Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Supervisi Bimbingan Konseling


Sukardi (2008: 19) menyatakan bahwa supervisi adalah suatu proses sistematis dan
berkelanjutan dalam pengumpulan, analisis, dan penggunaan informasi untuk mengontrol
manajemen dan pengambilan keputusan dengan maksud untuk memastikan hal-hal apapun
dari suatu program yang sedang dijalankan dapat berjalan secara efektif, efisien sesuai
dengan langkah atau rencana yang telah disusun sebelumnya.
Secara etimologi, supervisi berarti pengawasan, penilikan, dan pembinaan.
Sedangkan, secara terminology, supervisi adalah bantuan berbentuk pembinaan yang
diberikan kepada seluruh staf sekolah untuk mengembangkan situasi belajar-mengajar yang
lebih baik. Setelah mengetahui supervisi, harus diketahui juga pengertian dari bimbingan,
baik secara umum maupun khusus. Bimbingan secara umum merupakan usaha-usaha untuk
memberikan penerangan atau pendidikan agar yang menerima bimbingan lebih mengetahui,
menyenangi, dan bersikap positif terhadap apa yang dibimbingkan. Sedangkan bimbingan
yang bersifat khusus adalah bimbingan yang diberikan guru, pembimbing, atau konselor
kepada anak-anak yang dalam perkembangan pendidikannya memperlihatkan keterlambatan
atau hambatan/kesulitan. Supervisi bimbingan dan konseling merupakan satu relasi antara
supervisor dan konselor (supervisee), dimana supervisor (konselor senior) memberi
dukungan dan bantuan untuk meningkatkan mutu kinerja profesional supervisee yang
bertumpu pada satu prinsip, yaitu mengakui setiap manusia mempunyai potensi untuk
berkembang.
Supervisi diadopsi dari bahasa inggris yakni “supervision” yang berarti pengawasan
dan kepengawasan. Sementara itu beberapa ahli seperti yang dikutip oleh Piet A. Sahertian
memberikan rumusan yang berbeda-beda antara lain: a) merumuskan supervisi sebagai
program yang berencana untuk memperbaiki pengajaran. Supervisi bimbingan konseling
adalah upaya untuk mendorong, mengkoordinasikan dan menuntun pertumbuhan petugas
bimbingan konseling atau konselor secara berkesinambungan baik secara individual maupun
kelompok agar lebih memahami dan lebih dapat bertindak secara efektif dalam
melaksanakan layanan bimbingan konseling, sehingga mereka mampu mendorong
pertumbuhan tiap siswa (klien) secara berkesinambungan (Amelisa & Suhono, 2018: 119).
Instrumen adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki
suatu masalah, atau mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara
sistematis serta objektif dengan tujuan memecahkan suatu persoalan.

Dari penjelasan yang telah di uraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa supervisee
konseling merupakan pengawasan dan pembinaan yang diberikan kepada pembimbing atau
konselor untuk membantu anak-anak yang dalam tahap perkembangan pendidikannya
lambat, sehingga situasi belajar-mengajar menjadi lebih optimal. Adapun, program kegiatan
supervisee bukan merupakan konseling/psikoterapi, pemaksaan (imposing), kritik negatif
(negative criticism), memperdayakan (disempowering), pertemanan (friendship), mencari
kesalahan (fault finding), hukuman (funishment), maupun untuk konselor yang baru
(vovicecounselor).

Dalam kaitannya dengan penelitian instrumen supervisi, instrumen adalah semua alat
yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau
mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta
objektif dengan tujuan memecahkan suatu persoalan. Berdasarkan pengertian tersebut
pentingnya instrumen supervisi pada guru BK membantu guru dalam memahami tujuan
pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Idealnya instumen
supervisi BK dapat mengukur keterlaksanaan kompetensi profesional guru bimbingan dan
konseling. Selama ini pengawas melakukan supervisi untuk melakukan penilaian terhadap
kinerja guru BK menggunakan instrumen supervisi BK. Pada instrumen/alat penilaian
supervisi layanan bimbingan dan konseling meliputi beberapa komponen diantaranya: 1)
Guru pembimbing; 2) Siswa Asuh 3) Program kerja; 4) Dukungan sistem; 5) Aktivitas
Layanan; 6) Evaluasi, Rencana, Tindak Lanjut, dan Pelaporan. Ketidaksesuaian dengan
karakter instrumen supervisi BK ada pada domain/wilayah tupoksi komptensi profesional
guru BK maupun ada pada indikator kinerja komponen. Dalam instrumen supervisi BK
dengan merujuk pada Permendiknas No.27 tahun 2008 tentang SKAKK bahwasanya standar
kompetensi profesional konselor dituntut untuk memiliki kemampuan mengelola program,
yaitu : merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan merancang tindak lanjut atau
mendesain perbaikan atau pengembangan program BK.
Guiffrida, Douglas A. and Rachel Jordan at ll, (Journal of Counseling &
Development, 2007) memaparkan bahwa pengawasan umumnya dikonseptualisasikan
sebagai suatu proses yang melibatkan kemajuan melalui berbagai tahap perkembangan. Pada
saat ini,proses ini menjadi pengalaman yang yang kurang baikdan bergolak untuk
supervisor. Dalam pengawasan, pengawas sering berfungsi sebagai panduan untuk
membantu objek atau person dalam memahami proses perkembangan menjadi seorang
konselor sehingga dengan supervisi dapat memfasilitasi perkembangannya.

B. Tujuan dan Prinsip Supervisi Bimbingan dan Konseling

Salah satu kerampilan yang diperlukan oleh seorang kepala sekolah untuk membantu
konselor dalam proses konseling adalah penguasaan tentang supervisi. Pada dasarnya,
supervisi diarahkan pada dua aspek, yakni supervisi akademis dan manajerial. Supervisi
akademis menitikberatkan pada pengamatan pengawasan terhadap kegiatan akademis berupa
konseling, baik di dalam maupun luar sekolah. Supervisi manajerial menitikberatkan
pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai
pendukung (suppprting) terlaksanya konseling.

Ada beberapa tujuan yang diharapkan tercapai dalam supervisi BK di sekolah, yaitu
meningkatkan kompetensi professional konselor, meningkatkan kesadaran dan identitas
profesional, mendorong perkembangan pribadi dan profesional, mempromosikan kinerja
profesional, mendorong perkembangan pribadi dan professional, mempromosikan kinerja
professional, serta memberikan jaminan mutu terhadap praktik professional. Namun
demikian, dalam pelaksanaan supervisi BK perlu diperhatikan beberapa prinsip dasar
supervisi BK, sehingga proses yang dilakukan bisa terukur dan dipertanggungjawabkan.
Secara garis besar, berikut ini prinsip supervisi BK.

1. Prinsip Umum

Supervisi harus bersifat praktis, dalan arti dapat dikerjakan sesuai dengab situasi
dan kondisi sekolah.

a. Hasil supervisi harus berfungsi sebagai sumber informasi bagi staf sekolah untuk
mengembangkan proses belajar mengajar/bimbingan konseling.
b. Supervisi dilaksanakan dengan mekanisme yang menunjang kurikulum yang berlaku.
2. Prinsip Khusus

Supervisi hendaknya dilaksanakan secara sistematis, objektif, realistis, antisipasif,


kontruksif, dan kreatif.

a. Sistenatus artinya supervisi dikembangkan dengan perencanaan yang matang sesuai


dengan sasaran yang diinginkan.
b. Objektuf artinya supervisi memberikan masukkan, sesuai dengan aspek yang terdapat
dalam instrumen.
c. Realistis artinya supervisi didasarkan atas kenyataan yang sebenarnya, yaitu pada
keadaan hal-hal yang sudah dipahami dan dilakukan oleg para staf sekolah.
d. Antisipatif artinya supervisi diarahkab untuk menghadapi kesulitan-kesulitan yang
mungkin akan terjadi.
e. Konstruktif artinya supetvisi memberikan saran-saran perbaikan kepada yang
disupervisikan untuk berkembang sesuai dengan ketentuan atau aturan yang berlaku.
f. Kreatif artinya supervisi mengembangkan.

C. Jenis-Jenis Instrumen Supervisi

Jenis supervisi yang dibutuhkan oleh konselor adalah supervisi klinis, supervisi
pengembangan, dan supervisi administrasi. Tujuan dari supervisi klinis adalah peningkatan
keterampilan professional dan fungsi-fungsi etis konselor. Sumber data yang mendukung
supervisi klinis meliputi pengamatan atas konselor yang sedang menerapkan keterampilan
professional konseling dan nilai-nilainya. Dalam setting sekolah, peluang khas pengumpulan
data untuk mendukung supervisi klinis cukup tersedia, seperti rekaman langsung, observasi,
presentasi kasus, dan konsultasi. Para supervisor klinis harus seorang konselir senior yang
mempunyai kompetensi memadai tentang teori dan teknik konseling pada umumnya.
(Mashudi, 2018: 175)

Sementara itu, tujuan supervisi pengembangan adalah peningkatan program


bimbingan konseling dan pengajaran perkembangan professional konselor. Sumber data yang
mendukung supervisi pengembangan adalah rekaman-rekaman tujuan dan aktivitas yang
dikerjakan untuk mencapai tujuan dan ukuran mencapai tujuan, rencana program, dan
implementasi, self report, serta survey keputusan konsumen. Supervisi pengembangan yang
ideal dilakukan oleh kobselor ysng kompeten, di mana berasal dari sistem yang sama seperti
di supervisi. (Mashudi, 2018: 175)

Sedangkan, tujuan supervisi adminustrasi adalah jaminan pekerjaan bahwa konselor


memounyai kebiasaan pekerjaan yang patut dilakukan, mematuhi hukum dan kebijakan,
hubungan yang baik dengan staf sekolah yang lain dan orang tua, serta kegiatan pendidikan
lain yang efektif dilakukan di sekolah. Sumber data yang mendukung supervisi administrasi
adalah hal-hal seperti rencana kerja, pemeliharaan arsip dan sistem dokumentasi, serta bukti-
bukti kerja tim. Supervisor konselir dan administrator bisa menjadi provider supervisi ini.
(Mashudi, 2018: 176)

Dalam konteks peningkatan mutu professional, konselor ketiga jenis supervisi inilah
yang mempunyai peranan amat penting. Kinerja konselor akan terganggu ketika supervisi
administrasi dilakukan kepala sekolah atau pengawas yang tidak mempunyai kompetensi dan
latar belakang bimbingan dan konseling. Sebab, dia tidak memahami peran dan fungsi
konselor atau standar-standar etik yang dipegang teguh oleh konselor. (Mashudi, 2018: 176)

Dalam praktiknya, pelaksanaan supervisi di lapanfan jarang menggunakan satu


pendekatan tunggal seutuhnya. Pendekatan tersebut satu sama lainnya saling melengkapi dan
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Supervisor yang kaya metodologi
diperkirakan lebih mampu menghadapi situasi yang mendesak dengan menggunakan
berbagai macam aktivitas dan seperangkat teknik eklektik yang tepat. Supervisor dapat
merespons situasi yang muncul dengan penuh percaya diri, serta dapat merencakan dan
melaksanakan program supervisi dengan menggangabungkan berbagai metodologi.
(Mashudi, 2018: 177)

D. Pengembangan Instrumen Supervisi

Menurut Asrori (Mashudi, 2018: 177), ada lima langkah utama dalam melakukan
supervisi, di antaranya sebagai berikut:

1. Menetapkan tolak ukur, yaitu menentukan pedoman yang dilakukan.


2. Mengadakan penilaian, yaitu dengan memeriksa hasil pekerjaan yang nyata telah dicapai.
3. Membandingkan antara hasil penilaian pekerjaan dengan yang srharusnya dicapai sesuai
dengan tolak ukur yang telah ditetapkan.
4. Menginventasikan penyimpangan dan atau pemborosan yang terjadi (jika ada).
5. Melakukan tindakan korektif, yaitu mengusahakan agar yang direncanakan dapat menjadi
kenyataan.

Berdasarkan langkah-langkah dalam melaksanakan pengawasan tersebut, secara


implisit terkandung langkah penyusunan instrumen atau alat pengumpulan data. Semakin
baik instrumen yang digunakan, semakin valid data pengawasan sekolah yang terkumpul.
Sebaliknya, bila instrumen pengumpulan data yang digunakan berkualitas rendah maka data
yang terkumpulkan tidak akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Instrumen dapat
diibaratkan sebagai alat pendiagnosis penyimpangan pelaksanaan. Melalui instrumen
pengawasan, akan terdeteksi letak penyimpangan pelaksanaan kegiatan di suatu sekolah.

Setidaknya ada dua cara dalam mengembangkan instrumen (alat ukur), yaitu dengan
mengembangkan sendiri dengan cara menyadur (adaption). Menurut Arikunto (Mashudi,
2018:178), langkah-langkah yang harus dilalui dalam penyusun instrumen apa pun, termasuk
instrumen pengawasan sekolah, adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan instrumen yang telah di susun. Contoh:
tujuan menyusun angket untuk mengumpulkan data tentang besarnya minat belajar
dengan modul.
2. Membuat kisi-kisi yang merancangkan tentang perincian variabel dan jenis instrumen
yang akan digunakan untuk mengukur bagian variabel yang bersangkutan. Contoh: untuk
mengumpulkan data tentang kegiatan belajar-mengajar di kelas diperlukan angket,
wawancara, observasi dan dokumen.
3. Membuat butir-butir instrumen. Menyusun instrumen bukanlah pekerjaan yang mudah.
Bagi peneliti atau pengawas sekolah pemula, tugas menyusun instrumen merupakan
pekerjaan yang membosankan dan menyebalkan. Sebelum memulai pekerjaan, mereka
menganggap bahwa menyusun instrumen itu mudah. Setelah tahu bahwa langkah awal
adalah membuat kisi-kisi yang menuntut kejelian luar biasa, tidak mengherankan kalau
banyak di antara pengawas yang merasa kesulitan.
4. Menyunting instrumen. Apabila butir-butir instrumen sudah selesai dilakukan, maka
penilai atau pengawas melakukan pekerjaan terakhir dari penyusun instrumen, yaitu
mengadakan penyuntingan (editing). Berikut ini hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini.
a. Mengurutkan butir menurut sistematika yang dikehendaki penilai atau pengawas
untuk mempermudah pengolahan data.
b. Menuliskan petunjuk pengisian, identitas, dan sebagainya.
c. Membuar pengantar permohonan pengisian bagi angket yang diberikan kepada orang
lain. (Mashudi, 2018:180)
E. Komponen-Komponen Pengembangan Instrumen Supervisi
Instrumen supervisi BK pengembangan telah diuji secara kualitatif. Hasil uji
kualitatif menunjukkan bahwa intstrumen supervisi BK yang dikembangkan telah mampu
menggali semua komponen dan indikator yang seharusnya menjadi domain kerja guru BK
serta mampu membedakan guru BK yang telah melaksanakan unjuk kerja secara maksimal
maupun guru BK yang belum menunjukkan unjuk kerja secara maksimal.
1. Komponen persiapan dan manajemen program, instrumen supervisi BK pengembangan
disusun dengan memperhatikan agar indikatorindikator pada komponen ini dapat
menggali kejelasan arah pelaksanaan program BK, tentang bagaimana kemudahan
mengontrol kegiatan BK, dan tentang bagaimana program BK dapat terlaksana secara
efektif dan efisien. Selanjutnya komponen SDM untuk menjalankan kegiatankegiatan
manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara dan meningkatkan program
bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional, hubungan masyarakat
yang lebih luas, manajemen program, penelitian maupun pengembangan.
2. Komponen layanan dasar, instrumen supervisi BK pengembangan disusun dengan
memperhatikan semua agar dapat menggali semua indikator pada komponen layanan
dasar yang meliputi layanan orientasi, layanan informasi, bimbingan kelompok,
bimbingan klasikal maupun aplikasi instrumentasi pada unjuk kerja guru BK dalam
melaksanakan program pelayanan BK di sekolah.
3. Komponen pelayanan pengembangan, terapeutik dan pelayanan diperluas pada insrtumen
supervisi BK pengembangan disusun dengan memperhatikan agar dapat menggali
tentang bagaimana unjuk kerja guru BK pada pelayanan ini yang bertujuan untuk
membantu peserta didik agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah
yang dialaminya atau membantu peserta didik yang mengalami hambatan, kegagalan
dalam mencapai tugastugas perkembangannya yang berkenaan dengan masalah sosial-
pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan.
4. Komponen pelayanan arah peminatan untuk penjabaran aspek kompetensi profesional
dalam layanan BK berdasarkan Permendikbud Nomor 81.A Tahun 2013 Tentang
Implementasi Kurikulum pada instrumen supervisi BK pengembangan disusun dengan
memperhatikan agar dapat menggali unjuk kerja guru BK yang terjabarkan pada kegiatan
BK untuk pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi yang fokus
cakupannya antara lain mencakup pengembangan aspek (a) akademik, (b) karir, dan (c)
pribadi sosial.
5. Komponen laporan evaluasi dan tindak lanjut, instrumen supervisi BK pengembangan
disusun dengan memperhatikan agar dapat menggali tentang bagaimana unjuk kerja guru
BK dalam melakukan penilaian kegiatan BK di sekolah sebagai upaya upaya, tindakan
atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan program bimbingan di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-
patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.

Instrumen supervisi BK pengembangan mendapatkan penilaian responden 37% telah


maksimal pada uji kelayakan model instrumen BK yang dikembangkan melalui kegiatan
focus group discussion (FGD). Hal ini karena instrumen supervisi BK yang dikembangkan
benarbenar dapat menggali penjabaran kompetensi profesional guru BK sebagaimana yang
tertuang dalam Permendiknas No.27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik
kompentensi konselor yang dimanifestasikan pada komponenkomponen pelayanan BK
komprehensif sebagai paradigma baru pelayanan BK saat ini.

F.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pentingnya instrumen supervisi pada guru BK membantu guru dalam memahami
tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Idealnya
instumen supervisi BK dapat mengukur keterlaksanaan kompetensi profesional guru
bimbingan dan konseling. Selama ini pengawas melakukan supervisi untuk melakukan
penilaian terhadap kinerja guru BK menggunakan instrumen supervisi BK. Salah satu
kerampilan yang diperlukan oleh seorang kepala sekolah untuk membantu konselor dalam
proses konseling adalah penguasaan tentang supervisi. Pada dasarnya, supervisi diarahkan
pada dua aspek, yakni supervisi akademis dan manajerial. Jenis supervisi yang dibutuhkan
oleh konselor adalah supervisi klinis, supervisi pengembangan, dan supervisi administrasi.
Semakin baik instrumen yang digunakan, semakin valid data pengawasan sekolah yang
terkumpul. Sebaliknya, bila instrumen pengumpulan data yang digunakan berkualitas rendah
maka data yang terkumpulkan tidak akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Instrumen dapat diibaratkan sebagai alat pendiagnosis penyimpangan pelaksanaan. Melalui
instrumen pengawasan, akan terdeteksi letak penyimpangan pelaksanaan kegiatan di suatu
sekolah.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Maka dari itu kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapakn demi kesempurnaan penulisan makalah di kemudian
hari.
DAFTAR PUSTAKA

Amelisa, M & Suhono. (2018). Supervisi Bimbingan Konseling Dalam Meningkatkan


Penguasaan Keterampilan Layanan Konseling Guru BK. Jurnal TAPIS. Vol 2 No.1.
halaman 199
Mashudi, Farid. (2018). Panduan Praktis Evaluasi dan Supervisi Bimbingan Konseling.
Yogyakarta: DIVA Press
Ulfa, Sugiyo & Purwanto, Edy. (2014). Model Pengembangan Instrumen Supervisi Bimbingan
dan Konseling. Jurnal Bimbingan Konseling. Vol 3 No. 1. Halaman 54-60

Anda mungkin juga menyukai