Anda di halaman 1dari 48

USULAN PENELITIAN

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA MAHASISWA


LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM MENYELESAIKAN TUGAS
AKHIR DI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS NUSA
CENDANA KUPANG

OLEH
MARNY T NITTE
1807020050

PRORGAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2017) menyatakan bahwa depresi dan

kecemasan merupakan gangguan jiwa umum yang prevalensinya paling tinggi.

Lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia (3,6% dari populasi) yang menderita

kecemasan. Indonesia merupakan negara berkembang, dimana setiap tahunnya

angka kecemasan semakin meningkat, prevalensi kecemasan diperkirakan 20%

dari populasi dunia dan sebanyak 47,7% remaja merasa cemas (Zipjet, 2017).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, menunjukkan

bahwa lebih dari 19 juta penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun

telah mengalami gangguan mental emosional. Serta lebih dari 12 juta penduduk

yang berusia lebih dari 15 tahun mengalami kecemasan. (Gatra.com, 2021).

Gangguan mental emosional, seperti stress, kecemasan dan depresi, dapat

dialami semua orang. Jika ditangani dengan cara yang benar, maka penderita

umumnya dapat sembuh dan kembali seperti sedia kala dan juga sebaliknya, jika

tidak ditangani dengan benar dan segera, maka penderita gangguan mental

emosional akan semakin parah dan dapat berkembang menjadi gangguan jiwa

berat (Riskesdas, 2013). Pada tahap yang lebih berat, penderita gangguan mental

emosional akan mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga dapat terserang

penyakit dengan lebih mudah; seperti tekanan darah tinggi, alergi, diare,

gangguan tiroid, stroke, serangan jantung hingga kematian (Kompasiana, 2011).


Sebagian besar orang mendeskripsikan kecemasan dengan berbagai istilah,

seperti gelisah, ketakutan luar biasa, dan menghadapi suatu kesulitan. padahal

kecemasan merupakan kondisi normal yang dapat terjadi pada setiap orang.

Apabila seseorang mengalami suatu kecemasan, maka kecemasan tersebut akan

terjadi dalam waktu singkat dan dalam tingkatan yang ringan. Kecemasan dapat

dikategorikan dari tingkat yang sangat rendah sampai dengan tingkat tertinggi.

Pada tingkat yang sedang (modarate), kecemasan dapat bermanfaat karena

meningkatkan kewaspadaan untuk suatu sinyal bahaya.

Kecemasan sangat menggangguh omeostasis dan fungsi individu, karena itu

perlu segera dihilangkan dengan berbagai macam cara penyesuaian. Faktor yang

mempengaruhi terjadinya kecemasan antara lain lingkungan sosial, personal

(individu), akademik. Contoh yang dapat menimbulkan kecemasan pada

seseorang, seperti pada saat berbicara didepan umum untuk pertama kalinya atau

sedang menjalani ujian. Pengaruh peneraapan kecemasan ini terhadap laki-laki

dan perempuan justru terlihat dari pihak perempuan yang lebih mengalami

kecemasan sehingga hal ini dapat terlihat dari statistik dibawah ini yakni:

Penelitian oleh (Onwuegbuzie, 2004) menemukan bahwa wanita memiliki

kecemasan statistik lebih banyak daripada pria, penelitian lain tidak menemukan

perbedaan gender dalam kecemasan statistik. penelitiannya terhadap 77

mahasiswa sarjana (19% laki-laki, 81% perempuan) di Indonesia tidak

menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dengan kecemasan

statistik. Evans (2007) dalam penelitiannya terhadap 115 mahasiswa sarjana (35
pria, 80 perempuan) dari kelas statistik yang dipilih secara acak, menemukan

bahwa mahasiswa tidak menunjukkan perubahan signifikan dalam sikap dan

konsepsi terhadap statistik selama semester. Namun, korelasi yang signifikan

ditemukan antara nilai mata kuliah dan sikap siswa awal dan akhir 104 peserta

(23 laki-laki, 76 perempuan) menemukan bahwa sementara sebagian besar

peserta dalam penelitian mereka memiliki kecemasan statistik sedang, tidak ada

perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk semua enam sub skala STARS.

Hasil yang serupa diperoleh Oleh Mji (2009) yang tidak menemukan perbedaan

gender dalam sikap.

Hal ini juga terjadi di dunia pendidikan misalnya di perguran tinggi.

Mahasiswa memiliki kewajiban yang mutlak, yaitu belajar. Memasuki perguruan

tinggi, kegiatan belajar mahasiswa harus didukung dengan kesadaran yang

penuh. Seorang mahasiswa dituntut harus mampu mengembangkan daya

pikirnya dan meningkatkan rasa penasaran terhadap disiplin ilmu yang

ditekuninya. Oleh karena itu, mahasiswa rentan terhadap kecemasan. Mahasiswa

juga harus menyelesaikan berbagai macam ujian. Ujian didalam buku panduan

universitas dibagi menjadi ujian tertulis dan ujian keterampilan. faktor-faktor

tersebut memiliki pengaruh yang tinggi untuk terjadinya kecemasan pada

mahasiswa yang akan melaksanakan ujian.

Kecemasan mempengaruhi hasil belajar mahasiswa, karena kecemasan

cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi. Distorsi tersebut

dapat mengganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan


perhatian, menurunkan daya ingat, mengganggu kemampuan menghubungkan

satu hal dengan yang lain. Untuk menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi

syarat yang harus ditempuh mahasiswa yaitu menyelesaikan Tugas Akhir atau

yang dikenal dengan skripsi.

Skripsi adalah karya ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan

pendidikan akademis di Perguruan Tinggi (Poerwadarminta, 1983). Semua

mahasiswa wajib mengambil mata kuliah tersebut, karena skripsi digunakan

sebagai salah satu prasyarat bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar

akademisnya sebagai sarjana. Mahasiswa yang menyusun skripsi dituntut untuk

dapat menyesuaikan diri dengan proses belajar yang ada dalam penyusunan

skripsi. Proses belajar yang ada dalam penyusunan skripsi berlangsung secara

individual, sehingga tuntutan akan belajar mandiri sangat besar.

Mahasiswa yang menyusun skripsi dituntut untuk dapat membuat suatu

karya tulis dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan diharapkan dapat

bermanfaat bagi masyarakat secara umum. Peran dosen dalam pembimbingan

skripsi hanya bersifat membantu mahasiswa mengatasi kesulitan yang ditemui

oleh mahasiswa dalam menyusun skripsi (Redl & Watten, 1959). Adanya

ketergantungan yang besar pada dosen pembimbing dapat menyebabkan masalah

bagi mahasiswa dalam penyusunan skripsi dan dapat menyebabkan kegagalan

penyusunan skripsi.

Dari survey awal mengenai fenomena tentang tingkat kecemasan yang

dilakukan oleh peneliti dengan menyebarkan kuisioner online melalui google


form pada tanggal 15 maret 2022 kepada beberapa mahasiswa Program Studi

Psikologi Undana Kupang. Dalam survey ini terdapat 4:8 responden yang

mengalami tingkat kecemasan. Subjek pertama dengan inisial RL mengatakan

bahwa ia mengalami tingkat kecemasan ketika “tekanan dari pihak keluarga

untuk segera lulus kuliah” dari hal tersebut ia merasa memiliki beban untuk

segera lulus kuliah. Subjek kedua inisail VN mengatakan tingkat kecemasan

yang dia alami sering datang dari “Judul skripsi yang diambil dirasa terlalu sulit”

sehingga ia merasa takut bahwa judul skripsinya harus diganti. Subjek ketiga

inisal JA mengalami tingkat kecemasan akibat “Dosen Pembimbing susah untuk

dihubungi”, dari hal tersebut ia merasa putus asa apalagi banyak teman

mahasiswa lainnya yang sudah seminar proposal. Subjek Keempat inisial WT

mengatakan bahwa “Sering mengalami revisi dalam Skripsi” membuat ia

menjadi cemas dan kesulitan dalam mencari referensi maupun jurnal yang

mendukung skripsi yang sedang dikerjakan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya dan fenomena tingkat kecemasan pada

mahasiswa tingkat akhir, penulis merasa perlu untuk meneliti tentang “Perbedaan

Tingkat Kecemasan Pada Mahasiswa Laki-Laki dan Perempuan Dalam

Menyelesaikan Tugas Akhir di Program Studi Psikologi Universitas Nusa

Cendana .
1.2 Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa penelitian yang mempunyai tema kajian yang sama

dengan penulis meskipun berbeda dalam beberapa hal seperti perbedaan pada

salah satu variabel, kriteria subjek serta metode analisis yang digunakan.

pnelitian yang terkait tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh Rania

Dwi Tirta yang berjudul Perbedaan Tingkat Kecemasan antara Mahasiswa

Keperawatan dan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat dalam Menyelesaikan

Tugas Akhir (Skripsi) di STIKES Bhakti Husada Mulia Madiuntahun 2017.

Penelitian ini menggunakan metode komparatif. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa, ada perbedaan kecemasan mahasiswa keperawatan dan

mahasiswa kesehatan masyarakat. Menggunakan independent sampel t test.

Penelitian oleh Muhammad Try Hartoni yang berjudul Kecemasan

Bimbingan Skripsi dan Promblem Solving Pada Mahasiswa Yang Sedang

Menempuh Skripsitahun 2016. Penelitian ini menggunakan pendekatan

penelitian kuantitatif dengan metode kolerasi product moment. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa, ada hubungan negative yang signifikan antara

kecemasan bimbingan skripsi dan problem solving pada mahasiswa yang sedang

menempuh skripsi, dengan koefisien korelasi sebesar -0.163 dan tingkat

signifikan 0,001(p˂0,05). Sedangkan koefisien determinasi sebanyak 0,003, yang

menunjukkan bahwa variabel bebas menberikan pengaruh terhadap variabel

terikat sebesar 3,3%.


Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Sari, T. N (2020) tentang

Perbedaan Tingkat Kecemasaan Antara Mahamahasiswa Laki–Laki Dan

Perempuan Terdampak Pandemi Covid -19 Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mahasiswa laki-laki dan perempuan memiliki kecemasan sangat tinggi sebanyak

54,8% terhadap Covid-19, tidak ada perbedaan tingkat kecemasan antara

mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam menghadapi pandemi Covid-19,

dengan p-value 0,23 . Penelitian ini membuktikan bahwa jenis kelamin tidak

selalu menjadi prediktor signifikan dari reaktivitas emosional, seperti kecemasan

dan ketakutan. Kecemasan akan muncul ketika ada tekanan dari luar yang dapat

menghambat aktivitas seseorang, baik pria maupun wanita.

Berdasarkan penelitian diatas terdapat persamaan dan perbedaan,

persamaanya sama sama meneliti variabel yang sama yaitu tingkat kecemasan,

sama sama mengambil subjek yang sedang mengerjakan tugas akhir sedangkan

perbedaannya terletak pada metode yang digunakan serta latar tempat yaitu di

Kota Kupang.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka secara khusus

penulis ingin menjawab permasalahan sebagai berikut:

Bagaimana Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Mahasiswa Laki-laki dan

Perempuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir di Prodi Psikologi Universitas

Nusa Cendana Kupang?


1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk:

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat kecemasan

pada mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam menyelesaikan tugas akhir di

Program Studi Psikologi Universitas Nusa Cendana Kupang.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang dipaparkan oleh penulis, maka diharapkan

penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu:

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan bidang ilmu

psikologi, khususnya psikologi klinis dan sekurang-kurangnya berguna sebagai

sumbangan in formasi mengenai tingkat kecemasan pada mahasiswa laki-laki

dan perempuan di Program Studi Psikologi di Universitas Nusa Cendana.

1.5.2 Manfaat Praktis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa

khususnya mahasiswa program studi psikologi Universitas Nusa

Cendana tentang perbedaan tingkat kecemasan pada mahasiswa Laki-

laki dan perempuan di Program Studi Psikologi

2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan acuan

untuk penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

2.2.1 Pengertian kecemasan

Kecemasan merupakan suatu perasaan yang dapat dialami oleh setiap

orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Perasaan ini timbul akibat

adanya respon terhadap perubahan yang terjadi, dan dituntut untuk dapat

beradaptasi dengan keadaan tersebut. Kecemasan merupakan reaksi normal

terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang, namun apabila hal

ini menetap dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama serta mengganggu

ketentraman individu maka dibutuhkan suatu penanganan segera terhadap hal

tersebut.

Freud (ahli psikoanalisis) menjelaskan bahwa kecemasan adalah reaksi

terhadap ancaman dari rasa sakit maupun dunia luar yang tidak ditanggulangi

dan berfungsi memperingatkan individu akan adanya bahaya. Calhoun dan

Acocella menambahkan kecemasan adalah perasaan ketakutan (baik realistis

maupun tidak realistis) yang disertai dengan keadaan peningkatan reaksi

kejiwaan. Rollo May yang melihat bahwa kecemasan dipicu oleh ancaman

terhadap nilai eksistensi dasar manusia.

Dalam kamus istilah psikologi, Chaplin menyatakan kecemasan sebagai


perasaan campuran berisi ketakutan dan keprihatinan mengenai rasa-rasa

mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Menurut Priest

memahami kecemasan yaitu kecemasan atau perasaan cemas adalah suatu

keadaan yang dialami ketika berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan

terjadi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kecemasan ialah keadaan takut

atau bingung yang intens sebagai hasil dari antisipasi kejadian yang

mengancam atau menantang.

Jadi dapat dipahami kecemasan merupakan suatu kondisi dimana seseorang

merasa tegang, khawatir pada situasi yang mengancamnya baik secara realita

atau secara tidak realita, biasanya ditunjukkan dengan ketakutan yang timbul

tanpa sebab yang khusus. Sependapat dengan pernyataan Priest dalam

mengemukakan tentang kecemasan, Atkinson mengemukakan bahwa

kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan

gejala seperti kekhawatiran dan perasaan takut.

Nevid mengemukakan kecemasan adalah keadaan khawatir yang

mengeluhkan sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Santrock menambahkan

bahwa kecemasan adalah sebuah perasaan yang tidak menyenangkan akan

ketakutan atau kekhawatir yang tidak begitu jelas. Dari pengertian menurut para

ahli maka kecemasan dapat disimuplkan bahwa sesuatu keadaan

ketidaknyamanan terhadap sesuatu hal atau kondisi yang membuat dirinya

merasa tegang.

Kecemasan menurut Zakiah Daradjat adalah manifestasi dari berbagai


proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang mengalami

tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik) kecemasan itu

memiliki segi yang disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa

berdosa dan bersalah, terancam dan sebagainya. Rasa cemas itu terdapat dalam

semua gangguan dan penyakit jiwa dan ada bermacam-macam pula.

Kecemasan menurut Dadang Hawari adalah gangguan alam perasaan yang

ditandai dengan perasaan ketakutan atau khawatir yang mendalam dan

berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (masih baik),

kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian), perilaku

dapat terganggu tetapi masih batas-batas normal.

Maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan khawatir

yang mengeluhkan merasa terancam, berpendapat bahwa sesuatu yang buruk

akan segera terjadi, serta mengalami perubahan secara psikologis, fisik dan

tingkah laku. Yang dapat menyebabkan seseorang akan mengalami gangguan

pada dirinya sendiri.

2.2.2 Macam - macam Kecemasan

Kecemasan menurut Sigmend Freud dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Kecemasan Objektif

Kecemasan objektif adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia

external (dunia luar). Bahaya adalah sikap keadaan dalam lingkungan

seseorang yang mengancam untuk mencelakakanya.


2. Kecemasan neurotis (Saraf)

Kecemasan neurotis adalah kecemasan ini timbul karena

pengamatan tentang bahaya dari naluriah.

Sigmend Freud sendiri membagi menjadi 3 bagian :

a. Kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri sendiri dengan

lingkungan.

b. Bentuk ketakutan yang tegang dan irasional contohnya phobia.

c. Reaksi gugup atau setengah gugup. Reaksi ini datang tiba-tiba

tanpa ada provokasi yang tegas.

3. Kecemasan moral.

Kecemasan moral adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri.

Orang yang hati nuraninya berkembang baik cenderung merasa berdosa

apabila dia melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang

dimilikinya.

Sementara itu, Spielberger mengemukakan bahwa kecemasan dapat

dibedakan menjadi atas dua bagian, yaitu :

1. Kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), ialah kecenderungan pada

diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang

sebenarnya tidak berbahaya.

2. Kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), dimana suatu keadaan

atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai


dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati secara sadar

serta bersifat subyektif, dan meningginya aktivitas sistem saraf otonom.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Stuart, faktor yang mempengaruhi kecemasan dibedakan menjadi

2, yaitu :

1. Faktor predisposisi yang menyangkut tentang teori kecemasan:

a. Teori Psikonalitik

Teori psikonalitik menjelaskan tentang konflik emosional

yang terjadi antara dua elemen kepribadian diantaranya Id dan

Ego. Id memiliki dorongan insting dan impuls primitive

seseorang, sedangkan Ego mencerminkan hati nurani seseorang

dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Fungsi

kecemasan dalam ego adalah mengingatkan ego bahwa adanya

bahaya yang akan datang.

b. Teori Interpersonal

Teori interpersonal menjelaskan kecemasan timbul dari

perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan

interpersonal kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan

trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan

kecemasan. Individu dengan harga diri yang rendah akan mudah

mengalami kecemasan.
c. Teori Perilaku

Teori perilaku menjelaskan kecemasan disebabkan oleh

stimulus lingkungan spesifik. Pola berpikir yang salah, atau tidak

produktif dapat menyebabkan perilaku maladaptive. Individu yang

mengalami cemas cenderung minilai lebih terhadap adanya

bahaya dalam situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan

dirinya untuk mengatasi ancaman

2. Faktor presipitasi

a. Faktor Eksternal

1) Ancaman Integritas Fisik Meliputi ketidakmampuan

fisiologis terhadap kebutuhan dasar sehari-hari contohnya

sakit, trauma fisik, kecelakaan.

2) Ancaman Sistem Diri

Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri,

kehilangan, dan perubahan status dan peran, tekanan

kelompok, sosial budaya.

b. Faktor Internal

1) Usia

Kaplan & Sadock menyebutkan Seseorang yang

mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah

mengalami gangguan kecemasan dibandingkan individu


dengan usia yang lebih tua.

2) Stressor

Stressor merupakan keadaan yang menyebabkan

perubahan dalam kehidupan sehingga individu dituntut

untuk beradaptasi.

3) Pendidikan (latar belakang pendidikan)

Pendidikan adalah sesuatu yang sangat berpengaruh

dalam kehidupan manusia maupun suatu bangsa.

Seseorang yang berpendidikan tinggi akan menggunakan

koping lebih baik sehingga memiliki tingkat kecemasan

yang lebih rendah dibandingkan dengan yang

berpendidikan rendah.

2.2.4 Prediktor kecemasan

Frank dan Cassady menemukan skor kecemasan secara signifikan lebih

tinggi pada mahasiswa di tahun kedua dibandingkan dengan mahasiswa di tahun

pertama. Bahwa 5,4 % perempuan dan 2,6 % laki-laki mahasiswa disebuah

universitas publik besar memiliki kecemasan. Prediktor kecemasan yaitu :

1. Jenis kelamin

Jenis kelamin perempuan merupakan prediktor signifikan dari

semua tindakan kecemasan. Perempuan lebih memiliki tingkat kecemasan

yang lebih tinggi daripada laki-laki. 51% perempuan dan 37,5% laki-laki
memiliki setidaknya kecemasan yang cukup tinggi.

2. Etnis

Orang atau individu yang mempunyai budaya dan sosial yang unik

serta menurunkannya kepada generasi mereka yang berikutnya.

3. Nilai rata-rata IPK

IPK lebih rendah yang dilaporkan berhubungan dengan skor

kecemasan yang lebih tinggi. Nilai rata-rata IPK dengan angka 2.75

sampai 2.99 (sedang), 3.00 sampai 3.50 (tinggi) dan 3.51 sampai 4.00

(camlaude). (McEwan L & Goldenberg, 1999).

4. Pendidikan terakhir

Pendidikan terakhir yang ditempuh berasal dari sekolah ilmu

kesehatan atau bukan ilmu kesehatan. sebagian besar mahasiswa (73%)

masuk ke perguruan tinggi dengan jurusan yang terkait dengan sekolah

kesehatan.

5. Time off Mahasiswa

Setelah menempuh sekolah menengah atas, berhenti sejenak untuk

melanjutkan ke perguruan tinggi atau langsung melanjutkan ke perguruan

tinggi. Waktu istirahat rata- rata dalah 3,7 tahun, dengan mode 1 tahun, 2

tahun dan kisaran 0,5-3,7 tahun.

6. Pekerjaan
Pendidikan profesi kesehatan memiliki penyebab tingkat kecemasan

yang tinggi secara signifikan.

7. Children

Jumlah anak yang dimiliki. 5% dari mahasiswa memiliki anak.

8. Riwayat gangguan kecemasan sendiri

Merupakan kecemasan yang signifikan. Komponen genetik dari

gangguan kecemasan sudah diketahui. 70% remaja mahasiswa

melaporkan memiliki riwayat gangguan kecemasan pribadi

9. Riwayat gangguan kecemasan keluarga

Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif

dalam keluarga. 38 % remaja mahasiswa melaporkan memiliki riwayat

gangguan kecemasan keluarga

10. Biaya pendidikan

Beban membayar kuliah atau kesulitan keuangan menyebabkan

proporsi terbesar timbul kecemasan

2.2.5 Faktor-faktor yang menimbulkan kecemasan pada mahasiswa

Menurut Dradjat, dalam (Kustiyanti, 2011) sebab-sebab kecemasan yaitu:

1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang

mengancam dirinya. Cemas ini lebih dekat dengan rasa takut, karena

sumbernya jelas pada pikiran.


2. Rasa cemas karena perasaan berdosa atau bersalah, karena melakukan

hal-hal yang melawan keyakinan atau hati nurani.

3. Rasa cemas berupa penyakit, rasa cemas ini meliputi

a. Cemas yang umum dimana orang meraasa cemas yang kurang

jelas, tidak tentu dan tidak ada hubungan dengan apa-apa, serta

mempengaruhi keseluruhan diri pribadi.

b. Cemas dalam bentuk takut akan benda-benda atau hal-hal tertentu

misalnya takut melihat darah, serangga, binatang kecil, tempat

tinggi, orang ramai dan lain-lain.

c. Cemas dalam bentuk ancaman yaitu kecemasan yang menyertai

gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa. Orang merasa cemas

karena menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan,

sehingga merasa terancam oleh sesuatu. Secara ringkas Daradjat

(Azril, 2013) menyimpulkan cemas timbul karena individu tidak

mampu menyesuaikan diri dengan dirinya, orang lain dan dengan

lingkungan sekitar.

Menurut Sharif dan Masoumi faktor yang menimbulkan kecemasan ialah :

1. Pengetahuan

Faktor penyebab kecemasan dalam pengalaman klinik adalah

kekhawatiran mahasiswa tentang kemungkinan membahayakan pasien

melalui kurangnya pengetahuan mereka. Pengetahuan adalah merupakan

faktor penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)


yang berasal dari hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan

penginderaan.

2. Lingkungan

Seseorang mahasiswa dalam interaksinya pada proses belajar bisa

saja mengalami kecemasan yang berasal dari lingkungannya. Kecemasan

yang ditimbulkan dari lingkungan bisa berupa perubahan mental dan

emosional, karena itu perlu melakukan adaptasi terhadap semua perubahan

yang ada. Di lingkungan perguruan tinggi maupun rumah sakit mereka

pasti akan menemui situasi berbeda yang menjadi tanggung jawab yang

lebih besar untuk menentukan kehidupan dan keputusan sendiri serta

lingkungan pergaulan yang lebih bebas dan luas. Lingkungan klinik rumah

sakit merupakan satu-satunya sumber kecemasan terbesar bagi kalangan

mahasiswa keperawatan.

3. Keterampilan

Mahasiswa menilai pembelajaran klinik sebagai pembelajaran

keterampilan, seringkali mereka merasa frustasi apabila tidak memperoleh

keterampilan yang tidak adekuat. Keterampilan yang dimiliki oleh setiap

mahasiswa berbeda-beda. Mahasiswa merasakan khawatir dikarenakan

kurang pengalaman sehingga takut terjadi kesalahan dalam melaksanakan

suatu tindakan keperawatan.


2.2.6 Ciri - ciri dan Gejala Kecemasan

Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk menyebutkan ada beberapa ciri-ciri

kecemasan, yaitu :

Ciri-ciri

Fisik Behavioral Kognitif

1. kegelisahan, 1. perilaku 1. khawatir tentang sesuatu,

kegugupan, menghindar, 2. perasaan terganggu akan

2. tangan atau anggota 2. perilaku ketakutan atau aprehensi

tubuh yang bergetar melekat dan terhadap sesuatu yang

atau gemetar, dependen, dan terjadi di masa depan,

3. Sensasi dari pita ketat 3. perilaku 3. keyakinan bahwa sesuatu

yang mengikat di terguncang yang mengerikan akan

sekitar dahi, segera terjadi, tanpa ada

4. kekencangan pada pori- penjelasan yang jelas,

pori kulit perut atau 4. terpaku pada sensasi

dada, ketubuhan,

5. banyak berkeringat, 5. sangat waspada terhadap


6. telapak tangan yang sensasi ketubuhan,

berkeringat, 6. merasa terancam oleh

7. pening atau pingsan, orang atau peristiwa yang

8. mulut atau normalnya hanya sedikit

kerongkongan terasa atau tidak mendapat

kering, perhatian,

9. sulit berbicara, 7. ketakutan akan

10. sulit bernafas, kehilangan kontrol,

11. bernafas pendek, 8. ketakutan akan

12. jantung yang berdebar ketidakmampuan untuk

keras atau berdetak mengatasi masalah,

kencang, 9. berpikir bahwa dunia

13. suara yang bergetar, mengalami keruntuhan,

14. jari -jari atau anggota 10. berpikir bahwa semuanya

tubuh yang menjadi tidak lagi bisa

dingin, dikendalikan,

15. pusing, 11. berpikir bahwa semuanya

16. merasa lemas atau mati terasa sangat

rasa, membingungkan tanpa

17. sulit menelan, bisa diatasi,

18. kerongkongan merasa 12. khawatir terhadap hal -


tersekat, hal yang sepele,

19. leher atau punggung 13. berpikir tentang hal

terasa kaku, mengganggu yang sama

20. sensasi seperti tercekik secara berulang -ulang,

atau tertahan, 14. berpikir bahwa harus bisa

21. tangan yang dingin dan kabur dari keramaian,

lembab kalau tidak pasti akan

22. terdapat gangguan sakit pingsan,

perut atau mual, 15. pikiran terasa bercampur

23. panas dingin, aduk atau kebingungan,

24. sering buang air kecil, 16. tidak mampu

25. wajah terasa memerah, menghilangkan pikiran -

26. diare, dan pikiran terganggu,

27. merasa sensitif atau 17. berpikir akan segera mati,

“mudah marah” meskipun dokter tidak

menemukan sesuatu yang

salah secara medis,

18. khawatir akan ditinggal

sendirian, dan

19. sulit berkonsentrasi atau

memfokuskan pikiran
2.2.7 Pengaruh Dinamika Keluarga Mempengaruhi Kecemasan

Peran keluarga adalah tingkah laku yang spesifik yang diharapkan oleh

seseorang dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan

situasi tertentu (Setiadi, 2008). Keluarga merupakan salah satu unit dasar yang

bertanggung jawab dalam melestarikan integritas individu anggota keluarga yang

akan membentuk struktur keluarga yang meliputi dukungan emosional, sosial,

dan ekonomi pada anggotanya.

Keluarga berfungsi tinggi untuk membantu dalam menjaga dimensi

komunikasi, kontrol emosi dan perilaku, dan juga membantu dalam pemecahan

masalah dan mengatasi perilaku anggotanya masing-masing (Neena at all, 2010).

Kehidupan anak juga ditentukan oleh keberadaan bentuk dukungan keluarga, hal

ini dapat terlihat bila dukungan keluarga yang sangat baik maka pertumbuhan

dan perkembangan anak relatif stabil, tetapi apabila dukungan keluarga kurang

baik, maka anak akan mengalami hambatan pada dirinya yang dapat

mengganggu psikologis anak (Hidayat, 2006).

2.2.8 Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart, G. W. (2013: 22-23) kecemasan adalah keadaan emosi

tanpa objek tertentu. Kecemasan dipicu oleh hal yang tidak diketahui dan

menyertai semua pengalaman baru, seperti masuk sekolah, memulai pekerjaan


baru atau melahirkan anak. Karakteristik kecemasan ini yang membedakan dari

rasa takut. Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam

dan merupakan hal normal yang terjadi yang disertai perkembangan, perubahan,

pengalaman baru, serta dalam menemukan identitas diri dan hidup. Kecemasan

merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang

menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu

masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada

umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan perubahan

fisiologis dan psikologis. Kecemasan dalam pandangan kesehatan juga

merupakan suatu keadaan yang menggoncang karena adanya ancaman terhadap

kesehatan. Menurut Stuart ada 4 tingkat kecemasan yaitu:

1. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari – hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada. Kecemasan

ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreativitas.

2. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan

pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan

sesuatu yang terarah.

3. Kecemasan berat
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan

pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang

hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pada suatu area yang lain.

4. Panik (kecemasan sangat berat)

Berhubungan dengan ketakutan dan teror karena mengalami

kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan pengarahan. Kecemasan yang dialami akan

memberikan berbagai respon yang dapat di manifestasikan pada respon

fisiologis, respon kognitif dan respon perilaku.

2.2 Mahasiswa

2.2.1 Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu

ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu

bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi,

institut dan universitas. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa

didefinisikan sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi.

Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut

ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain

yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat

intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam

bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat
yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip

yang saling melengkapi. Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap

perkembangan yang usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan

pada 1819 masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi

perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan

pendirian hidup (Yusuf, 2012: 27).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa ialah

seorang peserta didik berusia 18 sampai 25 tahun yang terdaftar dan menjalani

pendidikannnya di perguruan tinggi baik dari akademik, politeknik, sekolah

tinggi, institut dan universitas. Sedangkan dalam penelitian ini, subyek yang

digunakan ialah dua mahasiswa yang berusia 23 tahun dan masih tercatat

sebagai mahasiswa aktif.

2.2.2 Karakteristik Perkembangan Mahasiswa

Karakteristik Perkembangan Mahasiswa Seperti halnya transisi dari

sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama yang melibatkan perubahan

dan kemungkinan stres, begitu pula masa transisi dari sekolah menengah atas

menuju universitas. Dalam banyak hal, terdapat perubahan yang sama dalam

dua transisi itu. Transisi ini melibatkan gerakan menuju satu struktur sekolah

yang lebih besar dan tidak bersifat pribadi, seperti interaksi dengan kelompok

sebaya dari daerah yang lebih beragam dan peningkatan perhatian pada prestasi

dan penilaiannya.

Perguruan tinggi dapat menjadi masa penemuan intelektual dan


pertumbuhan kepribadian. Mahasiswa berubah saat merespon terhadap

kurikulum yang menawarkan wawasan dan cara berpikir baru seperti; terhadap

mahasiswa lain yang berbeda dalam soal pandangan dan nilai, terhadap kultur

mahasiswa yang berbeda dengan kultur pada umumnyadan terhadap anggota

fakultas yang memberikan model baru. Pilihan perguruan tinggi dapat mewakili

pengejaran terhadap hasrat yang menggebu atau awal dari karir masa depan.

Ciri-ciri perkembangan remaja lanjut atau remaja akhir (usia 18 sampai

21 tahun) dapat dilihat dalam tugas-tugas perkembangan yaitu:

1. Menerima keadaan fisiknya;

Perubahan fisiologis dan organis yang sedemikian hebat pada

tahun-tahun sebelumnya, pada masa remaja akhir sudah lebih tenang.

Struktur dan penampilan fisik sudah menetap dan harus diterima

sebagaimana adanya. Kekecewaan karena kondisi fisik tertentu tidak

lagi mengganggu dan sedikit demi sedikit mulai menerima keadaannya.

2. Memperoleh kebebasan emosional;

Masa remaja akhir sedang pada masa proses melepaskan diri dari

ketergantungan secara emosional dari orang yang dekat dalam hidupnya

(orangtua). Kehidupan emosi yang sebelumnya banyak mendominasi

sikap dan tindakannya mulai terintegrasi dengan fungsi-fungsi lain

sehingga lebih stabil dan lebih terkendali. Dia mampu mengungkapkan

pendapat dan perasaannya dengan sikap yang sesuai dengan lingkungan

dan kebebasan emosionalnya.


3. Mampu bergaul;

Dia mulai mengembangkan kemampuan mengadakan hubungan

sosial baik dengan teman sebaya maupun orang lain yang berbeda

tingkat kematangan sosialnya. Diamampu menyesuaikan dan

memperlihatkan kemampuan bersosialisasi dalam tingkat kematangan

sesuai dengan norma sosial yang ada.

4. Menemukan model untuk identifikasi;

Dalam proses ke arah kematangan pribadi, tokoh identifikasi

sering kali menjadi faktor penting, tanpa tokoh identifikasi timbul

kekaburan akan model yang ingin ditiru dan memberikan pengarahan

bagaimana bertingkah laku dan bersikap sebaik-baiknya.

5. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri;

Pengertian dan penilaian yang objektif mengenai keadaan diri

sendiri mulai terpupuk. Kekurangan dan kegagalan yang bersumber

pada keadaan kemampuan tidak lagi mengganggu berfungsinya

kepribadian dan menghambat prestasi yang ingin dicapai.

6. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma;

Nilai pribadi yang tadinya menjadi norma dalam melakukan

sesuatu tindakan bergeser ke arah penyesuaian terhadap norma di luar

dirinya. Baik yang berhubungan dengan nilai sosial ataupun nilai moral.

Nilai pribadi adakalanya harus disesuaikan dengan nilai-nilai umum

(positif) yang berlaku dilingkungannya.


7. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan;

Dunia remaja mulai ditinggalkan dan dihadapannya terbentang

dunia dewasa yang akan dimasuki. Ketergantungan secara psikis mulai

ditinggalkan dan ia mampu mengurus dan menentukan sendiri. Dapat

dikatakan masa ini ialah masa persiapan ke arah tahapan perkembangan

berikutnya yakni masa dewasa muda.

Apabila telah selesai masa remaja ini, masa selanjutnya ialah jenjang

kedewasaan. Sebagai fase perkembangan, seseorang yang telah memiliki corak

dan bentuk kepribadian tersendiri. Menurut Langeveld dalam Ahmadi &

Sholeh, ciri-ciri kedewasaan seseorang antara lain;

1. Dapat berdiri sendiri dalam kehidupannya.

Ia tidak selalu minta pertolongan orang lain dan jika ada bantuan orang

lain tetap ada pada tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas-tugas

hidup.

2. Dapat bertanggung jawab dalam arti sebenarnya terutama moral.

3. Memiliki sifat-sifat yang konstruktif terhadap masyarakat dimana ia

berada.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik mahasiswa

ialah pada penampilan fisik tidak lagi mengganggu aktifitas dikampus, mulai

memiliki intelektualitas yang tinggi dan kecerdasan berpikir yang matang

untuk masa depannya, memiliki kebebasan emosional untuk memiliki

pergaulan dan menentukan kepribadiannya. Mahasiswa juga ingin


meningkatkan prestasi dikampus, memiliki tanggung jawab dan kemandirian

dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah, serta mulai memikirkan nilai dan

norma-norma di lingkungan kampus maupun di lingkungan masyarakat

dimana dia berada.

2.2.3 Ciri-ciri mahasiswa

Sikap seseorang yang melakukan prokrastinasi akademik dapat terlihat

pada proses penyelesaian suatu pekerjaan. Hal ini dijelaskan bahwa

prokrastinasi akademik sebagai suatu perilaku penundaan dapat termanifestasi

dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati dalam prokrastinasi

akademik adalah:

1. Adanya penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan pada tugas

yang dihadapi. Seorang prokrastinator tahu bahwa tugas yang dihadapi

harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi ditunda

untuk memulai mengerjakannya atau menyelesaikannya.

2. Kelambanan dalam mengerjakan tugas. Prokrastinator memerlukan waktu

yang lebih lama dari waktu yang dibutuhkan orang lain pada umumnya

dalam menyelesaikan tugas. Adanya aspek irrasional yang dimiliki oleh

prokrastinator. Seorang prokrastinator memiliki pandangan bahwa suatu

tugas harus diselesaikan dengan sempurna, sehingga merasa lebih aman

untuk tidak melakukannya dengan segera karena akan memberi hasil

yang maksimal. Tendensi perfeksionis yang ada pada sebagian orang


yang sering melakkan prokrastinasi. Dalam persepsi mereka, lingkungan

menuntutnya harus menghasilkan karya terbaik dan mencapai hasil yang

sempurna dari tugas yang diberikan kepadanya, sehingga mereka

mempersiapkan diri secara berlebihan dalam mengerjakan tugas tersebut,

tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang mereka miliki. Kadang-

kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil

menyelesaikan tugasnya secara memadai. Ciri utama yang ada dalam

prokrastinasi akademik adalah kelambanan, yaitu lambannya kerja

seseorang dalam melakukan suatu tugas.

3. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual. Seorang

prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai

dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang

prokrastinator mungkin merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas

pada waktu yang telah ditentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba,

tidak juga segera melakukannya sesuai dengan apa yang telah

direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan

untuk menyelesaikan tugas secara memadai.

Melakukan aktivitas lain yang lebih meyenangkan daripada melakukan

tugas yang harus dikerjakan. Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak

segera melakukan tugasnya akan tetapi meggunakan waktu yang dimiliki

untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan

mendatangkan hiburan seperti menonton televisi, membaca Koran atau


komik, ngobrol dan jalan-jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya,

sehingga menyita waktu yang dimiliki untuk mengerjakan tugas yang

harus diselesaikan.

2.2.4 Kecemasan Mahasiswa

Mahasiswa adalah kaum akademis yang berintelektual terdidik dengan

segala potensi yang memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam

lingkungan. Mahasiswa sebagai agent of change yaitu sebagai agen pembawa

perubahan dan menjadi orang yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan

yang dihadapi oleh bangsa ini. Oleh sebab itu, mahasiswa mempunyai tanggung

jawab yang besar dalam mengemban tugas untuk menjadi orang yang aktif

dalam segala hal baik akademis maupun organisasi.

2.2.5 Mahasiswa tingkat akhir

Mahasiswa tingkat akhir merupakan calon sarjana yang diharapkan telah

memiliki arah tujuannya dalam menjalankan tugas perkembangan berikutnya

dalam hidup yaitu dapat bekerja pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan

minat dan kemampuannya. Individu yang sudah menempuh pendidikan tinggi

diharapkan telah memperoleh kompetensi dan keahlian untuk menentukan

karirnya. Mahasiswa yang akan menjadi sarjana diharapkan sudah memiliki

arah dan tujuan yang pasti untuk karirnya kedepan yang sesuai dengan minat

dan bidang pekerjaanya. Mahasiswa merupakan individu yang sedang


menjalani dalam perkembangan dewasa awal, yang dimana mereka secara garis

besar merupakan individu yang ada dalam usia 18-25 tahun. Salah satu tugas

perkembangan pada masa dewasa awal adalah mempersiapkan karirnya.

Mahasiswa diharapkan mampu menentukan karir untuk ditekuni dikemudian

hari dan mulai mempersiapkan diri, baik dalam hal pendidikan ataupun

keterampilan yang relevan dengan karir yang dipilih (Malik, 2015:43).

2.3 Temuan yang relevan

Penelitian oleh Febri Wibowo Adek Syaputro yang berjudul Tingkat

Kecemasan Mahasiswa dalam Penyelesaian Skripsi di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara‟‟ 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan

penelitian Kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, sebagian besar

mahasiswa mengalami kecemasan, dengan persentase sedang 54,4%, berat

32,8% dan panik 5,6%.

Penelitian oleh Berta Afriani yang berjudul Motivasi Mahasiswa dan

Dukungan Keluarga Terhadap Kecemasan Mahasiswa dalam Penyusunan

Tugas Akhir tahun 2018. Penelitian ini mengunakan metode survey analitik

cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, uji statistik chi-squre

diperoleh p value 0,04< 0,05 ada hubungan yang bermakna antara motivasi

mahasiswa dengan kecemasan mahasiswa dalam penyusunan tugas akhir. Dari

hasil uji statistik chi-squre diperoleh p value 0,010 < 0,05 hal ini menunjukkan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan

kecemasan mahasiswa dalam penyusunan tugas akhir. Ada hubungan motivasi


mahaiswa dan dukungan keluarga dengan kecemaan mahasiswa dalam

penyusunan tugas akhir di Akademik Keperawatan Al-Ma‟arif Baturaja tahun

2018.

Penelitian oleh Iqbal Gadafi yang berjudul Hubungan Motivasi Mahasiswa

Tingkat Akhir dengan Kecemasan Menghadapi Tugas Akhir di Fakultas Ilmu

Perawatan (FIK) UNISSULA tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian survey analitik dengan studi cross sectional. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa, ada hubungan signifikan antara motivasi dengan

kecemasan pada mahasiswa tingkkat akhir (p=0,0009) dengan r=0,270.

Simpulannya, ada hubungan motivasi dengan kecemasan pada mahasiswa

tingkat akhir (pvalue<0,05).

Penelitian oleh Ageng Pramudhita yang berjudul Hubungan Dukungan

Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Mahasiswa Tingkat Akhir Menghadapi

Skripsi Di STIKES Aisyiyah Yogyakarta tahun 2013. Penelitian ini

menggunakan pendekatan penelitian descriptive correlative (non eksprimen).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa taraf kesalahan 5% (0,05) didapatkan

nilai t = 0,391 dan p = 0,009 (<0,05) sehingga ada hubungan antara dukungan

keluarga dengan tingkat kecemasan mahasiswa tingkat akhir menghadapi

skripsi di STIKES Aisyiyah Yogyakarta.

2.4 Dasar Pemikiran Variabel yang di Teliti


Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan pada bab sebelumnya maka

diidentifikasi variabel yang terlihat dalam model kerangka teori system terdiri

dari 3 variabel dalam mengevaluasi kegiatan maka peneliti evaluasi perbedaan

Tingkat Kecemasan antara Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan dalam

Menyelesaikan Tugas Akhir di Program Studi Psikologi Universitas Nusa

Cendana Kupang. Variabel yang di teliti yaitu input yang terdiri dari tingkat

kecemasan, tugas, dan skripsi. Proses yang terdiri dari tugas, konsultasi judul,

dan konsultasi skripsi . Output yang terdiri dari pengulangan mata kuliah, serta

faktor lingkungan sekitar kehidupan mahasiswa. Teori Kecemasan yang di

kemukakan oleh Azrul Azwar (2010) menyatakan bahwa model implementasi

di atas merupakan model dalam mengevaluasi suatu kegiatan yang ideal dan

lebih spesifik.

2.4.1 Kerangka Hubungan antara Variabel


Ringan
Mahasiswa
Laki-laki
Sedang

Kecemasan
Berat
Mahasiswa
Perempuan
Panik

2.4.2 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang telah


dijelaskan, maka penulis merumuskan hipotesis :

H0 : Terdapat perbedaan Tingkat Kecemasan antara Mahasiswa Laki-laki dan

Perempuan dalam Menyelesaikan Tugas Akhir di Program Studi Psikologi

Universitas Nusa cendana Kupang

H1 : Tidak terdapat perbedaan Tingkat Kecemasan antara Mahasiswa Laki-laki

dan Perempuan dalam Menyelesaikan Tugas Akhir di Program Studi Psikologi

Universitas Nusa cendana Kupang.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Variabel

3.1.1 Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut dari subjek atau objek yang

akan diteliti, yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam

populasi (Munawaroh, 2013). Variabel yang diteliti dalam penelitian ini

adalah kecemasan.

3.1.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan

menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkung

variabel. Definsi operasional konsep dari penelitian ini didasarkan pada

tingkat kecemasan menurut Stuart (2013):

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Aspek Definisi Operasional


Kecemasan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

ringan kehidupan sehari – hari dan menyebabkan seseorang menjadi


waspada.

Kecemasan Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk

sedang memusatkan pada masalah yang penting dan

mengesampingkan yang lain.

Kecemasan Berat Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk

memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta

tidak dapat berpikir tentang hal lain.

Panik (kecemasan Berhubungan dengan ketakutan dan teror karena mengalami

sangat berat) kehilangan kendali.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitan kuantitatif dengan menggunakan

metode deskriptif. Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif

berusaha menggambarkan objek penelitian pada keadaan sekarang

berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya sehingga dapat dianalisis dan

diinterpretasikan menggunakan statistik (Siregar, 2012).

3.3 Partisipan

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2017)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tingkat akhir

pada Program Studi Psikologi angkatan tahun 2018/2019 di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana Kupang.

Tabel 3.2 Populasi Penelitian Mahasiswa Undana Tahun 2018/2019

No Jenis kelamin Jumlah

1 Laki-laki 86 orang

2 Perempuan 253 orang

Total= 339 orang

3.3.2. Sampel Penelitian

Pengertian sampel menurut (Sugiyono, 2017) merupakan bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut dan sampel yang

diambil dari populasi tersebut harus betul-betul representative (mewakili).

Ukuran sampel merupakan banyaknya sampel yang akan diambil dari populasi.

Menurut Arikunto (2012), jika jumlah populasinya kurang dari 100 orang,

maka jumlah sampelnya diambil secara keseluruhan, tetapi jika populasinya

lebih besar dari 100 orang maka bisa diambil 10-15% atau 20-25% dari jumlah

populasinya.
Berdasarkan penelitian ini, karena jumlah populasinya lebih besar dari

100 orang, maka penulis mengambil 20% dari jumlah populasi yang ada. Jadi

dari 339 mahasiswa Undana tahun angkatan 2018/2019 diambil 20% menjadi

68 orang. Dengan demikian, sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa

Undana tahun angkatan 2018/2019 yang berjumlah 68 orang.

Tabel 3.3 Sampel Penelitian


No Jenis kelamin Jumlah

1 Laki-laki 33 orang

2 Perempuan 35 orang

Total= 68 orang

Kriteria pengambilan sampel penelitian memenuhi syarat sebagai

sampel (Notoadjomo). Kriteria Inklusif yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Mahasiswa laki-laki dan perempuan yang sedang berkuliah di

Universitas Nusa Cendana.

2. Mahasiswa tahun ajaran 2018/2019 yang sedang mengerjakan tugas

akhir skripsi

3. Mahasiswa yang bersedia mengikuti penelitian.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan skala. Skala

yang dipakai terdiri dari satu alat ukur yaitu skala kecemasan yang diukur
berdasarkan pada tingkat kecemasan baik kecemasan ringan, kecemasan

sedang, kecemasan berat, dan panik (kecemasan yang sangat berat).

Proses pengumpulan data akan dilakukan melalui media sosial dengan

bantuan google form. Pemilihan pengumpulan data menggunakan bantuan

google form dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Partisipan mahasiswa adalah kelompok yang akrab dengan dunia

digital, oleh karena itu penyebaran dengan menggunakan media

sosial lebih efisien.

2. Partisipan yang mengisi skala tidak perlu takut untuk

mengungkapkan keadaan dirinya karena akan dijaga kerahasiaan

data.

3. Partisipan dapat memberikan informasi dengan jujur atau benar tanpa

disengaja atau dibuat-buat.

3.5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah

seluruh data terkumpul. Kegiatan analisis data adalah mengelompokan data

berdasarkan variabel dan jenis responden, melakukan tabulasi data dan

menyajikan hasil data variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk

menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji

hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2014).

Skala yang umum digunakan dalam angket dan merupkan skala yang
paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil

dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan

penggunaannya. Sugiyono (2013) berpendapat bahwa skala Likert digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok

orang tentang fenomena sosial. Jawaban setiap instrumen yang mengunakan

skala Likert mempunyai gradasi yang positif. Terdapat lima kategori

pembobotan dalam skla Likert sebagai berikut:

Skala Keterangan Pernyataan positif

1. Sangat Setuju 5

2 Setuju 4

3. Kurang Setuju 3

4. Tidak Setuju 2

5. Sangat Tidak Setuju 1

Skala yang digunakan dalam penelitian ini, akan dilakukan pengujian

validitas dan rehabilitas dengan tujuan untuk mendapatkan item yang valid

dalam mengukur variabel dan alat ukur yang reliabel yang akan dilakukan

pada penelitian selanjutnya. Teknik untuk menganalisa data dilakukan

secara komputerisasi sehingga akan mendapatkan hasil gambaran dari data

yang diuji berupa nilai mean, median, modus, standar deviasi, nilai

maksimum dan nilai minimum. Penyajian data hasil analisis dapat berupa
tabel, diagram, histogram, pie, polygon maupun ogive (Siregas, 2012).

3.6. Skala kecemasan (HARS)

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut

alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).  Skala

HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya

symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS

terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan.

Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor (skala likert) antara 0 (Nol

Present) sampai dengan 4 (severe).

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan

oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran

kecemasan terutama pada penelitian trial clinic.  Skala HARS telah dibuktikan

memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran

kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan

bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh

hasil yang valid dan reliable. Skala  HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang

dikutip Nursalam (2003) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

1. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

2. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

3. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan

takut pada binatang besar.


4. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak

pulas dan mimpi buruk.

5. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.

6. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,

perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil

dan kedutan otot.

8. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat serta merasa lemah.

9. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak

jantung hilang sekejap.

10. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas

panjang dan merasa napas pendek.

11. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan

muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.

12. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea

13. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma

berdiri, pusing atau sakit kepala.

14. Gejala Perilaku: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka

tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali 


1 = Satu dari gejala yang ada 

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada 

3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada 

4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item

1 -14 dengan hasil:

Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.

Skor 7 – 14 = kecemasan ringan

Skor 15 – 27 = kecemasan sedang.

Skor lebih 27 = kecemasan berat


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Edisi Revisi. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Arif, Rohman.2009. Memahami Pendidikan Dan Ilmu Pendidikan.Yogyakarta: LaksBang
Mediatan.
Andi Thahir and Dede Rizkiyani, “Pengaruh Konseling Rational Emotif Behavioral Therapy
(Rebt) Dalam Mengurangi Kecemasan Peserta Didik Kelas Viii Smp Gajah Mada
Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Ajaran 2016/2017” 3, no. 1 (2017): 259–67.
Cahyani, D. E.(2013). Hubungan Antara Syukur Dengan Resiliensi Pada Siswa Tuna Rungu
Di SMALB-B Pembina Tingkat Nasional Lawang. Skripsi Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri.
Coulson, R. (2006). Resilience and Self-Talk in University Student. Thesis Uiversity of
Calgary.
Dadang Hawari, Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Pt dana
prima yasa, 1998), h. 62
Djoko Priyono, 2010. Foundations of Psychiatric Mental Health Nursing: A Clinical
Approach, 6th ed. Saunders Elsevier: Canada.
Feist, Jess & Feist, Gregory J. 2014. Teori Kepribadian: Theories of Personality.Buku 2.
Jakarta: Salemba Humanika.
Floyd, Kory. 2009. Interpersonal Communication. 2nd ed. New York: McGraw-Hill.
Haruyama, S. (2013). The miracle of endorphin: Sehat mudah dan praktis dengan hormon
kebahagiaan. Bandung: Mizan.
Hasyim, Rizkia. N. F. (2009). Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi Napi Remaja di
Lembaga Pemasyarakatan Anak (Lapas Kelas IIa Anak ) Blitar.Skripsi Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
https://www.gatra.com/news-525034-kesehatan-riskesdas-lebih-dari-19-juta-orang
alami-gangguan-mental.html

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (https://www.kemkes.go.id/folder/vie w/full-


content/structure-faq.html, 1 juni 2020, 2020)
Lusia Kus Anna, Tingkat Kecemasan Akibat Wabah Virus Corona Meningkat,
(https://lifestyle.kompas.com/read/2020/03/26/112749520/tingkat- kecemasan-akibat-
wabah-virus-corona-meningkat diakses 20 Mei 2020, 2020).
Macauley, K., Plummer, L., Bemis, C., Brock, G., Larson, C., & Spangler, J. (2018).
Prevalence and predictors of anxiety in healthcare professions students. Health
Professions Education, 4(3), 176-185.
Morissan, 2010. Psikologi Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Purwati, S. (2012). Tingkat Stres Akademik pada Mahasiswa Reguler Angkatan 2010
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Universitas Indonesia.
Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D). Bandung: CV. Alfabeta.
Segarahayu, R.D. (2013). Pengaruh Menejemen Stres Terhadap Penurunan Tingkat Stres
Pada Narapidana di LPW Malang. Skripsi (Tidak di Terbitkan). Fakultas Pendidikan
Psikologi Universitas Negri Malang.
Siswati, T.I., Abdurrohim. (2009). Masa Hukuman dan Stres Pada Narapidana.. Jurnal
Psikologi Proyeksi Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang 4 (2) 95-
106.
Tutuk Aldino Giatika Chrisnawati1, “Aplikasi Pengukuran Tingkat Kecemasan Berdasarkan
Skala Hars Berbasis Android” V, no. 1 (2019): 135–38,
https://doi.org/10.31294/jtk.v4i2.
Ummah, S.M. (2014). Determinan Kematian Neonatal Di Daerah Rural Indonesia Tahun
2008-2012. [skripsi ilmiah] Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah.
Wenny Hulukati and Moh. Rizki Djibran, “Analisis Tugas Perkembangan Mahasiswa
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo,” Bikotetik (Bimbingan Dan
Konseling: Teori Dan Praktik) 2, no. 1 (2018): 73,
https://doi.org/10.26740/bikotetik.v2n1.p73-80.
Yayat, Suharyat 2005. Hubungan Antara Keterampilan, Minat Dan Perilaku Manusia
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta , Gunung Agung, cet ke-21, 2016), h. 27

Anda mungkin juga menyukai