Anda di halaman 1dari 28

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Selama rentan kehidupan manusia mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Salah satu tahap perkembangan yang dilalui adalah tahap
remaja akhir. Mahasiswa merupakan golongan yang berada pada tahap remaja
akhir. Umumnya mahasiswa merupakan individu yang bersekolah di
perguruan tinggi dan memiliki tugas untuk berusaha dalam studinya (Bertens,
2015).
Pada mahasiswa sedang mengalami perubahan lingkungan dari masa
SMA ke jenjang kuliah sehingga harus beradaptasi terhadap lingkungan baru
(Chandratika & Purnawati, 2014). Hal ini dikarenakan adanya perubahan
sistem belajar dari siswa ke mahasiswa, suasana dan teman baru, bahkan
perbedaan bahasa yang digunakan khususnya pada mahasiswa yang merantau.
Hal ini diperkuat oleh Lubis dan Nurlaila (dalam Wulandari, 2012) yang
mengatakan bahwa dalam menyelesaikan akademiknya, mahasiswa
dihadapkan pada kondisi ujian, adaptasi terhadap perubahan kehidupan
perkuliahan, kondisi perbedaan bahasa yang digunakan.
Perubahan yang dialami mahasiswa terkadang berdampak pada
perubahan pola tidur akibat strees (Puspita, 2015). Maslow (2013)
mengatakan bahwa tidur adalah salah satu kebutuhan fisiologis mendasar
untuk menyeimbangkan fisiologis dan psikologis manusia. Menurut Guyton
(2010) gangguan tidur adalah keadaan hilangnya kesadaran seseorang namun
dapat dibangunkan kembali menggunakan indera atau rangsangan yang cukup
atau Sleep Paralysis.
WHO (World Health Organiation) dalam Larasaty (2012). Masa
dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun.
Mahasiswa dituntut mencapai standar kesempurnaan selama menempuh
pendidikan sehingga menimbulkan masalah-masalah kesehatan diantaranya
adalah, gangguan tidur yang salah satunya adalah sleep paralysis (Augesti,
2015). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cheyne dalam yuvienco

STIKes Marendeng Majene


2

(2012), sekitar 40% dari orang-orang yang melaporkan setidaknya satu kali
mengalami sleep paralysis. Di Nigeria ditemukan bahwa 35,5% dari subyek
yang di teliti di laporkan mengalami sleep paralysis setidaknya dua kali pada
tahun sebelumnya (Zami, 2018).
Prevalensi sleep paralysis yang tejadi di Indonesia belum diketahui
dengan pasti. Akan tetapi sleep paralysis tidak dapat dipisahkan dari
gangguan tidur, gangguan tidur tidak hanya terjadi pada orang dewasa, akan
tetapi juga dapat terjadi pada remaja yaitu sekitar 10-14%, sedangkan mimpi
buruk diketahui sering dialami pada orang yang mendeita sleep paralysis yaitu
sekitar 50-90%. (Hartono, 2014).
Sleep paralysis merupakan suatu keadaan saat individu tidur nyenyak,
kemudian tersentak dan terbangun secara tiba-tiba. Saat itulah seseorang
merasa lumpuh dan kebingungan pada saat tidur. Akan tetapi, perubahan
tahapan tidur secara tiba-tiba akibat gangguan siklus tidur menyebabkan
seseorang tersadar. Meskipun seseorang tidak dapat membuat gerakan tubuh,
tetapi mereka masih dapat membuka mata mereka dan melihat lingkungan
mereka. Oleh karena itu kadang-kadang mereka merasakan halusinasi yang
menakutkan pada saat onset sleep paralysis tersebut (Ceyne, 2012). Hal
tersebut dapat mengakibatkan narcolepsy, sleep apnes, depresi (Murphy,
2010).
Sleep paralysis merupakan suatu fenomena yang banyak dialami oleh
berbagai kalangan masyarakat diseluruh dunia tidak terkecuali mahasiswa.
Khususnya terjadi pada seseorang yang sedang mengalami stres. Seseorang
yang mengalami stres cenderung tidak mendapatkan tidur yang berkualitas
atau berpotensi dapat mengalami gangguan tidur (Cheyne, 2012).
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sleep paralysis yaitu
seperti posisi tubuh yang salah saat tidur, pola tidur, kecemasan, dan stres
(Yuvienco, 2012). Stres merupakan gangguan atau kekacauan mental dan
emosional. Salah satu gangguan stres yang dapat menyebabkan dampak buruk
bagi mahasiswa yaitu gangguan tidur. Hal ini dikarenakan stres dapat memicu
gangguan dalam otak sehingga terjadi ketidaksinkronan antara otak dan peta
syarat dalam tubuh. ketika bagian otak manusia pada lobus parietal yang

STIKes Marendeng Majene


3

bertanggung jawab mengintegrasian informasi sensorik dari berbagai bagian


tubuh sudah memerintahkan untuk bergerak, akan tetapi perintah tersebut
tidak mampu mendeteksi gerakan (Larasaty, 2012).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti
tentang tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis pada mahasiswa tingkat
akhir Stikes Marendeng Majene. Dari 23 mahasiswa keperawatan dan 28
mahasiswa kebidanan, 10 mahasiswa keperawatan dan 16 mahasiswa
kebidanan mengatakan mengalami sleep paralysis ketika sedang mengalami
stressor seperti pada saat memikirkan tugas akhir, 13 mahasiswa keperawatan
dan 12 mahasiswa kebidanan pernah mengalami sleep paralysis ketika banyak
stressor yang diakibatkan dari banyaknya tugas yang diberikan dari dosen dan
adanya masalah pribadi. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk
meneliti “Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis pada
Mahasiswa tingkat akhir Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Marendeng majene
Tahun 2019” karena Peneliti menyadari bahwa gangguan tidur pada
mahasiswa penting untuk diidentifikasi sedini mungkin. Hal ini dilakukan
untuk mencegah dampak buruk yang terjadi akibat gangguan tidur dan stres.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu adakah hubungan tingkat stres dengan kejadian sleep
paralysis pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Marendeng majene
Tahun 2019?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Diketahui adanya hubungan tingkat stres dengan kejadian sleep
paralysis pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Marendeng
majene Tahun 2019.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Diidentifikasinya kejadian tingkat strees pada Mahasiswa Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Marendeng majene Tahun 2019.
1.3.2.2. Diidentifikasinya kejadian sleep paralysis pada Mahasiswa
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Marendeng majene Tahun 2019.

STIKes Marendeng Majene


4

1.3.2.3. Diidentifikasinya hubungan tingkat stres dengan kejadian sleep


paralysis pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Marendeng
majene Tahun 2019.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Tempat Peneliti (STIkes Marendeng Majene)
Hasil penelitian ini dapat menjadikan masukan bagi pihak Stikes
Marendeng majene dalam bidang keperawatan khususnya dalam mencapai
kulaitas mahasiswa dan lulusan yang baik dengan minat belajar yang tinggi
tanpa mengalami ganguan dalam belajar khususnya gangguan tidur akibat
dari strees.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian dapat memberikan konstribusi terhadap
pengembangan keilmuan keperawatan terutama berkaitan dengan stress dan
gangguan tidur. Memberikan informasi ilmiah bagi kalangan akademi baik
tim pengajar maupun mahasiswa keperawatan dalam memahami
penanggulangan gangguan tidur atau sleep paralysis yang diakibatkan dari
strees.
1.4.3. Bagi Responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
responden tentang apa itu sleep paralysis yang kadang masih dihubung-
hubungkan dengan mitos yang ada sehingga mengerti bagaimana cara
menanggulanginya.
1.4.4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian diharapkan menjadi pengalaman yang berharga
dalam memperluas wawasan dan pengetahuan tingkat stres dengan kejadian
sleep paralysis pada mahasiswa.

STIKes Marendeng Majene


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Strees


2.1.1. Defenisi
Stres merupakan respons tubuh yang bersifat tidak spesifik
terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya (Aziz, 2009). Stres adalah segala
situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk
berespon atau melakukan tindakan. Respon atau tindakan ini termasuk
respon fisiologis dan psikologis. Stres dapat menyebabkan respon negatif
atau berlawanan dengan apa yang di inginkan atau mengancam
kesejahteraan emosional (Potter & Perry, 2010).
Stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa
disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi
tantangan-tantangan (challenge) yang penting, ketika dihadapkan pada
ancaman (threat), atau ketika harus berusaha mengatasi harapan-harapan
yang tidak realistis dari lingkungannya. Stres adalah kondisi yang tidak
menyenangkan dimana adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban
atau diluar batas kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan tersebut
sehingga mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan
tindakan (Nasir & Muhith, 2011).
Stres adalah suatu kondisi atau situasi internal atau lingkungan
yang membebankan tuntutan penyesuaian terhadap individu yang
bersangkutan. Keadaan stres cenderung menimbulkan usaha ekstra dan
penyesuaian baru, tetapi dalam waktu yang lama akan melemahkan
pertahanan individu dan menyebabkan ketidakpuasan (Saam & Wahyuni,
2014).
Dengan demikian, stres adalah situasi yang tidak menyenangkan
yang disebabkan oleh adanya tuntutan sebagai beban sehingga
mengharuskan individu untuk berespons secara respon fisiologis maupun
psikologis.

STIKes Marendeng Majene


6

2.1.2. Sumber Stres


Menurut Nasir & Muhith (2011), sumber-sumber stres yang biasa
terjadi di dalam kehidupan adalah :
2.1.2.1. Sumber Stres dari Individu
Terkadang sumber stres berasal dari individunya sendiri. Salah satunya
adalah melalui penyakit yang diderita oleh seseorang. Hal lain yang dapat
menimbulkan stres dari individu sendiri adalah melalui penilaian dari
dorongan motivasi yang bertentangan, ketika terjadi konflik dalam diri
seseorang dan biasanya orang tersebut berada dalam suatu kondisi di mana
dia harus menentukan pilihan tersebut sama pentingnya.
2.1.2.2. Sumber Stres dalam Keluarga
Perilaku, kebutuhan, dan kepribadian dari tiap anggota keluarga yang
mempunyai pengaruh dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya,
kadang menimbulkan gesekan. Konflik interpersonal dapat timbul sebagai
akibat dari masalah keuangan, inconsiderate behavior, atau tujuan yang
bertolak belakang. Stres dalam keluarga terkadang berasal dari penyakit
kritis yang dialami anggota keluarga, kehilangan pekerjaan secara tiba-
tiba, perpindahan, atau menjadi tuna wisma (Potter & Perry, 2010).
2.1.2.3. Sumber Stres dalam Komunitas dan Lingkungan
Hubungan yang dibuat seseorang di luar lingkungan keluarganya dapat
menghasilkan banyak sumber stres. Salah satunya adalah bahwa hampir
semua orang pada suatu saat dalam kehidupannya mengalami stres yang
berhubungan dengan pekerjaannya. Secara umum disebut sebagai stres
pekerja karena lingkungan fisik, dikarenakan kurangnya hubungan
interpersonal serta kurangnya adanya pengakuan di masyarakat sehingga
tidak dapat berkembang (Aziz, 2009).
2.1.3. Faktor Presipitasi Stres
Beberapa faktor yang dianggap sebagai pemicu timbulnya stres
(Nasir & Muhith, 2011) antara lain faktor fisik maupun biologis dan faktor
psikologis.

STIKes Marendeng Majene


7

2.1.3.1. Faktor Fisik dan Biologis


Berikut ini adalah beberapa faktor fisik dan psikologis yang dapat
menyebabkan stres :
1. Genetika banyak ahli beranggapan bahwa masa kehamilan mempunyai
keakraban dengan kemungkinan kerentanan stres pada anak yang
dilahirkan. Kondisi tersebut berupa ibu hamil yang perokok, alkoholik,
dan penggunaan obat-obatan.
2. Case history beberapa riwayat penyakit di masa lalu yang mempunyai
efek psikologis di masa depan, dapat berupa penyakit di masa kecil
seperti demam tinggi yang mempengaruhi kerusakan gendang telinga,
kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan organ dan sebagainya.
3. Pengalaman hidup mencakup case history dan pengalaman hidup yang
mempengaruhi perasaan independen yang menyangkut kematangan
organ-organ seksual pada masa remaja.
4. Tidur istirahat yang cukup akan memberikan energi pada kegiatan
yang sedang dilakukannya. Penderita insomnia mempunyai kerentanan
terhadap stres yang lebih berat.
5. Diet meruapakan diet yang berlebihan dapat mengakibatkan stres
berat. Pelaku diet penderita obesitas yang melakukan diet ketat
berlebihan mempunyai risiko kematian tinggi. Di Amerika Serikat
diperkirakan 6 di antara 10 orang yang melakukan diet ketat ini
menyebabkan kematian. Diet secara berlebihan memungkinkan
munculnya sindrom anoreksia.
6. Postur tubuh Individu yang memiliki kelainan bentuk tubuh, cacat
bawaaan, dan penggunaan steroid juga dapat memicu munculnya stres
pada individu.
7. Penyakit beberapa penyakit dapat menjadi stresor pada individu berupa
TBC, kanker, impotensi dan berbagai penyakit lainnya.
2.1.3.2. Faktor Psikologis
Faktor psikologis dapat memicu terjadinya stres meliputi persepsi, emosi,
situasi psikologis, pengalaman hidup, dan faktor lingkungan (lingkungan
fisik, biotik, dan sosial).

STIKes Marendeng Majene


8

1. Persepsi
Kadar stres dalam suatu peristiwa sangat bergantung pada bagaimana
individu bereaksi terhadap stres tersebut. Hal ini juga dipengaruhi oleh
bagaimana individu berpersepsi terhadap stressor yang muncul.
2. Emosi
Emosi merupakan hal sangat penting dan kompleks dalam diri
individu. Stres dan emosi mempunyai keterikatan yang saling
mempengaruhi keduanya, seperti kecemasan, rasa bersalah, khawatir,
ekspresi marah, rasa takut, sedih, dan cemburu.
3. Situasi psikologis
Hal – hal yang mempengaruhi konsep berpikir (kognitif) dan penilaian
terhadap situasi – situasi yang mempengaruhinya yang berupa konflik,
frustasi, serta kondisi tertentu yang dapat memberikan ancaman bagi
individu, misalnya tingkat kejahatan yang semakin meningkat akan
memberikan rasa kecemasan (stres).
4. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup merupakan keseluruhan kejadian yang memberikan
pengaruh psikologis bagi individu. Kejadian tersebut memberikan
dampak psikologis dan memungkinkan munculnya stres pada individu.
5. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya stres meliputi
lingkungan fisik, lingkungan biotik, dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik adalah kondisi atau kejadian yang berhubungan
dengan keadaan sekeliling individu yang dapat memicu terjadinya
stres. Hal tersebut dapat berupa bencana alam (disaster syndrome),
seperti gempa bumi, topan, badai dan kondisi cuaca (terlalu
panas/dingin), kondisi lingkungan yang padat (over crowded),
kemacetan, lingkungan kerja yang kotor, dan sebagainya. Gangguan
yang terdapat pada lingkungan biotik adalah gangguan yang berasal
dari makhluk mikroskopik berupa virus atau bakteri. Misalnya,
penderita alergi dapat menjadi stres bila lingkungan tempat tinggalnya
menjadi pemicu munculnya alergi bila berada di dalamnya. Masalah

STIKes Marendeng Majene


9

yang dapat mempengaruhi lingkungan sosial seperti hubungan yang


buruk dengan orangtua, bos, atau rekan kerja adalah hal-hal yang
berhubungan dengan orang lain, yang apabila tidak berjalan dengan
baik akan menjadi stressor bagi individu jika tidak dapat memperbaiki
hubungannya.
2.1.4. Indikator dan Tanda Stres
Menurut Kozier (2010), indikator stres dapat dibagi kedalam
indikator fisiologis dan psikologis.
2.1.4.1. Indikator fisiologis dari stres adalah objektif, lebih mudah di
idetifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian
indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang
mengalami stres, dan dampak tersebut bervariasi menurut individunya.
Tanda vital biasanya meningkat, dan klien mungkin tampak gelisah dan
tidak mampu untuk beristirahat atau berkonsentrasi. Indikator dapat timbul
sepanjang tahap stres. Durasi atau intensitas dari gejala secara langsung
berkaitan dengan durasi dan intensitas stresor yang diserap. Dampak
fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang
stres mencangkup pengumpulan data dari semua sistem (Potter & Perry,
2010).
Adapun indikator stres secara fisiologis (Potter & Perry, 2010) adalah
kenaikan tekanan darah, peningkatan ketegangan otot di leher, bahu,
punggung, peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernafasan, telapak
tangan berkeringat, tangan dan kaki dingin,postur tubuh yang tidak tegap,
keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, suara yang bernada tinggi,
mual, muntah, diare, perubahan nafsu makan serta berat badan, perubahan
frekuensi berkemih, temuan hasil pemeriksaan laboratorium abnormal :
peningkatan kadar hormon (adrenokortikotropik, kortisol, katekolamin dan
hiperglikemia), gelisah, kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat
tidur dan dilatasi pupil.
2.1.4.2. Indikator psikologisdikaji dengan mengamati perilaku dan emosi
klien secara langsung atau tidak langsung. Oleh karena kepribadian
individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor,

STIKes Marendeng Majene


10

maka reaksi terhadap stres yang berkepanjangan ditetapkan dengan


memeriksa gaya hidup dan stressor yang terakhir, pengalaman terdahulu
dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi
peran, konsep diri, dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga
karakteristik kepribadian yang diduga menjadi media terhadap stres.
Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan,
komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan
sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Nasir & Muhith, 2011).
Indikator stres psikologis (Potter & Perry, 2010) adalah ansietas dan
depresi, kepenatan, peningkatan penggunaan bahan kimia, perubahan
dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas, kelelahan mental,
perasaan tidak adekuat, kehilangan harga diri, peningkatan kepekaan,
kehilangan motivasi, ledakan emosional serta menangis, penurunan
produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan, kecenderungan untuk
membuat kesalahan (misalnya, buruknya penilaian), mudah lupa dan
pikiran buntu, kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci,
preokupasi (mis. Mimpi siang hari atau “menjaga jarak”),
ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas, peningkatan ketidakhadiran
dan penyakit, letargi dan kehilangan minat, serta rentan terhadap
kecelakaan.
2.1.5. Tahapan Stres
Menurut Van Amberg (1979 dalam Aziz, 2009), tahapan stres terbagi
menjadi enam tahap, yaitu :
2.1.5.1. Tahap Pertama
Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya
semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada
umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti
biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaan akan tetapi
kemampuan yang dimilikinya semakin berkurang.
2.1.5.2. Tahap Kedua
Pada tahap ini, seseorang akan merasa letih sewaktu bangun pagi yang
semestinya segar, terasa lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang

STIKes Marendeng Majene


11

sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung
berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk
semakin tegang dan tidak bisa santai.
2.1.5.3. Tahap Ketiga
Pada tahap ini, seseorang akan mengalami gangguan seperti pada lambung
dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur,
ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola
tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar
kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga. Apabila
seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka stres tahap III
akan semakin nyata dan mengganggu.
2.1.5.4. Tahap Keempat
Seseorang akan mengalami gejala seperti segala perkerjaan yang
menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi
menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara adekuat, tidak
mampu melaksanakan kegiatan sehari – hari, adanya gangguan pola tidur,
sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan
konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan
yang tidak diketahui penyebabnya.
2.1.5.5. Tahap kelima
Stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara mendalam,
tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana,
gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan
dan kecemasan semkain meningkat.
2.1.5.6. Tahap keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami pamik dan
perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung
semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan
berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
2.1.6. Tingkatan Stres

STIKes Marendeng Majene


12

Menurut Potter & Perry (2010), stres dibagi menjadi tiga tingkatan,
yaitu ringan, sedang, dan berat.
2.1.6.1. Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara
teratur, seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan.
Situasi ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam. Bagi mereka
sendiri stresor ini bukan resiko signifikan untuk timbulnya gejala. Namun
demikian, stresor ringan yang banyak dalam waktu singkat dapat
meningkatkan resiko.
2.1.6.2. Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa
hari. Misalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja,
anak yang sakit, atau ketidak hadiran yang lama dari anggota keluarga.
2.1.6.3. Stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa tahun, seperti selisih perkawinan terus menerus,
kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka
panjang. Makin sering dan makin lama situasi stres, maka tinggi resiko
kesehatan yang ditimbulkan.
2.1.7. Penentuan Tahap Stres
Tingkat stres dapat diukur dengan banyak skala, salah satunya adalah
dengan menggunakan kuesioner Safaria dan Saputra (2009). Kuesioner ini
terdiri dari 20 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert. Kuesioner ini
mengkategorikkan tingkat stres menjadi tiga yaitu, ringan, sedang dan berat.
2.2 Tinjauan Umum Tentang Sleep Paralysis
2.2.1. Pengertian Sleep Paralysis
Menurut The American Sleep Disorder Association (1990) Sleep
paralysis terjadi ketika seseorang berada pada tidur paling dalam saat
seluruh otot relaksasi. Akan tetapi, perubahan tahapan tidur secara
mendadak akibat gangguan siklus tidur menyebabkan seseorang tersadar.
Mendefinisikan bahwa sleep paralysis adalah ketidakmampuan tubuh
mengendalikan otot volunteer selama sleep onset (gypnagogic) atau selama
terbangun di antara waktu malam dan pagi (hypnopompic).
Menurut Gillian (2008) Sleep paralysis didukung dengan halusinasi,
perasaan tercekik, dan sulit menggerakkan lidah. Dalam keadaan ini,

STIKes Marendeng Majene


13

seseorang dapat membuka mata, menggerakan bola mata, dan melihat


sekeliling. Keadaan sleep paralysis dapat terjadi selama beberapa menit
sampai dua puluh menit.
Menurut Ohaeri et al (2004) Sleep paralysis bersifat sementara,
biasanya terjadi satu hingga beberapa menit. Sleep paralysis akan
menghilang secara spontan atau dengan stimulus eksternal. Biasanya dengan
sentuhan atau dibangunkan oleh orang lain.
2.2.2. Bagian Otak yang Mempengaruhi Sleep paralysis
Menurut Cheyne (2012) menyebutkan bahwa terdapat dua sistem
otak yang berkontribusi dalam terjadinya sleep paralysis. Sistem otak yang
paling mempengaruhi terjadinya sleep paralysis adalah struktur
inner-brain/bagian dalam otak yang mengatur ancaman dan tanggapan
terhadap bahaya dalam hal ini yang dapat memicu seseorang melihat sosok
yang mengintai dalam kegelapan di dekatnya.
Area-area saraf lainnya yang berkontribusi terhadap penggambaran
mimpi REM, tergambar pada pengetahuan pribadi dan budaya seseorang
terhadap kehadiran sosok jahat yang muncul. Misalnya salah satu
kepercayaan budaya yang ada di Indonesia yang menyebut bahwa sleep
paralysis sebagai “ketiban sosok gaib”. Selain itu menyebutkan bahwa sleep
paralysis diakibatkan oleh kurangnya kegiatan spiritual sebelum tidur
seperti lupa berdoa dan shalat. Sistem otak yang kedua, meliputi bagian
sensorik dan motorik dari lapisan luar otak, yang membedakan tubuh
seseorang dengan orang lain serta makhluk lainnya. Ketika aktivitas REM
memicu sistem ini, seseorang akan mengalami sensasi mengambang,
terbang, jatuh, dan jenis-jenis gerakan lainnya.
2.2.3. Etiologi Sleep paralysis
Sleep paralisis, banyak terjadi pada seseorang yang memiliki
tekanan atau yang mengalami stres. Simard dan Nielson (2005) mengatakan
bahwa kejadian sleep paralysis dan kecemasan adalah gejala dari trauma
yang pernah dialami pada masa lalu. Hal ini didukung oleh jurnal yang
ditulis oleh Murphy (2010), jurnal tersebut menyebutkan bahwa seorang

STIKes Marendeng Majene


14

anak yang pernah mengalami tindak kekerasan cenderung pernah


mengalami sleep paralysis.
Menurut Culebras (2011), Sleep paralysis dapat terjadi dikaitkan
dengan beberapa hal, seperti:
2.2.3.1. Kurang tidur misalnya pada status siswa/mahasiswa yang belajar
hingga larut malam. Jadwal tidur yang berubah-ubah, misal jet-lag.
2.2.3.2. Kondisi mental, seperti stres, dan seseorang yang mengalami
schizophrenia dengan gangguan berat pada sleep nocturnal.
2.2.3.3. Sleeping on the back, Tidur dengan posisi terlentang dapat
menyebabkan tingginya angka kejadian sleep paralysis.
2.2.3.4. Masalah tidur lainnya, Kejadian tidur seperti narkolepsi dan kram
pada kaki di malam hari dapat mengganggu tidur tahap REM dan
berkontribusi terhadap timbulnya sleep paralysis.
2.2.3.5. Penyalahgunaan zat kimia, Seseorang yang minum alkohol dapat
mudah terserang sleep paralysis.
2.2.4. Patofisiologi Sleep paralysis
Sleep paralysis terjadi saat tahap tidur REM. Hal ini menyebabkan
seseorang memiliki kesadaran penuh namun tidak dapat bergerak. Sleep
paralysis dapat berlangsung beberapa detik sampai menit. Pada saat tahap
REM, otak mengirimkan sinyal-sinyal untuk menghambat kontraksi otot.
Fungsi dari sinyal ini adalah untuk mencegah seseorang dari bergerak
seperti apa yang dilihat dalam mimpi. Pada saat masuk kedalam tidur tahap
REM, seseorang mengalami kelumpuhan alamiah yang disebut sebagai
flaksid noresripokal. Flaksid nonresiprokal terjadi karena terdapat hambatan
pada postsynaptic dari neuron penggerak. Peneliti tidak menemukan
referensi yang menjelaskan mengenai proses inhibisi motorik. Namun,
peneliti mendapatkan referensi bahwa pada tahap REM, tubuh memproduksi
neurotransmiter dan hormon.
Setiap tahap tidur meresepons tubuh untuk melakukan
keseimbangan. Salah satunya dengan memproduksi hormon yaitu hormon
melatonin. Tingkat sekresi melatonin oleh kelenjar pineal mencapai titik
terendah selama tahap REM. Neurotransmiter dan hormon melantonin akan

STIKes Marendeng Majene


15

mengaktifkan atau menghambat aktivitas second messengger, mengaktifkan


atau menghambat third messangger, dan seterusnya sampai messangger
selanjutnya. Hal ini dapat menghambat transmisi synaptic dan menyebabkan
hiperpolarisasi dari motorneurons. Seseorang dapat mengalami sleep
paralysis saat ia akan tersadar langsung atau terbangun pada tahap REM.
Sleep paralysis juga dapat menyebabkan seseorang mengalami
halusinasi auditori atau visual. Pada saat terjadi sleep paralysis, orang
tersebut seperti melihat atau mendengar sosok yang menakutkan.
Kegelisahan merupakan peristiwa neurokognitif yang terkait erat dengan
psikologis dan proses fisik. Kecemasan atau kepanikan yang ekstrim dapat
menyebabkan pelepasan beberapa molekul sinyal yang berbeda yang
memicu segala macam kejadian fisik. Seseorang mengalami sleep paralysis
merasa takut atau panik ekstrim, dan karena itu, otak menghasilkan dan
melepaskan rangsangan visual atau auditori internal sehingga menghasilkan
halusinasi.
Halusinasi selama sleep paralysis diakibatkan karena sistem saraf
dan endokrin terus melepaskan inhibitor saraf yang menopang kelumpuhan
(flaksid nonresiprokal). Sistem ini terus melepaskan aktivator saraf yang
merangsang seseorang untuk bermimpi. Saat sleep paralysis terjadi,
seseorang akan terbangun secara tiba-tiba biasanya disertai dengan perasaan
tertekan pada area dada.
2.2.5. Jenis-Jenis Sleep paralysis
American Sleep Association (ASA) pada tahun 2005
mengembangkan teori mengenai jenis-jenis sleep paralysis. Dalam
mengembangkan teori ini, peneliti menggunakan Waterloo
Unusual Sensory Experiences Survey. ASA (2007)
mengklasifikasikan sleep paralisis menjadi tiga, yaitu:
2.2.5.1. Intruder
Jenis intruder biasanya diikuti dengan perasaan takut dan cemas, adanya
kehadiran roh halus, halusinasi auditori dan halusinasi visual. Menurut
Cheyne et al. (2012), intruder dimulai dengan aktifasi amygdalar. Para
peneliti tersebut berargumen bahwa halusinasi terjadi di tahap REM.

STIKes Marendeng Majene


16

2.2.5.2. Incubus
Jenis ini biasanya disertai dengan keadaan sesak napas, perasaan ditekan
di dada, dan rasa nyeri fisik.
2.2.5.3. Unusual Bodily Experiences
Jenis ini terjadi saat seseorang mengalami perasaan arwah tertarik keluar
dari tubuh.
2.3 Tinjauan Umum Tentang Mahasiswa
2.3.1. Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa ialah seorang peserta didik berusia 18 sampai 25 tahun
yang terdaftar dan menjalani pendidikannnya di perguruan tinggi baik dari
akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Nurnaini,
2014).
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di
universitas, institut atau akademi, mereka yang terdaftar sebagai murid di
perguruan tinggi (Widyastuti, 2012).
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba
ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah
satu bentuk perguruan tinggi, yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah
tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012).
Pengertian mahasiswa secara umum merupakan seseorang yang
belajar di bangku perkuliahan dengan mengambil jurusan yang disenangi
sekaligus jurusan yang di dalamnya ada kemungkinan besar untuk
mengembangkan bakatnya. Tentu saja semakin tinggi mahasiswa dalam
menuntut ilmu di perguruan tinggi akan semakin linier dan spesifik terhadap
ilmu pengetahuan yang digelutinya (Zamhari, 2016).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
mahasiswa adalah seorang peserta didik yang belajar di bangku perkuliahan
dengan mengambil jurusan yang disenangi sekaligus jurusan yang di
dalamnya ada kemungkinan besar untuk mengembangkan bakatnya yang
berusia 18 sampai 25 tahun yang terdaftar dan menjalani pendidikannnya di

STIKes Marendeng Majene


17

perguruan tinggi baik dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan
universitas.
2.3.2. Peranan dan Fungsi Mahasiswa
Peran dan fungsi mahasiswa adalah sebagai berikut:
2.3.2.1. Sebagai Iron Stock
Mahasiswa itu harus bisa menjadi pengganti orang-orang yang memimpin
di pemerintahan nantinya, yang berarti mahasiswa akan menjadi generasi
penerus untuk memimpin bangsa ini nantinya.
2.3.2.2. Agent Of Change
Mahasiswa dituntut untuk menjadi agen perubahan. Disini maksudnya,
jika ada sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar dan itu ternyata salah,
mahasiswa dituntut untuk merubahnya sesuai dengan harapan yang
sesungguhnya.
2.3.2.3. Social Control
Mahasiswa harus mampu mengontrol sosial yang ada di lingkungan
sekitar (lingkungan masyarakat). Jadi, selain pintar di bidang akademis,
mahasiswa harus pintar juga dalam bersosialisasi dengan lingkungan.
2.3.2.4. Moral Force
Mahasiswa diwajibkan untuk menjaga moral-moral yang sudah ada. Jika
di lingkungan sekitarnya terjadi hal-hal yang tak bermoral, maka
mahasiswa dituntut untuk merubah serta meluruskan kembali sesuai
dengan apa yang diharapkan (Sora, 2014).

STIKes Marendeng Majene


18

2.4 Kerangka Teori

Faktor Fisik Dan Biologis Faktor Psikologis


1. Genetika 1. Persepsi
2. Case history 2. Emosi
3. Pengalaman hidup 3. Situasi psikologis
4. Tidur 4. Pengalaman hidup
5. Diet 5. Faktor Lingkungan
6. Postur tubuh
7. Penyakit

Strees
Faktor Terjadinya Sleep Paralysis

1. Kurang tidur
2. Kondisi Mental
3. Sleeping on the back,
4. Masalah tidur lainnya,
5. Penyalahgunaan zat kimia

Sleep Paralysis

STIKes Marendeng Majene


19

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep merupakan konsep yang dipakai sebagai landasan
berfikir dalam kegiatan ilmu, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
tentang hubungan tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis pada
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Marendeng Majene dengan
menggunakan beberapa variabel yang digambarkan dalam skema sebagai
berikut :

Keterangan :

Variabel Independen Variabel Dependen

Stress
Sleep Paralysis

Faktor yang mempengaruhi


terjadinya sleep paralysis

1. Kurang tidur
2. Sleeping on the back
3. Masalah tidur lainnya,
4. Penyalahgunaan zat kimia

STIKes Marendeng Majene


20

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

: Variabel Yang Diteliti

: Variabel Yang Diteliti

: Variabel Yang Tidak Diteliti

STIKes Marendeng Majene


21

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Dalam penelitian ini menggunakan observasional dengan pendekatan
Crossectional Study, didalam desain ini observasi hanya dilakukan sebanyak
satu kali secara bersamaan dan dilakukan pengukuran pada variabel
indevenden yaitu stress dan variabel dependen yaitu sleep paralysis dengan
menggunakan koesioner.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Tinggi ILmu Kesehatan
Marendeng Majene dan penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus
2019.
4.3 Populasi, Sampel, dan Penentuan Sampling
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa keperawatan
dan kebidanan angkatan terakhir Sekolah Tinggi ILmu Kesehatan
Marendeng Majene Tahun 2019 sebanyak 212 orang.
4.3.2 Sampel
Besarnya sampel ditetapkan sejumlah 138 responden. Penentuan
sampel dengan menggunakn rumus slovin

N
n= 2
1+ N ( d )

212
n=
1+212(0,05)2

212 212
n=
1+212( 0,0025) 1,53

n=138.5=138 Responden

STIKes Marendeng Majene


22

4.3.3 Sampling
Penilaian sampel diambil dengan metode Purposive Sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Untuk menentukan layak tidaknya sampel yang mewakili populasi untuk
diteliti, ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi
4.3.3.1 Kriteria Inklusi
1. Bersedia menjadi responden
2. Mahasiswa keperawatan dan kebidanan Stikes Marendeng Majene
2019
4.3.3.2 Kriteria Eksklusi
1. Tidak dalam kondisi sakit
2. Tidak kooperatif dalam menyelesaikan proses penelitian

STIKes Marendeng Majene


23

4.4 Alur Penelitian

POPULASI
Seluruh mahasiswa Keperawatn dan Kebidanan Stikes
Marendeng Majene sebanyak 212 orang

SAMPEL
138 Responden

SAMPLING
(Purposive Sampling)

KUESIONER KUESIONER
Strees Sleep Paralysis

Analisis Data

HASIL
Penyajian Data

STIKes Marendeng Majene


24

4.5 Variabel Penelitian


4.5.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel Independen adalah variabel yang nilainya menentukan
variabel lain (Notoatmodjo, 2010). Sebagai variabel independen dalam
penelitian ini adalah strees.
4.5.2 Variabel Dependen (Variabel Tergantung)
Variabel Dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh
variabel lain (Notoatmodjo, 2010). Sebagai variabel dependen dalam
penelitian ini adalah sleep paralysis.
4.6 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


1 Strees Suatu keadaan saat seseorang Koesioner 18 pertanyaan 1. Strees berat jika Ordinal
merasakan ketidaknyamanan skor 56-83
mental yang diakibatkan oleh Skor pertanyaan negatif 2. Strees sedang jika
perasaan tertekan Tidak pernah :1 skor 28-55
Jarang : 2 3. Strees ringan jika
Sering : 3 skor 18-27
Selalu : 4

Skor pertanyaan positif


Tidak pernah :4
Jarang : 3
Sering : 2
Selalu : 1
2 sleep Keadaan seseorang tersentak dan Koesioner 9 pertanyaan 1. Mengalami jika Nominal
paralysis tersadar pada tahap tidur paling responden
dalam secara tiba-tiba sehingga menjawab ya ≥ 1
merasakan tidak dapat pertanyaan
menggerakkan anggota tubuh, 2. Tidak mengalami
terasa sesak di dada, kekakuan jika responden
otot, dan halusinasi tidak ada satupun
jawab an ya pada
pertanyaan

4.7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

STIKes Marendeng Majene


25

Metode yang digunakan dalam pengambilan atau pengumpulan data


adalah wawancara dengan menggunakan kuisioner dan lembar observasi.
Setelah dilakukan pengumpulan data, data yang diperoleh diolah sedemikian
rupa sehingga mudah disajikan dan dianalisis. Setelah data terkumpul, maka
peneliti memiliki beberapa tugas.
4.7.1 Editing
Ada penelitian ini, setelah data dikumpulakan dilanjutkan dengan
kegiatan editing yaitu pengecekan kembali terhadap data yang masuk dalam
usaha melengkapi data yang mungkin masih kurang.
4.7.2 Koding
Untuk memudahkan pengolahan data, semua data perlu
disederhanakan dengan memberikan simbol-simbol tertentu untuk setiap
jawaban. Koding dilakukan dengan memberikan kode atau nomor untuk
setiap responden.
4.7.3 Skoring (Penentuan Skor)
Adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini menggunakan
skala numerik. Oleh karena itu hasil kuesioner yang telah di isi kemudian di
prosentasikan dengan penentuan skoring yang sudah ada.
4.7.4 Entry Data (Pemasukan Data)
Setelah editing dan koding data selesai dan jawaban dilembar
jawaban sudah rapih dan memadai untuk mendapatkan data yang baik,
selanjutnya dilakukan entry data dengan menggunakan bantuan komputer.
4.7.5 Cleaning Data (Pembersihan Data)
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry
apakah ada kesalahan atau tidak. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan
melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti dan melihat
kelogisannya. Bila ternyata terdapat kesalahan dalam memasukkan data,
maka harus dilakukan pembetulan dengan menggunakan komputerisasi.
4.8 Analisa Data
Analisa data penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat
komputer berbasis statistik. Pengolahan tersebut berdasarkan kuesioner

STIKes Marendeng Majene


26

selanjutnya dilakukan tabulasi dan analisis data dengan menggunakan uji


statistic (Chi Square Test) dengan nilai kemaknaan α < 0,05.

4.8.1 Analisis Univariat


Analisis Univariat yaitu analisis yang digunakan dalam menganalisa
tiap-tiap variabel yang ada dengan cara mendeskripsi dan menghitung
distribusi frekuensi proporsi untuk mengetahui karakteristik dari subyek
penelitian. Analisa univariat dalam penelitian ini yaitu data demografi yaitu
terdiri dari nama responden, jenis kelamin, umur dan variabel penelitian
terdiri dari stress dan sleep paralysis.
4.8.2 Analisis Bivariat
Analisis Bivariat yaitu analisis yang dilakukan untuk menyatakan
hubungan antara kedua variabel meliputi variabel independen/variabel bebas
dan variabel dependen/variabel terikat. Analisis dilakukan terhadap dua
variabel stress dan sleep paralysis.
4.9 Etika Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek etika.
Aspek-aspek etika ini bertujuan untuk melindungi subjek penelitian. Aspek-
aspek yang harus dipertimbangkan antara lain respect for human dignity,
respect for privacy and confidentially, respect for justice inclusiveness,
balangcing harm and benefits (Polit & Beck, 2010).
4.9.1 Menghormati Harkat dan Martabat manusia (Respect For Human
Dignity)
Penelitian dilakukan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia. Responden memiliki hak asisa dan kebebasan untuk menentukan
pilihan mengikuti atau menolak penelitian (autonomy). Sebelum
menentukan pilihan, responden dapat menjelaskan secara terbuka dan
lengkap tekait tujuan dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, risiko
penelitian, keuntungan yang didapatkan dan kerahasian informasi. Prinsip
ini juga dijelaskan secara lengkap dalam lembar persetujuan yang

STIKes Marendeng Majene


27

ditandatangani oleh responden setelah mendapat penjelasan yang lengkap


dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian.

4.9.2 Menghormati Privasi dan Kerahasian Subyek (Respect For Privacy And
Confidentially)
Subyek penelitian memiliki privasi dan hak asasi untuk mendapatkan
kerahasiaan informasi. Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang
menyangkut privasi subyek dan segala informasi tentang dirinya, dengan
meniadakan identitas seperti nama diganti dengan kode berupa nomor,
alamat dan nomor telpon tidak dicantumkan dalam hasil penelitian.
4.9.3 Menghormati Keadilan dan Inklusivitas (Respect For Justice
Inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara jujur,
tepat, cermat, hati-hati, dan professional. Sedangkan prinsip keadilan dalam
penelitian dilakukan tidak ada diskriminasi terhadap kriteria yang tidak
relevan dalam pemilihan responden, namun berdasaran alasan ilmiah yang
berhubungan lansung dengan masalah penelitian.
4.9.4 Mempertahankan Manfaat dan Kerugian Yang Ditimbulkan
(Balangcing Harm And Benefits)
Manfaat yang didapat oleh responden pada penelitian ini adalah
penambahan pengetahuan responden tentang apa itu stress dan sleep
paralysis.

STIKes Marendeng Majene


28

STIKes Marendeng Majene

Anda mungkin juga menyukai