Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, yang
menciptakan seluruh alam semesta, karena rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga
makalah tugas CBR mata kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks ini dapat diselesaikan
dengan tepat waktu.
Dalam kesempatan ini kami sebagai penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs.Basyaruddin, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Telaah Kurikulum
dan Buku Teks yang telah membimbing kami dalam menyelesai kan CBRt ini.
2. Kedua orang tua kami yang telah membantu ataupun mendukung kegiatan
perkuliahan kami baik materi maupun non materi
3. Teman-teman yang memberikan dukungan dan sarannya dalam pengerjaan CBR ini
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan CBR ini tidak terlepas dari kesalahan dan
sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan dan perbaikan untuk pembuatan CBR berikutnya.
Saya berharap semoga CBR ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2020

Suri Andary

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENGANTAR..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................................................1
C. Manfaat......................................................................................................................................1
D. Identitas Buku............................................................................................................................1
BAB II RINGKASAN BUKU.............................................................................................................3
A. Buku Utama...............................................................................................................................3
B. Buku Pembanding....................................................................................................................15
BAB III PENILAIAN........................................................................................................................22
A. Kelebihan.................................................................................................................................22
B. Kelemahan...............................................................................................................................22
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................23
A. Simpulan..................................................................................................................................23
B. Rekomendasi...........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................24

ii
BAB I
PENGANTAR

A. Latar Belakang
Critical book adalah suatu proses menganalisa buku sehingga pembaca menjadi lebih
kritis untuk memahami isi buku tersebut.Dalam menulis critical book review anda harus
membaca secara seksama dan juga membaca tulisan lain yang serupa agar Anda bisa
memberikan tinjauan dan evaluasi yang lebih komprehensif, obyektif dan factual. Kurikulum
merupakan rencana tertulis yang berisi tentang dan gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh
pengembang kurikulum. Rencana tertulis itu kemudian manjadi dokumen kurikulum yang
membentuk suatu sistem kurikulum vang terdiri dari komponen-komponen yang saling
berkaitan dan saling memengaruhi satu sama lain, seperti misalnya komponen tujuan yang
menjadi arah pendidikan, komponen pengalaman belajar, komponen strategi pencapaian
tujuan, dan komponen evaluasi. Komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum
selanjutnya melahirkan sistem pengajaran, dan sistem pengajaran itulah yang menjadi
pedoman guru dalam pengelolaan proses belajar mengajar di dalam kelas.

B. Tujuan
Tujuannya adalah untuk memberitahu para pembaca kelebihan dan kelemahan pada
buku karya Prof. Mohammad Ansyar, Ph.D. yang berjudul Kurikulum Hakikat, Fondasi,
Desain, dan Pengembangan dan buku karya Prof. Dr. H, Wina Sanjaya, M.Pd.yang berjudul
Kurikulum dan Pembelajaran.

C. Manfaat
Manfaatnya adalah Pembaca akan tahu kelemahan dan kelebihan pada buku karya
Prof. Mohammad Ansyar, Ph.D. yang berjudul Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain, dan
Pengembangan dan buku karya Prof. Dr. H, Wina Sanjaya, M.Pd.yang berjudul Kurikulum
dan Pembelajaran.

D. Identitas Buku
Buku Utama
1. Judul : Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain, dan Pengembangan
2. Nama penulis : Prof. Mohammad Ansyar, Ph.D.
3. Penerbit : Kencana
4. Tempat terbit : Jakarta
5. Jumlah Bab : XIII Bab
6. Jumlah halaman : 536 halaman
7. ISBN : 978-602-0895-14-7
8. Tahun terbit : 2017
Buku Pembanding

1
1. Judul : Kurikulum dan Pembelajaran

2
2. Nama penulis : Prof. Dr. H, Wina Sanjaya, M.Pd.
3. Penerbit : Prenada Media Group
4. Tempat terbi t : Jakarta
5. Jumlah Bab : XV Bab
6. Jumlah halaman : 378 halaman
7. ISBN : 978-979-11468-19-4
8. Tahun terbit : 2015

3
BAB II
RINGKASAN BUKU

A. Buku Utama
Bab I Pendahuluan
Bab ini membicarakan kaitan antara pendidikan, masyarakat, sekolah, dan kurikulum. Pada
mulanya, sekolah didirikan untuk mewariskan muatan budaya masyarakat kepada generasi
muda agar mereka menguasai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang membantu
mereka dapat hidup dengan baik dalam masyarakatnya. Artinya, dengan menguasai dan
mengikuti nilai-nilai budaya masyarakatnya, generasi muda suatu masyarakat dapat hidup
dengan berhasil seperti yang telah dialami sendiri oleh generasi tua. Dalam konteks ini,
fungsi pendidikan ialah untuk mentransfer kebudayaan apa adanya kepada generasi muda.
Selagi muatan budaya itu masih terbatas, mungkin fungsi ini, seperti pada masyarakat
yang sederhana, masih dapat dilakukan orang tua kepada anaknya melalui sistem tutorial.
Tetapi setelah muatan budaya berkembang terus menuruti perkembangan tidak mungkin lagi
dilakukan sehingga sekolah atau lembaga pendidik zaman, sistem tutorial tidak mungkin lagi
dilakukan sehingga sekolah atau lembaga pendidikan lain perlu didirikan, bukan hanya
sebagai pemelihara kebudayaan, tetapi yang lebih penting ialah sebagai pengembang
kebudayaan bagi kehidupan kemasyarakatan yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya.
Dengan demikian, terjadi perubahan fungsi pendidikan yang semula hanya sebagai
pemelihara status quo kebudayaan menjadi agent of change agar generasi berikut suatu
masyarakat dapat hidup lebih baik dari sebelumnya.
Agar pendidikan dapat mendidik generasi muda menjadi orang yang diinginkan (what men
can become) diperlukan program pendidikan atau kurikulum sebagai vehicle for change
sehingga responsif terhadap tuntutan perkembangan kehidupan di zaman global dan digital
dengan memperhatikan potensi setiap anak. Sasarannya ialah yang disusun dapat membantu
perkembangan individual anak sehingga mereka mampu fungsional dalam kehidupan. Agar
sasaran pendidikan itu tercapai, pengembang kurikulum dan pendidik perlu menguasai
berbagai teori dan prinsip penyusunan dan pengembangan kurikulum dan implementasinya
dalam pembelajaran serta evaluasi keberhasilannya di sekolah yang hasilnya sebagai umpan
balik bagi pengembangan kurikulum dan pembelajaran secara berkelanjutan.

Bab II Konsepsi dan Definisi Kurikulum

4
Dari berbagai konsep dan definisi kurikulum yang telah dikemukan pada bab ini dapat
disimpulkan sebagai berikut. Pertama, kurikulum dapat dilihat secara sempit, yaitu sebagai
mata pelajaran atau materi ajarnya (contents), atau dari segi yang luas yaitu sebagai
pengalaman belajar (learning experiences) peserta didik yang direncanakan baik yang mereka
peroleh di sekolah ataupun di luar sekolah. Sekolah yang menganggap kurikulum sebagai
seperangkat mata pelajaran beserta materinya menghadapi tugas yang lebih ringan jika
dibandingkan dengan sekolah yang memandang kurikulum sebagai pengalaman peserta didik.
Hal ini didasarkan pada pengertian bahwa untuk membekali para siswa dengan pengalaman,
sekolah perlu berupaya keras agar proses pembelajaran di kelas tidak hanya sekadar
mentransfer mata pelajaran dan materinya saja, tetapi harus merancang dan melaksanakan
pembelajaran yang dapat membantu siswa mentransformasi konten kurikulum atau materi
ajar menjadi pengalaman yang bemakna bagi semua siswa.
Implikasi ialah bahwa kurikulum bukan hanya suatu dokumen perencanaan
pembelajaran tetapi juga termasuk implementasi perencanaan tersebut dalam proses
pembelajaran di kelas yang menghasilkan pengalaman bagi siswa. Artinya, kurikulum dan
pembelajaran merupakan dua sisi mata uang yang sama. Implikasi logis dari ide ini ialah jika
kita mengevaluasi kurikulum kita tidak cukup mengevaluasi rancangan tertulis kurikulum
saja tanpa mengevaluasi hasil belajar (produk) rancangan kurikulum itu dalam kelas (proses).
Kedua, kurikulum dapat berorientasi program (programatic) atau berorientasi produk
(product-oriented). Misalnya yang termasuk berorientasi programatik ialah definisi
kurikulum sebagai seperangkat program atau rencana tertulis tentang penyampaian mata
pelajaran dan konten atau materi ajarnya kepada siswa. Adapun definisi yang berorientasi
hasil atau produk berupa pengalaman belajar atau kompetensi vang dapat dikategorikan
sebagai berorientasi produk. Artinya, dengan mengajarkan seperangkat mata pelajaran dan
kegiatan pembelajaran, siswa akan memiliki pengalaman belajar yang secara akumulatif
berkembang menjadi pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi sesuai tujuan pendidikan.
Dengan perkataan lain, kurikulum terkait dengan hasil yang diharapkan, bukan dengan
apa yang terjadi dalam proses pembelajaran. Definisi yang disebut terakhir dapat
dikategorikan sebagai definisi yang berorientasi proses. Kesimpulan ialah karena aktualisasi
rancangan kurikulum berada di dalam kelas, maka perlu dilakukan classroom change yaitu
perubahan orientasi kelas dari yang biasanya fokus pada pengajaran (teaching), perlu
direorientasi menjadi pembelajaran (learning). Orientasi kurikulum yang fokus pada
pembelajaran daripada pengajaran lebih terarah pada pemenuhan kebutuhan individu dan
kelompok masyarakat sebagai stakeholders pendidikan.

5
Dalam bab ini dikemukakan pula empat dasar utama kurikulusebagai fondasi tempat
bangunan kurikulum didirikan. Fondasi tersebut membentuk pendekatan seseorang sebagai
pengetahuan yang mengarahkan pola pikirnya dalam penyusunan, pengembangan, dan
penyempurnaaan kurikulum dan pembelajaran. Pada akhir bab ini, dikemukakan suatu
definisi kurikulum oleh Parkay et al. sebagai definisi yang bukan berorientasi masa kini saja,
tetapi juga masa depan yang cepat berubah, serta disusun berdasarkan kebutuhan siswa,
kecenderungan masa depan yang berubah cepat, teori dan temuan penelitian ilmiah dan
pengalaman praktisi profesional pendidikan.

Bab III Landasan Filosofis


Filsafat, salah satu fondasi kurikulum, memandu pendidik merancang, melaksanakan,
dan mengembangkan kurikulum sekolah. Kurikulum yang tanpa didasarkan pada suatu
filsafat cenderung mudah dipengaruhi stakeholders pendidikan menuruti kepentingan pribadi
atau kelompok masing-masing. Bab ini membicarakan empat filsafat pendidikan
perenialisme, esensialisme, progresivisme dan rekonstruksionisme. Dua filsafat terdahulu
adalah filsafat tertua dan tradisional, Yang pertama berakar pada realisme yang termasuk
filsafat bumi, vang kedua berakar dari filsafat idealisme tergolong filsafat the other-worldy
philosphy dan realisme. Kedua filsafat progresivisme dan rekonstruksionisme, berakar pada
pragmatisme (man-centered philosophy) dan tergolong filsafat pendidikan kontemporer.
Hampir tidak ada sekolah yang menganut satu filsafat saja. Sebagian besar sekolah mengikuti
gabungan empat aliran filsafat tersebut sebagai dasar kurikulum. Filsafat pendidikan mana
yang dianut suatu sekolah tergantung pada kondisi dan situasi sekolah bersangkutan, terkait
tingkat kematangan siswa dan hakikat mata pelajaran tertentu atau latar belakang pendidikan
pendidik dan pengelola sekolah. Yang penting adalah pemakaian satu atau lebih filsafat harus
sesuai kebutuhan dan aspirasi sebagian besar stakeholders pendidikan di suatu masyarakat,
terutama sesuai ide pemangku utama sekolah yaitu siswa, orang tua atau masyarakat dan
pemerintah.

Bab IV Landasan Historis


Pendidikan telah berlangsung semenjak manusia ada. Sejak masa prasejarah, orang
dewasa mendidik anak dengan tujuan yang relatif sama dengan orang dewasa kini, yaitu
untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda agar mereka fungsional di masyarakat.
Pewarisan kebudayaan kepada generasi berikut, bukan hanya dapat memelihara kebudayaan
masyarakat, tetapi juga dapat mengembangkan

6
kebudayaan itu sendiri oleh generasi berikut sesuai tuntutan perkembangan zaman.
Kebudayaan bermula dari upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
menghasilkan keterampilan hidup (life skills) yang dalam perkembangannya menghadapi
berbagai tantangan yang berat, baik dari keterbatasan kemampuan manusia itu sendiri untuk
mengatasinya, maupun dari hakikat tantangan alam dan lingkungan yang tidak mudah dapat
ditaklukkan orang tua di zaman dahulu. Usaha pemenuhan kebutuhan hidup itu menghasilkan
tradisi, adat istiadat, pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang lama-kelamaan menjadi
nilai-nilai luhur budaya masyarakat bersangkutan. Para leluhur merasakan sendiri bahwa
nilai-nilai kebudayaan yang mereka bentuk itu telah berkontribusi pada kenyamanan
kehidupan mereka, baik bagi kehidupan diri dan keluarga mereka masing-masing, maupun
bagi kehidupan antarwarga masyarakat.
Muatan kebudayaan yang terbentuk itu, terutama pengetahuan, keterampilan dan nilai-
nilai atau sikap, dikemas ke dalam beberapa mata pelajaran sebagai menu pokok kurikulum
pendidikan. Pada abad ke-19, kurikulum fokus pada pengajaran mata pelajaran itu kepada
anak-anak. Dalam konteks ini, anak cenderung menjadi objek pengajaran mata pelajaran
sehingga anak-anak berperan sebagai objek pengajaran oleh guru daripada sebagai subjek
pembelajaran bagi anak-anak itu. Aliran yang menyokong orientasi kurikulum terpusat pada
mata pelajaran biasa dikenal sebagai aliran kurikulum tradisional.
Menjelang abad ke-20, perkembangan ekonomi, sosial masyaral demokrasi, industri
dan perdagangan serta nasionalisme berpengarut pada kurikulum. Kurikulum yang
sebelumnya didominasi mata pelajaran bermuatan tradisi, agama, dan bahasa klasik, mulai
memicu perubahan kurikulum. Akibatnya, pendidikan tidak semata fokus pada pengajaran
mata pelajaran klasik atau tradisional saja, tetapi juga untik memenuhi kebutuhan ekonomi,
industri, politik, perdagangan dan per- kembangan sosial ekonomi dan kemasyarakatan. Di
samping itu, kemajuan riset psikologi tentang bagaimana anak belajar memengaruhi dunia
pendidikan sehingga anak dijadikan sebagai subjek pendidikan, buka objek pengajaran
seperti sebelumnya. Artinya, dinamika kehidupan masyarakat berpengaruh, langsung atau
tidak langsung, pada orientasi kurikulum dan pembelajaran di sekolah, termasuk perubahan
peran guru dan siswa dalam kelas.
Beradasarkan hal itu, pada abad ke-20, terlihat tiga sumber utama pendidikan dan
kurikulum, yaitu disiplin ilmu, masyarakat, dan anak. Ada pakar atau sekelompok pakar
(intelectual traditionalists) yang menginginkan agar pendidikan fokus pada transfer
pengetahuan termasuk pengetahuan klasik karena dianggap sebagai warisan budaya hasil
peradaban umat manusia yang harus dilestarikan melalui pendidikan. Aliran ini

7
menginginkan agar kurikulum fokus pada pengajaran ilmu pengetahuan termasuk pengajaran
liberal arts dan bahasa klasik. Aliran kedua ialah yang menginginkan agar masyarakat
menjadi sumber utama kurikulum (social behaviorist), karena masyarakat yang mendirikan
sekolah sehingga sekolah harus berfungsi sebagai instrumen pendidikan orang tua kepada
anak mereka. Yang ketiga, agar anak atau siswa yang menjadi sumber kurikulum
(experientialists atau progressives). Aliran ini menginginkan agar anak sebagai makhluk unik,
dengan bakat dan minat yang berbeda-beda, menjadi sumber kurikulum sehingga siswa
menjadi subjek pendidikan daripada sebagai objek pengajaran di sekolah.
Akhirnya, ada yang menginginkan agar diberikan keseimbangan perhatian (balanced
atention) pada kurikulum sekolah yaitu agar dilakukan keseimbangan antara ketiga sumber
utama kurikulum tersebut seperti disponsori Dewey dan kawan-kawan dari aliran progresif.
Menjelang berakhirnya abad ke-20, ternyata masyarakat mengalami banyak perubahan yang
sangat cepat. Untuk menghadapi hal ini, digagas agar kurikulum didesain untuk menyiapkan
anak agar dapat hidup di masyarakat masa depan yang cepat berubah (a changing society).
Yang terakhir ini dilabel sebagai kurikulum modern sebagai lawan kurikulum tradisional
yang fokus pada masyarakat kini dan masa lalu.

Bab V Landasan Sosiologis


Kajian fondasi sosiologis pada bab ini memberikan gambaran tentang besarnya
tantangan pendidik dalam mendesain kurikulum. Perubahan atau perkembangan sosial selalu
berdampak pada pendidikan dan tentu juga pada keputusan pemangku pendidikan termasuk
pendidik dan pengembang kurikulum. Kurikulum yang didesain pengembang kurikulum
harus mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan dimasyarakat multikultural, kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta tantangan kehidupan masa depan yang cepat berubah.
Dalam konteks sosiologis tersebut, terlihat bahwa hari ini, pendidik dan pengembang
kurikulum, dihadapkan pada tantangan berat yang mungkin belum pernah ditemui dunia
pendidikan di abad lalu. Walaupun kita tidak tahu persis apa yang akan terjadi di masyarakat
masa depan, tetapi pendidik dan pengembang kurikulum, perlu menjaga agar kurikulum yang
diberlakukan harus kurikulum
yang mengembangkan potensi individu siswa agar siswa menguasai kompetensi hidup (life
skilIs), moral atau akhlak mulia, agar siswa kelak bisa mengambil keputusan yang tepat dan
bijaksana dalam kehidupannya dalam masyarakat era digital, kini, dan masa depan.
Berdasarkan hal itu, tujuan pendidikan sebagian besar sekolah yang masih fokus pada
pembelajaran kognitif tingkat rendah (knowing) dan kurang memperhatikan pentingnya

8
perkembangan kognitif tingkat tinggi (high-ranking thinking skills) dan aspek moral melalui
kurikulum berbasis konten (content-based curriculum) saja, kurang memadai berdasarkan
kompleksnya kehidupan di era modern. Implikasi ialah sekolah perlu melakukan reorientasi
kurikulum yang responsif terhadap kekuatan sosial yang cepat berubah (changing sosial
forces) seperti digambarkan di bab ini.
Dengan kata lain, perubahan konteks masyarakat di era digital dan masa depan yang
cepat berubah itu berarti kurikulum yang sesuai kan hanya agar siswa memiliki kompetensi
profesional dan sosial saie tetapi siswa perlu dibekali pula dengan kompetensi pengembangan
diri yang memungkinkan mereka meningkatkan sendiri kompetenesi yang telah mereka
peroleh di sekolah sesuai tuntutan perkembangan dan perubahan zaman. Hal ini yang
menyebabkan perlunya kurikulum pendidikan terarah pada pembekalan tiap siswa dengan
kemampuan akademik, profesionalisme serta karakter atau moral. Yang terakhir ini berarti
bahwa kurikulum yang sesuai ialah kurikulum dan pembelajaran yang mengembangkan
kemampuan akademik yang terintegrasi dengan pendidikan karakter atau moral sebagai satu
kesatuan yang utuh dalam kepribadian setiap siswa sehingga dia dapat fungsional dengan
baik di masyarakat multikultural, global dan digital, di masa kini dan masa depan.

Bab VI Landasan Psikologis


yang sesuai dengan hakikat manusia seperti digambarkan pada bab ini ialah kurikulum
yang dapat membebaskan, atau paling kurang, mengurangi enkapsulasi, bukan kurikulum
yang sangat khusus seperti pendidikan vokasi atau profesi. Kurikulum itu hendaknya
berkaitan dengan hal bagaimana manusia dapat hidup, bukan dengan bagaimana dia dapat
pekerjaan untuk dapat hidup, atau bagi pengem- bangan bakat, minat dan potensi individu
agar fungsional dengan baik dalam hidupnya. Artinya, tujuan umum kurikulum ialah
memfasilitasi pembentukan manusia ideal, yaitu orang yang bebas, bertanggung jawab,
bermoral atau berakhlak mulia, percaya diri, dan mampu hidup mandiri sehingga fungsional
secara optimal dalam masyarakat. Untuk itu, tujuan kurikulum harus mencakup, antara lain,
memberikan pengetahuan dan kesadaran tentang penyebab enkapsulasi, memahami akibat
enkulturasi masyarakat, mengkaji hubungan dirinya dan lingkungan serta masyarakat, dan
membuka diri terhadap pengalaman baru.
Tiap-tiap tujuan kurikulum di atas dapat lebih diperinci menjadi berbagai ragam dan sub
tujuan-tujuan yang lebih spesifik yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kegiatan belajar
siswa sebagai sarana untuk menumbuhkan pengalaman yang menunjang pencapaian masing-
masing tujuan tersebut. Konten dan organisasi kurikulum untuk mendidik manusia yang

9
diinginkan tergantung pada dua kriterja yaitu harus dapat menyuburkan kesadaran tentang
diri sendiri dalam masyarakat, dan perkembangan pelaksanaan kebebasan yang bertanggung
jawab. Secara umum, konten kurikulum mencakup ide, pengetahuan konsep, fakta, observasi
dan hipotesis yang mengungkapkan apa enkapsulasi itu dan bagaimana enkapsulasi itu dapat
menghalangi usaha manusia untuk berkembang optimal dalam masyarakat dan bagaimana
enkapsulasi itu dapat menghambat perkembangan masyarakat.

Bab VII Teori Belajar


Bab ini merangkum dua jenis teori belajar utama: behaviorisme dan teori lapangan (field
theories). Behaviorisme memandang belajar dalam hubungannya dengan lingkungan
eksternal individu sebagai penentu tingkah laku, sedangkan proses mentalnya tidak berperan
dalam pembentukan tingkah laku orang. Termasuk dalam teori behaviorisme, teori asosiasi
berdasarkan asumsi, benda cenderung berasosiasi jika berdekatan atau dialami secara
bersamaan, baik dalam waktu maupun ruangan. Pengalaman yang bersamaan atau
bertentangan satu sama lain juga berasosiasi. Semenjak akhir abad ke-19, aliran asosionis
modern menjelaskan, belajar bukan hasil asosiasi antara ide-ide tetapi asosiasi antara
rangsangan dan jawaban yang dikenal sebagai S-R Theories. Teori belajar ini fokus pada
asosiasi tingkah laku yang menghasilkan for- masi dan penguatan ikatan atau koneksi tingkah
laku yang terlihat dan terukur sehingga teori ini dikenal sebagai aliran behaviorisme.
Teori lapangan, sesuai namanya, menekankan struktur lapangan atau lingkungan tempat
timbulnya tingkah laku individu. Belajar, menurut teori lapangan, bukan hasil reaksi atas
dorongan eksternal, tetapi sebagai penemuan makna personal terhadap lingkungan atau
situasi tertentu di tempat individu bersikap. Artinya, individu bukan bereaksi atas dorongan
yang terpisah-pisah, tetapi atas struktur dorongan secara keseluruhan (gestalt). Dengan kata
lain, tingkah laku manusia tidak bisa dipahami tanpa referensi terhadap kondisi lingkungan
tempat individu bersikap. Menurut teori lapangan, proses belajar terpusat pada siswa; belajar
bukan sekadar masalah pemberian reaksi atas dorongan eksternal atau lingkungan kepada
siswa. Tekanan diberikan pada pengembangan bakat dan minat siswa sebagai subjek yang
bertingkah laku atas ling- kungan, bukan sebagai objek pengkondisian atau dorongan
lingkungan (guru). Tekanan ini dapat berbentuk kegiatan yang direncanakan siswa atau
bentuk kerja sama seperti keterlibatan siswa dalam interaksi sosial.
Kesimpulan, behaviorisme fokus pada studi tingkah laku atas dorongan eksternal
lingkungan. Kognitivisme mementingkan kemampuan pikir dan pemecahan masalah. Adapun

10
humanisme berorientasi perkembangan diri dan kebebasan bersikap dan berbuat. Dengan kata
lain, behaviorisme fokus pada transmisi pengetahuan (knowledge iransmission), kognitivisme
pada rekonstruksi pengetahuan (knowledge construction) dan humanisme pada
pengembangan sikap, perasaan, motivasi (feeling and behaving).

Bab VIII Desain Kurikulum


Desain kurikulum bukan hanya sekadar pengorganisasian empat komponen utama
kurikulum (tujuan, konten dan kegiatan belajar, organisasi konten dan kegiatan belajar, serta
evaluasi) saja dalam rancangan kurikulum tertulis. Desain kurikulum melibatkan
pertimbangan yang mendalam tentang konsistensi internal dan kohesi kesatuan keempat
komponen tersebut sebagai satu sistem. Sasarannya ialah supaya siswa menguasai
pengetahuan, keterampilan dan akhlak atau sikap yang menghasilkan perkembangan
pengetahuan dan kompetensi siswa sesuai tujuan kurikulum yang akan dicapai.
Berbagai ragam desain sudah dikemukakan pada bab ini. Pendidik. pengembang
kurikulum dan pendesain mata pelajaran mempunyai beberapa alternatif desain. Tiap jenis
atau tipe desain memiliki kekuatan dan kelemahan. Jenis desain mana yang dipilih dengan
berbagai alternatifnya yang tersedia, keberhasilan desain tergantung ketersediaan tenaga
profesional pendidikan dan pengembang kurikulum. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa
setiap desain disusun berdasarkan posisi filosofis, psikologis, dan sosiologis pendidik atau
pengembang kurikulum tertentu. Walau demikian, mungkin saja suatu sekolah cenderung
tidak terikat pada suatu desain tertentu, tetapi memilih gabungan antara dua atau lebih desain
sesuai dengan posisi filosofis sekolah atau administrator sekolah bersangkutan.
Desain mana yang dipilih, satu hal yang perlu mendapat perhatian sekolah ialah untuk
selalu peduli pada dua dimensi pokok desain, yaitu dimensi horizontal dan dimensi vertikal.
Dimensi pertama, dimensi horizontal, terkait upaya untuk memperluas pengetahuan
(wideining of knowledge) siswa, sehingga siswa memahami bahwa setiap bidang studi atau
disiplin ilmu saling terkait, tidak terpisah-pisah seperti yang mungkin dipersepsikan siswa
umumnya. Dimensi kedua, dimensi vertikal, diperlukan agar pengetahuan yang dipelajari
siswa saling sambung-menyambung, sehingga makin lama makin mendalam (deepening of
administrator knowledge) Hanya dengan cara ini siswa dapat menguasai suatu bidang studi
secara akumulatif, komprehensif dan tuntas. Dapat disimpul bahwa pemahaman pendidik dan
perancang kurikulum tentang berbagai alternatif desain yang ada sangat diperlukan, sebab
tanpa pemahaman ini sekolah atau pendidik merasa puas kalau siswa sudah menguasai mata
pelajaran secara terpisah-pisah.

11
Pada bagian akhir bab ini dikemukakan beberapa model desain kurikulum. Dari model itu
tergambar bahwa model desain yang sudah banyak dikemukakan ialah desain berdasarkan
pendekatan teknikal saintifik. Adapun desain kurikulum berdasarkan non-teknikal
nonsaintifik belum banyak muncul dalam literatur kurikulum.

Bab IX Tujuan Kurikulum


Bab ini membicarakan tujuan pendidikan yang terbagi atas beberapa tingkat, sejak dari
tujuan pendidikan nasional (aims) ke tujuan institusional (goals) dan ke tujuan mata pelajaran
(objectives). Hierarki tujuan pendidikan itu dilakukan sebagai suatu peta jalan (educational
roadmap) pendidikan agar tujuan pendidikan nasional dapat terealisasi olehinstitusi
pendidikan di sekolah dan oleh pembelajaran di dalam kelas. Ini berarti, sinkronisasi antar
ketiga tingkat tujuan tersebut perlu dipelihara, karena keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan nasional banyak tergantung pada ketercapaian tujuan institusional (sekolah).
Begitu juga halnya, ketercapaian tujuan institusional ditentukan ketercapaian tujuan semua
mata pelajaran di tiap ruang kelas di semua sekolah. Dari ide itu terlihat bahwa kunci
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional terletak pada keberhasilan pelaksanaan
semua mata pelajaran di setiap kelas pada semua institusi pendidikan sesuai kurikulum yang
berlaku.
Implikasi logis dari hal tersebut menunjukkan betapa strategisnya peran satuan
pendidikan (sekolah) untuk mengimplementasikan kurikulum pendidikan nasional (sesuai
Standar Pendidikan Nasional) melalui proses pembelajaran di setiap sekolah karena
strategisnya peran sekolah dalam mewujudkan misi pendidikan nasional, sekolah perlu
dikelola secara profesional agar proses pembelajaran di setiap sekolah terlaksana dangan baik
untuk mencapai tujuan pendidikan pada semua tingkat pendidikan sesuai kurikulum yang
telah dirancang dengan baik pula.
Implikasi lain dari hal tersebut ialah profesionalisme tenaga kependidikan di bawah
tanggung jawab manajemen sekolah harus merupakan agenda penting pengambil keputusan
pendidikan di semua tingkat pendidikan. Dengan kata lain, tujuan pendidikan pada semua
tingkat sebagai pedoman penetapan semua komponen kurikulum (ma teri, kegiatan belajar,
pengalaman belajar, fasilitas, dan media pembelajaran), perlu di-review setiap saat agar missi
pendidikan nasional dapat direalisasi dengan baik.
Pada bagian terakhir bab ini dibicarakan taksonomi tujuan pendidikan yang membantu
tenaga kependidikan merumuskan dan melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Secara

12
implisit terlihat perlunya integrasi ketiga ranah taksonomi itu untuk menghasilkan
Kompetensi siswa, bukan diajarkan dan dievaluasi secara terpisah-pisah seperti yang lazim
berlaku selama ini. Kurikulum yang mengintegrasi ketiga ranah taksonomi tujuan pendidikan
berkontribusi besar pada Pendidikan karakter atau akhlak mulia. Artinya, pendidikan karakter
atau akhlak mulia bukan terpisah dari pendidikan akademik, tetapi keduanya merupakan
fungsi ganda sekolah (dual reponsibilitis) pendidik akademik dan pendidikan karakter.
Bab X Konten Kurikulum
Konten kurikulum terdiri atas tiga ranah taksonomi yaitu pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotor) dan nilai-nilai (afektif). Melalui proses pembelajaran yang
mengintegrasikan ketiga ranah konten tersebut dalam proses pembelajaran akan membentuk
pengetahuan. pengalaman, dan kompetensi siswa. Untuk mencapai hal itu, tiap siswa harus
diberi kesempatan untuk mempelajari konten kurikulum, dengan atau tanpa fasilitasi guru,
daripada konten itu diajarkan guru kepada siswa.
Terdapat tiga orientasi konten kurikulum, yaitu konten kurikulum dengan tekanan lebih
besar pada mata pelajaran, kegiatan belajar, dan pengalaman belajar. Yang sering didapati
dalam implementasi kurikulum adalah pilihan materi ditetapkan kurang mengacu pada tujuan
pendidikan atau tujuan instruksional yang ingin dicapai kurikulum tersebut. Padahal, waktu
materi ditetapkan, sebenarnya tujuan harus merupakan acuan utama dalam seleksi konten
atau materi. Selain itu, apakah materi tersebut dari mata pelajaran, atau dari kegiatan belajar,
hasil akhir yang ingin dituju oleh kurikulum adalah menghasilkan pengalaman belajar yang
relevan dengan pencapaian tujuan pendidikan, bukan proses pembelajaran yang
menghasilkan informasi tentang materi mata pelajaran atau kegiatan belajar saja. Dengan kata
lain, materi atau konten kurikulum bukan target kurikulum (content-based) dan pembelajaran,
tetapi sebagai alat (content vehicle) kurikulum bagi pencapaian tujuan pendidikan.
Beberapa kriteria dalam menetapkan konten kurikulum dikemukakan dalam bab ini
seperti kecukupan, validitas, utilitas, visibilitas, sesuai bakat dan minat serta bisa dipelajari
siswa (learnable). Kriteria apa pun yang akan dipakai memerlukan kajian empiris di
lapangan. Maksudnya ialah perlu terlebih dahulu dikaji kualitas lulusan yang bagaimana yang
diharapkan masyarakar dari sekolah. Kalau ini sudah ditetapkan, kajian empiris tentang
materi kurikulum dapat melengkapi kriteria teoretis seperti juga dikemukakan dalam bab ini.

Bab XI Organisasi Kurikulum


Satu hal yang ditekankan didalam bab ini ialah perlunya komponen penting kurikulum
dan pembelajaran, terutama konten dan kegiatan belajar siswa, dioganisir secara integratif.

13
Sebab, jika konten tidak dipelajari siswa, kurikulum bisa menjadi disfungsional. Maksudnya,
kurikulum dan pembelajaran yang hanya fokus pada konten saja tanpa mengharuskan siswa
terlibat aktif dalam proses pembelajaran, akan timbul Curriculum dysfunction, kurikulum
disfungsioanl, karena tidak efektif menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa,
tetapi hanya akan membuahkan pembelajaran hafalan (rote learning). Kurikulum
disfungsional juga timbul, jika konten yang baik dan penting dipelajari siswa melalui
kegiatan yang tidak efektif. Sebaliknya, konten yang tidak penting, tetapi dipelajari siswa
melalui kegiatan yang tidak efektif, juga menghasilkan kurikulum disfungsional. Kesimpulan,
konten dan kegiatan belajar harus diorganisasi sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan
(integral) dalam setiap proses pembelajaran di kelas untuk menjadikan suatu kurikulum
fungsional.

Bab XII Implementasi Kurikulum


Bab ini menguraikan implementasi kurikulum yang mencakup dua pengertian pokok.
Pertama, implementasi berarti kurikulum yang berlaku dilaksanakan untuk melakukan
perubahan agar siswa menguasai pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai atau kompetensi
sesuai tujuan kurikulum lama tersebut, yaitu agar siswa fungsional dalam masyarakat kini
dan nanti. Kedua, implementasi berarti melaksanakan kurikulum baru sebagai kurikulum
yang lebih baik dari kurikulum sebelumnya.
Dari bab ini terlihat bahwa implementasi, baik kurikulum lama maupun kurikulum baru
adalah proses perubahan personal, institusional, dan kultural di sekolah. Karena itu,
perubahan kurikulum bukan hanya terkait perubahan konten, materi ajar dan metode
mengajar saja, tetapi juga menyangkut perubahan kultur sekolah. Ini berarti implementasi
kurikulum bukan suatu even sesaat, tetapi suatu proses yang lama. Selama proses itu
berlangsung, terjadi interaksi antara pendidik dan warga sekolah untuk menanggulangi
hambatan dan menemukan strategi yang tepat agar implementasi kurikulum berhasil
mengoptimalkan pembelajaran siswa.
Dari model kurikulum yang dikemukakan pada bab ini terlihat pula bahwa upaya
pengembangan dan pembaruan kurikulum tidak pernah final. Walaupun implementasi
kurikulum yang berlaku berhasil dengan baik, tetapi proses untuk melakukan perubahan guna
mencapai hasil pendidikan yang lebih baik tetap berlanjut. Jadi tidak ada terminal akhir bagi
upaya pengembangan kurikulum dan pembelajaran, karena pengembangan kurikulum terkait
pengembangan anak manusia yang selalu berkembang sepanjang masa.

14
Implementasi kurikulum efektif mengharuskan perencanaan yang matang, bukan hanya
perubahan dokumen kurikulum saja, tetapi juga perencanaan perubahan pelaksana kurikulum
(guru) serta pimpinan lembaga (kepala sekolah) sebagai penanggung jawab perubahan dan
implementor kurikulum. Ini berarti pengembangan kurikulum dan implementasinya
merupakan proses berkelanjutan. Untuk itu, pendidik harus mengupayakan kurikulum yang
lebih baik dari sebelumnya sehingga bermanfaat dalam mempersiapkan siswa yang mampu
fungsional dalam mengarungi kehidupan di masyarakat global dan digital yang selalu pula
berubah.
Bab XIII Evaluasi Kurikulum
Bab ini membicarakan evaluasi sebagai bagian integral kurikulum Pembicaraan dimulai
dengan perkembangan konsep evaluasi, sejak pengertian evaluasi dalam arti sempit sampai
arti luas (komprehensif) Dibicarakan juga hal terkait peran dan fungsi evaluasi dalam
pengembangan kurikulum serta pendekatan, model dan instrumen evaluasi kurikulum. Dari
uraian itu terlihat bahwa evaluasi berperan penting dalam pengembangan kurikulum karena
evaluasi bisa memberikan indikator tingkat keberhasilan proses pembelajaran. Artinya,
evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum sebagai pemberi informasi dan umpan
balik kepada pengambil keputusan pendidikan tentang tingkat kesehatan pendidikan
(educational health) di sekolah. Dengan kata lain, evaluasi bukan hanya terkait asesmen hasil
belajar siswa yang memberikan informasi yang berharga kepada perancang dan pelaksana
kurikulum tentang kelayakan kurikulum sebelum dilaksanakan (evaluasi intrinsik dan
evaluasi formatif), tetapi juga memberikan masukan atas efektivitas kurikulum setelah
dilaksanakan (evaluasi produk atau evaluasi sumatif). Evaluasi juga memberikan informasi
berharga tentang berbagai hal terkait kurikulum dan pembelajaran, aministrator pendidikan
dan sekolah, fasilitas pendukung, media, alat bantu belajar dan berbagai informasi tentang
strategi perbaikan kurikulum, pembelajaran dan manajemen serta akuntabilitas pendidikan.
A. Bab ini juga memuat beberapa model evaluasi kurikulum yang kalau didalami
bisa memberikan pemahaman kepada kita bahwa melalui evaluasi, kadar kesehatan
pendidikan bisa terdeteksi dan berdasarkan informasi itu bisa dimanfaatkan untuk melakukan
diagnosis perbaikan pada (dokumen) kurikulum dan proses pembelajaran. Artinya, evaluasi
berfungsi sebagai suatu peringatan dini (an early warning system) tentang kesehatan
pendidikan. Disajikan juga beberapa tipe instrumen evaluasi alternatif atau nontes yang
membantu pendidik mengungkap tingkat dan kompleksitas pengetahuan siswa, seperti
kemampuan berpikir tingkat tinggi (high-ranking thinking skills), yang tidak dapat dijangkau
instrumen evaluasi objektif dan instrumen evaluasi tradisional

15
B. Buku Pembanding
Pembahahasan pada buku Kurikulum dan Pembelajaran penulis Prof. Dr. Wina Sanjaya
ini kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang
tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa,
strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan
informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam
bentuk nyata. Dengan demikian, pengembangan kurikulum meliputi penyusunan dokumen,
implementasi dokumen serta evaluasi dokumen yang telah disusun.

Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan jawab dalam


pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di masyarakat.
Dalam sistem penilaian kurikulum merupakan komponen yang sangat penting, sebab di
dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan arah pendidikan saja akan tetapi juga
pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi
pengalaman itu sendiri. Sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan, paling tidak
kurikulum memiliki ia peran, yaitu peran konservatif, peranan kreatif, serta peran kritis dan
evaluatif (Hamalik, 1990).

Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang dan gagasan-gagasan yang
dirumuskan oleh pengembang kurikulum. Rencana tertulis itu kemudian manjadi dokumen
kurikulum yang membentuk suatu sistem kurikulum vang terdiri dari komponen-komponen
yang saling berkaitan dan saling memengaruhi satu sama lain, seperti misalnya komponen
tujuan yang menjadi arah pendidikan, komponen pengalaman belajar, komponen strategi
pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. Komponen-komponen yang membentuk sistem
kurikulum selanjutnya melahirkan sistem pengajaran, dan sistem pengajaran itulah yang
menjadi pedoman guru dalam pengelolaan proses belajar mengajar di dalam kelas. demikian
maka dapat dikatakan sistem pengajaran merupakan pengembangan dari sistem kurikulum
yang digunakan. Oleh karena sistem pengajaran melahirkan tindakan-tindakan guru dan
siswa. maka dapat juga dikatakan bahwa tindakan-tindakan itu pada dasarnya implementasi
dari kurikulum, yang selanjutnya implementasi itu akan memberikan masukan dalam proses
perbaikan kurikulum. Demikian terus menerus, sehingga proses pengembangan kurikulum
membentuk siklus yang tanpa ujung.

kurikulum ideal merupakan pedoman bagi setiap guru khususnya tentang tujuan dan
kompetensi yang harus dicapai sedangkan kurikulum aktual adalah kurikulum nyata yang
dapat dilaksanakan oleh guru sesuai dengan kondisi yang ada, dengan demikian dapat
dipastikan bahwa semakin jauh jarak antara kurikulum ideal dengan kurikulum aktual, artinya
apa yang dikerjakan guru tidak sesuai atau jauh dari rambu-rambu kurikulum ideal maka
akan semakin rendah kualitas suatu sekolah. Sebaliknya, semakin dekat jarak antara
kurikulum ideal dan kurikulum aktual, artinya apa yang dilakukan guru dan siswa sesuai
dengan rambu-rambu bahkan melebihi kurikulum ideal sebagai pedoman, maka akan
semakin bagus kualitas suatu sekolah atau kualitas proses belajar mengajar. kurikulum
16
tersembunyi juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang terjadi tanpa direncanakan
terlebih dahulu yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Disini juga dibahas, peran dan fungsi kurikulum yaitu :

a.      Peranan Konservatif

Melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu.

b.      Peranan Kreatif

Harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat berperan aktif
dalam kehidupan sosial masyarakat yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.

c.       Peran Kritis dan Evaluatif

Harus berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap
bermanfaat untuk kehidupan peserta didik.

            Dalam pengembangan kurikulum terdapat prinsip-prinsip yang dianggap penting oleh
peulis yaitu Prinsip Relevansi, Fleksibilitas, Kontinuitas, Efektifitas , dan Efisiensi.

            Juga tujuan pendidikan harus mengandung ke tiga hal. Pertama autonomy, artinya
memberi kesadaran,pengetahuan dan kemampuan yang prima kepada setiap individu dan
kelompok untuk dapat mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang baik. Kedua equity,
artinya pendidikan harus dapat memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk
dapat berpartisipasi dalam kebudayaan dan ekonomi. Ketiga survival, artinya pendidikan
bukan saja harus dapat menjamin terjadinya pewarisan dan memperkaya kebudayaan dari
generasi ke generasi akan tetapi juga harus memberikan pemahaman akan saling
ketergantungan antara manusia.

            Model- model pengembangan kurikulum

1. Model Tyler

a. Menentukan tujuan

b. Menentukan pengalaman belajar.

c. Mengorganisasi pengalaman belajar.

d. Evaluasi.

2. Model Taba

a. Menghasilkan unit-unit percobaan.

b. Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka

17
    menemukan validitas dan kelayakan penggunanya.

c. Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data    yang diperoleh


dalam uji coba.

d. Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.

e. Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji.

3. Model Oliva

a. Rumusan filsafat

b. Analisis kebutuhan masyarakat

c. Tujuan umum

d. Tujuan khusus

4. Model Beauchamp

a. Menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu   kurikulum.

b. Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum.

c. Menetapkan prosedur yang akan di tempuh.

d. Implementasi kurikulum.

e.  Melaksanakan evaluasi kurikulum.

5. Model Wheeler

a. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus.

b. Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh   siswa untuk


mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.

c. Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar.

d. Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar.

e. Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.

6. Model Nicholls

18
a. Analisis situasi

b. Menentukan tujuan khusus

c. Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran.

d. Menentukan dan mengorganisasi metode.

e.  Evaluasi.

7. Model Dynamic Skillbeck

a. Menganalisis situasi

b. Memformulasikan tujuan

c. Menyusun program

d. Interprestasi dan implementasi

e. Monitoring,feedback,penilaian, dan rekonstruksi.

Pemahaman mengenai Pengembangan Tujuan Kurikulum di kaji lagi dalam beberapa bagian
yaitu :

I.  Klasifikasi Tujuan

a.      Domain Kognitif

Tujuan pendidikan yang berhubungan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir


seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah.

1.Pengetahuan

Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan untuk mengingat informasi yang sudah
dipelajarinya. Pada tahap ini siswa dituntut untuk menguasai dasar dari tujuan pendidikan
terlebih dahulu, sebelum menguasai suatu ilmu hal yang harus ditempuh adalah pengetahuan,
pengetahuan akan dapat membantu membuka lebih luas lagi tujuan yang akan ditempuh
elanjutnya.

2. Pemahaman

Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan
kemampuan menjelaskan,menerangkan,menafsirkan atau kemampuan menangkap makna
atau arti suatu konsep.Jika pengetahuan sudah didapatkan,langkah selanjutnya yang harus
dilakukan adalah memahami materi apa yang sudah diketahuinya, pemahaman penting

19
karena  pengetahuan tanpa pemahaman tidak akan terwujudnya suatu tujuan pendidikan yang
ingin dicapai.

3. Penerapan

Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan suatu bahan pelajaran


yang sudah dipelajari seperti teori, rumus-rumus, dalil, hukum,konsep, ide dan lain
sebagainya kedalam situasi baru yang konkret. Suatu ilmu yang baik dan demi terwujudnya
suatu tujuan pendidikan yang lain terlebih dahulu ilmu yang sudah diketahui dan di pahami
harus dapat di terapkan sebaik mungkin.

4. Analisis

Tujuan pembelajaran yang kompleks yang hanya mungkin dipahami dan dikuasai oleh
siswa yang telah dapat menguasai kemampuan memahami dan menerapkan.jika siswa sudah
mampu mengetahui,memahami dan menerapkan siswa harus menggunakan penalaran
biasanya siswa yang mampu menggunakan nalar pemikiran untuk mencapai tujuan
menguraikan bagian-bagian dari ilmu.

5. Sintesis

Sintesis adalah kebalikan dari analisis yaitu menyatukan bagian-bagian dari ilmu yang
bertujuan agar siswa mampu mengembangkan dan menciptakan inovasi baru untuk
pendidikan yang lebih baik dimasa depan.

6. Evaluasi

Tujuan pembelajaran ini adalah yang tertinggi yaitu penilaian baik atau buruknya ilmu
itu, namun juga harus dengan pertimbangan dan kriteria tersendiri untuk menilai.

b. Domain Afektif

1. Penerimaan

Penerimaan adalah sikap seseorang yang sudah menyadari lingkungan yang ada di sekitarnya.

2. Merespon

Merespon adalah kelanjutan dari penerimaan, jika sudah dapat menyadari apa yang ada di
sekitarnya tugas selanjutnya ialah menanggapinya.

3. Menghargai

Menghargai adalah memberi nilai kepada suatu hal, setelah menerima orang akan merespon,
baik buruk nya suatu hal tersebut.

4. Mengorganisasi

20
Pengembangan penilaian yang merupakan sistem penilaian konsisten dan bulat. Tujuan nya
adalah mengkonseptualisasikan nilai,yaitu memahami unsur-unsur abstrak dari suatu nilai
yang telah dimiliki.

5. Karakterisasi

Tujuan nya adalah mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai dengan pengkajian
secara mendalam. Sehingga nilai-nilai yang dibangunnya itu dijadikan pandangan falsafah.

c. Domain Psikomotor

1. Gerak rekfleks

2. Keterampilan dasar

3. Keterampilan perseptuali,

4. Keterampilan fisik

5. Gerakan keterampilan

6. Komunikasi nondiskursif.

II. Herarkis Tujuan

Diklasifikasikan menjadi empat tujuan :

1.    Tujuan pendidikan nasional (TPN)

2.    Tujuan Institusional (TI)

3.    Tujuan Kurikuler (TK)

4.    Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP)

Wina sanjaya menyampaikan di dalam buku nya masyarakat lah sebagai sumber
kurikulum di karenakan sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup
dan bersosialisasi kepada masyarakat. Selain masyarakat juga ada siswa yang menjadi
sumber materi kurikulum, di karenakan tugas dan fungsi pendidikan adalah menggali potensi
yang ada pada diri siswa.yang terakhir wina sanjaya menyampaikan bahwa ilmu pengetahuan
juga sebagai sumber kurikulum, karena pada dasarnya para orang tua mengirimkan anak-anak
nya agar anak nya mendapatkan pengetahuan untuk menghadapi masa depannya anak tidak
mengalami ketertinggalan.

Di era zaman sekarang sistem kurikulum KTSP memang masih digunakan karena
infrastruktur sekolah belum memadai dibukanya sistem kurikulum K 13 (kurikulum 2013)
namun tidak sedikit juga sejumlah sekolah yang sudah merubah keseluruhan sekolah
menggunakan Kurikulum 2013. Dilihat dari karakteristik dari KTSP, KTSP yang berorientasi

21
pada disiplin ilmu,pengembangan ilmu, dan yang mengakses kepentingan daerah juga
merupakan kurikulum teknologis. Semua itu secara khusus bertujuan di terapkannya KTSP
adalah Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif, meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat, dan meningkatkan kompetisi yang sehat antar
satuan pendidikan.

Guru yang sudah berpengalaman biasanya cenderung tak membuat perencanaan yang
matang saat ia masuk kelas dengan ia menyampaikan materi, ia merasa bahwa proses
pembelajaran sampai di situ tak peduli siswa paham atau tidak, ia tak mampu melihat potensi
yang ada pada diri para siswa nya. Itulah gunanya RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
guru berpedoman pada program miliknya sendiri karena jika ia bersungguh-sungguh ingin
menyampaikan ilmu yang benar-benar berbeda ia akan menggunakan perencanaan dan
pemahaman materi terlebih dahulu. Bagi guru, meningkatkan perhatian siswa bisa dilakukan
dengan beberapa cara yaitu penggunaan variasi suara ( teacher voice), pemusatan perhatian
(focusing),kebisuan guru (teacher silence), mengadakan kontak pandangan (eye contact),
gerak guru (teacher movement), variasi dalam pengguna media dan alat pembelajaran, juga
variasi dalam berinteraksi. Guru adalah pekerjaan profesional yang pada dasarnya harus
dilakukan dalam rangka pencapaian standar proses pencapaian tujuan pendidikan sesuai yang
diharapkan.

Inovasi atau kreasi baru dapat berupa ide, gagasan yang bertujuan untuk pembelajaran
menjadi lebih menarik bagi siswa. Selain inovasi, Evaluasi di dalam pembelajaran juga
berupa proses yang berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Dan yang terakhir
penilaian portofolio  yang bisa diartikan sebagai hasil dari usaha pembelajaran yang
dikumpulkan menjadi karya siswa secara sistematis dan dalam kurun waktu yang di tentukan
agar guru dapat melihat perkembangan kemampuan siswa sampai dimana ia mengerti.

22
BAB III
PENILAIAN

A. Kelebihan
1. Bahasa yang digunakan pada buku ini tidak menggunakan bahasa yang ilmiah
sehingga mudah dipahami oleh para pembaca terkhususnya calon tenaga
pendidik.
2. Materi yang dipaparkan dijelaskan secara luas dan detail.
3. Desain sampul juga ada kaitannya dengan materi yang dipaparkan.
4. Buku ini banyak menjelaskan teori-teori dan juga bagaimana implementasinya.
sehungga dapat memperjelas isi buku.
5. Terdapat juga referensi dari luar negeri.

B. Kelemahan
1. Didalam kedua buku tidak terdapat ilustrasi-ilustrasi yang mendukung sehingga
para pembaca mudah bosan
2. Kedua buku yang saya riview cukup tebal
3. Tidak memaparkan pertanyaan ataupun latihan

23
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang dan gagasan-
gagasan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum. kurikulum ideal merupakan
pedoman bagi setiap guru khususnya tentang tujuan dan kompetensi yang harus
dicapai sedangkan kurikulum aktual adalah kurikulum nyata yang dapat dilaksanakan
oleh guru sesuai dengan kondisi yang ada

B. Rekomendasi
Penulis menyarankan buku ini kepada calon tenaga pendidik atau mahasiswa
karena buku ini memaparkan materi yang sangat jelas dan mudah dipahami.

24
DAFTAR PUSTAKA
Ansyar, Mohammad. 2017. Kurikulum hakikat, Fondasi, Desain, dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana

Sanjaya, Wina. 2015. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Prenadamedia Grup

25

Anda mungkin juga menyukai