Anda di halaman 1dari 8

A.

Landasan Teori
1. Layanan Konseling
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unila, memperkenalkan
layanan konseling FISIP pada acara Pengenalan Kehidupan Kampus
Mahasiswa Baru (PKKMB) tingkat fakultas tahun 2023.

Layanan konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan


berkelanjutan yang dilakukan oleh konselor/co-counsellor untuk
memfasilitasi Mahasiswa dalam mengembangkan potensi diri, mengatasi
masalah, dan membuat keputusan yang tepat

Unit Pelayanan Konseling ini memiliki fokus utama pada pendidikan dan
dukungan psikologis. Mahasiswa diharapkan dapat mengenali serta
mengatasi berbagai tekanan yang mungkin timbul, seperti kesulitan adaptasi
dengan lingkungan baru, rasa kangen akan rumah, hingga tantangan dalam
mengatur gaya hidup.

Klinik Layanan Konseling menjalankan fungsi:


Edukasi, Terkait relasi yang setara sesama mahasiswa/i, memberikan
informasi kepada para dosen, tenaga kependidikan dan pramubakti
mengenai lingkup pelecehan, kekerasan. Pelatihan konseling, yaitu melatih
para mahasiswa/i yang lolos seleksi untuk berperan sebagai konselor sebaya
(peer conseling).

Penanganan kasus akademik maupun kekerasan yang terjadi di lingkungan


FISIP. Layanan konseling dapat menjadi sumber yang berharga bagi
individu yang mengalami stres akademik, masalah emosional, atau
kesulitan dalam mengatasi tantangan kehidupan sehari-hari. Konselor
bekerja sama dengan Klien untuk mencapai pemahaman yang lebih baik
tentang masalah mereka dan mengembangkan strategi untuk mengatasinya.

2. Tingkat Stres Akademik


Stres di bidang akademik yang terjadi di lingkungan sekolah disebut stres
akademik. Stres akademik merupakan stres yang disebabkan oleh academic
stressor. Academic stressor yaitu stres siswa yang bersumber dari proses
belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar
yang meliputi: tekanan untuk naik kelas, lama belajar, mencontek, banyak
tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapatkan beasiswa, keputusan
menentukan jurusan dan karir serta kecemasan ujian dan manajemen waktu
(Desmita, 2010).

Stres di bidang akademik ini muncul ketika harapan untuk pencapaian


prestasi akademik meningkat, baik dari orang tua, guru ataupun teman
sebaya dan harapan tersebut tidak sesuai dengan kemampuan siswa
(Shahmohammadi, 2011).

Stres yang dialami mahasiswa sering kali merupakan penilaian mahasiswa


terhadap adanya ketidak sesuaian antara tuntutan dari orang tua, guru dan
teman sebayanya dengan kemampuan yang dimilikinya. Apabila mahasiswa
menilai tuntutan tersebut sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, maka ia
kurang mengalami stres, tetapi ketika penilaian mahasiswa tersebut
menunjukkan kesenjangan khususnya jika mahasiswa menilai tuntutan
lebih besar dari kemampuan yang dimiliki, maka siswa tersebut dapat
mengalami stres.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres akademik adalah


respon mahasiswa terhadap berbagai tuntutan yang bersumber dari proses
perkuliahan dan dipersepsikan mahasiswa sebagai stimulus yang
membahayakan serta melebihi kemampuan individu tersebut untuk
melakukan coping sehingga individu tersebut bereaksi baik secara fisik,
emosi maupun perilaku.

Suatu stimulus yang memiliki potensi memicu terjadinya stres disebut


stresor (Greenberg, 2002). Lazarus & Folkman (dalam Cooper, 2004)
menyatakan seseorang dapat mengalami stres jika ada tuntutan atau tekanan
terhadap dirinya yang melebihi batas kemampuannya.

Salah satu tekanan/tuntutan terhadap remaja bersumber dari lingkungan


sekolah. Tekanan dari lingkungan sekolah dapat membuat remaja menjadi
stres (Namara, 2001). Stres yang berkaitan dengan sekolah salah satunya
karena academic pressures (tekanan akademik). Tekanan akademik ini
bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan
dengan kegiatan belajar. Tekanan akademik yang cenderung dihadapi oleh
siswa antara lain: ujian, persaingan nilai, tuntutan waktu, guru, lingkungan
kelas, karir, dan masa depan. Tuntutan/tekanan yang dialami mahasiswa
juga dapat bersumber dari orang tua, guru atau teman. Mahasiswa dituntut
agar dapat berprestasi misalnya mendapatkan nilai tinggi, menyelesaikan
tugas dengan baik, dapat masuk perguruan tinggi favorit (Misra&Castillo,
2004). Namun hal ini jika tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
mahasiswa dapat membuat mahasiswa menjadi stres.

Hankin & Abramson (1998) menyatakan puncak depresi terjadi antara usia
15 dan 18 tahun. Selama periode ini tingkat depresi yang lebih tinggi dan
berisiko lebih besar untuk timbulnya depresi pada remaja. Hal ini karena
pada periode ini banyak tuntutan yang ditujukan kepada remaja, salah
satunya pencapaian prestasi akademik yang lebih baik.Pada kenyataannya
sesuatu yang menimbulkan stres tergantung pada bagaimana individu
menilai dan menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif (Lazarus,
1984). Penilaian kognitif (cognitive appraisal) adalah istilah yang
digunakan Lazarus untuk menggambarkan interpretasi individu terhadap
kejadian-kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya,
mengancam, atau menantang dan keyakinan mereka apakah mereka
memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu kejadian dengan efektif.
3. Teori yang Digunakan
Setiap orang mengalami sesuatu yang disebut stres sepanjang kehidupannya. Stres
dapat memberi stimulus terhadap perubahan dan pertumbuhan, suatu stres dapat
positif dan bahkan diperlukan. Namun, terlalu banyak stres dapat mengakibatkan
penyesuaian yang buruk, penyakit fisik, dan ketidakmampuan untuk mengatasi
terhadap masalah (Potter & Perry, 2005). Stres yang paling umum dialami oleh
mahasiswa merupakan stres akademik. Stres akademik erat kaitannya dengan
proses akademik dan lingkungan yang mempengaruhi proses akademik.

Selanjutnya, didalam bab 2 ini akan dibahas teori yang terkait dengan stres,
khususnya stres yang berkaitan dengan kehidupan akademik.

- Pengertian Stres Tiga pendekatan teoritis pada disiplin ilmu fisiologi, sosiologi,
dan psikologi telah mendefinisikan stres dalam riset keperawatan. Pendekatan
fisiologi mendefinisikan stres sebagai sebuah respon nonspesifik tubuh terhadap
setiap kebutuhan, tanpa memperhatikan sifatnya (Selye, 1976 dalam Potter &
Perry, 2005). Pendekatan psikologi mendefinisikan stres sebagai suatu stimulus
atau penyebab adanya respon yang berada di luar individu dan sebagai faktor
predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaan individu terhadap
penyakit (Barnfather, 1993; Lyon & Werner, 1987 dalam Smeltzer & Bare, 2005).
Pendekatan sosiologi mendefinisikan stres sebagai suatu transaksi. Model
transaksi ini terjadi antara individu dengan lingkungannya, yang memberikan
umpan balik pada hubungan individu-lingkungan. Walaupun setiap orang berisiko
untuk mengalami stres (Hudak dan Gallo, 1997). Hubungan tersebut tetap
membutuhkan keseimbangan yang dinamis antar individu dengan lingkungannya.

Stres akademik berkaitan dengan segala sesuatu yang mempengaruhi kehidupan


akademik. Stres akademik diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaaan individu
yang mengalami tekanan sebagai hasil persepsi dan penilaian mahasiswa tentang
stressor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan di
perguruan tinggi (Govaerst & Gregoire, 2004). Stres akademik erat kaitainnya
dengan kehidupan akademik yang dialami oleh pelajar dari usia anak sampai
dengan dewasa, tergantung dimana seseorang tersebut mencari ilmu pengetahuan.

• Teori Stress Lazarus

Lazarus (1976) berpendapat Stress terjadi jika seseorang mengalami tuntutan yang
melampaui sumber daya yang dimilikinya untuk melakukan penyesuaian diri, hal
ini berarti bahwa kodisi Stress terjadi jika terdapat kesenjangan atau
ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan. Tuntutan adalah sesuatu
yang jika tidak dipenuhi akan menimbulkan konsekuensi yang tidak
menyenangkan bagi individu. Jadi Stress tidak hanya bergantung pada kondisi
eksternal melainkan juga tergantung mekanisme pengolahan kognitif terhadap
kondisi yang dihadapi indiidu bersangkutan. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat
dibedakan dalam 2 bentuk, yakni :

1) Tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan biologis. Berupa


kebutuhankebutuhan, nilai-nilai, dan kepuasan yang ada pada diri individu2)
Tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan sosial. Tuntutan eksternal
dapat merefleksikan aspek-aspek yang berbeda dari pekerjaan seseorang, seperti
tugas-tugas yang diberikan dan bagaimana cara menyelesaikan tugas tersebut,
lingkungan fisik, lingkungan psikososial dan kegiatan-kegiatan di luar lingkungan
kerja.

Penelitian yang dilakukan di Universitas Lampung dengan judul “Analisis


Efektivitas Layanan Konseling FISIP Universitas Lampung dalam Mengurangi
Tingkat Stres Akademik Mahasiswa”. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengetahui sumber, tanda, gejala dan efek stres pada pelajar di tingkat
Universitas. Hasil penelitian menunjukkan sumber stres bagi para mahasiswa
diantaranya adalah: management waktu, tuntutan akademik, dan lingkungan
akademik. Sumber stres tersebut dijabarkan berupa: tugastugas akademik,
penurunan motivasi, ketidakadekuatan peran akademik, jadwal perkuliahan yang
padat dan tidak jelas, serta kecemasan tidak mendapatkan pekerjaaan setelah lulus
kuliah. Selain itu diperoleh pula bahwa tingkat stres pada pelajar perempuan lebih
tinggi dibanding pelajar laki-laki.

Tingkat stres pada remaja tinggi, Namun respon dari remaja berbeda-beda.
Penelitian ini juga menemukan stres dikalangan remaja tinggi. Remaja perempuan
lebih sering menggunakan koping yang berorientasi tugas, sehingga lebih mudah
diidentifikasi. Remaja laki-laki menggunakan mekanisme koping yang
berorientasi ego, sehingga lebih santai dalam menghadapi stresor yang berasal
dari kehidupan akademik. Selain itu, penelitian ini juga menemukan enam kondisi
yang mempengaruhi kemampuan kognitif di kehidupan akademik bagi remaja.
Kondisi tersebut adalah: valency (kemampuan menyeimbangkan diri terhadap
stresor), cotrolabillity (kemampuan untuk mengontrol diri dari terpapar terhadap
stress akademik), changeabillity (persepsi remaja terhadap kemampuannya untuk
mengubah stresor atau tidak), ambiguity (kebingungan terhadap kondisi stressor
yang dihadapi), recurrence (persepsi optimis bahwa remaja mampu
menghadapi/menyelesaikan stresor yang dihadapi), familiarity (persepsi pelajar
terhadap seberapa sering ia terpapar oleh stresor yang sama).

Hubungan dengan teman dan keluarga dapat menjadi penyebab stres. Penelitian
yang dilakukan oleh Walker (2002) pada 60 orang remaja menghasilkan bahwa
penyebab utama ketegangan dan masalah adalah berasal dari hubungan dengan
teman dan keluarga, tekanan dan harapan diri mereka sendiri dan orang lain,
tekanan di sekolah oleh guru dan pekerjaan rumah. Penelitian tersebut dilakukan
terhadap remaja laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukkan remaja
perempuan lebih cenderung mudah mengalami stres terhadap kondisi atau situasi
tersebut.

4. Penelitian Sebelumnya
No. Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Efektivitas Layanan Konseling Hasil penelitian ini menunjukkan
Kelompok Melalui Teknik Self bahwa siswa kelas VIII SMP
Management Untuk Negeri 1 Kapontori mengalami
Meningkatkan Kebiasaan perubahan positif dalam
Belajar Siswa kebiasaan belajar setelah
Kelas Viii Smpn 1 Kapontor menerima layanan konseling
kelompok dengan teknik self-
management. Mereka lebih
teratur dalam mengikuti
pelajaran, berdiskusi sebelum
mengerjakan tugas, mengelola
jadwal belajar secara rutin dalam
waktu terbatas, mulai menikmati
pembelajaran kelompok, dan
mengurangi tingkat kecemasan
saat menghadapi ujian/ulangan.
Layanan ini efektif
meningkatkan kebiasaan belajar
siswa sebesar 25-58,3%
berdasarkan data dari 12 sampel
penelitian.
2. Penerapan Konseling Hasil penelitian ini menunjukkan
Kelompok Dengan Teknik Self bahwa peserta didik awalnya
mengalami stres akademik tinggi
Management Dalam Rangka dengan perilaku seperti menarik
Pengelolaan Stres Akademik diri dari lingkungan sosial,
Peserta Didik Kelas Viii Smp menggerutu, menunda pekerjaan,
kesulitan dalam disiplin diri, dan
absen sekolah. Namun, setelah
menerima layanan konseling
kelompok dengan teknik self-
management, terjadi perubahan
positif. Mereka menjadi lebih
disiplin dalam belajar, tidak lagi
menunda pekerjaan, dan hadir di
sekolah tanpa bolos. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa
teknik self-management efektif
dalam mengurangi stres
akademik peserta didik kelas
VIII D di SMPN 2 Batujajar,
terbukti dengan adanya
perbedaan yang signifikan antara
hasil pretest dan posttest.

B. Kerangka Berpikir

Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2019: 72) mengatakan bahwa “kerangka


berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting”. Kerangka berpikir menjelaskan pola hubungan
antara variabel yang ingin diteliti yaitu hubungan antara variabel
independen (X) dan dependen (Y). Dalam penelitian ini, variabel
independen yang ingin diteliti yaitu Variabel Independen Y (Layanan
Konseling) Layanan Konseling mengacu pada jenis layanan yang diberikan
kepada individu atau kelompok oleh para profesional konselor dalam upaya
untuk membantu mereka mengatasi masalah emosional, psikologis, atau
akademik. Layanan ini mencakup berbagai teknik, pendekatan, dan metode
yang bertujuan untuk memfasilitasi perkembangan individu, meningkatkan
kesejahteraan psikologis, dan mengurangi tingkat stres akademik. Variabel
dependen yang diteliti adalah Variabel Dependen X (Tingkat Stres
Akademik)
Tingkat Stres Akademik mengacu pada tingkat ketegangan atau kecemasan
yang dialami oleh peserta didik dalam menghadapi tugas-tugas dan tuntutan
akademik di lingkungan pendidikan. Stres akademik ini mencakup gejala
seperti kecemasan, perasaan terlalu banyak pekerjaan, dan perasaan tidak
mampu mengatasi tugas-tugas sekolah.
.

Anda mungkin juga menyukai