Anda di halaman 1dari 19

Nama : Ani Ayulita

Nirmala Ayuderryanti
Rizka Dwi Ramadhani
Siska Aprianti
Yanni Rizkia

Class : A 2018 2
Kelompok : 2 ( kelompok kecil 4)

HASIL DISKUSI

Fenomena :
Covid-19 telah menjadi pandemi global dan dapat menyebar lewat droplet. Di
Indonesia, per tanggal 5 Oktober 2020 sudah terdapat 303.498 kasus positif Covid-19 dan
3,7% di antaranya meninggal dunia. Salah satu langkah yang diterapkan pemerintah untuk
mencegah penularan ini dengan physical distancing melalui kegiatan work from home. Akibat
work from home, berbagai aktivitas dilakukan secara online menggunakan smartphone
maupun laptop sehingga penggunaan kedua benda tersebut mengalami peningkatan pesat
selama masa pandemi.
Mahasiswa merupakan faktor utama yang menentukan kegiatan perkuliahan berjalan
dengan benar. Proses belajar yang lama menjadikan mahasiswa mengalami banyak keluahan.
Dengan adanya kuliah daring akibat dari pandemic Covid19 ini, memungkinkan
ketidaknyamanan mahasiswa pada saat perkuliahan semakin meningkat. Pada penelitian ini,
dilakukan sebuah identitifikasi terkait keluhan kesehatan yang terjadi pada mahasiswa selama
perkuliahan menggunakan metode daring.
Hal ini dapat menyebabkan terjadi keluhan kesehatan berupa rasa sakit sementara,
jangkat pannjang, dan permanen. Titik tubuh yang paling banyak terasa sakit adalah terletak
pada area tangan (Bahu, lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan), dan batang tubuh
(leher, punggung, pinggul, pinggang dan pantat). Berdasarkan hasil ini dibutuhkan solusi
berupa postur tubuh yang baik saat kerja.
Pengaruh penggunaan smartphone dan laptop terhadap otot skeletal selama masa
pandemi Covid-19 di Indonesia dari studi literatur yang telah dilakukan, didapatkan bahwa
peningkatan penggunaan smartphone maupun laptop dengan posisi tubuh yang kurang tepat
atau tidak ergonomis saat work from home dapat memberikan beban berlebih pada otot dan
mengurangi aliran nutrisi pada otot sehingga dapat menimbulkan kelelahan pada otot dan
meningkatkan risiko timbulnya keluhan muskuloskeletal, seperti nyeri pada leher, bahu,
punggung, dan pergelangan tangan. Posisi ergonomis yang baik dan peregangan yang tepat
saat dan sesudah beraktivitas dapat menurunkan risiko kemunculan keluhan muskuloskeletal.
Kesimpulan: Peningkatan penggunaan smartphone, laptop, dan komputer di era work from
home selama pandemi Covid-19 di Indonesia dengan posisi ergonomi yang salah
meningkatkan risiko munculnya keluhan muskuloskeletal.

Referensi :
Sobirin, M. (2020). Identifikasi Keluhan Kesehatan Mahasiswa Selama Perkuliahan
Daring Pada Masa Pandemic Covid19. Jurnal Surya Medika (Jsm), 6(1), 128-132. (Diakses
pada :Http://Journal.Umpalangkaraya.Ac.Id/Index.Php/Jsm/Article/View/1550 9 Desember
2020)
Dampati, P. S., Veronica, E., & Chrismayanti, N. K. S. D. (2020). Potensi Peningkatan
Keluhan Muskuloskeletal Penduduk Indonesia Pada Pandemi Covid-19. Gema
Kesehatan, 12(2), 57-67. (Diakses pada :
Http://Jurnalpoltekkesjayapura.Com/Index.Php/Gk/Article/View/135 9 Desember 2020)
Amro, A., Albakry, S., Jaradat, M., Khaleel, M., Kharroubi, T., Dabbas, A., & Dwaik,
R. (2020). Musculoskeletal Disorders And Association With Social Media Use Among
University Students At The Quarantine Time Of Covid-19 Outbreak. (Diakses pada :
Https://Dspace.Alquds.Edu/Handle/20.500.12213/5718 9 Desember 2020)

Judul yang diangkat : Hubungan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Terhadap Kesehatan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Riau Di Masa Pandemi Covid-19

Alasan Topik : Proses pembelajaran yang lama antara 9-10 jam menjadikan mahasiswa
mengalami banyak keluhan mulai dari terasa sakit adalah terletak pada area tangan (Bahu,
lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan), dan batang tubuh (leher, punggung, pinggul,
pinggang dan pantat).

Metode : Kuantitatif deskriptif dari penghitungan statistic dan penyebaran kuisioner

Alat ukur : Kuisioner yang di sebarkan ke mahasiswa Keperawatan Universitas Riau yang
sedang melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2. Virus ini merupakan virus baru yang
menyerang sistem pernafasan dengan gejala yang ditimbulkan antara lain demam,
batuk, pilek, sesak nafas, kelelahan, anosmia, ageusia serta dapat pula menyebabkan
kematian pada individu rentan (WHO, 2020). Masa inkubasi virus ini kurang lebih
sekitar 2 minggu dan dapat menyebar melalui droplet (Hartati et al., 2020). Status
Covid-19 sebagai pandemi global ditetapkan WHO pertama kali saat pertengahan
bulan Maret 2020 karena virus ini menular dan sudah menyebar ke negara-negara di
penjuruh dunia (Hartati et al., 2020). Di Indonesia, kasus Covid-19 sendiri mulai
muncul pada sekitar akhir Februari 2020. Indonesia merupakan salah satu negara
dengan penularan virus Covid-19 tercepat dengan lebih dari 100 kasus baru setiap
harinya (Ardianti et al., 2020).
Sebagai upaya pemerintah indonesia agar penularan covid 19 tidak tersebar
maka salah satu langkahnya adalah physical distancing dan memberlakukan segala
aktivitas baik kegiatan kantor maupun perkuliahan secara online atau yang lebih
dikenal dengan istilah work from home (Ardianti et al., 2020). Di Indonesia, sekitar
80% penduduknya melakukan beragam aktivitas baik kerja maupun belajar dari
rumah karena pandemi ini. Selain dapat meminimalisir risiko tatap muka, work from
home juga dapat meminimalisir penularan Covid-19 dan membuat pekerjaan menjadi
lebih fleksibel pengerjaannya. Khususnya untuk jenjang perguruan tinggi yang
melaksanakan kegiatan perkuliahan dilakukan secara daring, dengan ketentuan yang
telah diatur oleh masing-masing pengelola perguruan tinggi (Minghat et al., 2020).
Mahasiswa di perguruan tinggi merupakan faktor utama yang menentukan
kegiatan perkuliahan berjalan dengan benar. Proses belajar yang lama antara 9 hingga
10 jam menjadikan mahasiswa mengalami banyak keluhan mulai dari stress belajar,
bagian tubuh tertentu sakit, tidak fokus, dll. Dengan adanya kuliah daring akibat dari
pandemic Covid-19 ini, memungkinkan ketidaknyamanan mahasiswa pada saat
perkuliahan semakin meningkat. Salah satu keluhan yang dapat terjadi berupa rasa
nyeri sistem muskuloskeletal sementara, jangka panjang, dan permanen.
Muskuloskeletal adalah salah satu sistem organ pada tubuh manusia yang terdiri dari
tulang, otot, dan jaringan ikat yang meliputi tulang rawan, tendon, dan ligamen.
Sistem ini berperan dalam memberikan bentuk dan stabilitas bagi tubuh serta
membantu dalam proses gerakan tubuh (Peate, 2018). Keluhan muskuloskeletal
merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi akibat adanya gangguan atau cedera pada
sistem muskuloskeletal. Titik tubuh yang paling banyak terasa sakit adalah terletak
pada area tangan (Bahu, lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan), dan batang
tubuh (leher, punggung, pinggul, pinggang dan pantat). Kondisi ini bisa terjadi ketika
salah satu bagian tubuh dipaksa untuk bekerja lebih keras, diregangkan secara
berlebihan atau digunakan melebihi batas fungsinya (Darmawan et al., 2020).
Berdasarkan fenomena yang terjadi serta belum adanya penelitian yang
dilakukan mengenai hubungan pembelajaran jarak jauh (PJJ) terhadap kesehatan
muskuloskeletal pada mahasiswa keperawatan universitas riau di masa pandemi
covid-19. maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ) terhadap kesehatan
muskuloskeletal pada mahasiswa keperawatan universitas riau di masa pandemi
covid-19.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran keluhan pada sistem muskuloskeletal pada saat
pembelajaran jarak jauh pada mahasiswa keperawatan universitas riau ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Terhadap Kesehatan
Muskuloskeletal pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Riau Di Masa
Pandemi Covid-19.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran pembelajaran jarak jauh
b. Mengetahui gambaran masalah muskuloskeletal pada mahasiswa
c. Menganalisis hubungan pembelajaran jarak jauh dengan masalah
muskuloskeletal pada mahasiswa Keperawatan Universitas Riau.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pendidikan
keperawatan yaitu dapat dijadikan bahan masukan dan himbauan agar sekiranya
dapat manajemen waktu dengan menjaga posisi tubuh yang benar pada PJJ
sehingga kita terhindar dari keluhan sistem muskuloskletal terutama para
mahasiswa yang sehari hari berhadapan dengan pembelajaran secara daring
sehingga tidak terjadi masalah atau keluhan pada sistem muskuloskeletal.
2. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi baru dalam ilmu
keperawatan mengenai bagaimana pentingnya manajemen waktu dengan menjaga
posisi tubuh yang benar pada PJJ sehingga kita terhindar dari keluhan sistem
muskuloskletal.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai
dasar dan bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut, sehingga dapat menambah
wawasan keilmuan khususnya bidang keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pembelajaran Jarak Jauh
Pembelajaran daring merupakan pembelajaran “dalam jaringan” sebagai
terjemahan dari istilah online yang bermakna tersambung ke dalam jaringan
komputer pembelajaran daring (online) sebagai strategi pembelajaran yang
menyenangkan bagi pebelajar (mahasiswa) karena dapat menyimaknya dengan
melalui smartphone, laptop, maupun komputer bukan hanya sekedar menyimak
buku. Pembelajaran daring memiliki beberapa manfaat, di antaranya dapat
meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara mahasiswa dengan dosen,
memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dimana dan kapan saja,
menjangkau mahasiswa dalam cakupan yang luas, dan mempermudah
penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran. Aktivitas belajar
mahasiswa dengan pembelajaran daring (online) dapat membuat mahasiswa tidak
merasa bosan, semakin tertarik, dan aktif dalam mengikuti pembelajaran,
Kebermaknaan belajar, kemudahan mengakses, dan peningkatan hasil belajar.
Salah satu cara dalam pembelajaran jarak jauh yang dilakukan adalah
dengan menerapkan pembelajaran daring atau online. Pemanfaatan tekhnologi di
era globalisasi dapat dimaksimalkan dalam situasi seperti ini. Sistem pembelajaran
online berbasis proyek memberikan banyak peluang untuk mengakses bahan ajar
oleh warga pembelajar. Banyak platform maupun media online yang bisa diakses
melalui jaringan internet oleh pengajar maupun peserta didik. Beberapa hal yang
menjadi kendala dalam penerapan pembelajaran online diantaranya kuota internet
yang terbatas dan masih belum familiarnya tenaga pendidik beserta peserta didik
dalam mengaplikasikannya.
Secara berangsur-angsur, banyak organisasi mengadopsi online learning
sebagai metode penyampaian utama untuk melatih para pegawai. Meskipun
penggunaan sistem belajar online merupakan sesuatu yang mahal dari segi
penggunaan paket data, namun dapat ditarik suatu manfaat yang sangat besar dari
strategi tersebut baik bagi peserta didik maupun bagi pendidik. Mahalnya
pembelajaran online juga masih bisa terjangkau menggantikan biaya transportasi
ketika harus datang ke kelas.
Berdasarkan pengertian ergonomi menurut Pusat Kesehatan Kerja Departemen
Kesehatan Kerja RI (2003), ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi
tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi (Wardaningsih,
2010).
2. Musculoskeletal Disorders (MSDs)
a. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah sekumpulan gejala atau gangguan
yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem saraf,
struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan sakit,
nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur dan
rasa terbakar (OSHA, 2000).
Keluhan sistem musculoskeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot
yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak
terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot
maksimum. Namun, apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran
darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh
besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan
asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Tarwaka, 2010).
Secara garis besar keluhan otot dapat dibedakan menjadi dua (Tarwaka, 2010),
yaitu :
1) Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat
otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan
segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
2) Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa
sakit pada otot masih terus berlanjut.
b. Jenis-jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Ada beberapa jenis MSDs (Levy et al, 2005 dalam Handayani, 2011), yaitu:
1) Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah gangguan tekanan pada saraf
yang mempengaruhi saraf tengah, salah satu dari tiga saraf yang
menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik dan motorik. CTS pada
pergelangan tangan merupakan terowongan yang tebentuk oleh carpal,
tulang pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya.
2) Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS) adalah gangguan pada
pembuluh darah dan saraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat
atau bagian/permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke
tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white
finger,traumatic vasopatic disease.
3) Low Back Pain Syndrome (LBP) merupakan bentuk umum dari
sebagian besar kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon,
saraf, ligament, intervetebral disc dari lumbar spine (tulang belakang).
4) Peripheral Nerve Entrapment Syndrome adalah penjepitan syaraf pada
tangan atau kaki (saraf sensorik, motorik dan autonomic).
5) Peripheral Neuropathy adalah gejala permulaan yang tersembunyi dan
membahayakan dari dysesthesias dan ketidakmampuan dalam
menerima sensasi.
6) Tendinitsi dan Tenosynovitis. Tendinitis merupakan peradangan pada
tendon, adanya struktur ikatan yang melekat pada masingmasing
bagian ujung dari otot ke tulang. Tenosynovitsi merupakan peradangan
tendon yang juga melibatkan synovium (perlindungan tendon dan
pelumasnya).
c. Tahapan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Gejala yang menunjukkan tingkat keparahan MSDs (Oborne, 1995) dapat
dilihat dari tingkatan sebagai berikut:
1) Tahap pertama
Timbulnya rasa nyeri dan kelelahan saat bekerja tetapi setelah
beristirahat akan pulih kembali dan tidak mengganggu kapasitas kerja
2) Tahap kedua
Rasa nyeri tetap ada setelah semalaman dan mengganggu waktu
istirahat
3) Tahap ketiga
Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat yang cukup, nyeri ketika
melakukan pekerjaan yang berulang, tidur menjadi terganggu,
kesulitan menjalankan pekerjaan yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya inkapasitas.

d. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh
seseorang adalah:
1) Leher dan punggung terasa kaku.
2) Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.
3) Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.
4) Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.
5) Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri
disertai bengkak.
6) Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.
7) Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan
8) Serta kehilangan kepekaan.
9) Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi
rasa panas.

e. Nordic Body Map (NBM)


Metode Nordic Body Map (NBM) merupakan metode penilaian yang sangat
subjektif artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari
kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya Untuk
memperoleh gambaran gejala MSDs dapat menggunakan metode Nordic Body
Map.Penelitian dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman observer
yang bersangkutan. Kuesioner Nordic Body Map ini telah secara luas
digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan
pada sistem muskuloskeletal dan mempunyai validitas dan reabilitas yang
cukup (Tarwaka, 2010).
Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner
checklist ergonomi. Berntuk lain dari checklist ergonomi adalah checklist
International Labour Organizatation (ILO). Namun kuesioner Nordic Body
Map adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui
ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuesioner ini paling sering digunakan
karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini menggunakan
gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu leher,
bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan
tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki (Kroemer et al, 2001).
Klasifikasi subjektivitas tingkat resiko otot skeletal berdasarkan total skor
individu yaitu:

Tabel 1 Klasifikasi Tingkat Risiko MSDs Berdasarkan Total Skor


Individu
Total Skor Individu Tingkat
Risiko MSDs
28-49 Rendah
50-70 Sedang
71-91 Tinggi
92-112 Sangat
Tinggi
Sumber: Tarwaka (2010)

f. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Hubungan sebab dan akibat faktor penyebab timbulnya keluhan MSDs belum
diketahui secara pasti dan sulit untuk dijelaskan, karena banyak faktor yang
mungkin dapat mempengaruhinya yaitu faktor pekerjaan, faktor invidu dan
faktor lingkungan.
1) Faktor Pekerjaan
a) Beban
Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang
direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut
Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya
tidak melebihi dari aturan yaitu laki–laki dewasa sebesar 15–
20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg.
Pembebanan fisik pada pekerjaan dapat mempengaruhi
terjadinya kesakitan pada muskuloskeletal. Pembebeanan fisik
yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-
40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam 8
jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang
berlaku. Semakin berat beban maka semakin singkat waktu
pekerjaan (Suma’mur, 2009).
b) Lama Kerja
Penentuan lama kerja dapat diartikan sebagai teknik
pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan
perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu
yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk
menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang
diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan pada tingkat prestasi
tertentu (Zulfikar, 2010).
Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya
6-8 jam dan sisanya untuk istirahat. Memperpanjang waktu
kerja dari itu biasanya disertai penurunan efisiensi, timbulnya
kelelahan dan penyakit akibat kerja. Secara fisiologis istirahat
sangat perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja. Insiden
tertinggi untuk terjadinya keluhan sakit pada pinggang pekerja
ada kaitannya dengan penambahan waktu kerja dan lamanya
masa kerja seseorang (Hasyim, 1999 dalam Syafitri, 2010).
c) Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya
seseorang bekerja di suatu tempat. Terkait dengan hal tersebut,
MSDs membutuhkan waktu yang lama untuk berkembang dan
bermanifestasi. Jadi, semakin lama waktu bekerja atau semakin
lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs maka semakin
besar pula risiko untuk mengalami MSDs (Guo, 2004 dalam
Maijunidah, 2010).
2) Faktor Individu
a) Sikap kerja atau postur tubuh
Postur tubuh dapat didefinisikan sebagai orientasi relatif dari
bagian tubuh terhadap ruang. Untuk melakukan orientasi tubuh
tersebut selama beberapa rentang waktu dibutuhkan kerja otot
untuk meyangga atau menggerakkan tubuh. Postur dapat
diartikan sebagai konfigurasi dari tubuh manusia yang meliputi
kepala, punggung dan tulang belakang (Pheasant, 1991 dalam
Handayani, 2011).
(1) Statis
Postur statis merupakan postur saat kerja fisik dalam
posisi yang sama dimana pergerakan yang terjadi sangat
minimal. Kondisi ini memberikan peningkatan beban
pada otot dan tendon yang menyebabkan kelelahan.
Aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen, serta
pengangkutan sisa metabolisme pada otot terhalang.
Gerakan yang dipertahankan >10 detik dinyatakan
sebagai postur statis (Cohen et al, 1997 dalam Bukhori,
2010)
(2) Dinamis
Stress akan meningkat ketika posisi tubuh menjauhi
posisi normal tersebut. Pekerjaan yang dilakukan secara
dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh melakukan
pergerakan yang terlalu ekstrim sehingga energi yang
dikeluarkan otot menjadi lebih besar atau tubuh
menahan beban yang cukup besar sehingga timbul
hentakan tenaga yang tiba-tiba dan hal tersebut dapat
menimbulkan cedera. Perbedaan antara postur statis dan
dinamis juga dapat dilihat darikerja otot, aliran darah,
oksigen dan energi yang dikeluarkan pada kedua jenis
postur tersebut. Adapun jenis bentuk postur tubuh
terdiri atas postur netral dan postur janggal. Postur
netral adalah postur ketika seseorang sedang melakukan
proses pekerjaannya sesuai dengan struktur anatomi
tubuh seseorang dan tidak terjadi penekanan atau
pergeseran tubuh pada bagian penting tubuh serta tidak
menimbulkan keluhan. Sedangkan, postur janggal
adalah postur yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh
seseorang untuk membawa beban dalam jangka waktu
yang lama dan dapat menyebabkan keluhan yang
merugikan tubuh seperti rasa nyeri, kelelahan otot dan
lain-lain (Pheasant, 1991 dalam Handayani 2011).
b) Usia
Usia adalah lama hidup responden atau seseorang yang
dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir. Sejalan dengan
meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan
keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun
(Handayani, 2011). Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang
berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi
jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan
stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Jadi,
semakin tua seseorang maka semakin tinggi risiko orang
tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang
akan menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs (Karuniasih,
2009).
c) Jenis Kelamin
Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli
tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot
skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan
menunjukan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat
risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis,
kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria.
d) Kebiasaan Merokok
Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin
tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan. Pengaruh kebiasaan
merokok ini masih diperdebatkan, namun beberapa penelitian
menunjukan bahwa perokok lebih memiliki kemungkinan
menderita masalah punggung daripada bukan perokok. Efeknya
adalahhubungan dosis dan lebih kuat dari 26pada yang
diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20%
untuk setiap 10 batang rokok perhari (Tarwaka, et al, 2004).
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annuals of Rheumatic
Diseases (Croasmun, 2003) terhadap 13.000 perokok dan non
perokok dengan rentang umur antara 16 s.d 64 tahun,
dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar
untuk merasakan MSDs. Hal ini dikarenakan efek rokok akan
menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa
sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga
meningkatkan risiko terkena osteoporosis, menghambat
penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi
tulang.
e) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan,
dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Bagi pasien yang
gemuk (obesitas dengan massa tubuh > 29 kg) mempunyai
risiko 2,5 lebih tinggi dibanding dengan yang kurus (massa
tubuh <20 kg), khususnya untuk otot kaki (Tarwaka, 2004).
Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi
status gizi pekerja. Dihitung dengan rumus Berat Badan
(BB)2/Tinggi Badan (TB). Kaitan IMT dengan MSDs adalah
semakin gemuk seseorang maka bertambah besar risikonya
untuk mengalami MSDs.Hal ini dikarenakan seseorang dengan
kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat
badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung
bawah. Bila hal ini berlanjut terusmenerus maka akan
menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang
yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan
Horn SE, 1998 dalam Zulfikar, 2010).
f) Kekuatan Fisik
Kejadian MSDs dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
individu, salah satunya adalah kekuatan fisik individu tersebut.
Menurut Tarwaka et al (2004), kekuatan atau kemampuan kerja
fisik adalah suatu kemampuanfungsional seseorang untuk
mampu melakukan pekerjaan tertentu yang memerlukan
aktivitas otot pada periode waktu tertentu.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan, namun penelitian lainnya menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot
skeletal. Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan National
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
menemukan adanya peningkatan keluhan punggung pada
pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan
melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang
kekuatan ototnya rendah, risiko terjadinya keluhan tiga kali
lipat dari yang mempunyai kekuatan tinggi (Bukhori, 2010).

3) Faktor Lingkungan
a) Suhu dan Kelembapan
Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja
sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan
kekuatan otot menurun. Beda suhu lingkungan dengan suhu
tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian besar
energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh
untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini
tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan
terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya,
peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun,
proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi
penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri
otot (Tarwaka, et al, 2004).
Sebagai bahan pertimbangan dimana Indonesia merupakan
daerah tropis yang mempunyai suhu udara lebih panas dengan
kelembapan yang jauh lebih tinggi, maka rekomendasi dari
NIOSH tersebut perlu dikoreksi apabila ditempatkan di daerah
tropis. Temperatur yang normal untuk orang Indonesia adalah
22,5-260C dengan kelembapan udara sebesar 40-75%
(Tarwaka, et al, 2004).
b) Getaran
Vibrasi/getaran dengan frekuensi tinggi akan
menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini
menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam
laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot
(Suma’mur, 1982). Paparan vibrasi pada seluruh tubuh
merupakan faktor risiko yang dapat berkontribusi untuk
menyebabkan cidera, khususnya di tulang belakang dan leher
serta punggung bagian bawah. Paparan jangka panjang akan
menyebabkan MSDs, diketahui gejala yang semakin
progresif dimulai mati rasa atau perubahan warna pada ujung
beberap jari tangan. Kemudian akan terjadi8 penurunan rasa
dan ketangkasan tangan (Budiono, 2004).

g. Tindakan Pengendalian Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen, et al, 1997):
1) Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya
menggunakan pengendalian teknik.
2) Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering
disebut pengendalian administratif.
3) Menggunakan alat pelindung diri.
Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan pekerjaan, maka ada
beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut adalah :
1) Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping.
2) Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara
sembarangan, karena dapat meningkatkan risiko cidera.
3) Jangan ragu meminta tolong pada orang.
4) Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang.
5) Apabila barang yang hendak dipindahkan terlalu berat, jangan
melanjutkan.
6) Lakukan senam/peregangan otot sebelum bekerja.

3. Hubungan pembelajaran jarak jauh dengan masalah muskuloskeletal pada


mahasiswa

4. Posisi dan Sikap Kerja


Posisi kerja yang statis dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat
secara terus menerus sehingga aliran darah ke otot menjadi tidak lancar dan rasa
nyeri yang dirasakan sebagai akibatnya. Keluhan muskuloskeletal bukanlah
diagnosis klinis melainkan rasa nyeri karena kumpulan cedera pada sistem
muskuloskeletal akibat gerakan kerja berulang ulang melampaui kapasitas
(Wicaksono, 2012).
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja pada posisi atau postur kerja yang salah
dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang melengkung, otot
mata terkonsentrasi sehingga cepat terasa lelah. Kejadian tersebut jika tidak
diimbangi dengan lingkungan kerja yang memadai tidak menutup kemungkinan
terjadi gangguan bagian punggung belakang, ginjal, dan mata (Kuswara, 2014).
Posisi kerja yang kurang baik dan di dukung dengan desain lingkungan kerja yang
buruk, beresiko menyebabkan penyakit akibat hubungan kerja berupa gangguan
muskuloskeletal yang dapat menyebabkan kekakuan dan kesakitan pada
punggung. Jika sikap kerja dengan posisi yang tidak ideal dengan frekuensi kerja
yang sudah lama dan dilakukan secara berulang-ulang akan menimbulkan masalah
kesehatan pada mahasiswa, kontaksi otot akan menjadi statis lebih kuat dibanding
kontraksi dinamis (Kuswara, 2014)
Sikap kerja merupakan posisi kerja saat melakukan aktivitas pekerjaan. Posisi
kerja dengan sikap yang salah dapat meningkatkan energi yang dibutuhkan,
sehingga sikap kerja harus sesuai dengan posisi kerja. Posisi kerja yang kurang
benar ini dapat menyebabkan perpindahan dari otot ke jaringan rangka tidak
efisien sehingga mudah mengalami kelelahan dalam bekerja. Posisi kerja tersebut
merupakan aktivitas dari pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai,
berputar, memiringkan badan, berlutut, memegang dalam posisi statis dan
menjepit dnegan tangan. Dalam melakukan aktivitas tersebut, dilibatkan beberapa
anggota tubuh seperti bahu, punggung dan lutut karena daerah tersebut yang
rentan mengalami cedera (Oktaria, 2015).
Menurut Nurmianto (2008), sikap kerja merupakan suatu tindakan yang diambil
tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan. Terdapat 4 macam sikap dalam bekerja,
yaitu :
a. Sikap Kerja Duduk
Mengerjakan pekerjaan dengan sikap kerja duduk yang terlalu lama dan sikap
kerja yang salah dapat mengakibatkan otot rangka (skeletal) termasuk tulang
belakang sering merasakan nyeri dan cepat lelah. Menurut Suma’mur (2014)
keuntungan bekerja dengan sikap kerja duduk ini adalah kurangnya kelelahan
pada kaki, terhindarnya postur-postur tidak alamiah, berkurangnya pemakaian
energi dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah.
Menurut Suma’mur (2014) pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil
duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk adalah :
1)Kurangnya kelelahan pada kaki
2)Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah
3)Berkurangnya pemakaian energy
4)Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah
Akan tetapi sikap dalam bekerja sambil duduk juga mempunyai kerugian-
kerugian,yaitu:
1)Melembeknya otot-otot perut
2)Melengkungnya punggung
3)Tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya peralatan pencernaan, jika
posisi dilakukan secara membungkuk
b. Sikap Kerja Berdiri
Sikap kerja berdiri merupakan sikap siaga baik dalam hal fisik dan mental, sehingga
aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti namun bekerja dengan
sikap kerja berdiri secara terus menerus sdapat menimbulkan penumpukan darah
dan beragam cairan tubuh pada kaki (Santoso, 2004).
c. Sikap Kerja Membungkuk
Dipandang dari segi otot, sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit
membungkuk, sedangkan dipandang dari segi tulang penentuan sikap yang baik
adalah sikap kerja duduk yang agak tegak agar punggung tidak bungkuk sehingga
otot perut tidak selalu berada pada keadaan yang lemas. Oleh karena itu, sangat
dianjurkan dalam bekerja menerapkan sikap kerja duduk yang tegak dan harus
diselingi dengan istirahat dalam bentuk sedikit membungku (Suma’mur, 2014).
d. Sikap Kerja Dinamis
Sikap kerja dinamis merupakan sikap kerja yang berubah-ubah seperti duduk,
berdiri, membungkuk, tegap dalam satu waktu pada saat bekerja. Sikap kerja
dinamis dianggap lebih baik dari pada sikap statis (tegang) telah banyak dilakukan di
sebagian industry, ternyata mempunyai keuntungan biomekanis tersendiri. Tekanan
pada otot yang berlebih semakin berkurang sehingga keluhan yang terjadi pada otot
rangka (skeletal) dan nyeri pada bagian tulang belakang juga digunakan sebagai
intervensi ergonomi.Oleh karena itu penerapan sikap kerja dinamis dapat
memberikan keuntungan bagi sebagian besar tenaga kerja (Suma’mur, 2014).

B. Kerangka Konsep
Mengacu pada tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, kerangka teori pada
penelitian ini digambarkan pada bagan berikut :
C. Hipotesis
1. Hipotesis Nol (Ho)
a. Tidak ada keluhan pada sistem muskuloskeletal pada saat pembelajaran jarak
jauh pada mahasiswa keperawatan universitas riau
b. Tidak ada faktor keluhan pada sistem muskuloskeletal saat pembelajaran
jarak jauh pada mahasiswa keperawatan universitas riau
c. Tidak ada hubungan posisi dengan gangguan muskuloskeletal pada
mahasiswa keperawatan universitas riau
d. Tidak ada hubungan masa pembelajaran jarak jauh dengan gangguan
muskuloskeletal pada mahasiswa Keperawatan universitas riau
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
a. Ada keluhan pada sistem muskuloskeletal pada saat pembelajaran jarak jauh
pada mahasiswa keperawatan universitas riau
b. Ada faktor keluhan pada sistem muskuloskeletal saat pembelajaran jarak jauh
pada mahasiswa keperawatan universitas riau
c. Ada hubungan posisi dengan gangguan muskuloskeletal pada mahasiswa
keperawatan universitas riau
d. Ada hubungan masa pembelajaran jarak jauh dengan gangguan
muskuloskeletal pada mahasiswa Keperawatan universitas riau.

Anda mungkin juga menyukai