Anda di halaman 1dari 5

A.

Defenisi Stress
Menurut Santrock (2003) stress merupakan respon individu terhadap keadaan atau
kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan
seseorang untuk menanganinya (coping).
Selye (dalam Nurmaliyah, 2014) mengategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
a. Distres (Stres Negatif) Seyle (1992) menyebutkan distres merupakan stres yang bersifat
tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu
mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga individu mengalami
keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, atau timbul keinginan untuk
menghindarinya.
b. Eustres (Stres Positif) Seyle (1992) menyebutkan bahwa eustres bersifat menyenangkan
dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Eustres dapat meningkatkan
kewaspadaan, koginisi, dan performansi individu. Eustres juga dapat meningkatkan
motivasi individu untuk menciptakan sesuatu. Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa jenis stres terbagi menjadi dua, yaitu distres (stres negatif) dan
eustres (stres positif).

B. Defenisi Stress Akademik

Suldo(2009) menyatakan bahwa Transisi akademis yang terjadi di sekolah menengah


memberikan tantangan tambahan karena pemuda diminta untuk berinteraksi dengan kelompok
sebaya yang baru dan lebih besar dan mengelola harapan akademis yang lebih besar. Bagi siswa
yang terdaftar dalam program persiapan kuliah akademis yang ketat, seperti program
Baccalaureate Internasional (IB), jumlah stres yang dirasakan mungkin lebih besar daripada
tipikal.
Dalam model medis ( dalam Suldo,2009 ) mendefinisikan stres sebagai keadaan
tertekan seseorang dalam menanggapi faktor lingkungan yang mengancam homeostasis.
Peningkatan denyut jantung, tekanan darah tinggi, dan adanya hormon dan neurotransmiter di
dalam tubuh dikaitkan sebagai respons fisiologis terhadap stres. Model psikologis menawarkan
pandangan transaksional atau ekologis, yang mencakup interaksi antara stresor lingkungan,
penilaian kognitif seseorang terhadap stresor, dan respons fisiologis internal terhadap kejadian.
Model lingkungan berfokus secara eksklusif pada ketiga komponen pertama ini; Model ini
menggambarkan stres sebagai eksternal "terhadap organisme, dan termasuk ancaman terhadap
bahaya langsung atau kondisi lingkungan yang tidak menyenangkan. Daftar periksa kejadian
yang terkait dengan tekanan pada individu (yaitu, persediaan stres) menilai jenis stres ini.

Carveth (dalam Nurmaliyah, 2014) mengemukakan stres akademik merupakan persepsi


siswa terhadap banyaknya pengetahuan harus dikuasai dan persepsi terhadap ketidakcukupan
waktu untuk mengembangkannya. Stres akademik adalah stress yang berhubungan dengan
kegiatan belajar siswa di sekolah, berupa ketegangan-ketegangan yang bersumber dari faktor
akademik yang dialami siswa, sehingga mengakibatkan terjadinya distorsi pada pikiran siswa
dan mempengaruhi fisik, emosi, dan tingkah laku.
Stres akademik menurut Rao (dalam Fachrosi, 2012) merupakan tekanan yang muncul
dari lingkungan sekolah seperti ujian dan kompetisi antar siswa dalam pencapaian standar
sekolah. Pengalaman stres akademik ini dapat memunculkan distres yang bermanifestasi
terhadap berbagai masalah psikologis dan perilaku.
Stres akademik adalah stres yang berhubungan dengan aspek pembelajaran, khususnya
pengalaman belajar Nanwani (dalam Fachrosi, 2012). Olejnik dan Holschuh (dalam Fachrosi,
2012) menyatakan bahwa stres akademik sebagai ketegangan akibat terlalu banyaknya tugas
yang harus dikerjakan siswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa stres akademik ialah suatu
keadaan yang membuat diri siswa tidak nyaman atau tertekan sebagai akibat dari seuatu masa
transisi akademis yang memberikan tantangan untuk dapat berinteraksi, kesalahan persepsi
mengenai banyaknya beban tugas yang harus dikerjakan adanya tekanan yang muncul dari
lingkungan sekolah seperti ujian dan kompetisi dan di kuasai yang membuat respon dalam diri
siswa berubah baik fisik dan psikologis.
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stres akademik yang dikemukakan
oleh Suldo (2009) seperti kebutuhan akademik, hubungan orang tua-anak, kejadian yang
menekan di masa remaja, tekanan dari hubungan sebaya, aktivitas ekstrakulikuler, dan
perjuangan untuk mencapai standar akademik yang baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi stres akademik

Menurut Suldo (2009) ada 7 faktor yang mempengaruhi stres akademik:


a. Kebutuhan akademik
Meliputi stressor-stressor yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan akademis
seperti 1) pemenuhan tugas (contoh: pekerjaan rumah/PR, ujian besar, proyek
sekolah), 2) manajemen waktu yang berkaitan dengan pengaturan sejumlah tantangan
akademik,3) harapan yang tinggi dari diri sendiri, teman sebaya, dan guru, untuk
mencapai perfomansi akademik yang baik/superior.
b. Hubungan orang tua-anak
Berisi stressor-stressor yang berhubungan dengan hubungan antara orang tua dan
anak yang berkaitan dengan akademis seperti 1) konflik dengan orang tua,2)
manajemen waktu yang berhubungan dengan tanggung jawab di rumah.
c. Kejadian yang menekan remaja Stressor-stressor yang menyinggung perubahan-
perubahan dalam hidup yang menonjol selama perkembangan remaja yang terkait
dengan akademik meliputi 1) rasa aman , 2) transisi (seperti persiapan kuliah,
kehilangan anggota keluarga), 3) kesadaran akan suatu masalah yang sistemik dalam
lingkungan yang lebih besar (seperti sekolah, masyarakat), dan 4) komunitas yang
mengalami kejadian stres.
d. Hubungan sebaya Stressor yang berhubungan dengan hubungan sebaya seperti 1)
konflik dengan teman sekelas dan partner romantis, 2) merasa tidak cocok dengan
teman, dan 3) tekanan sebaya.
e. Masalah didalam keluarga Stressor yang berhubungan dengan masalah dalam
keluarga yang mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar seperti 1) perceraian
orang tua, 2) konflik antar orangtua, dan 3) ketidakhadiran orang tua dirumah.
f. Aktivitas ekstrakulikuler Stressor yang berhubungan dengan keikutsertaan dalam
kegiatan ekstrakulikuler seperti 1) kekhawatiran yang berhubungan dengan
performansi dalam bidang olahraga, 2) manajemen waktu antara hambatan dari
aktivitas ekstrakulikuler dan tanggung jawab (dalam sekolah), dan kebutuhan pribadi
(seperti tidur).
g. Perjuangan akademik Stressor yang berhubungan dengan perjuangan akademik
seperti 1) keterampilan belajar yang kurang, 2) ketidakikutsertaan dalam belajar
(seperti karena tidak tertarik pada materi dan kurang baiknya hubungan antara guru
dan murid), dan 3) masalah kesehatan yang dapat berdampak pada prestasi di sekolah.
Sumber stres akademik
Menurut Suldo (2009) ada 4 sumber stres akademik yang berhubungan dengan sekolah,
yakni:
1. Stressor akademik Seorang siswa mengalami tekanan di sekolah dari hari ke hari seperti
tes, peringkat, pekerjaan rumah, akademik, dan harapan berprestasi. Tipe dari stressor
yang berhubungan dengan sekolah meliputi performansi akademik, kehadiran, interaksi
dengan guru, dan keseimbangan waktu sekolah. Hal ini berkaitan dengan metode
instruksional, hubungan guru dan siswa, beban akademik yang berat, linhkungan kelas
fisik yang kurang dan ketidakteraturan perencanaan tugas dan jadwal. Stressor akademik
spesifik meliputi tes yang terstandar.
2. Stressor hubungan Suatu hubungan ditemukan dapat mempengaruhi stres dan membawa
pada hasil negatif. Hal ini hadir dari sumber umum stres yang berhubungan dengan
tekanan teman sebaya, hubungan romantis dan hubungan dengan orang tua. Puncak dari
stres yang berhubungan dengan mempertahankan hubungan dengan orang terdekat.
Stressor yang paling mempengaruhi dalam akademik biasanya yang berhubungan dengan
keluarga dan teman.
3. Stressor transisi remaja Remaja dikarakteristikkan sebagai transisi yang unik dengan
peran dan tanggung jawab yang dibuat oleh institusi (seperti sekolah, tempat kerja).
Stressor ini meliputi tekanan untuk menghasilkan uang, interferensi dari pekerjaan,
sekolah dan aktivitas sosial dan berfokus pada masa depan, kompetisi sebagai tekanan
dalam mencapai nilai tinggi dalam suatu tes atau ujian.
4. Stressor kelompok remaja Stressor dapat muncul dari kelompok remaja, seperti mereka
yang tergabung dalam lingkungan urban, latar belakang etnis minoritas, atau mereka
dengan intelektual tinggi. Remaja dalam suatu kelompok mungkin akan mengalami
pelecehan, merasa tidak aman dan tertekan, cenderung terlibat dalam perilaku kekerasan.
Siswa minoritas memiliki resiko yang tinggi untuk gagal di sekolah. Hal ini berhubungan
dengan status sosioekonomi, dimana komunitas ini ditandai dengan kurangnya sumber
daya, miskin, pengangguran, rasis, konflik keluarga dan kekerasan.

Menurut Alvin (dalam Mulyani,2012), sumber-sumber stres dalam belajar yang berasal dari
eksternal yaitu: (1) Lingkungan, tempat tinggal atau lingkungan belaj ar juga bisa menjadi
sumber stres belajar. Contohnya, keluarga yang mengalami kesulitan keuangan, pertengkaran
orang tua, dan rumah yang tidak nyaman, atau tidak tersedianya fasilitas belajar yang dibutuhkan
oleh anak. (2) Berbagai peristiwa kehidupan yang dihadapi anak seperti hari pertama masuk
sekolah, ujian akhir, tugas yang bertumpuk, kemarahan dan tuntutan dari orang tua, dapat
terakumulasi dan menyebabkan stres. (3) Faktor-faktor fisik, seperti suhu udara, warna, dan bau
yang juga dapat menjadi sumber stres.
Selain faktor dan sumber-sumber yang dijelaskan oleh Suldon(2009) juga ada beberapa
tambahan dari Dr Alvin Ng Lai Oon yang mengemukakan empat tipe dari aspek akademik Oon
(dalam Fachrosi, 2012) mengemukakan empat tipe stres akademik, yaitu:
a. Stres reaktif
Disebabkan oleh tekanan dan tuntutan terhadap siswa yang melebihi kemampuannya.
Contohnya: reaksi terhadap tes mendadak, terlambat menghadiri kegiatan penting di
sekolah, atau dimarahi di depan kelas.
b. Stres kumulatif
Respon terhadap stres yang masih berlangsung dan gejalanya meningkat dari
waktu ke waktu. Masalah-masalah tersebut sering menjadi penyebab siswa tidak
produktif. Contohnya: siswa tidak mampu mengerti instruksi di kelas atau terus menerus
diomeli atau dimarahi.
c. Stres insiden kritis
Reaksi terhadap tuntutan yang mendadak, diluar dugaan, ancaman, dan insiden-insiden
khusus. Stres jenis ini menyebabkan reaksi emosional yang kuat.Contohnya: diganggu
secara fisik oleh kakak kelas di sekolah atau terlibat dalam kecemasan yang mengancam
jiwa.
d. Stres post-traumatis
Reaksi terhadap ingatan tentang suatu insiden traumatis yang berhubungan
dengan stres. Ingatan ini bersifat mengganggu yang menjadi pemicu reaksi stres. Stres
ini juga sering disebut disfungsi kesadaran. Ini terjadi ketika pikiran selama kondisi
sadar diisi oleh ingatan traumatis akibat insiden kritis, misalnya dibawah ancaman
sebilah pisau. Stres ini membutuhkan engobatan dan pertolongan psikologis jangka
panjang.

SUMBER :
Fachrosi, Erlyani. 2012 . Perbedaan Stres Akademik Antara Kelompok Siswa Minoritas Dengan
Mayoritas Di Smp Wr. Supratman 2 Medan.Skripsi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
Suldo, S.M., et al. (2009). Sources of stress for students in high school college prepatory and
general education programs: group difference and associations with adjustment. Journal of
Adolescence, 44, (179).
Mulyani N,S,R,D ( 2012 ) . Pengembangan Media Bimbingan Belajar Berbasis Komputer
Tentang Strategi Mengatasi Stres Dalam Belajar Untuk Siswa Kelas Xi Di Man 3
Yogyakarta.Skripsi. PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN
PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA/

Anda mungkin juga menyukai