Disusun oleh :
Kelompok 2A Tingkat II
1. Ichlasul Amal Fadillah Pasya ( P17120017014)
2. Indah Mayang Sari ( P17120017015)
3. Jumatul Hasanah ( P17120017016)
4. Laila Fazriah ( P17120017017)
5. Mega Permata Sari ( P17120017018)
6. Monika ( P17120017019)
7. Nasrotul Hasanah ( P17120017020)
8. Niken Ayu Larasati ( P17120017021)
9. Nova Dwi Pratiwi ( P17120017022)
10. Pradissa Putri Perdana ( P17120017023)
11. Putri Aulia Ramadhani ( P17120017024)
12. Qonita Zuhdiya ( P17120017025)
13. Ratunoor Salma Khansa Effendi ( P17120017026)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Kebutuhan Istirahat Tidur: Insomnia”. Makalah ini di susun dalam rangka
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Gerontik Program Studi
DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta 1.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang
untuk dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum begitu
mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari pertolongan. Pendapat
yang menyatakan bahwa tidak ada orang yang meninggal karena tidak
tidur adalah tidak benar. Beberapa gangguan tidur dapat mengancam jiwa
baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan fatal
dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya kecelakaan
akibat gangguan tidur. Di Amerika Serikat, biaya kecelakaan yang
berhubungan dengan gangguan tidur per tahun sekitar seratus juta dolar.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan.
Setiap tahun diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa
melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan
tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu
sekitar 67 %. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang
menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter.
Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru,
diabetes, artritis, atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas
tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila dibandingkan dengan lansia
yang sehat. Gangguan tidur dapat meningkatkan biaya penyakit secara
keseluruhan.
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang
signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia
misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan
memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak
semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit
jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih
dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan
seseorang yang lama tidurnya antara 7 sampai 8 jam per hari. Berdasarkan
dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu,
gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain,
gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang
diinduksi oleh zat.
Gangguan tidur sampai bangun dapat disebabkan oleh perubahan
fisiologis misalnya pada proses penuaan normal. Riwayat tentang masalah
tidur, higiene tidur saat ini, riwayat obat yang digunakan, laporan
pasangan, catatan tidur, serta polisomnogram malam hari perlu dievaluasi
pada lansia yang mengeluh gangguan tidur. Keluhan gangguan tidur yang
sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia, gangguan ritme tidur,dan
apnea tidur.
B. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan
kebutuhan istirahat tidur: insomnia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis kebutuhan istirahat tidur:
insomnia.
b. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada lansia
dengan kebutuhan istirahat tidur: insomnia yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi serta evaluasi.
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan
kebutuhan istirahat tidur: insomnia yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementsi, dan evaluasi.
C. Manfaat
1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
keterampilan kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada
lansia dengan kebutuhan istirahat tidur: insomnia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca mengenai
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur: insomnia pada lansia.
3. Sebagai sumber referensi bagi pembaca mengenai pemenuhan
kebutuhan istirahat tidur: insomnia pada lansia.
D. Sistematika Penulisan
Untuk memahami lebih jelas makalah ini, maka uraian-uraian
materi yang tertera pada makalah yang berjudul keperawatan gerontik
kebutuhan istirahat tidur pada pasien insomnia. Insomnia ini
dikelompokan menjadi beberapa subbab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur
baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia
inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa
mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun
secara dini dan tidak dapat tidur kembali (Potter, 2010).
B. Definisi Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan
kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur
tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk menjaga
keseimbangan mental emosional, fisiologi, dan kesehatan.
Tidur oleh Johnson dianggap sebagai slah satu kebutuhan fisiologi
manusia. Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup
untuk mempertahankan kesehatn tubuh, dapat terjadi efek efek seperti, pelupa,
konfusi, dan disorientasi, terutama jika deprivasi tidur terjadi untuk waktu yang
lama.
Lansia yang terganggu waktu tidurnya menjadi cepat lupa, disorientasi dan
konfusi: orang yang mengalami kerusakan kognitif menunjukkan peningkatan
kegelisahan, perilaku keluyuran, dan syndrome sundowner (konfusi, agitasi,
dan perilaku terganggu selama sore menjelang senja). Kualitas tidur dapat
dipengaruhi oleh perubahan terkait usia, konsumsi banyak obat, dan gangguan
organic atau mental.
Hypersomnia dicirikan dengn tidur lenih dari 8 atau 9 jam per periode 24
jam dengan kehuhan tidur berlebihan. Orang tersebut dapat menunujakkan
mengantuk disiang hari yang persistensi, mengalami serangan tidur, tampak
mabuk dan kemotose, atau mengalami mengantuk pada pascaensefalitik.
3. Apnea tidur
Berhentinya pernapasan selama tidur. Gangguan ini diidentifikasi dengan
gangguan mendengkur, berhentinya pernapasan minimal 10 detik, dan rasa
kantyk disiang hari yang luar biasa. Gejala apnea tidur antara lain :
a). dengkuran yang heras dan periode
b). aktivitas pada malam hari yang luar biasa, sewperti: duduk tegak,
berjalan dalam tidur
c). perubahan memori
d). depresi
e). rasa kantuk yang berlebihan disiang hari
f). nokturia
g). sakit kepala dipagi hari
h). ortopnea akibat apnea sidang
F. Etiologi
3. Lingkungan fisik berupa suara bising didekat tempat tinggal seperti bunyi
mesin pabrik atau kereta api yang melintas.
4. Suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, dan juga perubahan
suasana lingkungan.
5. Terlalu banyak minum kopi atau minuman berkafein, mengisap rokok, atau
minum minuman beralkohol menjelang tidur. Kafein dapat meningkatkan
denyut jantung, alkohol menguras vitamin B yang mendukung sistem saraf
dan nikotin bersifat neurostimulan yang justru membangkitkan semangat.
6. Kurang olahraga
G. Patofisiologi
Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena depresi berat terjadi
peningkatan gelombang beta yang berkaitan dengan
peningkatan aktivitas metabolik di kortek orbitofrontal dan
mengelukan kualitas tidur yang buruk, hal ini juga mendukung hipotesis
mengenai hyperarousal. Pada pemeriksaan SPECT pada pasien insomnia
primer, selama tidur NREM terjadi hipoperfusi di berbagai tempat yang paling
jelas pada basal ganglia. Kesimpulan penelitian imaging mulai menunjukkan
perubahan fungsi neuroanatomi selamatidur NREM yang berkaitan dengan
insomnia primer maupun sekunder.
H. Tanda & Gejala
Beberapa gejala bagi penderita insomnia menurut Yates (2006) adalah sebagai
berikut :
1. Tidur tidak nyenyak ataupun bangun terlalu dini.
2. Takut menghadapi malam hari karena anda susah sulit.
3. Mudah tersinggung atas hal yang tidak penting.
4. Mengkonsumsi obat tidur dalam beberapa bulan terakhir.
5. Menggunakan rokok, alkohol atau obat-obatan untuk menenangkan diri
dan membantu untuk tidur.
6. Kecanduan obat, terutama yang mengandung zat penenang.
7. Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
8. Sering terbangun pada malam hari
9. Bangun tidur terlalu awal
10. Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
11. Iritabilitas, depresi atau kecemasan
12. Konsentrasi dan perhatian berkurang
13. Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
14. Ketegangan dan sakit kepala
15. Gejala gastrointestinal
Beberapa orang yang hidup dengan insomnia kronis terkadang melihat sesuatu
seolah-olah dalam gerakan lambat, dan objek yang bergerak terlihat campur
aduk, bahkan menyebabkan penglihatan ganda. Biasanya, insomnia kronis
juga disertai keluhan nyeri kepala (Purwanto, 2008). Adapun tanda umumnya
adalah:
1. Adanya gangguan tidur yang bervariasi dari ringan sampai parah
2. Sulit jatuh kedalam fase tidur
3. Sering terbangun di malam hari
4. Saat terbangun sulit untuk tidur kembali
5. Terbangun terlalu pagi
6. Terbangun terlalu cepat
7. Tidur yang tidak memulihkan
8. Pikiran seolah dipenuhi berbagai hal
9. Selalu kelelahan di siang hari
10. Penat
11. Mengantuk
12. Sulit Berkonsentrasi
13. Lekas marah/emosi
14. Merasa tidak mendapat tidur yang cukup
15. Sering sakit / nyeri kepala
I. Komplikasi Insomnia
Tidur sangatlah penting bagi kesehatan, sama pentingnya dengan diet
dan olahraga. Insomnia juga dapat memengaruhi kondisi fisik dan mental
Anda. Penderita insomnia sering mengeluhkan menurunnya kualitas hidup
dari sebelumnya. Komplikasi insomnia yang dapat timbul dalam kehidupan
sehari-hari pada penderita insomnia, seperti:
a. Menurunnya performa dan prestasi kerja atau sekolah.
b. Respons yang lemah atau kewaspadaan yang menurun saat mengendarai
kendaraan dan mempermudah timbulnya kecelakaan.
c. Kegemukan atau obesitas
d. Meningkatkan risiko penyakit kronis, seperti tekanan darah tinggi, kencing
manis dan penyakit jantung.
J. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboraturium klinik : Blood Gaze Analyzes (BGA).
Analisa gas darah dilakukan untuk mengukur kadar asam basa (pH) untuk
mengetahui bila darah terlalu asam (asidosis) atau basa (alkalosis), serta
untuk mengetahui apakah tekanan oksigen dalam darah terlalu rendah
(hipoksia), atau karbon dioksida terlalu tinggi (hiperkarbia).
b. Pemeriksaan di laboraturium tidur. dengan perhitungan :
1) Apneu-hipopneu index (AHI).
Apnea-Hypopnoea Index (AHI) adalah indeks yang digunakan untuk
menunjukkan tingkat keparahan apnea tidur. Ini diwakili oleh jumlah
kejadian apnea dan hipopnea per jam tidur. Apnea (berhenti bernapas)
harus bertahan setidaknya 10 detik dan dikaitkan dengan penurunan
oksigenasi darah. Menggabungkan AHI dan desaturasi oksigen
memberikan skor keparahan apnea tidur keseluruhan yang
mengevaluasi jumlah gangguan tidur dan tingkat desaturasi oksigen
(kadar oksigen rendah dalam darah).
c. Pencitraan :
1) Refleksi akustik
2) Pemeriksaan radiologi sefalometri.
Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran
kuantitatifbagianbagian tertentu kepala untukmendapatkan informasi
tentang polakraniofasial (pola tulang kepala dan wajah).
3) CT-Scan jalan napas ( kemungkinan Tumor Nasofaring/Orofaring
posterior).
4) MRI.
K. Penatalaksanaan Medis
Setelah diagnosis ditegakkan, dilanjutkan dengan rencana
penanganan. Penanganan insomnia pada usia lanjut terdiri dari terapi
nonfarmakologi dan farmakologi. Tujuan terapi adalah menghilangkan gejala,
meningkatkan produktivitas dan fungsi kognitifsehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pada pasien usia lanjut.
1. Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi khususnya behavioral therapies efektif sebagai
farmakoterapidan diharapkan menjadi pilihan pertama untuk insomnia kro
nis pada pasien usia lanjut. Behavioral therapies terdiri dari beberapa
metode yang dapat diterapakan baiksecara tunggal maupun kombinasi
yaitu :
a. Stimulus control
Melalui metode ini pasien diedukasi untuk mengunakan tempat
tidur hanya untuk tidur dan menghindari aktivitas lain seperti membaca
dan menonton tv di tempat tidur.Ketika mengantuk pasien datang ke
tempat tidur, akan tetapi jika selama15- 20 menit berada disana pasien
tidak bisa tidur maka pasien harus bangun danmelakukan aktivitas lain
sampai merasa mengantuk baru kembali ke tempat tidur.Metode ini
juga harus didukung oleh suasana kamar yang tenang sehingga
mempercepat pasien untuk tertidur. Dengan metode terapi ini, pasien
mengalami peningkatan durasi tidur sekitar 30-40 menit.
Terapi ini tidak hanya bermanfaat untuk insomnia primer tapi juga
untuk insomnia sekunder jika dikombinasi dengan sleep hygiene dan
terapi relaksasi.
b. Sleep restriction
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur dan
meningkatkansleepefficiency Pasien diedukasi agar tidak tidur terlalu
lama dengan mengurangi frekuensi berada di tempat tidur. Terlalu lama
di tempat tidur akan menyebabkan pola tidur jadi terpecah. Pada usia
lanjut yang sudah tidak beraktivitas lebih senang menghabiskan
waktunya di tempat tidur namun, berdampak burukkarena pola tidur
menjadi tidak teratur. Melalui Sleep Restriction ini diharapkan dapat
menentukan waktu dan lamanya tidur yang disesuaikan dengan
kebutuhan.
c. Sleep hygiene
Sleep Higiene bertujuan untuk mengubah pola hidup pasien dan
lingkungannyasehingga dapat meningkatkan kualitas tidur. Hal-hal
yang dapat dilakukan pasienuntuk meningkatkan Sleep Higiene yaitu:
olahraga secara teratur pada pagi hari,tidur secara teratur, melakukan
aktivitas yang merupakan hobi dari usia lanjut,mengurangi konsumsi
kafein, mengatur waktu bangun pagi, menghindari merokok dan minum
alkohol 2 jam sebelum tidur dan tidak makan
daging terlalu banyak sekitar 2 jam sebelum tidur.
d. Terapi relaksasi
Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut yang
mudah terjaga dimalam hari saat tidur. Pada beberapa usia lanjut
mengalami kesulitan untuktertidur kembali setelah terjaga. Metode
terapi relaksasi meliputi: melakukan relaksasi otot, guided imagery,
latihan pernapasan dengan diafragma, yoga ataumeditasi. Pada pasien
usia lanjut sangat sulit melakukan metode ini karena
tingkatkepatuhannya sangat rendah.
e. Cognitive behavioral therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan psikoterapi
kombinasi yang terdiri dari: stimulus control, sleep retriction, terapi
kognitif dengan atau tanpaterapi relaksasi.Terapi ini bertujuan untuk
mengubah maladaftive sleep belief menjadi adaftive sleep belief.
Sebagai contoh: pasien memiliki kepercayaan harus tidur selama 8 jam
setiap malam, jika pasien tidur kurang dari 8 jam
maka pasien merasa kualitas tidurnya menurun. Hal ini harus dirubah
mengingat yangmenentukan kualitas tidur tidak hanya durasi tetapi
kedalaman tidur. Dari penelitian yang dilakukan dengan metode
randomized controlled studies oleh NIH state-of-the-
science Conference on Chronic Insomnia menyimpulkan CBT efektif
pada insomnia kronis. Chesson et al mengindikasikan CBT
sebagaiterapi tunggal sedangkan Morin et al mengemukakan bahwa
CBT harus dikombinasikan dengan terapi lain untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Randomized placebo-controlled trial oleh Morin
et al pada 78 sampel (CBT= 18 sampel, Temazepam = 20 sampel,
kombinasi CBT dengan Temazepam = 20 sampel, placebo
= 20 sampel) berumur rata-rata 65 tahun yang membandingkan antara
CBT, temazepam dan plasebo disimpulkan bahwa CBT lebih efektif
dari temazepam. CBT dapat menurunkan wake after sleep
onset sebesar 55%sedangkan temazepam hanya 46,5%.
2. Terapi Farmakologi
Seperti pada terapi nonfarmakologi, tujuan terapi farmakologi
adalah untuk menghilangkan keluhan pasien sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pada usia lanjut. Ada lima prinsip dalam terapi farmakologi
yaitu: menggunakan dosis yang rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan
bersifat intermiten ( 3 - 4 kali dalam seminggu ) , pengobatan jangka
pendek (3minggu), penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan
pada gejala insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Selain kelima prinsip diatas,
dalam memberikan obat harus memperhatikan perubahan
farmakokinetik dan farmokodinamik pada usia lanjut. Dengan
pertambahan umur akan terjadi perubahan dalam distribusi, metabolisme
dan eliminasi obat yang berkaitan erat dengan timbulnya efek samping
obat. Terapi farmakologi yang palingefektif untuk insomnia adalah
golongan Benzodiazepine (BZDs) atau non-Benzodiazepine. Obat
golongan lain yang digunakan dalam terapi insomnia adalah
golongan sedating antidepressant, antihistamin, antipsikotik. Menurut The
NIH state-of-the-Science Conference obat hipnotik baru seperti
eszopiclone, ramelteon, zaleplon,zolpidem dan zolpidem MR lebih efektif
dan aman untuk usia lanjut. Beberapa obathipnotik yang aman untuk usia
lanjut yaitu:
a. Benzodiazepine
Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering digunakan
untuk mengobatiinsomnia pada usia lanjut.1,2 BZDs menimbulkan efek
sedasi karena bekerja secara langsung pada reseptor
benzodiazepine. Efek yang ditimbulkan oleh BZDs adalah
menurunkan frekuensi tidur pada fase REM, menurunkan sleep latency,
dan mencegah pasien terjaga di malam hari. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikandalam pemberian BZDs pada usia lanjut mengingat
terjadinya Perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik terkait
pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs tidak dipengaruhi oleh penuaan
akan tetapi peningkatan masa lemak pada lanjut usia akan
meningkatkan drug-elimination half life, disamping itu pada usia lanjut
lebih sensitif terhadap BZDs meskipun memiliki konsentrasi yang sama
jika dibandingkan dengan pasien usia muda. Pilihan pertama
adalah short-acting BZDs serta dihindari pemakaian long acting BZDs.
BZDs digunakan untuk transient insomnia karena tidak
dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Penggunaan lebih dari 4
minggu akan menyebabkan tolerance dan ketergantungan.Golongan
BZDs yang paling sering dipakai adalahtemazepam, termasuk
intermediate acting BZDs karena memiliki waktu paruh 8-
20 jam. Dosis temazepam adalah 15-30 mg setiap malam.
Efek samping BZDs meliputi:gangguan psikomotor dan memori
pada pasien yang diterapi short-acting BZDssedangkan residual
sedation muncul pada pasien yang mendapat terapi long acting BZDs.
Pada pasien yang menggunakan BZDs jangka panjang akan
menimbulkan resikoketergantungan,daytime sedation, jatuh, kecelakaan
dan fraktur.
b. Non-Benzodiazepine
Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif
pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini efektif pada
usia lanjut karena dapat diberikan dalam dosis yang rendah. Obat
golongan ini juga mengurangi efek hipotoni otot, gangguan prilaku,
kekambuhan insomnia jika dibandingkan dengan obat golongan BZDs.
Zaleplon, zolpidem dan Eszopiclone berfungsi untuk
mengurangi sleep latency sedangkan ramelteon (melatonin receptor
agonist) digunakan pada pasien yang mengalami kesulitan untuk
mengawali tidur. Obat golongan non-benzodiazepine yangaman pada
usia lanjut yaitu:
1) Zaleplon
Ancoli- Israel menemukan keefektifan dan keamanan dari
zaleplon pada usialanjut. Zaleplon dapat digunakan jangka
pendek maupun jangka panjang, tidak ditemukan terjadinya
kekambuhan atau withdrawal symptom setelah obatdihentikan.
Dosis dari zaleplon 5-10 mg, akan tetapi waktu paruhnya hanya
1 jam.
2) Zolpidem
Zolpidem merupakan obat hipnotik yang berikatan secara selektif
pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Efektif pada usia
lanjut karena tidakmempengaruhi sleep architecture. Zolpidem
memiliki waktu paruh 2,5-2,9 jamdengan dosis 5-10 mg. Zolpidem
merupakan kontraindikasi pada sleep relatedbreathing disorderdan
gangguan hati. Efek samping dari zolpidem adalah mual, dizziness,
dan efek ketergantungan jika digunakan lebih dari 4 minggu.
3) Eszopiclone
Golongan non-benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh
paling lama adalah eszopiclone yaitu selama 5 jam pada pasien usia
lanjut.Scharf etal dalam penelitiannya menyimpulkan eszopiclone
2 mg dapat menurunkan sleep latency, meningkatkan kualitas dan
kedalaman tidur, meningkatkan TST pada pasien usia lanjut dengan
insomniaprimer. Krystal AD et al dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa eszopiclone 3 mg setiap malam dapat
membantu mempertahankan tidur dan meningkatkan kualitas tidur
pada pasien usia lanjutdengan insomnia kronik.
4) Melatonin reseptor agonist
Melatonin Reseptor Agonist (Ramelteon) obat baru yang
direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
terapi insomnia kronis pada usialanjut. Ramelteon bekerja secara
selektif pada reseptor melatonin MT1 dan MT2. Dalam penelitian
yang dilakukan dengan metode A randomized, double blind study
selama 5 minggu pada 829 sampel berumur rata-rata 72,4 tahun
dengan chronic primary insomnia disimpulkan terjadi
penurunan sleep latencydan peningkatan TST pada minggu pertama.
Ramelteon tidak menimbulkan withdrawal effect.
5) Sedating Antidepressant
Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien insomnia yang
diakibatkan oleh depresi. Amitriptiline adalah salah
satu sedating antidepressant yang digunakan sebagai obat insomnia,
akan tetapi pada usia lanjut menimbulkan beberapa efek
samping yaitu takikardi, retensi urin, konstipasi, gagguan fungsi
kognitif dan delirium. Pada pasien usia lanjut juga dihindari
penggunaan trisiklikanti depresan. Obat yang paling sering
digunakan adalah trazodone.Walsh dan Schweitzer menemukan
bahwa trazodone dosis rendah efektif pada pasien yangmengalami
insomnia oleh karena obat psikotik atau monoamnie oxidase
inhibitor dan pada pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap
BZDs. Dosis trazodone adalah 25-50 mg perhari, efek samping dari
trazodone adalah: kelelahan, gangguan sistem pencernaan, dizziness,
mulut kering, sakit kepala dan hipotensi.
2. Riwayat kesehatan
Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang sudah berlangsung lama
bila dihubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya, namun
karena tidak mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan
1) Bernapas
2) Nutrisi
3) Eliminasi
4) Aktivitas
5) Istirahat tidur
6) Berpakaian
7) Pengaturan suhu tubuh
8) Personal hygiene
9) Rasa aman nyaman
10) Komunikasi
11) Spiritual
12) Rekreasi
13) Bekerja
14) Pengetahuan atau belajar
6) Data Pengkajian Fisik
8) Pengkajian Psikososial
2) Etiologi :
b) Objektif
a) Subjektif
b) Objektif
Nyeri kronik
Hipertiroidisme
Kecemasan
Kehamilan
b). Ansietas
2) Etiologi
Krisis situasional
Kebutuhan tidak terpenuhi
Krisi matursional
Ancaman terhadap konsep diri
Ancaman terhadap kematian
Kekawatiran mengalami kegagalan
Disfungsi system keluarga
Hubungan orang tua dan anak tidak memuaskan
Factor keturunan
Penyalahgunaan zat
Terpapar bahaya lingku8ngan
Kurang terpapar informasi
3) Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
Merasa bingung
Merasa kawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
Sulit berkonsentrasi
b)Objektif
Tampak gelisah
Tampak tegang
Sulit tidur
4) Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
Mengeluh pusing
Anoreksia
Palpitasi
Merasa tidak berdaya
b) Objektif
Frekuensi napas meningkat
Frekuensi nadi meningkat
Tekanan darah meningkat
Diaphoresis
Tremor
Muka tampak pucat
Suara bergetar
Kontak mata buruk
Sering berkemih
Berorientasi pada masa lalu
C. Intervensi Keperawatan
2) Intervensi :
Minta klien untuk membatasi asupan cairan pada malam hari dan
berkemih sebelum tidur
b) Ansietas
1) Tujuan yang diharapkan :
Kecemasan klien berkurang
Insomnia dapat teratasi
2) Intervensi
Kaji kecemasan klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien
Beri terapi dzikir dan Spiritual Emotional Freedom Technique
Anxiety reduction:
Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi
Dengarkan keluhan klien dengan penuh perhatian
Instrusikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : Untuk menenangkan klien dari kecemasan sehingga bisa
cepat tidur
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Untuk menjaga keadaan kita tetap sehat dan fit, kita harus menjaga
kebutuhan istirahat dan tidur kita sesuai kebutuhan agar kita dapat
melakukan berbagai kegiatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksanaan ditulis
oleh Nurmiati Amir Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Anwar, Faisal dan Ali Khomsan. 2009. Makanan Tepat Badan Sehat.
Jakarta:Hikmah.
Salemba Medika
Yates, S. and Payne, M. (2006) Not so NEET? A critique of the use of “NEET” in
targeting interventions with young people. Journal of Youth Studies, 9 (3), pp.
329-344
https://www.academia.edu/8737838/PENATALAKSANAAN_INSOMNIA_PAD
A_USIA_LANJUT_MANAGEMENT_INSOMNIA_IN_ELDERLY diakses
tanggal 27 januari 2019 jam 14.00
https://en.wikipedia.org/wiki/Apnea%E2%80%93hypopnea_index diakses
tanggal 27 januari 2019 jam 14.15
https://en.wikipedia.org/wiki/Multiple_Sleep_Latency_Test diakses tanggal 27
januari 2019 jam 14.30
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44524/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y diakses tanggal 27 januari 2019 jam 14.45
https://www.alodokter.com/analisa-gas-darah-dan-hal-hal-penting-yang-ada-di-
dalamnya diakses tanggal 27 januari 2019 jam 15.00
https://dokumen.tips/documents/patofisiologi-insomnia-56d85ad67a3c0.html
diakses tanggal 27 januari 2019 jam 15.35
2014,Jakarta:EGC
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-4/20424787-D2080-Joni%20Haryanto.pdf
http://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http://www.academia.edu/download/5
2620208/ASUHAN_KEPERAWATAN_GERONTIK.docx&hl=id&sa=X&scisig
=AAGBfm1OGa-kWFwoBL9opznTlE3MDf0lxg&nossl=1&oi=scholarr