Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK

KONSEP DASAR DAN TEKNIK PENGKAJIAN ISTIRAHAT TIDUR DAN


TERMOREGULASI PADA LANSIA

oleh
Kelompok 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK

KONSEP DASAR DAN TEKNIK PENGKAJIAN ISTIRAHAT TIDUR DAN


TERMOREGULASI PADA LANSIA
disusun sebagai pemenuhan tugas Keperawatan Gerontik dengan dosen pengampu: Ns.
Kushariyadi, S.Kep.,M.Kep

oleh
Mufreda Yuliana Indriani 142310101008
Yessi Anggun Perdana 142310101023
Eka Putri Widyaningtyas 142310101047
Niken Oktaviani 142310101059
Wahyu Ramadhani 142310101064
Mega Rani Wulandari 142310101086
Annisa Clara 142310101123

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah tentang
Konsep Dasar dan Teknik Pengkajian Istirahat Tidur dan Termoregulasi Pada Lansia
dengan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penyusunan tugas ini adalah untuk memenuhi
tugas Keperawatan Gerontik pada semester enam Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan pada makalah ini masih kurang sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi dunia
pendidikan, khususnya dalam lingkup Universitas Jember.

Jember, Maret 2017

Penyusun,
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan umur harapan hidup dan populasi lanjut usia lansia merupakan salah
satu masalah penting dunia pada abad ke-21 ini, baik di negara maju atau di negara
berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki umur harapan
hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup,
sosial ekonomi, dan pelayanan kesehatan secara umum (Kosasih dkk, 2004). Indonesia
juga termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging
structured population) karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia >60 tahun
(7,18%). Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa dengan usia
harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia sebesar
28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Efendi, 2009).
Proses penuaan secara alamiah (aging proses) pada lansia akan mengalami
perubahan-perubahan baik secara fisik, psikososial, dan spiritual. Terdapat banyak
perubahan fisiologis yang normal pada lansia, dimana perubahan ini bersifat patologis,
tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Salah satu
dampak yang menjadi perhatian adalah pada perubahan pola tidur. Menurut National
Sleep Foundationsekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas
melaporkan mengalami perubahan dalam pola tidurnya dari kondisi normal yaitu
adanya gangguan tidur dan sebanyak 7,3% lansia mengeluh sulit untuk memulai dan
mempertahankan tidurnya. Data di Indonesia menunjukkan kondisi gangguan tidur
dialami sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Masalah tidur lansia dilaporkan
setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% mengalami Insomnia dan sekitar 17%
diantaranya mengalami gangguan tidur yang serius (Boedhi, 1999).
Sesungguhnya pola tidur lansia yang normal akan memberikan dampak terhadap
pemenuhan kualitas tidur yang baik. Hal ini sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk
menyimpan energi saat sel-sel tubuh istirahat, meningkatkan imunitas tubuh dan
mempercepat proses penyembuhan penyakit, juga pada saat tidur tubuh bekerja
Universitas Sumatera Utara memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Umumnya
seseorang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat, jadi istirahat dan tidur sama
pentingnya untuk kesehatan. Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya
dengan kebutuhan makan, aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang
cukup dapat dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu
membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto
dan Wartonah, 2006).
Salah satu metabolisme di dalam tubuh manusia adalah metabolisme suhu atau
termoregulasi. Termoregulasi yang merupakan temperatur tubuh yang mengatur
keseimbangan suhu tubuh yang mengalami fisiologis berdasarkan usia. Dan dalam
makalah ini kita akan membahas termoregulasi pada lansia. Mengapa?. karena
sangatlah penting bagi kita seorang perawat baik perawat pemula maupun perawat ahli
dalam memahami termoregulasi pada lansia, karena suhu dalam tubuh lansia mulai
mengalami perubahan dalam mempertahankan keseimbangan suhu tubuh
(homeostasis).
Biasanya manusia berada dilingkungan yang suhunya lebih dingin pada tubuh
mereka, sehingga ia harus terys menerus menghasilkan panas secaa internal untuk
mempertahankan suhu tubuhnya. Pembentukan panas akhirnya bergantung pada
oksidasi bahan bakar metabolic yang berasal dari makanan. Karena fungsi sel peka
terhadap fluktuasi suhu internal, manusia secara homeostasis mempertahankan shu
pasa tingkat yang optimal bagi kelangsungan metabolic yan stabil.

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian istirahat tidur dan termoregulasi pada lansia
1.2.2 Untuk mengetahui mekanisme istirahat tidur dan termoregulasi pada lansia
1.2.3 Untuk mengetahui gangguan istirahat tidur dan termoregulasi pada lansia
1.2.4 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur dan
termoregulasi pasa lansia
1.2.5 Untuk mengetahui penatalaksanaan istirahat tidur dan termoregulasi pada lanisa
1.2.6 Untuk mengetahui teknik pengkajian istirahat tidur dan termoregulasi pada lansia

1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa mampu memahami pengertian istirahat tidur dan termoregulasi pada
lansia
1.3.2 Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme istirahat tidur dan termoregulasi pada
lansia
1.3.3 Mahasiswa mampu menjelaskan gangguan istirahat tidur dan termoregulasi pada
lansia
1.3.4 Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur
dan termoregulasi pasa lansia
1.3.5 Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan istirahat tidur dan termoregulasi
pada lanisa
1.3.6 Mahasiswa mampu menjelaskan teknik pengkajian istirahat tidur dan termoregulasi
pada lansia
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Istirahat Tidur dan Termoregulasi Pada Lansia


Istirahat Tidur
Setiap orang membutuhkan istirahat dan tidur agar dapat mempertahankan status
kesehatan pada tingkat yang optimal. Kata istirahat mempunyai arti yang sangat luas
meliputi bersantai, menyegarkan diri, diam menganggur setelah melakukan aktivitas,
serta melepaskan diri dari apapun yang membosankan, menyulitkan atau
menjengkelkan. Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi oleh setiap orang. Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang
masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau rangsangan
lainnya (Guyton & Hall,2006). Menurut Asmadi, istirahat adalah suatu keadaan dimana
kegiatan jasmaniah menuruh yang berakibat badan menjadi lebih segar. Seseorang
dapat dikatakan benar-benar beritirahat apabila :
1. Merasa segala sesuatu dapat diatasi dan di bawah kontrolnya.
2. Merasa diterima eksistensinya baik di tempat tinggal, kantor, atau dimanapun. Juga
termasuk ide-idenya diterima oleh orang lain.
3. Bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan.
4. Memiliki kepuasan terhadap aktivitas yang dilakukannya.
5. Mengetahui adanya bantuan sewaktu-waktu bila memerlukan.

Apabila kelima karekteritik tersebut dapat dirasakan oleh klien maka kebutuhan
istirahatnya terpenuhi. Sebaliknya, apabila klien tidak dapat merasakan karakteristik
tersebut maka, kebutuhan istirahat klien belum terpenuhi sehingga diperlukan tindakan
keperawatan untuk memenuhinya. Tidur merupakan perubahan kesadaran dimana
persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Aktivitas fisik yang
minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh dan
penurunan respon stimulus terhadap eksternal merupakan karakteristik tidur (Riyadi &
Widuri, 2015). Menurut Asmadi, tidur merupakan suatu keadaan yang tidak sadar
dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan
dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Waktu yang kita
gunakan untuk tidur hampir sepertiga dari waktu sehari-hari kita. Faktor yang
mempengaruhi gangguan pemenuhan tidur pada seseorang yaitu: faktor fisiologis,
psikologis, lingkungan dan gaya hidup (Potter dan Perry, 2006).
Termoregulasi
Termoregulasi adalah suatu mekanisme pada makhluk hidup dimana makhluk
hidup tersebut dapat mempertahankan suhu internal agar tetap berada pada kisaran
yang dapat ditolelir. Termoregulasi pada manusia berpusat di hypothalamus anterior,
dimana pada hypothalamus anterior tersebut terdapat tiga komponen pengatur atau
penyusun sistem pengaturan panas. Tiga komponen yang berperan dalam pengatur
panas yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen, selain itu termoregulasi
dapat menjaga suhu tubuh agar tetap pada rentan normal karena pada suhu-suhu
tertentu dapat pula terjadi perubahan yang terjadi secara tidak menentu.
Termoregulasi ini mempunyai fungsi yaitu untuk menjaga kestabilan suhu pada
tubuh seseorang. Perubahan termoregulasi banyak terjadi pada lansia dan juga sering
terjadi beberapa gangguan. Gangguan yang terjadi yaitu dikarenakan usia yang sudah
lanjut dengan disertai faktor-faktor resiko yang rentan terjadi pada lanisa. Perubahan
suhu yang terjadi ini diakibatkan perubahan penuaan yang dialami oleh semua orang
khususnya pada lansia. Selain itu kemunduran fungsi-fungsi sistem tubuh juga
mempengaruhi perubahan suhu lansia, sehingga lansia perlu diberikan asuhan
keperawatan mengenai perubahan suhu tubuh yang dialaminya.

2.2 Mekanisme Istirahat Tidur dan Termoregulasi Pada Lansia


Istirahat Tidur
Pengaturan tidur diatur oleh batang otak/ Reticular Activating System dan Bulbal
Synchronizing Region, thalamus dan hormon yang dihasilkan hypothalamus. Di dalam
batang otak menghasilkan serotonin, serotonin merupakan neurotransmitter yang
bertanggung jawab terhadap transfer impuls saraf ke otak yang bekerja menginduksi
rasa kantuk dan keinginan untuk tidur dan juga sebagai modulator kapasitas kerja otak.
Serotonin dalam tubuh akan diubah menjadi melatonin yang merupakan hormon
kotekolamin yang diproduksi secara alami dalam tubuh taanpa menggunakan cahaya.
Pada lansia hormon melatonin akan menurun yang berpengaruh terhadap proses tidur,
pola tidur. Pada usia lanjut, tidur REM cederung memendek dan terjadi penurunan
yang progresif pada tahap NREM. Pada usia lanjut sering kali terbangun pada malam
hari dan membutuhkan banyak waktu untuk tidur kembali.

Siklus tidur pada lansia


Tidur mempunyai beberapa siklus dan semua individu melewati tahap tidur NREM
dan REM selama tidur. Tahap NREM terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Tahap 1 : tahap awat tidur/ transisi/ mudah terbangun dengan stimulus sensory
seperti suara. Ketika klien dibangunkan pada tahap ini, klien merasa seperti telah
melamun.
2. Tahap 2 : tahap tidur ringan. Pada tahap ini relaksasi meningkat, klien masih bisa
dibangunkan. Tahap 2 merupakan periode tidur bersuara.
3. Tahap 3 : tahap awal tidur yang dalam. Orang akan sulit diabngunkan dan jarang
bergerak dan otot-otot berelaksasi.
4. Tahap 4 : tahap paling dalam. Pada tahap ini sullit untuk membangunkan oranng
yang tertidur. Pada klien dengan gangguan tidur akan menghabiskan porsi malam
seimbang pada tahap ini. TTV menurun pada tahap ini jika dibandingkan saat
pasien masih terjaga.
Siklus tidur yang komplit normalnya berlangsung selama 1,5 jam. Setiap harinya
klien melalui empat hingga lima siklus selama 7-8 jam saat tidur. Siklus tersebut
diawali dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. 75-80% siklus tidur adalah
siklus NREM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan
ke tahap IV selama 20 menit. Individu kemudian kembali melalui tahap III dan II
selama 20 menit. Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.
Tahap REM dialami 20-25% dari waktu tidur. Pada tahap REM ditandai dengan tidur
yang dalam, munculnya mimpi, terjadi penurunan gelombang otak, frekuensi nadi,
nafas dan tekanan darah bervariasi.

Pola tidur pada lansia


Pada dasarnya semakin bertambahnya usia maka kebutuhan tidur semakin
berkurang. Pada usia 12 tahun kebutuhan tidur sekitar 8,5 jam, setelah bertambah umur
menjadi 20 tahun kebutuhan tisur cukup 8 jam, pada usia 40 tahun membutuhkan
waktu tidur 7 jam sedangkan pada lansia usia 60 tahun keatas menjadi 6 jam (Alimul,
2006). Perubahan terjadi pada ritme circadian yang menghasilkan peningkatan tidur
lebih awal, bangun lebih awal, dan terbangun di malam hari.
Kebutuhan tidur berkurang dapat disebabkan karena dorongan homeostatik untuk
tidur juga berkurang. Lansia wanita lebih banyak mengalami gangguan tidur
dibandingkan pria. Pada siang hari lansia sering merasa mengantuk, hal ini menicu
terbangunnya lansia pada malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk dan mudah
tidur pada siang hari (Narto, 2011). Pada lansia juga sangat sensitif terhadap stimulus
lingkungan.
Perubahan tidur pada lansia disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang
menurun. Kemampuan fisik berkaitan dengan organ dalam tubuh yang menurun seperti
jantung, paru-paru dan ginjal. Penurunan ini akan berpengaruh terhadap daya tahan
tubuh dan kekebalan tubuh. Adanya perubahan struktur fungsi tidur pada lansia karena
proses penuaan berdampak pada peningkatan jumlah tidur pada tahap I & II, penurunan
jumlah jam tidur pada tahap III & IV, waktu lama untuk memulai tidur, sulit untuk
tidur, terbangun dimalam hari, jumlah jam tidur berkurang, mengantuk pada siang hari
(Loftis and Glover, 1993 : Miller, 1995 dalam Karota-Bukit, 2005).

Kualitas tidur pada Lansia


Kualitas tidur adalah keadaan dari kemampuan individu dalam mempertahankan
tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup mulai dari REM dan NREM (Kozier
and Erb, 1987). Pengkajian pada kualitas tidur didapat dari data subjektif dan objektif
(Craven and Hirnle, 2000). Data subjektif adalah kriteria untuk menentukan kualitas
tidur melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang dialami sehingga dapat
bervariasi setiap individu (Potter and Perry, 2005). Data subjektif berdasarkan total
waktu tidur, lama waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur, frekuensi tebangun
dimalam hari dan waktu bangun di pagi hari (Craven and Hirnle, 2000)
Data objektif didapat dari hasil pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto dan
Wartonah, 2006). Pemeriksaaan fisik dapat dilihat dari lingkaran hitam di sekitar mata,
mata terlihat sayu dan konjungtiva merah. Dilihat dari perilaku dan tingkat energi
biasanya iritabel, kurang perhatian, respon lambat, sering menguap, menarik diri dan
bingung, postur tidak stabil, tangan tremor. Untuk pemeriksaan diagnostik seperti
merekam proes tidur dengan alat EEG (electroencephalogram) untuk melihat aktivitas
listrik otak, EMG (electromyogram) untuk mengukur tonus otot dan EOG
(electrooculogram) untuk melihat pergerakan mata (Potter and Perry, 2001). Penuaan
diikuti perubahan fisik pada sistem saraf. Mulai dari saraf perifer mengalami
degenerasi menyebabkan penurunan kecepatan konduksi sensorik dan motorik.

Termoregulasi
Di dalam tubuh manusia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu yaitu sensor panas
dan sensor dingin. Kedua jenis sensor tersebut lalu memberi isyarat kepada reseptor
yang menerima langsung dengan cara dikirimkan ke sisitem saraf pusat dan kemudian
dikirim ke saraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas
dilanjutkan ke jantung, paru-paru, dan seluruh tubuh. Setelah terjadi serangkaian
pengiriman sensor tersebut maka akan terjadi umpan balik dimana isyarat diterima
kembali oleh sensor panas dan dingin melalui peredaran darah.
Pada tubuh dengan keadaan suhu rendah, maka cara mengatasi agar suhu tidak
turun lebih rendah lagi tubuh melakukan mekanisme pengaturan suhu. Mekanisme
yang dilakukan adalah dengan rambut-rambut pada kulit menjadi tegak, mengecilnya
pembuluh darah pada kulit, dan terasa menjadi dingin. Keadaan tersebut biasanya
seseorang akan menghangatkan tubuh dengan cara memakai pakaian tebal karena akan
meningkatkan suhu tubuh untuk mengembalikan suhu normalnya kembali.
Sedangkan pada tubuh dengan suhu tinggi, maka tubuh akan mengeluarkan
keringat untuk dapat mengembalikan suhu normalnya. Hal tersebut terjadi karena
sebagian panas dari tubuh hilang melalui pembuluh darah kulit yang melebar, sehingga
keringat pada tubuh dapat dikeluarkan melalui pembuluh darah tersebut untuk menjaga
suhu tubuh tetap keadaan normal.
Perubahan suhu tersebut dapat dikarenakan karena adanya sumber yang
menyebabkan perubahan tersebut. Seseorang pernah mengalami kenaikan atau pun
penurunan suhu tubuh dari batas normal. Sumber yang dapat memunculkan panas pada
tubuh adalah :
a. Adanya metabolisme yang terjadi dalam tubuh. Kegiatan metabolisme tubuh
adalah sumber utama dan pembentukan atau pemberian panas tubuh.
Pembentukan panas dari metabolisme dalam keadaan basal (BMR) ditambah 70
kcal/jam sedang pada waktu kerja (kegiatan otot) bisa naik sampai 20%
b. Bila dalam keadaan dingin seseorang akan menggigil maka produksi panas akan
bertambah 5 kalinya

2.3 Gangguan Istirahat Tidur dan Termoregulasi Pada Lansia


Istirahat Tidur
Gangguan tidur menyerang 50 % orang yang berusia 65 tahun keatas yang tinggal
dirumah dan 66 % orang yang tinggal di fasilititas perawatan jangka panjang. Pola
tidur pada lansia mengalami perubahan-perubahan meliputi kelatenan tidue, terbangun
dimalam hari, dan peningkatan jumlah tidur siang.
1. Insomnia
Insomnia adalah gangguan tidur di malam hari pada usia dewasa tua yang
menyebabkan rasa kantuk berlebihan di siang hari (Cole & Richards, 2007).
Insomnia disebut dengan keslitan tidur atau terbangun dari tidur yang dirasa belum
cukup waktu tidurnya (Japardi, 2002). Lansia rentan terhadap insomnia karena
adanya perubahan pola tidur, yang biasanya menyerang pada tahap 4 yaitu tidur
dalam. Insomnia merupakan termasuk gejala maka diperhatikan pada faktor-faktor
biologis, emosional dan medis yang berperan, dan kebiasaan tidur yang buruk.
Jenis insomnia menurut Hidayat 2008 :
a. Insomnia Initial, ketidakmampuan untuk mengawali tidur.
b. Insomnia intermiten, ketidakmampuan mempertahankan tidur.
c. Insomnia terminal, ketidakmampuan untuk tidur kembali seteah bangun
dimalam hari

Insomnia dibagi menjadi 3, yaitu

a. Jangka pendek, keadaan yang berakhir dalam beberapa minggu yang muncul
akibat pengaaman stres yang bersifat sementara. Misalnya kehilangan orang
yang dicintai, tekanan di tempat kerja, kehilangan pekerjaan. Setelah lansia
tersebut mampu beradaptasi terhadap stresor maka gejala insomnia akan hilang.
b. Sementara, kegelisahan pada malam hari yang disebabkan karena perubahan
lingkungan. Misalnya ada kontruksi bangunan, pengalaman yang menimbulkan
ansietas
c. Kronis, keadaan ini berlangsung selama 3 minggu atau bisa seumur hidup yang
disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis akibat
penggunaan obat tidur berlebihan, penggunaan alkohol berlebihan, gangguan
jadwal tidur. 40 % keadaan insomnia disebabkan karena masalah fisik seperti
apnea tidur, sindrom kak gelisah, nyeri kronis karena artritis. Dapat dilakukan
penanganan dengan psikiatri atau medis.
2. Hipersomnia
Hipersomnia adalah tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24 jam dengan
keluhan tidur berlebihan (Stanley,2006). Penyebabnya berhubungan dengan
ketidakefektifan, gaya hidup yang membosankan, depresi. Keadaan ini dapat dilihat
pada orang tersebut mengantuk pada siang hari yang persisten, mengalami serangan
tidur dan tampak mabuk/komatose atau mengantuk pascaensefalitik. Yang sering
terjadi pada lansia hipersomnia adalah keletihan, kelemahan, dan kesulitan
mengingat atau belajar.
3. Apnea Tidur
Apnea tidur adalah berhentinya pernapasan selama tidur. Gangguan ini
diidentifikasi dari gejala mendengkur, berhentinya napas selama 10 detik dan rasa
kantuk disiang hari yang luar biasa. Selama tidur pernapasan dapat berhenti paling
banyak 300 kali dan keadaan apneu ini akan berakhir dalam 10-90 detik. Pria
dewasa dengan riwayat mendengkur keras dan interminten, kondisi obesitas dengan
leher pendek dan besar dapat beresiko mengalami apnea tidur.
Gejala :
a. Dengkuran keras dan periodik
b. Melakukan aktivitas malam hari yang tidak biasa, misalnya berjalan saat tidur,
terjatuh dari tempat tidur, duduk tegak.
c. Gangguan tidur yang sering terbangun di malam hari
d. Perubahan memori
e. Depresi
f. Rasa kantuk yang berlebihan di siang hari
g. Nokturia
h. Sakit kepala dipagi hari
i. Ortopnea akibat apnea tidur

Dapat dilakukan intervensi menurunkan berat badan, pembedahan untuk


mengangkat penumpukan jaringan di area faring, menghindari alkohol dan obat-obatan
yang merangsang untuk terbangun.
Termoregulasi
Ganguan yang terjadi pada sistem termoregulasi lansia adalah :
1. Hipotermi
Respon terhadap lingkungan dingin atau suhu yang rendah. Lansia sering
dikatakan kurang tanggap terhadap lingkungan yang dingin dan tidak segera
tanggap dalam mengatasi hal tersebut. Lansia memiliki resiko lebih besar dari pada
dewasa terhadap perubahan suhu dikarenakan lansia ini memerlukan stimulus lebih
sebelum mengambil tindakan untuk mengatasi masalahnya. Selain itu dengan usia
yang semakin lanjut maka kemampuan ginjal dalam menghemat air dan asupan
cairan juga mengalami penurunan dalam mempertahankan sistem termoregulasi
normal.
2. Hipertermi
Terjadinya hipertermi pada lansia adalah suatu perubahan keadaan suhu di atas
suhu normal. Peningkatan suhu tersebut dipengaruhi salah satunya yaitu kondisi
lingkungan dan juga kondisi lansia yang berada pada kondisi tersebut. Hipertermi
ini juga dapat terjadi jika lansia tersebut melakukan aktifitas secara berlebih dengan
mengkonsumsi cairan yang kurang pada lingkungan panas. Jika volume cairan
tidak cukup untuk memenuhi persyaratan agar dapat bergkeringat yang efektif,
maka hipertemi akan terjadi lebih cepat.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Istirahat Tidur dan Termoregulasi Pada


Lansia
Istirahat Tidur
Faktor yang mempengaruhi gangguan istirahat tidur, Menurut Kim & Moritz, 1982
dalam Maas,2011
1. Usia
Usia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas tidur lansia. Bliwise
1993 dalam Potter &Perry, 2005 menyatakan bahwa kualitas tidur tidur pada lansia
banyak mengalami penurunan. Galea, 2008 mengemukakan bahwa perubahan
kualitas tidur berkaitan dengan usia yang disebabkan adanya peningkatan waktu
yang mengganggu tidur dan pengurangan tidur pada tahap 3 dan 4 NREM.
2. Respon terhadap Penyakit
Penyakit yang diderita lansia menyebabkan ketidaknyamanan fisik, nyeri, masalah
suasana hati yang menyebabkan masalah tidur, kesulitan tidur. (Simonson et al,
2007).
3. Depresi
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan kesedihan, harga diri
rendah, rasa bersalah, putus asa, dan perasaan kosong (Keliat, 1996 dalam Azizah,
2011). Faktor resiko terjadinya depresi karena depresi sebelumnya, riwayat
keluarga tentang depresi, percobaan bunuh diri, kurang dukungan sosiall, stres,
riwayat personal tentang penganiayaan seksual, penyalahgunaan zat (Stuart,2006).
4. Kecemasan
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, kecemasan dialami secara subjektif
dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart 2006). Penelitian Kohort yang
dilakukan Jense et al 1998 dalam Galea, 2008 menyatakan bahwa gangguan tidur
memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan. Kecemasan meningkatkan
kadar norepinefrin di dalam darah melalui stimulus sistem saraf simpatis. Terdapat
dampak gangguan tidur pada tahap 4 NREM dan tidur REM pada lansia (Kozier,
2008)
5. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik adalah sesuatu yang berada di sekitar manusia. Misalnya
kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati (Nurhidayah, Lukman dan
Rakhmawati, 2007). Lingkungan tempat lansia tidur berpengaruh penting terhadap
kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur (Potter & Perry, 2005)
6. Gaya Hidup
Gaya hidup adalah upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam
menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang
mengganggu kesehatan. Keuntungan bergaya hidup sehat adalah merasa tentram,
anam, nyaman, rasa pecaya diri tinggi, hidup seimbang, tidur nyenyak (Promkes
Dinkes Kepri,2010). Dari penelitian Ke-Hsim Chueh, 2009 didapatkan lansia yang
mengkonsumsi alkohol menjelang tidur akan terbangun di malam hari karena
berhubungan dengan aktivitas simpatik akibat meningkatnya kadar alkohol dalam
darah. Penelitian lain menunjukkan bahwa konsumsi alkohol akan memperlihatkan
penurunan dalam tidur tahap 4 atau gelombang tidur yang lambat, terutama pada
alkoholik yang mengalami depresi klinis.

Termoregulasi
Seorang lansia dapat mengalami perubahan suhu atau kemunduran fungsi
termoregulasinya karena dipengaruh oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Usia
Seiring dengan bertambahnya usia maka sistem organ tubuh pada lansia juga
menurun. Salah satu nya yaitu terjadi penurunan fungsi ginjal dimana ginjal ini
dapat menyimpan air. Hal ini berakibat menurunnya sensai haus yang
berkontribusi terhadap tidak adekuatnya cairan dan kehilanagan termoregulasi.
2. Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perubahan sistem termoregulasi
lansia. Lingkungan yang berpengaruh dengan suhu yang tidak menentu salah
satunya adalah kondisi. Kondisi ini dapat mengakibatkan lansia mengalami
hipotermi maupun hipertermi.
3. Psikososial
Lansia dengan kehilangan kemampuan kognitif dapat menjadikan lansia
terganggu sistem termoreguasinya. Lansia dengan isolalsi sosial dan dementia
maka berpengaruh terhadap bagaimana lansia tersebut memakai pakaian yang
sesuai untuk mengatasi masalah perubahan sistem termoregulasi yang
dialaminya. Jika lansia tersebut tidak dapat menentukan pakaian yang sesuai
maka akan mengganggu termoregulasi lansia tersebut.
4. Perubahan persepsi
Lansia dengan penurunan persepsi yang merubah persepsi dingin atau panas
maka akan berperngaruh terhadap persepsi pada perubahan sistem
termoregulasinya

2.5 Penatalaksanaan Gangguan Tidur dan Termoregulasi Pada Lansia


Istirahat Tidur
Pencegahan primer
Peraturan untuk mendapatkan hygiene tidur yang baik untuk pencegahan primer
1. Tidur tidak berlebihan agar merasa segar dan sehat di hari berikutnya, pembatasan
waktu tidur.
2. Waktu bangun yang teratur dipagi hari dapat memperkuat siklus sirkadian dan
menyebabkan awitan tidur menjadi teratur
3. Jumlah latihan yang stabil untuk memperdalam tidur.
4. Kamar tidur kedap suara dapat membantu bagi orang-orang yang tinggal di dekat
kebisingan karena kebisingan akan megganggu tidur.
5. Rasa lapar akan mengganggu tidur jadi siapkan kudapan untuk membantu tidur
6. Konsumsi pil tidur dapat bersifat menguntungkan, namun tidak efektif untuk
digunakan terus menerus
7. Kafein dapat mengganggu tidur jadi hidari mengkonsumsi kafein
8. Alkohol dapat membantu orang untuk tidur namun mengakibatkan tidur menjadi
terputus-putus
9. Penggunaan tembakau secara kronis akan dapat mengganggu tidur
10. Kasur yang baik akan memungkinkan kesejajaran tubuh yang tepat
11. Suhu kamar yang cukup dingin dan nyaman
12. Asupan kalori harus minimal ketika menjelang tidur
13. Latihan ringan di siang hari dan sore hari sangat dianjurkan

Pencegahan sekunder
Faktor yang harus dikaji
1. Seberapa baik lansia itu tidur di rumah ?
2. Berapa kali lansia terbangun dimalam hari ?
3. Kapan lansia pergi ketempat tidur dan terbangun ?
4. Apa yang dilakukan lansia sebelum tidur ?
5. Latihan apa saja yang dilakukan setiap hari ?
6. Posisi apa yang disukai lansia ketika di tempat tidur ?
7. Apakah jenis lingkungan yang disukai lansia ketika tidur ?
8. Berapa suhu yang disukai lansia ?
9. Berapa banyak ventilasi yang diinginkan ?
10. Obat apa saja yang dikonsumsi lansia ketika menjelang tidur ?
11. Berapa banyak waktu yang dihabiskan lansia untuk menekuni hobinya ?
12. Tanyai mengenai kepuasan hidup dan status kesehatan

Menurut Bootzin dan Nicsssio, penatalaksanaan terapeutik adalah cara untuk


mempertahankan kenormalan tidur yaitu
1. Pergi tidur jika mengantuk
2. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur
3. Jika tidak dapat tidur, maka bangun dan pindah ketempat lain kemudian kembali ke
tempat tidur jika sudah merasa benar-benar mengantuk
4. Siapkan alrm dan bangun di waktu yang sama
5. Jangan tidur di siang hari

Intervensi keperawatan dapat dilakukan antara lain :


1. Pertahankan kondisi yang kondusif untuk tidur yang meliputi faktor lingkungan dan
ritual yang dilakukan menjelang tidur
2. Bantu untuk rileks dengan memberikan pijatan kaki, usapan pada punggung atau
kudapan yang diinginkan
3. Memberi posisi yang tepat, menghilangkan nyeri, memberi kehangatan dengan
selimut
4. Menghindari lansia untuk minum kafein menjelang tidur
5. Tidak boleh tidur siang lebih dari 2 jam
6. Latihan ringan setiap hari
7. Mandi air hangat dapat merilekskan tubuh

Jika tindakan ini gagal dilakukan maka, berikan obat-obatan untuk sementara
waktu. Perawat harus trampil dengan pemberian obat-obatan pada lansia dan
memastikan lansia tidak tidur di siang hari, konfusi, dan disorientasi. Jika terjadi gejala
tersebut maka obat dihentikan dan dilakukan terapi nonfarmakologi.

Pencegahan tersier
Jika terjadi gangguan tidur misalnya apnea tidur nkaa dapat dilakukan tindakan
pengangkatan jaringan yang dapat menyumbat mulut dan memengaruhi jalan napas.

Termoregulasi
Pada sistem termoregulasi lansia terdapat beberapa perubahan yaitu terjadi
hipotermi dan hipertermi. Penatalaksanaan yang dilakukan untuk mengatasi perubahan
suhu lansia adalah :
Hipotermi
1. Menjaga agar suhu di ruangan melebihi 200C
2. Sedia termometer untuk dapat mengukur suhu lansia setiap saat terutama pada
cuaca yang dingin
3. Latihan fisik secara teratur
4. Perhatikan jumlah kalori dari makan dan minum yang masuk dalam tubuh
5. Menghindari obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi hypotalamus

Hipertermi
1. Menganjurkan untuk memakai pakaian yang tipis
2. Banyak minum untuk mencegah terjadinya dehidrasi sewaktu panas
3. Istirahat yang cukup untuk lansia
4. Ketika terjadi demam maka dilakukan kompres hangat dibagian ketiak, lipatan
paha, leher, dan bagian belakang

2.6 Teknik Pengkajian Istirahat Tidur dan Termoregulasi Pada Lansia


Istirahat Tidur
Pertanyaan untuk menilai persepsi kualitas dan kecukupan tidur
1. Pada skala 1 sampai 10, apabila nilai sepuluh adalah nilai yang tertinggi, berapa
Anda akan menilai tidur Anda ?
1. Ketika Anda terbangun di pagi hari, Anda merasa seperti telah beristirahat?
2. Apakah Anda merasa mengantuk saat siang hari atau sore hari?
3. Apakah kelelahan mengganggu aktivitas Anda di siang hari ?

Pertanyaan untuk mengidentifikasi peluang untuk dilakukan pendidikan tentang


promosi kesehatan
1. Jelaskan kegiatan yang biasa Anda lakukan saat jam malam sebelum Anda tertidur
2. Pukul berapa biasanya Anda pergi kamar tidur ?
3. Faktor apa saja yang membantu Anda tertidur (misalnya makanan atau minuman,
relaksasi, lingkungan)?
4. Apakah Anda mengkonsumsi obat-obatan untuk membantu Anda tertidur?
5. Apakah Anda mengkonsumsi obat-obatan untuk membantu Anda agar tetap
terjaga di siang hari?
6. Apakah Anda minum-minuman beralkohol atau berkafein, atau mengkonsumsi
obat-obatan yang mengandung alkohol atau kafein saat sore hari atau malam
hari ? (jika ya, berapa banyak dan jenis apa?)
7. Kegiatan apa yang Anda lakukansaat siang hari dan malam hari?
8. Pertanyaan untuk menilai pola tidur saat jam malam
9. Dimana Anda tidur di malam hari (misalnya tempat tidur, sofa, kursi)?
10. Membutuhkan waktu berapa lama anda untuk tertidur setelah anda berbaring di
tempat tidur?
11. Menurut Anda, apakah anda tiduran yang lama sebelum anda benar-benar
tertidur?
12. Setelah Anda tertidur, apakah Anda terbangun pada malam hari? (jika iya, berapa
kali)
13. Hal apa yang mengganggu saat anda tertidur pada malam hari (misalnya bangun
untuk buang air kecil,aktivitas teman sekamar; faktor lingkungan, seperti
kebisingan atau pencahayaan)?
14. Jika perubahan pola hidup terjadi dalam beberapa bulan terahir: apakah pola tidur
Anda berubah sejak ... (misalnya karena Anda datang ke panti jompo ini, sejak
pasangan Anda meninggal)?

Termoregulasi
1. Prinsip-prinsip Pengkajian Temperatur
a. Dokumentasikan suhu dasar tubuh klien baik harian maupun musiman.
b. Asumsikan bahwa peningkatan sedikit di atas suhu baseline adalah petunjuk
untuk keberadaan proses patologis.
c. Dokumentasikan suhu aktual dan penyimpangan dari baseline, bukan yang
menggunakan terminologi seperti "demam".
d. Secara hati-hati mengikuti semua prosedur standar untuk pengukuran suhu
yang akurat. Gunakan termometer yang dapat mengukur suhu lebih rendah
dari 95oF (35oC).
e. Pertimbangkan pengaruh pengobatan pengubah temperature ketika
mengevaluasi hasil pengukuran suhu (misalnya, obat-obat demam).
f. Jangan berasumsi bahwa infeksi tentu akan menghadirkan suhu tinggi.
g. Ingatlah bahwa, dengan adanya infeksi, penurunan fungsi atau perubahan
status mental dapat menjadi indikator awal dan lebih akurat dari penyakit
daripada perubahan suhu.
h. Jangan berasumsi bahwa orang lansia akan inisiatif berperilaku kompensasi
atau mengeluh ketidaknyamanan saat terkena suhu lingkungan yang
merugikan.
2. Pertanyaan untuk Mengkaji Faktor Risiko Hipotermia atau Hipertermia
a. Apakah Anda memiliki masalah kesehatan tertentu yang terjadi dalam cuaca
panas atau dingin?
b. Apakah Anda dapat menjaga rumah atau ruang Anda pada suhu yang
nyaman di kedua musim panas dan dingin?
c. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi suhu panas di musim panas?
d. Apakah Anda memiliki kesulitan membayar tagihan listrik Anda?
e. Apa bentuk perlindungan terhadap dingin yang Anda gunakan di musim
dingin (misalnya, selimut listrik, suplemen)?
f. Apakah Anda pernah menerima perawatan medis untuk paparan panas atau
dingin?
g. Pernahkah Anda jatuh dan tidak mampu bangun atau mendapatkan bantuan?
3. Observasi untuk Menilai Faktor Risiko Hipotermia atau Hipertermia
a. Apakah orang tua tinggal di sebuah rumah di mana suhu sekitar di bawah
70oF (21.1oC) selama musim dingin?
b. Apakah klien tersebut meminum alkohol atau mendapat pengobatan
pengubah temperature (lihat kotak 25-1)?
c. Apakah klien hidup sendiri? Jika demikian, berapa frekuensi kontak dengan
luar?
d. Apakah klien memiliki kondisi patologis yang mempengaruhi tubuhnya
dapat terjadi hipotermia (misalnya, endokrin, saraf, atau gangguan
kardiovaskular)?
e. Apakah asupan cairan dan gizi klien adekuat?
f. Apakah klien tersebut memiliki hipotensi postural? (Lihat Tabel 20-2 dan
box 20-1 dan 20-2 untuk kriteria penilaian yang berkaitan dengan hipotensi
postural.)
g. Apakah klien imobilisasi atau menetap? Apakah pernyataan klien terganggu
karena demensia, depresi, atau gangguan psikososial lainnya?
h. Apakah klien tinggal di hunian berventilasi buruk tanpa AC?
i. Apakah kondisi udara sangat panas, lembab, atau tercemar?
j. Apakah klien terlibat dalam latihan aktif selama cuaca panas?
k. Apakah klien memiliki penyakit kronis, seperti diabetes atau gangguan
kardiovaskular, yang mempengaruhi tubuhnya untuk hipertermia?
l. Apakah klien beresiko untuk hiponatremia atau hipokalemia karena
pengobatan atau penyakit kronis?
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setiap orang membutuhkan istirahat dan tidur agar dapat mempertahankan status
kesehatan pada tingkat yang optimal. Pada dasarnya semakin bertambahnya usia maka
kebutuhan tidur semakin berkurang pada usia 60 tahun ke atas menjadi 6 jam.
Sedangkan termoregulasi adalah suatu mekanisme pada makhluk hidup dimana
makhluk hidup tersebut dapat mempertahankan suhu internal agar tetap berada pada
suhu normal. Keadaan lingkungan dan aktifitas lansia sangat mempengaruhi terjadinya
perubahan suhu pada lansia. Beberapa gangguan istirahat tidur dan termoregulasi pada
lansia adalah insomnia, hipersomnia, apnea tidur, hipertermi, dan hipotermi.

3.2 Saran
Pada lansia diharapkan mampu mengontor persepsi, perasaan, dan memodifikasi
lingkungan agar dapat mencegah terjadinya gangguan yang terjadi pada usia lanjut.
Perawat dan keluarga yang bersangkutan dengan lansia diharapkan mampu memantau
perilaku kebiasaan lansia yang dapat mengganggu kualitas hidup pada usia lanjut.
Dengan dilakukan pencegahan tersebut dapat meningkatkan usia harapan hidup lansia.

DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, Rika, Ani Triana & Widya Juliarti. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan
Perkembangan. Yogyakarta: Deepublish

Azizah, Lilik M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Huda, Chairul. Konsep Tidur pada Lansia. Serial Online : http://s1-


keperawatan.umm.ac.id/files/file/Konsep%20Tidur%20pada%20Lansia.pdf [diakses
pada tanggal 9 Maret 2017]

Khasanah, Khusnul & Wahyu Hidayat. 2012. Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi
Sosial MANDIRI Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Diponegoro. [Serial Online] http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=74186&val=4707 [diakses pada 9 Maret 2017]

Mass, L. Meridean. 2011. Asuhan Keperawatan Gerontik: Diagnosis NANDA, Kriteria


Hasil Noc, & Intervensi NIC. Jakarta: EGC

Meiner, Sue.E. 2006. Gerontologic Nursing . St. Louis, Missouri : Mosby

Miller, C.A. 2012. Nursing for Wellness in Older Adulls: Theory and Practice.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin

Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

Nurlela, Siti., Saryono., & Yuniar, Isma. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kualitas Tidur Pasien Post Operasi Laparatomi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Pku Muhammadiyah Gombong. Serial Online : http://fmipa.umri.ac.id/wp-
content/uploads/2016/06/RICKY-faktor-yang-mempengaruhi-tidur-pada-psn-post-
operasi.pdf [diakses pada tanggal 8 Maret 2017]

Potter dan Perry. 2006. Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC

Pratiwi, Winta Ika. 2016. Upaya Peningkatan Istirahat Tidur Pada Ibu Post Sectio
Caesarea Di Rsu Assalam Gemolong. Serial Online :
http://eprints.ums.ac.id/44494/1/KTI.pdf [diakses pada tanggal 8 Maret 2017]

Riyadi, S., & Widuri, H. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diagnosa
NANDA. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik edisi 2. Jakarta: EGC
Serial Online : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47744/4/Chapter%20II.pdf
[diakses pada tanggal 8 Maret 2017]

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39060/5/Chapter%20l.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39060/5/Chapter%20l.pdf

https://www.scribd.com/document/327943312/Chapter-Ll

Anda mungkin juga menyukai