Anda di halaman 1dari 4

Pengertian Asertif Training

Asertif training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang
mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Sebagai contoh ingin
marah, tapi tetap berespon manis (willis, 2011 :72).

Adapun pengertian latihan asertif ( assertive training) lainnya yaitu teknik yang sering kali digunakan
oleh pengikut aliran behavioristik. Teknik ini sangat efektif jika dipakai untuk mengatasi masalah-
masalah yang berhubungan dengan rasa percaya diri, pengungkapan diri, atau ketegasan diri (Hartono &
soedarnadji, 2012:129). Sedangkan menurut Gerald Corey (2010), latihan asertif akan membantu bagi
orang-orang yang (a) tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung; (b)
menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya;(c)
memiliki kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya; dan (5) merasa
tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

Latihan asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk
membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan
“tidak”, mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan
permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kielompok diterapkan untuk latihan asertif
ini (Latipun, 2011:94).

Pelatihan asertivitas adalah prosedur pengubahan perilaku yang mengajarkan, membimbing, melatih,
dan mendorong klien untuk menyatakan dan berperilaku tegas dalam situasi tertentu ( Walter,
et.al.1981). Klien diajarkan untuk menguasai perilakunya dalam menghadapi perilaku yang problematik
untuk meningkatkan efektivitas kehidupan dan mencegah kecemasan (Purwanta, 2012: 165). Cristoffs
Kelly (dalam Purwanta, 2012:166-167), mengemukakan bahwa perilaku asertif dapat digolongkan
menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Asertif penolakan. Ditandai oleh ucapan untuk memperhalus, seperti maaf

b. Asertif pujian. Ditandai oleh kemampuan untuk mengekspresikan perasaan positif seperti
menghargai, menyukai, mencintai, mengagumi, memuji, dan bersyukur.

c. Asertif permintaan. Jenis asertif ini terjadi kalau seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu
yang memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai, tanpa tekanan atau paksaan.

2. Dasar Teori Latihan Asertif

Teori latihan asertif didasarkan pada suatu asumsi bahwa banyak manusia menderita karena perasaan
cemas, depresi dan reaksi-reaksi ketidakbahagian yang lain karena tidak mampu untuk
mempertahankan/membela hak/kepentingan pribadinya (Bruno,2000). Penekanan latihan asertif adalah
pada “keterampilan” dan penggunaan keterampilan tersebut dalam tindakan.

Sedangkan Redd dkk. (1979) menyatakan bahwa latihan asertif direkomendasikan untuk individu yang
mengalami kecemasan interpersonal, tidak mampu menolak tindakan orang lain,dan memiliki kesulitan
berkomunikasi dengan orang lain.

Joyce & Weil (dalam Nursalim, 2013:141) mengemukakan bahwa latihan asertif menggunakan beberapa
asumsi sebagai berikut :

1). Latihan asertif menerapkan asumsi pendekatan perilaku yang dipelajari dan disubstansikan kedalam
pola perilaku tertentu.

2).bahwa tindakan individu berfungsi sebagai basis konsep dirinya.

3). Latihan asertifmenyatakan secara tidak langsung seperangkat prinsif umum, suatu filosofi hubungan
antarmanusia.

Matheson (dalam Nursalim, 2013:141) juga menemukan beberapa laporan penelitian yang
membuktikan bahwa latihan asertif dapat meningkatkan perilaku asertif dan pasif. Dikemukakan dalam
laporan tersebut bahwa para ahli yang mendukung latihan asertif menyatakan bahwa dampak latihan
asertif pada peningkatan konsep diri adalah sangat dramatis, dimana kecemasan dapat dihilangkan dan
keyakinan diri dipertinggi.

3. Tujuan Latihan Asertif

Lazarus (1971) dalam mengemukakan bahwa tujuan latihan asertif adalah untuk mengoreksi perilaku
yang tidak layak dengan mengubah respon-respon emosional yang salah dan mengeleminasipemikiran
irasional. Sedangkan Joyce dan Weill berpendapat bahwa tujuan latihan asertif adalah untuk
mengembangkan ekspresi perasaan baik yang positif atau yang negatif, mengekspresikan perasaan-
perasaan kontradiktif, dan mengembangkan perilaku atas dasar prakarsa sendiri.

Smith (1975) berpendapat bahwa latihan asertif dapat mengembangkan tidak hanya keterampilan
verbal, tetapi juga keterampilan nonverbal seperti kontak mata, postur, gesture, ekspresi wajah,
tekanan suara dengan layak (Nursalim, 2013:143).

Ada pun beberapa tujuan utama teknik latihan asertif lainnya yaitu sebagai berikut:

a. Mendorong kemampuan klien mengekpresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya.

b. Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau
memusuhi hak asasi orang lain.

c. Mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri sendiri.


d. Meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku asertif yang cocok untuk diri senditri
(Mashudi, 2014:140).

4. Manfaat Latihan Asertif

Corey menyatakan bahwa latihan asertif akan sangat berguna bagi mereka yang mempunyai masalah
tentang :

a. Melatih individu yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau rasa tersinggung.

b. Melatih individu yang menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain
untuk mendahuluinya

c. Melatih individu yang memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”.

d. Melatih individu yang kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya.

e. Melatih individu yang merasa tidak punya hak untuk memiliki perassaan- perasaan dan pikirannya
sendiri (Hartono & Soedarmadji, 2012:129).

5. Faktor-faktor Asertivitas

Rathus dan Nevid (dalam Nabila dkk, 2012:14) mengatakan ada enam faktor yang mempengaruhi
perkembangan perilaku asertif, yaitu:

a. Jenis Kelamin

Pada umumnya kaum pria cenderung lebih asertif daripada wanita karena tuntutan masyarakat. Sejak
kecil, kaum pria sudah dibiasakan untuk tegas dan kompetitif.

b. Self esteem

Orang yang memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekhawatiran sosial yang rendah, sehingga
mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri.

c. Kebudayaan

Kebudayaan mempunyai peran yang besar dalam mendidik perilaku asertif, biasanya hal ini
berhubungan dengan norma-norma

d. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas wawasan berpikir, sehingga memiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka.
e. Tipe Kepribadian

Seeseorang akan bertingkah laku berbeda dengan individu yang memiliki kepribadian lain.

f. Situasi tertentu lingkungan sekitarnya

Dalam berperilaku, seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam arti luas, misalnya posisi anggota
kelompok dengan pemimpin kelompok. Situasi dalam kehidupan tertentu dikhawatirkan dapat
menggangu dalam keadaan konflik.

6. Aspek-aspek Asertivitas

Menurut Bishop (dalam Nabila dkk, 2012:15) aspek-aspek asertivitas terdiri dari :

a. Self-aareness, artinya harus mampu jujur dan menyadari terhadap dirinya sebdiri untuk mengakui
apakah dirinya termasuk dalam nonasertif, agresif, atau asertif.

b. Flashpoints and bruises, artinya terlalu lama tinggal dengan konstruktif yang kurang sehat mengenai
cara yang dilakukan, sangat membantu dalam mendapatkan informasi mengenai penyebab nonasertif
atau agresif yang dilakukan oleh individu tersebut.

c. Making and refusing requests, artinya bagimana individu mampu menyatakan diri dengan tegas
termasuk berkata”ya” dan “tidak”, apa yang harus dilakukan terhadap respons yang tidak sesuai dengan
apa yang diharapkannya.

d. Tricky situation, artinya bagaimana individu mampu melihat konflik dan bagaimana untuk mengubah
situasi negatif menjadi interaksi positif.

7. Konsep Dasar Pelatihan Asertif

Asertivitas mempunyai makna kemampuan dan kemauan untuk menyatakan secara langsung
berdasarkan kondisi interpersonalnya. Pada situasiinterpersonal, individu sering dihadapkan pada situasi
yang mengalami kesulitan untuk menyatakan dan menegaskan pendirian dirinya adalah tindakan yang
layak dan benar.

Pelatihan asertivitas adalah prosedur pengubahan perilaku yang mengajarkan, membimbing, melatih,
dan mendorong klien untuk menyatakan dan berperilaku tegas dalam situasi tertentu
(Walter,et.al.1981). klien diajarkan untuk menguasai perilakunyadalam menghadapi perilaku yang
problematik untuk meningkatkan efektivitas kehidupan dan mencegah kecemasan (Purwanta, 2012:16-
166).

Anda mungkin juga menyukai