Anda di halaman 1dari 15

UPAYA MENGATASI PROBLEM STRES

BELAJAR/SEKOLAH YANG DI ALAMI PESERTA DIDIK


MAKALAH
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi perkembangan
Dosen pengampu:Agus Moh. Sholahuddin M.pd

Di susun oleh:
Mujiarto :220101247
Zahrotul hilmi :220101320

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI
2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul UPAYA
MENGATASI PROBLEM STRES BELAJAR/SEKOLAH YANG DI ALAMI PESERTA
DIDIK Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari semua pihak Sebagai penyusun, kami
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa
penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat merpebaiki makalah ini. Kami berharap semoga
makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Bojonegoro 18 april , 2023


Penyusun

2
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………..……1
Kata pengantar……………………………………………….……….………..2
Daftar isi………………………………………………………….…….……...3
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang……………………………………….………………………..4
rumusan masalah……………………………………………………….……..4
tujuan……………………………………………………………….…………4

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian problem stres sekolah dalam perkembangan peserta


didik................................................................................................................5

Sumber problem stress sekolah……………………..………………………6

Dampak stress sekolah……………………………………………………....9

Upaya Mengatasi Problem Stress Sekolah yang Dialami Peserta Didik

……………………………………………………………………………….10

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………………………..12

Daftar pustaka…………………………………………………………..……13

3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stres adalah suatu keadaan yang muncul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan
yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Daya tahan stres setiap orang dapat
berbeda tergantung pada keadaan somato psikososial (Fitri dkk, 2012). Stres merupakan
pengalaman yang subjektif, sehingga setiap individu dapat memiliki respon yang berbeda-
beda terhadap stres. Stres dapat berdampak secara fisik Maupun psikologis. Stres yang
dialami oleh individu biasanya disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang
menyebabkan ketidaknyamanan (Ekasari dan Suhertin, 2012).Menurut Maramis stres adalah
segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri yang dapat menganggu keseimbangan. Jika
seseorang tidak bisa mengatasinya dengan baik maka akan muncul gangguan jasmani
maupun rohani (Maramis, 2005). Salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya stres
adalah kepribadian. Kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan pola pikiran, perasaan
dan perilaku yang sering digunakan untuk beradaptasi secara terus menerus dalam kehidupan
(Putra dan Luh, 2015). Kusmanto Setyonegoro mendifinisikan, kepribadian adalah ekspresi
yang keluar dari pengetahuan dan perasaan yang dialami secara subjektif oleh seseorang.
Definisi lain mengemukakan bahwa kepribadian adalah pola perilaku yang khas pada
seseorang yang dapat dijadikan sebagai tanda pengenal dari pola perilakunya. Kepribadian
meliputi segala corak perilaku manusia yang terdapat pada dirinya sendiri yang digunakan
untuk beraksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang, baik yang datang dari
lingkungan maupun yang datang dari dirinya sendiri (Maramis, 2005

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang muncul adalah “Apakah
pembelajaran pemecahan masalah berpengaruh untuk menurunkan tingkat stres sekolah pada
siswa ”

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan makalah ini adalah “Untuk mengetahui
upaya mengatasi problem stress belajar /sekolah yang di alami peserta didik

4
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian problem stres sekolah dalam perkembangan peserta didik

Stres adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan
ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas
menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Lalu apa itu stress sekolah? dalam
khasanah psikologis, khususnya dalam kajian tentang stress istilah “Stres sekolah” (school
stress) merupakan istilah yang relative baru. Dalam hal literature-literatur ataupun dalam
penelitian-penelitian psikologis, istilah ini belum banyak di gunakan. Bahkan dalam berbagai
kamus, ensiklopedia dan handbook setiap cabang psikologi, tidak ditemukan istilah “School
stress”. Konsep school stress menurut sejumlah peneliti psikologi dan pendidikan untuk
memahami kondisi stress yang dialami oleh siswa di sekolah merupakan pengembangan dari
konsep organizational stress atau job stress, yakni stress yang dialami individu akibat
tuntutan organisasi atau tuntutan pekerjaannya, lalu dikembangkan lagi sebuah konsep yang
secara khusus menggambarkan konsidi stress yang dialami oleh siswa akibat tuntutan
sekolahnya, yakni school stress.

Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa kebutuhan peserta didik dan menentukan
kualitas kehidupan mereka di masa depan. Tetapi pada saat yang sama, sekolah ternyata juga
dapat menjadi sumber masalah, yang pada gilirannya memicu terjadinya stress di kalangan
peserta didik. Menurut Fimain dan Cross (1987), sekolah, disamping keluarga merupakan
sumber stress yang utama bagi anak, sebab anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah.
Di sekolah anak merupakan anggota dari suatu masyarakat kecil dimana terdapat tugas-tugas
yang harus diselesaikan, orang-orang yang perlu dikenal dan mengenal diri mereka, serta
peraturan yang menjelaskan dan membatasi prilaku, perasaan dan sikap mereka. Peristiwa-
peristiwa hidup yang dialami anak sebagai anggota masyarakat kecil yang bernama sekolah
.ini tidak jarang menimbulkan perasaan stress dalam diri mereka.Agolla dan Ongori, (2009)
mendefinisikan stres sekolah adalah beban tugas akademik, 1 sumber daya yang tidak
memadai, motivasi rendah, terus menerus berada dalam situasi akademik, ruangan yang
terlalu sesak, serta ketidakpastian mendapatkan pekerjaan setelah lulus sekolah.Alvin, (2007)
mendefinisikan stres sekolah adalah stres yang muncul karena adanya tekanan-tekanan untuk
menunjukkan prestasi dan keunggulan dalam kondisi persaingan akademik yang semakin
meningkat sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan tuntutan.

1
www.academiaedu.com

5
Verma, dkk (2002), mendefinisikan school stress sebagai school demands (tuntutan sekolah),
yaitu stress siswa (students stress) yang bersumber dari tuntutan sekolah (school demands).
Tuntutan sekolah yang dimaksud oleh verma,dkk. Lebih difokuskan pada tuntutan tugas-
tugas sekolah (schoolwork demands) dan tuntutan dari guru-guru (the demands of
tutors).Desmita (2005) mendefinisikan stress sekolah (school stress) sebagai ketegangan
emosional yang muncul dari peristiwa-peristiwa kehidupan si sekolah dan perasaan fisik,
psikologis dan tingkah laku yang berdampak pada penyesuaian psikologis dan prestasi
akademis Dapat disimpulkan stres sekolah adalah kondisi stress atau perasaan tidak nyaman
yang dialami oleh siswa akibat adanya tuntutan sekolah yang dinilai menekan, sehingga
memicu terjadinya terancamnnya keselamatan atau harga diri siswa, sehingga muncul reaksi-
reaksi ketegangan fisik sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka.

A. Sumber problem stress sekolah

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sumber stress siswa bersumber dari
tuntuan sekolah. Karena sekolah merupakan sebuah system social (social system) dengan
struktur organisasi yang kompleks. Sebagai organisasi social yang kompleks, sekolah
memiliki sejumlah norma, nilai, peraturan, dan tuntutan yang harus dipenuhi oleh para
anggotanya, termasuk siswa (Sergiovanni dan Starrt, 1993; Arends, 1998). Sistem norma,
nilai, peraturan dan tuntutan sekolah tersebut mempunyai dampak yang besar terhadap
penyesuaian akademik dan social siswa (Brand, dkk. 1994).Dapat dipahami bahwa stress
yang dialami oleh siswa bersumber dari berbagai tuntutan sekolah (school demands). Puncak
stres sekolah yang paling utama disebabkan oleh terlalu banyak tugas-tugas sehinga tidak
cukup waktu mengerjakan, tidak dapat menjawab soal ujian sehingga mendapat nilai yang
rendah saat ujian dan sulit memahami pelajaran yang diberikan (Rathakrishnan & Ismail,
2009). Desmita (2005) mengidentifikasi adanya empat tuntutan sekolah yang dapat menjadi
sumber stress bagi siswa,2 yaitu:

1. Physical demands (tuntutan fisik)


Physical demands adalah stress siswa yang bersumber dari lingkungan fisik sekolah,
dimensi-dimensi dari lingkungan fisik sekolah yang dapat menyebabkan terjadinya stress
siswa ini meliputi: keadaan iklim ruangan kelas, temperature yang tinggi (temperature
extremes), pencahayaan dan penerangan (lighting and ilumminaion), perlengkapan atau
sarana/prasarana penunjang pendidikan, schedule atau daftar pelajaran, kebersihan dan
kesehatan sekolah, keamanan dan penjagaan (security and maintenance) sekolah, dan
sebagainya.

2
www.academiaedu.com

6
2. Task demands (tuntutan tugas)
Task demands atau tuntutan tugas dalam konsep stress sekolah ini dapat diartikan
sebagai tugas-tugas pelajaran (academic work) yang harus dikerjakan dan dihadapi oleh
peserta didik yang dapat menimbulkan perasaan tertekan atau stress. Tugas – tugas yang
dihadapi siswa berkaitan dengan proses dan pencapaian tujuan pembelajaran. Aspek – aspek
dari task demands meliputi : tugas-tugas yang dikerjakan disekolah (classwork) dan di rumah
(homework), mengikuti pelajaran, memenuhi tuntutan kurikulum, menghadapi ulangan atau
ujian, mematuhi disiplin sekolah, penilaian dan mengikuti berbagai macam kegiatan
ekstraulikuler.

Adanya tuntutan tugas sekolah ini, di satu sisi merupakan aktivitas sekolah yang sangat
bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan siswa, namun disisi lain tidak jarang tuntutan
tugas tersebut menimbulkan perasaan tertekan dan kecemasan. Adanya fenomena stress yang
dirasakan oleh siswa remaja akibat tuntutan tugas ini sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa tugas-tugas akademik di sekolah, secara umum menimbulkan perasaan cemas dan
stress di kalangan remaja. Remaja umumnya lebih tertarik melakukan aktivitas lain dari pada
mengerjakan PR. Temuan dari sejumlah penelitian juga menunjukan bahwa remaja yang
menghabiskan waktunya untuk mengerjakan PR, mengalami perasaan-perasaan negative,
seperti merasa sedih, marah, bosan dan self-conscious (Csikszentmihalyi & Larson, 1984;
Leone & Richards, 1989). Sebuah studi menunjukan bahwa tuntutan sekolah berhubungan
dengan kecemasan, penyimpangan psikososial, dan kesulitan penyesuaian diri dengan situasi
sekolah. (Verma, dkk.2004) Kecemasan social mereka juga tinggi – mereka secara signifikan
merasa sangan kesepian (lonely), merasa kecewa (disappointed), merasa khawatir (worried)
dan merasa tidak nyaman (uncomfortable).3

3. Role demands (tuntutan peran) Sekolah adalah


sebuah organisasi yang dalamnya banyak hal memiliki kesamaan dengan organisasi-
organisasi lainnya, sebagai sebuah organisasi, sekolah memiliki struktur organisasi yang
terdiri atas beberapa posisi yang ditempati oleh para anggotanya. Sekumpulan kewajiban
yang diharapkan dipenuhi oleh masing-masing individu sesuai dengan posisinya inilah yang
disebut peran (role). Peran secara khusus berkaitan dengan sekumpulan harapan yang dimili
oleh seseorang dan orang lain yang membentuk lingkungan social, harapan ini tidak hanya

3
www.academiaedu.com

7
berupa tingkah laku atau tindakan, melainkan juga meliputi harapan tentang motivasi,
perasaan, nilai-nilai dan sikap.
4. Role demands (tuntutan peran) berhubungan dengan tingkah laku lain yang diharapkan dari
siswa sebagai pemenuh fungsi pendidikan di sekolah, tuntutan peran secara tipikal berkaitan
dengan harapan tingkah laku yang di komunikasikan oleh pihak sekolah serta oleh orang tua
dan masyarakat kepada siswa, seperti harapan memiliki nilai bagus, mempertahankan nama
baik dan keunggulan sekolah, memiliki sikap dan tingkah laku yang baik, memiliki motivasi
belajar yang tinggi, harapan berpartisipasi dalam meajukan kehidupan masyarakat, menguasi
keterampilan yang dibutuhkan di lapangan pekerjaan atau perusahaan dan sebagainya. Semua
harapan peran ini dapat menjadi salah satu sumber stress bagi siswa, terutama ketika ia
merasa tidak mampu memenuhi harapan-harapan peran tersebut.4
5. Interpersonal demands (tuntutan interpersonal).

Dilingkungan sekolah siswa tidak hanya dituntut untuk dapat mencapai prestasi akademis
yang tinggi, melainkan sekaligus mampu melakukan interaksi social atau menjalin hubungan
baik dengan orang lain. Secara konseptual, interaksi social siswa di sekolah dapat dipahami
sebagai hubungan interpersonal yang terjadi antara siswa dengan siswa lain dan antara siswa
dengan anggota sekolah laiannya dengan menggunakan serangkaian verbal dan nonverbal.
Meskipun data penelitian dan pengalaman telah menunjukan bahwa interaksi social di
sekolah merupakan salah satu factor penting yang turut memengaruhi perkembangan
kepribadian siswa, namun disisi lain interaksi social di sekolah ini juga dapat menjadi
sumber stress bagi mereka, banyak dari dimensi interaksi social di sekolah ini yang dapat
menimbulkan ketegangan dalam diri siswa, seperti ketidakmampuan menjalin hubungan
interpersonal yang positif dengan guru dan dengan teman sebaya, menghadapi persaingan
teman, kurangnya perhatian dan dukungan dari guru, perlakuan guru yang tidak adil, diajuhi
dan dikucilkan teman, dansebagainya.

Rice (1999) secara garis besarnya membedakan tipologi sumber stress sekolah, yaitu: (1)
personal and social stressor dan (2) academic stressor

Personal and social stressor adalah stress siswa yang bersumber dari diri pribadi dan
lingkungan social. Menurut rice (1999), stressor personal dan social yang penting meliputi
isu-isu: transisi, lingkungan tempat tinggal, saudara dan teman lama. Terdapat pula banyak

4
www.academiaedu.com

8
stressor, seperti : menemukan teman baru, masa-masa kesepian. Ada beberapa stressor yang
berhubungan dengan isu-isu hubungan, yaitu ditolak, disisihkan, dicurigai teman dekat dan
masalah keuangan. Dari sekian banyak stressor, stessor yang paling kuat adalah kematian
orang tua atau teman dekat dan kehamilan yang tidak di kehendaki.

Academic stressor adalah stress siswa yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-
hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar, yang meliputi: tekanan untuk naik kelas,
lama belajar, mencontek, banyak tugas, serta kecemasan ujian dan menangemen waktu.

Menurut Lazarus (1984), berpendapat bahwa sesuatu yang menimbulkan stres tergantung
pada bagaimana individu menilai dan menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif.
Penilaian kognitif (cognitive appraisal) yang digunakan Lazarus menggambarkan
interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu
yang berbahaya, mengancam, atau menantang dan keyakinan mereka apakah mereka
memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu kejadian dengan efektif

B. Dampak stress sekolah

Stress sekolah mempunyai dampak terhadap kehidupan pribadi anak, baik secara fisik,
psikologis, maupun secara psikosisoal atau tingkah laku. Fimian dan Cross(1987)
menyatakan bahwa stress anak yang tinggi di sekolah memungkinkannya untuk menentang
dan berbicara di belakang guru, membuat keribupan dan kelucuan di dalam kelas, serta
mengalami sakit kepala dan sakit perut. Johnson (1979) memperkirakan 10% - 30% anak
remaja sangat cemas di sekolah, cukup menggangu prestasi belajarnya.

Sejumlah temuan mmengidentifikasi bahwa tuntutan sekolah merupakan sumber stress yang
memprovokasikan stimuli dan menganggap bahwa anak remaja mengalami tingkat stress
yang berbeda. Anak yang mengalami tingkat stress pada tingkat tinggi dapat menimbulkan
kemunduran prestasi, tingkah laku yang maladaftif dan berbagai problem psikososial
lainnya. Sedangkan anak yang mengalami stress pada tingkat sedang malah dapat
meningkatkan kesadaran, kesepian dan prestasi diri. Ini menunjukan bahwa dampak stress
sekolah terhadap kehidupan anak ini, tidak sepenuhnya bersigat negative melainkan juga
dapat bersifat positif. Tinggi , moderat (sedang) atau rendahnya derajat stress yang dialami
oleh remaja akibat tuntutan sekolah sangat tergantung pada penilaian kognitif mereka, yaitu
proses mental yang berlangsung terus-menerus untuk menginterpretasikan serbagai situasi

9
dalam interaksinya dengan individu. Agar siswa dapat menyikapi stress sekolah secara
5
positif menurut Anderson dan Haslam (1994), sekolah dituntut untuk dapat merancang dan
melaksanakan program-program intervensi dan pelatihan stress kepada siswa.

C. Upaya Mengatasi Problem Stress Sekolah yang Dialami Peserta Didik

Pada hakikatnya stress tidak bias dihilangkan sama sekali, kecuali hanya bisa direduksi atau
diturunkan intensitasnya, sehingga berada pada batas-batas toleransi atau tidak sampai
membahanyakan dan menimbulkan dampak yang negative bagi kehidupan manusia. Berikut
ini dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengatasi stress yang
dialami peserta didik .

1. Menciptakan Iklim Sekolah yang Kondusif

Sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan kontenporer (Hanushek,1995; Bobbi De


Porter, 2001; Hoy & Miskel, 2001; Sackney, 2004), menyarankan kepada pihak sekolah agar
mampu menciptakan iklam sekolah yang sehat dan menyenangkan, yang memungkinkan
siswa dapat menjalin interaksi social secara memadai di lingkungan sekolah. Iklim sekolah
yang sehat ini, disamping dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, juga
diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stress dalam diri
siswa, yang pada gilirannya akan memengaruhi prestasi belajar mereka.

2. Melaksanakan Program Pelatihan Penanggulangan Stress

Kondisi stress yang dialami peserta didik di sekolah dapat diatasi dengan melaksanakan
program pelatihan inokulasi stress (stress inoculation training). Inokulasi stress merupakan
salah satu strategi atau teknik kognitif-perilaku (cognitive-behavior) dalam program-
program terapi dan konseling 6.

Pendekatan kognitif-perilaku dikembangkan atas prinsip dasar bahwa pola pemikiran


manusia terbentuk melalui proses rangkaian – kognisi – respons (SKR), yang saling berkait
dan membentuk rangkaian SKR dalam otak manusia (Oemarjoedi, 2003). Dalam rangkaian

5
www.academiaedu.com
6
www.academiaedu.com

10
SKR ini, proses kognitif memainkan peran penting dan menjadi factor penentu dalam
memengaruhi perilaku manusia, bagaimana manusia berfikir, merasa dan bertindak sikap-
sikap, harapan, artibusi dan berbagai kegiatan kognitif lainnya merupakan kekuatan utama
dalam menghasilkan, memprediksi dan memahami perilaku.

Prinsip dasar yang memandang proses kognitif sebagai rangkaian terpadu dengan perilaku
manusia tersebut, kemudian diimplementasikan dalam program-program terapi dan
konseling, sehingga melahirkan “terapi kognitif-perilaku” (cognitive-behavioral therapy).
Terapi kognitif-perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berfikir, merasa dan bertindak,
dengan menekankan peran otak dalam menganalisis, memutuskan, bertanya, berbuat dan
memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, klien diharapkan
dapat merubah tingkah lakunya, dari negative ke positif. 7

Konsep inokulasi stress ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia dapat meningkatkan
kapasitas diri dalam mengatasi stress dengan cara mengubah keyakinan dan pernyataan diri
tentang keberhasilan menghadapi stress. Berdasarkan asumsi ini, maka program inokulasi
stress dirancang untuk mempersiapkan individu dalam melakukan intervensi dan
memotivasi mereka untuk mengubah diri, serta berhadapan dengan kemungkinan resistensi
dan relapse (kambuh). Melalu pelatihan inokulasi stress ini, individu akan mendapat
pengetahuan, pemahaman diri dan keterampilan-keterampilan coping yang memadai guna
memfasilitasi penggunaan cara-cara penanganan stress yang lebih baik (Lazarus & Folkman,
1984).

Training inokulasi stress mempunyai dampak yang positif bagi peningkatan kualitas hidup
peserta didik, dengan pemberian inokulasi stress, memungkinkan peserta didik untuk
menghadapi situasi-situasi yang stressfull di sekolah dengan cara-cara penanganan yang
lebih rasional. Disamping itu, melalui training inokulasi stress peserta didik juga dapat
meningkatkan keterampilan-keterampilan penyesuaian psikososial, sehingga lebih mampu
menjalin hubungan interpersonal secara memuaskan.

2.Mengembangkan Resiliensi Peserta Didik

Resiliensi merupakan kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki peserta didik yang
memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan

7
www.academiaedu.com

11
dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau
bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar
untuk diatasi. Bagi mereka yang resilien, resiliensi membuat hidupnya menjadi lebih kuat.
Artinya resiliensi akan membuat seseorang berhasil menyesuaikan diri dalam berhadapan
dengan kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, perkembangan social, akademis,
kontenpotensi vokasonal, dan bahkan dengan tekanan hebat yang inheren dalam dunia
sekarang sekalipun.

3. Memberikan tugas sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa dan mengkondisikan
iklim dan suasana kelas yang sehat dan nyaman.

Diatas adalah hal yang dapat dilakukan seorang guru atau instansi sekolah untuk
menanggulangi tress yang dialami siswa disekolah. Namun bagaimana cara kita sebagai
seorang individu untuk mengatasi stress yang kita alami. Berikut kami sertakan langkah-
langkah untuk mengatasi stress yang kita alami.:

1. Kenali apa yang membuat kamu stress

2. Lakukan riset dengan mencari informasi dan pendapat orang lain dan kemudian cobalah
kau terapkan.

3. Rencanakan tanggapan.

4. Jangan menunda-nunda.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sekolah dipandang dapat memeuhi beberapa kebutuhan peserta didik seperti menentukan
kualitan kehidupan mereka di masa depan. Tetapi pada saat yang sama sekolah juga ternyata
dapat menjadi sumber masalah, yang pada gilirannya memicu terjadinya stress di kalangan
peserta didik.Stres sekolah merupakan kondisi stress atau perasaan yang tidak nyaman
dialami oleh siswa akibat adanya tuntutan sekolah yang dinilai menekan, sehingga memicu
terjadinya ketegangang fisik, psikologis dab perubahan tingkah laku, serta dapat
memengaruhi prestasi belajar mereka.Sumber stress sekolah berasal dari Physical demands
(tuntutan fisik), Task demands (tuntutan tugas), Role demands (tuntutan peran),
Interpersonal demands (tuntutan interpersonal). Stress sekolah tidak selalu berdampak

12
negative tatapi bisa juga berdampak positif hal itu dilihat dari derajat setres Anak yang
mengalami tingkat stress pada tingkat tinggi dapat menimbulkan kemunduran prestasi,
tingkah laku yang maladaftif dan berbagai problem psikososial lainnya. Sedangkan anak
yang mengalami stress pada tingkat sedang malah dapat meningkatkan kesadaran, kesepian
dan prestasi diri.Terdapat beberapa upaya untuk mengatasi problem stress sekolah yaitu: 1.
Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, 2. Melaksanakan proglam latihan
penanggulangan stress , 3. Mengembangkan resiliensi peserta didik, 4. Memberikan tugas
sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa dan mengkondisikan iklim dan suasana kelas
yang sehat dan nyaman.

B.Saran

Untuk menambah pemahaman, sebaiknya pembaca harus membaca referensi lainnya yang
berkaliatan dengan problematika stress sekolah agar dapat melengkapi kekurangan yang ada
dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agolla, J. E.& Ongori. H.2009. An Assessment of Academic Stress Among


Undergraduate Students : The Case of University of Botswana.
Educational Research and

Alvin, N. O. 2007. Handling Study Stress: Panduan agar Anda Bisa Belajar
bersama AnakAnak Anda. Jakarta: Elex Media Komputindo

Anderson, A., & Haslam, I.R. (1994). A Three phase stress inoculation program
for adolescent learners, Journal of Health Education, 1 (25)

Azhar (2015). Hubungan Antara Stres Sekolah dengan Locus Of Control dengan
Prokrasinasi Akademik. UMS ETD-db. http://eprints.ums.ac.id, 14 Jul
2015.

13
Desmita, (2005), Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Desmita, (2012). Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Fimian, M.J., & Cross, A.H. (1987). Stress and burnout among preadolescent and
early adolescent gifted students: A Preliminary investigation, Journal of
Early Adolescence, 6, 257-267

Isman, M , dkk. (2012). Stres, Toleransi Stres dan Stressor Psikososial Pada
Pelajar Sekolah Menengah Lanjut Atas Di Kota Gorontalo. Jurnal
Health and Sport. Volume 5, No 2, http://ejurnal.ung.ac.id, 2012.

Jason, L.A., & Barrows, B. (1983). Transition training for high school seniors,
Cognitive, Therapy and Research, 7, 79-92

Rathakrishnan, B. dan Ismail, R. 2009. Sumber Stres, Strategi Daya Tindak dan
Stres yang Dialami Pelajar Universiti Ferlis B. Bullare @ Bahari. Sabah:
Universitas Malaysia.

Sergiovanni, T.j & Starratt, R.J. (1993), Supervision A Redefenition, New York:
McGrawl-Hill.

Taufik & Ifdil. (2013). Kondisi Stres Akademik Siswa SMA Negeri di Kota
Padang. Jurnal Konseling dan Pendidikan. Volume 1, No 2,
http://jurnal.konselingindonesia.com, Juni 2013.

Verma, S., Sharma, D., & Larson, R.W., (2002), School stress in india: effect on
time and daily emotions, International Journal of Behavioral of
Community Psychology, 26(6), 189-2005.

Wulandari E & Theis R (2012). Pengaruh Problem Stres Matematika Sekolah


Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IX IPA Sma Negeri 4
Kota Jambi T.A 2009/2010. Edumatica Jurnal Pendidikan. Volume 2,
No 1, http://online-journal.unja.ac.id, 2012.

14
15

Anda mungkin juga menyukai