Tidur adalah salah satu kebutuhan manusia. Tidur menjadi cara manusia untuk
memulihkan keadaan psikis manusia. Fungsi tidur antara lain adalah menyimpan
energi, adaptasi, dan konsolidasi memori. Akan tetapi, tidur tidak selalu berlangsung
baik. Sejak bayi pun gangguan tidur itu sudah ada. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, dari 208 anak usia 4-6
tahun taman kanak-kanak Kota Semarang, 73,6% nya mengalami gangguan tidur.
kompleks, terlebih ketika peralihan dari anak-anak menuju dewasa atau disebut masa
remaja. Ketika remaja, terjadi perubahan emosional, pola pikir, kebiasaan, dan
aktivitas. Banyak tantangan yang harus dilalui oleh remaja. Apabila tantangan itu
tidak bisa dikelola dengan baik, hal itu akan menjadi masalah yang mengganggu
dirinya. Masalah tersebut bisa saja memberi dampak negatif untuknya dan bahkan
mengganggu kesehatan mental emosionalnya. Data pada tahun 2013 dari Riset
Gangguan mental emosional pasti disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
yang memungkinkan adalah kualitas tidur. Mental emosional adalah bagian dari
kondisi psikis manusia, sedangkan kondisi psikis itu dipengaruhi juga oleh tidur.
46 % siswa di salah satu sekolah menengah memiliki kualitas tidur baik dan 54 %
siswa memiliki kualitas tidur yang buruk. Penelitian tersebut juga menunjukkan
Pada tulisan ini akan dibahas hubungan antara kualitas tidur dan kondisi mental
emosional pada anak dan remaja. Selain itu, tulisan ini juga membahas faktor-faktor
masalah mood dan perilaku, kegagalan akademis, dan bahkan kondisi kesehatan yang
Insomnia Psikofisiologis.
Salah satu jenis insomnia yang mampu mempengaruhi kondisi mental anak adalah
pada anak, terutama pada anak-anak yang beranjak dewasa/remaja. Hal ini ditandai
emosional yang berkaitan dengan tidur. Anak-anak yang terkena seringkali memiliki
kecemasan yang berlebihan mengenai dampak dari masalah tidur mereka, sehingga
Insomnia jenis ini merupakan kombinasi berbagai faktor seperti kerentanan genetik,
gangguan medis, atau kondisi kejiwaan. Faktor-faktor pencetus lain yang mungkin
adalah stres akut, kebiasaan tidur yang buruk, penggunaan kafein, atau tidur siang
Insomnia masa kanak-kanak melibatkan faktor intrinsik (faktor bawaan), dan faktor
mengganggu kemampuan mereka untuk menetapkan batas yang jelas tentang waktu
tidur. Faktor-faktor ini dapat mencakup penyakit mental, stres emosional, atau jam
kerja yang panjang. Faktor lingkungan dapat berkontribusi pada pengaturan batas
waktu tidur yang buruk atau asosiasi onset tidur yang negatif. Contohnya termasuk
akomodasi tempat tinggal yang mengharuskan seorang anak untuk berbagi kamar
tidur dengan saudara kandung, orang tua, atau anggota keluarga tambahan (misalnya,
Dalam banyak kasus, masalah tidur mewakili kombinasi faktor intrinsik dan
yang diberikan oleh pengasuh. Ketika menanggapi perilaku tersebut, orang tua yang
tidak berpengalaman dapat secara tidak sengaja meningkatkan perilaku anak yang
tidak diinginkan (yaitu, menangis atau turun dari tempat tidur) dengan memberikan
persen dari variasi dalam durasi tidur disebabkan oleh efek genetik dan 66 persen
untuk efek lingkungan. Sebuah studi pada pasangan kembar menunjukkan bahwa
durasi tidur siang hari sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan durasi
tidur malam hari sebagian besar dipengaruhi oleh faktor genetik. Namun, pada
periode sekitar 18 bulan, pengaruh lingkungan memiliki efek yang lebih penting pada
Salah satu substrat molekul pengatur tidur yang penting secara langsung
termasuk otak depan basal, di mana neuron kolinergik adalah produsen utama
Mengingat pentingnya Output kolinergik otak depan untuk terjaga dan gairah,
diambil kesimpulan logis penumpukan adenosin otak depan basal dan penurunan
berikutnya dari hasil kolinergik otak depan basal berkontribusi terhadap peningkatan
pengaturan tidur setelah terjaga berkepanjangan. Hal ini kemudian dapat merubah
Tidur berkaitan dengan pengaturan emosi. Gangguan tidur pada anak umumnya
tidak terdeteksi secara dini, karena umumnya dianggap hal yang tidak berbahaya oleh
beberapa orang tua. Factor – factor yang mempengaruhi gangguan tdur pada anak
ternyata bukan karena tingkat pendidikan dan penghasilan orang tua, melainkan
karena benda-benda elektronik seperti hp, televise, intrnet, dll. Selain itu penerapan
sleep hygine berupa jam tidur anak, penggunaan lampu redup saat tidur, kebersihan
tempat tidur, dan larangan adanya benda elektronik di dalam kamar tidur. Paparan
sinar dari televise , computer, gadget ternyata bisa mengganggu sekresi hormone
melatonin sehingga berefek juga pada siklus tidur. Gangguan tidur bisa mengganggu
respon amigdala otak, dimana amigdala berperan dalam pusat pengaturan emosi dan
tingkah laku. Saat gangguan tidur dialami seorang anak, akan terjadi hiperaktivitas
kortisol tinggi, dimana saat kadar hormone kosrtisol tinggi menyebabkan anak lebih
emosional.
Kualitas tidur dapat dinilai dari durasi tidur atau lamanya tidur, latensi tidur
(durasi ketika akan tidur sampai terttidur), kualitas tidur subjektif atau penilaian
kualtias tidur menurut individu itu sendiri, efisiensi tidur sehari-hari (perbandingan
jumlah total jam tidur dengan jumlah jam yang dihabiskan di tempat tidur), gangguan
tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi di siang hari. Sedangkan mental
emosional dipengaruhi beberapa hal, antara lain jenis kelamin, individu yang tinggal
bersama, dan jumlah saudara kandung. Gangguan tidur dipengaruhi oleh penggunaan
kafein, rokok, alkohol, dan bahkan penggunaan gadget dan media sosial. Gangguan
tidur dapat berupa kurangnya durasi tidur. Hal tersebut dapat menstimulasi kesulitan
Siswa yang tidak tinggal bersama orang tuanya atau kehilangan orang tua
cenderung lebih rentan terhadap depresi. Adanya hubungan antara saudara kandung
bahwa penggunaan sosial media dan gadget menyebabkan remaja rentan mengalami
depresi. Sosial media dan gadget juga mengurangi durasi tidur remaja.
Kualitas mental emosional dapat dinilai pada lima komponen, yaitu emosional,
perilaku, hiperaktivitas dan hubungan antar teman sebaya, dan perilaku prososial.
Pada hasil data penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung, tampak korelasi antara data kualitas tidur dengan kualitas mental remaja
atau siswa sekolah menengah. Berdasarkan data, siswa dengan kualitas tidur yang
buruk (54%) tampak kesulitan meregulasi emosinya, salah satu contohnya mudah
Masalah-masalah tidur seperti susah tidur, menahan kantuk, atau terbangun lebih
awal dapat menyebabkan kecemasan atau depresif. Kurang tidur atau durasi tidur
pendek juga dapat mengurangi mood dan meningkatkan kecemasan. (Meita dkk.,
2019)
KESIMPULAN
menimbulkan bias.
DAFTAR PUSTAKA
Mu, Ping. Huang, Yanhua H. Cholinergic system in sleep regulation of emotion and
motivation. Pharmalogical Research : 2019.
Begüm DAG, Fatma Yasemin KUTLU.The relationship between sleep quality and
depressive symptoms in adolescent. Turk J Med Sci (2017) 47: 721-727