Disusun Oleh:
Binta Fahma Isnaeni 2010711043
Bianca Gadis Noora’ini 2010711055
Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Edukasi Pencegahan Covid-19 Di Masa Pandemi Sebagai
Implementasi Bela Negara
Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui dan disahkan oleh Dosen Bahasa Indonesia
B. Penelitian Relevan
1. Hasil Studi Literatur dari Beberapa Penelitian Relevan
a. Sukma Dewi, dkk. Peran Mahasiswa KKN dalam Meningkatkan Kesehatan
Masyarakat pada Masa Pandemi Covid-19. menunjukan peningkatan
kesehatan masayarakat pada masa pandemi, khususnya di bidang
pendidikan berhubungan dengan peran mahasiswa. dan ekonomi. Penelitian
dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif, penelitian dilakukan di Desa
Sinunukan Laru Lombang, Panyabungan. Dalam sektor Pendidikan,
mahasiswa dapat menyampaikan aspirasinya kepada pihak sekolah, usulan
yang baik dan diterima oleh pihak sekolah maka akan dipajang dan menjadi
sebuah inovasi yang baik. Dalam sektor ekonomi, mahasiswa dapat
membimbing dan menunjang hingga memfasilitasi pekerjaan atau profesi
masayarkat dengan kemampuannnya. Berdasarkan penelitian diatas, dapat
disimpulkan bahwa Peran mahasiswa dalam membentukan relawan yang
dikelompokkan dalam upaya meminimalisir Covid-19. Mahasiswa suatu
komunitas yang tergolong idealisme yang tidak tercekcoki oleh
kepentingan-kepentingan organisasi dan lainnya.
b. Susana Nurtanti, Sri Handayati. Peningkatan Pengetahuan Siswa Tentang
Deteksi Dini dan Pencegahan Depresi di SMK Muhammadiyah Baturetno,
hasil evaluasi dari pengabdian menunjukan adanya perubahan pada tingkat
pengetahuan siswi setelah dilaksanakan kegaiatan pendidikan kesehatan
mental mengenai depresi ke arah yang lebih baik. Pengabdian ini berupa
transformasi ilmu tentang peningkatan pengetahuan deteksi dini dan
mencegah depresi pada remaja. Metode yang digunakan diawali dengan
adanya pre test dan dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang
pencegahan depresi, hingga diakhiri dengan adanya post test serta evaluasi.
Dari pre test diketahui tingkat pengetahuan siswi tentang tentang deteksi
dini dan pencegahan depresi masih sangat rendah. Dari data menunjukkan
sebesar 247 (85,5%) siswi dengan tingkat pengetahuan rendah, 35 (12,1%)
sedang, 7 (2,4%) siswi mempunyai tingkat pengetahuan tinggi. Dan setelah
dilakukan post test didapati hasil 275 (95,1%) siswa mempunyai tingkat
pengetahuan tinggi, 12 (4,1%) siswa mempunyai tingkat pengetahuan
sedang, dan 2 (0.6%) siswi mempunyai tingkat pengetahuan rendah.
Terdapat perubahan pada tingkat pengetahuan siswi setelah dilaksanakan
kegiatan pendidikan kesehatan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
peran mahasiswa dalam memberikan edukasi terkait pencegahan depresi
menghasilkan peningkatan dalam tingkat pengetahuan remaja.
c. Christopher Alexander, Dkk. Penerapan Cyber Counseling dalam
Menangani Depresi Remaja pada Masa Pandemi Covid-19. menemukan
cara yang efektif dan efisien untuk menangani permasalahan depresi di
kalangan remaja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
pustaka berdasarkan data numerik dari website resmi Perhimpunan Dokter
Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia untuk mendapatkan data yang valid mengenai pokok
persoalan yang hendak ditelit. Cyber Counseling dalam bentuk pencegahan
bisa digunakan dengan memberikan penyuluhan melalui media sosial yang
ramai digunakan oleh remaja jaman sekarang. Berbagai informasi mengenai
kesehatan mental remaja yang didapat dari sumber terpercaya dapat
disebarkan dan mencapai kalangan yang luas.penyuluhan harus dilakukan
secara terus menerus sampai terjadi perubahan perilaku yang dapat
dirasakan secara langsung. Kesimpulan dari penelitian ini adalah cyber
counseling merupakan metode konseling yang perlu dan cocok untuk
diterapkan dalam menangani para remaja yang sedang mengalami depresi di
masa pandemi ini, di mana gereja dapat melakukan penyuluhan/edukasi
melalui media sosial sebagai bentuk pencegahan, serta melakukan metode
cyber counseling berkelompok sebagai bentuk pemulihan.
2. Persamaan dan Perbedaan Ketiga Penelitian Relevan dengan Penelitian Penulis
a. Persamaan dari ketiga artikel diatas dan penelitian penulis adalah sama-
sama membahas tentang peran mahasiswa dan edukasi pencegahan depresi
pada remaja.
b. Sedangkan perbedaan dari ketiga artikel diatas dan penelitian penulis adalah
pada artikel 1 membahas peran mahasiswa dalam edukasi meningkatkan
kesehatan masyarakat secara umum dalam masa pandemi covid-19,
kemudian pada artikel 2 dibahas secara khusus peran mahasiswa dalam
edukasi pencegahan depresi pada remaja, sedangkan pada artikel 3
membahas dengan cukup rinci metode efektif dan efisien dalam mencegah
depresi pada remaja dalam masa pandemi Covid-19.
C. Kerangka Berpikir
Mahasiswa yang dianggap sebagai kelompok intelektual dan cendikiawan muda
memiliki peran khusus dalam lingkungan masyarakat, peran peran ini ialah agen
perubahan, kontrol sosial, penerus tangguh, san pembentuk moral. Dari peran-peran ini
mahasiswa diharapkan dapat menuntun masyarakat menuju masa depan yang lebih cerah
dan maju. Bagi mahasiswa calon tenaga kesehatan, khususnya keperawatan, salah satu
misi untuk menuju visi tersebut adalah dengan meningkatkan status kesehatan
masyarakat. Tidak hanya kesehatan fisik, ilmu keperawatan melihat manusia dengan
holistik, termasuk status kesehatan jiwa dan spiritualnya.
Pada masa pandemi Covid-19 ini, peran mahasiswa ilmu kesehatan semakin
meningkat dan semakin diperlukan dalam menangani penurunan status kesehatan yang
terjadi. Khususnya disini adalah kesehatan mental pada remaja yang menghadapi
pandemi. Adanya penerapan social distancing membuat masyarakat banyak mengisolasi
diri di rumah, melakukan segala aktivitas termasuk sekolah dan bekerja dari rumah.
Dampak jangka panjang dari isolasi sosial bagi anak dan remaja adalah mereka dapat
mengalami depresi (M. E. Loades et al. 2020). Hal tersebut patut diperhatikan dimana
dampak jangka panjang dari isolasi diri remaja di rumah dapat menyebabkan depresi pada
beberapa tahun yang akan datang. Penelitian Swastika Tiara Pertiwi, dkk, mengenai
kondisi depresi pada remaja selama pandemi Covid-19 di tahun 2021 menunjukan
persentase untuk kategori depresi ringan 12,21%, depresi sedang 12,36%, depresi berat
4,48%, dan depresi sangat berat 3,1%. Dan jika dijumlahkan, persentase munculnya
gangguan depresif pada remaja mencapai 32,15%, angka ini meningkat dengan signifikan
jika dibandingkat dari data riset Riskesdas pada tahun 2018 yang menunjukan angka
6,2% penderita depresi pada usia remaja dari 46,7% total penderita depresi dari semua
rentang usia.
Masa-masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap gangguan mental
akibat banyaknya perubahan yang dialami oleh manusia dengan status mental yang belum
matang. Masa remaja adalah waktu untuk menentukan jati diri dan orientasi masa depan,
sehingga saat memasuki masa dewasa tujuan selanjutnya dalam tahap kehidupan sudah
jelas. Namun, pada masa pandemi, pencarian jati diri ini dapat terhambat akibat adanya
isolasi. Disinilah mahasiswa ilmu keperawatan berperan untuk mempertahankan dan
meningkatkan status kesehatan jiwa dan membantu dalam pertumbuhan serta
perkembangan optimal remaja, dengan menemukan inovasi baru untuk mengatasi
hambatan yang muncul dalam masa pandemi ini.
Pada masa pandemi, ketika pertemuan secara tatap muka langsung terhambat,
gadget dan bantuan sosial media yang semakin berkembang menjadi salah satu hal
penting dalam keseharian. Sosial media berbasis jaringan sangat membantu dalam
menghubungkan antar individu yang sedang menjalankan isolasi mandiri. Berdasarkan
hal ini, penulis melakukan penelitian untuk memahami inovasi peran mahasiswa ilmu
keperawatan dalam edukasi pencegahan depresi pada remaja di masa pandemi Covid-19.
Penulis memulai penelitian dengan membahas terlebih dahulu konsep dasar dari
peran mahasiswa, depresi, dan remaja. Dari data tersebut penulis menjelaskan kembali
dengan lebih rinci mengenai beberapa aspek penting. Lalu penulis menganalisis
keterkaitan dari tiap aspek yang sudah dibahas. Kemudian penulis melakukan survey
dengan alat bantu sebuah kuisioner demi mendapatkan data relevan mengenai peran
mahasiswa terkait edukasi pencegahan depresi pada remaja dalam masa pandemi Covid-
19 ini.
B. Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian yang diperoleh setelah membagikan angket adalah sebagai berikut :
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
dilihat bahwa mayoritas responden mengetahui tanda dan gejala dari depresi dengan jawaban
“sangat setuju” sebanyak 49 responden (98%), kategori “setuju” sebanyak 1 orang (2%), dan
jawaban terendah dengan kategori “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, dan “kurang setuju”
memiliki persentase hasil 0%.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
dilihat bahwa mayoritas responden mengetahui pengertian dari stressor dengan jawaban “sangat
setuju” sebanyak 43 responden (86%), kategori “setuju” sebanyak 7 orang (14%), dan jawaban
terendah dengan kategori “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, dan “kurang setuju” memiliki
persentase hasil 0%.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
dilihat bahwa mayoritas responden mengetahui jenis-jenis dari stressor dengan jawaban “sangat
setuju” sebanyak 40 responden (80%), kategori “setuju” sebanyak 10 orang (20%), dan jawaban
terendah dengan kategori “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, dan “kurang setuju” memiliki
persentase hasil 0%.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
dilihat bahwa mayoritas responden mengetahui apa itu mekanisme koping dengan jawaban
“sangat setuju” sebanyak 38 responden (76%), kategori “setuju” sebanyak 12 orang (24%), dan
jawaban terendah dengan kategori “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, dan “kurang setuju”
memiliki persentase hasil 0%.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
dilihat bahwa mayoritas responden mengetahui jenis-jenis mekanisme dari koping dengan
jawaban “sangat setuju” sebanyak 36 responden (72%), kategori “setuju” sebanyak 14 orang
(28%), dan jawaban terendah dengan kategori “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, dan “kurang
setuju” memiliki persentase hasil 0%.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
dilihat bahwa mayoritas responden mengetahui perbedaan adaptasi dan maladaptasi dengan
jawaban “sangat setuju” sebanyak 37 responden (74%), kategori “setuju” sebanyak 13 orang
(26%), dan jawaban terendah dengan kategori “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, dan “kurang
setuju” memiliki persentase hasil 0%.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa mayoritas responden selalu menjaga protokol kesehatan di lingkungan sosial
dengan jawab tertinggi yaitu setuju sebanyak 24 responden (48%) dan jawaban terendah dengan
kategori “sangat tidak setuju”dan “tidak setuju” memiliki persentase hasil 0%. Sedangkan pada
kategori sangat setuju sebanyak 23 responden (46%). Hal ini membuktikan bahwa responden
mematuhi protokol kesehatan dan telah menjadi contoh yang baik kepada orang-orang
disekitarnya.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa mayoritas responden jarang melakukan kegiatan di lingkungan sosial dengan
jawab tertinggi yaitu kurang setuju sebanyak 25 responden (50%) dan jawaban terendah dengan
kategori “sangat tidak setuju” memiliki persentase hasil 0%. Hal ini membuktikan bahwa
responden jarang melakukan kegiatan di lingkungan sosial dan sebagian besar lainnya sering
melakukan kegiatan di lingkungan sosia sehingga telah menjadi contoh yang baik kepada orang-
orang disekitarnya.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa mayoritas responden pernah merasakan stress selama pandemi dengan jawab
tertinggi yaitu “sangat setuju” dan “setuju” dengan presentase 34% dan jawaban terendah dengan
kategori “sangat tidak setuju” memiliki persentase hasil 0%. Hal ini membuktikan bahwa
pandemi menyebabkan kondisi yang datang dan berubah secara tiba-tiba,
akan membuat masyarakat menjadi tidak siap dalam menghadapinya sehingga menimbulkan
sress terhadap responden.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa mayoritas responden menyelesaikan masalah dengan fokus ketika mengalami
stress dengan jawab tertinggi yaitu “setuju” sebanyak 18 responden dengan presentase 36% dan
jawaban terendah dengan kategori “sangat tidak setuju” memiliki persentase hasil 0%. Hal ini
membuktikan bahwa responden dapat menyelesaikan masalah ketika stress.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa mayoritas responden dapat jarang untuk dapat menghadapi dan menyelesaikan
dengan beradaptasi terhadap masalah tersebut dengan jawab tertinggi yaitu “kurang setuju”
sebanyak 18 responden dengan presentase 36% dan jawaban terendah dengan kategori “sangat
tidak setuju” memiliki persentase hasil 0%. Hal ini membuktikan bahwa sebagian responden
dapat menghadapi masalah.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa mayoritas responden senang mendengarkan cerita teman yang sedang
menghadapi masalah dengan jawab tertinggi yaitu “setuju” sebanyak 19 responden dengan
presentase 38% dan jawaban terendah dengan kategori “sangat tidak setuju” memiliki persentase
hasil 0%. Hal ini membuktikan bahwa responden jika ada masalah akan menceritakan kepada
orang lain dan senang mendengarkan cerita teman yang sedang menghadapi masalah.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa mayoritas responden senang mendengarkan cerita teman yang sedang stress dan
teman yang bercerita merasa stressnya berkurang jika bercerita ke responden dengan jawab
tertinggi yaitu “setuju” sebanyak 18 responden dengan presentase 36% dan jawaban terendah
dengan kategori “tidak setuju” memiliki persentase hasil 0%. Hal ini membuktikan bahwa
responden senang mendengarkan cerita teman yang sedang menghadapi masalah dan teman yang
bercerita merasa stressnya berkurang jika bercerita ke responden.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa mayoritas responden senang mendengarkan cerita teman dengan jawab tertinggi
yaitu “sangat setuju” sebanyak 25 responden dengan presentase 50% dan jawaban terendah
dengan kategori “sangat tidak setuju” memiliki persentase hasil 0%. Hal ini membuktikan bahwa
responden senang mendengarkan cerita teman dan orang disekitarnya sehingga memiliki rasa
sosisalisasi yang tinggi
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa mayoritas responden dapat memberikan saran atau solusi kepada teman yang
sedang stress dan memiliki masalah dengan jawab tertinggi yaitu “setuju” sebanyak 24
responden dengan presentase 48% dan jawaban terendah dengan kategori “sangat tidak setuju”
memiliki persentase hasil 0%. Hal ini membuktikan bahwa responden senang mendengarkan
cerita teman yang sedang menghadapi masalah dan dapat memberikan saran kepada orang
disekitarnya yang bercerita, dengan memberikan saran menunjukan rasa empati kepada lawan
bicara.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa responden kurang sering dalam memberikan pengetahuan dan mempromosikan
tentang pentingnya kesehatan mental di lingkungan sosial dengan jawab tertinggi yaitu “kurang
setuju” sebanyak 19 responden dengan presentase 38% dan jawaban terendah dengan kategori
“sangat tidak setuju” memiliki persentase hasil 6%. Sedangkan responden dengan kategori
“sangat setuju” sebanyak 9 responden (18%), “setuju” sebanyak 8 responden (16%). Hal ini
membuktikan bahwa sebagian besar responden sering dalam memberikan pengetahuan dan
mempromosikan tentang pentingnya kesehatan mental di lingkungan sosial, dengan memberikan
pengetahuan tentang pentingnya kesehatan mental kepada orang lain dapat menyadarkan dan
menjadi contoh yang baik.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para responden, dapat
diketahui bahwa responden kurang sering dalam memberikan pengetahuan dan mempromosikan
tentang pentingnya kesehatan mental kepada orang lain lewat media sosial dengan jawab
tertinggi yaitu “kurang setuju” sebanyak 16 responden dengan presentase 32% dan jawaban
terendah dengan kategori “sangat tidak setuju” sebanyak 6 responden dengan persentase hasil
12%. Sedangkan responden dengan kategori “sangat setuju” sebanyak 8 responden (16%),
“setuju” sebanyak 6 responden (12%). Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar responden
sering dalam memberikan pengetahuan dan mempromosikan tentang pentingnya kesehatan
mental kepada orang lain menggunakan sosial media, dengan memberikan pengetahuan tentang
pentingnya kesehatan mental kepada orang lain dapat menyadarkan dan menjadi contoh yang
baik.
Berdasarkan survey yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para
responden, dapat diketahui bahwa responden kurang sering memberikan edukasi teknik yang
dapat digunakan dalam menghadapi stress kepada lingkungan sosial dengan jawab tertinggi yaitu
“kurang setuju” sebanyak 16 responden dengan presentase 32% dan “tidak setuju” juga sebanyak
16 responden (32%). Lalu, jawaban terendah dengan kategori “sangat tidak setuju” sebanyak 4
responden dengan persentase hasil 8%. Sedangkan responden dengan kategori “sangat setuju”
sebanyak 8 responden (16%), “setuju” sebanyak 6 responden (12%). Hal ini membuktikan
bahwa sebagian besar responden juga pernah dalam memberikan edukasi teknik yang dapat
digunakan dalam menghadapi stress kepada lingkungan sosial, dengan memberikan edukasi
tentang teknik yang dapat digunakan dalam menghadapi stress kepada lingkungan sosial menjadi
contoh yang baik bagi orang lain.
Berdasarkan survey yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah diisi oleh para
responden, dapat diketahui bahwa responden kurang sering dalam memberikan pengetahuan dan
mempromosikan tentang pentingnya kesehatan mental kepada orang lain lewat media sosial
dengan jawab tertinggi yaitu “kurang setuju” sebanyak 16 responden dengan presentase 32% dan
jawaban terendah dengan kategori “sangat tidak setuju” sebanyak 6 responden dengan persentase
hasil 12%. Sedangkan responden dengan kategori “sangat setuju” sebanyak 8 responden (16%),
“setuju” sebanyak 6 responden (12%). Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar responden
sering dalam memberikan pengetahuan dan mempromosikan tentang pentingnya kesehatan
mental kepada orang lain menggunakan sosial media, dengan memberikan pengetahuan tentang
pentingnya kesehatan mental kepada orang lain dapat menyadarkan dan menjadi contoh yang
baik.