Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK KEBUTUHAN

ISTIRAHAT TIDUR: INSOMNIA


DOSEN PEMBIMBING : Elsye Rahmawaty, S.Kep.,MKM

Disusun oleh :
Kelompok 2A Tingkat II
1. Ichlasul Amal Fadillah Pasya ( P17120017014)
2. Indah Mayang Sari ( P17120017015)
3. Jumatul Hasanah ( P17120017016)
4. Laila Fazriah ( P17120017017)
5. Mega Permata Sari ( P17120017018)
6. Monika ( P17120017019)
7. Nasrotul Hasanah ( P17120017020)
8. Niken Ayu Larasati ( P17120017021)
9. Nova Dwi Pratiwi ( P17120017022)
10. Pradissa Putri Perdana ( P17120017023)
11. Putri Aulia Ramadhani ( P17120017024)
12. Qonita Zuhdiya ( P17120017025)
13. Ratunoor Salma Khansa Effendi ( P17120017026)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA 1


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Kebutuhan Istirahat Tidur: Insomnia”. Makalah ini di susun dalam rangka
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Gerontik Program Studi
DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta 1.

Dalam penyusunan makalah, kami mendapat dorongan dari berbagai


pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dan secara moril maupun
materil akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam
kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Ibu drg.Ita Astit Karmawati, MARS selaku direktur Poltekkes Kemenkes


Jakarta 1.
2. Ibu Elsye Rahmawaty, S.Kep.,MKM selaku penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan Gerontik.
3. Ibu Elsye Rahmawaty, S.Kep.,MKM. selaku pembimbing dalam pembuatan
makalah ini yang telah membimbing kami.
4. Kedua orangtua tercinta yang telah mensuport kami.
5. Dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dalam proses penyelesaian
makalah ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini


masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan untuk memperbaiki dalam menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, Januari 2019

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang
untuk dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum begitu
mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari pertolongan. Pendapat
yang menyatakan bahwa tidak ada orang yang meninggal karena tidak
tidur adalah tidak benar. Beberapa gangguan tidur dapat mengancam jiwa
baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan fatal
dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya kecelakaan
akibat gangguan tidur. Di Amerika Serikat, biaya kecelakaan yang
berhubungan dengan gangguan tidur per tahun sekitar seratus juta dolar.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan.
Setiap tahun diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa
melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan
tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu
sekitar 67 %. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang
menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter.
Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru,
diabetes, artritis, atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas
tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila dibandingkan dengan lansia
yang sehat. Gangguan tidur dapat meningkatkan biaya penyakit secara
keseluruhan.
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang
signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia
misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan
memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak
semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit
jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih
dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan
seseorang yang lama tidurnya antara 7 sampai 8 jam per hari. Berdasarkan
dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu,
gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain,
gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang
diinduksi oleh zat.
Gangguan tidur sampai bangun dapat disebabkan oleh perubahan
fisiologis misalnya pada proses penuaan normal. Riwayat tentang masalah
tidur, higiene tidur saat ini, riwayat obat yang digunakan, laporan
pasangan, catatan tidur, serta polisomnogram malam hari perlu dievaluasi
pada lansia yang mengeluh gangguan tidur. Keluhan gangguan tidur yang
sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia, gangguan ritme tidur,dan
apnea tidur.

B. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan
kebutuhan istirahat tidur: insomnia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis kebutuhan istirahat tidur:
insomnia.
b. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada lansia
dengan kebutuhan istirahat tidur: insomnia yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi serta evaluasi.
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan
kebutuhan istirahat tidur: insomnia yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementsi, dan evaluasi.

C. Manfaat
1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
keterampilan kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada
lansia dengan kebutuhan istirahat tidur: insomnia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca mengenai
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur: insomnia pada lansia.
3. Sebagai sumber referensi bagi pembaca mengenai pemenuhan
kebutuhan istirahat tidur: insomnia pada lansia.

D. Sistematika Penulisan
Untuk memahami lebih jelas makalah ini, maka uraian-uraian
materi yang tertera pada makalah yang berjudul keperawatan gerontik
kebutuhan istirahat tidur pada pasien insomnia. Insomnia ini
dikelompokan menjadi beberapa subbab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:

1. Bab I pendahuluan berisi tentang latar belakang, perumusan masalah,


tujuan umum dan khusus penulisan, manfaat penulisan dan sistematika
penulisan.
2. Bab II tinjauan teori bab ini berisikan tentang konsep dasar dari
penyakit insomnia seperti: definisi, etiologi, patofisiologi, pathway,
manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksaan medis
3. Bab III konsep asuhan keperawatan bab ini berisikan tentang asuhan
keperawatan pada pasien insomni, asuhan keperawatan tersebut terdiri
dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan dan
evaluasi.
4. Bab IV penutup bab ini berisikan tentangkesimpulan dan saran yang
berkaitan dengan analisa dan optimalisasi sistem berdasarkan ang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur
baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia
inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa
mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun
secara dini dan tidak dapat tidur kembali (Potter, 2010).

Insomnia adalah gangguan tidur yang dialami oleh penderita dengan


gejala selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus-menerus
(lebih dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau selalu terbangun
ditengah malam dan tidak dapat kembali tidur (Yates, 2006).

Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder IV), Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan
untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang
berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu.

The International Classification of Diseases mendefinisikan


Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi
minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan.

Menurut The International Classification of Sleep Disorders,


insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa
tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala
kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau
mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.

B. Definisi Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan
kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur
tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk menjaga
keseimbangan mental emosional, fisiologi, dan kesehatan.
Tidur oleh Johnson dianggap sebagai slah satu kebutuhan fisiologi
manusia. Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup
untuk mempertahankan kesehatn tubuh, dapat terjadi efek efek seperti, pelupa,
konfusi, dan disorientasi, terutama jika deprivasi tidur terjadi untuk waktu yang
lama.
Lansia yang terganggu waktu tidurnya menjadi cepat lupa, disorientasi dan
konfusi: orang yang mengalami kerusakan kognitif menunjukkan peningkatan
kegelisahan, perilaku keluyuran, dan syndrome sundowner (konfusi, agitasi,
dan perilaku terganggu selama sore menjelang senja). Kualitas tidur dapat
dipengaruhi oleh perubahan terkait usia, konsumsi banyak obat, dan gangguan
organic atau mental.

C. Pola Tidur pada Lansia


Tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan bola mata cepat (rapid
eye movement, REM) dan non REM. Tidur non REM dibagi menjadi empat
tahap :
1. Tahap 1 : jatuh tertidur, orang tersebut mudah dibangunkan dan tidak
menyadari ia telah tertidur. Kedutan atau sentakan otot menandakan
relaksasi selama tahap ini.
2. Tahap 2 dan 3 : meliputi tidur dalam yang progresif
3. Tahap 4 : tingkat terdalam, sulit untuk dibangunkan
Tidur tahap 4 sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik. Tahap ini
sangat jelas terlihat menurun pada lansia, tetapi mereka mengetahui akibat dari
penurunan ini. Pola tidur pada lansia ditandai dengan sering terbangun,
penurunan tahap 3 dan 4 waktu non REM, lebih banyak terbangun pada malam
hari dibanding tidur, dan lebih banyak tidur selama siang hari. Tidur siang hari
dapat mengurangi waktu dan kualitas tidur di malam hari pada beberapa lansia.

D. Macam-macam Gangguan Tidur pada Lansia


Tiga keluhan atau gangguan utama dalam memulai dan mempertahankan tidur
banyak terjadi di kalangan lansia.
1. insomnia
adalah gangguan ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan
untuk melakukannya. Keluhan insomnia meliputi ketidakmampuan untuk
tertidur, sering terbangun, ketidakmampuan untuk tidur kembali dan
terbangun pada dini hari. Maka perhatian harus diberikan pada faktor
biologis, emosional dan medis yang berperan.
a). jangka pendek : berakhir beberapa minggu dan muncul akibat
pengalaman stress yang bersifat sementara seperti kehilangan orang
yang dicintai, tekanan ditempat kerja atau kehilangan pekerjaan.
b). sementara : episode malam gelisah yang tidak sering terjadi yang
disebabkan oleh perubahan perubahan lingkungan seperti jet leg,
konstruksi bangunan yang bising, atau pengalaman yang
menimbulkan ansietas.
c). kronis : berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Kondisi ini
dapat disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah
psikologis, pengguanaan obat tidur berlebihan, penggunaan alcohol
berlebihan, gangguan jadwal tidur bangun dan masalah kesehapan
lainnya.
2. Hypersomnia

Hypersomnia dicirikan dengn tidur lenih dari 8 atau 9 jam per periode 24
jam dengan kehuhan tidur berlebihan. Orang tersebut dapat menunujakkan
mengantuk disiang hari yang persistensi, mengalami serangan tidur, tampak
mabuk dan kemotose, atau mengalami mengantuk pada pascaensefalitik.

3. Apnea tidur
Berhentinya pernapasan selama tidur. Gangguan ini diidentifikasi dengan
gangguan mendengkur, berhentinya pernapasan minimal 10 detik, dan rasa
kantyk disiang hari yang luar biasa. Gejala apnea tidur antara lain :
a). dengkuran yang heras dan periode
b). aktivitas pada malam hari yang luar biasa, sewperti: duduk tegak,
berjalan dalam tidur
c). perubahan memori
d). depresi
e). rasa kantuk yang berlebihan disiang hari
f). nokturia
g). sakit kepala dipagi hari
h). ortopnea akibat apnea sidang

E. Penyebab Gangguan Tidur pada Lansia


Gangguan tidur bukan suatu penyakit tetapi merupakan suatu gejala yang
memiliki berbagai penyebab, seperti, kelainan emosional, kelainan fisik dan
pemakaian obat obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun
usia lanjut dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional,
seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau kekuatan. Kadang seseorang lebih
sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Pola terbangun pada
dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur
secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur
kembali.

F. Etiologi

Menurut Khomsan (2009) mengatakan beberapa faktor penyebab insomnia


adalah :

1. Kondisi kejiwaan seperti stress atau gangguan fisik disekitarnya.

2. Tidur siang yang berlebihan.

3. Lingkungan fisik berupa suara bising didekat tempat tinggal seperti bunyi
mesin pabrik atau kereta api yang melintas.

4. Suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, dan juga perubahan
suasana lingkungan.

5. Terlalu banyak minum kopi atau minuman berkafein, mengisap rokok, atau
minum minuman beralkohol menjelang tidur. Kafein dapat meningkatkan
denyut jantung, alkohol menguras vitamin B yang mendukung sistem saraf
dan nikotin bersifat neurostimulan yang justru membangkitkan semangat.
6. Kurang olahraga

Dalam tidur secara higienis, olahraga sangat berpengaruh terhadap pola


tidur yang berkualitas. Kurangnya olahraga merupakan salah satu faktor
sulitnya tidur yang cukup signifikan.

G. Patofisiologi

Etiologi dan patofisiologi insomnia belum bisa dijelaskan secara pasti


tetapi insomnia dihubungkan dengan hipotesis peningkatan arousal. Arousal
dikaitkan dengan struktur yang memicu kesiagaa di
ARAS (ascending reticular activating system),hipotalamus, basalforebrain
yang berinteraksi dengan pusat pemicu tidur pada otak di anterior hipotalamus
dan thalamus. Hyperarousal merupakan keadaan yang ditandai dengan
tingginya tingkat kesiagaan yang merupakan respon terhadap situasi spesifik
seperti lingkungan tidur.

Data psikofisiologi dan metabolik dari hyperarousal pada pasien insomnia


meliputi peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan penurunan varia
si periode jantung selama tidur. Kecepatan metabolik seluruh tubuh dihitung
melalui penggunaan oksigen persatuan waktu ternyata lebih tinggi pada pasien
insomnia dibandingkan pada orang normal.

Data elektrofisiologi hyperarousal menunjukkan peningkatan frekuensi gel


ombang beta ada EEG selama tidur NREM. Aktivitas gelombang beta dikaitka
n dengan aktivitas gelombang otak selam terjaga. Penurunan dorongan tidur
pada pasien insomnia dikaitkan dengan penurunan aktivitas gelombang delta.

Data neuro endokrin tentang hyperarousal menunjukan peningkatan level


kortisol dan adreno kortikoid (ACTH) sebelum dan selama tidur, terutama pada
setengah bagian pertama tidur pada pasien insomnia. Penurunan level
melatonin tidak konsisten ditemukan.

Data menurut functional neuroanatomi studiesof arousal tentang


hyperarousalmenunjukan pola aktivitas metabolisme regional otak selama tidur
NREM melalui SPECT (singlephoton emission computer tomography) dan
PET ( positron emissiontomography). Pada penelitian PET yang pertama pada
insomnia primer terjadi peningkatan kecepatan metabolisme glukosa baik pada
waktu tidur maupun terjaga. Selama terjaga,
pada pasien insomnia primer ditemukan penurunan aktivitas dorselateral prefro
ntal cortical. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
hyperarousal pada tidur NREM dan hypoarousal frontal selama terjaga, hal
inilah yang menyebabkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien baik
pada saat terjaga maupun tidur.

Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena depresi berat terjadi
peningkatan gelombang beta yang berkaitan dengan
peningkatan aktivitas metabolik di kortek orbitofrontal dan
mengelukan kualitas tidur yang buruk, hal ini juga mendukung hipotesis
mengenai hyperarousal. Pada pemeriksaan SPECT pada pasien insomnia
primer, selama tidur NREM terjadi hipoperfusi di berbagai tempat yang paling
jelas pada basal ganglia. Kesimpulan penelitian imaging mulai menunjukkan
perubahan fungsi neuroanatomi selamatidur NREM yang berkaitan dengan
insomnia primer maupun sekunder.
H. Tanda & Gejala
Beberapa gejala bagi penderita insomnia menurut Yates (2006) adalah sebagai
berikut :
1. Tidur tidak nyenyak ataupun bangun terlalu dini.
2. Takut menghadapi malam hari karena anda susah sulit.
3. Mudah tersinggung atas hal yang tidak penting.
4. Mengkonsumsi obat tidur dalam beberapa bulan terakhir.
5. Menggunakan rokok, alkohol atau obat-obatan untuk menenangkan diri
dan membantu untuk tidur.
6. Kecanduan obat, terutama yang mengandung zat penenang.
7. Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
8. Sering terbangun pada malam hari
9. Bangun tidur terlalu awal
10. Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
11. Iritabilitas, depresi atau kecemasan
12. Konsentrasi dan perhatian berkurang
13. Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
14. Ketegangan dan sakit kepala
15. Gejala gastrointestinal
Beberapa orang yang hidup dengan insomnia kronis terkadang melihat sesuatu
seolah-olah dalam gerakan lambat, dan objek yang bergerak terlihat campur
aduk, bahkan menyebabkan penglihatan ganda. Biasanya, insomnia kronis
juga disertai keluhan nyeri kepala (Purwanto, 2008). Adapun tanda umumnya
adalah:
1. Adanya gangguan tidur yang bervariasi dari ringan sampai parah
2. Sulit jatuh kedalam fase tidur
3. Sering terbangun di malam hari
4. Saat terbangun sulit untuk tidur kembali
5. Terbangun terlalu pagi
6. Terbangun terlalu cepat
7. Tidur yang tidak memulihkan
8. Pikiran seolah dipenuhi berbagai hal
9. Selalu kelelahan di siang hari
10. Penat
11. Mengantuk
12. Sulit Berkonsentrasi
13. Lekas marah/emosi
14. Merasa tidak mendapat tidur yang cukup
15. Sering sakit / nyeri kepala

I. Komplikasi Insomnia
Tidur sangatlah penting bagi kesehatan, sama pentingnya dengan diet
dan olahraga. Insomnia juga dapat memengaruhi kondisi fisik dan mental
Anda. Penderita insomnia sering mengeluhkan menurunnya kualitas hidup
dari sebelumnya. Komplikasi insomnia yang dapat timbul dalam kehidupan
sehari-hari pada penderita insomnia, seperti:
a. Menurunnya performa dan prestasi kerja atau sekolah.
b. Respons yang lemah atau kewaspadaan yang menurun saat mengendarai
kendaraan dan mempermudah timbulnya kecelakaan.
c. Kegemukan atau obesitas
d. Meningkatkan risiko penyakit kronis, seperti tekanan darah tinggi, kencing
manis dan penyakit jantung.

J. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboraturium klinik : Blood Gaze Analyzes (BGA).
Analisa gas darah dilakukan untuk mengukur kadar asam basa (pH) untuk
mengetahui bila darah terlalu asam (asidosis) atau basa (alkalosis), serta
untuk mengetahui apakah tekanan oksigen dalam darah terlalu rendah
(hipoksia), atau karbon dioksida terlalu tinggi (hiperkarbia).
b. Pemeriksaan di laboraturium tidur. dengan perhitungan :
1) Apneu-hipopneu index (AHI).
Apnea-Hypopnoea Index (AHI) adalah indeks yang digunakan untuk
menunjukkan tingkat keparahan apnea tidur. Ini diwakili oleh jumlah
kejadian apnea dan hipopnea per jam tidur. Apnea (berhenti bernapas)
harus bertahan setidaknya 10 detik dan dikaitkan dengan penurunan
oksigenasi darah. Menggabungkan AHI dan desaturasi oksigen
memberikan skor keparahan apnea tidur keseluruhan yang
mengevaluasi jumlah gangguan tidur dan tingkat desaturasi oksigen
(kadar oksigen rendah dalam darah).

2) Multiple Sleep Lately Test (MSLT).


Multiple Sleep Latency Test adalah alat diagnostik gangguan tidur. Ini
digunakan untuk mengukur waktu yang telah berlalu dari awal periode
tidur siang hari hingga tanda-tanda tidur pertama, yang disebut latensi
tidur. Tes ini didasarkan pada gagasan bahwa orang yang lebih
mengantuk, semakin cepat mereka tertidur.

c. Pencitraan :
1) Refleksi akustik
2) Pemeriksaan radiologi sefalometri.
Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran
kuantitatifbagianbagian tertentu kepala untukmendapatkan informasi
tentang polakraniofasial (pola tulang kepala dan wajah).
3) CT-Scan jalan napas ( kemungkinan Tumor Nasofaring/Orofaring
posterior).
4) MRI.

K. Penatalaksanaan Medis
Setelah diagnosis ditegakkan, dilanjutkan dengan rencana
penanganan. Penanganan insomnia pada usia lanjut terdiri dari terapi
nonfarmakologi dan farmakologi. Tujuan terapi adalah menghilangkan gejala,
meningkatkan produktivitas dan fungsi kognitifsehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pada pasien usia lanjut.

1. Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi khususnya behavioral therapies efektif sebagai
farmakoterapidan diharapkan menjadi pilihan pertama untuk insomnia kro
nis pada pasien usia lanjut. Behavioral therapies terdiri dari beberapa
metode yang dapat diterapakan baiksecara tunggal maupun kombinasi
yaitu :
a. Stimulus control
Melalui metode ini pasien diedukasi untuk mengunakan tempat
tidur hanya untuk tidur dan menghindari aktivitas lain seperti membaca
dan menonton tv di tempat tidur.Ketika mengantuk pasien datang ke
tempat tidur, akan tetapi jika selama15- 20 menit berada disana pasien
tidak bisa tidur maka pasien harus bangun danmelakukan aktivitas lain
sampai merasa mengantuk baru kembali ke tempat tidur.Metode ini
juga harus didukung oleh suasana kamar yang tenang sehingga
mempercepat pasien untuk tertidur. Dengan metode terapi ini, pasien
mengalami peningkatan durasi tidur sekitar 30-40 menit.
Terapi ini tidak hanya bermanfaat untuk insomnia primer tapi juga
untuk insomnia sekunder jika dikombinasi dengan sleep hygiene dan
terapi relaksasi.
b. Sleep restriction
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur dan
meningkatkansleepefficiency Pasien diedukasi agar tidak tidur terlalu
lama dengan mengurangi frekuensi berada di tempat tidur. Terlalu lama
di tempat tidur akan menyebabkan pola tidur jadi terpecah. Pada usia
lanjut yang sudah tidak beraktivitas lebih senang menghabiskan
waktunya di tempat tidur namun, berdampak burukkarena pola tidur
menjadi tidak teratur. Melalui Sleep Restriction ini diharapkan dapat
menentukan waktu dan lamanya tidur yang disesuaikan dengan
kebutuhan.
c. Sleep hygiene
Sleep Higiene bertujuan untuk mengubah pola hidup pasien dan
lingkungannyasehingga dapat meningkatkan kualitas tidur. Hal-hal
yang dapat dilakukan pasienuntuk meningkatkan Sleep Higiene yaitu:
olahraga secara teratur pada pagi hari,tidur secara teratur, melakukan
aktivitas yang merupakan hobi dari usia lanjut,mengurangi konsumsi
kafein, mengatur waktu bangun pagi, menghindari merokok dan minum
alkohol 2 jam sebelum tidur dan tidak makan
daging terlalu banyak sekitar 2 jam sebelum tidur.
d. Terapi relaksasi
Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut yang
mudah terjaga dimalam hari saat tidur. Pada beberapa usia lanjut
mengalami kesulitan untuktertidur kembali setelah terjaga. Metode
terapi relaksasi meliputi: melakukan relaksasi otot, guided imagery,
latihan pernapasan dengan diafragma, yoga ataumeditasi. Pada pasien
usia lanjut sangat sulit melakukan metode ini karena
tingkatkepatuhannya sangat rendah.
e. Cognitive behavioral therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan psikoterapi
kombinasi yang terdiri dari: stimulus control, sleep retriction, terapi
kognitif dengan atau tanpaterapi relaksasi.Terapi ini bertujuan untuk
mengubah maladaftive sleep belief menjadi adaftive sleep belief.
Sebagai contoh: pasien memiliki kepercayaan harus tidur selama 8 jam
setiap malam, jika pasien tidur kurang dari 8 jam
maka pasien merasa kualitas tidurnya menurun. Hal ini harus dirubah
mengingat yangmenentukan kualitas tidur tidak hanya durasi tetapi
kedalaman tidur. Dari penelitian yang dilakukan dengan metode
randomized controlled studies oleh NIH state-of-the-
science Conference on Chronic Insomnia menyimpulkan CBT efektif
pada insomnia kronis. Chesson et al mengindikasikan CBT
sebagaiterapi tunggal sedangkan Morin et al mengemukakan bahwa
CBT harus dikombinasikan dengan terapi lain untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Randomized placebo-controlled trial oleh Morin
et al pada 78 sampel (CBT= 18 sampel, Temazepam = 20 sampel,
kombinasi CBT dengan Temazepam = 20 sampel, placebo
= 20 sampel) berumur rata-rata 65 tahun yang membandingkan antara
CBT, temazepam dan plasebo disimpulkan bahwa CBT lebih efektif
dari temazepam. CBT dapat menurunkan wake after sleep
onset sebesar 55%sedangkan temazepam hanya 46,5%.

2. Terapi Farmakologi
Seperti pada terapi nonfarmakologi, tujuan terapi farmakologi
adalah untuk menghilangkan keluhan pasien sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pada usia lanjut. Ada lima prinsip dalam terapi farmakologi
yaitu: menggunakan dosis yang rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan
bersifat intermiten ( 3 - 4 kali dalam seminggu ) , pengobatan jangka
pendek (3minggu), penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan
pada gejala insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Selain kelima prinsip diatas,
dalam memberikan obat harus memperhatikan perubahan
farmakokinetik dan farmokodinamik pada usia lanjut. Dengan
pertambahan umur akan terjadi perubahan dalam distribusi, metabolisme
dan eliminasi obat yang berkaitan erat dengan timbulnya efek samping
obat. Terapi farmakologi yang palingefektif untuk insomnia adalah
golongan Benzodiazepine (BZDs) atau non-Benzodiazepine. Obat
golongan lain yang digunakan dalam terapi insomnia adalah
golongan sedating antidepressant, antihistamin, antipsikotik. Menurut The
NIH state-of-the-Science Conference obat hipnotik baru seperti
eszopiclone, ramelteon, zaleplon,zolpidem dan zolpidem MR lebih efektif
dan aman untuk usia lanjut. Beberapa obathipnotik yang aman untuk usia
lanjut yaitu:
a. Benzodiazepine
Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering digunakan
untuk mengobatiinsomnia pada usia lanjut.1,2 BZDs menimbulkan efek
sedasi karena bekerja secara langsung pada reseptor
benzodiazepine. Efek yang ditimbulkan oleh BZDs adalah
menurunkan frekuensi tidur pada fase REM, menurunkan sleep latency,
dan mencegah pasien terjaga di malam hari. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikandalam pemberian BZDs pada usia lanjut mengingat
terjadinya Perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik terkait
pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs tidak dipengaruhi oleh penuaan
akan tetapi peningkatan masa lemak pada lanjut usia akan
meningkatkan drug-elimination half life, disamping itu pada usia lanjut
lebih sensitif terhadap BZDs meskipun memiliki konsentrasi yang sama
jika dibandingkan dengan pasien usia muda. Pilihan pertama
adalah short-acting BZDs serta dihindari pemakaian long acting BZDs.
BZDs digunakan untuk transient insomnia karena tidak
dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Penggunaan lebih dari 4
minggu akan menyebabkan tolerance dan ketergantungan.Golongan
BZDs yang paling sering dipakai adalahtemazepam, termasuk
intermediate acting BZDs karena memiliki waktu paruh 8-
20 jam. Dosis temazepam adalah 15-30 mg setiap malam.
Efek samping BZDs meliputi:gangguan psikomotor dan memori
pada pasien yang diterapi short-acting BZDssedangkan residual
sedation muncul pada pasien yang mendapat terapi long acting BZDs.
Pada pasien yang menggunakan BZDs jangka panjang akan
menimbulkan resikoketergantungan,daytime sedation, jatuh, kecelakaan
dan fraktur.

b. Non-Benzodiazepine
Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif
pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini efektif pada
usia lanjut karena dapat diberikan dalam dosis yang rendah. Obat
golongan ini juga mengurangi efek hipotoni otot, gangguan prilaku,
kekambuhan insomnia jika dibandingkan dengan obat golongan BZDs.
Zaleplon, zolpidem dan Eszopiclone berfungsi untuk
mengurangi sleep latency sedangkan ramelteon (melatonin receptor
agonist) digunakan pada pasien yang mengalami kesulitan untuk
mengawali tidur. Obat golongan non-benzodiazepine yangaman pada
usia lanjut yaitu:
1) Zaleplon
Ancoli- Israel menemukan keefektifan dan keamanan dari
zaleplon pada usialanjut. Zaleplon dapat digunakan jangka
pendek maupun jangka panjang, tidak ditemukan terjadinya
kekambuhan atau withdrawal symptom setelah obatdihentikan.
Dosis dari zaleplon 5-10 mg, akan tetapi waktu paruhnya hanya
1 jam.
2) Zolpidem
Zolpidem merupakan obat hipnotik yang berikatan secara selektif
pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Efektif pada usia
lanjut karena tidakmempengaruhi sleep architecture. Zolpidem
memiliki waktu paruh 2,5-2,9 jamdengan dosis 5-10 mg. Zolpidem
merupakan kontraindikasi pada sleep relatedbreathing disorderdan
gangguan hati. Efek samping dari zolpidem adalah mual, dizziness,
dan efek ketergantungan jika digunakan lebih dari 4 minggu.
3) Eszopiclone
Golongan non-benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh
paling lama adalah eszopiclone yaitu selama 5 jam pada pasien usia
lanjut.Scharf etal dalam penelitiannya menyimpulkan eszopiclone
2 mg dapat menurunkan sleep latency, meningkatkan kualitas dan
kedalaman tidur, meningkatkan TST pada pasien usia lanjut dengan
insomniaprimer. Krystal AD et al dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa eszopiclone 3 mg setiap malam dapat
membantu mempertahankan tidur dan meningkatkan kualitas tidur
pada pasien usia lanjutdengan insomnia kronik.
4) Melatonin reseptor agonist
Melatonin Reseptor Agonist (Ramelteon) obat baru yang
direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
terapi insomnia kronis pada usialanjut. Ramelteon bekerja secara
selektif pada reseptor melatonin MT1 dan MT2. Dalam penelitian
yang dilakukan dengan metode A randomized, double blind study
selama 5 minggu pada 829 sampel berumur rata-rata 72,4 tahun
dengan chronic primary insomnia disimpulkan terjadi
penurunan sleep latencydan peningkatan TST pada minggu pertama.
Ramelteon tidak menimbulkan withdrawal effect.
5) Sedating Antidepressant
Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien insomnia yang
diakibatkan oleh depresi. Amitriptiline adalah salah
satu sedating antidepressant yang digunakan sebagai obat insomnia,
akan tetapi pada usia lanjut menimbulkan beberapa efek
samping yaitu takikardi, retensi urin, konstipasi, gagguan fungsi
kognitif dan delirium. Pada pasien usia lanjut juga dihindari
penggunaan trisiklikanti depresan. Obat yang paling sering
digunakan adalah trazodone.Walsh dan Schweitzer menemukan
bahwa trazodone dosis rendah efektif pada pasien yangmengalami
insomnia oleh karena obat psikotik atau monoamnie oxidase
inhibitor dan pada pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap
BZDs. Dosis trazodone adalah 25-50 mg perhari, efek samping dari
trazodone adalah: kelelahan, gangguan sistem pencernaan, dizziness,
mulut kering, sakit kepala dan hipotensi.

L. Lansia dengan Insomnia


Lansia merupakan istilah bagi seseorang yang telah memasuki
periode dewasa akhir atau usia lanjut. Dimana usia lanjut adalah seseorang
dengan usia 60 tahun keatas dengan pengelompokan World Health
Organization (WHO) yang menyatakan terdapat tiga pengelompokkan usia
pada orang tua yang terdiri dari:
1. Usia lanjut (elderly) 60 – 74 tahun
2. Usia tua (old) 75 – 90 tahun
3. Usia sangat lanjut (Very old) adalah diatas 90 tahun (Prayitno,2002)
Didalam undang-undang Republik Indonesia No.13 tahun 1998 yang
berisi tentang kesejahteraaan lansia dinyatakan juga bahwa, lansia adalah
laki-laki maupun perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih. Dimana
dalam usia ini, kemampuan fisik dan kognitif yang dimiliki telah menurun.
Gangguan kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah immobility
(tidak dapat bergerak), instability (tidak stabil saat berjalan), intellectual
impairment (gangguan Intelektual), isolation (depresi), impotance
(Impotensi), immune deficiency (defisiensi daya tahan tubuh, infection
(infeksi), inatition (kurang gizi), dan insomnia (gangguan tidur)
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Kebutuhan Istirahat Dan Tidur


1. Pengkajian umum

Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung ja#ab pasien dengan


format nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku bangsa,
alamat, pendidikan,diagnose medis, sumber biaya, hubungan antara pasien
dengan penanggung jawab

2. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama : Perawat memfokuskan pada hal-hal yang


menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan seperti:

1. Apa yang dirasakan klien


2. Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba
atau perlahan dan sejak kapan dirasakan
3. Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
4. Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat mengganggu klien
2) Riwayat Penyakit Sekarang

Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang sudah berlangsung lama
bila dihubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya, namun
karena tidak mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan

3) Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji kondisi kesehatan klien untuk menilai ada tidaknyahubungan


dengan penyakit yang sedang dialami oleh klien. Meliputi pengkajian
apakah mengalami alergi atau penyakit keturunan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu

meliputi pengkajian apakah gangguan yang dirasakan pertama kali atau


sudah sering mengalami gangguan pola tidur.

5) Kebutuhan Biopsikososial Spiritual

1) Bernapas
2) Nutrisi
3) Eliminasi
4) Aktivitas
5) Istirahat tidur
6) Berpakaian
7) Pengaturan suhu tubuh
8) Personal hygiene
9) Rasa aman nyaman
10) Komunikasi
11) Spiritual
12) Rekreasi
13) Bekerja
14) Pengetahuan atau belajar
6) Data Pengkajian Fisik

1) Keadan umum pasien


meliputi kesadaran, postur tubuh, kebersihan diri, turgor kulit,
warna kulit.
2) Gejala kardial
meliputi suhu, tensi, nadi, dan napas
3) Keadaan fisik
meliputi pengkajian dari head to toe meliputi kepala, mata, hidung,
mulut, telinga, leher, thoraks, abdomen, dan ektermitas. Secara
umum , teknik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam
memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah :
Inpeksi,Palpasi, Auskultasi, dan Perkusi.

7) Data pemeriksaan penunjang

Meliputi data laboratorium dan cek laboratorium yang telah dilakukan


pasien baik selama perawatan maupun baru masuk rumah sakit.

8) Pengkajian Psikososial

Mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga , teman dan serta


bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit

B. Diagnosa Kebutuhan Istirahat dan Tidur

a) Gangguan pola tidur

1) Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor


exsternal .

2) Etiologi :

 Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu


lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan atau tindakan).
 Kurangnya control tidur
 Kurangnya privasi
 Restraint fisik
 Ketiadaan teman tidur
 Tidak familiar dengan peralatan tidur
3) Gejala tanda mayor :
a) Subjektif
 Mengeluh sulit tidur
 Mengeluh sering terjaga
 Mengeluh tidak puas tidur
 Pengeluh pola tidur berubah
 Mengeluh istirahat tidak cukup

b) Objektif

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif

 Mengeluh kemampuan aktivitas menurun

b) Objektif

5) Kondisi Klinis Terkait

 Nyeri kronik

 Hipertiroidisme

 Kecemasan

 Penyakit paru obstruktif kronik

 Kehamilan

 Periode pasca partum

 Kondisi pasca operasi

b). Ansietas

1) Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap


objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkin individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

2) Etiologi

 Krisis situasional
 Kebutuhan tidak terpenuhi
 Krisi matursional
 Ancaman terhadap konsep diri
 Ancaman terhadap kematian
 Kekawatiran mengalami kegagalan
 Disfungsi system keluarga
 Hubungan orang tua dan anak tidak memuaskan
 Factor keturunan
 Penyalahgunaan zat
 Terpapar bahaya lingku8ngan
 Kurang terpapar informasi
3) Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
 Merasa bingung
 Merasa kawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
 Sulit berkonsentrasi
b)Objektif
 Tampak gelisah
 Tampak tegang
 Sulit tidur
4) Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
 Mengeluh pusing
 Anoreksia
 Palpitasi
 Merasa tidak berdaya
b) Objektif
 Frekuensi napas meningkat
 Frekuensi nadi meningkat
 Tekanan darah meningkat
 Diaphoresis
 Tremor
 Muka tampak pucat
 Suara bergetar
 Kontak mata buruk
 Sering berkemih
 Berorientasi pada masa lalu

C. Intervensi Keperawatan

a) Gangguan Pola Tidur

1) Tujuan yang diharapkan :

 Klien dapat tidur 6-8 jam setiap malam

 Kebutuhan tidur pasien dapat terpenuhi

2) Intervensi :

 Kaji Pola Tidur

Rasional : Untuk mengetahui bagaimana pola tidur dan


kemudahan klien dalam tidur.

 Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien

 Kaji faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut,


stress, ansietas, imobilitas, gangguan eliminasi seperti sering
berkemih, gangguan metabolisme, gangguan transportasi,
lingkungan yang asing, temperature, aktivitas yang tidak adekuat)

Rasional : Untuk mengidentifikasi penyebab aktual dari gangguan


tidur.

 Ciptakan suasana nyaman, kurangi atau hilangkan distraksi


lingkungan dan gangguan tidur

Rasional : Untuk membantu relaksasi saat tidur.

 Minta klien untuk membatasi asupan cairan pada malam hari dan
berkemih sebelum tidur

Rasional : Berkemih malam hari dapat mengganggu tidur.


 Anjurkan atau berikan perawatan pada petang hari (mis; hygiene
personal, linen dan baju tidur yang bersih)

Rasional : Kenyaman dalam tubuh pasien terkait kebersihan diri


dan pakai

 Gunakan alat bantu tidur (misal; air hangat untuk kompres


rilaksasi otot, bahan bacaan, pijatan di punggung, music yang
lembut, dll)

Rasional : Memudahkan dalam mendapatkan tidur yang optimal

 Ajarkan relaksasi distraksi

Rasional : Untuk menenangkan pikiran dari kegelisahan dan


mengurangi ketegangan otot

 Beri obat dengan kolaborasi dokter.

Rasional : Pemberian obat sesuai jadwalnya.

b) Ansietas
1) Tujuan yang diharapkan :
 Kecemasan klien berkurang
 Insomnia dapat teratasi
2) Intervensi
 Kaji kecemasan klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien
 Beri terapi dzikir dan Spiritual Emotional Freedom Technique
Anxiety reduction:
 Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
 Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi
 Dengarkan keluhan klien dengan penuh perhatian
 Instrusikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : Untuk menenangkan klien dari kecemasan sehingga bisa
cepat tidur
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam


mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan
gangguan fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani
dengan baik dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.
Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres,
kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan
lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan
penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol,
atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik,
dan kebutuhan tidur secara individual.
Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non
farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan
yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa
golongan benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non
benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia
secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan
gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

B. Saran

Untuk menjaga keadaan kita tetap sehat dan fit, kita harus menjaga
kebutuhan istirahat dan tidur kita sesuai kebutuhan agar kita dapat
melakukan berbagai kegiatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksanaan ditulis
oleh Nurmiati Amir Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

American Psychiatric Association. (2000) Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders Fourth Edition Text Revision, DSM-IV-TR. Arlington,VA:
American Psychiatric Association.

American Sleep Disorders Association Accreditation Committee. 1994. Standards


for accreditation of sleep disorders centers. Rochester, Minnesota: American
Sleep Disorders Association.

Anwar, Faisal dan Ali Khomsan. 2009. Makanan Tepat Badan Sehat.
Jakarta:Hikmah.

Maryam, Siti. 2008. “Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”. Jakarta:

Salemba Medika

Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.Edisi


7. Vol. 3. Jakarta : EGC

Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Yates, S. and Payne, M. (2006) Not so NEET? A critique of the use of “NEET” in
targeting interventions with young people. Journal of Youth Studies, 9 (3), pp.
329-344

https://www.academia.edu/8737838/PENATALAKSANAAN_INSOMNIA_PAD
A_USIA_LANJUT_MANAGEMENT_INSOMNIA_IN_ELDERLY diakses
tanggal 27 januari 2019 jam 14.00

https://en.wikipedia.org/wiki/Apnea%E2%80%93hypopnea_index diakses
tanggal 27 januari 2019 jam 14.15
https://en.wikipedia.org/wiki/Multiple_Sleep_Latency_Test diakses tanggal 27
januari 2019 jam 14.30

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44524/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y diakses tanggal 27 januari 2019 jam 14.45

https://www.alodokter.com/analisa-gas-darah-dan-hal-hal-penting-yang-ada-di-
dalamnya diakses tanggal 27 januari 2019 jam 15.00

https://www.tanyadok.com/penyakit/insomnia/komplikasi/ diakses tanggal 27


januari 2019 jam 15.10

https://www.academia.edu/11865266/INSOMNIA_PRIMER diakses tanggal 27


januari 2019 jam 15,20

https://dokumen.tips/documents/patofisiologi-insomnia-56d85ad67a3c0.html
diakses tanggal 27 januari 2019 jam 15.35

Huda, Amin.,Kusuma,Hardhi.2013 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa

Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta: Medication

Nanda International. 2012.Diagnosis Keperawatan : Definisi dan klasifikasi 2012-

2014,Jakarta:EGC

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-4/20424787-D2080-Joni%20Haryanto.pdf

http://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http://www.academia.edu/download/5
2620208/ASUHAN_KEPERAWATAN_GERONTIK.docx&hl=id&sa=X&scisig
=AAGBfm1OGa-kWFwoBL9opznTlE3MDf0lxg&nossl=1&oi=scholarr

PPNI. 2017. SDKI ( Edisi 1 )

Anda mungkin juga menyukai