam praktik keperawatan.

2.3 Etika, Moral dan Filosofi


A. Pengertian Etika dan Moral
Pengertian etika berasal dari bahasa yunani kuno ethos (jamaknya: ta etha),
yang berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia kata etika berarti:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak). Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-
kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik
dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan
sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian
sistematis dan metodis. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral.
Jika orang berbicara tentang etika orang bugis, etika islam, etika
katolik dan sebagainya, maka yang dimaksud dengan etika disini
bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai seistem nilai. Sisitem
nilai ini berfungsi dalam hidup manusia secara perorangan maupun
pada taraf sosial kemasyarakatan.
2. Kumpulan asas atau nilai akhlak (moral). Yang dimaksud disini adalah
kode etik. Misalnya kode etik jurnalis.

Istilah moral berasal dari bahasa latin (mos – bentuk tunggal, mores – bentuk
jamak) yang berarti kebiasaan atau adat. Moral adalah perilaku yang
diharapkan oleh masyarakat yang merupakan “standar perilaku” dan “nilai-
nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat.

B. Etika Feminis
Etika feminis mengkritik etik konvensional seperti deontologi dan
utilitarianisme. Etika feminis berfokus pada perbedaan antar individu. Etika
ini membutuhkan hubungan alamiah untuk membantu dalam proses dilema

10
etik. Penulis dengan perspektif feminis lebih berkonsentrasi pada penyelesaian
praktik daripada teori. Etika feminis menetapakan bahwa prinsip dapat
mengalihkan perhatian anda pada masalah komunitas yang lebih besar.
Pendukung menilai peranan dan riwayat hubungan . Pada kenyataannya,
mereka mengatakan bahwa kemungkinan menjadi bias dalam hubungan
dengan individu untuk terlibat dalam suatu hubungan merupakan suatu nilai
positif. Kritik etika feminis menekankan pada kurangnya fokus pada prinsip
universal. Tanpa petunjuk dari prinsip universal, mereka berpendapat bahwa
penyelesaian akan sangat bergantung pada situasi itu sendiri.

C. Etika Pelayanan
Etika pelayanan dan feminis sangat berhubungan semua yang menulis
tentang etika pelayanan biasanya adalah perawat atau dokter. Mereka
mempromosikan filosofi yang berfokus pada pemahaman hubungan terutama
riwayat personal. Nel Noddings (1984) menggunakan istilah “yang melayani”
untuk mengidentifikasi individu yang menyelenggarakan pelayanan, dan
istilah “ yang dilayani” merujuk pada klien. Dalam mengadopsi istilah ini
Noddings ingin menekankan pada peranan perasaan, tetapi tidak pada prinsip
sperti otonomi dan kebaikan. Edmund Pellegrino (1985), seorang dokter,
menulis tentang kewajiban moral dokter, penyelenggara layanan kesehatan,
dan perawat untuk memasukkan konsep pelayanan kedalam perilaku
profesional mereka. Defenisinya tentang pelayanan termasuk kewajiban untuk
menghargai, memahami, dan berbagai rasa sakit atau kondisi klien.

D. Etika Deontologi
Deon berasal dari kata Yunani yang artinya adalah kewajiban yang
akan dilakukan, tidak mengukur baik buruknya suatu perbuatan / tindakan
berdasarkan hasil/dampaknya, melainkan berdasarkan maksud pelaku dalam
melaksanakan perbuatan tersebut. Pendekatan deontologi berfokus pada
kegiatan atau ukuran moral pengambilan keputusan dengan pendekatan
deontologi akan selalu menjaga pada ukuran itu sendiri. Keputusan diambil
dengan mempertimbangkan keadaan pada saat itu dan dibandingkan dengan
dampaknya apabila keputusan tersebut diambil.

11
Teori etika lama, deontologi (Deontology), mengajukan sistem etik yang
mungkin lebih dikenal bagi praktisi pelayanan kesehatan. Dasar ilmu ini
berasal dari id seseorang filsuf abad delapan belas, Immanuel Kant ( 1724-
1804). Deontologi mendefenisikan tindakan yang benar atau salah berdasarkan
“karakteristik berbuat benar seperti menepati janji, berkata benar, dan berlaku
adil”(Banchamp dan Childress,2001).
Teori ini berprinsip pada aksi atau tindakan. Contoh penerapan: Deontologi
adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa
yang sebenarnya terjadi, walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan.
Contoh lain misalnya: seorang perawat menolak membantu pelaksanaan
abortus karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.

E. Etika Utilitarianisme
Samijatun (2009), utilitarianisme merupakan salah satu teori spesifik
dari teleogi yang lebih mencerminkan pada pengambilan keputusan yang
terbaik dari sejumlah pilihan atau tindakan yang dianggap oleh sebagian besar
orang baik.
Selain itu juga dilihat ketetapan dan kuatnya alasan mengapa pilihan atau
tindakan tersebut dilakukan. Utilitarianisme adalah posisi orientasi komunitas
yang berfokus pada konsekuensi dan lebih mempunyai hal-hal yang baik
dalam sejumlah besar dan mendatangkan kebahagiaan untuk banyak orang
serta mempunyai konsekuensi kerugian yang sedikit atau minimal. Fokus
utama dari utilitarianisme adalah pada hasil atau konsekuensi tindakan.

F. Konsensus Dalam Biotik


Konsensus adalah sebuah frasa untuk menghasilkan atau menjadikan
sebuah kesepakatan yang disetujui secara bersama-sama antar kelompok atau
individu setelah adanya perdebatan dan penelitian yang dilakukan dalam
kolektif intelijen untuk mendapatkan konsensus pengambilan keputusan.
Konsensus yang dilakukan dalam gagasan abstrak, tidak mempunyai implikasi
terhadap konsensus politik praktis akan tetapi tidak lanjut pelaksanaan agenda
akan lebih mudah dilakukan dalam memengaruhi konsensus politik.
Konsensus merupakan sebuah pendapat atau gagasan yang kemudian diadopsi
oleh sebuah kelompok kepada kelompok yang lebih besar karena berdasarkan

12
kepentingan (sering kali dengan sebuah fasilitasi) hingga dapat mencapai pada
tingkat konvergen keputusan yang akan dikembangkan.

2.4 Langkah-Langkah Dalam Menanggulangi Dilema Etik


Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah :
A. Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat
langsung dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan
menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data
dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :
1. Apa yang menjadi fakta medik ?
2. Apa yang menjadi fakta psikososial ?
3. Apa yang menjadi keinginan klien ?
4. Apa nilai yang menjadi konflik ?
B. Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat
dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and
Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun
terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
1. Tentukan tujuan dari treatment.
2. Identifikasi pembuat keputusan
3. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.
C. Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan
beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat
diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan
kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi adalah
menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis seringkali
menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih / berduka, marah,
dan emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan
kegagalan komunikasi pada para pengambil keputusan. Perawat harus ingat
“Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”.
Perawat harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua)
alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan

13
tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus
menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak tak
dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, perawat tak
dapat menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien / keluarga
mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain
permintaan klien dapat dihormati.
D. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang
ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan
treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang
situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para
pengambil keputusan masih harus dipelihara.

Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat
personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila
memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis.
Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan
diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat
berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa
marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang
harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang
baik dari seorang perawat.

Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga


sering menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi
manusia, pertimbangan tingkat keberhasilan tindakan dan keterbatasan
sumber-sumber organ tubuh yang dapat didonorkan kepada orang lain
sehingga memerlukan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu sebagai
perawat yang berperan sebagai konselor dan pendamping harus dapat
meyakinkan klien bahwa keputusan akhir dari komite merupakan keputusan
yang terbaik.

14
2.5 Kode Etik Keperawatan Profesional
a. Advokasi
Sikap melindungi pasien (advocacy) mempunyai pemahaman kemampuan
seseorang (perawat) untuk memberikan suatu pernyataan/pembelaan untuk
kepentingan pasien. Advocacy merupakan kamampuan untuk bisa melakukan
suatu kegiatan ataupun berbicara untuk kepentingan orang lain dengan tujuan
memberikan perlindungan hak pada orang tersebut.
Advocacy sering digunakan dalam konteks hukum yang berkaitan dengan
upaya melindungi hak-hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela
diri. Arti advocacy menurut Ikatan Perawat Amerika/ANA (1985) adalah
melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan
keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang
dilakukan oleh siapapun.
Perawat sebagai advokat pasien berfungsi sebagai penghubung antara klien
dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien,
membela kepentingan pasien dan membantu pasien memahami semua
informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan
pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advocacy sekaligus
mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam
tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani
oleh pasien. Perawat juga harus melindungi dan memfasilitasi
keluarga/masyarakat dalam pelayanan keperawatan
b. Tanggung jawab
Tanggung jawab perawat terhadap klien
1) Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman
pada tanggung jawab yang bersumber dari adanya kebutuhan terhadap
keperawatan individu, kelurga dan masyarakat.
2) Perawat memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nila
budaya, adat-istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu,
keluaraga dan masyarakat.
3) Perawat senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas dalam melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.

15
4) Perawat menjalani hubungan kerja sama dengan individu, keluarga dan
masyarakat khsusnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan
upaya kesehatan, serta upaya Perawat kesejahteraan pada umumnya.
Tanggung jawab perawat terhadap tugas
1) memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran
professional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan
keperawatan.
2) Perawat wajib merahasiakan segalah sesuatu yang diketahuinya
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya.
3) Perawat tidak akan menggunakan keterampilan dan pengetahuan untuk
tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
4) Perawat dalam menunaikan tugas dengan penuh kesadaran tidak
terpengaruh oleh pertimbangan kebengasaan, kesukuan, warna kulit,
umur, jenis kelamin, aliran politik, agama dan kedudukan sosial.
5) Perawat mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien serta
matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau
mengalihtugaskan tanggung jawab.

Tanggung jawab perawat terhadap sejawat


1) Perawat memelihara hubungan baik antara sesame perawat dan tenaga
kesehatan lainnya, baik itu keserasian suasana atau lingkungan kerja.
2) Perawat menyebarluaskan keterampilan, penegetahuan, dan
pengalamannya terhadap sesame perawat dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dalam bidang keperawatan

Tanggung jawab perawat terhadap profesi


1) Perawat berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnyasecara
sendiri atau bersama-sama yang bermanfaat bagi perkembangan
keperawatan.
2) Perawat menjunjung tinggi nama baik profesi.
3) Perawat berperan dalam pembakuan dan pelayanan keperawatan, serta
menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan
keperawatan.

16
4) Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu
organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdian.

Tanggung jawab perawat terhadap Negara


1) Perawat melaksanakan ketentuan –ketentuan sebagai kebijaksanaan
yang telah digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan
keperawatan.
2) Perawat berperan secara aktif dalam menyumbang pikiran kepada
pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan
kepada masyarakat.
c. Akuntabilitas
Prinsip ini berhubunga erat dengan fideliti yang berarti bahwa tanggung
jawab pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain.
Akuntablitas merupakan standar yang pasti yang mana tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

d. Kerahasian
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori etika mencakup bentuk pengetahuan yang kompleks, secara umum ada dua teori
penting yang harus dipahami tentang etika, yaitu Utilitarianism dan Deontologi. Kode
etik keperawatan dari berbagai sumber yaitu: kode etik International Council of
Nurses, kode Eetik American Nurses Assosciation, kode etik Canadian Nurses
Association, kode etik Perawat Indonesia. Masalah etika keperawatan pada dasarnya
merupakan masalah etika kesehatan, yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis
atau bioetis.

Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak
memuaskan sebanding. Pengambilan keputusan merupakan suatu tindakan yang
melibatkan berbagai komponen yang harus dipertimbangkan secara matang oleh
perawat, terutama yang terkait dengan permasalahan pada tatanan klinik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. http://v3aza.blogspot.com/2011/05/konsep-etika-keperawatan.html
2. http://gracefracilia.blogspot.com/2013/10/prinsip-prinsip-etika-keperawatan.html
3. http://dedeelpu.blogspot.com/2012/12/langkah-langkah-dalam-menanggulangi.html
4. Prinsip Etika Keperawatan. Nindy Amelia, S. Kep. XD-MEDIKA
5. ETIKA KEPERAWATAN. HJ.MASRUROH HASYIM, S.KEP., NS., M.KES.
JOKO PRASETYO. S.KEP., M.KEP.

19

Anda mungkin juga menyukai