Anda di halaman 1dari 20

Makalah

Kesehatan Mental Mahasiswa

Mata Kuliah

BK di Perguruan Tinggi

Dosen Pengampu

Eklys Cheseda Makaria, M.Pd

Disusun Oleh: Kelompok 7

Dhiya Maya Saphira 1810123220017

Halim Firdaus 1810123210033

Norlaili Zainatul Rahmah 1810123220003

Nur Laila 1810123220010

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BIMBINGAN KONSELING
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan limpahan serta karunia-Nya lah penyusun dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata kuliah BK di Perguruan Tinggi,
Ibu Eklys Cheseda Makaria, M.Pd dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyusun makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa.

Didalam makalah ini penyusun membahas tentang “Kesehatan Mental


Mahasiswa”. Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan didalamnya,
untuk itu penyusun berharap pembaca dapat memberikan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini, penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Banjarmasin, Februari 2021

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Metode Penulisan..................................................................................4
D. Tujuan Penulisan...................................................................................4
E. Manfaat Penulisan.................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Mental................................................................5


B. Tolak Ukur dan Kriteria Kesehatan Mental..........................................7
C. Dampak Kesehatan Mental Siswa.........................................................9
D. Upaya Mahasiswa Untuk Menanggulangi Permasalahan
Mental Dirinya.....................................................................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................10
B. Saran.......................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15

LAMPIRAN LINK VIDEO..........................................................................16

LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS............................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin meningkat,
semakin meningkat pula problematika hidup yang dihadapi manusia.
Problematika kehidupan tersebut muncul pada setiap lini aktifitas dan
merasuk pada semua aspek dan sendi kehidupan manusia sehari-hari.
Implikasi dari derasnya problematika hidup tersebut, manusia banyak yang
mengalami stres, depresi, gelisah, berburuk sangka, cemas, tekanan mental
sampai pada banyaknya gangguan kejiwaan seperti agresif berlebihan
hingga bunuh diri.
Akibat dari munculnya berbagai problematika yang dihadapi
manusia, para ahli banyak yang berusaha mencari jalan keluar agar bisa
terhindar dari tekanan-tekanan diatas. Berbagai cara dilakukan untuk
mengurangi tingkat depresi yang dihadapi. Namun Semua itu tidak
sebanding dengan kuatnya problematika kehidupan yang menghadang.
Pada akhirnya tetap saja banyak muncul kasus gangguan kejiwaan yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Kesehatan mental dalam masyarakat semakin hari semakin
bertambah dan mengundang reaksi berbagai kalangan. Berita-berita
tentang peningkatan jumlah pasien rumah sakit jiwa akibat musibah
bencana alam di berbagai daerah, siswa bunuh diri karena masalah asmara,
mahasiswa bunuh diri akibat stres, dan sebagainya. Beberapa kasus
ketidaksehatan mental tersebut merupakan permasalahan yang tidak bisa
diabaikan begitu saja.Ketidaksehatan mental bisa dialami oleh semua
orang tak terkecuali mahasiswa, apalagi mahasiswa yang hidup dalam
lingkungan yang kurang mendukung. Selain hal tersebut, ada
permasalahan lain yang dialami mahasiswa, yakni adanya pertentangan
batin antara apa yang menjadi keinginan-keinginannya dengan apa yang
harus ia lakukan sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan

1
maupun norma-norma yang berlaku dalam kelompoknya. Penyesuaian diri
mahasiswa dalam kelompoknya menjadi sangat penting artinya agar ia
mampu bertahan hidup dalam kelompok. Apabila mahasiswa tidak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya maka mahasiswa itu akan sangat
gelisah, cemas, takut, tidak dapat tidur, tidak nafsu makan, dan lain
sebagainya. (Mahfud, dkk, 2017:36-37).
Ketidaksehatan mental bisa dialami oleh semua orang tak
terkecuali mahasiswa, apalagi mahasiswa yang hidup dalam lingkungan
yang kurang mendukung. Selain hal tersebut, ada permasalahan lain yang
dialami mahasiswa, yakni adanya pertentangan batin antara apa yang
menjadi keinginan-keinginannya dengan apa yang harus ia lakukan sesuai
dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan maupun norma-norma
yang berlaku dalam kelompoknya. Penyesuaian diri mahasiswa dalam
kelompoknya menjadi sangat penting artinya agar ia mampu bertahan
hidup dalam kelompok. Apabila mahasiswa tidak dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya maka mahasiswa itu akan sangat gelisah, cemas,
takut, tidak dapat tidur, tidak nafsu makan, dan lain sebagainya (Mahfud
dkk, 2017: 37).
Tingkat stres dan gangguan kesehatan mental yang dialami para
pelajar perguruan tinggi masa dewasa ini semakin meningkat. Direktur
Pelayanan Konseling Perguruan Tinggi menyatakan peningkatan jumlah
mahasiswa yang memiliki masalah kesehatan psikologis yang terekam
dalam data Pelayanan Konseling Kampus (Tinklin, dkk, 2005). Mental
Health Foundation (dalam Tinklin, dkk, 2005) menyatakan bahwa data
jumlah kasus pelajar bunuh diri yang sebelumnya hanya berkisar antara 2,
4 meningkat hingga 9,7 per 100.000 pada tahun 1993-1994. Sedangkan
Lembaga Statistik Perguruan Tinggi (Higher Education Statistic
Agency) juga mendata peningkatan pelajar yang mengalami gangguan
kesehatan mental di Perguruan Tinggi dari 1,8% menjadi 3,3% pada tahun
1999-2000. Studi Twenge dan tim peneliti dari Minnesota Multiphasic
Personality Inventory (MMPI) mengungkapkan bahwa budaya populer

2
dan faktor eksternal, seperti kekayaan keluarga, status, hingga penampilan
mempengaruhi tingkat kesehatan mental dan psychological well being para
pelajar dan mahasiswa. Pada pelajar muda yang mengalami gangguan
kesehatan mental, sedikitnya ada 32% mengalami gangguan kecemasan,
diikuti dengan gangguan perilaku sebanyak 19%, gangguan mood
sebanyak 14%, gangguan penggunaan obat-obatan terlarang sebanyak
11%, dan 40%-nya mengalami gangguan multiple dalam hidupnya (Stein,
dkk, 2012).
Twenge (2006) menyebutkan budaya populer mempengaruhi
mental kalangan pemuda. Sebagian besar pelajar dan mahasiswa mengaku
ada ketertarikan dan tekanan menjadi orang kaya dan sukses (77 persen
dari partisipan). Namun, harapan yang terlalu muluk menyebabkan
kegagalan dan rasa frustasi meningkat. Orangtua yang terlalu mengekang
anak memperoleh keterampilan tertentu dalam bergaul dan konfrontasi
dengan guru dan dosen merupakan sumber stres lain yang dialami para
pelajar (Lubis, 2010).
Kesehatan Mental erat kaitannya dengan istilah sehat dan sakit
secara fisik. Penelitian tentang hubungan antara mental individu dan
kesehatan fisik telah banyak diungkapkan. Keluhan medis yang
mengindikasikan adanya gangguan mental, demikian juga, sakit secara
psikis, berpengaruh terhadap kesehatan fisik. Sehat dan sakit juga
merupakan kondisi yang kompleks yang terdiri tubuh biologis, Psikologis
dan sosial yang ada dalam satu kondisi (Azania, 2021:28).
WHO menambahkan, permasalahan kesehatan mental tidak hanya
mewakili kondisi psikologi, sosial, dan ekonomi yang meresahkan
masyarakat luas, tapi juga akan menambah kemungkinan resiko penyakit
fisik. Satu-satunya upaya atau metode yang seimbang untuk mengurangi
gangguan kesehatan mental dan perilaku adalah melalui pencegahan
(WHO, 2004). D’Zurilla & Sheedy (dalam Shannon, 2009) juga mengakui
bahwa pelajar perguruan tinggi merupakan kelompok yang mudah
terserang stress. Mereka harus beradaptasi dalam masa transisi untuk

3
tinggal jauh dari orang tua, mempertahankan prestasi akademik di level
yang tinggi, dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru, belum lagi
menghadapi tuntutan pekerjaan setelah mereka keluar dari kampus.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil pemahaman bahwa
mahasiswa mengalami berbagai permasalahan yang sangat kompleks,
sehingga mereka rentan terhadap permasalahan kesehatan mental.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kesehatan mental?
2. Bagaimana tolak ukur kesehatan mental?
3. Apa saja kriteria kesehatan mental?
4. Apa dampak dari kesehatan mental mahasiswa?
5. Apa saja upaya untuk penanggulangan kesehatan mental mahasiswa?

C. Metode Penulisan
Dalam metode penulisan makalah ini penyusun menggunakan metode
referensi pustaka, dan referensi dari jurnal nasional yang berkaitan dengan
judul makalah ini.

D. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun menulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen mata kuliah BK di Perguruan Tinggi dan juga untuk
mengetahui seperti apa kesehatan mental mahasiswa.

E. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar bisa lebih memahami dan
mengetahui informasi mengenai kesehatan mental mahasiswa.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Mental


Kesehatan mental merupakan terjemahan dari istilah mental
hygien. Mental (dari kata latin: mens, mentis) berarti jiwa, nyawa, roh,
sukma, semangat, sedang hygiene (dari kata yunani: hugyene) berarti ilmu
tentang kesehatan. Sementara itu, Sururin menjelaskan kesehatan mental
dengan beberapa pengertian: 1). Terhindarnya seseorang dari gangguan
dan penyakit jiwa (neorosis dan psikosis). 2). Kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain, dan masyarakat serta
lingkungan dimana ia hidup. 3). Terwujudnya keharmonisan yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan
untuk mengatasi problem yang bisa terjadi dari kegelisahan dan
pertengkaran batin (konflik). 4). Pengetahuan dan perbuatan yang
bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat dan
pembawaan semaksimal mungkin. Sehingga membawa kebahagiaan diri
dan orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Jadi kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala
gangguan atau penyakit mental, terwujudnya keharmonisan yang sungguh-
sungguh antar fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk
menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan secara
positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya, adanya kemampuan yang
dimiliki untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan
lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan
untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di
akhirat (Mahfud dkk, 2017: 43-44).
Kesehatan mental merupakan dua kata yang dialih bahasakan dari
istilah Mental Hygiene, yaitu suatu disiplin ilmu yang membahas
kesehatan jiwa, Fokus utama yang menjadi perhatian objek materi

5
kesehatan mental adalah manusia, sedangkan objek formalnya berkenaan
dengan persoalan/masalah yang dihadapinya. Orang yang sehat mental
tentu akan merasakan kepuasan dalam hidupnya, dan kepuasan hidup
sangat dipengaruhi oleh persepsi individu menilai kualitas hidupnya.
Sedangkan orang yang kognisinya negatif akan memunculkan depresi, dan
kondisi depresi memungkinkan seseorang untuk merubah pola pikirnya
menjadi negatif atas suatu persoalan (Haq dan Imron, 2020. 174).
Kesehatan mental juga merupakan kondisi kejiwaan manusia yang
harmonis. Seseorang memiliki jiwa yang sehat apabila perasaan, pikiran,
maupun fisiknya juga sehat. Karena kondisi fisik dan psikisnya terjaga
dengan selaras, orang bermental sehat tidak akan mengalami kegoncangan,
kekacauan jiwa (stres), frustasi, atau penyakit-penyakit kejiwaan lainnya.
Dengan katalain orang yang memiliki kesehatan mental prima juga
memiliki kecerdasan seimbang baik secara intelektual, emosional, ketaatan
ibadah atau spiritualnya untuk mencapai kebahagiaan hidup (Mahfud, dkk,
2017:37).
Kesehatan mental menurut seorang ahli kesehatan Merriam
Webster, merupakan suatu keadaan emosional dan psikologis yang baik,
dimana individu dapat memanfaatkan kemampuan kognisi dan emosi,
berfungsi dalam komunitasnya, dan memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Inti dari kesehatan mental sendiri adalah lebih pada
keberadaan dan pemeliharaan mental yang sehat. Akan tetapi, dalam
praktiknya seringkali kita temui bahwa tidak sedikit praktisi di bidang
kesehatan mental lebih banyak menekankan perhatiannya pada gangguan
mental daripada mengupayakan usaha-usaha mempertahankan kesehatan
mental itu sendiri.
Menurut Daradjat kesehatan mental seseorang dipengaruhi oleh
dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara
lain meliputi: kepribadian, kondisi fisik, perkembangan dan kematangan,
kondisi psikologis, keberagamaan, sikap menghadapi problema hidup,
kebermaknaan hidup, dan keseimbangan dalam berfikir. Adapun yang

6
termasuk faktor eksternal antara lain meliputi: keadaan ekonomi, budaya,
dan kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupun
lingkungan pendidikan (Mahfud, dkk, 2017:37-38).
Kondisi mental yang sehat pada tiap individu tidaklah dapat
disamaratakan. Kondisi inilah yang semakin membuat urgensi
pembahasan kesehatan mental yang mengarah pada bagaimana
memberdayakan individu, keluarga, maupun komunitas untuk mampu
menemukan, menjaga, dan mengoptimalkan kondisi sehat mentalnya
dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Paradigma yang ingin
ditekankan pada mata kuliah Kesehatan Mental ini adalah bahwa
sebetulnya setiap individu memiliki kebutuhan untuk menjadi sehat secara
mental, hidup dan berfungsi optimal dalam kesehariannya. Sehat mental
memberikan arti bahwa suatu keadaan seseorang yang sedang dalam
kondisi baik bahkan dapat mengembangkan bakat yang ada pada dirinya
serta dapat melewati setiap bentuk tekanan dalam kehidupan yang
dijalaninya bahkan mampu ikut serta membantu lingkungan dia dalam
bersosial.

B. Tolak Ukur dan Kriteria Kesehatan Mental


Daradjat menyatakan bahwa untuk mengetahui apakah seseorang
terganggu mentalnya atau tidak bukanlah hal yang mudah, sebab tidak
mudah diukur, diperiksa ataupun dideteksi dengan alat-alat ukur seperti
halnya dengan kesehatan jasmani/badan. Bisa dikatakan bahwa kesehatan
mental adalah relatif, dalam arti tidak terdapat batas-batas yang tegas
antara wajar dan menyimpang, maka tidak ada pula batas yang tegas
antara kesehatan mental dengan gangguan kejiwaan. Keharmonisan yang
sempurna di dalam jiwa tidak ada, yang diketahui adalah seberapa jauh
kondisi seseorang dari kesehatan mental yang normal.
Meskipun demikian ada beberapa ahli yang berusaha merumuskan
tolok ukur kesehatan mental seseorang salah satunya adalah Sadli. Ia
mengemukakan tiga orientasi dalam kesehatan mental, yakni: Pertama,

7
orientasi Klasik: Seseorang dianggap sehat bila ia tak mempunyai keluhan
tertentu, seperti: ketegangan, rasa lelah, cemas, yang semuanya
menimbulkan perasaan “sakit” atau “rasa tak sehat” serta mengganggu
efisiensi kegiatan sehari-hari. Kedua, orientasi penyesuaian diri: Seseorang
dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu mengembangkan dirinya
sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya.
Ketiga, orientasi pengembangan potensi: Seseorang dianggap mencapai
taraf kesehatan mental, bila ia mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa
dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Bastaman memberikan tolak ukur kesehatan mental, dengan
kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) Bebas dari gangguan dan penyakit-
penyakit kejiwaan. 2) Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan
menciptakan hubungan antar pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan.
3) Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, sikap,
sifat, dan sebagainya) yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan
lingkungan. 4) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan dan berupaya
menerapkan tuntutan agama dalam kehidupan sehari-hari.
Jahoda dalam Yahya (1994:76) memberikan tolak ukur kesehatan
mental dengan karakter utama sebagai berikut: 1) Sikap kepribadian yang
baik terhadap diri sendiri dalam arti ia dapat mengenal dirinya dengan
baik. 2) Pertumbuhan, perkembangan, dan perwujudan diri yang baik. 3)
Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan pandang-an,
dan tahan terhadap tekanan-tekanan yang terjadi. 4) Otonomi diri yang
mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau kelakuan-
kelakuan bebas. 5) Persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan
kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan sosial. 6) Kemampuan
untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengannya secara baik.
Di pihak lain, organisasi kesehatan se-Dunia (WHO) memberikan
ciri kesehatan mental sebagai berikut: 1) Dapat menyesuaikan diri secara
konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya. 2)

8
Memperoleh kepuasan diri dari hasil jerih payah usahanya. 3) Merasa
lebih puas memberi dari pada menerima. 4) Bebas dari rasa tegang dan
cemas. 5) Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan
saling memuaskan. 6) Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai
pelajaran di kemudian hari. 7) Menjuruskan rasa permusuhan kepada
penyelesaian yang kreatif dan konstruktif. 8) Mempunyai rasa kasih
sayang yang besar (Mahfud, dkk, 2017: 44-46).
Sebuah pendapat yang disampaikan oleh Schneiders mengatakan
bahwa ada sembilan bentruk kriteria bagi mental yang sehat, yaitu :
1. Mampu menjalankan tugas mental dengan baik
2. Mampu mengendalikan pikiran dan perbuatan
3. Adanya penggabungan motif dan pengendalian masalah bahkan bentuk
frustasi secara utuh
4. Bentuk perasan dan bentuk emosi yang sehat
5. Adanya kedamaian dalam pikiran dan beradaptasi dengan kesehatan
6. Perilaku sehat
7. Pandangan tentang diri yang sehat
8. Jati diri ego yang memenuhi syarat
9. Hubungan seseorang yang memadai dengan kenyataan hidupnya.
Kesehatan mental mempunyai keterkaitan dengan segala bentuk
aspek kepribadian dalam diri seseorang seperti efisiensi mental, bentuk
pengendalian dan sisi pembauran yang utuh, bentuk perbuatan dengan
mampu mengendalikan setiap permasalahan, perasaan dan emosi yang
baik dan bentuk sisi lainnya yang menjadi sembilan aspek dalam mental
yang sehat (Azania, 2021:35-36).

C. Dampak Kesehatan Mental Mahasiswa


Kesehatan mental telah mendapat perhatian berlebih dalam
pembangunan kesehatan global, mengingat dampak serius yang
diakibatkan oleh lemahnya kondisi kesehatan mental. World Health
Organization (2012) menunjukkan Studi Global Burden of Disease yang

9
dilakukan oleh IMHE (The Institute for Health Metrics and Evaluation)
perihal peta beban penyakit di seluruh dunia, data years lost due to
disability (YLD) dari studi tersebut menyebutkan bahwa 6 dari 20 jenis
gangguan yang dianggap paling bertanggung jawab sebagai penyebab
disabilitas adalah gangguan mental (Ridlo & Zein, 2018 dalam Idham,
dkk, 2019:13).
Salah satu bentuk gangguan mental yang cukup menyita perhatian
dunia adalah depresi, data terakhir dari World Health Organization (2017),
menunjukkan jumlah kasus depresi di Indonesia mencapai 9.162.886 kasus
atau 3,7% dari populasi. Zisook menemukan bahwa lebih dari setengah
pada semua kasus depresi terjadi pada masa kanak-kanak, remaja, dan
dewasa awal. Depresi juga merupakan masalah kesehatan mental yang
umum terjadi pada mahasiswa dengan tingkat prevalensi 7-9%.
Tahun 2012, penelitian cross sectional study yang dilakukan oleh
Maulida pada 32 mahasiswa program sarjana yang melakukan konseling
menemukan bahwa 15.6% mahasiswa mengalami depresi minimal, 21.9%
mengalami depresi ringan, 46.9% mahasiswa depresi sedang, dan 15.6%
mahasiswa mengalami depresi berat. Kebanyakan mahasiswa yang
mengalami masalah umum dalam kesehatan mental cenderung melaporkan
sikap negatif dan intensi yang rendah untuk mencari konseling (Cheng,
McDermott & Lopez, 2015 dalam Idham, dkk 2019:13).
Kesehatan mental telah menjadi isu penting dalam dunia
pendidikan, khususnya di perguruan tinggi. Hal tersebut tidak terlepas dari
adanya fakta bahwa kesehatan mental memiliki kontribusi terhadap
perkembangan dan kesuksesan akademik mahasiswa. Bahkan kesehatan
mental yang bermasalah dapat berdampak cukup kuat terhadap kehidupan
lingkungan kampus. Baik pada level individual, interpersonal, maupun
level institusional.
1. Pada level individual, problema kesehatan mental berpengaruh
terhadap semua aspek yang ada pada diri mahasiswa, baik aspek
emosional, kognitif, fisik, dan sosial. Problema kesehatan mental dapat

10
dilihat dalam bentuk munculnya gejala-gejala umum depresi seperti
terganggunya suasana hati, stress.
2. Secara interpersonal, mahasiswa dengan kondisi kesehatan mental
yang bermasalah cenderung memiliki masalah secara emosional
maupun perilaku dalam bentuk perilaku-perilaku distruptif,
mengganggu, dan perilaku-perilaku berbahaya lainnya, bahkan yang
lebih ekstrim adalah perilaku menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Kondisi demikian akan dapat mengganggu hubungan mereka dengan
orang lain, baik dengan teman sekelas, para staff, ataupun pengajar
menjadi kurang harmonis.
3. Secara institusional, setiap perguruan tinggi memiliki visi dan misi
yang akan dicapai. Pencapaian visi dan misi tersebut perlu didukung
oleh seluruh sivitas akademik yang salah satu diantaranya adalah
mahasiswa. Dalam konteks ini, kesehatan mental mahasiswa baik
secara langsung maupun tidak dapat memberi dampak terhadap
keberhasilan pencapaian visi dan misi perguruan tinggi (Wahyuni dan
Bariyyah, 2019: 46-47).

D. Upaya Mahasiswa Untuk Menanggulangi Permasalahan Mental


Dirinya
Kesehatan mental pada mahasiswa dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor genetika, keluarga, pertemanan,
gaya hidup,sosial, dan berbagai faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut
dapat mempengaruhi mahasiswa secara positif maupun negatif. Akan
tetapi, masih banyak mahasiswa yang tidak menyadari dampak positif dan
negatif yang ditimbulkan darifaktor-faktor tersebut sehingga mereka lupa
akan kesehatan mental mereka. Mereka lupa untuk berfokus pada
kesehatan mental mereka karena mereka hanya berfokus pada tugas,
organisasi, jadwal kuliah, serta tuntutan-tuntutan yang ia terima dari
orang-orang di sekitarnya.

11
Regulasi diri dalam belajar yang baik akan membantu mahasiswa
untuk memenuhi tuntutan-tuntutan yang dihadapinya. Regulasi diri adalah
kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol terhadap emosi dan
perilakunya di situasi apapun secara mandiri. Mahasiswa dianjurkan
untuk bisa melakukan regulasi diri karena regulasi diri berkaitan terhadap
kesehatan mental mahasiswa. Tanpa adanya regulasi diri, mahasiswa akan
kesulitan untuk mengontrol dan mengatur emosi, perilaku, dan
tingkahlakunya. Ketidakmampuan mahasiswa untuk melakukan regulasi
diri akanmengakibatkan mentalnya terganggu karena tidak bisa
mengontrol diri di situasi tertentu.
Mahasiswa sebagai pelajar diharapkan untuk dapat menerima dan
menyelesaikan tuntutan-tuntutan yang ada sehingga mahasiswa
membutuhkan yang namanya self efficacy dan coping stres. Self efficacy
adalah keyakinan individu terhadap kemampuan yang ia miliki, sedangkan
coping stres merupakan upaya seseorang yang dilakukan dengan
tujuanuntuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang dihadapinya. Self efficacy
berguna bagi mahasiswa untuk meyakini bahwa dirinya pasti bisa untuk
melakukan suatu perilaku dalam situasti tertentu.
Melalui keyakinan diri tersebut, mahasiswa akan memiliki coping
stres yang tinggi sehingga mahasiswa dapat mengatasi permasalahannya
dengan baik. Mahasiswa tentunya tidak ingin jika ia memiliki gangguan
pada mentalnya. Mereka pasti ingin untuk selalu sehat baik secara fisik
maupun mental. Bila pikiran mahasiswa difasilitasi untuk memikirkan
bahwa dirinya sakit, maka sakit tersebut bisa menjadi nyata. Oleh karena
itu, mahasiswa dianjurkan untuk selalu berpikiran positif terhadap
berbagai hal.
Akan tetapi, terkadang mahasiswa tidak dapat mengetahui apakah
hal yang telah ia jalani pada hari ini dapat berdampak pada mentalnya
untuk di kemudian hari atau tidak. Ada mahasiswa yang tahan jika dirinya
berada dalam tekanan, tetapi ada juga mahasiswa yang tidak tahan jika

12
dirinya berada di dalam tekanan, sehingga hal tersebut menimbulkan
dampak pada mentalnya.
Mahasiswa memiliki upayanya tersendiri dalam menanggulangi
masalah mentalnya. Beberapa upaya yang mahasiswa lakukan untuk
menanggulangi masalah mentalnya yaitu dengan bersikap santai terhadap
semua hal yang dijalaninya, menghibur diri sendiri, bercerita kepada orang
terdekat, dan lain sebagainya. Akan tetapi, bagi mahasiswa yang memiliki
gangguan serius pada mentalnya, ia akan lebih memilih untuk ke psikolog
atau psikiater.
Cara-cara tersebut merupakan cara positif yang dapat dilakukan
seorang mahasiswa untuk mengatasi permasalahan mental dirinya. Akan
tetapi, ada juga mahasiswa yang selalu memendam permasalahannya
sendiri. Sebenarnya cara ini tidak dibenarkan, tetapi balik lagi bahwa
setiap mahasiswa pasti memiliki upaya untuk mengatasi permasalahan
mentalnya sendiri dengan cara yang berbeda-beda (Rochimah, 2020).
Sehat secara mental dapat diupayakan. Setiap orang dapat meraih
kesehatan mental dengan gratis. Berikut beberapa hal yang bermanfaat dan
dapat membuat mental individu menjadi sehat.
1. Pertama, Mindfulluness
Mindfulness merupakan bentuk keadaan ketika pikiran
seseorang bahkan perasaan dan fisik seseorang sedang dalam keadaan
tidak mengingat masa lalu atau menyusun rencana masa depan
2. Kedua, Guided Imagery
Seseorang disarankan untuk menutup kedua mata kemudian
membayangkan segala sesuatu yang sangat membuat dirinya
merasakan kebahagiaan yang bertujuan untuk meningkatkan sisi
imajinasi dalam diri seseorang. Walaupun hal ini hanya bersifat
sementara akan tetapi mampu menjadi pertolongan pertama pada
mental seseorang yang sedang mengalami kecemasan yang berlebihan
akan sesuatu
3. Ketiga, Self-Talk

13
Berbicara dengan diri sendiri yang menggunakan kalimat baik,
sehingga emosi kita dapat dipengaruhi dengan apa yang kita pikirkan
serta mempunyai keterikan akan segala sesuatu peristiwa yang kita
tafsirkan.
4. Keempat, Ekspressive Writing
Menenangkan pikiran serta adanya perasaan yang tenang atas
apa yang menjadi pengalaman kita yang kemudian kita curahkan
dalam bentuk tulisan (Azania, 2021:39).

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala
gangguan atau penyakit mental. Kesehatan mental sulit untuk diukur, ada
banyak pendapat para ahli yang memberikan informasi mengenai apa saja
yang bisa menjadi tolak ukur kesehatan mental. Di perguruan tinggi,
kesehatan mental yang bermasalah dapat berdampak cukup kuat terhadap
kehidupan lingkungan kampus. Dalam menjalani kehidupan kampus yang
penuh dengan tuntutan seorang mahasiswa membutuhkan yang namanya
self efficacy dan coping stres untuk menanggulangi permasalahan mental
bagi dirinya.

B. Saran
Sarannya adalah untuk mahasiswa agar bisa menjaga kesehatan
mental dirinya sendiri dan mencoba melakukan hal-hal yang positif agar
kesehatan mental yang dimiliki juga akan merasakan aura positif tersebut,
dan jika ada mahasiswa yang merasa kesehatan mentalnya terganggu,
alangkah lebih baiknya konsultasikan kepada pihak yang berpengalaman,
agar kesehatan mental yang dimiliki tidak semakin terganggu. Dan untuk
dosen BK atau konselor bisa membantu dan menggunakan cara yang tepat
untuk kesehatan mental mahasiswa.

15
DAFTAR PUSTAKA

Azania, Desti. (2021). Peran Spiritual Bagi Kesehatan Mental Mahasiswa Di


Tengah Pandemi Covid-1. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung. Jurnal Humanistika: Jurnal Keislaman. Hal: 31-39.

Haq, A.L.A & Imron. (2020). Kesehatan Mental Di Mata Mahasiswa. Universitas
Muhammadiyah Magelang. Hal: 174.

Idham, Azmul Fuady, dkk. (2019). Trend of Mental Health Literacy. Universitas
Airlangga. Jurnal Magister Psikologi. Hal:13.

Mahfud, D., dkk. (2017). Pengaruh Ketaaan Beribadah Terhadap Kesehatan


Mental Mahasiswa UIN Walisongo Semarang. Jurnal Ilmu Dakwah. 35(1),
37 & 44-46.

Rochimah, F. A. (2020). Dampak Kuliah Daring Terhadap Kesehatan Mental


Mahasiswa Ditinjau Dari Aspek Psikologi. Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat.

Wahyuni, E. N & Bariyyah, K. (2019). Apakah Spiritualitas Berkontribusi


Terhadap Kesehatan Mental Mahasiswa. Jurnal EDUCATIO. 5 (1), 46-47.

16
LAMPIRAN LINK VIDEO YOUTUBE

https://youtu.be/ITWcOB-3kok

LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS

1. Dhiya Maya Saphira 1810123220017 = , Mencari materi, Mengetik


Materi, Membuat PPT, Mengedit Video, Mengupload Video Ke Youtube,
Memberi halaman pada makalah, Membuat kesimpulan.
2. Halim Firdaus 1810123210033 = Mencari Materi, Mengetik Materi.
3. Norlaili Zainatul Rahmah 1810123220003 = Membuat Bab I, Mencari
Materi, Mengetik Materi, Menggabungkan dan Mengedit Makalah,
Membuat Dafus.
4. Nur Laila 1810123220010 = Mencari Materi, Mengetik Materi, Membuat
Saran.

17

Anda mungkin juga menyukai