Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH KESEPIAN SEBAGAI VARIABEL MODERASI TERHADAP

HUBUNGAN ANTARA PERKULIAHAN DARING (E-LEARNING) DENGAN


KESEHATAN MENTAL MAHASISWA BINUS UNIVERSITY DI MASA
PANDEMI

MATA KULIAH RESEARCH METHODOLOGY

ALMA ALIVIANI

LC86

2201788060

BINUS UNIVERSITY

BEKASI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Situasi pandemi sejak pertengahan Maret di Indonesia masih berlangsung


dengan angka penularan COVID-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Menurut Kompas.com, data dari covid19.go.id per tanggal 24 September 2020
menunjukkan total kasus COVID-19 sebanyak 262.022 kasus dengan jumlah pasien
sembuh sebanyak 191.853 orang serta meninggal dunia sebanyak 10.105 orang dan
masih terus bertambah. Sejalan dengan terus meningkatnya angka kasus COVID-19,
Indonesia mulai kekurangan tenaga kesehatan yang berguguran di tengah perjuangan
mereka di gugus depan. Negara kita kehilangan setidaknya sebanyak 100 dokter dari
seluruh Indonesia yang tertular COVID-19 selama mengabdi menjalankan tugas
mereka. Tidak hanya gugus depan, orang-orang berjasa di gugus belakang juga harus
semakin bekerja ekstra setiap hari karena jumlah pasien meninggal yang terus
bertambah. Lebih jauh lagi, beberapa wilayah di Indonesia juga mulai krisis tempat
isolasi seperti Wisma Atlet yang sudah penuh dan bahkan krisis lahan pemakaman
jenazah yang meninggal karena COVID-19.

Situasi-situasi saat ini yang semakin memburuk dan memprihatinkan


memberikan tekanan mental dan psikis bagi masyarakat Indonesia. Situasi di masa
pandemi ini tidak hanya memberikan efek negatif bagi para pasien COVID-19 dan
tenaga-tenaga kesehatan yang terjun langsung menangani kondisi di lapangan, tetapi
juga memengaruhi kesehatan mental masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam
menangani COVID-19 maupun yang tidak tertular COVID-19. Berita-berita negatif
yang diterima dari media memengaruhi kondisi psikis masyarakat yang menjadi
khawatir tertular COVID-19 atau khawatir orang-orang di sekitarnya tertular COVID-
19. Dilansir dari tirto.id, survei yang dilakukan secara daring di halaman web
Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Seluruh Indonesia (PDSKJI) pada 1.522
orang responden menunjukkan bahwa sebanyak 64,33% responden mengalami
kecemasan dan depresi serta sebanyak 80% responden memiliki gejala stres
pascatrauma psikologis setelah menyaksikan kejadian buruk berkaitan dengan
COVID-19.

Salah satu kondisi yang juga memengaruhi kesehatan mental masyarakat adalah
keharusan masyarakat Indonesia untuk beradaptasi pada kebiasaan baru, misalnya saja
social distancing dan mengurangi frekuensi kegiatan di luar. Sebagaimana yang
dipaparkan oleh Centers for Disease Control & Prevention, 2020, dalam Saltzman,
Hansel, & Bordnick, 2020, “Selain mencuci tangan, usaha pencegahan primer untuk
pandemic COVID-19 adalah pembatasan fisik termasuk distancing (mengurangi
penyebaran yang tidak diketahui), quarantine (mengurangi potensi penyebaran), atau
isolasi (mengurangi penyebaran). Hal tersebut dilakukan oleh hampir seluruh
masyarakat Indonesia, terbukti dengan adanya kebijakan pemerintah untuk
menerapkan dan mewajibkan kegiatan bekerja dari rumah (work from home) untuk
beberapa sektor bisnis dan adanya Surat Edaran dari Kemendikbud No.
3662/MPK.A/HK/2020 untuk sekolah-sekolah mengadakan kegiatan belajar mengajar
dari rumah (learn from home).

Para pelajar, khususnya mahasiswa, dengan banyaknya tanggung jawab


perkuliahan dan beban tugas yang diberikan, sedikit-banyak kesehatan mental mereka
terpengaruh oleh kondisi learn from home. Belajar dari rumah yang terkadang memiliki
kendala baik secara teknis (tidak tersedia jaringan atau sinyal, perangkat teknologi
yang tidak memadai, atau learning management system kampus yang seringkali down
karena akses yang tinggi) maupun kendala lain seperti tugas kelompok yang menjadi
lebih sulit dilakukan karena para mahasiswa terpisah atau tugas-tugas mandiri yang
banyak. Hal ini terbukti dengan hasil riset Cao, Hou, Han, Xu, Dong, & Zheng, (2020)
yang menunjukkan sebanyak 0.9% mahasiswa mengalami kecemasan berat, 2,7%
mengalami kecemasan sedang, dan 21,3% mengalami kecemasan ringan selama masa
pandemi (PH, Mubin, & Basthomi, 2020). Sementara itu, dilansir dari detikhealth.com,
riset dari dalam negeri yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Unpad dan
melibatkan 1.465 orang mahasiswa dari seluruh Indonesia menunjukkan bahwa 47%
responden memiliki gejala depresif di masa pandemi ini. Penelitian lain yang dilakukan
oleh FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerja sama dengan PPNI Jawa
Tengah menunjukkan bahwa 41,58% mahasiswa mengalami kecemasan ringan,
16,84% mengalami kecemasan sedang, dan 12,11% mahasiswa mengalami stres ringan
selama pembelajaran daring (Hasanah, Ludiana, Imawati, & PH, 2020). Kemudian,
jurnal yang meneliti 500 pelajar dari kampus swasta dan negeri di Rawalpindi dan
Islamabad menunjukkan prevalensi kecemasan dengan angka 43,2% normal, 20,5%
kecemasan ringan, 13,6% kecemasan sedang, dan 22,7% kecemasan berat. Selain itu,
studi tersebut juga menunjukkan prevalensi depresi dengan angka 65,9% normal,
9,10% depresi ringan, dan 15,9% depresi berat (Aqeel, Shuja, Abbas, Rehna, &
Ziapour, 2020).

Selain dikarenakan oleh beban perkuliahan, kesehatan mental mahasiswa juga


sedikit-banyak terpengaruh oleh keharusan mereka mengisolasi diri yang membuat
mereka merasa kesepian selama berbulan-bulan. Beutel, et al., (2017), di dalam
penelitiannya menemukan bahwa kesepian secara signifikan mengurangi kesehatan
mental (menyebabkan depresi dan kecemasan) serta meningkatkan pikiran bunuh diri.
Lebih dari setengah partisipan yang paling merasa kesepian menunjukkan depresi.
Selain itu, kecenderungan bunuh diri juga meningkat dari 6% menjadi 42% karena
kesepian.

Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, peneliti


bermaksud melakukan penelitian terhadap mahasiswa Binus University yang bertujuan
untuk mengetahui adanya pengaruh pembelajaran daring terhadap kesehatan mental
mahasiswa Binus University selama masa pandemi. Penelitian ini dilakukan dengan
metode kuantitatif dan menyebarkan kuisioner menggunakan google form kepada 30
mahasiswa Binus University dari region Binus Kemanggisan, Alam Sutera, Bekasi,
dan Bandung, berusia 18 – 22 tahun, serta menduduki semester 1, 3, dan 5. Penelitian
diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pengaruh kesepian sebagai variabel
moderasi terhadap hubungan antar pembelajaran daring (e-learning) dengan kesehatan
mental mahasiswa, terutama mahasiswa Binus University, dan diharapkan dapat
memberikan saran-saran yang dapat diterapkan baik oleh mahasiswa maupun Binus
University demi kelancaran proses belajar mengajar dan kesehatan psikis mahasiswa.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi
masalah-masalah yang terjadi sebagai berikut:
1.1.1. Kendala-kendala yang dialami oleh mahasiswa dalam proses
pembelajaran daring menyebabkan gangguan kesehatan mental mulai
dari stres, kecemasan, hingga gejala depresi.
1.1.2. Mahasiswa mengalami kesepian selama masa pandemi karena
melakukan social distancing, isolasi, atau pun karantina.
1.1.3. Belum terdapat cara-cara yang berpengaruh untuk mengatasi
permasalahan kesehatan mental dan kesepian mahasiswa di tengah
masa pandemi.

1.3. Rumusan Masalah


1.3.1. Apakah kesepian berperan sebagai variabel moderasi terhadap
hubungan antara pembelajaran daring (e-learning) terhadap kesehatan
mental mahasiswa Binus University di masa pandemi?
1.3.2. Bagaimana pengaruh kesepian sebagai variabel moderasi terhadap
hubungan pembelajaran daring dengan kesehatan mental mahasiswa
Binus University di masa pandemi?
1.3.3. Usaha-usaha apa saja yang dapat dilakukan mahasiswa dan Binus
University berkaitan dengan kesehatan mental mahasiswa?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Mengetahui apakah kesepian berperan sebagai variabel moderasi
terhadap hubungan antara pembelajaran daring dengan kesehatan mental
mahasiswa Binus University di masa pandemi.
1.4.2. Mengetahui bagaimana pengaruh kesepian sebagai variabel moderasi
terhadap proses pembelajaran daring dengan kesehatan mental mahasiswa
Binus University di masa pandemi.
1.4.3. Memberikan saran-saran kepada mahasiswa dan Binus University
berkaitan dengan kesehatan mental mahasiswa selama masa pandemi.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. E-learning

A. Pengertian Pembelajaran Daring (E-Learning)

Fazlollahtabar & Muhammadzadeh (2012), dalam Pham, Limbu, Bui, Nguyen,


& Pham (2019), menjelaskan e-learning sebagai pendekatan inovatif untuk
menyampaikan layanann pendidikan melalui bentuk elektronik dari informasi yang
mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan hasil-hasil lain dari pelajar.
Bhuasiri et al., (2012); Kilburn, Kilburn, & Cates, (2014), menyebutkan bahwa e-
learning tidak terbatas waktu dan jarak karena dapat dilaksanakan di rumah, di tempat
kerja, atau di mana saja melalui komputer dan perangkat mobile yang terhubung
dengan internet dan sistem e-learning universitas.

Maka, e-learning adalah salah satu metode pembelajaran yang meningkatkan


pengetahuan dan keterampilan pelajar dengan melakukannya dari jarak jauh,
memanfaatkan teknologi dan internet untuk mendukung proses pembelajaran secara
inovatif, dan menawarkan manfaat fleksibilitas dan kemudahan waktu dan usaha untuk
menerapkan proses pembelajaran tersebut baik bagi universitas maupun
mahasiswanya.

B. Manfaat E-learning

Bhuasiri, Xaymoungkhoun, Zo, Rho, & Ciganek (2012), dalam Pham, Limbu,
Bui, Nguyen, & Pham (2019), mengemukakan bahwa e-learning dapat memberikan
manfaat yang banyak untuk universitas dan mahasiswa.
Untuk universitas, e-learning membantu menghemat biaya yang biasanya
digunakan untuk investasi pada pengajaran secara langsung serta infrastruktur yang
digunakan. Kedua, universitas juga menjadi lebih terdigitalisasi dan berkontribusi
untuk menjadikan masyarakat lebih berpengetahuan dengan cara yang sederhana dan
cepat di mana pun dan kapan pun dengan teknologi dan internet.

Kemudian, manfaat bagi mahasiswa yaitu e-learning menyediakan mereka


pilihan tambahan gaya belajar selain pembelajaran tradisional (Hollenbeck, Zinkhan,
& French, 2006). Selain itu, e-learning menyediakan kenyamanan bagi pelajar yang
bekerja dan belajar pada waktu yang bersamaan (Wisloski, 2011). Selain itu, pelajar
dapat mengendalikan kecepatan dan ritme belajar serta tidak perlu datang ke kampus
(Bhuasiri et al., 2012).

Oleh karena itu, metode pembelajaran e-learning yang merupakan salah satu
bentuk inovasi pembelajaran yang menerapkan konsep digitalisasi memberikan banyak
manfaat di antaranya efisiensi biaya dan usaha bagi universitas, fleksibilitas dan
kepraktisan bagi universitas dan mahasiswanya yang dapat menerapkan pembelajaran
dengan tanpa menghiraukan adanya halangan tempat dan waktu, serta mahasiswa yang
dapat menyesuaikan tempo belajar dengan diri mereka sendiri untuk membantu
mahasiswa memahami pembelajaran dengan lebih baik.

2.1.2. Kesepian

A. Pengertian Kesepian

R, S, T, & S. (2014), dalam Beutel, et al., (2017), mendefinisikan kesepian


sebagai ketidakhadiran kontak sosial yang dirasakan secara sakit dan subjektif,
kepemilikan, atau perasaan isolasi. Weiss RS (1987), dalam Beutel, et al., (2017),
menyebutkan kesepian sebagai keadaan emosional yang merefleksikan pengalaman
subjektif dari penderitaan isolasi sosial. Kemudian, Russel (1996), dalam (Hermawati
& Hidayat (2019), mendefinisikan kesepian sebagai suatu keadaan yang dialami oleh
seseorang yang ditandai dengan adanya depresi sebagai akibat dari sistem-sistem
psikofisik yang menentukan karakteristik pikiran atau perilaku serta adanya harapan
akan kehidupan sosial yang memuaskan.

Maka, kesepian adalah sebuah kondisi emosional yang buruk dan subjektif
yang dirasakan seseorang akibat kebutuhan kehidupan sosial yang memuaskan tidak
terpenuhi seperti terisolasi secara sosial atau karena tidak adanya rasa kepemilikan
dengan orang lain yang mengakibatkan kemunculan emosi negatif lain yang
memengaruhi kesehatan mental seseorang.

2.1.3. Kesehatan Mental

A. Pengertian Kesehatan Mental

World Health Organization (WHO), dalam Ayuningtyas et. al, mendefinisikan


kesehatan mental sebagai kondisi kesejahteraan (well-being) individu yang menyadari
kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat
bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi terhadap komunitasnya.

Kemudian, Undang-undang No. 3 Tahun 1966 menyebutkan kesehatan jiwa


sebagai kondisi yang memungkinkan untuk perkembangan fisik, intelektual, dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan tersebut harus selaras
dengan kondisi orang lain.

Maka, kesehatan mental adalah kondisi seseorang yang memiliki kestabilan


psikis dan fisik yang membuat orang tersebut mampu menjalani kehidupannya dengan
baik dan memberikan kesempatan dirinya tidak hanya beraktivitas secara produktif,
tetapi juga berkembang untuk mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan
lingkungan di sekitarnya.
B. Indikator Kesehatan Mental

Seseorang yang memiliki kesehatan mental yang baik ditunjukkan oleh


beberapa indikator-indikator yang terdapat di dalam diri dan terefleksikan pada tingkah
laku di dalam kehidupannya sehari-hari yang menunjukkan kemampuannya untuk
hidup sehat dan bahagia secara jasmani dan rohani.

Menurut World Health Organization, dalam Herianto, indikator kesehatan


mental di antaranya: 1) bebas dari ketegangan dan kecemasan, 2) menerima
kekecewaan sebagai pelajaran di kemudian hari, 3) dapat menyesuaikan diri secara
konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu pahit, 4) dapat berhubungan
dengan orang lain dan dapat tolong menolong yang memuaskan, 5) merasa lebih puas
memberi dari pada menerima, 6) dapat merasakan kepuasan dari perjuangan hidupnya,
7) dapat mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreaktif dan
konstruktif; 8) mempunyai rasa kasih sayang dan butuh disayangi, dan 9) mempunyai
spritual atau agama.

Indikator-indikator tersebut menunjukkan bahwa seorang manusia memiliki


kualitas mental dan resiliensi yang memadai untuk menjalani hidupnya dengan baik.
Selain itu, indikator-indikator juga menunjukkan bahwa insan manusia dengan
kesehatan mental yang baik adalah insan yang memiliki kebahagiaan serta kepuasan
hidup yang diperoleh dari perjuangan, kasih sayang, dan interaksi yang baik
antarsesama manusia, kemampuan untuk menerima situasi dan kondisi yang tidak
sesuai harapan manusia tersebut, serta keterkaitan iman yang kuat kepada Tuhan
(agama).

C. Faktor-Faktor Kesehatan Mental

Notosoedirdjo (2007), memaparkan faktor-faktor kesehatan jiwa terdiri dari


faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosial-budaya, dan faktor lingkungan. Faktor-
faktor tersebut diuraikan secara lebih jelas di bawah ini.
a) Faktor biologis. Faktor biologis dapat dipengaruhi oleh beberapa organ
tubuh manusia seperti 1) otak: otak yang mengalami gangguan atau
kerusakan akan memengaruhi kesehatan mental, 2) sistem endokrin yang
abnormal, 3) genetik: penurunan sifat dari orang tua kepada anak, 4)
sensori: fungsi sensori untuk menerima informasi, 5) masa kehamilan:
kondisi ibu ketika hamil, usia kehamilan, nutrisi, dan penyakit, 6) penyakit:
seseorang yang memiliki penyakit, misal penyakit yang menyebabkan
kelelahan, akan meningkatkan stres seseorang.
b) Faktor psikologis. Faktor psikologis meliputi: 1) pengalaman awal yang
memengaruhi bagaimana seseorang mengalami sesuatu dan memengaruhi
respon mereka di kemudian hari, misal seperti trauma, 2) kebutuhan.
Seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan, terutama kebutuhan
utamanya, akan mengalami tekanan, 3) kondisi psikologis lain seperti
temperamen, resiliensi, dan kemampuan kognitif.
c) Faktor sosial-budaya. Faktor ini meliputi: 1) stratifikasi sosial: penelitian
menunjukkan bahwa penyakit mental lebih sering dialami kalangan
ekonomi rendah dan depresi lebih sering dialami pada kalangan ekonomi
tinggi, 2) keluarga: membentuk nilai-nilai, pola pikir, dan interaksi serta
hal-hal yang terjadi di dalam sebuah keluarga dapat memengaruhi
kesehatan jiwa secara positif maupun negatif, 3) perubahan sosial:
perubahan yang terjadi di pada nilai-nilai, aturan, atau pendidikan, 4) sosial
budaya: berkaitan dengan nilai-nilai yang diyakini sebagai hal yang benar
dalam suatu komunitas dan memengaruhi perilaku komunitas tersebut.
d) Faktor lingkungan, meliputi: 1) Lingkungan fisik: lingkungan fisik yang
memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani akan berpengaruh positif pada
kesehatan mental seseorang, 2) lingkungan biologis: adanya
mikroorganisme yang memengaruhi kesehatan seseorang secara fisik dan
akhirnya juga berdampak pada kesehatan mental, 3) lingkungan sosial:
bagaimana interaksi seseorang dengan orang lain di sekitarnya berjalan.
D. Gangguan Kesehatan Mental

Sebagaimana kesehatan fisik yang dapat terganggu oleh penyakit, kesehatan


mental juga memiliki ancaman yaitu gangguan kesehatan mental yang dapat
menyerang seseorang tanpa memandang usia, status sosial, bahkan tingkat
kesejahteraan hidup. Gangguan mental menjadi permasalahan serius Kohn, Saxena,
Levav, & Saraceno (2004), dalam Novianty & Hadjam (2017), mengemukakan
gangguan mental sebagai salah satu tantangan kesehatan global yang memiliki dampak
signifikan dikarenakan prevalensi yang tinggi dan penderitaan berat yang ditanggung
oleh individu, keluarga, komunitas, dan negara.

Sementara itu, Ilpaj & Nurwati (2020), selama masa pandemi, orang-orang
rentan terkena gangguan psikologi. Gangguan-gangguan mental yang dialami orang-
orang selama masa pandemi di antaranya sebagai berikut:

a) Ketakutan dan kecemasan berlebihan, baik cemas mengenai diri sendiri


maupun terhadap orang lain. Linda L. Davidov (1991) menjelaskan bahwa
kecemasan ditandai dengan perasaan bahaya yang diantisipasi serta terdapat
ketegangan dan stres yang menghadang.
b) Perubahan pola hidup termasuk tidur (mengantuk, kelelahan, tekanan darah
tinggi) dan makan. Perubahan pola hidup ini berpengaruh pada penurunan
motivasi, konsentrasi, dan ingatan.
c) Bosan dan stres. Bosan dan stres diakibatkan oleh orang-orang yang harus
tetap tinggal di rumah selama pandemi dengan rutinitas yang berulang.
d) Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol sebagai dampak lanjutan dari
stres dan kecemasan. Orang-orang mengalihkan perasaan tertekan mereka
dengan menggunakan obat-obatan terlarang yang justru semakin
memengaruhi kesehatan mental mereka secara negatif.
e) Gangguan psikosomatis yaitu gangguan yang berkaitan dengan kesehatan
pikiran dan raga yang diawali oleh stres, rasa takut, atau kecemasan
sehingga mengakibatkan penyakit tergantung dengan pola pikir orang
tersebut.

2.2. Kerangka Pemikiran

Permasalahan Kesehatan Mental Mahasiswa


Binus University di Masa Pandemi
- Stres (ringan, menengah, berat)
- Depresi (ringan, menengah, berat)
- Pemikiran Bunuh Diri
- Kecemasan

Pembelajaran
Daring (E-learning) Kesepian

Solusi dari Binus


University sebagai
penyedia jasa untuk
permasalahan kesehatan
mental mahasiswanya

Peningkatan
kesehatan mental
mahasiswa

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian.


2.3. Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan


Penelitian yang dilakukan R.Radha,
Hasil penelitian K.Mahalakshmi, Dr.V.Sathish Kumar,
menunjukkan bahwa E- & Dr.AR.Saravanakumar meneiti
R.Radha, K.Mahalakshmi, E-Learning during
learning sudah menjadi tentang kepopuleran e-learning di
Dr.V.Sathish Kumar, & Lockdown of Covid-19
1 metode pembelajaran yang masa pandemi, sedangkan penelitian
Dr.AR.Saravanakumar, Pandemic: A Global
populer di antara para yang dilakukan penulis adalah untuk
2020 Perspective
pelajar terutama di masa mengetahui efek e-learning terhadap
pandemi. kesehatan mental mahasiswa di masa
pandemi.
Penelitian yang dilakukan Manfred E.
Hasil penelitian Beutel, Eva M. Klein,
menunjukkan bahwa Elmar Brähler, Iris Reiner, Claus
Manfred E. Beutel, Eva M.
kesepian menimbulkan Jünger, Matthias Michal, Jörg Wiltink,
Klein, Loneliness in the general
masalah kesehatan signifikan Philipp S. Wild, Thomas Münzel, Karl
Elmar Brähler, Iris Reiner, population:
untuk sebagian populasi J. Lackner, & Ana N. Tibubos
Claus Jünger, Matthias prevalence, determinants
2 dengan risiko yang mengidentifikasi kesepian sebagai
Michal, Jörg Wiltink, and relations to
meningkat pada tekanan masalah kesehatan yang dialami
Philipp S. Wild, Thomas mental health
(depresi dan kecemasan), sebagian orang dengan risiko gangguan
Münzel, Karl J. Lackner, &
pikiran bunuh diri, perilaku mental lainnya yang meningkat,
Ana N. Tibubos, 2017
kesehatan, dan pemanfaatan sedangkan penulis meneliti efek
kesehatan. kesepian terhadap kesehatan mental di
masa pandemi.
Hasil penelitian Penelitian yang dilakukan Uswatun
GAMBARAN menunjukkan Hasanah, Ludiana,
PSIKOLOGIS mayoritas masalah Immawati, & Livana PH
Uswatun Hasanah, Ludiana, MAHASISWA DALAM psikologis yang dialami mengidentifikasi jenis masalah
3 Immawati, & Livana PH, PROSES mahasiswa dalam proses psikologis yang dialami mahasiswa
2020 PEMBELAJARAN pembelajaran daring yaitu selama pembelajaran daring di masa
SELAMA PANDEMI kecemasan dari skala ringan pandemi, sedangkan penulis hanya
COVID-19 hingga berat dan depresi mengidentifikasi pengaruh pembelajaran
ringan. daring terhadap kesehatan mental.

Tabel 1. Penelitian Terdahulu. Sumber: Hasil Kajian Penulis. 2020.


2.4. Model Penelitian

Gambar 2. Model Penelitian.

2.5. Hipotesis

1. Ho = Pembelajaran daring (e-learning) tidak berpengaruh signifikan terhadap


kesehatan mental.

H1 = Pembelajaran daring (e-learning) berpengaruh signifikan terhadap kesehatan


mental.

2. Ho = Pembelajaran daring (e-learning) dan Kesepian memperlemah dalam


memoderasi pembelajaran daring (e-learning) terhadap kesehatan mental.

H1 = Pembelajaran daring (e-learning) dan Kesepian memperkuat dalam


memoderasi pembelajaran daring (e-learning) terhadap kesehatan mental.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

A. Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif adalah


metode penelitian yang dilakukan melalui pengukuran ilmiah terhadap sampel untuk
dijelaskan dengan teori-teori yang relevan yang selanjutnya menghasilkan teori yang
menguatkan dan memperluas teori dari penelitian sebelumnya.

B. Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini adalah penelitian inferensial


korelatif. Penelitian inferensial bertujuan untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil
penelitian mengenai sejumlah sampel yang mewakili sebuah populasi. Selanjutnya,
desain penelitian korelatif dilakukan dengan untuk mengetahui korelasi atau antar
variabel yang diteliti.

C. Unit Analisis

Unit analisis adalah individu yang dijadikan subjek penelitian. Pada penelitian
ini, unit analisis adalah mahasiswa Binus University berusia 18 – 22 tahun, berkuliah
di regional kampus Kemanggisan, Alam Sutera, Bekasi, dan Bandung, serta sedang
menduduki semester 1, 3, dan 5.

D. Horizon Waktu
Horizon waktu berkaitan dengan waktu pengumpulan data penelitian.
Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional dengan hanya mengambil data pada satu
periode saja dan tidak dilakukan secara berkelanjutan dalam beberapa kali periode.

3.2. Operasionalisasi Variabel

A. Variabel Independen: Pembelajaran Daring (E-learning)

NO VARIABEL DEFINISI VARIABEL DIMENSI INDIKATOR SKALA UKUR NOMOR BUTIR

Sikap dan kebiasaan mahasiswa yang


Perspektif Pelajar memanfaatkan e-learning process dan Interval 1,2,3,4,5,6
platform dengan maksimal.
Dimensi: Isu
Sosial Dosen yang selalu available,
responsif, dan informatif dalam
“anything delivered, Sikap Pengajar Interval 7,8,9,10
Variabel mengajar dan merespon mahasiswa
enabled, or mediated by
Independen: dalam proses e-learning.
electronic technology for
1 Pembelajaran
explicit purpose of
Daring (E-
learning ,” (El-Seoud, Taj- Kapabilitas learning system
learning)
Eddin, & Seddiek). Kualitas Sistem management yang memadai dan Interval 11,12,13,14,15,16
minim error.

Dimensi: Isu
Berupa fleksibilitas konten dan
Teknis
informasi untuk menyesuaikan dengan
Kualitas Konten dan
kebutuhan mahasiswa, clarity atau Interval 17,18,19,20,21
Informasi
kejelasan konten dan informasi yang
mudah dipahami, dan interactive
Tabel 2. Operasionalisasi Variabel Pembelajaran Daring (E-learning).
B. Variabel Moderasi: Kesepian

NO VARIABEL DEFINISI VARIABEL ASPEK INDIKATOR SKALA UKUR NOMOR BUTIR

Perasaan terhadap
hubungan dengan orang Interval 22,23,24
lain

Aspek: Afektif

Merasa ditinggalkan
Interval 25,26,27
Russel (1996), dalam (Hermawati & atau terisolasi
Hidayat (2019), mendefinisikan kesepian
sebagai suatu keadaan yang dialami oleh
seseorang yang ditandai dengan adanya 28
Aktivitas sendiri Interval
2 Variabel Moderasi:Kesepian depresi sebagai akibat dari sistem-sistem
psikofisik yang menentukan karakteristik Menganggap orang lain
Interval 29,30
pikiran atau perilaku serta adanya tidak menarik
harapan akan kehidupan sosial yang
memuaskan. Tidak dapat saling
Interval 31,32
Aspek: Kognitif berbagi

Orang lain tidak dapat


Interval 33
mengerti dirinya
Memahami kondisi
Interval 34
sosial hubungan dirinya
Berharap orang lain
menjalani hubungan Interval 35
Aspek:
dengan dirinya
Psikomotorik
Tidak memiliki teman Interval 36
Bangkit dari kesepian Interval 37
Tabel 3. Operasionalisasi Variabel Moderasi: Kesepian.
C. Variabel Dependen: Kesehatan Mental

NO VARIABEL DEFINISI VARIABEL DIMENSI INDIKATOR SKALA UKUR NOMOR BUTIR

Perasaan aman yang memadai


Dimensi: Adequate
dan berhubungan dengan Interval 38.39.40
feeling of security
profesi sebagai mahasiswa.

Kemampuan menilai diri yang


memadai meliputi memiliki
harga diri dan merasa memiliki
Dimensi: Adequate nilai antara keadaan diri dan
Interval 41, 42, 43
self evaluation prestasi, memiliki perasaan
berguna terhadap diri sendiri,
dan tidak diganggu rasa
bersalah berlebihan.

Kemampuan membentuk
Dimensi: Adequate ikatan emosional dengan
spontaneity and orang lain, dan mampu Interval 44,45,46,47
emotionality memahami orang lain, dan
Kondisi kesejahteraaan seorang
membahagiakan diri sendiri.
individu yang menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan
Variabel Dependen: hidup yang normal, dapat bekerja Kemampuan meraih
3
Kesehatan Mental secara produktif dan mampu Dimensi: Adequate kebahagiaan dari perlakuan
memberikan kontribusi keapda bodily desires and fisik (tidur, makan, dll),
Interval 48,49,50
komunitasnya (World Health ability to gratify kemampuan bekerja, tidak ada
Organization ). them kebutuhan berlebihan untuk
mengikuti berbagai aktivitas.

Pemahaman mengenai tujuan,


ambisi, kompetensi,
hambatan dalam diri,
penilaian realistis terhadap
Adequate self
diri secara jujur, penerimaan Interval 51, 52, 53
knowledge
diri sendiri apa adanya,
Pengakuan terhadap pikiran
yang secara sosial/personal
tidak dapat diterima.

Perkembangan diri yang baik


Dimensi:
dari segi kepribadian, minat
Integration and
aktivitas, dan kepandaian,
consistency of
mampu berkonsentrasi, tidak
personality Interval 54, 55, 56
ada konflik-konflik besar
Memiliki tujuan hidup sesuai
Dimensi: Adequate
diri sendiri dan realistis untuk
of life goal
dapat dicapai.
Tabel 4. Operasionalisasi Variabel Dependen: Kesehatan Mental.
3.3. Metode Pengumpulan Data

A. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diambil adalah data kuantitatif dengan sumber data primer. Data
kuantitatif adalah data yang dapat diukur dan dihitung kuantitasnya serta dapat
dideskripsikan melalui angka. Kemudian, sumber data sekunder adalah sumber data
utama untuk suatu penelitian yang diperoleh secara langsung dari orang yang berkaitan
dengan suatu fenomena yang diteliti.

B. Teknik Pengumpulan Data

Selanjutnya, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan


kuisioner atau angket dengan menggunakan google form kepada para responden.
Kuisioner atau angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengajukan pernyataan atau pertanyaan kepada responden baik secara tertulis maupun
digital melalui platform-platform kuisioner.

C. Skala Sikap

Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah likert scale yang
bertujuan untuk mengukur sikap, perilaku, dan persepsi responden terhadap fenomena
atau kejadian yang diteliti.

3.4. Teknik Pengambilan Sampel

A. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek yang memenuhi kualitas, standar, dan dan
karakteristik yang dibutuhkan dalam penelitian. Populasi yang diambil dalam
penelitian ini adalah populasi sasaran yang terbatas pada mahasiswa Binus University
berdasarkan usia, semester, dan regional kampus.
B. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil untuk memperoleh data
penelitian. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah sejumlah 50 orang
mahasiswa untuk mewakili populasi.

C. Teknik Sampling

Dalam mengambil sampel, penelitian ini menggunakan non-probability


sampling dengan teknik quota sampling. Non-probability sampling yaitu teknik
pengambilan sampel yang tidak memberikan kesempatan setara bagi setiap anggota
populasi untuk terpilih menjadi sampel. Lebih jauh lagi, quota sampling dilakukan
dengan menentukan sampel dari populasi yang memenuhi kriteria tertentu hingga
kuota sampel yang diharapkan terpenuhi.

3.5. Metode Analisis Data

A. Langkah Analisis Data

Dalam menganalisis data responden, penelitian ini melakukan langkah-langkah


sebagai berikut:

1. Perumusan Masalah
2. Pengkajian Landasan Teori
3. Perumusan Hipotesis
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Penarikan Kesimpulan dan Pemberian Saran

B. Perangkat Lunak Penelitian

Perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah IBM SPSS Statistics 22. Metode yang digunakan dalam analisis melalui
perangkat lunak tersebut adalah analisis regresi dengan variabel moderasi. Analisis
regresi tunggal bertujuan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel independen
terhadap satu variabel dependen. Selanjutnya, analisis regresi dengan variabel
moderasi bertujuan untuk mengetahui apakah variabel moderasi memperlemah
hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

C. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Menurut Sugiharto dan Sitinjak (2006), validitas berhubungan dengan suaatu


peubah mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Ghozali (2009) menyebutkan
bahwa uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner.
Maka, uji validitas adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui tingkat
validasi dan ketepatan terhadap data-data yang diukur.

2. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiharto dan Sitinjak (2006), reliabilitas merujuk pada pengertian


bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk memeroleh informasi yang
digunakna dapat dipercaya sebagai alat pengumpulan data dan mampu mengungkap
informasi yang sebenarnya di lapangan. Menurut Walizer (1987), reliability atau
reliabilitas adalah keajegan pengukuran. Maka, uji reliabilitas digunakan untuk
memastikan bahwa jawaban responden dalam kuisioner adalah konsisten.
3.6. Rancangan Pemecahan Masalah

Gambar 3. Rancangan Pemecahan Masalah.

Gambar 3. Rancangan Pemecahan Masalah.


Daftar Pustaka

Aqeel, M., Shuja, K. H., Abbas, J., Rehna, T., & Ziapour, A. (2020). The Influence of
Illness Perception, Anxiety and Depression Disorders on Students Mental
Health during COVID-19 Outbreak in Pakistan: A Web-Based Cross-
Sectional Survey.
Ayuningtyas, D., Misnaniarti, & Rayhani, M. (2018). ANALISIS SITUASI
KESEHATAN MENTAL PADA MASYARAKAT. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat,, 3.
Aziz, A. (2020). Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/survei-643-dari-1522-orang-
cemas-depresi-karena-covid-19-fgPG
Beutel, M. E., Klein, E. M., Brähler, E., Reiner, I., Jünger, C., Michal, M., . . .
Tibubos, A. N. (2017). Loneliness in general population: prevalence,
determinants, and relations to mental health.
Center, B. U. (n.d.). Retrieved from qmc.binus.ac.id:
https://qmc.binus.ac.id/2014/11/01/u-j-i-v-a-l-i-d-i-t-a-s-d-a-n-u-j-i-r-e-l-i-a-b-
i-l-i-t-a-s/
Hasanah, U., Ludiana, Imawati, & PH, L. (2020). GAMBARAN PSIKOLOGIS
MAHASISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN. Jurnal Keperawatan
Jiwa Volume 8 No 3.
Herianto, S. M. (n.d.). Pengaruh Kesehatan Mental, Keaktifan Berorganisasi dan
Prestasi Akademik Terhadap Tingkat Pemahaman Moderasi Beragama.
Hermawati, N., & Hidayat, I. N. (2019). LONELINESS PADA INDIVIDU LANJUT
USIA BERDASARKAN PERAN RELIGIUSITAS. Jurna Psikologi Islami
Vol. 5 No. 2.
Ilpaj, S. M., & Nurwati, N. (2020). ANALISIS TINGKAT KEMATIAN AKIBAT
COVID-19 TERHADAP KESEHATAN MENTAL MASYARAKAT DI
INDONESIA. Jurnal Pekerjaan Sosial .
Kompas.com. (2020, September 25). Retrieved from Kompas.com:
https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/25/150300065/20-negara-
dengan-angka-kematian-akibat-corona-tertinggi-indonesia-peringkat?page=all
Mahardika, A. (2020). Retrieved from Detikhealth.com:
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4980296/riset-unpad-terdampak-
corona-47-persen-mahasiswa-alami-gejala-depresif
Notosoedirdjo, M. (2007). Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan Edisi Keempat.
Malang: UMM Press.
Novianty, A., & Hadjam, M. N. (2017). Literasi Kesehatan Mental dan Komunitas
sebagai Prediktor Pencarian Pertolongan Formal. Jurnal Psikologi, 50.
PH, L., Mubin, M. F., & Basthomi, Y. (2020). “TUGAS PEMBELAJARAN”
PENYEBAB STRES MAHASISWA SELAMA PANDEMI. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa Volume 3 No 2.
Pham, L., Limbu, Y. B., Bui, T. K., Nguyen, H. T., & Pham, H. T. (2019). Does e-
learning service quality influence e-learning student satisfaction and loyalty?
Evidence from Vietnam. International Journal of Educational Technology in
Higher Education.
Putrisyani, A. R. (2014). Intimasi Pertemanan Versus Loneliness Pada Mahasiswa.
R, M., S, S., T, S., & S., M. (2014). Relationship between loneliness, psychiatric
disorders and physical health? A review on the psychological aspects of
loneliness. Journal of clinical and diagnostic research: JCDR.
R.Radha, K.Mahalakshmi, Kumar, D., & Dr.AR.Saravanakumar. (2020). E-Learning
during Lockdown of Covid-19 Pandemic: A Global Perspective. International
Journal of Control and Automation.
RS, W. (1987). Reflections on the present state of loneliness research. Journal of
Social Behavior and Personality.
Saltzman, L. Y., Hansel, T. C., & Bordnick, P. S. (2020). Loneliness, Isolation, and
Social Support Factors in Post-COVID-19 Mental Health. Psychological
Trauma: Theory, Research, Practice, and Policy.

Anda mungkin juga menyukai