Anda di halaman 1dari 10

GADJAH MADA JOURNAL OF PSYCHOLOGY (GAMAJOP)

VOLUME 5, NO. 1, 2019: 50-59


ISSN: 2407-7798
DOI: 10.22146/gamajop.47966

Kecerdasan Emosional,
Stres Akademik, dan Kesejahteraan Subjektif pada Mahasiswa

Sari Julika1 & Diana Setiyawati2


Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Abstract. The objective of this study was to understand the relationship between academic
stress, emotional intelligence, and subjective well-being in college student. Hypothesis for this
study is academic stress and emotional intelligence can predict someone’s subjective well-
being. This study utilized a quantitative survey method. Participants of this study were 132
college students from different majors who lived in Yogyakarta, men and women, with ages
varied from 18 to until 30s. Measurement tools that utilized in the study were academic stress,
emotional intelligence scale, and student subjective well-being. Data was analyzed using
regression analysis. Academic stress and emotional intelligence were found to predict
someone’s subjective well being (F=9.862; p<0.001).

Keywords : academic stress; college student; emotional intelligence; subjective well-being

Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara kecerdasan
emosional, stres akademik, dan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa. Hipotesis yang
diajukan adalah stres akademik dan kecerdasan emosi secara bersama-sama dapat
memprediksi kesejahteraan subjektif mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kuantitatif survei. Partisipan pada penelitian ini adalah 132 mahasiswa perguruan
tinggi dari berbagai program studi di Yogyakarta, laki-laki dan perempuan, usia 18-30 tahun.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala stres akademik, skala kecerdasan
emosi, dan skala kesejahteraan subjektif mahasiswa. Hasil data dianalisis dengan
menggunakan analisis regresi. Hipotesis diterima dengan nilai F 9,862 dan signifikansi
p<0,001.

Kata kunci : kecerdasan emosi; kesejahteraan subjektif; mahasiswa; stres akademik

Orang-orang selalu menginginkan Kesejahteraan subjektif pertama kali


kehidupan yang lebih baik atau bisa dikenalkan oleh Ed Diener pada tahun
disebut dengan “the good life”. Adapun 1984 (Diener, 1984; Diener, 2009b).
indikator dari kehidupan yang baik adalah Menurut Diener (2009b), kesejahteraan
ketika individu berpikir dan merasa bahwa subjektif (SWB) meliputi tiga aspek, yaitu
kehidupannya layak dan sesuai kepuasan hidup, banyaknya afek positif
harapannya terlepas dari penilaian orang yang dirasakan individu, dan sedikitnya
lain (Diener, 2009b). Konsep ini kemudian afek negatif yang dirasakan.
dikenal dengan nama kesejahteraan Pada awalnya psikologi berfokus
subjektif atau subjective well-being (SWB). seputar distress dan gangguan, oleh karena

1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat


dilakukan melalui sari.julika07@gmail.com
2 atau melalui diana_psy@ugm.ac.id

50 E-JOURNAL GAMAJOP
KECERDASAN EMOSI, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF, MAHASISWA, STRES AKADEMIK

itu psikologi positif berfokus pada Pendidikan Tinggi (Center for Public
pengalaman yang menyenangkan, seperti Mental Health [CPMH], 2012) bahwa
kesejahteraan, kesenangan, dan kepuasan lulusan perguruan tinggi diharapkan
terhadap hidup (yang telah berlalu), menjadi pribadi yang memiliki kualitas
harapan dan optimisme (pada masa penguasaan ilmu pengetahuan dan
depan). Menurut Diener dan Lucas (2000) teknologi yang tinggi, didukung dengan
perbandingan antara penelitian mengenai kemampuan softskill yang memadai.
hal-hal negatif individu dibandingkan Tugas dan tanggung jawab ini
dengan hal positif adalah 17:1, yang berarti memengaruhi kondisi kesejahteraan
penelitian mengenai psikologi positif subjektif mahasiswa. Penelitian Nugraheni
masih sangat kurang. Hal ini (2012) menunjukkan bahwa 31,8%
menyebabkan pentingnya penelitian mahasiswa tahun pertama memiliki
mengenai kesejahteraan subjektif pada tingkat kesejahteraan subjektif yang
individu. sedang, dan 22,7% memiliki kesejahteraan
Berbicara mengenai kesejahteraan subjektif yang rendah. Berdasarkan
subjektif, maka salah satu pembahasan analisis Utami pada tahun 2011 (dalam
yang cukup menarik adalah kesejahteraan CPMH, 2012) menunjukkan bahwa
pada mahasiswa. Pada penelitian awal sebagian besar mahasiswa yang
mengenai kesejahteraan subjektif melakukan konsultasi psikologi di Gadjah
mahasiswa, mereka diasumsikan memiliki Mada Medical Center (GMC) memiliki
tingkat kesejahteraan yang sama layaknya masalah terkait perasaan tidak
para orang dewasa, namun penelitian yang bersemangat, tertekan, gangguan tidur,
telah dilakukan membuktikan bahwa gangguan konsentrasi, bingung, putus asa,
asumsi tersebut tidak benar. Mahasiswa dorongan untuk mengakhiri hidup, dan
memiliki tingkat kesejahteraan subjektif bahkan ada beberapa yang telah
yang lebih rendah dibandingkan orang melakukan percobaan bunuh diri.
dewasa pada umumnya (O’connor, 2005). Fenomena bunuh diri di kalangan
Suasana pendidikan di sekolah menengah mahasiswa menjadi permasalah serius
atas dan perguruan tinggi tentunya dalam beberapa tahun terakhir, contohnya
berbeda, dan seringkali perubahan saja pada tahun 2017, K (23 tahun)
suasana ini membawa dampak bagi emosi, mahasiswa ITN Malang bunuh diri di
sosial, dan akademik individu (Lolaty, rumah kosong (Hartik, 2017), tahun 2016, E
Ghahari, Tirgari, & Fard, 2012; Julia & (20 tahun), bunuh diri di rumahnya di
Veni, 2012), terutama bagi mahasiswa yang daerah Jakarta (Nailufar, 2016), tahun 2015,
baru pertama kali memiliki pengalaman ada seorang mahasiswa Yogyakarta (L, 19
tinggal jauh dari rumah (Prabu, 2015; tahun) yang memilih bunuh diri di kamar
Mesidor & Sly, 2016). kosnya, mahasiswa IPB (M, 21 tahun)
Menjadi seorang mahasiswa gantung diri di kamar kosnya, pada tahun
membawa suatu status baru bagi individu, 2014, J (23 tahun) memilih bunuh diri
di mana mahasiswa diharapkan menjadi dikamar kos, dan masih banyak lagi kasus
agent of change. Status ini menjadi suatu bunuh diri mahasiswa yang tidak
beban dan tanggung jawab yang harus terekspos media (Dewantara, 2015).
diemban individu, terlepas dari tugas dan Kesejahteraan mahasiswa menjadi
kewajibannya menjadi seorang mahasiswa isu penting di berbagai negara, sehingga
sesuai dengan peraturan yang berlaku banyak layanan mengenai kesejahteraan
ditempatnya menimba ilmu. Hal ini subjektif pada mahasiswa. Di Indonesia
diungkapkan oleh Direktorat Jenderal sendiri, salah satu yang berfokus pada

E-JOURNAL GAMAJOP 51
JULIKA & SETYAWATI

kesejahteraan subjektif mahasiswa adalah memberikan motivasi pada individu untuk


Center for Public Mental Health (CPMH) berubah, tetapi stres yang berlebihan dapat
UGM. CPMH, sebagai salah satu unit kerja merusak individu baik secara fisik
Psikologi UGM pernah mengadakan maupun psikologis (Saddki, Sukerman &
workshop mengenai program kampus Mohamad, 2017). Secara umum, stres
Indonesia sejahtera (CPMH, 2012). Latar akademik dapat dikatakan stres yang
belakang workshop ini adalah banyaknya bersumber pada kegiatan akademik.
permasalahan yang dihadapi mahasiswa, Termasuk di dalamnya penugasan yang
seperti yang dikutip berikut: terlalu banyak, kompetisi dengan teman
“Masalah-masalah akademis terutama sekelas, kegagalan proses belajar, ujian,
disebabkan oleh ketidakmampuan penilaian, prestasi akademik, dan
untuk menyesuaikan diri dengan kurangnya waktu luang (Rakhmawati,
tuntutan studi, misalnya akibat salah Farida, dan Nurhalimah, 2014), belajar,
memilih jurusan, metode pembelajaran mengerjakan PR, tes, praktikum, membaca
yang berbeda dengan SMA, cara dosen literatur, kuis, dan mengatur waktu antara
mengajar, tugas perkuliahan, masalah- kuliah dan kegiatan ekstra kurikuler
masalah dalam pengerjaan skripsi, dan (Prabu, 2015).
kehawatiran terhadap karier dan masa Temuan dalam penelitian
depan. Permasalahan non-akademis Risdiantoro, Iswinarti, dan Hasanati (2016)
teru-tama berasal dari tekanan sosial menunjukkan bahwa mahasiswa PTS
yang dialami mahasiswa sehari-hari memiliki tingkat stres akademik lebih
seperti permasalahan yang terkait tinggi daripada mahasiswa PTN terkait
engan keluarga, misalnya karena persaingan dalam memasuki dunia kerja.
tinggal terpisah dari keluarga, kondisi Hal yang sama ditemukan dalam
keuangan keluarga, riwayat pola penelitian Wahed dan Hassan (2017)
pengasuhan asuh dari orangtua, bahwa persaingan dengan mahasiswa dari
perbedaan prinsip dengan orang tua. kampus lain menjadi salah satu faktor
Selain itu masalah-masalah yang yang memperburuk kondisi depresi
bersumber dari kehidupan di mahasiswa. Yumba (2008) mengatakan
pondokan, hubungan perteman bahwa stres akademk adalah hal yang
dengan latar belakang sosial dan paling memengaruhi kondisi stres
budaya yang berbeda, kesulitan mahasiswa dibandingkan lingkungan,
adaptasi umum, masalah dalam hubungan interpersonal, dan masalah
hubungan lawan jenis, serta masalah di pribadi.
dalam organisasi dan kegiatan Kesejahteraan subjektif adalah salah
kemahasiswaan sering merupakan satu indikator kesehatan mental
sumber permasalahan yang serius bagi mahasiswa (Kitzrow, 2003), dan
mahasiswa” (CPMH, 2012) kecerdasan emosional dapat memprediksi
Segala bentuk permasalahan yang kesehatan mental seseorang (Jayalakshmi
dihadapi mahasiswa tersebut dinamakan & Magdalin, 2015). Penelitian terdahulu
gangguan psikologis, mulai dari yang menunjukkan hubungan yang kuat antara
ringan seperti stres, hingga terberat seperti kesejahteraan subjektif dan stres (Serrano
depresi dan percobaan bunuh diri. Stres & Andreu, 2016), kepuasan hidup dan stres
psikologis adalah respon subjektif di sekolah (Moksnes, dkk, 2016), serta
individu terhadap lingkungannya yang hubungan antara kesejahteraan subjektif
dirasa membebani atau melebih kapasitas dan kecerdasan emosional (Baburao &
adaptifnya. Stres dapat bermanfaat jika Deshmukh, 2014; Cazan & Nastasa, 2014;).

52 E-JOURNAL GAMAJOP
KECERDASAN EMOSI, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF, MAHASISWA, STRES AKADEMIK

Penelitian mengenai kegiatan akademik Metode


pada mahasiswa juga menunjukkan
bahwa stres akademik dan kecerdasan Subjek yang berpartisipasi pada penelitian
emosional (Fallahzadeh, 2011) berkorelasi ini sebanyak 132 orang yang terdiri dari 26
dengan prestasi akademik (Khan & laki-laki dan 106 perempuan. Usia berkisar
Kausar, 2013; Aspiras & Aspiras, 2014; antara 18 – 30 tahun, dengan rata-rata usia
Banerjee & Chatterjee, 2016,) dan akhirnya 23,14 tahun. Pemilihan partisipan
memengaruhi kesejahteraan subjektif. menggunakan metode random sampling
Kecerdasan emosional pertama kali (sampel acak) dan snowball (pesan
diperkenalkan oleh Mayer, Salovey, dan berantai).
Caruso pada tahun 1997 (dalam Salovey & Penelitian ini melibatkan tiga
Grewal, 2005; Rivers, Brackett, Salovey & variabel, yaitu variabel kecerdasan
Mayer, 2007) dan direvisi pada tahun 2010 emosional, stres akademik, dan
(dalam Mayer, Salovey, Caruso, & kesejahteraan. Instrumen penelitian yang
Cherkasskiy, 2011) menjadi kemampuan digunakan adalah skala yang disebarkan
untuk menafsirkan dan mengekspresikan secara online melalui jejaring sosial
emosi, mengasimilasikan emosi pada WhatsApp, Facebook, Twitter, dan Google+.
pikiran, memahami dan memberikan
alasan dengan emosi, dan meregulasi Kesejahteraan subjektif
emosi pada diri dan orang lain. Kecerdasan Variabel kesejahteraan subjektif diukur
emosional menurut Mayer dan rekan ini menggunakan Skala Kesejahteraan
adalah berbasis kemampuan (ability based) Subjektif Mahasiswa milik Utami (2010)
(Fernandez-Berrocal & Extremera, 2016) terbagi menjadi tiga subskala, yaitu
Penelitian ini bertujuan untuk subskala kepuasan hidup, subskala afek
mengetahui apakah stres akademik dan positif, dan subskala afek negatif. Jumlah
kecerdasan emosional secara bersama- aitem untuk subskala afek positif adalah 27
sama mampu memprediksi kesejahteraan aitem, afek negatif 29 aitem, dan kepuasan
subjektif mahasiswa. Sejauh ini studi hidup 26 aitem. Pilihan jawaban
literatur yang peneliti temukan hanya menggunakan skala Likert bergerak dari 1
berbicara mengenai hubungan antara (sangat tidak puas), 2 (tidak puas), 3 (biasa
kesejahteraan subjektif dan stres akademik saja), 4 (puas), 5 (sangat puas). Nilai
maupun kesejahteraan subjektif dan koefisien reabilitas subskala afek positif
kecerdasan emosional secara terpisah, adalah 0,920, subskala afek negatif sebesar
tetapi jarang yang menggunakan ketiga 0,937 dan subskala kepuasan hidup
variabel tersebut secara bersama-sama. mahasiswa sebesar 0,872.
Oleh karena itu peneliti ingin melihat
hubungan ketiga variabel ini secara Stres akademik
bersama-sama, dengan menggunakan Variabel stres akademik diukur
kesejahteraan subjektif sebagai variabel menggunakan Skala Stres Akademik milik
dependen dan stres akademik serta Nugraheni (2012) yang mengukur aktivitas
kecerdasan emosional sebagai variabel akademik terkait proses belajar dan
prediktor. evaluasi belajar dan terdiri dari 30 aitem
Hipotesis yang diajukan pada favorabel. Pilihan jawaban menggunakan
penelitian ini adalah stres akademik dan skala Likert 1 – 5. Koefisien reabilitas skala
kecerdasan emosi secara bersama-sama sebesar 0,922.
dapat memprediksi kesejahteraan subjektif
mahasiswa.

E-JOURNAL GAMAJOP 53
JULIKA & SETYAWATI

Tabel 1.
Hasil Analisis Korelasi

Model Summary
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
1 .368a .135 .122 2.15732
a. Predictors: (Constant), TPPE, Stress

Kecerdasan emosional Hasil


Variabel kecerdasan emosi diukur
menggunakan TPPE (Tes Pemahaman dan Uji hipotesis dilakukan dengan
Pengelolaan Emosi). TPPE adalah alat ukur menggunakan regresi ganda. Hasil
yang telah dimodifikasi menjadi versi menunjukkan signifikansi 0,000 (p<0,001)
ringkas dari STEU-B (Allen, Weissman, yang menunjukkan bahwa hasil signifikan
MacCann, Helwig, & Robert, 2014) dan dan variabel stres akademik dan
STEM-B (Allen, Rahman, Weissman, kecerdasan emosional dapat digunakan
MacCan, Lewis, & Roberts, 2015). TPPE untuk memprediksi kesejahteraan
terdiri dari 12 aitem, yaitu tujuh aitem subjektif. Hasil koefisien korelasi antara
yang mengacu pada STEU-B dan lima variabel kesejahteraan subjektif, stres
aitem yang mengacu pada STEM-B. Tujuh akademik, dan kecerdasan emosional
aitem berupa pernyataan yang menunjukkan hasil R = 0,368, dan koefisien
mengandung muatan emosi tertentu, determinannya (R2) = 0,135 (Lihat tabel 1).
dimana partisipan diminta untuk memilih Artinya variabel stres akademik dan
kata yang menunjukkan emosi yang tepat, kecerdasan emosional secara bersama-
dan lima aitem berupa kasus yang sama menyumbang sebesar 13,5%
mengandung muatan emosi, dimana terhadap kesejahteraan subjektif
partisipan diminta untuk memilih respon mahasiswa dan 86,5% lainnya
emosi yang paling tepat. Koefisien disumbangkan melalui faktor lain.
reliabilitas alat ukur sebesar 0,720. Persamaan garis regresinya adalah:
Data dianalisis dengan menggunakan
analisis regresi berganda menggunakan Y = 2.324 – 0.037stress + 0.094TPPE
bantuan program SPSS 16 for Windows.

Tabel 2.
Hasil Analisis Regresi Berganda

ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 91.800 2 45.900 9.862 .000a
Residual 586.410 126 4.654
Total 678.210 128
a. Predictors: (Constant), TPPE, Stress
b. Dependent Variable: SWB

54 E-JOURNAL GAMAJOP
KECERDASAN EMOSI, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF, MAHASISWA, STRES AKADEMIK

Hasil uji hipotesis dengan menggunakan kecerdasan emosional milik Wardhani


analisis regresi ganda menunjukkan nilai (2016) mengacu pada model kecerdasan
F=9,862 dengan signifikansi 0,000 (p<0,001) emosional berbasis kemampuan milik
(Lihat tabel 2). Dengan demikian hipotesis Mayer, Salovey dan Caruso, meskipun
yang mengatakan bahwa stres akademik begitu menurut Sánchez-Álvarez et al.
dan kecerdasan emosional secara bersama- (2016) hubungan antara kecerdasan
sama dapat memprediksi kesejahteraan emosional dan kesejahteraan subjektif
subjektif mahasiswa diterima. Koefisien menunjukkan korelasi yang lebih kuat jika
korelasinya sebesar 0,368 dan koefisien menggunakan skala pengukuran
determinannya 0,135. Artinya variabel kecerdasan emosional yang mixed model
stres akademik dan kecerdasan emosional dibandingkan dengan hanya
mampu memprediksi kesejahteraan menggunakan laporan diri (self-report).
subjektif sebesar 13,5% dan sisanya 86,5% Reviu literatur yang dilakukan
ditentukan oleh faktor lain. Fernandez-Berrocal dan Extremera (2016)
mengenai hubungan antara kecerdasan
Diskusi emosional dan kesejahteraan subjektif
mengajukan beberapa pertanyaan
Berdasarkan analisis tambahan diketahui penelitian. Pertama, berdasarkan
bahwa stres akademik menjadi prediktor penelitian Gohm dan rekan (dalam
yang lebih kuat dibandingkan kecerdasan Fernandez-Berrocal dan Extremera, 2016)
emosional. Penelitian yang dilakukan bahwa individu dengan kecerdasan
Denovan dan Macaskill (2017) pada 192 emosional tinggi akan mengalami lebih
mahasiswa tahun pertama di UK, yaitu sedikit distress secara emosi ketika
dengan pengukuran pada saat tiga minggu dihadapkan pada situasi yang
pertama kuliah, dan enam bulan menyebabkan stres, yang akan
setelahnya. Hasil penelitian menunjukkan mengakibatkan peningkatan afek positif
level stres pada mahasiswa tetap stabil dan kesejahteraan secara umum
meskipun waktu berlalu, dan terdapat dibandingkan dengan individu yang
peningkatan alienasi terhadap kegiatan memiliki kecerdasan emosional rendah.
akademik dan self-efikasi menurun. Stres Kedua, kemungkinan besar, seseorang
yang terus-menerus berasosiasi negatif dengan kecerdasan emosional tinggi lebih
terhadap kepuasan hidup dan berasosiasi mampu mengelola self-esteem dan efikasi
positif terhadap afek negatif pada kedua diri ketika berhadapan dengan situasi yang
pengukuran (3 minggu dan 6 bulan), tetapi menyebabkan stres, sehingga emosi
pada afek positif hanya berasosiasi negatif negatif tidak memengaruhi
pada pengukuran kedua (6 bulan). kesejahteraannya (Salguero et al., dalam
Adapun variabel kecerdasan Fernandez-Berrocal dan Extremera, 2016).
emosional tidak menunjukkan pengaruh Ketiga, seseorang dengan kecerdasan
yang signifikan terhadap kesejahteraan emosi tinggi mampu menjalin hubungan
subjektif dalam penelitian ini. Meskipun baik dengan orang lain, sehingga
begitu, beberapa penelitian mengenai memperkuat dukungan sosial bagi dirinya,
kesejahteraan subjektif menunjukkan hasil dan akhirnya dukungan sosial akan
sebaliknya, yaitu kecerdasan emosional mampu meningkatkan kesejahteraannya
berbasis kemampuan mampu (Lopez et al., dalam Fernandez-Berrocal
memprediksi kesejahteraan subjektif dan Extremera, 2016). Keempat, menurut
(Sánchez-Álvarez, Extremera, dan Matthewa dan rekan (dalam Fernandez-
Fernández-Berrocal, 2016). Skala Berrocal dan Extremera, 2016), seseorang

E-JOURNAL GAMAJOP 55
JULIKA & SETYAWATI

dengan kecerdasan emosional yang tinggi berbeda untuk melihat kesejahteraan


mampu melakukan strategi koping yang subjektif berdasarkan individual,
positif, misalnya dengan mengekspresikan hubungan dengan keluarga, teman,
emosi, dan mencari bantuan, sekolah, dan tetangga menunjukkan hasil
dibandingkan menghindar atau lari dari bahwa keluarga menjadi prediktor pada
masalah. Berdasarkan temuan ini, afek negatif, sementara individual, sekolah
Fernandez-Berrocal dan Extremera (2016) dan teman menjadi prediktor pada afek
mengasumsikan bahwa kecerdasan positif, dan individual dan keluarga
emosional berpotensi sebagai variabel memprediksi kepuasan hidup.
mediasi pada hubungan antara Penelitian Nugraheni (2012)
kesejahteraan subjektif dengan variabel menunjukkan bahwa aktivitas yang
lain, semisal kepribadian, stres, dan berhubungan dengan materi
strategi koping positif. Faktor-faktor lain pembelajaran, pengelolaan waktu antara
yang memengaruhi kesejahteraan subjektif aktivitas akademik dan non akademik dan
adalah faktor kepribadian dan hubungan pencapaian akademik menjadi stressor
sosial. utama pada mahasiswa tahun pertama.
Sementara pada mahasiswa akhir,
Faktor kepribadian aktivitas akademik yang menjadi stressor
Menurut Lucas dan Diener (2009) adalah aktivitas akademik yang
kesejahteraan subjektif cenderung stabil berhubungan dengan ujian dan
dari waktu ke waktu, meskipun kehidupan penyelesaian tugas. Untuk aktivitas
terus berubah. Teori big five dari McCrae akademik yang berhubungan dengan
dan Costa (dalam Diener, 2009a) teman sebaya dan dosen tidak terdapat
menunjukkan kepribadian ekstraversi perbedaan antara keduanya.
berkorelasi dengan afek positif dan Penelitian Utami (2009) mengenai
kepribadian neurotis berkorelasi dengan kesejahteraan mahasiswa di Yogyakarta
afek negatif. Penelitian Gray (dalam menemukan bahwa keterlibatan dalam
Argyle, 2001) menunjukkan bahwa berbagai kegiatan (akademik, non-
terdapat perbedaan struktur otak di mana akademik, kegiatan profit dan non-profit,
seorang ekstravert bereaksi dengan hadiah dan kegiatan mengisi waktu luang) dapat
dan penghargaan, sehingga menjadi lebih meningkatkan kesejahteraan mahasiswa.
bahagia, sedangkan seorang neurotik Mahasiswa yang terlibat aktif didalam
bereaksi terhadap hukuman, sehingga berbagai aktivitas memiliki kesejahteraan
menjadi tidak bahagia. Larsen and yang lebih tinggi dibandingkan mereka
Ketelaar (dalam Argyle, 2001) menemukan yang tidak memiliki aktivitas.
bahwa seorang ekstravert lebih
dipengaruhi oleh mood positif Kesimpulan
dibandingkan seorang introvert. Termasuk
di dalam kepribadian adalah self-esteem, Stres akademik dan kecerdasan emosional
self-efficacy, optimism, dan lain-lain (Diener, secara bersama-sama berkontribusi
2009a). terhadap kesejahteraan subjektif
mahasiswa. Meskipun begitu, peran stres
Hubungan sosial (pertemanan, relationship, akademik ditemukan lebih besar terhadap
keterlibatan dalam komunitas) kesejahteraan subjektif mahasiswa
Penelitian yang dilakukan oleh Morgan, dibandingkan dengan kecerdasan
Vera, Gonzales, Conner, Vacek, & Coyle, emosional.
(2011) pada 159 remaja awal dengan etnis

56 E-JOURNAL GAMAJOP
KECERDASAN EMOSI, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF, MAHASISWA, STRES AKADEMIK

Saran and subjective well-being of college


Peneliti selanjutnya dapat mengambil students. Golden Research Thoughts,
jumlah sampel yang lebih besar atau 3(8).
melakukan spesifikasi sampel penelitian Banerjee, N., & Chatterjee, I. (2016).
(usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, Academic stress, suicidal ideation &
prestasi akademik, tingkat perkembangan, mental well-being among 1st
suku). Spesifikasi terhadap salah satu dari semester & 3rd semester medical,
empat faktor kecerdasan emosi engineering & general stream
(pengelolaan emosi, pemahaman emosi, students. Journal of Arts, Science &
penggunaan emosi yang tepat, identifikasi Commerce, 7(3), 73-80. doi:
emosi), terutama pada aspek penggunaan 10.18843/rwjasc/v7i3/09
emosi yang tepat dan identifikasi emosi Cazan, A., & Năstasă, L.E. (2014).
dapat dikaji di penelitian selanjutnya. Emotional intelligence, satisfaction
with life and burnout among
Kepustakaan university students. Procedia - Social
and Behavioral Sciences 180, 1574 –
Allen, V. D., Weissman, A., MacCann, C., 1578. doi:
Helwig, S., & Robert, R. D. (2014). 10.1016/j.sbspro.2015.02.309
Development of the situational test of Center for Public Mental Health. (2012).
emotional understanding–brief Program kampus Indonesia sejahtera,
(STEU-B) using item response Dasar pemikiran. Diunduh dari
theory. Personality and Individual http://cpmh.psikologi.ugm.ac.id/kes
Differences, 65, 3-7. doi: ehatan-mental-sekolah/program-
10.1016/j.paid.2014.01.051 kampus-indonesia-sejahtera/dasar-
Allen, V., Rahman, N., Weissman, A., pemikiran/
MacCan, C., Lewis, C., & Roberts, R. Denovan, A., & Macaskill, A. (2017). Stress
D. (2015). The situational test of and subjective well-being among
emotional management–brief first year UK undergraduate
(STEM-B): Development and students. Journal of Happiness Studies,
validation using item response 18(2), 505-525. doi: 10.1007/s10902-
theory and latent class analysis. 016-9736-y.
Personality and Individual Differences, Dewantara, J. R. (2015). Fenomena bunuh
81, 195-200. doi: diri di kalangan mahasiswa.
10.1016/j.paid.2015.01.053 Diunduh dari
Aspiras, L. S., & Aspiras, E. D. (2014). https://hiburanjogjablog.wordpress.c
Perceived stress factors and om/2015/12/22/fenomena-bunuh-
academic performance of the diri-di-kalangan-mahasiswa/
sophomore IT students of QSU Diener, E. (1984). Subjective well-being.
Cabarroguis campus. International Psychological Bulletin, 95(3), 542-575.
Conference on Economics, Education Diunduh dari
and Humanities, Indonesia, 137-142. https://internal.psychology.illinois.e
doi: 10.15242/ICEHM.ED1214125 du/~ediener/Documents/Diener_198
Argyle, M. (2001). The psychology of 4.pdf (diakses pada 5 Maret 2017)
happiness (Edisi kedua). New York, Diener, E. (2009a). Assessing subjective
NY: Taylor and Francis Inc. well-being: Progress and
Baburao, P. V., & Deshmukh, N. V. (2014). opportunities. In E. Diener (Ed.),
Assertiveness, emotional intelligence Assessing Well-being: Social Indicator

E-JOURNAL GAMAJOP 57
JULIKA & SETYAWATI

Research Series, 39, 25-65. Khan, M.J., Altaf, S., & Kausar, H. (2013).
Netherlands: Springer. Effect of perceived academic stress
Diener, E. (2009b). Subjective well-being. In on students’ performance. FWU
E. Diener (Ed.), The Science of Well- Journal of Social Sciences, 7(2), 146-151.
Being: Social Indicator Research Series, Lolaty, Ghahari, Tirgari, & Fard, (2012).
37, 11-58. Netherlands: Springer. The effect of life skills training on
Diener, E., & Lucas, R. E. (2000). Subjective emotional intelligence of the medical
emotional well-being. In M. H.-J. sciences students in iran. Indian
Lewis, Handbook of Emotions Second Journal of Psychological Medicine,
Edition (pp. 471-484). New York: The 34(4), 350-354. doi: 10.4103/0253-
Guilford Press. 7176.108217
Fallahzadeh, H. (2011). The relationship Lucas, R. E., & Diener, E. (2009).
between emotional intelligence and Personality and subjective well-
academic achievement in medical being. In E. Diener (Ed.), The science of
science students in Iran. Procedia - well-being: Social indicator research
Sosial and Behavioral Sciences, 30, 1461- series (Vol. 37, pp. 75-102).
1466. doi: Netherlands: Springer.
10.1016/j.sbspro.2011.10.283. Mayer, J. D., Salovey, P., Caruso, D. R., &
Fernandez-Berrocal, P., & Extremera, N. Cherkasskiy, L. (2011). Emotional
(2016). Ablity emotional intelligence, intelligence. In R. J. Stenberg (Ed.),
depression, and well-being. Emotion The Cambridge Handbook of Intelligence
Review, 8(4), 311-315. doi: (pp. 528-649). New York, NY:
10.1177/1754073916650494. Cambridge University Press.
Hartik, A. (2017). Sebelum bunuh diri Mesidor, J. K., & Sly, F. K. (2016). Factors
mahasiswa ITN sempat ikut bimbingan that contribute to the adjustment of
skripsi. Diunduh dari international students. Journal of
http://regional.kompas.com/read/20 International Students, 6(1), 262-282
17/03/02/21335741/sebelum.bunuh.di Moksnes, U. K., Løhre, A., Lillefjell, M.,
ri.mahasiswa.itn.sempat.ikut.bimbin Byrne, D. G., & Haugan, G. (2016).
gan.skripsi The association between school
Jayalakshmi, V., & Magdalin, S. (2015). stress, life satisfaction and depressive
Emotional intelligence, resilience and symptoms in adolescents: Life
mental health of women college satisfaction as a potential mediator.
students. Journal of Psychosocial Social Indicator Research, 125, 339–357.
Research, 10(2), 401-408. doi: 10.1007/s11205-014-0842-0.
Julia, M., & Veni, B. (2012). An analysis of Morgan, M. L., Vera, E. M., Gonzales, R. R.,
the factors affecting students’ Conner, W., Vacek, K. B., Coyle, L. D.
adjustment at a university in (2011). Subjective well-being in
Zimbabwe. International Education urban adolescents: Interpersonal,
Studies, 5(6), 244-250. doi: individual, and community
10.5539/ies.v5n6p244. influences. Youth & Society, 43(2),
Kitzrow, M. A. (2003). The mental health 609–634. doi:
needs of today's college students: 10.1177/0044118X09353517
Challenges and recommendations. Nailufar, N. N. (2016). Mahasiswa bunuh
NASPA Journal, 41(1), 167-181. doi: diri, diduga karena skripsi ditolak dan
10.2202/1949-6605.1310. putus cinta. Diunduh dari
http://megapolitan.kompas.com/rea

58 E-JOURNAL GAMAJOP
KECERDASAN EMOSI, KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF, MAHASISWA, STRES AKADEMIK

d/2016/07/27/18015261/mahasiswa.b Salovey, P., & Grewal, D. (2005). The


unuh.diri.diduga.karena.skripsi.dito science of emotional intelligence.
lak.dan.putus.cinta Current Directions in Psychological
Nugraheni, A. K. (2012). Stres akademik dan Science, 14(6), 281-285. doi:
kesejahteraan subjektif pada mahasiswa 10.1111/j.0963-7214.2005.00381.x.
tingkat pertama dan tingkat akhir. Sánchez-Álvarez, N., Extremera, N., &
Skripsi tidak diterbitkan. Fernández-Berrocal, P. (2016). The
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM relation between emotional
O’connor, E. (2005). Student well-being: A intelligence and subjective well-
dimension of subjective well-being? being: A meta-analytic investigation.
http://www.acqol.com.au/publicatio The Journal of Positive Psychology,
ns/resources/thesis-oconnor-e.pdf 11(3), 276-285. doi:
(diakses pada 31 Juli 2017) 10.1080/17439760.2015.1058968.
Prabu, S. (2015). A study on academic Serrano, C. & Andreu, Y. (2016). Perceived
stress among higher secondary emotional intelligence, subjective
students. International Journal of well-being, perceived stress,
Humanities and Social Science engagement and academic
Invention, 4(10), 63-68. achievement of adolescents. Revista
Rakhmawati, I., Farida, P., & Nurhalimah. de Psicodidáctica, 21(2), 357-374. doi:
(2014). Sumber stress akademik dan 10.1387/revpsicodidact.14887.
pengaruhnya terhadap tingkat stress Utami, M. S. (2009). Keterlibatan dalam
mahasiswa keperawatan DKI kegiatan dan kesejahteraan subjektif
Jakarta. Jurnal Keperawatan, 2(3), 72- mahasiswa. Jurnal Psikologi, 36(2),
84. 144-163. doi: 10.22146/jpsi.7892.
Risdiantoro, R., Iswinarti, & Hasanati, N. Utami, M. S. (2010). Skala kesejahteraan
(2016). Hubungan prokrastinasi subjektif mahasiswa. Laporan
akademik, stres akademik dan penelitian (tidak diterbitkan).
kepuasan hidup mahasiswa. Seminar Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Asean 2nd psychology dan humanity, UGM.
pp. 360-373. Wahed, W., & Hassan, S. (2017). Prevalence
Rivers, S. E., Brackett, M. A., Salovey, P., & and associated factors of stress,
Mayer, J. D. (2007). Measuring anxiety and depression among
emotional intelligence as a set of medical Fayoum University
mental abilities. In G. Matthew, M. students. Alexandria Journal of
Zeidner, & R. D. Roberts (Eds). The Medicine, 53, 77-84. doi:
Science of emotional intelligence: 10.1016/j.ajme.2016.01.005.
knowns and unknowns (pp. 230-257). Wardhani, R. K. (2016). Pengaruh program
New York, NY: Oxford University “Remaja Bijak” terhadap kecenderungan
Press. perilaku agresif remaja (Tesis tidak
Saddki, N., Sukerman, N., & Mohamad, D. dipublikasikan). Yogyakarta:
(2017). Association between Universitas Gadjah Mada.
Emotional intelligence and perceived Yumba, Z. (2008). Academic stress: A case of
stress in undergraduate dental undergraduate students (paper).
students. The Malaysian Journal of Institutionen för beteendevetenskap
Medical Sciences, 24(1), 59-68. doi: och lärande : Linkoping University.
10.21315/mjms2017.24.1.7.

E-JOURNAL GAMAJOP 59

Anda mungkin juga menyukai