ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang
signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres
psikologispada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan menggunakan alat ukur Student Adaptation to College
Questionnaire (SACQ) untuk mengetahui gambaran penyesuaian diri di
perguruan tinggi partisipan dan alat ukur Hopkins Symptom Checklist-25
(HSCL-25) untuk mengetahui tingkat stres psikologis partisipan. Partisipan
dalam penelitian ini adalah 94 orang mahasiswa tahun pertama Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Teknik analisis data menggunakan
pearson correlation untuk menjawab permasalahan penelitian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan
antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis (r = -.284).
Kata Kunci: penyesuaian diri; perguruan tinggi; stres psikologis;
mahasiswa tahun pertama
ABSTRACK
TINJAUAN TEORITIS
Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi
Penyesuaian diri di perguruan tinggi (college adjustment) merupakan suatu proses
psikososial yang menjadi sumber stres pada mahasiswa dan membutuhkan kemampuan
coping pada berbagai area. Mahasiswa diharapkan untuk dapat menyesuaikan diri pada area
akademis, sosial, personal-emosional, dan keterikatan pada institusi (Baker & Siryk, 1989,
dalam Hutz, Martin, & Beitel, 2007).
Faktor yang menghambat mahasiswa untuk menyesuaikan diri di perguruan tinggi dengan
baik (Orfield & Paul, 1988; dalam Waller 2009) antara lain:
1. Adanya pemisahan atau tidak baurnya pergaulan kampus
Adanya pemisahan atau tidak baurnya pergaulan di kampus dapat disebabkan oleh
terlalu ketatnya persaingan antar peer-group, tekanan senioritas, dan lain-lain.
2. Biaya kuliah yang mahal dan beban tanggungan hidup semasa kuliah
Masalah keuangan, yaitu biaya kuliah yang mahal dan besarnya beban tanggungan
hidup semasa kuliah dapat menghambat mahasiswa untuk dapat menyesuaikan dirinya
di perguruan tinggi dengan baik.
3. Tidak memadainya asistensi bagi mahasiswa yang tidak siap (unprepared)
Stres Psikologis
Stres merupakan kondisi psikologis yang muncul dan dirasakan lebih kuat ketika
seseorang merasa tidak memiliki kapasitas unuk menghadapi tantangan lingkungannya secara
efektif (Lazarus, 1999). Menurut Selye (1979, dalam Rice, 1999) stres dapat dibagi menjadi
dua, yaitu eustress dan distress. Eustress merupakan pengalaman menyenangkan dan
memuaskan. Misalnya berpartisipasi dalam acara pernikahan, kompetisi dalam pertandingan
olahraga, dan ikut serta dalam produksi pertunjukan drama atau teater. Eustress dapat
meningkatkan kesadaran, kesiagaan, dan sering mengarah pada penampilan kognitif dan
tingkah laku tinggi. Sedangkan distress merupakan stress yang merusak atau tidak
menyenangkan. Pengalaman yang dialami dirasakan sebagai sesuatu yang negatif,
menyakitkan, dan sesuatu yang harus dihindari.
Distress memiliki berbagai dampak negatif bagi penderitanya. Salah satunya yaitu
individu yang mengalami distress mengalami sulit tidur dan tetap terjaga di malam hari
sehingga ia tidak bisa berkonsentrasi pada siang hari dan mengganggu pekerjaannya atau
menganggu sosialisasi dengan orang lain. Dampak lainnya adalah individu yang mengalami
distress dapat merasakan dampaknya berupa penyakit fisik seperti sakit kepala, sakit perut,
sakit punggung, dan berbagai bentuk malaise lainnya. Mereka biasanya menghabiskan banyak
biaya untuk mencari pertolongan medis padahal pihak media tidak dapat mendeteksi
penyebab fisik dari penyakit tersebut.
1. Gender.
Wanita memiliki kecenderungan mengalami stres psikologis yang lebih tinggi
daripada laki-laki. Hal ini bisa jadi disebabkan adanya perbedaan pilihan, nilai,
kepercayaan, kegiatan yang mereka lakukan, serta peran gender yang berbeda. Wanita
lebih dituntut untuk dapat mengurus rumah tangga dan membesarkan anak dengan
baik daripada laki-laki sehingga hal tersebut dapat menimbulkan stress psikologis.
Resiko munculnya stres psikologis pada wanita juga akan semakin besar apabila
wanita tersebut bekerja.
2. Status Pernikahan.
Orang yang belum menikah memiliki kecenderungan yang lebih besar mengalami
stres psikologis daripada orang yang belum menikah. Hal ini dikarenakan orang yang
belum menikah akan terhindar dari keterikatan hubungan sosial dan tanggung jawab
ekonomi pada keluarga. Keterikatan ini dapat membantu terbentuknya rasa aman,
perasaan memiliki, dan arah hidup bagi seseorang. Tanpa hal-hal tersebut seseorang
akan merasa kesepian, hidup tanpa arah, dan merasa tidak aman. Orang yang belum
menikah biasanya juga tinggal sendiri sehingga mereka memiliki kecenderungan yang
lebih tinggi dalam mengalami stres psikologis.
5. Usia
Remaja merupakan tahapan usia yang paling sering mengalamai kecemasan dan
depresi, sedangkan dewasa madya paling sedikit mengalami depresi dan lansia paling
sedikit mengalami kecemasan. Remaja merupakan tahapan usia dimana banyak terjadi
berbagai perubahan sehingga remaja paling rentan mengalami stres. Orang berusia
dibawah 20 tahun cenderung memiliki tingkat anxiety dan anger yang tinggi dan
cenderung semakin menurun pada orang yang berusia lebih tua. Hal ini dikarenakan
pada usia muda mereka belum sejahtera secara ekonomi dan umumnya belum
menikah sehingga tidak mendapatkan dukungan emosional dari pasangan hidupnya.
METODE PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres
psikologis. Berdasarkan tipe aplikasinya, penelitian ini tergolong ke dalam applied research
karena teknik, prosedur, dan metode penelitian yang digunakan bertujuan untuk
mengumpulkan informasi mengenai berbagai aspek dari suatu situasi, permasalahan, atau
fenomena, sehingga informasi yang terkumpul dapat diaplikasikan untuk kegunaan lainnya.
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan correlational research karena
penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan/asosiasi/ interdependensi antara dua atau
lebih aspek dari suatu situasi. Berdasarkan tipe informasi yang diperoleh, penelitian ini
HASIL PENELITIAN
Perhitungan korelasi antara variabel penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres
psikologis dihitung menggunakan metode Pearson Correlation. Berikut ini adalah hasil
perhitungan korelasi antar dua variabel tersebut.
Tabel total skor Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi dan Stress Psikologis
Skor
Pearson Correlation -,284
Sig. (2-tailed) ,006
N 94
Table Korelasi Dimensi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi dan Stress Psikologis
Pearson Sig. (2-
Correlation tailed)
Gender .204
Tempat Tinggal .018
Dari tabel di atas dapat lihat bahwa hasil analisa chi-square antara penyesuaian diri dan
gender memiliki nilai p > 0.05. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi gender. Hasil analisa chi-square antara
penyesuaian diri dan tempat tinggal memiliki nilai p<0.05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan tempat tinggal.
Pearson Chi-Square
Gender .039
Usia .831
Pengeluaran dalam sebulan .035
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian dirtemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis pada mahasiswa Psikologi UI tahun
pertama. Masa kuliah merupakan masa transisi dari SMA ke perguruan tinggi. Dalam masa
transisi tersebut terdapat banyak perubahan-perubahan yang dialami mahasiswa. Banyak yang
menganggap perubahan tersebut sebagai pengalaman yang positif akan tetapi masih banyak
pula yang menganggap perubahan tersebut sebagai pengalaman negatif yang menekan
sehingga mahasiswa tahun pertama sangat rentan akan stres psikologis. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang juga menemukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis.
Selain mengukur hubungan penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis,
peneliti juga mengukur hubungan masing-masing dimensi dalam alat ukur penyesuaian diri di
perguruan tinggi dan stres psikologis. Dimensi-dimensi tersebut adalah academic adjustment,
social adjustment, personal-emotional adjustment, dan goal commitment / institutional
adjustment. Dari hasil pengukuran statistik ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif dan
signifikan antara dimensi academis adjustment dan stres psikologis pada mahasiswa Psikologi
UI tahun pertama. Hal tersebut berarti semakin baik penyesuaian diri di perguruan tinggi
seseorang maka akan semakin rendah tingkat stres psikologis yang dialaminya. Hal ini dapat
terjadi karena tingginya beban akademis yang dialami oleh mahasiswa Psikologi UI. Selain
itu mahasiswa-mahasiswa yang terpilih berkuliah di Universitas Indonesia merupakan
mahasiswa dengan kemampuan akademis yang baik sehingga ketika mereka mengalami
Selain itu juga terdapat hubungan negatif dan signifikan antara dimensi personal-
emotional adjustment dan stres psikologis pada mahasiswa Psikologi UI tahun pertama. Hal
tersebut berarti semakin baik personal-emotional adjustment seseorang maka akan semakin
rendah tingkat stres psikologis yang dialaminya. Personal-emotional adjustment juga
mengukur tekanan psikologis yang dialami oleh mahasiswa sehingga memang seharusnya
terdapat hubungan antara dimensi personal-emotional adjustment dan stres psikologis pada
mahasiswa tahun pertama.
Dari hasil tambahan penelitian ditemukan beberapa faktor yang berhubungan dengan
penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis. Faktor pertama adalah gender. Dari
hasil pengukuran statistik menggunakan teknik korelasi Chi-Square, ditemukan hubungan
yang signifikan antara gender dan stres psikologis pada mahasiswa Psikologi UI tahun
pertama. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mirowsky dan Ross (2003)
yang menyatakan bahwa gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya
stres psikologis pada seseorang. Mirowsky dan Ross (2003) menyatakan bahwa perempuan
lebih mudah mengalami distress daripada laki-laki. Hal ini dikarenakan perbedaan pilihan,
nilai, kepercayaan, kegiatan yang mereka lakukan, serta peran gender yang berbeda. Wanita
lebih dituntut untuk dapat mengurus rumah tangga dan membesarkan anak dengan baik
daripada laki-laki sehingga hal tersebut dapat menimbulkan distress. Dalam pengukuran
hubungan gender dan penyesuaian diri di perguruan tinggi, ditemukan tidak ada hubungan
yang signifikan antara gender dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa
Psikologi UI tahun pertama.
Faktor ketiga adalah tempat tinggal. Tempat tinggal subjek penelitian dikelompokkan
menjadi rumah orang tua, rumah kerabat, asrama UI, kos, dan lainnya. Berdasarkan hasil
pengukuran statistik ditemukan hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dan
penyesuaian diri di perguruan tinggi. Tempat tinggal merupakan faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia. Dari kelima kelompok tempat tinggal tersebut, hanya kelompok yang
tinggal di asrama UI yang semuanya memiliki distribusi skor penyesuaian diri di perguruan
tinggi rentang di bawah rata-rata. Namun hal ini dapat disebabkan karena sangat sedikitnya
jumlah subjek yang berada pada kelompok ini, yaitu hanya dua orang. Pada empat kelompok
tempat tinggal lainnya, semuanya memiliki pola yang sama. Jumlah subjek terbanyak berada
pada distribusi skor penyesuaian diri di perguruan tinggi rentang rata-rata, kemudia rentang di
bawah rata-rata, dan rentang di atas rata-rata. Berdasarkan hasil pengukuran statistik
mengenai hubungan tempat tinggal dan stres psikologis, tidak ditemukan adanya hubungan
yang signifikan antara tempat tinggal dan stres psikologis pada mahasiswa tahun pertama
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Faktor keempat adalah pengeluaran dalam sebulan. Peneliti membagi subjek penelitian dalam
tiga kelompok, yaitu kelompok yang pengeluaran dalam sebulan kurang dari Rp 1.000.000,
antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000, dan lebih dari Rp 2.000.000. Dari hasil pengukuran
statistik ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatar pengeluaran dalam
sebulan dan stres psikologis. Kelompok yang pengeluarannya dalam sebulan lebih dari Rp
2.000.000 semuanya mengalami tingkat stres psikologis yang tinggi. Namun hal ini dapat
disebabkan karena sangat sedikitnya subjek penelitian yang pengeluarannya dalam sebulan
lebih dari Rp 2.000.000. Sedangkan untuk dua kelompok lainnya memiliki pola yang sama,
yaitu jumlah subjek yang mengalami stres psikologis yang tinggi lebih banyak daripada yang
mengalami stres psikologis yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori mengenai stres
psikologis dari Mirowsky dan Ross (2003) yang menyatakan bahwa faktor sosial-ekonomi
merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan stres psikologis.
SARAN
Terkait dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti memberikan
beberapa saran atas kekurangan-kekurangan peneliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya jumlah subjek penelitian ditambah dan proporsi
subjek laki-laki dan perempuan seimbang agar lebih mudah dibandingkan.
2. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya jumlah subjek penelitian untuk setiap faktor
tambahan (usia, tempat tinggal, status sosial-ekonomi) diseimbangkan sehingga
didapatkan hasil penelitian yang lebih valid
3. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengukuran untuk setiap angkatan, sehingga
dapat diketahui apakah angkatan atau lama berkuliah merupakan faktor yang berhubungan
dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis, dan dapat diketahui
angkatan manakah yang paling berhubungan dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi
dan stres psikologis.
4. Apabila penelitian selanjutnya tetap pada mahasiswa tahun pertama, sebaiknya dilakukan
pengukuran pada saat baru masuk perguruan tinggi dan satu tahun setelahnya agar dapat
diketahui apakah terdapat perubahan setelah satu tahun menjalani kuliah.
5. Sebaiknya pihak fakultas memberikan informasi mengenai gambaran kehidupan
perkuliahan di fakultas Psikologi UI sehingga mahasiswa tahun pertama tidak kekurangan
informasi dan menjadi lebih mudah beradaptasi dengan situasi perkuliaan.
6. Sebaiknya pihak fakultas mensosialisasikan adanya pusat konsultasi di fakultas Psikologi
sehingga mahasiswa yang mengalami stres psikologis yang tinggi dapat segera
mendapatkan bantuan.
Abdullah, M. C., Elias, H., Mahyuddim, R., & Uli, J. (2009). Adjustment amongst first tear
students in a Malaysian University. European Journal of Social Sciences Vol. 8,
No. 3
Abe, Jin., Talbot, D. M. & Geelhoed, R. J. (1998). Effects of a peer program on international
student adjustment. Journal of College Student Development Vol. 39, No. 6
Al-Qaisy, Lama M. (2010). Adjustment of College Freshmen: the Importance of Gender and
the Place of Residence. International Journal of Psychological Studies Vol. 2,
No. 1; June 2010
Baker, R. W. & Siryk, B. (1984). Measuring adjustment to college. Journal of Counseling
Psychology Vol. 31, No. 2, 179-189
Chickering, A.W.,& Schlossberg, N.K. (1995). Getting the Most out of College. Needham
Heights, MA: Allyn and Bacon.
Davis, D.L. (2011). Gambaran Masalah Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Tahun Pertama
Universitas Indonesia. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.
Downey, Paul. (2005). An exploration of the adjustment processes of freshmen student-
athletes and non-athlete students. Disertasi: West Virginia University
Eshun, S. (2006). Realtionship between outlook to life and college adjustment: an analysis of
the role of optimism in stress appraisal and overall mental health among college
students. Nova Science Publisher, Inc, page 187-201.
Fanti, Kostas Andrea. (2005). The parent-adolescent relationship and college adjustment over
the freshman year. Psychology Theses. Paper 4
Fogle, Gretchen. (2012). Stress and Health in College Students. Thesis: Ohio State University
Gall, T.L., Evans, D.R., & Bellerose, S. (2000). Transition to first-year university: pattern of
change in adjustment across life domains and time. Journal of Social and
Clinical Psychology, Vol. 19 (4), 544-567.
Goodwin, C.J. (2008). A History of Modern Psychology. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.
Hutz, A., Martin, W. E.., & Beitel, M. (2007). Ethnocultural Person-Environment Fit and
College Adjusment: Some Implications for College Counselors. Journal of
College Counseling Volume 10
Markam, S.S. (2005). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press)
Misra, R. & Castillo, L. G. (2004). Academic Stress Among College Students: Comparison of
American and International Students. International Journal of Stress
Management , Vol. 11, No. 2, 132–148
Misra, R & McKean, M. (2000). College students' academic stress and its relation to their
anxiety, time management, and leisure satisfaction. American Journal of Health
Studies 16. 1 (2000): 41-51.
Mirowsky, J. & Ross, C. E. (1989). Social cause of psychological distress. New York: Aldine
de Gruyter.
Mirowsky, J. & Ross, C.E. (2003). Social cause of psychological distress. New York: Aldine
de Gruyter
National Health Ministries. (2006). Stress & The College Student. PC(USA) Rev. 2.2006
Pallant, J. (2011). SPSS Survival Manual (4th Ed.). New South Wales: Allen Unwin.
Pfeiffer, Denise. (2001). Academic and environmental stress among undergraduate and
graduate college students: a literature review. The Graduate School University
of Wisconsin-Stout Menomonie, WI 54751
Rice, P. L. (1999). Stress and Health 3rd Edition. California: Brooks/Cole Publishing
Company.
Rose, S. E., Niebling, B. C., & Heckert, T. M. (1999). Sources of stress among college
students. College Student Journal; Jun99, Vol. 33 Isuue 2, p312, 6p, 1 chart.
Taylor, M. A. & Pastor, D. A. (2005). A confirmatory factor analysis of the student adaptation
to college questionnaire. Association of Institutional Research, San Diego, CA.
Waller, Tremayne. O. (2009). A mixed method approach for assessing the adjustment of
incoming first-year engineering students in a summer bridge program.
Dissertation: Graduate Faculty of The Virginia Polytechnic Institute and State
University.
Winter, M.G. & Yaffe, M. (2000). First year student adjustment to university life as a
function of relationship with parents. Journal of Adolescent Research, 15: 19-37.