oleh
Kelompok 5
oleh
Mufreda Yuliana Indriani 142310101008
Yessi Anggun Perdana 142310101023
Eka Putri Widyaningtyas 142310101047
Niken Oktaviani 142310101059
Wahyu Ramadhani 142310101064
Mega Rani Wulandari 142310101086
Annisa Clara 142310101123
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah tentang
Konsep Dasar dan Teknik Pengkajian Istirahat Tidur dan Termoregulasi Pada Lansia
dengan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penyusunan tugas ini adalah untuk memenuhi
tugas Keperawatan Gerontik pada semester enam Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan pada makalah ini masih kurang sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi dunia
pendidikan, khususnya dalam lingkup Universitas Jember.
Penyusun,
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian istirahat tidur dan termoregulasi pada lansia
1.2.2 Untuk mengetahui mekanisme istirahat tidur dan termoregulasi pada lansia
1.2.3 Untuk mengetahui gangguan istirahat tidur dan termoregulasi pada lansia
1.2.4 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur dan
termoregulasi pasa lansia
1.2.5 Untuk mengetahui penatalaksanaan istirahat tidur dan termoregulasi pada lanisa
1.2.6 Untuk mengetahui teknik pengkajian istirahat tidur dan termoregulasi pada lansia
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa mampu memahami pengertian istirahat tidur dan termoregulasi pada
lansia
1.3.2 Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme istirahat tidur dan termoregulasi pada
lansia
1.3.3 Mahasiswa mampu menjelaskan gangguan istirahat tidur dan termoregulasi pada
lansia
1.3.4 Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur
dan termoregulasi pasa lansia
1.3.5 Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan istirahat tidur dan termoregulasi
pada lanisa
1.3.6 Mahasiswa mampu menjelaskan teknik pengkajian istirahat tidur dan termoregulasi
pada lansia
BAB 2. TINJAUAN TEORI
Apabila kelima karekteritik tersebut dapat dirasakan oleh klien maka kebutuhan
istirahatnya terpenuhi. Sebaliknya, apabila klien tidak dapat merasakan karakteristik
tersebut maka, kebutuhan istirahat klien belum terpenuhi sehingga diperlukan tindakan
keperawatan untuk memenuhinya. Tidur merupakan perubahan kesadaran dimana
persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Aktivitas fisik yang
minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh dan
penurunan respon stimulus terhadap eksternal merupakan karakteristik tidur (Riyadi &
Widuri, 2015). Menurut Asmadi, tidur merupakan suatu keadaan yang tidak sadar
dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan
dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Waktu yang kita
gunakan untuk tidur hampir sepertiga dari waktu sehari-hari kita. Faktor yang
mempengaruhi gangguan pemenuhan tidur pada seseorang yaitu: faktor fisiologis,
psikologis, lingkungan dan gaya hidup (Potter dan Perry, 2006).
Termoregulasi
Termoregulasi adalah suatu mekanisme pada makhluk hidup dimana makhluk
hidup tersebut dapat mempertahankan suhu internal agar tetap berada pada kisaran
yang dapat ditolelir. Termoregulasi pada manusia berpusat di hypothalamus anterior,
dimana pada hypothalamus anterior tersebut terdapat tiga komponen pengatur atau
penyusun sistem pengaturan panas. Tiga komponen yang berperan dalam pengatur
panas yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen, selain itu termoregulasi
dapat menjaga suhu tubuh agar tetap pada rentan normal karena pada suhu-suhu
tertentu dapat pula terjadi perubahan yang terjadi secara tidak menentu.
Termoregulasi ini mempunyai fungsi yaitu untuk menjaga kestabilan suhu pada
tubuh seseorang. Perubahan termoregulasi banyak terjadi pada lansia dan juga sering
terjadi beberapa gangguan. Gangguan yang terjadi yaitu dikarenakan usia yang sudah
lanjut dengan disertai faktor-faktor resiko yang rentan terjadi pada lanisa. Perubahan
suhu yang terjadi ini diakibatkan perubahan penuaan yang dialami oleh semua orang
khususnya pada lansia. Selain itu kemunduran fungsi-fungsi sistem tubuh juga
mempengaruhi perubahan suhu lansia, sehingga lansia perlu diberikan asuhan
keperawatan mengenai perubahan suhu tubuh yang dialaminya.
Termoregulasi
Di dalam tubuh manusia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu yaitu sensor panas
dan sensor dingin. Kedua jenis sensor tersebut lalu memberi isyarat kepada reseptor
yang menerima langsung dengan cara dikirimkan ke sisitem saraf pusat dan kemudian
dikirim ke saraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas
dilanjutkan ke jantung, paru-paru, dan seluruh tubuh. Setelah terjadi serangkaian
pengiriman sensor tersebut maka akan terjadi umpan balik dimana isyarat diterima
kembali oleh sensor panas dan dingin melalui peredaran darah.
Pada tubuh dengan keadaan suhu rendah, maka cara mengatasi agar suhu tidak
turun lebih rendah lagi tubuh melakukan mekanisme pengaturan suhu. Mekanisme
yang dilakukan adalah dengan rambut-rambut pada kulit menjadi tegak, mengecilnya
pembuluh darah pada kulit, dan terasa menjadi dingin. Keadaan tersebut biasanya
seseorang akan menghangatkan tubuh dengan cara memakai pakaian tebal karena akan
meningkatkan suhu tubuh untuk mengembalikan suhu normalnya kembali.
Sedangkan pada tubuh dengan suhu tinggi, maka tubuh akan mengeluarkan
keringat untuk dapat mengembalikan suhu normalnya. Hal tersebut terjadi karena
sebagian panas dari tubuh hilang melalui pembuluh darah kulit yang melebar, sehingga
keringat pada tubuh dapat dikeluarkan melalui pembuluh darah tersebut untuk menjaga
suhu tubuh tetap keadaan normal.
Perubahan suhu tersebut dapat dikarenakan karena adanya sumber yang
menyebabkan perubahan tersebut. Seseorang pernah mengalami kenaikan atau pun
penurunan suhu tubuh dari batas normal. Sumber yang dapat memunculkan panas pada
tubuh adalah :
a. Adanya metabolisme yang terjadi dalam tubuh. Kegiatan metabolisme tubuh
adalah sumber utama dan pembentukan atau pemberian panas tubuh.
Pembentukan panas dari metabolisme dalam keadaan basal (BMR) ditambah 70
kcal/jam sedang pada waktu kerja (kegiatan otot) bisa naik sampai 20%
b. Bila dalam keadaan dingin seseorang akan menggigil maka produksi panas akan
bertambah 5 kalinya
a. Jangka pendek, keadaan yang berakhir dalam beberapa minggu yang muncul
akibat pengaaman stres yang bersifat sementara. Misalnya kehilangan orang
yang dicintai, tekanan di tempat kerja, kehilangan pekerjaan. Setelah lansia
tersebut mampu beradaptasi terhadap stresor maka gejala insomnia akan hilang.
b. Sementara, kegelisahan pada malam hari yang disebabkan karena perubahan
lingkungan. Misalnya ada kontruksi bangunan, pengalaman yang menimbulkan
ansietas
c. Kronis, keadaan ini berlangsung selama 3 minggu atau bisa seumur hidup yang
disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis akibat
penggunaan obat tidur berlebihan, penggunaan alkohol berlebihan, gangguan
jadwal tidur. 40 % keadaan insomnia disebabkan karena masalah fisik seperti
apnea tidur, sindrom kak gelisah, nyeri kronis karena artritis. Dapat dilakukan
penanganan dengan psikiatri atau medis.
2. Hipersomnia
Hipersomnia adalah tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24 jam dengan
keluhan tidur berlebihan (Stanley,2006). Penyebabnya berhubungan dengan
ketidakefektifan, gaya hidup yang membosankan, depresi. Keadaan ini dapat dilihat
pada orang tersebut mengantuk pada siang hari yang persisten, mengalami serangan
tidur dan tampak mabuk/komatose atau mengantuk pascaensefalitik. Yang sering
terjadi pada lansia hipersomnia adalah keletihan, kelemahan, dan kesulitan
mengingat atau belajar.
3. Apnea Tidur
Apnea tidur adalah berhentinya pernapasan selama tidur. Gangguan ini
diidentifikasi dari gejala mendengkur, berhentinya napas selama 10 detik dan rasa
kantuk disiang hari yang luar biasa. Selama tidur pernapasan dapat berhenti paling
banyak 300 kali dan keadaan apneu ini akan berakhir dalam 10-90 detik. Pria
dewasa dengan riwayat mendengkur keras dan interminten, kondisi obesitas dengan
leher pendek dan besar dapat beresiko mengalami apnea tidur.
Gejala :
a. Dengkuran keras dan periodik
b. Melakukan aktivitas malam hari yang tidak biasa, misalnya berjalan saat tidur,
terjatuh dari tempat tidur, duduk tegak.
c. Gangguan tidur yang sering terbangun di malam hari
d. Perubahan memori
e. Depresi
f. Rasa kantuk yang berlebihan di siang hari
g. Nokturia
h. Sakit kepala dipagi hari
i. Ortopnea akibat apnea tidur
Termoregulasi
Seorang lansia dapat mengalami perubahan suhu atau kemunduran fungsi
termoregulasinya karena dipengaruh oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Usia
Seiring dengan bertambahnya usia maka sistem organ tubuh pada lansia juga
menurun. Salah satu nya yaitu terjadi penurunan fungsi ginjal dimana ginjal ini
dapat menyimpan air. Hal ini berakibat menurunnya sensai haus yang
berkontribusi terhadap tidak adekuatnya cairan dan kehilanagan termoregulasi.
2. Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perubahan sistem termoregulasi
lansia. Lingkungan yang berpengaruh dengan suhu yang tidak menentu salah
satunya adalah kondisi. Kondisi ini dapat mengakibatkan lansia mengalami
hipotermi maupun hipertermi.
3. Psikososial
Lansia dengan kehilangan kemampuan kognitif dapat menjadikan lansia
terganggu sistem termoreguasinya. Lansia dengan isolalsi sosial dan dementia
maka berpengaruh terhadap bagaimana lansia tersebut memakai pakaian yang
sesuai untuk mengatasi masalah perubahan sistem termoregulasi yang
dialaminya. Jika lansia tersebut tidak dapat menentukan pakaian yang sesuai
maka akan mengganggu termoregulasi lansia tersebut.
4. Perubahan persepsi
Lansia dengan penurunan persepsi yang merubah persepsi dingin atau panas
maka akan berperngaruh terhadap persepsi pada perubahan sistem
termoregulasinya
Pencegahan sekunder
Faktor yang harus dikaji
1. Seberapa baik lansia itu tidur di rumah ?
2. Berapa kali lansia terbangun dimalam hari ?
3. Kapan lansia pergi ketempat tidur dan terbangun ?
4. Apa yang dilakukan lansia sebelum tidur ?
5. Latihan apa saja yang dilakukan setiap hari ?
6. Posisi apa yang disukai lansia ketika di tempat tidur ?
7. Apakah jenis lingkungan yang disukai lansia ketika tidur ?
8. Berapa suhu yang disukai lansia ?
9. Berapa banyak ventilasi yang diinginkan ?
10. Obat apa saja yang dikonsumsi lansia ketika menjelang tidur ?
11. Berapa banyak waktu yang dihabiskan lansia untuk menekuni hobinya ?
12. Tanyai mengenai kepuasan hidup dan status kesehatan
Jika tindakan ini gagal dilakukan maka, berikan obat-obatan untuk sementara
waktu. Perawat harus trampil dengan pemberian obat-obatan pada lansia dan
memastikan lansia tidak tidur di siang hari, konfusi, dan disorientasi. Jika terjadi gejala
tersebut maka obat dihentikan dan dilakukan terapi nonfarmakologi.
Pencegahan tersier
Jika terjadi gangguan tidur misalnya apnea tidur nkaa dapat dilakukan tindakan
pengangkatan jaringan yang dapat menyumbat mulut dan memengaruhi jalan napas.
Termoregulasi
Pada sistem termoregulasi lansia terdapat beberapa perubahan yaitu terjadi
hipotermi dan hipertermi. Penatalaksanaan yang dilakukan untuk mengatasi perubahan
suhu lansia adalah :
Hipotermi
1. Menjaga agar suhu di ruangan melebihi 200C
2. Sedia termometer untuk dapat mengukur suhu lansia setiap saat terutama pada
cuaca yang dingin
3. Latihan fisik secara teratur
4. Perhatikan jumlah kalori dari makan dan minum yang masuk dalam tubuh
5. Menghindari obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi hypotalamus
Hipertermi
1. Menganjurkan untuk memakai pakaian yang tipis
2. Banyak minum untuk mencegah terjadinya dehidrasi sewaktu panas
3. Istirahat yang cukup untuk lansia
4. Ketika terjadi demam maka dilakukan kompres hangat dibagian ketiak, lipatan
paha, leher, dan bagian belakang
Termoregulasi
1. Prinsip-prinsip Pengkajian Temperatur
a. Dokumentasikan suhu dasar tubuh klien baik harian maupun musiman.
b. Asumsikan bahwa peningkatan sedikit di atas suhu baseline adalah petunjuk
untuk keberadaan proses patologis.
c. Dokumentasikan suhu aktual dan penyimpangan dari baseline, bukan yang
menggunakan terminologi seperti "demam".
d. Secara hati-hati mengikuti semua prosedur standar untuk pengukuran suhu
yang akurat. Gunakan termometer yang dapat mengukur suhu lebih rendah
dari 95oF (35oC).
e. Pertimbangkan pengaruh pengobatan pengubah temperature ketika
mengevaluasi hasil pengukuran suhu (misalnya, obat-obat demam).
f. Jangan berasumsi bahwa infeksi tentu akan menghadirkan suhu tinggi.
g. Ingatlah bahwa, dengan adanya infeksi, penurunan fungsi atau perubahan
status mental dapat menjadi indikator awal dan lebih akurat dari penyakit
daripada perubahan suhu.
h. Jangan berasumsi bahwa orang lansia akan inisiatif berperilaku kompensasi
atau mengeluh ketidaknyamanan saat terkena suhu lingkungan yang
merugikan.
2. Pertanyaan untuk Mengkaji Faktor Risiko Hipotermia atau Hipertermia
a. Apakah Anda memiliki masalah kesehatan tertentu yang terjadi dalam cuaca
panas atau dingin?
b. Apakah Anda dapat menjaga rumah atau ruang Anda pada suhu yang
nyaman di kedua musim panas dan dingin?
c. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi suhu panas di musim panas?
d. Apakah Anda memiliki kesulitan membayar tagihan listrik Anda?
e. Apa bentuk perlindungan terhadap dingin yang Anda gunakan di musim
dingin (misalnya, selimut listrik, suplemen)?
f. Apakah Anda pernah menerima perawatan medis untuk paparan panas atau
dingin?
g. Pernahkah Anda jatuh dan tidak mampu bangun atau mendapatkan bantuan?
3. Observasi untuk Menilai Faktor Risiko Hipotermia atau Hipertermia
a. Apakah orang tua tinggal di sebuah rumah di mana suhu sekitar di bawah
70oF (21.1oC) selama musim dingin?
b. Apakah klien tersebut meminum alkohol atau mendapat pengobatan
pengubah temperature (lihat kotak 25-1)?
c. Apakah klien hidup sendiri? Jika demikian, berapa frekuensi kontak dengan
luar?
d. Apakah klien memiliki kondisi patologis yang mempengaruhi tubuhnya
dapat terjadi hipotermia (misalnya, endokrin, saraf, atau gangguan
kardiovaskular)?
e. Apakah asupan cairan dan gizi klien adekuat?
f. Apakah klien tersebut memiliki hipotensi postural? (Lihat Tabel 20-2 dan
box 20-1 dan 20-2 untuk kriteria penilaian yang berkaitan dengan hipotensi
postural.)
g. Apakah klien imobilisasi atau menetap? Apakah pernyataan klien terganggu
karena demensia, depresi, atau gangguan psikososial lainnya?
h. Apakah klien tinggal di hunian berventilasi buruk tanpa AC?
i. Apakah kondisi udara sangat panas, lembab, atau tercemar?
j. Apakah klien terlibat dalam latihan aktif selama cuaca panas?
k. Apakah klien memiliki penyakit kronis, seperti diabetes atau gangguan
kardiovaskular, yang mempengaruhi tubuhnya untuk hipertermia?
l. Apakah klien beresiko untuk hiponatremia atau hipokalemia karena
pengobatan atau penyakit kronis?
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap orang membutuhkan istirahat dan tidur agar dapat mempertahankan status
kesehatan pada tingkat yang optimal. Pada dasarnya semakin bertambahnya usia maka
kebutuhan tidur semakin berkurang pada usia 60 tahun ke atas menjadi 6 jam.
Sedangkan termoregulasi adalah suatu mekanisme pada makhluk hidup dimana
makhluk hidup tersebut dapat mempertahankan suhu internal agar tetap berada pada
suhu normal. Keadaan lingkungan dan aktifitas lansia sangat mempengaruhi terjadinya
perubahan suhu pada lansia. Beberapa gangguan istirahat tidur dan termoregulasi pada
lansia adalah insomnia, hipersomnia, apnea tidur, hipertermi, dan hipotermi.
3.2 Saran
Pada lansia diharapkan mampu mengontor persepsi, perasaan, dan memodifikasi
lingkungan agar dapat mencegah terjadinya gangguan yang terjadi pada usia lanjut.
Perawat dan keluarga yang bersangkutan dengan lansia diharapkan mampu memantau
perilaku kebiasaan lansia yang dapat mengganggu kualitas hidup pada usia lanjut.
Dengan dilakukan pencegahan tersebut dapat meningkatkan usia harapan hidup lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, Rika, Ani Triana & Widya Juliarti. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan
Perkembangan. Yogyakarta: Deepublish
Khasanah, Khusnul & Wahyu Hidayat. 2012. Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi
Sosial MANDIRI Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Diponegoro. [Serial Online] http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=74186&val=4707 [diakses pada 9 Maret 2017]
Miller, C.A. 2012. Nursing for Wellness in Older Adulls: Theory and Practice.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin
Nurlela, Siti., Saryono., & Yuniar, Isma. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kualitas Tidur Pasien Post Operasi Laparatomi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Pku Muhammadiyah Gombong. Serial Online : http://fmipa.umri.ac.id/wp-
content/uploads/2016/06/RICKY-faktor-yang-mempengaruhi-tidur-pada-psn-post-
operasi.pdf [diakses pada tanggal 8 Maret 2017]
Pratiwi, Winta Ika. 2016. Upaya Peningkatan Istirahat Tidur Pada Ibu Post Sectio
Caesarea Di Rsu Assalam Gemolong. Serial Online :
http://eprints.ums.ac.id/44494/1/KTI.pdf [diakses pada tanggal 8 Maret 2017]
Riyadi, S., & Widuri, H. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diagnosa
NANDA. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik edisi 2. Jakarta: EGC
Serial Online : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47744/4/Chapter%20II.pdf
[diakses pada tanggal 8 Maret 2017]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39060/5/Chapter%20l.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39060/5/Chapter%20l.pdf
https://www.scribd.com/document/327943312/Chapter-Ll