Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP TINGKAT KECEMASAN

MAHASISWA PROFESI NERS MENGHADAPI UKOM

Dosen Pengampu :
Ns. Hj. Silvia Maya Sari Riu, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok III :


Muhammad Wahyu Wicaksana (1901022)
Mohammad Al Fahmi Taher (1901068)
Nurfitriyana Boroma Utiarahman (1901014)
Windi Anggriani Dahia (1901006)
Sukma Manahapu (1901047)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO
T.A 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Awal tahun 2020, dunia digemparkan dengan merabaknya virus baru yaitu
coronavirus jenis baru (SARS-CoV-2) dan penyakit disebut COVID-19 (coronavirua
disease 2019). COVID-19 merupakan penyakit yang di identifikasi penyebabnya
adalah virus corona yang menyerang sistem pernapasan. Gejala utama penyakit
Covid-19 yaitu batuk, demam, dan sesak napas. Infeksi Covid-19 juga menyebabkan
kematian yang cukup tinggi di berbagai negara. (Kemkes, 2020).
Angka kejadian penyakit akibat Covid-19 di dunia pada tanggal 8 Mei 2020
mencapai 3.679.499 orang dengan angka kematian 254.199 orang di 215 negara
(WHO, 2020). Sementara di Indonesia angka kejadiannya mencapai 12.776 orang
dengan angka kematian mencapai 930 orang (Kemkes, 2020). Angka kejadian infeksi
Covid-19 di Pulau Jawa Tengah mencapai 9.920 orang dengan angka kematian
mencapai 6.069 orang. Sedangkan di Kota Surakarta mencapai angka 5.133 orang
dengan angka kematian 268 orang. (Kemkes, 2020).
Pandemi COVID-19 telah memfokuskan kesehatan mental berbagai populasi
yang terkena dampak, diketahui bahwa prevanlesi epidemic menonjolkan atau
menciptakan stressor baru termasuk ketakutan dan kekhawatiran pada diri sendiri atau
orang yang dicintai, kendala pada pergerakan fisik dan aktivitas sosial akibat
karantina, serta perubahan gaya hidup yang tiba-tiba dan radikal (Brooks SK, dkk.
2020).
Penyebaran Covid-19 kebijakan tersebut tepat, meski dalam perjalanannya
menimbulkan masalah baru bagi kalangan masyarakat, baik pelajar,
pekerja/karyawan, dan seluruh rakyat, oleh karena seluruh kegiatan harus dilakukan di
rumah, yang dikenal dengan istilah Work From Home (WFH) dan menerapkan social
distancing. Ini menjadi pemicu awal untuk seseorang mengalami kecemasan,
kebosanan dan kejenuhan karena kurang efektifnya onteraksi secara online dan
lainnya. (Peraturan menteri kesehatan no.9/2020 tentang pedoman PSBB dalam
rangka penanganan Covid-19).
Program Profesi Ners merupakan tahapan proses adaptasi profesi untuk dapat
menerima pendelegasian kewenangan secara bertahap dalam melakukan asuhan
keperawatan profesional, memberikan pendidikan kesehatan menjalankan fungsi
advokasi pada klien, membuat keputusan legal dan etik serta menggunakan hasil
penelitian terkini yang berkaitan dengan keperawatan. Profesi menjadi syarat menjadi
perawat profesional, sehingga Program Profesi Ners menjadi wajib bagi mahasiswa
yang telah selesai menempuh pendidikan sarjana keperawatan, institusi pendidikan
sebagai penyelenggaraan pendidikan bertanggung jawab terhadap lulusan untuk
memfasilitasi dan meluluskan sampai dengan pendidikan profesi Ners.
Uji kompetensi merupakan teknik pengukuran hasil pembelajaran, keahlian,
pendidikan dan kemahiran mahasiswa tingkat akhir program studi kesehatan setelah
melaksanakan seluruh rangkaian pendidikan (Anggraeini, 2018; Hartina et al., 2018).
Hal ini dapat memunculkan perasaan khawatir, takut, tegang, dan kecemasan karena
takut tidak lulus dalam uji kompetensi dan tidak bisa bekerja apabila belum memiliki
STR (Hartina et al., 2018; Hayat, 2017).
Kesulitan-kesulitan saat menghadapi ukom oleh mahasiswa sering dirasakan
sebagai suatu beban yang berat, seperti sulitnya berkonsentrasi, sulit untuk
memfokuskan otak dan menyamakan persepsi antara dosen dan mahasiswa, akibatnya
kesulitan-kesulitan yang dirasakan tersebut berkembang menjadi sikap yang negative
yang akhirnya dapat menimbulkan suatu kecemasan seseorang (Hidayat,2008).
Kecemasan adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami ketakutan,
khawatir, gelisah, dan perasaan tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik.
Kecemasan dapat timbul dengan intensitas yang berbeda-beda, tingkatan ini terbagi
menjadi kecemasan ringan, sedang, tinggi hingga menimbulkan kepanikan dari
individu itu sendiri, terkadang dapat menimbulkan halangan untuk melakukan suatu
pekerjaan.
Kecemasan merupakan gangguan mental terbesar.diperkirakan 20% dari
populasi dunia menderita kecemasan (Stuart, G. W,2006) dan sebanyak 47,7% remaja
sering merasa cemas. Kondisi seseorang yang sedang mengalami kecemasan akan
susah berkonsentrasi dan bersosialisasi sehingga menjadi kendala dalam menjalankan
fungsi social, pekerjaan, dan peranya (Slavani, 2005)
Pembelajaran pada program profesi ners dapat memicu cemas karena menjadi
kegiatan yang sulit bagi mahasiswa. Umumnya kesulitan-kesulitan yang ada berkaitan
pada masalah interpersonal, perasaan frustasi dan perasaan lelah yang muncul pada
saat kebutuhan mahasiswa tidak teridentifikasi dengan baik, serta situasi nyata
lapangan yang tidak sekedar menggambarkan situasi dalam teori.
Seseorang yang mengalami kecemasan dapat dilihat dan dirasakan dari
perubahan perubahan yang terjadi pada tubuhnya yaitu seperti merasa pusing dan
sakit kepala, mudah marah dan susah tidur. Ketakutan, kekhawatiran dan kegelisahan
yang tidak beralasan pada akhirnya menghadirkan kecemasan, dan kecemasan ini
tentu akan berdampak pada perubahan perilaku seperti, menarik diri dari lingkungan,
sulit fokus dalam beraktivitas, susah makan, mudah tersinggung, rendahnya
pengendalian emosi amarah, sensitive, tidak logis, susah tidur. (Jarnawi 2020).
Rasa cemas yang berlebihan membuat otak melepaskan hormon stres secara
teratur. Kondisi tersebut dapat meningkatkan frekuensi kemunculan gejala mulai dari
pusing, kepala kliyengan, hingga depresi. Otak mempunyai lima bagian utama,
menurut Rizki (2008, dalam Purwanto et. al., 2009) yaitu otak besar (serebrum), otak
tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), jembatan varol dan sumsum sambung
(medulla oblongata) yang memiliki fungsi dan peranan penting sehingga fungsinya
saling terkait satu sama lain, oleh karena itu diperlukan suatu strategi khusus yang
dapat membantu mengurangi gejala cemas tersebut. Penyembuhan gangguan cemas
dapat dilakukan dengan cara farmakologis maupun non farmakologis.
Menurut Harry (2005, dalam Purwanto et. al, 2009) olahraga atau senam otak
merupakan salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri,
karena saat melakukan olahraga atu senam otak dan susunan syaraf tulang belakang
akan menghasilkan endorphin, hormone yang berfungsi sebagai obat penenang alami
dan menimbulkan rasa nyaman. Keuntungannya adalah : memungkinkan belajar dan
bekerja tanpa stress, karena dilakukan dalam waktu singkat; Brain Gym juga tidak
memerlukan bahan atau tempat khusus, sehingga dapat menyesuaikan situasi belajar
dan bekerja dalam kehidupan sehari-hari; dengan Brain gym dapat meningkatkan
kepercayaan diri secara aktif meningkatkan potensi dan keterampilan yang dimiliki
karena Brain Gym menyenangkan dan menyehatkan.
Prevalensi gangguan kecemasan secara nasional tahun 2017 pada penduduk
umur ≥ 15 tahun berdasarkan Self Reporting Questionnaire-20 adalah 6,0% (37.728
orang dari subyek yang dianalisis). Provinsi dengan prevalensi gangguan kecemasan
adalah Sulawesi Tengah (11,6%), sedangkan yang terendah di Lampung (1,2%), dan
untuk prevalensi gangguan kecemasan di provinsi Kalimantan Timur adalah 3,2 %
(Riskesdas, 2017).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, ditemukan bahwa perilaku
keseharian mahasiswa profesi ners yang sedang menanti UKOM di universitas
Muhammadiyah Malang antara lain banyaknya keluhan mahasiswa mengenai sakit
kepala yang sering mengganggu aktivitas mereka sehari-hari, keluhan mengenai
kesulitan tidur, sering melamun, mudah marah, dan beberapa mahasiswa mengatakan
mereka juga mengalami penurunan nafsu makan, keluhan-keluhan ini merupakan
indikasi atau menunjukkan adanya gejala kecemasan.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap mahasiswa profesi ners Di
Universitas Muhammadiah Malang pada tanggal 6 November 2021 dengan
menggunakan lembar kuesioner berdasarkan teori stress terhadap 10 mahasiswa
tingkat akhir, perwakilan dari dua kelas yang masing-masing terdiri dari 5 orang.
Hasil studi pendahuluan yaitu 5 mahasiswa (50%) menunjukkan gejala cemas sedang,
3 mahasiswa (30%) menunjukkan gejala cemas berat, dan 2 mahasiswa (20%)
menunjukkan gejala cemas sangat berat, dimana 8 mahasiswa (80%) mengatakan
upaya yang dilakukannya untuk mengatasi kecemasan adalah dengan menjalankan
sholat 5 waktu ditambah dengan sholat malam (tahajud), belajar, mendengarkan
musik, berdiskusi dengan teman, serta jalan-jalan dan 2 mahasiswa (20%) merasa
pasrah tidak melakukan apa - apa dengan alasan tidak mengerti apa yang harus
dilakukan
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Pengaruh Brain Gym Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa
Profesi NERS menghadapi UKOM
B. Rumasan Masalah
Terkait permasalahan yang ada diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
yaitu “Apakah ada Pengaruh Brain Gym Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa
Profesi NERS Menghadapi UKOM”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh brain gym terhadap tingkat kecemasan
mahasiswa profesi ners untuk menghadapi ukom
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pegaruh brain gym
b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan mahasiswa profesi ners
menghadapi ukom
c. Untuk menganalisa adanya pengaruh brain gym terhadap tingkat
kecemasan mahasiswa profesi ners menghadapi ukom
3. Manfaat penelitian
 Manfaat teoritis
Pada penelitian diatas diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
menjadi pertimbangan keperawatan untuk lebih meningkatkan
 Manfaat praktis
1. Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memperkaya ilmu
pengetahuan khusunya di Pendidikan keperawatan mengenai brain
gym terhadap tingkat kecemasan
2. Bagi responden
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengaruh brain
gym terhadap tingkat kecemasan mahasiswa profesi ners menghadapi
ukom
3. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti ini dapat memberikan pengalaman berharga dan
menambah wawasan bagi peneliti karena peneliti dapat secara
langsung mengaplikasikan teori penelitian yang dapat tentang
pengaruh senam otak (brian gym) terhadap tingkat kecemasan.

BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Brain Gym
Brain gym yang terdiri dari dua kata yaitu Brain dan Gym. Brain yang berasal dari
bahasa inggris yang artinya otak sedangkan Gym berasal dari kata Gymnastics yang
artinya olah raga senam (Enniza, 2015).
Brain Gym merupakan suatu gerakan sederhana yang didesain untuk merangsang
pengoptimalan otak. Hal ini dapat menyangkut keseimbangan otak pada bagian kanan dan
kiri, relaksasi otak belakang dan depan sebagai dimensi pemfokusan, merangsang otak
pada bagian tengah atau biasa disebut limbis dalam pengaturan emosional dan
merangsang dimensi pemusatan pada otak besar (Diana Sulis, Adiesty Ferilia, 2017).
Brain Gym adalah latihan yang terangkai menggunakan gerakan yang dinamis, dan
menyilang. Brain gym adalah latihan dengan menggunakan gerakan-gerakan sederhana
yang memiliki tujuan untuk menghubungkan dan menyatukan fikiran dan tubuh (Sariana
N, Afiif A, 2017).
Brain Gym merupakan berbagai gerakan sederhana yang menyenangkan dan yang
digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology yang biasa di singkat dengan
(Edu-K) dilakukan untuk meningkatkan kemampuan belajar dengan menggunakan otak.
Gerakan - gerakan Brain Gym dapat membuat pelajaran menjadi lebih mudah, serta
bermanfaat juga untuk kemampuan akademik (Pramesti, Sastrawan, & Wardhana, 2018)
Berdasarkan beberapa definisi di atas peneliti menarik kesimpulan bahwasanya brain
gym adalah olah raga senam untuk merangsang otak dan mempunyai gerakan yang
dinamis serta gerakan yang menyenangkan. Adapun manfaat dan macam macam gerakan
brain gym adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Brain Gym
Meningkatkan keseimbangan otak kiri dan kanan (dimensi leteralitas-
komunikasi), meningkatkan fungsi pemfokusan dan pemahaman, meningkakan
ketajaman pendengaran serta penglihatan, meningkatkan daya ingat serta
mempercepat kerja otak, membantu mengurangi dalam kesalahan saat membaca,
memori dan kemampuan komperhensif serta peningkatan rangsangan visual pada
penderita gangguan bahasa (Diana Sulis, Adiesty Ferilia, 2017).
Menurut Dadan, (2017) manfaat Brain Gym adalah dengan melakukan Brain
Gym maka dapat membuat pikiran lebih jernih, lebih berkonsentrasi, anak akan
menjadi lebih kreatif dan efisien dan lebih sehat serta prestasi belajar yang didapatkan
anak akan lebih meningkat. Manfaat lainnya dari Brain Gym adalah belajar dan
bekerja tidak akan menjadi stress karena dilakukan dalam waktu yang singkat, untuk
melakukan Brain Gym tidak memerlukan tempat yang luas dan tempat yang khusus
sehingga memerlukan dapat disesuaikan dengan situasi belajar dalam sehari-hari,
Brain Gym dapat meningkatkan kepercayaan diri pada anak, hasil akan dirasakan
dalam hal kemandirian anak saat belajar, secara aktif dapat meningkatkan
keterampilan dan kreativitas yang dimiliki anak karena Brain Gym sangat
menyenangkan dan menyehatkan (Saputra Chendi Bayu, 2017).
2. Macam-macam Gerakan Brain Gym
Gerakan brain gym ini sangat efektif dan efisien karna dilakukan dimana saja, ileh
siapa saja, dan tidak terikat oleh waktu khusus (Dennison, 2009). Gerakan brain gym
pada remaja (usia 12-15 tahun) sebagai berikut :
a. Gerakan silang (Cross crawl)
Gerakan ini menyilang antara gerakan tangan kanan bersamaan dengan
kaki kiri dan tangan kiri bersamaan dengan kaki kanan. Bergerak ke depan, ke
samping, ke belakang atau jalan ditempat. Untuk “menyebrangi garis tengah”
sebaiknya tangan menyentuh tumit yang berlawanan.
Fungsi : merangsang bagian otak yang menerima informasi dan bagian
yang menggunakan informasi sehingga memudahkan proses mempelajari hal-
hal baru serta meningkatkan daya ingat.

Gambar 2.1 : Gerakan silang (Cross crawl)


b. Mengaktifkan tangan (The active arm)
Luruskan satu tangan ke atas, tangan yang lain kesamping telinga
memegang tangan yang keatas. Buang nafas pelan, sementara otot- otot
diaktifkan dengan mendorong tangan keempat jurusan (depan, belakang,
dalam dan luar), sementara tangan yang satu menahan dorongan.
Fungsi : peningkatan fokus dan konsentrasi, pernafasan lebih lancar
dan sikap lebih santai serta peningkatan energi pada tangan dan jari

Gambar 2.2 : Mengaktifkan tangan (The active arm)


c. Pasang kuda-kuda (The grounder)
Gerakan mulai dengan kaki terbuka, arahkan kaki ke kanan dan kaki
kiri tetap lurus ke depan. Tekuk lutut kanan sambil buang nafas, lalu ambil
nafas waktu lutut kanan diluruskan kembali. Pinggul ditarik ke atas , gerakan
ini diulangi 3x kemudian ganti dengan kaki kiri.
Fungsi : membantu konsentrasi pada apa yang sedang dikerjakan, juga
mengingat kembali apa yang di pelajari.
Gambar 2.3 : Pasang kuda-kuda (The grounder)

d. Tombol bumi (Earth button)


Letakkan dua jari dibawah bibir dan tangan yang lain dipusar dengan
jari menunjuk ke bawah. Ikutilah dengan mata satu garis dari lantai ke loteng
dan kembali sambil bernafas dalam-dalam, nafaskan energi ke atas, ketengah-
tengah badan.
Fungsi : Kesiagaan mental (mengurangi kelelahan mental).
Gambar 2.4 : Tombol bumi (Earth button)

e. Tombol angkasa (Space button)


Gerakkan meletakkan dua jari dibawah bibir dan tangan lain pada
tulang ekor selama 30 detik atau 4-6 kali tarikan nafas penuh.
Fungsi : meningkatkan koordinasi dan konsentrasi, mengurangi
kelelahan mental (stres), mengoptimalkan belajar. (Anggriyana, 2010).
Gambar 2.5 : Tombol angkasa (Space button)

3. Penilaian Brain Gym


Menurut Yuniarita (2012) tentang Brain Gym sebagai berikut :
a. Gerakan Brain Gym dilakukan sekitar 10-15 menit, sebanyak 2-3 kali dalam
sehari.
b. Gerakan Brain Gym dilakukan selama 12 hari.
B. Konsep Dasar Tingkat Kecemasan
Kecemasan atau ansietas merupakan gangguan alam perasaan (afektif) yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (reality testing abilityatau RTA masih
baik). Kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian atau
splittting of personality) perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal
(Hawari, 2008)
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami
gangguan kecemasan antaralain khawatir, takut akan pikirannya sendiri, tegang,
gelisah, mudah terkejut, tidak tenang, gangguan konsentrasi dan daya ingat serta
keluhan somantik seperti berdebar-debar. Selain keluhan –keluhan cemas secara
umum di atas ada lagi kelompok cemas yang lebih berat yaitu gangguan cemas
menyeluruh, gangguan panik, gangguan phobik dan gangguan obsesif-kompulsif
(Hawari, 2008).
Perasaan cemas akan muncul pada setiap orang, apabila seseorang tidak mampu
menghadapi sesuatu yang menekan perasaan dan menyebabkan pertentangan batin dalam
dirinya. Kecemasan ini dapat menjadi gangguan yang serius. Ketika seseorang merasa
cemas dan khawatir akan hal yang tidak menyenangkan yang dirasakan secara terus
menerus maka perasaan cemas yang pada mulanya dirasakan biasa kini akan berubah
menjadi sebuah ancaman (Prasanti, 2015).
Kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang
mengganggu kinerja seseorang seperti dalam berkosentrasi mengingat dan pembentukan
konsep pemecahan masalah. Faktor-faktor yang menjadi pemicu timbulnya kecemasan
antara lain, target kelulusan, iklim pembelajaran yang kurang kondusif, tugas akhir yang
sangat padat dan penilaian yang ketat. Mahasiswa yang berhasil dalam perkuliahannya
adalah mahasiswa yang memiliki taraf kecemasan yang sedang. Reaksi kecemasan ini
biasanya terjadi pada orang dewasa termasuk mahasiswa. Kecemasan mahasiswa
merupakan hal yang normal dalam perkembangan akan tetapi jika terus berlanjut dan
tidak ditangani dengan tepat akan mengganggu proses perkembangan dan proses belajar
Adapun faktor yang mempengaruhi kecemasan dan pembahasan mengenai macam
macam tingkat kecemasan serta alat ukur tingkat kecemasan.
1. Faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan
Ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-
faktor yang mempengaruhi kecemasan (Stuart, 2007) :

a. Teori Psikoanalitik
Menurut pandangan psikoanalitik kecemasan terjadi karena adanya
konflik yang terjadi antara emosional elemen kepribadian, yaitu id dan super
ego. Id mewakili insting, super ego mewakili hati nurani, sedangkan ego
berperan menengahi konflik yang tejadi antara dua elemen yang bertentangan.
Cemas merupakan hal alamiah sebagai respon tubuh untuk mengendalikan
kesadaran terhadap stimulus tertentu (Videbeck, 2008)
b. Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari masalah-masalah dalam hubungan
interpersonal, dan berkaitan erat dengan kemampuan seseorang utnuk
berkomunikasi (Videbeck, 2008). Cemas muncul karena adanya perasaan takut
terhadap penolakan dan tidak adanya penerimaan interpersonal. Cemas juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan.
c. Teori Perilaku
Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi
yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
tujuan.
d. Teori Prespektif Keluarga

Kajian keluarga menunjukan pola interaksi yang terjadi dalam keluarga.


Kecemasan menunjukan adanya pola interaksi yang mal adaptif dalam sistem
keluarga.
e. Teori Perspektif Biologis
Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor
khususnya yang mengatur kecemasan, antara lain : benzodiazepine,
penghambat asam amino butirik-gamma neroregulator serta endorfin.
Sementara itu, Stuart & Laraia (2005) juga menyebutkan faktor yang
dapat mempengaruhi kecemasan, antara lain:

a. Faktor Eksternal

1. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang


akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan
dilakukan).
2. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga
diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.
b. Faktor Internal

a) Usia

Usia erat kaitannya dengan tingkat perkembangan seseorang


dan kemampuan koping terhadap stres. Seseorang yang mempunyai
usia lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan
kecemasan.
b) Jenis Kelamin
Secara umum, gangguan psikis dapat dialami oleh perempuan
dan laki-laki secara seimbang. Namun kemampuan dan ketahanan
dalam menghadapi kecemasan dan mekanisme koping secara luas
lebih tinggi pada laki-laki. Oleh karena itu, perempuan memiliki
tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada laki-laki dikarenakan
bahwa perempuan lebih peka dengan emosinya yang pada akhirnya
peka juga terhadap perasaan cemasnya.
c) Tingkat Pengetahuan
Dengan pengetahuan yang dimiliki, akan membantu seseorang
dalam mempersepsikan suatu hal, sehingga seseorang dapat
menurunkan perasaan cemas yang dialami. Pengetahuan ini sendiri
biasanya diperoleh dari informasi yang didapat dan pengalaman
yang pernah dilewati individu.
d) Tipe Kepribadian
Orang dengan tipe kepribadian A dengan ciri-ciri tidak sabar,
kompetitif, ambisius, dan ingin serba sempurna lebih mudah
mengalami gangguan kecemasan daripada orang dengan tipe
kepribadian B.
e) Lingkungan dan Situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih
mudah mengalami kecemasan dibandingkan bila dia berada di
lingkungan yang biasa dia tempati.
2. Tingkat kecemasan
Tingkat kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya
tidak diketahui internal atau konfliktual (Ibrahim, 2017).
Keluhan- keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami
gangguan tingkat kecemasan antara lain khawatir, takut akan pikiran sendiri,
tegang, gelisah, mudah terkejut, tidak tenang dan daya ingat serta keluhan somatik
seperti berdebar-debar (Hanuari, 2017).
Menurut Stuart (2007) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
a. Kecemasan Ringan
Tingkat kecemasan ringan adalah cemas yang normal yang biasa
menjadi bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan perhatian, tetapi individu masih mampu memecahkan masalah.
Cemas ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreatifitas yang ditandai dengan terlihat tenang, percaya diri, waspada,
memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan otot ringan, sadar
akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah.
b. Kecemasan Sedang
Tingkat kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak
penting atau bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan perhatian menurun,
penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah tersinggung, ketegangan
otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, mulai berkeringat, sering mondar-
mandir, sering berkemih dan sakit kepala.
c. Kecemasan Berat
Tingkat kecemasan berat sangat mengurangi persepsi individu, dimana
individu cenderung untuk memusatkan perhatian pada sesuatu yang terinci dan
spesifik, dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku
ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu memerlukan banyak
arahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain ditandai dengan sulit
berfikir, penyelesaian masalah buruk, takut, bingung, menarik diri, sangat
cemas, kontak mata buruk, berkeringat banyak , bicara cepat, rahang
menegang, menggertakkan gigi, mondar mandir dan gemetar.
d. Panik
Tingkat panik dari suatu kecemasan berhubungan dengan ketakutan dan
teror, karena individu mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami
panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik
melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang
lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang tidak dapat
rasional.
3. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar
tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa - peristiwa atau
situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut
Savitri Ramaiah (2003) dalam (Muyasaroh et al. 2020) ada beberapa faktor yang
menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga,
sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak
aman terhadap lingkungannya.
b. Emosi Yang Ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan
keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika
dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat
lama.
c. Sebab - Sebab Fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti
misalnya kehamilan semasa remaja dan sewaktu terkena suatu penyakit.
Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim
muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
4. Tanda dan Gejala Kecemasan
Menurut Dadang Hawari (2006: 65-66) dalam (Ifdil and Anissa 2016),
mengemukakan gejala kecemasan diantaranya yaitu :
a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang
b. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)
c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam panggung)
d. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain
e. Tidak mudah mengalah
f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah
g. Sering mengeluh ini dan itu(keluhan-keluhan somatik), khawatir berlebihan
terhadap penyakit
h. Mudah tersinggung, membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatisasi)
i. Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan ragu
j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali diulang-ulang
k. Apabila sedang emosi sering kali bertindak histeris.
5. Dampak Kecemasan
Ketakutan, kekhawatiran dan kegelisahan yang tidak beralasan pada akhirnya
menghadirkan kecemasan, dan kecemasan ini tentu akan berdampak pada
perubahan perilaku seperti, menarik diri dari lingkungan, sulit fokus dalam
beraktivitas, susah makan, mudah tersinggung, rendahnya pengendalian emosi
amarah, sensitive, tidak logis, susah tidur. (Jarnawi 2020).
6. Alat Ukur Tingkat Kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang dapat
menggunakan beberapa alat ukur (instrumen). Utomo (2015) menyebutkan alat
ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan seseorang,
antara lain :
a. Visual Analoge Scale for Anxiety (VAS-A)
VAS didasarkan pada skala 100 mm berupa garis horisontal, dimana
ujung sebelah kiri menunjukkan tidak ada kecemasan dan ujung sebelah kanan
menandakan kecemasan maksimal (Kindler et al, 2000). Skala VAS dalam
bentuk horisontal terbukti menghasilkan distribusi yang lebih seragam dan
lebih sensitif (William et al, 2010). Responden diminta memberi tanda pada
sebuah garis horisontal tersebut kemudian dilakukan penilaian.
b. Hamilton Rating Scale for Anxiety
HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety), yang terdiri atas 14
gejala yaitu perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur,
gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala otot, gejala sensori, gejala
kardiovaskuler, gejala respirasi, gejala gastrointestinal, gejala urogenital,
gejala otonom, tingkah laku. Cara penilaian HRS-A dengan sistem skoring,
yaitu: skor 0 = tidak ada gejala, skor 1 = ringan (satu gejala), skor 2 =
sedang (dua gejala), skor 3 = berat (lebih dari dua gejala), skor 4 = sangat
berat (semua gejala). Bila skor < 14 = tidak kecemasan, skor 14-20 = cemas
ringan, skor 21-27 = cemas sedang, skor 28-41 = cemas berat, skor 42-56 =
panik.
c. Spileberg State Trait Anxiety Inventory (STAI)
Diperkenalkan oleh Spielberg pada tahun 1983. Kuesioner ini terdiri
dari 40 pertanyaan mengenai perasaan seseorang yang digunakan untuk
mengukur tingkat kecemasan seseorang yang dirasakan saat ini dan
kecemasan yang dirasakan selama ini.
d. Visual Numeric Rating Scale of Anxiety (VNRS-A)
Pasien diminta menyatakan menggambarkan seberapa besar kecemasan
yang dirasakan. VNRS-A menggunakan skala dari angka 0 (nol) sampai 10
(sepuluh), dimana 0 menunjukan tidak cemas, 1-3 cemas ringan, 4-6 cemas
sedang, 7-9 cemas berat, dan 10 menunjukan tingkat panik (Fajriati, 2013;
Liza, 2014)
e. Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS)
Adalah kuesioner yang digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang
berkaitan dengan kecemasan. Kuesioner ini didesain untuk mencatat adanya
kecemasan dan menilai kuantitas tingkat kecemasan. Zung telah mengevaluasi
validitas dan reliabilitasnya dan hasilnya baik.
Instrumen atau alat ukur tingkat kecemasan yang dirancang oleh
William W.K Zung yang dikenal dengan Zung Self-Rating Anxiety Scale
merupakan penilaian tingkat kecemasan pada orang dewasa. Dalam intrumen
ini terdapat 20 pertanyaan yang memiliki nilai 1-4 (1: tidak pernah, 2 :
kadang-kadang, 3 : sering, 4 : selalu. 15 pertanyaan kearah peningkatan
kecemasan dan 5 pertanyaan ke arah penurunan kecemasan.
C. Konsep Dasar Profesi Ners
Pendidikan Ners adalah lanjutan dari tahapan akademik sarjana keperawatan.
pendidikan yang bersifat Akademik-Profesi yang dalam pelaksanaannya terdiri dari 2
(dua) tahapan yaitu tahapan pendidikan akademik dan tahapan pendidikan profesi.
Program pendidikan ini mengacu pada metaparadigma keperawatan yang disepakati di
Indonesia Dan mempunyai landasan ilmu pengetahuan dan landasan keprofesian yang
kokoh. Pada pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh kemampuan pada proses
pemahaman dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Pada Program
pendidikan profesi terdapat masa penyesuaian profesional bag peserta didik dalam bentuk
pengalaman belajar klinik dan pengalaman belajar lapangan dengan menggunakan
tatanan pelayanan kesehatan nyata, khususnya pelayanan keperawatan (Firman, 2009).
Mahasiswa yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan dapat disebut sebagai perawat. Namun untuk mencapai hal tersebut seorang
mahasiswa S1 keperawatan harus memenuhi kewajiban dan tugasnya pada saat di
perguruan tinggi untuk mencapai kelulusan.
Mahasiswa keperawatan pada akhir masa pendidikan profesi harus mengikuti Uji
Kompetensi secara nasional. Dan mahasiswa pendidikan profesi keperawatan yang lulus
Uji Kompetensi diberi Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi (UU
Keperawatan, 2014).
Program Studi Pendidikan Ners di Indonesia telah melakukan penyesuaian kurikulum
yang berpatokan pada Peraturan Presiden (Pepres) Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2012 dan Permendikbud Nomor 73 Tahun 2013 mengenai Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) dan penerapannya. Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia
(AIPNI) berupaya meningkatkan kualitas sumber daya profesi ners dengan menjadikan
Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SNPT) sebagai salah satu landasan penentuan capaian pembelajaran.
Berdasarkan SK Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 232/U/2000 pasal 2 ayat
2 bahwa program pendididkan profesi bertujuan untuk menyiapkan peserta dididk
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan professional dalam menerapkan,
mengembangkan, menyebarkan teknologi atau kesehatan serta mengupayakan
penggunaanya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional.
Tahap Pendidikan profesi Ners difokuskan pada profil sebagai :
1. Care provider ( profil penelitian (researcher) dan pedidik (educator) terintegrasi
dalam profil care provider
2. Manager Asuhan klien
3. Commonity Leader
Untuk menjamin kualitas lulusan agar dapat berkompetisi secara global
diperlukan patokan dalam penentuan kompetensi yang harus dikuasai oleh
seorang Ners diberbagai institusi penyelenggaran Pendidikan Ners.
Kompetesi ini dijbarkan kedalam unit kompetensi :
1. Kompetensi lulusan Pendidikan tahap profesi difokuskan pada
kemampuan :
a. berkomunikasi secara efektif dalam menjalin hubungan interpersonal
b. melaksanakan asuhan keperawatan professional di tatanan profesi
dan komunitas dengan menggunakan hasil penelitian serta
menerapkan pembimbigan askep etik dan legal dalam praktik
keperawatan
c. mengaplikasikan fungsi kepemimpinan dan menejemen keperawatan
d. meggunakan hasil penelitian dalam upaya meniongkatkan kualitas
asuhan keperawatan
2. Unit kompetensi lulusan Pendidikan tahap profesi
a. mampu melakukan komunikasi yang efektif dalam pemberian
Asuhan keperawatan
b. mampu menggunakan ketrampilan interpersonal yang efektif dalam
kerja tim
c. mampu menggunakan teknologi dan infromasi kesehatan secara
efektif dan bertanggung jawab
d. mampu menggunakan proses keperawatan dalam menyelesaikan
masalah klien di tatanan klinik komunitas
e. mampu menggunakan langkah-langkah pengambilan keputusan etis
dan legal
3. Uji Kompetensi Ners Indonesia (UKNI)
D. Konsep Dasar UKOM
Uji Kompetensi atau UKOM adalah ujian yang diselenggarakan bagi calon tenaga
kesehatan termasuk Tenaga Kesehatan seperti perawat. Seorang Tenaga Kesehatan yang
ingin mengabdikan dirinya di instansi kesehatan, diwajibkan untuk mengikuti UKOM
guna mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR).
STR adalah sertifikat profesi bagi tenaga kesehatan. Menurut UU No. 12 Tahun 2012
sertifikat profesi merupakan pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh
lulusan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama
dengan Kementerian dan Organisasi Profesi (Orprof) yang bertanggung jawab atas mutu
layanan profesi dan/atau badan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Peraturan Baru Kebijakan exit exam diatur dalam Permenristekdikti no 12 tahun 2016
tentang Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan. Kebijakan tersebut kemudian direvisi dengan
Permendikbud Nomor 2 Tahun 2020 tentang tata cara uji kompetensi mahasiswa bidang
kesehatan. Kebijakan ini mencabut Permenristekdikti no 12 tahun 2016 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.
Permendikbud Nomor 2 Tahun 2020 mengatur tentang persentase kelulusan nilai
akademik 60% dan Uji Kompetensi 40%, sehingga selama mahasiswa belum lulus uji
kompetensi masih menjadi tugas perguruan tinggi untuk membekali mereka.
Kebijakan ini bisa menjadi angin segar bagi mahasiswa maupun perguruan tinggi
karena selama ini Uji Kompetensi 100% sebagai syarat untuk mendapatkan STR. STR
menjadi syarat untuk mendapatkan Surat Ijin Praktik (SIP) sehingga jika belum lulus uji
kompetensi tidak dapat mendapatkan STR dan belum mendapatkan surat ijin praktik di
layanan kesehatan.
Setiap tenaga kesehatan wajib memiliki STR, STR semacam surat ijin mengemudi
bagi pengendara motor, seorang tenaga kesehatan yang memiliki STR artinya yang
bersangkutan secara umum memiliki kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kesehatan
pada umumnya.
Kompetensi adalah sekumpulan pengetahuan, sikap dan perilaku yang sesuai dengan
standar yang sudah ditetapkan oleh kebijakan pemerintah. Pemenuhan kompetensi
melalui kepemilikan STR yang didapatkan setelah menyelesaikan uji kompetensi menjadi
hal yang penting.
E. Pengaruh Brain Gym Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa Profesi Ners
Menghadapi Ukom
Rizky Puspitaning Tyas (2021), menyatakan bahwa penurunan tingkat kecemasan
yang terjadi disebabkan karena responden diberikan latihan brain gym. Gerakan- gerakan
brain gym ini merupakan satu diantaranya macam-macam jenis olahraga, akan tetapi
penurunan tingkat kecemasan yang terjadi tidak signifikan karena penurunan tingkat
kecemasan antara sebelum dan setelah diberikan brain gym hanya sedikit, kemungkinan
hal ini terjadi karena intervensi latihan brain gym dalam penelitian ini tidak dilakukan
secara rutin hanya dilakukan satu kali dalam satu hari. Kelebihan brain gym di
bandingkan dengan relaksasi yang lainnya adalah memungkinkan belajar dan bekerja
tanpa stress karena dilakukan dalam waktu singkat dan menyenangkan, meningkatkan
konsentrasi belajar, brain gym dapat meningkatkan kepercayaan diri dan meningkatkan
perasaan bahagia.
F. Penelitian Terkait
1. Penelitian terkait dengan judul “Pengaruh Brain gym Terhadap Tingkat Kecemasan
Pada Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Tugas Akhir Di Masa Pandemi” dilakukan
oleh Rizki Puspitaning Tyas. Metode penelitian rancangan quasi experiment dengan
pendekatan one- group pretest posttest without control group design. Populasi dalam
penelitian ini mahasiswa Universitas Kusuma Husada Surakarta yang sedang
menyelesaikan tugas akhir. penelitian ini menggunakan probability sampling dengan
sampel 150 mahasiswa. Analisa dalam penelitian ini menggunakan uji wilcoxontest.
Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh brain gym terhadap tingkat kecemasan
mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir di masa pandemic dengan nilai p value
0,000. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa terapi brain gym dapat
menurunkan tingkat kecemasan pada mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir di
masa pandemi.
2. Penelitian terkait dengan judul “Pengaruh brain gym terhadap tingkat stress pada
mahasiswa semester 8 prodi keperawatan stikes wira medika bali” dilakukan oleh
Andre Marantika, Sri Agung Adilatri, Ika Setya purwanti Tahun 2019. Penelitian ini
menggunakan metode pra-eksperimen dengan rancangan one group pre test-post test.
Sampel dalam penelitian ini didapatkan 66 orang dengan tehnik simple random
sampling. Penelitian dilaksanakan di Stikes Wira Medika Bali. Tingkat stres diukur
dengan kuesioner DASS 42. Hasil penelitian didapatkan tingkat stres mahasiswa
sebelum diberikan senam otak (Brain Gym) sebanyak 43 orang dengan kategori
tingkat stres sedang, dan tingkat stres mahasiswa setelah diberikan terapi senam otak
(Brain Gym) 50 orang dengan kategori tingkat stres ringan. Hasil uji statistic
Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat kemaknaan 0,05 menunjukan nilai p =
0,000 < 0,05. Kesimpulan penelitian, ada pengaruh senam otak (Brain Gym) terhadap
tingkat stres mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan bagi yang
mengalami stres dalam mengerjakan tugas akhir dapat menggunakan terapi senam
otak (Brain Gym) tersebut untuk mengurangi tingkat stres
3. Penelitian terkait dengan judul “Pengaruh Senam Otak Terhadap Penurunan
Kecemasan Mahasiswa Tingkat Akhir S1 Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo
Ungara” dilakukan oleh Nurul Chosiyah, Ns. Mona Saparwati, M.Kep, Ns. Liya
Novitasari, S.Kep dilakukan pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi
experiment pre dan post control group design, Populasi yang akan diteliti adalah
mahasiswa tingkat akhir S1 Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo Ungaran, sampel
yang diteliti 30 responden dengan teknik purposive sampling. Alat pengambilan data
menggunakan kuesioner HRSA. Analisis data yang digunakan dependent test dan
independent t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh senam otak
terhadap penurunan kecemasan mahasiswa tingkat akhir S1 Keperawatan Stikes
Ngudi Waluyo Ungaran tahun 2012/2013, dengan nilai p-value sebesar 0,017 (a =
0,05). Hendaknya mahasiswa memanfaatkan terapi senam otak untuk menurunkan
kecemasan yang dialami mahasiswa tingkat akhir.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep adalah suatu hubungan antara konsep satu dengan konsep
lainnya dari masalah yang diteliti (Setiadi 2016).
Variabel Independen Variabel Dependen

Brain Gym Kecemasan


Menghadapi Ukom

Keterangan

: Variabel yang diteliti

: Hubungan Variabel

B. Hipotesa Penetilian
Hipotesa merupakan suatu jawaban sementara atau kesimpulan dari apa yang
menjadi permasalah. Hipotesa adalah pertanyaan ebagai jawaban sementara atasa
pertanyaan penelitian, yang harus di uji validitasnya secara empiris. Jadi hipotesis
tidak dinilai dari benar atau salah. Melainkan di uji apakah sahih (valid) atau tidak
(Suyanto & Siswanto 2018).
Hipotesa Penelitian ini antara lain :
Ha : Ada pengaruh brain gym dengan kecemasan mahasiswa profesi ners menghadapi
Ukom
Ho : Tidak ada pengaruh brain gym dengan kecemasan mahasiswa profesi ners
menghadapi Ukom
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variabel independen sering disebut variabel stimulus, preditor, ateccendent.
Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas
merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2016). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah brain gym.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat.
Variabel terikat merupakan variabel yang menjadi akibat adanya variabel bebas
(Sugiyono, 2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat
kecemasan mahasiswa profesi NERS.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilahnya yang
digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah
pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2016).
Tabel 3.1 : Definisi Operasional Pengaruh Brain Gym Terhadap Tingkat Kecemasan
Mahasiswa Profesi NERS menghadapi UKOM
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skore
Independe Latihan gerak yang Senam otak SOP - -
n sederhana untuk (brain gym) : (gerakan
Brain Gym menurunkan 1. Gerakan senam
kecemasan dengan silang otak)
mengunakan gerakan (cross
air, pernapasan perut, crawl)
gerakan silang,titik 2. Mengaktifk
positif, kait relaks, an tangan
tombol imbang, (The active
lambaian kaki dan arm)
coretan gandayang 3. Pasang
dilakukan 10-15 kuda-kuda
menit, sebanyak 1 (The
kali dalam sehari grounder)
4. Tombol
bumi
(Earth
button)
5. Tombol
angkasa
(space
button)

a.
Dependen Cemas merupakan 1. Respon Kuesioner Ordinal - Tidak
Tingkat reaksi emosional yang fisiologis cemas
Kecemasan timbul oleh penyebab 2. Respon :1
yang tidak spesifik psikologis - Cemas
yang dapat 3. Respon ringan
menimbulkan kongnitif :2
perasaan tidak - Cemas
nyaman sehingga sedang
menimbulkan reaksi :3
pada mahasiswa - Cemas
profesi NERS, karena berat :
ketegangan dirasakan 4
sebagai suatu
ancaman umum
terhadap hasil
perkuliahan akan
mempengaruhi
keputusan pendidikan
yang akan datang dan
pekerjaan, sehingga
menimbulkan
kecemasan pada
setiap mahasiswa.

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian
rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap
pernyataan penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2017).
Desain penelitian yang digunakan ini adalah penelitian kuantitatif (Sugiyono,
2015) dengan menggunakan pendekatan cross-sectional study dengan cara
obsevasional yaitu untuk mengetahui Pengaruh Brain Gym terhadap tingkat
kecemasan mahasiswa ners menghadapi ukom.
B. Populasi, Sampel Dan Sampling

1. Populasi
Populasi dapat diartikan sebagai kelompok orang atau penduduk yang menepati
suatu wilayah tertentu (Suyanto & Siswanto, 2016).
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa profesi Ners di
Universitas Muhammadiyah Manado yang berjumlah 150 mahasiswa (Universitas
Muhammadiyah Manado).
2. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga
dianggap mewakili populasinya (Suyanto & Siswanto, 2018).
Sampel pada penelitian ini berupa kecemasan mahasiswa profesi ners
menghadapi ukom di Universitas Muhammadiyah Manado yang pengambilan
datanya diambil dengan cara kuesioner.
Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel
yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini
teknik sampling yang digunakan adalah random sampling, yakni teknik
pengambilan sampel dimana dilakukan secara acak. Pengambilan sampel yang
akan dilakukan oleh peneliti menggunakan rumus Arikunto 20% dari jumlah
populasi yang ada.
Sampel di ambil dari populasi dengan Rumus Arikunto 20% dari keseluruhan.
Mengacu pada penjelasan (Arikunto, 2013). Jika sampel populasinya kurang dari
100 orang, maka jumlah sampelnya di ambil keseluruhan, selanjutnya jika jumlah
subjeknya lebih besar dari 100, dapat di ambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau
lebih. Rumus Arikunto sebagai berikut :
Rumus Arikunto n = N x %
n = 150 x 20%
n = 30 Orang
Keterangan :
N = Jumlah Populasi
n = Jumlah Sampel
Jadi sampel dapat digunakan dalam penelitian ini ada sebanyak 30
mahasiswa profesi Ners
3. Kriteria Sampel
Sampel yang akan disertakan dalam penelitian ini adalah yang memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015).
 Responden yang bersedia jadi responden
 Responden yang bersedia menandatangani informen konsen
 Responden dengan tingkat kecemasan
 Mahasiswa profesi Ners Universitas Muhammadiyah Manado
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena sebagai sebab (Nursalam,
2015).
 Responden yang tidak menghadapi ukom
 Responden yang mengalami gangguan stress
 Responden yang belum menyeselaikan studi S1
 Yang bukan Mahasiswa profesi Ners Universitas Muhammadiyah
Manado

C. Waktu Dan Tempat Penelitian


1. Waktu
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September Tahun 2022
2. Tempat
Tempat penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Manado
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat pengumpulan data yang digunakan untuk
fenomena alam maupun sosial yang diamati (Answat, 2016).

1. Instrumen Variabel Independen


Instrumen penelitian yang akan digunakan untuk pengumpulan data dalam
variabel independen :
a. SOP brain gym
SOP (standart operasional prosedur) sebuah aspek penting dari setiap
sistem kualitas yang akan melahirkan sebuah kemampuan untuk bekerja
secara selaras dan sesuai standar yang sudah ada. SOP yang dirancang secara
benar akan menentukanmu dan timmu bekerja dalam proses formal dan
terkoordinasi, ini tidak hanya mampu menaikkan produktivitas namun juga
mengurangi risiko kesalahan.
Pada SOP brain gym juga terdapat beberapa bagian gerakan yang akan
di lakukan yaitu :

1. Gerakan silang (cross crawl)


2. Mengaktifkan tangan (The active arm)
3. Pasang kuda-kuda (The grounder)
4. Tombol bumi (Earth button)
5. Tombol angkasa (space button)

2. Instrumen Variabel Dependen


Untuk lembarak kuesioner tentang penerapan berisi 20 pernyatan yang sudah
baku (Answar, 2016). Kuesioner di ukur dengan menggunakan skala likert apa
bila dengan di jawab SL (selalu) nilai 4, SR (sering) nilai 3, KK (kadang-kadang)
nilai 2, dan TP (tidak pernah) nilai 1.

Menggunakan rumus median sebagai berikut :


n = (jumlah pertanyaan x skore terendah) + (jumlah pertanyaan x skore tertinggi)
2
n = (20x1) + (20x4)
2
n = (20) + (80)
2
n = 100 : = 50
2

E. Pengumpulan Data
1) Tahap Persiapan
1. Melakukan perijinan etik
2. Melakukan kesepakatan terkait dengan penentuan waktu pelaksanaan setiap
pengambilan data yang akan dilakukan oleh peneliti dengan universitas
muhammadiyah manado
3. Persiapan beberapa APD lengkap seperti gown, masker dan faceshield oleh
peneliti untuk digunakan nanti ketika pengambilan data sesuai dengan
protokol kesehtan guna untuk mencegah terjadinya penyebaran covid-19
4. Instrument dipersiapkan oleh peneliti yang akan diberikan kepada responden
dalam pengambilan data
5. Pengambilan dan pengumpulan data diperoleh dengan cara memberikan
kuesioner kepada calon responden atau peneliti menanyakan langsung
kepada responden terkait isi kuesioner
2) Tahap Pelaksanaan
1. Memakai APD lengkap seperti masker dan handsenitizer
2. Peneliti bersama melakukan koordinasi dan mempersamakan persepsi terkait
isi dan maksud dari setiap Quesioner dan penilaiannya
3. Peneliti dan melakukan penjadwalan terkait pengambilan data
4. Peneliti memperkenalkan diri dan menginformasikan kepada Rektor dan
Dosen yang ada di Universitas Muhammadiyah Manado dan meminta izin
untuk melakukan pengambilan data
5. Informed consent dan lembar kuesioner dipersiapkan oleh peneliti
6. Peneliti meminta izin kepada responden dan ditanyakan apakah mau untuk
menjadi responden pada penelitian setelah responden
7. Peneliti melakukan kontrak waktu kepada responden selama kurang lebih 15
menit
8. Peneliti memberitaukan terkait tujuan dari penelitian dan isi dari kuesioner
secara ringkas dan jelas
9. Responden melakukan Pengisian kuesioner, akan tetapi jiak responden tidak
mampu akan dibantu oleh peneliti
10. Mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya dan waktu yang telah
diberikan responden
3) Tahap Pengelolaan Data
1. Penyuntingan data
Tahapan ini dilakukan oleh peneliti untuk melakukan pengecekan
terhadap terhadap kuesioner guna untuk menghindari adanya sebuah
kekosongan disetiap pertanyaaan. Hal itu dilakukan oleh peneliti ketik data
sudah terkumpul
2. Pengkodean (coding)
Tahapan ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengelolaan data
3. Memasukkan data (Entry)
Tahapan ini merupakan pemasukkan data yang sudah berbentuk kode
dalam microsoft excel yang berupa tabel, untuk mengetahui uji validitas dan
reliabilitas
4. Cleaning
Tahapan ini digunakan yaitu untuk pengecekan kembali terhadap data
responden secara keseluruhan guna untuk memeriksa kemungkinan adanya
sebuah kesalahan kode, ketidaklengkapan data dan lainnnya, kemudian
dilakukan pembenaran
F. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa data Univariat merupakan analisis yang melibatkan hanya satu
varibel dalam keterikatanya analisis hubungan antar variabel penelitian, sehingga
analisis jenis ini hanya melibatkan satu variabel baik dependent atau independen
(Lusiana & Mahmudi, n.d).
Pada penelitian ini data univariatnya adalah karakteristik respondent pada
penelitian, Brain Gym dan tingkat kecemasan.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan penganalisisan yang dilakukan pada dua
variabel secara langsung. Analisis ini dilakukan dengan cara mengaitkan data
variabel dependen dengan independen (Hasnidar et al., 2020).
G. Etika Penelitian
Peneliti harus mampu berprilaku baik ketika melakukan pengambilan data
ke peserta atau responden. Berikut beberapa hal yang harus dilakukan dalam
pengambilan data.
1. Informed Concent (untuk responden)
Informed Concent diberikan kepada responden dan meraka diberikan
penjelasan terkait tujuan dan maksud penelitian dilakukan. Jika responden yang
diberikan informed concent tersebut bersedia maka akan menandatangani lembar
persetujuan
2. Right to privacy
Kerahasian responden menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan dengan
mengambil langkah untuk tidak terjadinya pelanggaran kerahasiaan yaitu dengan
langkah ; mencantumkan identitas informasi (nama dan alamat) dan menyimpan
data dalam bentuk a locked file.
3. Confidentiality
Confidentiality merupakan sebuah permasalahan etika dengan cara
menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian yang dilakukan, baik informasi atau
apapun. Semua data yang diperoleh dari responden dijamin akan kerhasiaannya
oleh peneliti dan data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk perkembangan
penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Rasmun. (2009). Stress Koping dan Adaptasi : Teoti dan Pohon Masalah
Keperawatan. CV Sagung Seto. Jakarta
Ahmed, C.N, & Abu, B.R. (2009). Assessing nursing clinical skills
performance using objective structured clinical examination (OSCE) for open
distance laming students Open University Malaysia. Proceedings of the International
Conference on normation. Kuala Lumour

Arief, S., & Sumarni. (2013). Hubungan kecemasan menghadapi ujian skills
lab modul shock dengan prestasi yang dicapai pada mahasiswa FK Universitas Gajah
Mada angkatan 2000. diakses agustus 2022

http://wwwv.eboolispdf.org/download/kecemasan.html

Dikti. (2016). Uji Kompetensi Nasional Progam Pendidikan D3 Keperawatan


untuk Profesionalitas Tenaga Perawat. Diakses agustus 2022

Hasan & Chitra. (2015). Kecemasan pada mahasiswa menjelang ujian skill
lab. Diakses agustus 2022, dari http://downloadportalgaruda.org/artikel.php

Tim OSCE Keperawatan. (2013). Blueprint OSCE Pendidikan D III Keperawatan dan
Ners

Sormarmo Markam, 2005. Latihan Vitalisasi Otak. Jakarta: PT. Gramedia

Paul E. Dennison dan Sail Dennison, 2006, Brain Gym : Senam Otak. Jakarta: PT.
Gramedia Widisarana Indonesia.

Dennison, P.E. (2003). Brain gym senam otak. Jakarta: PT Grasindo

Harianti, D. (2017). Pengaruh senam otak terhadap perubahan daya ingat


(fungsi kognitif ) pada lansia di posyandu lansia kenanga kabupaten bantul.

Septianti, S.D.W., Suyamto., Santoso, T. (2016). Pengaruh Senam Otak (Brain


Gym) terhadap Tingkat Demensia pada Lansia. Jurnal Keperawatan Notokusumo Vol.
Iv, No.1

Widyastuti, S., & Widiyanto, B. (2020). Brain Gymnastic Decreases Dementia


Levels in the. 4(1), 45–53.

Astipuri, R. 2010. Efektivitas Brain Gym dalam Meningkatkan Vocabulary


pada Anak. Skripsi. Surakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Keschatan. Jakarta : Rineka

Cipta.Hawari, D. (201 1). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Edisi ke 2. Jakarta
Balai Penerbit FKUI.
Dikti. (2016). Uji Kompetensi Nasional Progam Pendidikan D3 Keperawatan
untuk Profesionalitas Tenaga Perawat. Diakses 19 April 2016 dari http:/belmawa
ristekdikti.co.id

Ramaiah. (2007). Kecemasan: Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Pustaka


Obor, Jakarta.

Lampiran 1
INFORMED CONSENT

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MAHASISWA
PROFESI NERS MENGHADAPI UKOM

Kepada Yth :
Bapak/Ibu di Kampus Universitas Muhammadiyah Manado
Di –
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan fakultas kesehatan di Universitas Muhammadiyah Manado.
Nama :
NIRM :
Akan mengadakan penelitian dengan judul :
“Pengaruh Brain Gym Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa Profesi Ners Menghadapi
Ukom”.
Bersama ini saya mohon kesedian Bapak/Ibu untuk menandatangani lembar
persetujuan dan menjawab pertanyaan dalam lembarkuesioner. Jawaban responden akan saya
jaga kerahasiaanya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas bantuan dan
partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Manado, 3 Agustus 2022

Peneliti

Lampiran 2
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MAHASISWA
PROFESI NERS MENGHADAPI UKOM
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Inisial Responden :

Jenis Kelamin :

Umur :

Dengan ini menyatakan bersedia turut berpartisipasi sebagai responden dalam


penelitian yang akan dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Manado yang
berjudul “Pengaruh Brain Gym Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa Profesi Ners
Menghadapi Ukom”.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan benar.

Manado, 3 Agustus 2022

Responden

Lampiran 3
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR KUESIONER
TINGKAT KECEMASAN
1. Data Demograf

Nama (Inisial) :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

2. Petunjuk Pengisian
a. Isilah daftar pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda ( √ ) pada kolom yang
tersedia, sesuai dengan persepsi saudara tentang tingkat kecemasan yang dirasakan
oleh mahasiswa profesi ners.
b. Pilih salah satu jawaban yang menurut saudara paling sesuai, yaitu :
SL = Selalu
SR = Sering
KK= Kadang-Kadang
TD = Tidak Pernah
Sebelum kuesioner dikembalikan mohon agar diperiksa kembali kelengkapan
jawaban, sehingga tidak ada kolom jawaban yang tidak terisi

Zung-Self Anxiety Rate Scale

No. Pernyataan Tidak Kadang- Sering Selalu


Pernah kadang
1. Saya merasa lebih gelisah dan
cemas dari biasanya
2. Saya merasa takut tanpa alasan
yang jelas
3. Saya merasa panik
4. Saya merasa tubuh saya seperti
hancur berantakan dan akan
hancur berkeping- keping
5. Saya merasa semua baik baik
saja dan tidak akan ada hal
buruk yang terjadi
6. Kedua tangan dan kaki saya
gemetar
7. Saya sering terganggu oleh
sakit kepala, leher, dan
punggung
8. Saya merasa badan saya lemah
dan mudah lelah
9. Saya merasa tenang dan dapat
duduk dengan nyaman

10. Saya merasa jantung saya


berdebar-debar dengan keras
dan cepat
11. Saya sering mengalami pusing
12. Saya sering pingsan atau
merasa seperti ingin pingsan
13. Saya dapat bernafas dengan
mudah seperti biasanya
14. Saya merasa kaku atau mati
rasa dan kesemutan pada jari-
jari dan kaki saya
15. Saya merasa sakit perut atau
gangguan pencernaan
16. Saya merasa sering kencing
daripada biasanya
17. Tangan saya hangat dan kering
seperti biasanya
18. Wajah saya terasa panas dan
kemerahan
19. Tadi malam saya dapat tidur
dan beristirahat pada malam
hari dengan tenang
20. Saya mengalami mimpi-
mimpi buruk

Anda mungkin juga menyukai