SKRIPSI
PENDAHULUAN
Melahirkan merupakan masa transisi yang berharga dalam fase kehidupan seorang
perempuan. Setelah melahirkan status perempuan akan berubah menjadi seorang ibu, di mana
akan ada beban dan tanggung jawab baru untuk merawat bayinya. Seorang perempuan akan
perubahan fisik yang drastis, hubungan dengan keluarga dan aturan-aturan baru. Masa transisi
seorang perempuan menjadi seorang ibu di samping masa pasca melahirkan mungkin menjadi
masa perubahan dan penyesuaian sosial maupun individu (Sarwono, 2005). Terdapat
beberapa hambatan saat persalinan yang beresiko untuk ibu dan bayi. Selain perasaan
bahagia, ada juga rasa cemas dan takut karena belum pernah mengalami prosesnya (Fitriani
dan Nuryati, 2019). Sarwono (2005) menegaskan bahwa proses melahirkan dapat
Pada masa ibu pasca melahirkan, ibu mengalami perubahan penyesuaian fisiologis
dan psikologis. Pada awal masa ibu pasca melahirkan, sistem sistem mengalami perubahan
yang cepat, sehingga perlu dilakukan pemantauan pemulihan kesehatan ibu pasca melahirkan.
Secara garis besar, ada tiga proses penting pada masa nifas yakni pengecilan rahim (involusi
uterus), normalisasi kekentalan darah (hemokonsentrasi), dan proses laktasi. Ibu pasca
melahirkan mengalami banyak adaptasi fisik setelah melahirkan yang dapat mengakibatkan
ibu lebih sensitif dan mudah sekali marah (Daman dan Salat, 2015). Dalam teori Mercer
(dalam Mufdlilah dan Kharimaturrahmah, 2012) proses adaptasi perubahan peran pada ibu
pasca melahirkan terjadi dalam satu tahun pertama menjadi ibu. Dalam jangka waktu satu
tahun proses adaptasi terjadi dalam empat fase, yaitu physical recovery phase (lahir-1 bulan),
achivement phase (2-5 bulan), disruption phase (6-8 bulan) dan reorganization phase (8-12
bulan). Ibu yang tidak dapat menyesuaikan diri dapat mengalami stres pada masa pasca
melahirkan. Ibu pasca melahirkan akan mengalami kerentanan biologis dan keadaan yang
Sarafino & Smith (2014) menyatakan stres merupakan respons fisiologis dan psikologis
terhadap tuntutan atau tekanan yang melebihi kemampuan seseorang dalam mengatasi atau
merespons situasi. Respons stres melibatkan sistem saraf otonom dan sistem hormonal serta
mempersiapkan tubuh untuk beradaptasi dengan tantangan dan ancaman yang dihadapi. Hans
Selye (2014) mendefinisikan stres sebagai respon seseorang terhadap stimulus yang
diberikan. Hans Selye (2014) menekankan bahwa stres merupakan reaksi atau tanggapan
tubuh yang secara spesifik terhadap penyebab stres yang mana mempengaruhi kepada
seseorang.
Sarafino dan Smith (2014) menyebutkan aspek stres terdiri aspek biologis dan aspek
psikosoial. Aspek biologis merupakan keadaan di mana individu yang mengalami peristiwa
menakutkan, seperti kecelakaan dan keadaan darurat lainnya, akan ada reaksi fisiologis
terhadap stres.. Sedangkan aspek psikososial dibagi menjadi tiga yaitu kognisi, emosi dan
perilaku social. Stres dapat menghabiskan atau melelahkan sumber daya kognitif untuk
masalah, dan kontrol impuls selama pengalaman stres. Emosi cenderung menyertai stres, dan
orang sering menggunakan keadaan emosi mereka untuk mengevaluasi stres mereka. Proses
penilaian kognitif dapat mempengaruhi stres dan pengalaman emosional. Stres juga dapat
muncul ketika individu menjadi anggota kelompok minoritas atau kelompok miskin.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2022) dengan subjek penelitian 96 ibu
pasca melahirkan menyebutkan bahwa terdapat 3,1% responden mengalami stress tingkat
berat sekali dan 49% mengalami tingkat stress berat. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Amalia (2016) menunjukan 15 dari 24 ibu pasca melahirkan mengalami stres. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan dengan 7 Ibu pasca melahirkan pada 14 April 2023 yang
dilaksanakan dengan vidiocall melalui aplikasi WhatsApp dengan pertanyan yang merujuk
pada aspek-aspek stress oleh Sarafino & Smith (2011) didapatkan bahwa Ibu mengalami
stress setelah melahirkan. Hal tersebut disimpulkan dari pengakuan 5 dari 7 Ibu mengalami
kelalahan karena gangguan makan, gangguan tidur dan aktivitas yang berlebihan. Terdapat
empat Ibu kurang dapat berkonsentrasi dan merasa daya ingat menurun. Dan enam Ibu
mengaku merasa khawatir, panik dan mudah marah ketika bayi rewel atau sakit..
Banyaknya perubahan yang dialami ibu setelah melahirkan membuat ibu harus
pikirannya tentang situasi yang menakutkan. Ibu pasca melah irkan membutuhkan istirahat
dan bantuan dari orang sekitar (Khutami, 2022). Ibu pasca melahirkan yang mengalami stres
dan tidak segera ditangani, dapat mengakibatkan dampak negatif seperti ASI tidak lancar,
hubungan yang buruk antara ibu dengan bayi dan keluarga, bahkan menyebabkan depresi
baby blues (Daman dan Salat, 2015). Bobak, dkk (2004) menyatakan bahwa perawatan untuk
ibu pasca melahirkan harus berfokus pada keadaan fisiologis dan psikologis ibu, tingkat
kenyamanan dan penyesuaian terhadap transisi yang diperlukan menjadi seorang ibu.
Lazarus dan Cohen (1977) mengidentifikasikan kategori faktor penyebab stres terdiri
dari perubahan besar yang mempengaruhi banyak orang, perubahan besar yang
mempengaruhi satu orang dan daily hasless atau kejadian yang terjadi berulang-ulang setiap
hari yang diberikan kecil namun intensitasnya mengganggu dan menyusahkan hingga
memunculkan stres. Ibu pasca melahirkan memiliki tanggung jawab baru akan bayinya, sejak
menjadi Ibu kegiatan utama sehari-hari yang dilakukan adalah merawat bayi seperti
Kharimaturrahmah, 2012). Menurut Rasmi, Yusiana dan Taviyanda (2018) suara bayi
menangis, suasana yang ramai, suasana berbeda, dan tidur tidak nyenyak dapat menyebabkan
ibu pasca melahirkan memiliki tidur dan istirahat yang kurang cukup. Morin & Espie (2012)
menyebutkan bahwa ibu pasca persalinan memiliki kualitas tidur yang buruk dengan tingkat
kewaspadaan yang tinggi pada malam hari karena bayi mereka lebih banyak terbangun di
malam hari. Tidur merupakan keadaan fisiologis dan bagian dari siklus hidup manusia yang
terjadi setiap hari. Morin & Espie (2012) menyatakan tidur yang cukup sangat dibutuhkan,
apabila individu memiliki kualitas tidur yang buruk maka dapat menimbulkan masalah dan
menganggu.
Kualitas tidur dipilih pada penelitian ini karena terdapat penelitian pendahulu yang
dilakukan oleh Septianingrum dan Damawiyah (2019) menunjukkan sebanyak 93,33 % ibu
pasca melahirkan mempunyai kualitas tidur yang buruk. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Harahap dan Adiyanti (2017) menunjukan terdapat 37,8% memiliki kualitas tidur yang sangat
buruk dan 48,9% memiliki kualitas tidur yang buruk. Hasil penelitian tersebut selaras dengan
pernyataan Menurut Kripke dkk (1979) kualitas tidur merupakan konstruksi klinis yang
penting karena keluhan tentang kualitas tidur sering terjadi dan menjadi gejala dari berbagai
gangguan medis. Mufdlilah dan Kharimaturrahmah (2012) menyatakan ibu pasca melahirkan
Kualitas tidur merupakan keadaan yang melibatkan berbagai aspek antara lain lama
waktu tidur, efisiensi tidur, kualitas tidur, gangguan tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur
pada siang hari dan penggunaan obat tidur (Buysee, Reynold, Monk, Berman, & Kuffer DJ,
1989). Buysee, Reynold, Monk, Berman, & Kuffer DJ (1998) mengungkapkan aspek-aspek
dari kualitas tidur diukur dengan 7 komponen penilaian yaitu kualitas tidur secara subjektif
(subjective sleep quality), waktu yang diperlukan untuk memulai tidur (sleep latency),
lamanya waktu tidur (sleep duration), efisiensi tidur (habitual sleep efficiency), gangguan
tidur yang sering dialami pada malam hari (sleep disturbance), penggunaan obat untuk
membantu tidur (using medication), dan gangguan tidur yang sering dialami pada siang hari
(daytime disfunction).
Kualitas tidur yang buruk dapat mempengaruhi tingkat stres pada seseorang. Kualitas
tidur yang buruk dapat meningkatkan hormon stres, yaitu hormon kortisol. Sekresi hormon
stres yang meningkat akan menyebabkan terjadinya peningkatan respon stres tubuh terhadap
stressor. Gangguan pada sekresi hormon stres juga dapat memengaruhi fungsionalitas sehari-
hari, seperti kemampuan kognisi dan mood (Muttaqin, Rotinsulu dan Sulistiawati, 2021).
Peningkatan kadar hormon kortisol yang terus menerus dapat mempengaruhi fungsi kognifi
secara negatif seperti mengganggu kemampuan untuk fokus, belajar, menyesuaikan diri,
kemampuan untuk mengatur emosi dan adanya gangguan memori. Peningkatan hormon
kortisol dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap stres. Pengaruh hormon kortisol
terhadap fungsi fisiologis tubuh antara lain peningkatan tekanan darah, kerusakan jaringan
otot, tidak subur, menghambat pertumbuhan, menghambat reaksi peradangan dan menekan
system kekebalan tubuh. Tekanan darah tinggi bisa mengakibatkan serangan jantung dan
Penelitian terkait kualitas tidur pada ibu pasca melahirkan perlu dilakukan karena
terbukti adanya hubungan antara kualitas tidur dengan tingkat stres berdasarkan penelitian
terdahulu. Sebuah penelitian oleh Muttaqin, Rotinsulu dan Sulistiawati (2021) menunjukan
kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan peningkatan respon tubuh terhadap stressor.
Sehingga terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tingkat stres pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda. Penelitian Aryadi, dkk (2018) juga
menunjukan hasil yang serupa yaitu semakin buruk kualitas tidur mahasiswa, maka semakin
tinggi tingkat depresi, cemas, atau stres yang dialami. Penelitian lain yang dilakukan Bilgic,
Celikkalp dan Masirli (2021) menyimpulkan perawat yang memiliki kualitas tidur yang
rendah memiliki tingkat stres yang tinggi. Sehingga rumusan masalah dari penelitian ini
adalah apakah terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tingkat stres pada ibu pasca
melahirkan?
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan kualitas tidur dengan tingkat stres pada ibu pasca melahirkan.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
memberikan bahan kajian serta dasar untuk penelitian selanjutnya dan memperkaya
wacana mengenai hubungan kualitas tidur dengan tingkat stres pada ibu pasca
melahirkan.
b. Manfaat Praktis
dengan tingkat stres pada ibu pasca melahirkan maka diharapkan dapat dimanfaatkan
untuk mambantu ibu pasca melahirkan menjaga kualitas tidurnya dengan memberikan
dukungan dan bantuan dalam merawat bayi sehingga ibu pasca melahirkan tidak
mengalami stres.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Stres
1. Pengertian Stres
adanya peristiwa yang mengganggu individu tersebut baik secara mental dan fisik
(Salam dkk., 2014). Sarafino & Smith (2014) menyatakan stress adalah keadaan yang
muncul ketika individu mengalami perubahan lingkungan antara tuntutan situasi dan
sumber daya sistem biologis, psikologis, dan sosial seseorang. Hans Selye (2014)
mendefinisikan stres sebagai respon seseorang terhadap stimulus yang diberikan. Hans
Selye (2014) menekankan bahwa stres merupakan reaksi atau tanggapan tubuh yang
secara spesifik terhadap penyebab stres yang mana mempengaruhi kepada seseorang.
Stres adalah tekanan yang muncul sebagai akibat dari konflik antara situasi yang
diinginkan dan harapan ketika ada kesenjangan antara tuntutan lingkungan dan
mengancam, mengganggu, dan tidak dapat dikendalikan, atau dengan kata lain, stres
melebihi kemampuan individu untuk bertahan hidup (Barseli dan Nikmarijal, 2017).
gangguan mental yang dihadapi seseorang karena adanya tekanan yang muncul dari
dapat berasal dari dalam diri, atau dari luar. Menurut Ambarwati, Pinilih dan Astuti
(2019) stres adalah suatu kondisi karena adanya tuntutan fisik, lingkungan, dan situasi
merupakan sebuah atribut kehidupan modern karena stres sudah menjadi bagian hidup
yang tidak bisa diabaikan. Stres bisa dialami oleh seseorang di lingkungan sekolah,
kerja, keluarga, atau dimanapun.Stres juga bisa terjadi pada siapapun termasuk anak-
menghadapi tuntutan fisik atau psikologis dari suatu situasi dan sumber daya sistem
biologis, psikologis, atau sosialnya. Stres yang dialami oleh ibu pacsa melahirkan
terhadap kelahiran bayi karena adanya perubahan perubahan fisik dan psikologis
setelah melahirkan
2. Aspek Stres
1. Aspek Biologis :
darurat lainnya, akan ada reaksi fisiologis terhadap stres. Contohnya jantung
berdetak lebih cepat, otot rangka bergerak lebih cepat dam kaki gemetar. Tubuh
dapat terangsang dan terdorong untuk membela diri, dan sistem saraf simpatik serta
2. Aspek Psikososial:
a. Kognisi
berpikir jernih di bawah stres mungkin terkait dengan kontrol fisiologis yang
emosi mereka untuk mengevaluasi stres mereka. Beberapa reaksi emosi terhadap
c. Perilaku Sosial
Stres dapat muncul ketika individu menjadi anggota kelompok minoritas atau
Teori stres adaptif Sarafino dan Smith menyatakan bahwa stres terjadi ketika
dari lingkungannya dan sumber daya yang tersedia untuk mengatasi tuntutan tersebut.
Berdasarkan teori ini, dimensi stres dapat diklasifikasikan berdasarkan besarnya stres
yang dialami oleh seorang individu. Di bawah ini berbagai aspek stres berdasarkan
skala stres yang dirangkum teori Sarafino & Smith dan contohnya untuk ibu pasca
melahirkan:
Pemicu stres lingkungan yang signifikan, seperti perubahan besar dalam hidup atau
tuntutan yang berat, dapat menyebabkan tekanan besar pada ibu setelah
melahirkan. Contohnya adalah perubahan peran dari orang yang mandiri menjadi
orang tua yang penuh perhatian, perubahan rutinitas sehari-hari yang melibatkan
tidur dan makan, serta tekanan keuangan baru akibat biaya mengasuh anak.
Selain stresor besar, stresor sehari-hari atau stres kecil dapat menumpuk dan
berulang kali sehingga mengganggu tidur dan membuat ibu merasa cemas, jam
tidur yang hilang untuk memenuhi kebutuhan bayi di malam hari, serta perubahan
c. Stressor Internal
Stresor internal merupakan faktor dalam diri seseorang yang dapat menimbulkan
stres. Bagi ibu pasca melahirkan, pemicu stres internal dapat berupa kecemasan
karena tidak dapat merawat bayi dengan baik, perubahan citra tubuh setelah
Aspek stres berdasarkan Teori Skala Stres Sarafino dan Smith dapat
untuk membantu ibu pasca melahirkan mengelola stres dengan lebih efektif
3. Faktor-faktor Stres
Lazarus dan Cohen (1977) mengidentifikasikan kategori stressor atau faktor penyebab
Peristiwa yang terjadi tanpa dapat diprediksi, seperti bencana alam, perang, atau
relokasi.
Merupakan semua peristiwa dalam kehidupan yang akan sulit diatasi oleh individu.
Seperti kematian orang yang dicintai, penyakit yang mengancam jiwa atau
c. Daily Hasless
Merupakan kejadian yang terjadi berulang-ulang setiap hari yang diberikan kecil
Menurut Sunaryo (2004) faktor yang mempengaruhi stres adalah sebagai berikut:
a. Faktor biologis
Dari pemaparan mengenai faktor tingkat stress dapat disimpulkan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi stress pada ibu pasca melahirkan adalah kualitas tidur.
Menurut Lazarus dan Cohen (1977) daily hassles menjadi faktor stress pada
seseorang. Daily hassles yang dialami oleh ibu pasca melahirkan adalah memiliki
tidur dan istirahat yang kurang cukup. Hal ini selaras dengan faktor stress dari
Sunaryo (2004) yaitu faktor biologis. Faktor biologis berhubungan dengan kondisi
tubuh seseorang. Menurut Dewi (2015) untuk mendapatkan kondisi tubuh yang
optimal diperlukan tidur yang cukup sebagai proses pemulihan untuk mengembalikan
stamina tubuh. Faktor biologis berhubungan dengan kondisi tubuh individu. Di mana
kondisi tubuh Ibu pasca melahirkan dapat dikatakan lemah karena adanya gangguan
tidur, sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti. Kualitas tidur dapat
menjadi faktor dari stress yang dialami oleh Ibu pasca melahirkan.
B. Kualitas Tidur
antara lain lama waktu tidur, efisiensi tidur, kualitas tidur, gangguan tidur, masa laten
tidur, disfungsi tidur pada siang hari dan penggunaan obat tidur (Buysse dkk., 1989).
Hidayat (dalam Dany & Kusuma, 2022) menjelaskan kualitas tidur adalah kepuasan
seseorang terhadap tidur yang dimilikinya. Kepuasan tidur dilihat dari seseorang
tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan
apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata
perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.
tertidur. Kualitas tidur yang cukup dapat ditentukan dari bagaimana seseorang
mempersiapkan pola tidur malamnya, seperti jumlah jam tidur (amount of sleep),
kedalaman tidur (quality of sleep), kemampuan tertidur, dan kemudahan tertidur tanpa
bantuan medis. pendampingan. bantuan (Lai, 2001, Laineline, 2008). Di sisi lain,
Buysee DJ, Reynolds CF, Monk TH, Berman SR (1989) berpendapat bahwa kualitas
tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks yang mencakup banyak domain
berbeda, termasuk kualitas tidur subjektif, evaluasi durasi tidur, gangguan tidur,
periode latensi tidur. . gangguan tidur siang hari, efisiensi tidur, penggunaan obat
tidur. Menurut Potter dan Perry (2006), tidur yang berkualitas dapat menimbulkan
rasa tenang di pagi hari, rasa berenergi, dan kurangnya keluhan gangguan tidur.
Secara teoritis, waktu tidur normal adalah 6-8 jam dalam jangka waktu 24 jam (Potter
dan Perry, 2006), namun ada juga yang melaporkan atau mengaku puas dengan tidur
dan kualitas tidurnya. tidurnya nyenyak, padahal jumlah jam tidurnya 4 jam semalam
Kesimpulan diambil dari teori oleh Buysee dkk. (1989) kualitas tidur merupakan
keadaan yang melibatkan berbagai aspek antara lain lama waktu tidur, efisiensi tidur,
kualitas tidur, gangguan tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur pada siang hari dan
Berikut beberapa aspek kualitas tidur berdasarkan teori atau pandangan ilmiah ini:
1. Durasi Tidur, adalah mengacu pada jumlah waktu seseorang tidur selama satu
berulang kali terbangun saat tidur. Misalnya, seseorang bisa tidur tanpa gangguan
3. Kedalaman Tidur, yaitu mengacu pada seberapa dalam seseorang tidur selama
siklus tidur. Misalnya, seseorang memasuki tahap tidur yang lebih nyenyak dan
4. Efisiensi Tidur, yaitu mengukur seberapa efektif seseorang tidur selama waktu
jam di tempat tidur namun hanya tidur sekitar 6 jam, maka efisiensi tidurnya
sekitar 75%.
5. Ritme Tidur, yaitu mencerminkan waktu seseorang tidur dan bangun setiap
harinya. Misalnya, seseorang dengan jadwal tidur yang konsisten akan tidur pada
merasa segar dan sehat setelah 7 jam tidur dan terbangun dengan sedikit tidur atau
kelelahan.
keseluruhan..
C. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tingkat Stres pada Ibu Pasca
Melahirkan
Proses adaptasi pada ibu pasca melahirkan mengacu penyesuaian pada perubahan
fisik dan psikologis yang terjadi setelah melahirkan. Dalam proses penyesuaian tersebut,
ibu pasca melahirkan sering mengalami gangguan tidur karena perubahan hormonal,
kebutuhan merawat bayi, dan perubahan pola tidur yang tidak teratur. Kualitas tidur
mengacu pada seberapa baik seseorang tidur, termasuk berapa lama mereka tidur, seberapa
sering mereka terbangun saat tidur, dan seberapa nyenyak tidur mereka. Pasca melahirkan,
ibu seringkali mengalami gangguan tidur akibat perubahan hormonal, stres fisik dan
mental, serta tanggung jawab baru dalam merawat bayinya. Melahirkan dan menjadi orang
tua dapat menyebabkan banyak stres bagi para ibu. Stres bisa datang dari banyak sumber,
seperti ketidakpastian peran ibu baru, perubahan hubungan, dan ketidaknyamanan fisik
signifikan antara kualitas tidur dengan tingkat stres pada ibu pasca melahirkan. Gangguan
tidur yang kronis atau buruk dapat meningkatkan stres, sedangkan tingkat stres yang tinggi
juga dapat mempengaruhi kualitas tidur. Hal ini dapat menjadi siklus yang memperburuk
kondisi mental dan fisik ibu pasca melahirkan. Hubungan kualitas tidur dengan tingkat
stres pada ibu nifas kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dukungan
sosial, kondisi kesehatan mental sebelum hamil, pengalaman mengasuh anak, dan
dukungan pasangan atau keluarga. Tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
tidur dapat membantu mengurangi tingkat stres ibu pasca melahirkan dan risiko gangguan
Aspek stres terdiri aspek biologis dan aspek psikosoial. Aspek biologis merupakan
keadaan di mana individu yang mengalami peristiwa menakutkan, seperti kecelakaan dan
keadaan darurat lainnya, akan ada reaksi fisiologis terhadap stres.. Sedangkan aspek
psikososial dibagi menjadi tiga yaitu kognisi, emosi dan perilaku social. Stres dapat
menghabiskan atau melelahkan sumber daya kognitif untuk sementara, dibuktikan dengan
adanya kesulitan dalam konsentrasi, ingatan, pemecahan masalah, dan kontrol impuls
selama pengalaman stres. Emosi cenderung menyertai stres, dan orang sering
D. HIPOSETIS
Terdapat hubungan negatif antara kualitas tidur dengan tingkat stres. Di mana jika
kualitas tidur semakin tinggi maka tingkat stres semakin rendah. Begitu juga sebaliknya,
kualitas tidur yang semakin rendah maka tingkat stres semakin tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Stres
Stres adalah hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungan yang dinilai
membebani kemampuan individu tersebut. Dalam penelitian stres diukur melalui The
Perceived Stress Scale (PSS-10) yang disusun oleh Cohen (1983) dengan tiga aspek-
dan kondisi individu ketika beban atau tuntutan melebihi dari kemampuannya
(overload).
Skor yang diperoleh dari skala stres PSS-10 yang menunjukan skor yang tinggi maka
menunjukan tingkat stres yang tinggi, begitupun sebaliknya jika skor yang diperoleh
dari skala menunjukan skor yang rendah makan tingkat stres juga rendah.
2. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur yang dimilikinya, kualitas
tidur diukur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang disusun oleh Buysee
(1988) berdasarkan aspek-aspek dari Buysse dkk., (1989) lama waktu tidur, efisiensi
tidur, kualitas tidur, gangguan tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur pada siang hari
Skor yang diperoleh dari skala kualitas tidur PSQI yang menunjukan skor yang tinggi
maka menunjukan kualitas yang tinggi, begitupun sebaliknya jika skor yang diperoleh
dari skala menunjukan skor yang rendah makan kualitas tidur juga rendah.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ibu pasca melahirkan.
Ibu pasca melahirkan adalah seorang perempuan dengan kondisi pemulihan setelah
baik perubahan psikologis maupun fisik. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Lestari (2022) dengan subjek penelitian ibu pasca melahirkan menyebutkan bahwa
terdapat 3,1% responden mengalami stress tingkat berat sekali dan 49% mengalami
tingkat stress berat. Sehingga ibu pasca melahirkan dipilih menjadi subjek penelitian
Metode pengumpulan data yang digunkakan dalam penelitian ini menggunakan metode
skala. Jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert untuk skala
Skala stres diadaptasi dari Perceived Stress Scale (PSS-10) oleh Cohen &Williamson
(1988). Skala ini mempunai lima kemungkinan alternatif jawaban dengan rentang skor
Aitem-aitem yang terdapat pada skala ini berbentuk favorable dan unfavorable.
mengungkap stres dengan aspek stres ang dikemukakan oleh Cohen (1983) yaitu:
a. Unpredictable
Stres akan muncul ketika seseorang dihadapkan dengan keadaan yang terjadi
secara tiba-tiba di mana tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pada dimensi ini
adapun kalimat aitem yang digunakan “Selama sebulan terakhir, seberapa sering
Stres dapat muncul ketika terjadi sesuatu seseorang tidak dapat mengendalikan
situasi tersebut. Contoh aitem pada dimensi ini “Selama sebulan terakhir, seberapa
sering anda merasa tidak mampu mengontrol hal-hal yang penting dalam
kehidupan anda”.
c. Overload
Ketika terdapat peristiwa yang tidak sesuai dengan kemampuan individu sehingga
seseorang tersebut dapat merasa tertekan. Dalam dimensi ini aitem yang digunakan
Favorable Unfavorable
Unpredictable 1 5 2
Overload 3,9 6 3
Total 10
Skala kualitas tidur diadaptasi dari Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) oleh Buysee
(1988). Skala ini mempunyai empat kemungkinan alternatif jawaban dengan rentang
skor = sampai 3 sebagai berikut: 0=sangat baik, 1=cukup baik, 2= cukup buruk,
3=sangat buruk.
Semua aitem-aitem yang terdapat pada skala ini berbentuk favoreble. Terdapat 18
aitem favorable pada skala PSQI yang digunakan untuk mengungkap kualitas tidur
dengan aspek stres yang dikemukakan oleh Buysee dkk., (1989) yaitu:
Penilaian dari individu mengenai kepuasaan tidur yang dimiliki, penilaian tersebut
berdasarkan sudut pandang dari individu itu sendiri. Pada dimensi ini adapun
2. Sleep latency
Waktu yang dibutuhkan oleh individu untuk dapat tertidur. Contoh aitem pada
dimensi ini adalah “Berapa lama Anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?”
3. Sleep duration
Durasi tidur seseorang yang dihitung dari mulai tidur sampai bangun tidur. Dalam
dimensi ini aitem yang digunakan adalah “ Berapa lama Anda tidur di malam
hari?”
Tercukupi atau tidaknya kebutuhan tidur seseorang dilihat dari durasi dan jam
tidur. Contoh aitem pada dimensi ini adalah “Pukul berapa Anda biasanya tidur
pagi?”
5. Sleep disturbance
tertidur. Pada dimensi ini aitem yang digunakan adalah “Seberapa sering Anda
6. Using medication
Penggunaan obat untuk membantu seseorang daat tertidur. Di dimensi ini aitem
yang digunakan adalah “Selama satu bulan terakhir, seberapa sering Anda
7. Daytime disfungtion
Gangguan yang dialami seseorang pada siang hari karena mengantuk. Contoh
dimensi pada aitem ini adalah “Selama sebulan terakhir, seberapa sering Anda
Favorable
Sleep latency 2, 5a 2
Sleep duration 4 1
5h, 5j
Using medication 6 1
Total 18
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment
yang dikembangkan oleh Pearson untuk menguji hubungan antara satu variabel dengan
variabel lainnya. Peneliti menggunakan teknik analisis data ini karena analisis korelasi
product moment sesuai untuk menguji hipotesis mengenai hubungan antara 2 variabel,
dimana pada penelitian ini yaitu menguji hubungan antara kualitas tidur dengan tingkat
Amalia, R. (2016). Hubungan Stres Dengan Kelancaran Asi Pada Ibu Menyusui Pasca
Ambarwati, P. D., Pinilih, S. S., & Astuti, R. T. (2019). Gambaran tingkat stres
StatPearls Publishing.
Barseli, M., Ifdil, I., & Nikmarijal, N. (2017). Konsep stres akademik siswa. Jurnal
University Press.
Buysse, D. J., Reynolds III, C. F., Monk, T. H., Berman, S. R., & Kupfer, D. J. (1989).
The Pittsburgh Sleep Quality Index: a new instrument for psychiatric practice and
Byron, K., Khazanchi, S., & Nazarian, D. (2010). The relationship between stressors
Daman, F. A., & Salat, S. Y. S. (2015). Faktor Risiko Tingkat Stres pada Ibu Nifas di
Fitriani, A., & Nuryati, I. (2019). Dukungan Sosial dan Tingkat Stres pada Ibu Pasca
Ginting, D. Y., Tarigan, L., Handayani, D., & Sitio, L. H. (2021). Hubungan Stres
Psikologis dengan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui Pasca Persalinan di Klinisk
Wulandari Medan.
Harahap W, Adiyanti MG. (2017). Kualitas Tidur dan Pola Tidur sebagai Predisposisi
Postpartum Blues pada Primipara. Jurnal Kesehatan Reproduksi, Vol 4, No.1, hal: 50-
55
Kaplan, H., Sadock, B., & Grebb, J. (2004). Kaplan and sadock’s synopsis of
Kilic, M., Ozorhan, E. Y., Apay, S. E., Çapik, A., Agapinar, S., & Ozkan, H. (2015).
Puskesmas Rejosari Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Ilmiah
Lazarus, R.S., & Cohen, J. (1997) Enviromental stress In J. Wohlwill & I. Altman Eds,
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. Springer
publishing company.
Lestari, S. (2022). Hubungan Tingkat Stres pada Ibu Post Partum dengan Kelancaran
Pengeluaran Asi Pada Masa Pandemi Covid 19 di PMB Sri Lestari Kalasan. (Doctoral
Marliani, R., Nasrudin, E., Rahmawati, R., & Ramdani, Z. (2020). Regulasi emosi,
stres, dan kesejahteraan psikologis: Studi pada ibu work from home dalam menghadapi
Nuha Medika.
Pusparini, D. A., Kurniawati, D., & Kurniyawan, E. H. (2021). Hubungan Tingkat Stres
dengan Kualitas Tidur pada Ibu Preeklamsi di Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo-
Rasmi, N. K. G., Yusiana, M. A., & Taviyanda, D. (2018). Adaptasi Psikologis Ibu
Salam, A., Mahadevan, R., Rahman, A. A., Abdullah, N., Abd Harith, A. A., & Shan,
C. P. (2015). Stress among first and third year medical students at University
Son, J., Erno, A., Shea, D. G., Femia, E. E., Zarit, S. H., & Parris Stephens, M. A.
(2007). The caregiver stress process and health outcomes. Journal of aging and health,
19(6), 871-887
Suparno, Heri P., dan Edi Purwanto. (2007). Modul pendidikan anak berkebutuhan
Postpartum Blues Pada Ibu Postpartum Di Puskesmas Jagir Surabaya. Jurnal Ners