BAB 1
PENDAHULUAN
(2012), sekitar 40% dari orang-orang yang melaporkan setidaknya satu kali
mengalami sleep paralysis. Di Nigeria ditemukan bahwa 35,5% dari subyek
yang di teliti di laporkan mengalami sleep paralysis setidaknya dua kali pada
tahun sebelumnya (Zami, 2018).
Prevalensi sleep paralysis yang tejadi di Indonesia belum diketahui
dengan pasti. Akan tetapi sleep paralysis tidak dapat dipisahkan dari
gangguan tidur, gangguan tidur tidak hanya terjadi pada orang dewasa, akan
tetapi juga dapat terjadi pada remaja yaitu sekitar 10-14%, sedangkan mimpi
buruk diketahui sering dialami pada orang yang mendeita sleep paralysis yaitu
sekitar 50-90%. (Hartono, 2014).
Sleep paralysis merupakan suatu keadaan saat individu tidur nyenyak,
kemudian tersentak dan terbangun secara tiba-tiba. Saat itulah seseorang
merasa lumpuh dan kebingungan pada saat tidur. Akan tetapi, perubahan
tahapan tidur secara tiba-tiba akibat gangguan siklus tidur menyebabkan
seseorang tersadar. Meskipun seseorang tidak dapat membuat gerakan tubuh,
tetapi mereka masih dapat membuka mata mereka dan melihat lingkungan
mereka. Oleh karena itu kadang-kadang mereka merasakan halusinasi yang
menakutkan pada saat onset sleep paralysis tersebut (Ceyne, 2012). Hal
tersebut dapat mengakibatkan narcolepsy, sleep apnes, depresi (Murphy,
2010).
Sleep paralysis merupakan suatu fenomena yang banyak dialami oleh
berbagai kalangan masyarakat diseluruh dunia tidak terkecuali mahasiswa.
Khususnya terjadi pada seseorang yang sedang mengalami stres. Seseorang
yang mengalami stres cenderung tidak mendapatkan tidur yang berkualitas
atau berpotensi dapat mengalami gangguan tidur (Cheyne, 2012).
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sleep paralysis yaitu
seperti posisi tubuh yang salah saat tidur, pola tidur, kecemasan, dan stres
(Yuvienco, 2012). Stres merupakan gangguan atau kekacauan mental dan
emosional. Salah satu gangguan stres yang dapat menyebabkan dampak buruk
bagi mahasiswa yaitu gangguan tidur. Hal ini dikarenakan stres dapat memicu
gangguan dalam otak sehingga terjadi ketidaksinkronan antara otak dan peta
syarat dalam tubuh. ketika bagian otak manusia pada lobus parietal yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Persepsi
Kadar stres dalam suatu peristiwa sangat bergantung pada bagaimana
individu bereaksi terhadap stres tersebut. Hal ini juga dipengaruhi oleh
bagaimana individu berpersepsi terhadap stressor yang muncul.
2. Emosi
Emosi merupakan hal sangat penting dan kompleks dalam diri
individu. Stres dan emosi mempunyai keterikatan yang saling
mempengaruhi keduanya, seperti kecemasan, rasa bersalah, khawatir,
ekspresi marah, rasa takut, sedih, dan cemburu.
3. Situasi psikologis
Hal – hal yang mempengaruhi konsep berpikir (kognitif) dan penilaian
terhadap situasi – situasi yang mempengaruhinya yang berupa konflik,
frustasi, serta kondisi tertentu yang dapat memberikan ancaman bagi
individu, misalnya tingkat kejahatan yang semakin meningkat akan
memberikan rasa kecemasan (stres).
4. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup merupakan keseluruhan kejadian yang memberikan
pengaruh psikologis bagi individu. Kejadian tersebut memberikan
dampak psikologis dan memungkinkan munculnya stres pada individu.
5. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya stres meliputi
lingkungan fisik, lingkungan biotik, dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik adalah kondisi atau kejadian yang berhubungan
dengan keadaan sekeliling individu yang dapat memicu terjadinya
stres. Hal tersebut dapat berupa bencana alam (disaster syndrome),
seperti gempa bumi, topan, badai dan kondisi cuaca (terlalu
panas/dingin), kondisi lingkungan yang padat (over crowded),
kemacetan, lingkungan kerja yang kotor, dan sebagainya. Gangguan
yang terdapat pada lingkungan biotik adalah gangguan yang berasal
dari makhluk mikroskopik berupa virus atau bakteri. Misalnya,
penderita alergi dapat menjadi stres bila lingkungan tempat tinggalnya
menjadi pemicu munculnya alergi bila berada di dalamnya. Masalah
sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung
berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk
semakin tegang dan tidak bisa santai.
2.1.5.3. Tahap Ketiga
Pada tahap ini, seseorang akan mengalami gangguan seperti pada lambung
dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur,
ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola
tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar
kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga. Apabila
seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka stres tahap III
akan semakin nyata dan mengganggu.
2.1.5.4. Tahap Keempat
Seseorang akan mengalami gejala seperti segala perkerjaan yang
menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi
menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara adekuat, tidak
mampu melaksanakan kegiatan sehari – hari, adanya gangguan pola tidur,
sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan
konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan
yang tidak diketahui penyebabnya.
2.1.5.5. Tahap kelima
Stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara mendalam,
tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana,
gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan
dan kecemasan semkain meningkat.
2.1.5.6. Tahap keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami pamik dan
perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung
semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan
berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
2.1.6. Tingkatan Stres
Menurut Potter & Perry (2010), stres dibagi menjadi tiga tingkatan,
yaitu ringan, sedang, dan berat.
2.1.6.1. Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara
teratur, seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan.
Situasi ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam. Bagi mereka
sendiri stresor ini bukan resiko signifikan untuk timbulnya gejala. Namun
demikian, stresor ringan yang banyak dalam waktu singkat dapat
meningkatkan resiko.
2.1.6.2. Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa
hari. Misalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja,
anak yang sakit, atau ketidak hadiran yang lama dari anggota keluarga.
2.1.6.3. Stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa tahun, seperti selisih perkawinan terus menerus,
kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka
panjang. Makin sering dan makin lama situasi stres, maka tinggi resiko
kesehatan yang ditimbulkan.
2.1.7. Penentuan Tahap Stres
Tingkat stres dapat diukur dengan banyak skala, salah satunya adalah
dengan menggunakan kuesioner Safaria dan Saputra (2009). Kuesioner ini
terdiri dari 20 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert. Kuesioner ini
mengkategorikkan tingkat stres menjadi tiga yaitu, ringan, sedang dan berat.
2.2 Tinjauan Umum Tentang Sleep Paralysis
2.2.1. Pengertian Sleep Paralysis
Menurut The American Sleep Disorder Association (1990) Sleep
paralysis terjadi ketika seseorang berada pada tidur paling dalam saat
seluruh otot relaksasi. Akan tetapi, perubahan tahapan tidur secara
mendadak akibat gangguan siklus tidur menyebabkan seseorang tersadar.
Mendefinisikan bahwa sleep paralysis adalah ketidakmampuan tubuh
mengendalikan otot volunteer selama sleep onset (gypnagogic) atau selama
terbangun di antara waktu malam dan pagi (hypnopompic).
Menurut Gillian (2008) Sleep paralysis didukung dengan halusinasi,
perasaan tercekik, dan sulit menggerakkan lidah. Dalam keadaan ini,
2.2.5.2. Incubus
Jenis ini biasanya disertai dengan keadaan sesak napas, perasaan ditekan
di dada, dan rasa nyeri fisik.
2.2.5.3. Unusual Bodily Experiences
Jenis ini terjadi saat seseorang mengalami perasaan arwah tertarik keluar
dari tubuh.
2.3 Tinjauan Umum Tentang Mahasiswa
2.3.1. Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa ialah seorang peserta didik berusia 18 sampai 25 tahun
yang terdaftar dan menjalani pendidikannnya di perguruan tinggi baik dari
akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Nurnaini,
2014).
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di
universitas, institut atau akademi, mereka yang terdaftar sebagai murid di
perguruan tinggi (Widyastuti, 2012).
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba
ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah
satu bentuk perguruan tinggi, yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah
tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012).
Pengertian mahasiswa secara umum merupakan seseorang yang
belajar di bangku perkuliahan dengan mengambil jurusan yang disenangi
sekaligus jurusan yang di dalamnya ada kemungkinan besar untuk
mengembangkan bakatnya. Tentu saja semakin tinggi mahasiswa dalam
menuntut ilmu di perguruan tinggi akan semakin linier dan spesifik terhadap
ilmu pengetahuan yang digelutinya (Zamhari, 2016).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
mahasiswa adalah seorang peserta didik yang belajar di bangku perkuliahan
dengan mengambil jurusan yang disenangi sekaligus jurusan yang di
dalamnya ada kemungkinan besar untuk mengembangkan bakatnya yang
berusia 18 sampai 25 tahun yang terdaftar dan menjalani pendidikannnya di
perguruan tinggi baik dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan
universitas.
2.3.2. Peranan dan Fungsi Mahasiswa
Peran dan fungsi mahasiswa adalah sebagai berikut:
2.3.2.1. Sebagai Iron Stock
Mahasiswa itu harus bisa menjadi pengganti orang-orang yang memimpin
di pemerintahan nantinya, yang berarti mahasiswa akan menjadi generasi
penerus untuk memimpin bangsa ini nantinya.
2.3.2.2. Agent Of Change
Mahasiswa dituntut untuk menjadi agen perubahan. Disini maksudnya,
jika ada sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar dan itu ternyata salah,
mahasiswa dituntut untuk merubahnya sesuai dengan harapan yang
sesungguhnya.
2.3.2.3. Social Control
Mahasiswa harus mampu mengontrol sosial yang ada di lingkungan
sekitar (lingkungan masyarakat). Jadi, selain pintar di bidang akademis,
mahasiswa harus pintar juga dalam bersosialisasi dengan lingkungan.
2.3.2.4. Moral Force
Mahasiswa diwajibkan untuk menjaga moral-moral yang sudah ada. Jika
di lingkungan sekitarnya terjadi hal-hal yang tak bermoral, maka
mahasiswa dituntut untuk merubah serta meluruskan kembali sesuai
dengan apa yang diharapkan (Sora, 2014).
Strees
Faktor Terjadinya Sleep Paralysis
1. Kurang tidur
2. Kondisi Mental
3. Sleeping on the back,
4. Masalah tidur lainnya,
5. Penyalahgunaan zat kimia
Sleep Paralysis
BAB 3
Keterangan :
Stress
Sleep Paralysis
1. Kurang tidur
2. Sleeping on the back
3. Masalah tidur lainnya,
4. Penyalahgunaan zat kimia
BAB 4
METODE PENELITIAN
N
n= 2
1+ N ( d )
212
n=
1+212(0,05)2
212 212
n=
1+212( 0,0025) 1,53
n=138.5=138 Responden
4.3.3 Sampling
Penilaian sampel diambil dengan metode Purposive Sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Untuk menentukan layak tidaknya sampel yang mewakili populasi untuk
diteliti, ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi
4.3.3.1 Kriteria Inklusi
1. Bersedia menjadi responden
2. Mahasiswa keperawatan dan kebidanan Stikes Marendeng Majene
2019
4.3.3.2 Kriteria Eksklusi
1. Tidak dalam kondisi sakit
2. Tidak kooperatif dalam menyelesaikan proses penelitian
POPULASI
Seluruh mahasiswa Keperawatn dan Kebidanan Stikes
Marendeng Majene sebanyak 212 orang
SAMPEL
138 Responden
SAMPLING
(Purposive Sampling)
KUESIONER KUESIONER
Strees Sleep Paralysis
Analisis Data
HASIL
Penyajian Data
4.9.2 Menghormati Privasi dan Kerahasian Subyek (Respect For Privacy And
Confidentially)
Subyek penelitian memiliki privasi dan hak asasi untuk mendapatkan
kerahasiaan informasi. Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang
menyangkut privasi subyek dan segala informasi tentang dirinya, dengan
meniadakan identitas seperti nama diganti dengan kode berupa nomor,
alamat dan nomor telpon tidak dicantumkan dalam hasil penelitian.
4.9.3 Menghormati Keadilan dan Inklusivitas (Respect For Justice
Inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara jujur,
tepat, cermat, hati-hati, dan professional. Sedangkan prinsip keadilan dalam
penelitian dilakukan tidak ada diskriminasi terhadap kriteria yang tidak
relevan dalam pemilihan responden, namun berdasaran alasan ilmiah yang
berhubungan lansung dengan masalah penelitian.
4.9.4 Mempertahankan Manfaat dan Kerugian Yang Ditimbulkan
(Balangcing Harm And Benefits)
Manfaat yang didapat oleh responden pada penelitian ini adalah
penambahan pengetahuan responden tentang apa itu stress dan sleep
paralysis.