Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian kesehatan menurut World Health Organization

(WHO) adalah suatu keadaan sempurna yang memiliki empat (4)

aspek yaitu yang pertama, sehat fisik meliputi tidak sakit, tumbuh dan

kembang secara wajar serta tidak mengalami hambatan, yang kedua

sehat sosial, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan

berinteraksi sosial secara wajar, yang ketiga sehat spiritual dapat

menjalani makna hidup, tidak ada konflik agama dalam diri dan

mengakui adanya pencipta, dan yang keempat yaitu sehat psikis

meliputi menerima sesuai kenyataan, puas dengan hasil kerja, relative

tidak tegang (tention) dalam kehidupan sehari-hari serta

menyelesaikan permusuhan dengan baik (Saam & Wahyuni, 2013).

Dalam UU RI No.36 Tahun 2009 menyatakan bahwa kesehatan

adalah keadaan sehat, baik secara mental, spiritual, sosial dan fisik

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial

dan ekonomis (Depkes, 2009).

Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun 2017,

pada umumnya gangguan mental yang terjadi adalah gangguan

kecemasan dan gangguan depresi , diperkirakan 4,4% dari populasi

global menderita gangguan depresi dan 3,6% orang yang mengalami

gangguan kecemasan (WHO, 2017).


Di Indonesia prevelensi gangguan mental emosional yang

ditunjukkan dengan gejala kecemasan pada usia 15 tahun keatas

pada tahun 2013 mencapai sekitar 6% dan di tahun 2018 terjadi

peningkatan sebesar 9,8% dari jumlah penduduk (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan fenomena pada mahasiswa tingkat akhir dalam

menyusun skripsi, di dapatkan mahasiswa yang mengalami

kecemasan adalah mahasiswa usia 21 dan 22 tahun, dikarenakan

pada usia ini mekanisme koping belum terbentuk secara utuh

sehingga kesulitan dalam menggambil keputusan berlanjut.

Mahasiswa tingkat akhir yang menyusun skripsi yaitu tugas terakhir

akademik yang dianggap berat dan tidak sesuai dengan kemampuan

individu dapat menyebabkan kecemasan, karena dalam penyusunan

skripsi terjadi kesulitan untuk menemukan permasalahan, tidak rutin

bimbingan dengan dosen dan kesulitan menulis karya tulis ilmiah

(Hastuti & Arumsari, 2015).

Skripsi merupakan tugas akhir yang membuat cemas

mahasiswa. Masalah umum yang dihadapi oleh mahasiswa dalam

menyusun skripsi yaitu banyaknya mahasiswa yang tidak mempunyai

kemampuan tulis menulis, serta adanya ketidaktertarikan mahaisiswa

pada penelitian. Tidak sedikit mahasiswa yang lama lulusnya karena

skripsi, hal tersebut disebabkan karena terlalu lama dalam mencari

judul dan lambat dalam menyelesaikan revisi (Situmorang, 2017).

Permasalahan yang dialami oleh mahasiswa yaitu dari sikap

mahasiswa yang belum bisa menyesuaikan diri terhadap beban tugas


yang bertambah, ditambah juga dengan mengejar ketinggalan

perkuliahan agar bisa mengikuti ujian, hal inilah yang menyebabkan

tingkat kecemasan mahasiswa meningkat sehingga konsetrasi

mahasiswa akan berkurang (Hidayati & Nurwanah, 2019).

Dampak kecemasan pada respon fisiologis pada kecemasan

ringan dan sedang yaitu meningkatnya kapasitas seseorang.

Kecemasan berat dan panik akan melemahkan atau meningkatkan

kapasitas yang berlebihan. Respon fisiologis kecemasan diatur oleh

otak melalui sistem saraf autonomic yang dibagi menjadi 2 (dua) jenis

yaitu respon parasimpatis dan dan simpatis (Untari, 2014).

Pada respon parasimpatis, seseorang akan menjadi pendiam

atau banyak mengurangi aktifitas, sedangkan respon simpatis yaitu

seseorang akan menjadi lebih aktif atau hiperaktif. Hal ini dapat dilihat

pada seseorang yang mengalami kecemasan, dapat menimbulkan

berupa gangguan secara kognitif, afektif maupun psikomotor. Salah

satu contoh pada bagian kognitif, orang tidak dapat berkonsentrasi

yang baik, apabila menghadapi ujian (Untari, 2014).

Kecemasan adalah perasaan yang dirasakan tidak masuk akal,

perasaan khawatir yang tidak nyaman, tidak cocok yang berlangsung

terus-menerus (intens) atau prinsip yang terjadi (menifestasi) dan

kenyataan yang dirasakan. Orang yang mengalami kecemasan selalu

diikuti rasa ketakutan yang tidak jelas. Kecemasan terjadi empat

tingkat yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat

dan panik (Pieter, Janiwarti, & Saragih, 2011).


Salah satu dalam mengurangi kecemasan yaitu dengan terapi

relaksasi otot progresif menurut Teory Edmund Jacobsan tahun 1929.

Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi otot yang

memusatkan perhatian pada satu aktivitas otot dengan

mengidentifikasi otot yang kemudian menurunkan ketegangan dengan

melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan yang rileks

(Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Dalam pemberian terapi otot progresif harus diperhatikan setiap

gerakannya, karena jika terlalu menggunakan otot secara berlebihan

maka akan bisa melukai diri sendiri. Pemberian terapi relaksasi otot

progresif hanya memerlukan waktu selama 20-50 detik saja dan

jangan sampai membuat otot keram, pemberian terapi relaksasi otot

progresif ini pasien harus benar-benar merasa rileks dan harus

menghindari posisi berdiri (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Menurut penelitian (Handayani & Rahmayati, 2018), hasil dari

penelitian ini yaitu ada pengaruh aroma terapi lavender, relaksasi otot

progresif dan gided imagery dalam menurunkan kecemasan pasien

pre operatif di RSUD dr. H. Abdul Moeleok Provinsi Lampung dengan

p-value 0.000.

Menurut penelitian (Barus, Simullang, & Gea, 2018) di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan dengan jumlah sampel yang digunakan

adalah 15 orang. Hasil dari penelitian ini yaitu ada pengaruh dalam

menurunkan kecemasan pada pasien pre operasi dengan p-value

0.000.
Dari data awal yang diperoleh oleh peneliti di Stikes Panrita

Husada Bulukumba, terdapat sekitar 68 mahasiswa keperawatan

tingkat akhir tahun 2019. Berdasarkan hasil dari pembagian kuesioner

kepada mahasiswa keperawatan tingkat akhir, di daptkan 15 (22,5%)

mahasiswa yang mengalami kecemasan ringan, 8 (11,7%) mahasiswa

yang mengalami kecemasan sedang dan 45 (66,17%) mahasiswa

yang tidak mengalami kecemasan.

Mahasiswa mengeluh sulit untuk tertidur serta istirahat, sakit

kepala, merasa gugup dan cemas dari biasanya, merasa pusing,

sering buang air kecil, merasa jantung berdebar-debar, merasa lemah,

mudah lelah, merasa panik dan mudah marah.

Dengan melihat fenomena diatas, dijelaskan pengaruh terapi

relaksasi otot progresif dapat menurunkan kecemasan, karena masih

ada mahasiswa yang merasa cemas dalam menyusun skripsi. Maka

dari itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang adanya pengaruh

relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pada mahasiswa

tingkat akhir keperawatan di Stikes Panrita Husada Bulukumba Tahun

2019.

B. Rumusan Masalah

Kecemasan yang dirasakan oleh mahasiswa keperawatan

tingkat akhir dalam menyusun skripsi yaitu perasaan yang tidak

tenang, khawatir yang tidak nyaman, ketakutan, timbulnya

kewaspadaan yang tidak jelas dan merasakan tekanan dalam

penyususnan skripsi. Dari hasil Teory Edmund Jacobs yang


dikembangkan pada tahun 1929, telah menemukan terapi yang dapat

menurunkan tingkat kecemasan, yaitu terapi relaksasi otot progresif

yang merupajan suatu teknik relaksasi yang tidak dapat memerlukan

imajinasi, tetapi menegangkan otot-otot tertentu dan kemudian

dirileksasikan.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Bagaiaman Pengaruh Terapi Releksasi Otot Progresif Terhadap

Tingkat Kecemasan Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Di Stikes Panrita

Husada Bulukumba Tahun 2019?”.

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, yang dimana rumusan masalah peneliti telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara,

karena jawaban yang diberikan belum didasarkan pada fakta-fakta

empiris ynag diperoleh melalui pengumpulan data, tetapi baru di

dasarkan pada teori yang relevan (Sugiyono, 2017).

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terapi releksasi otot progresif

akan menurunkan tingkat kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir

keperawatan di Stikes Panrita Husada Bulukumba tahun 2019.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi otot progrsif

terhadap tingkat kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir

keperawatan di Stikes Panrita Husada tahun 2019.


2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan sebelum diberikan

terapi relaksasi otot progresif pada mahasiswa tingkat akhir

keperawatan di Stikes Panrita Husada Bulukumba tahun

2019.

b. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan setelah diberikan

terapi relaksasi otot progresif pada mahasiswa tingkat akhir

keperawatan di Stikes Panrita Husada Bulukumba tahun

2019.

c. Untuk menganalisis pengaruh terapi relaksasi otot progresif

terhadap tingkat kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir

keperawatan di Stikes Panrita Husada Bulukumba tahun

2019.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang peneliti harapkan setelah proses

penelitian yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan

referensi dalam melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan

pemberian terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat

kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir keperawatan di Stikes

Pantrita Husada Bulukumba tahun 2019.


2. Manfaat Aplikatif

Dari data yang didapatkan diharapkan agar pihak kampus

lebih memperhatikan tingkat kecemasan mahasiswa tingkat akhir

dalam mengerjakan tugas akhir dengan melakukan relaksasi otot

progresif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Kecemasan (ansietas) merupakan perasaan gelisah yang

tidak menentu, reaksi ketakutan serta tidak tentram yang

terkadang disertai berbagai keluhan fisik, menggambarkan

keadaan kekhawatiran, respon emosional dan penilaian individu

yang subjektif dipengaruhi oleh alam bawah sadar (Pieter et al.,

2011).

Gangguan kecemasan merupakan gangguan yang

disebabkan oleh krisis situasional, ancaman pada diri sendiri,

konflik yang tidak disadari, maturasi, penyakit yang dipersepsikan

sebagai ancaman kehidupan atau kebutuhan untuk bertahan yang

tidak terpenuhi (Zan & Lubis, 2010).

2. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan

Berdasarkan teori psikoanalisis kecemasan merupakan

konflik emosional antara dua elemen kepribadian, yakni Id, Ego

dan Superego. Id mencerminkan implus-implus primitive dan

dorongan instignif. Ego melambangkan mediatir antar Id dan

Superego. Sedangkan Superego mencerminkan agama, budaya

dan hati nurani seseorang yang dikendalikan oleh norma-norma

lingkungan (Pieter et al., 2011).


Adapun teori dari Interpersonal mengatakan bahwa

kecemasan terjadi akibat ketakutan dan disertai adanya trauma

masa perkembangan seperti perpisahan atau kehilangan orang

tua dan juga kehilangan harga diri yang bisa mengakibatkan

kecemasan berat (Pieter et al., 2011).

Menurut pandangan teori perilaku, kecemasan dianggap

sebagai produk frustasi, yakni segala sesuatu yang menganggu

kemampuan seseorang mencapai tujuan yang dia inginkan.

Sumber-sumber frustasi adalah pada usaha pemenuhan

kebutuhan, lingkungan dan kondisi fisik (Pieter et al., 2011).

Menurut kajian biologis ditemukan bahwa pada otak terdapat

reseptor spesifik untuk benzodiazepines yang diperkirakan turut

berperan dalam mengatur kecemasan (Pieter et al., 2011).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor penyebab kecemasan adalah adanya pengalaman

traumatis, adanya perasaan takut tidak diterima dalam lingkungan

tertentu, adanya frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan,

kehilangan atau bencana alam, adanya ancaman pada integritas

diri, yakni meliputi adanya ancaman pada konsep diri dan

kegagalan memenuhi kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar)

(Pieter et al., 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh (Uskenat, Puguh, &

Solechan, 2012) dengan judul perbedaan tingkat kecemasan

pada pasien pre operasi dengan general anastesi sebelum dan


sesudah diberikan relaksasi otot progresif, menyatakan bahwa

penyebab kecemasan yaitu usia yang dimana gangguan

kecemasan sering terjadi pada usia dewasa karena banyak

masalah dihadapi. Adapun fakto-faktor yang menyebabkan

kecemasan adalah keadaan biologis, kemampuan beradaptasi

atau mempertahankan diri terhadap lingkungan yang diperoleh

dari perkembangan dan pengalaman.

3. Patofisiologi Kecemasan

Kecemasan merupakan kekhawatiran tidak jelas dan sifatnya

tidak spesifik serta digambarkan sebagai GAS/General Adaptation

Syndrome yang dimana merupakan respon pertahanan

keseluruhan tubuh, terdapat tiga fase reaksi yaitu, tahap pertama

fase alarm reaction (waspada) adalah respon tahap awal tubuh

bereaksi mengaktifkan sistem syaraf simpatis dan sistem hormone

tubuh seperti kotekolamin, epinefrin, nerepinefrint, glukokortikoid,

kartison, dan koetisol. Tahap kedua ristance (reaksi pertahanan)

adalah respon tubuh terhadap stressor dengan menggunakan

kemampuan tubuh sehingga timbul gejala psikis dan somatik.

Tahap ketiga exhaustion (kelelahan/keletihan) adalah respon atau

gejala yang timbul akibat stressor sehingga terjadi kecemasan,

serta terjadinya hipertensi, sakit kepala, dyspepsia (keluhan pada

gastrointestinal) (Hastuti & Arumsari, 2015).

Dengan spontan tubuh akan mengeluarkan reaksi yang

dikenal dengan respon flight to fligh. Dimana ketika korteks otak


menerima rangsangan stimulus dari serabut aferen maka terjadi

peningkatan fungsi saraf simpatis, yang di tandai dengan produksi

kelenjar adrenal berupa hormone adrenalin dapat memberi gejala

antara lain napas menjadi dalam, tekanan darah dan nadi

meningkat. Selain itu, terjadi juga peningkatan produksi GABA

yang dimana menimbulkan tubuh hilang kendali sehingga

beberapa serabut otot berkontraksi, menciut dan mengecil

(Fatmawati, 2016).

4. Tingkatan Kecemasan

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan ketegangan peristiwa

kehidupan sehari-hari. Lapangan persepsi melebar dan orang

yang bersikap waspada dan hati-hati. Orang yang mengalami

kecemasan ringan akan terdorong untuk menghasilkan

kreativitas.

b. Kecemasan Sedang

Pada kecemasan sedang tingkat lapangan persepsi pada

lingkungan menurun dan memfokuskan diri pada hal-hal

penting pada saat itu juga serta menyampaikan hal-hal yang

lain.

c. Kecemasan Berat

Pada kecemasan berat lapangan persepsinya menjadi

sangat sempit, individu cenderung hanya memikirkan hal-hal

yang kecil. Individu sulit untuk berfikir realities dan


membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan

perhatian pada area lain.

d. Panik

Pada tingkat panik lapangan persepsi seseorang sudah

sangat sempit dan sulit melakukan apapun walaupun sudah

diberikan pengarahan dan juga mengalami gangguan

sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi.

(Pieter et al., 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh (Lestari & Yuswiyanti, 2014)

dengan judul pengaruh relaksasi otot progresif terhadap

penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi. Hasil

dalam penelitian ini menyatakan sebelum dilakukan tindakan

intervensi didapatkan tingkat kecemasan berat lebih banyak dari

tingkat kecemasan yang lain, dan setelah diberikan perlakukan

didapatkan jumlah tingkat kecemasan berat menurun dan lebih

banyak yang mengalami kecemasan ringan, dengan

menggunakan uji Marginal Homogenity didapatkan nilai p=0,000

(<0,05).

5. Gejala-gejala Kecemasan

a. Gejala-gejala Kecemasan umum

1) Gejala Fisik

a) Tekanan darah meningkat

b) Ketegangan motorik, seperti gugup, gemetar, mudah

lelah dan nyeri otot


c) Sering berkemih

d) Nafas pendek atau perasaan tercekik

e) Mual, diare atau tidak nyaman abdomen

f) Tangan keringat dan dingin

g) Tiba-tiba panas atau tiba-tiba mengigil

h) Pusing dan mulut kering

2) Gejala psikologis

a) Hipersensitif

b) Kegelisahan yang berlebihan

c) Sulit tidur

d) Waspada yang berlebihan

e) Respon kaget berlebihan

f) Sulit berkonsetrasi

g) Mudah tersinggung

b. Gejala-gejala Tingkat Kecemasan

1) Gejala Kecemasan Ringan

a) Gejala Fisik

(1) Bibir gemetar

(2) Sesekali sesak napas

(3) Mulut berkerut

(4) Nadi dan tekanan darah naik

(5) Gangguan ringan pada lambung

b) Gejala Psikologis

(1) Suara terkadang tinggi


(2) Persepsi meluas

(3) Gelisah

(4) Masih mampu menerima stimulus yang kompleks

(5) Mampu menyelesaikan masalah

(6) Mampu konsentrasi

(7) Adanya tremor halus pada tangan

2) Gejala Kecemasan Sedang

a) Gejala Fisik

(1) Konstipasi

(2) Sering napas pendek

(3) Diare

(4) Nadi dan tekanan darah meningkat

(5) Anoreksia

(6) Mulut kering

b) Gejala Psikologis

(1) Gelisah

(2) Persepsi menyempit

(3) Insomnia

(4) Tidak mampu menerima rangsangan

(5) Bicara banyak dan lebih cepat

(6) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya

(7) Meremasi tangan

(8) Gerakan tersentak


3) Gejala Kecemasan Berat

a) Gejala Fisik

(1) Ketegangan

(2) Nafas pendek

(3) Penglihatan kabur

(4) Tekanan darah dan nadi naik

(5) Sakit kepala

(6) Berkeringat

b) Gejala Psikologis

(1) Perasaan terancam

(2) Tidak mampu menyelesaikan masalah

(3) Lapangan persepsi sangat sempit

(4) Verbalisasi cepat

4) Gejala Panik

a) Gejala Fisik

(1) Aktivitas motorik meningkat

(2) Nafas pendek

(3) Tekanan darah dan nadi naik

(4) Ketegangan

b) Gejala Psikologis

(1) Tidak dapat kendalikan diri

(2) Lapangan persepsi sangat sempit

(3) Perasaan tidak aman atau terancam semakin

meningkat
(4) Hilangnya rasional

(5) Tidak dapat melakukan aktivitas

(6) Menurunnya hubungan dengan orang lain

(Zan & Lubis, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh (Zainin, 2017), dengan judul

terapi relaksasi otot progresif terhadap klien ansietas. Hasil dari

penelitian ini menjelaskan secara keseluruhan gejala yang paling

sering dialami yaitu gejala kongnitif, gejala efektif seperti perasaan

khawatir, gejala fisiologis seperti peningkatan tanda vital dan

ketegangan otot, gejala perilaku seperti penurunan produktifitas,

dan gejala sosial seperti kurang inisiatif serta sulit menikmati

kegiatan sehari-hari.

6. Alat Ukur Kecemasan

Menurut (Saputro & Fazrin, 2017) tingkat kecemasan dapat

terlihat dari menifestasi yang ditimbulkan oleh seseorang. Salah

satu alat ukur kecemasan yaitu Zung Self Rating Anxiety Scale

dikembangkan oleh W.K Zung tahun 1971 merupakan metode

pengukuran tingkat kecemasan. Skala ini berfokus pada

kecemasan secara umum dan koping dalam mengatasi stress.

Skala ini terdiri dari 20 pertanyaan dan 5 pertanyaan tentang

penurunan kecemasan. Menurut (Nursalam, 2017) setiap

pertanyaan dalam alat ukur tersebut dinilai 1-4 yaitu:

1) 1 : Tidak pernah

2) 2 : Kadang-kadang
3) 3 : Sering

4) 4 : Selalu

Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokan sebagai beriku:

1) Skor 20-44 : Normal/tidak cemas

2) Skor 45-59 : kecemasan ringan

3) Skor 60-74 : kecemasan sedang

4) Skor 75-80 : kecemasan berat

7. Cara Mengatasi Kecemasan

Menurut (Pieter et al., 2011), ada beberapa cara dalam

mengatasi kecemasan yaitu sebagai beriku:

a. Terapi Obat-obatan, menggunnakan antidepresan (seperti

selective serotonin reuptake inhibitor), inhibitor oksidase

monoamine (obat untuk panic berat) dan obat ansietas

(terutama benzidiazepin).

b. Terapi individual adalah dengan mengajari untuk menghambat

respon kecemasan melalui penyelesaian serta analisis logis

dan mengeksplorasi rangsangan yang menimbulkan

kecemasan.

c. Terapi keluarga adalah mengajarkan kepada keluarga klien

tentang kecemasan yang terjadi pada klien.

d. Terapi krlompok adalah dengan mengajarkan klien tentang

strategi koping untuk mengatasi kejadian dalam diri yang

dipenuhi dengan stress.


Penelitian yang dilakukan oleh (Aeni & Jati, 2018), yang

berjudul pengaruh pemberian terapi generalis dalam mengatasi

ansietas keluarga pasien hemodialisa. Hasil penelitian

menyatakan bahwa adanya perubahan kemampuan keluarga

dalam mengatasi kecemasan melalui terapi generalis ansietas

seperti mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, distraksi dan

teknik lima jari.

8. Kecemasan Mahasiswa

Mahasiswa dalam menyususn skripsi menghadapi berbagai

gangguan psikologis sepertis perasaan cemas, stress, serta

depresi. Mahasiswa yang menyususn skripsi dapat mengalami

kecemasan, berupa perasaan minder, perasaan tidak mampu

mengerjakan skripsi, perasaan yang sedih, pikiran yang tidak

tenang, tidak percaya diri, sakit kepala, mudah tersinggung dan

mudah marah (Marjan, Sano, & Ifdil, 2018).

Tingkat kecemasan mahasiswa dalam menyusun skripsi di

tandai oleh jantung berdebar, saat berhadapan dengan dosen

pembimbing serta gugup dan perasaan bersalah karena tidak

dapat melaksanakan bimbingan. Perasaan kekhawatiran yang

dirasakan mahasiswa tidak mampu menyelesaikan masalah-

masalah yang akan muncul dilapangan saat penelitian dan

merasakan kegelisahan ketika tidak dapat menyelesaikan item

pernyataan instrument penelitian (Marjan et al., 2018).


B. Tinjauan Tentang Teori Terapi Relaksasi Otot Progresif

1. Definisi Otot Progresif

Menurut herodes pada tahun 2010, teknik relaksasi otot

progresif merupakan relaksasi otot yang tidak memerlukan

ketekunan, sugesti dan imajinasi. Teknik relaksasi ini yang akan

diberikan kepada pasien dengan menegangkan otot-otot tertentu

lalu kemudian direlaksasikan (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Menurut Kustanti dan Widodo pada tahun 2008, mengatakan

bahwa teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu cara

dari teknik relaksasi yang mengkombinasikan latihan napas dalam

serta serangkaian seri kontraksi dan juga merelaksasikan otot-otot

tertentu (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

2. Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan Potter (2008),

menyatakan bahwa tujuan dari terapi relaksasi otot progresif yaitu,

untuk :

a. Membangun emosi positif dan emosi negative

b. Menurunkan ketegangan otot, nyeri punggung dan leher, laju

metabolik dan tekanan darah tinggi serta frekuensi jantung.

c. Mengatasi gagap ringan, fobia ringan, depresi, insomnia,

spasme otot, dan kelelahan

d. Mengurangi kebutuhan oksigen dan distrimia jantung

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi cemas atau stress


f. Meningkatkan gelombnag alfa otak yang terjadi ketika pasien

sadar dan tidak memfokuskan perhatian serta relaks

g. Meningkatkan rasa kebugaran dan konsetrasi

(Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Penelitian dilakukan oleh (Rahmawati, Widjajanto, & Astari,

2017) dengan judul pengaruh progressive muscle relaxation

terhadap kecemasan ibu pre operasi section secarea di ruang

bersalin, sejalan dengan teori diatas bahwa terjadi penururnan

tingkat kecemasan setelah diberikan perlakuan dengan nilai

p=0,000 (<0,05).

3. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

Menurut (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) ada beberapa

indikasi terapi otot progresif yaitu:

a. Pasien yang mengalami gangguan tidur

b. Pasien yang mengalami kecemasan

c. Pasien yang mengalami depresi

d. Pasien yang mengalami stress

4. Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

Menurut (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) ada dua

kontraindikasi yang harus diperhatikan pada saat pemberian terapi

relaksasi otot progresif yaitu:

a. Pyang menjalani perawatan tirah baring (Bed Rest)

b. Pasien yang mengalami keterbatasan gerak, misalnya tidak

bisa menggerakkan badannya.


5. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan

Menurut (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan kegiatan terapi

relaksasi otot progresif yaitu:

a. Memeriksa apakah pasien benar-benar relaks

b. Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan, karena dapat

melukai diri sendiri

c. Melakukan pada bagian kanan tubuh sebanyak dua kali,

kemudian bagian kiri dua kali.

d. Dibutuhkan waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-otot

menjadi relaks

e. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan

f. Perhatikan posisi tubuh, lebih nyaman dengan mata tertutup

dan hindari posisi berdiri.

Penelitian yang dilakukan oleh (Yolanda, 2017) dengan judul

pengaruh terapi progressive muscle relaxation (PMR) terhadap

penurunan kecemasan pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK)

akibat lamanya menjalani terapi hemodialisa. Dalam penelitiannya

menunjukkan adanya respon relaksasi pada tubuh, pada saat

tubuh diaktifkan maka terjadi peningkatan metabolisme tubuh

sehingga otot menjadi tegang. Pada saat tubuh distimulus dengan

gerakan relaksasi maka terjadi efek saraf parasimpatis sehingga

dapat menurunkan ketegangan otot serta tercapainya keadaan

rileks.
6. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif

Menurut (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) ada beberapa

persipan dan prosedur yang harus diperhatikan dalam pemberian

terapi relaksasi otot progresif yaitu:

a. Persiapan

1) Persiapan Lingkungan Dan Alat

a) Lingkungan yang tenang dan sunyi

b) Bantal

c) Kursi

2) Persiapan Pasien

a) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan pengisian

lembar persetujuan terapi pada pasien

b) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti jam tangan,

sepatu dan kacamata

c) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal-hal lain

yang sifatnya mengikat ketat

d) Posisikan tubuh pasien secara nyaman yaitu berbaring

dengan mata tertutup menggunakan bantal dibawah

kepala dan lutut atau duduk dikursi dengan kepala

ditopang serta hindari posisi berdiri

b. Prosedur

1) Gerakan 1 yang ditujukan untuk melatih otot tangan.

a) Gerakan tangan kiri sambil membuat suatu kepalan


b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi

c) Pada saat kepalan tangan dilepaskan, pasien dipandu

untuk merasakan rileks selama 10 detik

d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali

sehingga pasien dapat membedakan perbedaan antara

ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami

e) Prosedur serupa juga dilatih pada tangan kanan

2) Gerakan 2 ditujukan untuk melatih otot tangan bagian

belakang. Tekuk kedua lengan kebelakang pada

pergelangan tangan sehingga otot ditangan bagian

belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari

menghadap kelangit-langit.

Gambar 2.1 Latihan Otot Progresif Gerakan 1 dan 2 (Otot-otot Tangan)


Sumber: (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) Terapi Modilitas Keperawatan Pada
Klien Psikogeriatrik
3) Gerakan 3 ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar

pada bagian atas pangkal lengan).

a) Genggan kedua tangan sehingga menjadi kepalan

b) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak

sehingga otot biseps akan menjadi tegang

Gambar 2.2 Latihan Otot Progresif Gerakan 3 (Otot-otot Biseps)


Sumber: (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) Terapi Modalitas Keperawatan
Pada Klien Psikogeriatrik

4) Gerakan 4 ditujukan untuk melatih otot bahu supaya

mengendur.

a) Angkatb kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan

hingga menyentuh kedua telinga

b) Fokuskan perhatian gerakan pada kontraksi ketegangan

yang terjadi di bahu, punggung atas dan leher


Gambar 2.3 Latihan Otot Progresif Gerakan 4 (Otot-otot Bahu)
Sumber: (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) Terapi Modalitas Keperawatan
Pada Klien Psikogeriatrik

5) Gerakan 5 dan 6 ditujukan untuk melepaskan otot-otot

wajah (seperti otot mata, dahi, mulut dan rahang).

a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan

alis sampai otot terasa dan kulit keriput

b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan

ketegangan disekitar mata dan otot-otot yang

mengendalikan gerakan mata

6) Gerakan 7 ditujukan untuk mengendurkan ketegangan

yang dialami oleh otot rahang. Ketupkan rahang, diikuti

dengan mengigit gigi sehingga terjadi ketegangan disekitar

otot rahang.

7) Gerakan 8 ditujukan untuk mengendurkan otot-otot

disekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya

sehingga akan dirasakan ketegangan disekitar mulut.


8) Gerakan 9 ditujukan untuk merileksasikan otot-otot leher

bagian depan maupun bagian belakang.

a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang

baru kemudian otot leher bagian depan

b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat

c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi

sedemikian rupa sehingga dapat merasakan

ketegangan dibagian belakang leher dan punggung atas

Gambar 2.4 Latihan Otot Progresif 5-8 (Otot-otot Wajah, Rahang dan
Sekitar Mulut)
Sumber: (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) Terapi Modialitas Keperawatan
Pada Klien Psikogeriatrik

9) Gerakan 10 ditujukan untuk melatih otot leher bagian

depan.

a) Gerakan membawa kepala ke muka

b) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan

ketegangan di daerah leher bagian muka


10) Gerakan 11 ditujukan untuk melatih otot punggung.

a) Angkat tubuh dari sandaran kursi

b) Punggung dilengkungkan

c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik

kemudian relaks

d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil

membiarkan ototmenjadi lemas.

11) Gerakan 12 ditujukan untuk melepaskan otot dada.

a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan

udara sebanyak-banyaknya

b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan

ketegangan dibagian dada sampai turun ke perut,

kemudian dilepas

c) Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan

lega

d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan

antara kondisi tegang dan relaks

12) Gerakan 13 ditujukan untuk melatih otot perut.

a) Tarik dengan kuat perut ke dalam

b) Tahan sampai menjadi kencang dank eras selama 10

detik lalu dilepaskan bebas

c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut


Gambar 2.5 Latihan Otot Progresif 9-12 ( otot Leher, Punggung dan Dada)
Sumber: (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) Terapi Modalitas Keperawatan
Pada Klien Psikogeriatrik

13) Gerakan 14 dan 15 ditujukan untuk melatih otot-otot kaki

seperti paha dan betis.

a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga paha terasa

tegang

b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa

sehingga ketegangan pindah ke otot betis

c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas

d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali


Gambar 2.6 Latihan Otot Progresif Gerakan 13-15 (Otot Perut dan Kaki)
Sumber: (Setyoadi & Kushariyadi, 2011) Terapi Modalitas Keperawatan
Pada Klien Psikogeriatrik

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjalankan

keterkaitan antarvariabel baik variabel yang diteliti maupun yang tidak

diteliti (Nursalam, 2017).

Kerangka konsep ini mengacu pada tujuan penelitian yaitu

mengetahui “Pengaruh Terapi Relaksasi Ototo Progresif Terhadap

Tingkat Kecemasan Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Keperawatan Di

Stikes Panrita Husada Bulukumba Tahun 2019”.


Independen Dependen

Terapi Relaksasi Otot


Tingkat
Progresif Kecemasan

Gambar 2.7
Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

= Variabel Independen yang diteliti

= Variabel Dependen yang diteliti

= Penghubung antar Variabel yang diteliti.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rancangan penelitian yang terdiri atas

beberapa komponen yang menyatu satu sama lain untuk memperoleh

data dan fakta dalam rangka menjawab pertanyaan atau masalah

penelitian (Lapau, 2013).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Pra-eksperiment dengan pendekatan One Group Pre-post-test, yaitu

jenis penelitian ini terdapat pre-test, sebelum diberi perlakuan, dengan

demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat

membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan

(Sugiyono, 2017).

𝑜1 × 𝑜2

Gambar 3.1

Desain Penelitian

Keterangan:

X = Pelatihan (Perlakuan)

O1 = Nilai pre-test (sebelum diberkani perlakuan)

O2 = Nilai post-test (setelah diberikan perlakuan)


B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni Tahun 2019.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kampus Stikes Panrita Husada

Bulukumba.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalis yang terdiri atas obyek

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian

ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017). Populasi dalam penelitian

ini adalah semua mahasiswa tingkat akhir keperawatan di Stikes

panrita Husada Bulukumba sebanyak 68 mahasiswa.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah yang telah dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2017). Rumus sampling yang

digunakan adalah rumus dari Supiuddin.

Berdasarkan rumus di bawah didapatkan jumlah sampel

dalam penelitian ini yaitu sebanyak 18 responden yang mengalami

kecemasan.
2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽). 𝑆
𝑛=[ ]
𝑋1 − 𝑋2

2
(1,96 + 0,84). 4,644
𝑛=[ ]
3

2
(2,8). 4,644
𝑛=[ ] = 18
3

Keterangan :

Zα = Deviat Baku Alpha 1,96

Zβ = Deviat Baku Beta 0,84

S = simpangan Baku Gabungan

n = Jumlah Sampel

𝑋1 − 𝑋2 = Selisih Rerata Minimal Yang Dianggap Bermakna.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan metode

consecutive sampling yang merupakan pengambilan sampel

dengan menggunkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti

sehingga jumlah sampel dapat terpenuhi (Prihanti, 2018).

4. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

Sampel dalam penelitian ini adalah subyek yang memenuhi:

a. Kriteria Inklusi

1) Mahasiswa yang mengalami kecemasan

2) Mahasiswa yang bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

1) Mahasiswa yang tidak bersedia menjadi responden

2) Mahasiswa yang ada pada saat pengambilan data


D. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu fasilitas untuk pengukuran suatu

penelitian, serta konsep dalam penelitian ditujukan bersifat konkret

dan secara langsung bisa diukur. Sesuatu yang konkret dapat

diartikan sebagai suatu variabel dalam penelitian (Nursalam, 2017).

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel bebas yang biasanya

diamati, dimanipulasi dan diukur untuk diketahui hubungan atau

pengaruhnya terhadap variabel lain, variabel bebas biasanya

merupakan intervensi keperawatan (Nursalam, 2017). Variabel

independen dalam penelitian ini yaitu terapi relaksasi otot

progresif.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel terkait adalah variabel yang

nilainya dipengaruhi serta ditentukan oleh variabel lain, variabel ini

memiliki faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada

tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam,

2017). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu tingkat

kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir keperawatan.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah setiap variabel dalam penelitian

harus didefinisikan secara operasional. Mendefenisikan variabel

secara operasional yaitu mendeskripsikan variabel penelitian


sedemikian rupa sehingga bersifat terukur, tidak berinteprestasi dan

spesifik (Elfindari, Hasnita, Abidin, Machmud, & Elmiyasna, 2012).

Adapaun defenisi operasional dan skala pengukuran yang akan

dilakukan dalam penelitiam ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Dependen

a. Defenisi Operasional

Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum,

dimana seseorang merasa takut, hilangnya percaya diri dan

perasaan khawatir yang berkaitan dengan perasaan tidak

pasti yang dikategorikan ringan, sedang dan berat.

b. Kriteria Objektif

1) Tidak cemas : <44

2) Ringan : 45-59

3) Sedang : 60-74

4) Berat : 75-80

c. Alat ukur yang digunakan yaitu lembar kuesioner Zung Self

Rating Anxiety Scale dengan menggunakan skala likert

d. Skala Pengukuran : Ordinal

2. Variebel Independen

a. Defenisi Operasional

Terapi relaksasi otot progresif adalah teknik terapi

relaksasi yang dilakukan pada mahaisiswa tingkat akhir

keperawatan yang mengalami tingkat kecemasan,

merelaksasikan secara bergantian selama 20-50 detik setiap


otot dan dilakukan latihan otot progresif minimal 2x dalam

seminggu dan selama 2 minggu.

b. Kriteria Objektif

Baik : Bila responden dapat mengerakkan 15 kelompok otot

dengan baik

Kurang : Bila responden dapat mengerakkan 15 kelompok otot

dengan kurang baik

c. Alat ukur yang digunakan adalah lembar SOP Relaksasi Otot

Progresif

d. Skala ukur : Nominal

F. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati, secara

spesifik semua fenomena ini disebut dengn variabel penelitian.

Instrument dalam penelitian ini yaitu kuesioner (angket). Kuesioner

adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi sebuah pertanyaan atau pernyataan yang tertulis kepada

responden untuk dijawab (Sugiyono, 2017).

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian untuk pengumpulan

data awal adalah dengan menggunakan data primer yaitu dengan

melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa tingkat akhir

keperawatan di Stikes Panrita Husada Bulukumba, pada saat itu

dengan menanyakan tentang tingkat kecemasan yang dialami

mahasiswa pada saat memikirkan penyususnan skripsi.


Untuk penelitian selanjutnya, peneliti akan menggunakan jenis

instrument penelitian kuesioner yang berisikan beberapa pertanyaan

yang sudah teruji validitas dan reliabilitas yang dimana nantinya akan

diberikan pada responden yaitu mahasiswa tingkat akhir keperawatan.

Pengukuran dilakukan 2x sebelum dan setelah diberikan terapi

relaksasi otot progrsif. Skala pengukuran data adalah ordinal untuk

variabel penurunan tingkat kecemasan menggunakan skala 20

pertanyaan.

Mahasiswa yang akan menjadi responden akan dberikan

terapi relaksasi otot progresif, diberikan minimal 2x dalam

seminggu. Sesi terapi relaksasi otot progresif berlangsung selama

10-20 menit (maksimum), setiap gerakan diberikan 20-50 detik dan

diberikan berdasarkan standar prosedur operasional (SOP).

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh

secara langsung dari sumber asli atau pihak pertama. Data primer

secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab

pertanyaan penelitian (Supriyono, 2018). Data primer meliputi

karakteristik sumber aslinya atau responden yaitu Mmahasiswa

tingkat akhir keperawatan dengan tingkat kecemasan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh

peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (Supriyono,


2018). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang

diperoleh dari Stikes Panrita Husada Bulukumba.


H. Alur Penelitian

Proposal Penelitian

Hipotesis Penelitian

I.
Terapi Relaksasi Otot Progresif akan menurunkan
kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir keperawatan

Populasi

Mahasiswa tingkat akhir diJ.Stikes Panrita Husada


Bulukumba sebanyak 68 orang

Sampel

Responden yang digunakan dalam


K. penelitian ini yaitu 18
responden

L.
Instrumen Penelitian

Kuesioner (Angket)

Tempat Penelitian

Izin Penelitian Stikes Panrita Husada


Bulukumba

Pengurus Izin Penelitian


Variabel Dependen
Variabel Independen
Pengumpulan Data Tinfkat Kecemasan Pada
Terapi Relaksasi Otot
Pasien Pre-Operasi
Progresif
Analisa Data

Bivariat dan Univariat

Kesimpulan

Saran

Gambar 3.2 Alur Penelitian


I. Pengolahan Dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Menurut (Lapau, 2013), pengolahan data adalah bagian dari

rangkaian kegiatan yang dilakukan setelah pengumpulan data.

Langkah-langkah pengolahan data meliputi:

a) Editing adalah tahapan kegiatan memeriksa validitas data yang

masuk seperti memeriksa kelengkapan pengisian kuesioner,

kejelasan jawaban, relevansi jawaban, dan keseragaman suatu

pengukuran.

b) Tabulating adalah tahapan kegiatan pengorganisasian data

sedemikian rupa agar lebih mudah dapat dijumlah, disusun dan

ditata untuk disajikan dan dianalisis.

c) Coding adalah tahapan kegiatan mengklasifikasi data dan

jawaban menurut kategori masing-masing sehingga

memudahkan dalam pengelompokan data.

d) Ckeaning adalah tahapan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah di entery dan melakukan koreksi bila terdapat

kesalahan.

e) Processing adalah tahapan kegiatan memproses data agar

dapat dianalisis.

f) Pemroscsan adalah data yang dilakukan dengan cara meng-

entery (memasukkan) data hasil pengisian kuesioner kedalam

master tabel atau database komputer.


2. Analisa Data

Menurut (Lapau, 2013), analisa data adalah dilakukan

secara bertahap yang meliputi analisis univariat dan bivariat.

a) Univariat dilakukan untuk mengetahui proporsi masing-masing

kategori berisiko dari variabel dependen dan independen. Pada

penelitian ini akan diketahui distribusi frekuensi mengenai

karakteristik mahasiswa tingkat akhir keperawatan dengan

tingkat kecemasannya.

b) Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui signifikan

hubungan antara satu variabel independen dengan satu

variabel dependen dengan menggunakan uji T berpasangan

Alternatife wilcoxon diaplikasikan di SPSS20. Uji ini digunakan

untuk dua sampel berpasangan dan membandingan data

sebelum diberi perlakuan (pretest) dan sesudah diberi

perlakuan (posttest).

J. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan ijin kepada instansi tempat penelitian di RSUD H. A.

Sulthan Daeng Radja Bulukumba. Setelah mendapatkan persetuajuan

barulah peneliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah

etika penelitian, sebagai berikut:

Menurut (Dharma, 2011), terdapat empat prinsip utama dalam

etika penelitian kperawatan yaitu:


1. Menghormati Harkat Dan Martabat Manusia (Respect For Human

Diginity)

Didalam penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung

tinggi martabat dan harkat manusia. Subjek memiliki hak asasi

serta kebebasan untuk menentukan suatu pilihan atau menolak

penelitian (autonomy). Tidak boleh ada penekanan tertentu atau

paksaan agar subjek bersedia ikut dalam penelitian. Subjek di

dalam penelitian berhak mendapatkan informasi yang lengkap dan

terbuka tentang pelaksanaan penelitian yaitu meliputi manfaat dan

tujuan penelitian, resiko penelitian, kerahasiaan informasi,

prosedur penelitia dan keuntungan yang didapatkan dalam

penelitian.

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap serta

mempertimbangkannya dengan baik, subjek kemudian

menentukan apakah akan ikut serta atau menolak sebagai subjek

penelitian. Prinsip tersebut tertuang dalam pelaksanaa informaed

consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek

penelitian tentang keseluruhan dan mendapatkan penjelasan yang

lengkap terkait pelaksanaan penelitian.

2. Menghormati Privasi Dan Kerahasiaan Subjek (Respect For

Privacy And Confidenttiality)

Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak

asasi untuk mendapatkan kerahasiaan informasi. Namun tidak

bisa dipungkiri bahwa peneliti menyebabkan terbukanya informasi


tentang subjek. Sehingga penelitian perlu merahasiakan sebagian

privasi subjek seperti identitasnya dan segala informasi tentang

subjek yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Prinsip tersebut

dapat digunkan dengan cara menghilangkan indentitas

subjekseperti nama dan alamat kemudian diganti dengan kode

yang sudh ditentukan. Dengan demikian segala informasi yang

berkaitan dengan subjek tidak dapat terrekspos secara luas.

3. Menghormati Keadilan Dan Inklusivitas (Respect For Justice

Inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung arti

bahwa penelitian dilakukan secara tepat, professional, hati-hati,

jujur dan dilakukan secara cermat. Sedangkan prinsip keadilan

mengandung arti bahwa penelitian memberikan beban secara

meratabeban secara merata dan memberikan keuntungan sesuai

dengan kebutuhan serta kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan Manfaat Dan Kerugian Yang Ditimbulkan

(Balancing Harm And Benefits)

Prinsip ini mengandung arti bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang besar bagi subjek penelitiannya

dan populasi yang dimana hasil penelitian akan diterapkan

(beneficience). Kemudian meminimalisir dampak atau resiko yang

merugikan bagi subjek penelitian (nonmaleficience). Yang harus

diperhatikan oleh peneliti yaitu ketika mengajukan usulan

penelitian untuk mendapatkan persetujuan etik dan komite etik


penelitian. Penelitian juga harus mempertimbangkan rasio

kerugiaan/resiko dan manfaat dari penelitian.

K. Jadwal Penelitian

No Uraian Kegiatan Terlaksana


1 Pengajuan Judul Desember
2 ACC Judul Desember
3 Penyusunan Proposal Januari
4 Bimbingan Proposal Januari
5 ACC Proposal Februari
6 Ujian Proposal Maret
7 Pelaksanaan Penelitian April
8 Bimbingan Skripsi April
9 ACC Skripsi Mei
10 Ujian Skripsi Juni
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Struktur Organisasi:

Pembimbing Utama : Nadia Alfira S. Kep, Ns. M. Kep

Pembimbing Pendamping : Haryanti Haris S. Kep, Ns. M. Kep

Peneliti : Mimit Yuliana Pratiwi


DAFTAR PUSTAKA

Aeni, Q., & Jati, R. P. (2018). Pengaruh Pemberian Terapi Generalis


Dalam Mengatasi Anastesi Keluarga Pasien Hemodialisa. Ilmu
Keperawatan Jiwa, 1(2), 105–110.

Barus, M., Simullang, M. S. D., & Gea, E. C. P. (2018). Pengaruh


Progressive Muscle Relaxation Terhadap Tingkat Kecemasan Pre
Operasi Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2018. Journal
Mutiara Ners, 1(2), 98–108.

Dharma, K. K. (2011). Mtodologi Penelitian Keperawatan Panduan


Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta Timur: Buku
Kesehatan.

Elfindari, Hasnita, E., Abidin, Z., Machmud, R., & Elmiyasna. (2012).
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Badauose Medika.

Fatmawati, D. P. (2016). Pengarug Relaksasi Progresif Dan Aroma Terapi


Lavender Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi
Dengan Spinal Anastesi.

Handayani, R. S., & Rahmayati, E. (2018). Pengaruh Aromaterapi


Lavender, Relaksasi Otot Progresif dan Guided Imagery terhadap
Kecemasan Pasien Pre OperatifNo Title. Journal Kesehatan, 9(2),
319–324. Retrieved from http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Hastuti, R. Y., & Arumsari, A. (2015). Pengaruh Terapi Hipnotis Lima Jari
Untuk Menurunkan Kecemasan Pada Mahasiswa Yang Sedang
Menyusun Skripsi Di Stikes Muhammadiyah Klaten. Motorik, 10(21).

Hawari, H. D. (2016). Manajemen Stres Cemas Dan Depresi. Jakarta:


Badan Penerbit FKUI.

Hidayati, E., & Nurwanah, N. (2019). TINGKAT KECEMASAN TERHADAP


PRESTASI AKADEMIK PENGURUS IKATAN MAHASISWA
MUHAMMADIYAH. Indonesian Journal for Health Sciences, 3(1), 13–
19. Retrieved from http://journal.umpo.ac.id/index.php/IJHS/

Lapau, B. (2013). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Yayasan


Pustaka Obor Indonesia.

Lestari, K. P., & Yuswiyanti, A. (2014). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot


Progresif Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre
Operasi Di Ruang Wijaya Kusuma RSUD DR. R Soeparto CSPU.
Keperawatan Maternitas, 3(1), 27–32.

Marjan, F., Sano, A., & Ifdil. (2018). Tingkat kecemasan mahasiswa
Bimbingan dan Konseling dalam menyusun skripsi. Jurnal Penelitian
Guru Indonesia, 3(2), 84–89.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:


Selemba Medika.

Pieter, H. Z., Janiwarti, B., & Saragih, M. (2011). Pengantar Psikopatologi


Untuk Keperawatan. Jakarta: Kharisma Putra Utama.

Prihanti, G. S. (2018). Pengantar Biostatistik. Malang: Universitas


Muhammadiyah. Retrieved from http://umpress.umm.ac.id

Rahmawati, P. M., Widjajanto, E., & Astari, A. M. (2017). Pengaruh


Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kecemasan Ibu Pre
Operasi Sectio Secarea Di Ruang Bersalin. NurseLine, 2(2).

Saam, Z., & Wahyuni, S. (2013). Psikologi Keperawatan. Jakarta: PT


Rajagrafindo Persada.

Saputro, H., & Fazrin, I. (2017). Anak Sakit Wajib Perawatan Di Rumah
Sakit. Jakarta: Forum Ilmiah Kesehatan.

Setyoadi, & Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Pada


KlienPsikogeriatrik. Jakarta: Selemba Medika.

Situmorang, D. D. B. (2017). MAHASISWA MENGALAMI ACADEMIC


ANXIETY TERHADAP SKRIPSI? BERIKAN KONSELING
COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY DENGAN MUSIK. Jurnal
Bimbingan Dan Konseling Ar-Rahman, 3(2), 31–42. Retrieved from
http://ojs.uniska.ac.id/index.php/BKA

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

Supriyono, R. . (2018). Akuntasi Keperilakuan. Yogyakarta: Gadja Mada


University Press.

Untari, I. (2014). HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN


PRESTASI UJI OSCA I PADA MAHASISWA AKPER PKU
MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Jurnal Kebidanan, VI(1), 10–15.

Uskenat, M. D., Puguh, S., & Solechan, A. (2012). Pengaruh Tingkat


Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Denngan General Anastesi
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Relaksasi Otot Progresif.
Keperawatan.

Yolanda, Y. (2017). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progressive Muscle


Relaxation (PMR) Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) Akibat Lamanya Menjalani Terapi
Hemodialisa Di RST Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2016. Menara
Ilmu, 11(75).

Zainin, M. (2017). Terapi Relaksasi Otot Progresif Pada Klien Ansietas.


Health Science, 8(2).

Zan, P. H., & Lubis, N. L. (2010). Pengantar Psikologi Dalam


Keperawatan. Jakarta: Kharisma Putra Utama.

Anda mungkin juga menyukai