Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSI

“KURIKULUM YANG FLEKSIBEL, LAYANAN INDIVIDUAL, DAN


MENGAKOMODIR PERBEDAAN”
Dosen Pengampu : Dr. Utomo, M. Pd/ Mirnawati, M. Pd

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 6


Adinda Febyana Putri 1810123320031
Meiliana Afta Dhiani 1810123320001
Rida Maulida 1810123220024
Theresia Letitia Depriyanti 1810123320017
Nurul Hafizah 1810123220040

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini disusun berdasarkan
pengetahuan yang penulis dapatkan dari beberapa sumber. Makalah tentang
“Pendidikan Inklusi” ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kuliah dan harapan
kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan baik
tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait. Dengan ini penulis telah berusaha
semaksimal mungkin agar dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya,
karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kami pun ingin berterima kasih kepada Dosen Pengampu, yakni Bapak Dr. Utomo,
M.Pd dan Ibu Mirnawati, M.Pd yang sudah memberikan kesempatan kepada kami
untuk menyusun makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini berguna bagi kita semua. Dan apabila
ada kesalahan dan kata-kata yang kurang berkenan, kami selaku penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Banjarmasin, Oktober 2020

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................2

BAB II KAJIAN TEORI........................................................................................3


A. Kurikulum Yang Fleksibel............................................................................3
B. Layanan Individual........................................................................................8
C. Mengakomodir Perbedaan............................................................................9

BAB III PENUTUP................................................................................................13


A. Kesimpulan..................................................................................................13
B. Saran.............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya perbedaan dari masing masing pribadi siswa menuntut
guru untuk mengambil langkah dan cara yang terbaik agar pembelajaran
maupun perkembangan peserta didik/ konseli dapat secara optimal.
Banyak perbedaan- perbedaan peserta didik antara satu siswa dan siswa
lainya diantaranya perbedaan jenis kelamin, perbedaan intelegensi, tingkat
motivasi, latar belakang, ekonomi keluarga, dll. Perbedaan sifatnya wajar
terjadi, pada makalah ini akan membahas mengenai perbedaan intelegensi
atau membahas tentang pendidikan inklusi, yaitu mengenai kurikulum
yang digunakan, layanan individu, dan cara mengakomodir perbedaan.
Kurikulum yang harus digunakan di sekolah yang menerapkan atau
menyelenggarakan pendidikan iklusi harus bersifat fleksibel, artinya
kurikulum harus disesuaikan dengan kemampuan atau kebutuhan peserta
didik. Implementasi kurikulum fleksibel untuk pada sekolah
penyelenggara pendidikan inklusi harus dikaji lebih dalam, karena
kurikulum yang fleksibel akan menjadi salah satu kunci keberhasilan
sistem pembelajaran di sekolah inklusi.
Layanan individual adalah layanan bimbingan dan konseling yang
diberikan kepada peserta didik guna mengentaskan masalah pribadi,
layanan individual ini dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling atau
konselor terhadap seorang siswa/ konseli yang memiliki masalah pribadi
agar peserta didik/ konseli bisa mencapai perkembangan secara optimal.
Sama hal nya dengan kurikulum dan layanan, mengakomodir
perbedaan tercipta karena peserta didik yang memiliki perbedaan sehingga
guru di tuntut untuk mengambil langkah dan cara yang terbaik untuk
membantu peserta didik/ konseli agar bisa menerima pembelajaran dengan
baik. Jadi, mengakomodir perbedaan adalah cara agar seorang konseli
dalam mengatasi perbedaan peserta didik/konseli.

1
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana kurikulum yang fleksibel?
b. Apa saja layanan individual ?
c. Bagaimana mengakomodir perbedaan?

C. Tujuan Penulisan
a. Menjelaskan bagaimana kurikulum yang fleksibel
b. Menjelaskan apa saja layanan individual
c. Menjelaskan bagaimana mengakomodir perbedaan dalam pendidikan
inklusif

D. Manfaat Penulisan
a. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
elemen-elemen pendidikan inklusif diantaranya kurikulum yang
fleksibel, layanan langsung antar dan mengakomodir perbedaan.
b. Pemakalah dapat lebih mandiri dalam mencari, mengumpulkan, dan
menyusun informasi.
c. Sebagai sarana informasi dan referensi dalam meningkatkan
pemahaman tentang elemen-elemen pendidikan inklusif diantaranya
kurikulum yang fleksibel, layanan langsung antar dan mengakomodir
perbedaan

2
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kurikulum Yang Fleksibel

Kurikulum merupakan alat yang digunakan untuk menggapai


tujuan pendidikan dan sebagai acuan di dalam pelaksanaan pendidikan.
Kurikulum menunjukkan filsafah atau pandangan hidup suatu bangsa.
Kurikulum merupakan jantung dari pendidikan, kesuksesan pendidikan
banyak terletak pada keberhasilan kurikulum, mulai dari perencanaan
hingga pelaksanaan dan penilaiannya.
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu Curriculae, artinya
jarak yang harus ditempuh seorang pelari. Pada masa itu, pengertian
kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus di tempuh oleh
peserta didik yang bertujuan untuk mendapatkan ijazah. Dengan istilah
lainnya, kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat vital untuk
mencapai titik akhir dari suatu perjalanan serta ditandai oleh perolehan
suatu ijazah tertentu.
Di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat
19 (UU RI No. 2 Tahun 1898 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 9) dikatakan
bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman. Kurikulum merupakan program pendidikan yang disediakan
oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. berdasarkan program
pendidikan tersebut peserta didik melakukan berbagai kegiatan belajar
sehingga mendorong pertumbuhan dan perkembangannya sesuai dengan
tujuan pendidikan yang telah di tetapkan.
Dalam kurikulum, tidak saja dijelaskan serangkaian ilmu
pengetahuan yang harus disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik,
namun segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dikira perlu
karena mempunyai pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan program

3
pendidikan yang disediakan oleh lemabaga pendidikan untuk peserta
didiknya, yang mencakup metode, belajar mengajar, evaluasi pendidikan,
program pendidikan, perubahan pengajar, bimbingan dan konseling,
supervise, administrasi, serta hal-hal structural lainnya.
Pendidikan inklusif merupakan idiologi atau cita-cita yang ingin
kita raih, sebagai konsekuensi dari pandangan bahwa pendidikan inklusif
itu sebagai idiologi dan cita-cita, dan bukan sebagai model, maka akan
terjadi keragaman dalam implementasinya, antara Negara yang satu
dengan yang lainnya, antara daerah yang satu dengan lainnya atau bahkan
antara sekolah yang sattu dengan sekolah lain nya.
Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang mensyaratkan
anak berkebutuhan khusu belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa
bersama teman-teman seusianya. Pendidikan inklusif merupakan
pendekatan yang memperhatikan bagaimana mentranformasikan system
pendidikan sehingga mampu merespon keragaman siswa. Pendidikan
inklusif bertujuan dapat memungkinkan guru dan siswa untuk merasa
nyaman dengan keragaman dan melihatnya sebagai suatu tantangan dan
pengayaan dalam lingkungan belajar, dari suatu problem. Definisi
Pendidikan Inklusif yang dirumuskan dalam Seminar Agra disetujui oleh
55 peserta dari 23 negara (terutama dari Selatan) pada tahun 1998. Definisi
ini kemudian di adopsi dalam South African White Paper On Inclusive
Education dengan hampir tidak mengalami perubahan. Definisi Seminar
Agra dan Kebijakan Afrika Selatan Pendidikan Inklusif :

1) Lebih luas daripada pendidikan formal, mencakup pendidikan di


rumah, masyarakat, system nonformal, dan informal
2) Mengakui bahwa semua anak dapat belajar
3) Memungkinkan struktur system dan metodologi pendidikan
memenuhi kebutuhan semua anak
4) Mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak, usia,
jender, etnik, bahasa, kecacatan, status HIV/AIDS

4
5) Merupakan proses yang dinamis senantiasa berkembang sesuai
dengan budaya dan konteksnya
6) Merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan
masyarakat yag inklusif

Satuan pendidikan penyelenggaraan pendidikan inklusif menggunakan


kurikulum yang berlaku di sekolah regular penyelenggaraan pendidikan
inklusif. Kurikulum bersifat fleksibel yang dapat mengakomodasi
kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan
potensinya. Kurikulum yang tidak fleksibel merupakan hambatan utama
dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Kurikulum yang tepat adalah
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak dalam
belajar. Pengembangan kurikulum dengan mengadaptasi atau
memodifikasi kurikulum, serta mengembangkan rencana pembelajaran
individual. Kurikulum yang dikembangkan pada sekolah penyelenggaraan
pendidikan inklusif adalah kurikulum Nasional sesuai dengan jenjang
sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif. Kurikulum dikembangkan
sesuai kondisi dan kebutuhan siswa. Pengembangan dilakukan dengan
cara mengadaptasi dan memodifikasi, adaptasi kurikulum adalah
pengadaan atau penyesuaian bahan dan teknik (proses) pembelajaran yang
dapat membantu anak untuk mengikuti pembelajaran yang sama dengan
teman-temannya. Modifikasi kurikulum mengacu pada perubahan
kurikulum untuk kepentingan anak secara individual dengan mengurangi
kesulitan dan kuantitas tugas belajar anak.
Kurikulum modifikasi maupun adaptasi adalah kurikulum standar
nasiola yang dimodifikasi sesuai dengan bakat, minat, dan potensi peserta
didik yang memiliki kebutuhan khusus. Pemodifikasian kurikulum
dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan penyelenggaraan
pendidikan inklusif. Sasaran pengembangan kurikulum akomodatif
pendidikan inklusif difokuskan pada aspek Standar Kompetensi (SK),
Kompetensi Dasar (KD), indikato materi, proses maupun evaluasinya.

5
Pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah regular tidak harus membuat
kurikulum tersendiri. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum yang
berlaku di sekolah tersebut, namun kurikulum yang dipakai harus
berpeluang untuk dimodifikasi, manakala ada iswa yang mengalami
hambatan untuk diterapkannya kurikulum yang ada atau satu siswa yang
justru bias melampaui kurikulum yang ada. Kurikulum yang demikian
disebut yaitu kurikulum yang fleksibel. Kurikulum yang fleksibel adalah
suatu kurikulum yang dapat dengan cepat menyesuaikan dalam berbagai
keadaan dan bersifat tanggap terhadap sesuatu yang sedang dan akan
terjadi dan kurikulum yang fleksibel itu adalah kurikulum yang sewaktu-
waktu harus di modifikasi dan siap untuk di ubah sesuai dengan kondisi
yang terjadi.
Kurikulum fleksibel akan membuat ruang gerak yang lebih mudah
dalam pelaksanaan di lapangan. Kurikulum yang fleksibel membuat
kurikulum tersebut mudah untuk mengalami penyesuaian dengan situasi
yang sedang berkembang dan kondisi ketika kurikulum tersebut
dilaksanakan. Kurikulum yang fleksibel tersebut untuk guru akan
membuat guru lebih mudah dan fleksibel dalam mengembangkan serta
menginovasi program pembelajaran, sumber belajar, media pembelajaran,
serta strategi pembelajaran yang digunakan untuk membekali peserta didik
sesuai dengan kondisi saat ini dan masa datang serta relevan dengan
kurikulum yang digurnakan. Kurikulum fleksibel untuk siswa akan
memberikan kebebasan pada siswa dalam menyesuaikan cara belajar
sesuai dengan tipe belajar dan kemampuan belajar masing-masing siswa.

Pelaksanaan kurikulum fleksibel dan proses pembelajaran,


hendaknya memperhatikan hal sebagai berikut :

1) Perencanaan pembelajaran hendaknya dibuat berdasar hasil asesmen


dan dibuat bersama antara guru kelas dan guru khusus dalam bentuk
program pembelajaran individual (IEP)

6
2) Pelaksanaan pembelajaran lebih mengutamakan metode pembelajaran
kooperatif dan partisipatif, memberi kesempatan yang sama dengan
siswa lain, menjadi tanggung jawab bersama dan dilaksanakan secara
kolaborasi antara guru khusus dan guru kelas, serta dengan
menggunakan media, sumber daya lingkungan yang beragam sesuai
kebutuhan anak.

Penilaian kurikulum fleksibel, setiap kegiatan belajar mengajar harus


memiliki tujuan yang perlu dinilai dengan berbagai cara, penilaian harus
menjabarkan hasil belajar, yaitu memberikan gambaran mengenai
keberhasilan siswa dalam mengembangkan serangkaian keterampilan
(psikomotor), pengetahuan (kognitif), dan perilaku (afektif) selama
pembelajaran, topic atau kurikulum yang fleksibel. Penilaian kurikulum
fleksibel ini dapat langsung dilihat dari proses belajar mengajar yang di
lakukan dan juga dapat dilihat dari hasil dari proses belajar dan
pembelajaran yang dilakukan, dalam setting pendidikan inklusif penilaian
hasil belajar siswa sistematis dan berkelanjutan bertujuan untuk menilai
hasil belajar siswa di sekolah, mempertanggung jawabkan
penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat, dan mengetahui mutu
pendidikan pada sekolah. Penilaian atau (Assesment) dapat dilakukan
sebelum pembelajaran dimulai untuk mendapatkan data tentang baseline
setiap anak sebelum pembelajaran dilakukan oleh guru. Pada saat
pembelajaran berlangsung untuk melihat apakah anak mengalami
hambatan, melihat respon anak terhadap proses dan atmosfir kelas (LIRP).
Pada akhir pembelajaran untuk melihat perkembangan yang terjadi.
Adapun fungsi penilaian (Assesment) meliputi Screening & Identification
(penyaringan dan penjaringan). Child’s Educational Needs Exploration
(eksplorasi kebutuhan belajar anak) dan Intructional Planning
(perencanaan pembelajara) serta Evaluation (penilaian hasil).
Pengukuran berbasis kurikulum atau Curriculum-Based
Measurement (CBM) adalah jenis tertentu dari penilaian berbasis

7
kurikulum. CBM ditandai oleh basis penelitian yang membangun
kecukupan teknis, serta tugas-tugas pengukuran standard an mencetak
prosedur yang berdasarkan kefasihan.

B. Layanan Individual
Kamus Besar Indonesia mengartikan layanan sebagai perihal atau
cara melayani. Alwi Hasan (2005:646) mendefinisikan layanan sebagai
usaha yang diberikan seseorang kepada orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Layanan anak kebutuhan khusus merupakan layanan yang
diberikan oleh seseorang (guru/konselor) kepada orang lain/anak
berkebutuhan khsus untuk memennuhi kebutuhannya.
Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khsus sebagaimana
yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa “Warga Negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan layanan khusus”. Oleh karena itu, mereka
yang termasuk anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan
yang sesuai dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang
dialaminya atau sesuai dengan jenis kebutuhan yang dimiliki anak yang
bersangkutan.
Menurut Bratanata (1975:87) layanan ialah “Pemberian bantuan
atau bimbingan kepada seseorang sesuai dengan kemampuannya agar
mereka dapat belajar dengan baik”. Sekolah tidak hanya memberikan
layanan kepada anak normal pada umumnya melainkan juga kepada anak
berkebutuhan khusus. Sekolah harus memberikan layanan sesuai dengan
kebutuhan siswa sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan serta
potensi yang dimiliki siswa yang bersangkutan. Sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan khusus harus mampu memberikan layanan,
khususnya layanan yang berkaitan dengan layanan akademik serta layanan
non-akademik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.

8
Teori tentang layanan individual dalam setting pendidikan inklusif,
dimaksudkan jika ada siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran
secara klasikal. Siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran secara
klasikal tersebut maka dilayani kebutuhan pendidikannya dengan layanan
individual (layanan pendidikan yang berbeda dengan anak-anak pada
umumnya). Anak-anak yang paling banyak mendapatkan layanan
individual yaitu anak-anak yang termasuk kategori ABK.
Sebenarnya layanan individual tidak hanya diberlakukan bagi anak
kebutuhan khusus (ABK permanen) saja, namun bisa jadi bagi anak yang
sebenarnya tidak berkebutuhan khusus permanen (ABK temporer). ABK
temporer adalah anak yang mengalami hambatan belajar namun sifatnya
sementara dan jika ditangani dengan benar maka anak akan bisa mengikuti
pembelajaran layaknya anak-anak pada umumnya (anak reguler). Jika
anak sudah kembali seperti layaknya anak-anak pada umumnya maka anak
tersebut disebut ABK lagi.

C. Mengakomodasi Perbedaan
Mengakomodasi perbedaan berasal dari dua kata yaitu
mengakomodasi dan perbedaan. Mengkomodasi dalam kamus besar
bahasa Indonesia artinya menyediakan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan, sedangkan perbedaan artinya perihal yang membuat berbeda
atau sesuatu yang menjadikan berlainan (tidak sama) antara yang satu
dengan yang lain atau bisa disebut ketidaksamaan. Pada hakikatnya setiap
individu itu berbeda-beda, bahkan seseorang yang mirip atau kembar pun
pasti memiliki perbedaan.
Secara garis besar perbedaan dibagi menjadi dua, yaitu perbedaan
yang “wajar" dan perbedaan yang "ekstrim". Perbedaan yang wajar
maksudnya perbedaan yang biasa dan sebagian besar menjadi ciri
pembeda untuk mengenal seseorang. Beberapa contoh yang termasuk
kategori perbedaan yang wajar antara lain : warna kulit, tinggi badan,
bentuk wajah, latar belakang ekonomi, agama, dan lain-lain. Perbedaan

9
yang ekstrim dimaknai sebagai sebuah perbedaan yang mencolok.
Seseorang yang termasuk kategori perbedaan yang ekstrim bisa jadi hanya
orang tersebut yang mengalami/memiliki. Contohnya ada satu anak yang
hanya mempunyai kaki satu, sedangkan anak-anak lainnya kakinya
lengkap. Contoh lainnya ada anak yang mempunyai IQ di bawah 70
(tunagrahita), sedangkan anak-anak lainnya ber-IQ rata-rata (90-110).
Perbedaan yang ekstrim paling banyak berasal dari mereka yang termasuk
anak berkebutuhan khusus (Haifa, 2018: 13).
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah mereka yang
mempunyai kebutuhan, baik permanen maupun sementara, yang
disebabkan oleh kondisi sosial-emosi, dan/atau, kondisi ekonomi dan/atau,
kondisi politik dan/atau, kelainan bawaan maupun yang didapat kemudian.
Dengan kata lain, kita tidak hanya membicarakan kelompok
minoritas yang disebabkan oleh kelainan/kecacatan saja, tetapi mencakup
sejumlah besar anak yang sekolah. Oleh karenanya, sekolah hendaknya
mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual,
sosial, emosi, bahasa, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Sekolah harus
mencari cara agar berhasil mendidik semua anak, termasuk mereka yang
berkebutuhan pendidikan khusus. Mengubah sekolah atau kelas tradisional
menjadi inklusif, ramah terhadap pembelajaran merupakan suatu proses
dan bukan suatu kejadian tiba-tiba. Proses ini tidak akan terjadi dalam
sehari, karena memerlukan waktu dan kerja kelompok (Hidayat).
Pendidikan inklusif bersifat terbuka bagi semuanya (Education for
all) terhadap perbedaan karakter peserta didik dan berupaya
mengakomodasi setiap perbedaan tersebut dengan cara-cara yang tidak
merugikan peserta didik lain. Bahkan, dalam pendidikan inklusif
diharapkan perbedaan karakteristik peserta didik menjadi pembelajaran
tersendiri dan bernilai bagi setiap peserta didik. Usaha saling memahami
perbedaan antar peserta didik dan upaya untuk memperlakukan perbedaan
antar peserta didik secara semestinya memberi nilai plus bagi pendidikan
inklusif. Pendidikan inklusif berkenaan dengan aktivitas memberikan

10
respon yang sesuai kepada spektrum yang luas dari kebutuhan belajar baik
dalam setting pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan inklusif
merupakan pendekatan yang memperhatikan bagaimana
mentransformasikan sistem pendidikan sehingga mampu merespon
keragaman siswa. Pendidikan inklusif bertujuan dapat memungkinkan
guru dan siswa untuk merasa nyaman dengan keragaman dan melihatnya
sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar, dan
pada suatu problem (Sukinah, 2010: 73-74).
Untuk itu Sapon Shevin (1994/1995) dalam Sukinah (2010: 77)
mengemukakan profil pembelajaran di sekolah inklusif salah satunya yaitu
Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas,
yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.
Guru mempunyai tanggung jawab menciptakan suasana kelas yang
menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana sosial
kelas yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi
fisik, sosial ekonomi, agama, dan sebagainya. Dengan demikian
pengelolaan kelas dalam pembelajaran kelas yang memang heterogen dan
penuh dengan perbedaan-perbedaan individual memerlukan perubahan
kurikulum secara mendasar. Guru di kelas inklusi secara konsisten akan
bergeser dari pembelajaran yang kaku, berdasarkan buku teks, atau materi
biasa ke pembelajaran yang banyak melibatkan belajar kooperatif, tematik,
dan berfikir kritis, pemecahan masalah, dan asesmen secara autentik.

Sekolah yang baik adalah sekolah yang siswa-siswanya heterogen,


bukan homogen. Beberapa sekolah yang berusaha untuk
menghomogenkan siswanya tetap saja tidak bisa seratus persen homogeny.
Contohnya sekolah hanya menerima anak-anak yang mempunyai rangking
10 besar, ada juga sekolah yang hanya menerima anak-anak yang gifted.
Kedua contoh fenomena tersebut bisa jadi homogeny dalam IQ, namun
tetap saja masih terdapat keunikan pada masing-masing individu. Artinya
manusia ternyata tidak bisa dihomogenkan. Kehidupan yang normal

11
adalah kehidupan yang heterogen. Kondisi sekolah (lebih spesifik kondisi
kelas) yang heterogen, sangat memungkinkan berbagai strategi/metode
pembelajaran yang mengarah kepada pendewasaan sosial bagi peserta
didik akan bisa diterapkan. Salah satu contohnya yaitu metode belajar
dengan teman sebaya/tutor teman sebaya. Jika seluruh siswanya
mempunyai kemampuan yang tinggi, sangat sulit untuk menerapkan
metode belajar teman sebaya, sebab mereka tidak perlu kawan lain
mengajarinya. Sebaliknya jika seluruh siswa satu kelas kemampuannya
rendah, maka tidak ada yang mampu untuk mengajarinya. Fenomena
tersebut sering terjadi di sekolah umum ( Haifa, 2018: 14).

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan makalh diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum
yang fleksibel tersebut untuk guru akan membuat guru lebih mudah dan
fleksibel dalam mengembangkan serta menginovasi program
pembelajaran, sumber belajar, media pembelajaran, serta strategi
pembelajaran yang digunakan untuk membekali peserta didik sesuai
dengan kondisi saat ini dan masa datang serta relevan dengan kurikulum
yang digurnakan. Teori tentang layanan individual dalam setting
pendidikan inklusif, dimaksudkan jika ada siswa yang tidak bisa mengikuti
pembelajaran secara klasikal. Siswa yang tidak bisa mengikuti
pembelajaran secara klasikal tersebut maka dilayani kebutuhan
pendidikannya dengan layanan individual (layanan pendidikan yang
berbeda dengan anak-anak pada umumnya). Anak-anak yang paling
banyak mendapatkan layanan individual yaitu anak-anak yang termasuk
kategori ABK. Mengakomodasi perbedaan berasal dari dua kata yaitu
mengakomodasi dan perbedaan. Mengkomodasi dalam kamus besar
bahasa Indonesia artinya menyediakan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan, sedangkan perbedaan artinya perihal yang membuat berbeda
atau sesuatu yang menjadikan berlainan (tidak sama) antara yang satu
dengan yang lain atau bisa disebut ketidaksamaan. Pada hakikatnya setiap
individu itu berbeda-beda, bahkan seseorang yang mirip atau kembar pun
pasti memiliki perbedaan
B. Saran
Kelompok menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna baik dari segi materi yang kami
dapatkan ataupun penulisan, untuk memperbaiki makalah tersebut
kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA
Lismina. 2018. Pengembangan Kurikulum Di Sekolah Dan Pergutuan Tinggi.
Jawa Timur: Uwais Inspirasi Indonesia
https://books.google.co.id/books?
id=rL6tDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=kurikulum&hl=id&sa=X&v
ed=2ahUKEwjtxOjLm7TsAhUf_XMBHfgPBegQ6AEwAHoECAAQAg#v
=onepage&q=kurikulum&f=fals Diakses pada hari Rabu, 14 oktober 2020
pukul 21:44

Chamisijatin, Lise dan Fendy Hardian Permana. 2019. Telaah Kurikulum.


Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
https://books.google.co.id/books?
id=cJzzDwAAQBAJ&pg=PA41&dq=kurikulum+yang+fleksibel&hl=id&sa
=X&ved=2ahUKEwih8JTmmrTsAhWRWX0KHUEnDnsQ6AEwAHoECA
QQAg#v=onepage&q=kurikulum%20yang%20fleksibel&f=false Diakses
pada hari Rabu, 14 oktober 2020 pukul 21:47

Haifa, Munifah. 2018. Elemen-Elemen Pendidikan Inklusif.


https://id.scribd.com/document/392397840/Munifah-Haifa-1610118220016-
Elemen-Elemen-Pendidikan-Inklusif diakses pada Rabu, 14 Oktober 2020
pukul 16.59

Hidayat.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1957071119
85031-HIDAYAT/IMPLEMENTASI_PEND.INKLUSIF.pdf diakses pada
Rabu, 14 Oktober 2020 pukul 17.15

Sukinah, S. (2010). Implementasi Pendidikan Inklusif Membangun Peserta Didik


Berkarakter. Dinamika Pendidikan, 17(1).

Anda mungkin juga menyukai