Anda di halaman 1dari 16

VI.

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Pada Perilaku Kekerasan ini TAK yang cocok adalah Terapi Aktivaitas
Kelompok Stimulasi Persepsi Assertive Training

1. Pengertian Assertive Training

Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioral.


Menurut Willis (2004:69) terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni
Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinerian dari B.F Skinner. Mula-mula terapi
ini dikemabangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat
dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui proses
belajar. Dengan kata lain perilaku yang menyimpang bersumber dari hasil
belajar di lingkungan. Willis (2004:72) menjelaskan bahwa assertive training
merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada
kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam
menyatakannya.

Assertive Training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal
berikut:
1) Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya.
2) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil
keuntungan padanya.
3) Mereka yang mengalami kesulitan berkata “tidak”.
4) Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya.
5) Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan
pikirannya.

Corey (2009:215) menjelaskan bahwa :

Assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan


tingkah laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam
mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-
situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan
peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-
individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar
mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih
terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-
reaksi yang terbuka itu.

Selain itu Gunarsih (2007:217) dalam bukunya Konseling dan


Psikoterapi menjelaskan pengertian latihan asertif menurut Alberti yaitu
prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku
penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan,
pendapat, dan haknya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa assertive


training atau latihan asertif adalah prosedur latihan yang diberikan untuk
membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan,
dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan
menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

2. Tujuan Assertive Training

Teknik assertive training dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa


tujuan yang ingin dicapai oleh konselor dan klien. Day (2008:338) menjelaskan
bahwa assertive training membantu klien belajar kemandirian sosial yang diperlukan
untuk mengekspresikan diri mereka dengan tepat.

Sedangkan menurut Fauzan (2010) terdapat beberapa tujuan assertive training yaitu :

a. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara


sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain;
b. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan
pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang
diinginkan atau tidak;
c. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara
sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak
orang lain;
d. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan
dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial;
e. Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan assertive training


adalah untuk melatih individu mengungkapkan dirinya, mengemukakan apa yang
dirasakan dan menyesuaikan diri dalam berinteraksi tanpa adanya rasa cemas karena
setiap individu mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, apa yang
diyakini serta sikapnya. Dengan demikian individu dapat menghindari terjadinya
kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

3. Manfaat Assertive Training

Setiap perlakuan atau latihan yang diberikan tentu memiliki berbagai manfaat bagi
individu yang menggunakannya.Menurut pendapat Corey (2009:213), manfaat latihan
asertif yaitu

a. Membantu bagi orang-orang yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan


perasaan tersinggung.
b. menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya.
c. memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”.
d. mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif
lainnya merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-
pikiran sendiri.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat


latihan asertif adalah membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang
diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan
menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.
4. Tahapan Pelaksanaan Assertive Training
Prosedur adalah tata cara melakukan suatu instruksi. Pelaksanaan assertive
training memiliki beberapa tahapan atau prosedur yang akan dilalui ketika
pelaksanaan latihan. Pada umumnya teknik untuk melakukan latihan asertif,
mendasarkan pada prosedur belajar dalam diri seseorang yang perlu diubah,
diperbaiki dan diperbarui. Masters (dalam Gunarsih, 2007:217-220) meringkas
beberapa jenis prosedur latihan asertif, yakni:
a. Identifikasi terhadap keadaan khusus yang menimbulkan persoalan pada klien.
b. Memeriksa apa yang dilakukan atau dipikirkan klien pada situasi tersebut. Pada
tahap ini, akan diberikan juga materi tentang perbedaan perilaku agresif, asertif,
dan pasif.
c. Dipilih sesuatu situasi khusus di mana klien melakukan permainan peran (role
play) sesuai dengan apa yang ia perlihatkan.
d. Diantara waktu-waktu pertemuan, konselor menyuruh klien melatih dalam
imajinasinya, respon yang cocok pada beberapa keadaan. Kepada mereka juga
diminta menyertakan pernyataan diri yang terjadi selama melakukan imajinasi.
Hasil apa yang dilakukan pasien atau klien, dibicarakan pada pertemuan
berikutnya.
e. Konselor harus menentukan apakah klien sudah mampu memberikan respon yang
sesuai dari dirinya sendiri secara efektif terhadap keadaan baru, baik dari laporan
langsung yang diberikan maupun dari keterangan orang lain yang mengetahui
keadaan pasien atau klien.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa assertive training


merupakan terapi perilaku yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan individu yang diganggu kecemasan dengan berbagai teknik yang ada
agar individu tersebut dapat memiliki perilaku asertif yang diinginkan.
Data Fokus

1. Data Subyektif
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah .
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2. Data Obyektif
Mata merah , wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
RESUME PERILAKU KEKERASAN

1. Definisi
Suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku yang dapat melukai
secara fisik baik terhadapdiri sendiri atau orang lain. (towsend,1998).
2. Keyword
Perilaku : tindakan
Kekerasan : suatu bentuk agresif
Perilaku Kekerasan :
Tindakan agresif yang dimanifestasikan secara fisik maupun psikologis dan berefek
melukai diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitarnya.
3. Tanda dan Gejala
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
4. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi pasif agresif amuk


Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri/respon melawan dan menentang sampai respon maladaptif yaitu
agresif –kekerasan.
a. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan orang lain dan ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternative.
c. Pasif
Perilaku dimana seseorang tidak mampu mengungkapkan perasaan sebagai suatu
usaha dalam mempertahankan haknya.
d. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan
ancaman memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai orang lain. Umumnya
klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
e. Kekerasan
Sering juga disebut dengan gaduh gelisah atau amuk. Prilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman
melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah
melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri atau
hilang kontrol.

5. Fase-fase Perilaku Kekerasan


a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor
yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap
kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi,
pelanggaran batas terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada
fase ini klien dan keluarga baru datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon
fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik
bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat,
kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal
mencapai tujuannya. Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.
d. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya. Mungkin
masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
e. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada
kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan
kelelahan
6. Pathway

Faktor Psikodinamika

Faktor predisposisi: Faktor precipitasi:

1. Faktor biologis 1. Ekspresi diri(eksistensi)


2. Faktor psikologis 2. Kematian orang yang disayang
3. Faktor social cultural 3. Kehilangan pekerjaan
4. Ketidakmampuan pada tahap
perkembangan
5. Self ideal tidak terpenuhi
6. Napza

Self affirmation yang Respon stres


kurang
Cemas

Marah

Tertantang Mengungkap secara Tertekan


Harga diri rendah verbal
Mekanisme Mekanisme koping
koping maladaptif Mekanisme maladaptif
koping baik
Marah impulsif Marah tidak terungkap
Masalah teratasi
Permusuhan Rendah diri
Adanya kelegaan
Masalah tidak teratasi Masalah tidak teratasi

Agresif Depresi

Isolasi sosial Perilaku Kekerasan


7. Pohon Masalah

Stuart dan sundeen(1997) mengidentifikasi pohon masalah kekerasan sebagai


berikut:

Resiko tinggi mencederai


(Effect ) orang lain

Perubahan persepsi
sensori halusinasi

Perilaku Kekerasan
(Core Problem)

Inefektif
proses terapi Gangguan harga diri Isolasi sosial
kronis

Koping Berduka disfungsional


(Causal)
keluarga tidak
eefektif

8. Data Fokus
1. Data Subyektif
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah .
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2. Data Obyektif
Mata merah , wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
9. Terapi Modalitas dalam Perilaku Kekerasan
1. Terapi kognitif
a. Definisi
Dimana perawat menguji distorsi kognitif klien sampai benar-benar logis-
rasional tujuan terapi:
1) Menetapkan distorsi klien secara logis-rasional
2) Tercapainya kata akhir, klien ingin benar-benar ingin menhilangkan
distorsi kognitif tersebut.

b. Pelaksanaan terapi kognitif


Peran perawat dalam terapi kognitif:
1) Berikan hubungan saling percaya
2) Memberi kesempatan pasien bertanya atau menyampaikan sesuatu (bila
perlu tindak lanjuti sementara)
3) Validasi distorsi kognitif yang telah disepakati untuk di intervensi
4) Tanyakan bukti-bukti yang mendukung distorsi kognitif dan atau
keuntungan apa yang didapatnya ( gunakan form uji realitas)
5) Hadirkan atau tanyakan bukti-bukti yang melemahkan dan atau kerugian
yang didapatkannya.
6) Mintai respon klien ( seberapa besar keyakinan yang masih dimilikinya)
7) Kesimpulan dan support.
8) Memberikan follow up
2. Terapi perilaku
a. Definisi
Salah satu jenis terapi yang menekankan pentingnya peranan pikiran dalam
kaitanya dengan perilaku yang dialami oleh klien untuk membantu klien
memandang masalah psikososial sebagai perilaku yang dapat dipelajari.
b. Penatalaksanaan terapi perilaku
1) Flooding
Klien diperlihatkan atau distimulasi dengan sumber ketakutan, kecemasan,
atau masalah lainya dalam interval waktu tertentu serta lingkungan yang
tidak membahayakan sampai klien mampu mengatasi masalah tersebut.
2) Gradual exposure
Hampir sama dengan flooding namun dilakukan dengan hierarki secara
progesif mulai dari stimulasi yang kurang, sampai stimulasi yang berat.
3) Desensitization
Dilakukan dengan memperlihatkan sedikit demi sedikit tetapi bertahap
mengenai hal-hal yang menjadi sumber ketakutan atau kecemasan
4) Modeling
Teknik klien dengan melihat dan mengikuti seseorang atau terapis yang
berhasil dalam melakukan sesuatu.
5) Operant Conditioning, meliputi:
a) Penguatan positif ,yaitu pemberian hadiah dapat membantu
dilanjutkannya prilaku
b) Pengguatan negatif,yaitu menghilangkan konsekuensi-konsekuensi
yang tidak diinginkan untuk membantu meneruskan perilaku
c) hukuman positif, yaitu konsekuensiaversi (keengganan atau penolakan)
mengurangi perilaku tertentu.
d) hukuman negatif, yaitu menarik hadiah mengurangi dilakukannya
perilaku tertentu.
6) Classical Conditioning
Manusia belajar berespons terhadap stimulus netral (stimulus
terkondisi).Sebagian besar pembelajaran diri kita di sadari oleh
pengendalian diri.
7) Terapi Aversi atau Terapi Refleks Terkondisi
a) Penghukuman pada masalah perilaku .
b) Dengan teknik pengganti atau pengkondisian klasik.
c) Pelatihan menghindari
8) Terapi Implosif
a) Flooding yaitu melakukan kontak langsung yang lama dengan objek
yang di takuti tersebut, dengan dimotivasi, di dotong dan di atur oleh
perawat.
b) Klien dilarang menghindar atau melarikan diri dari situasi.
9) Terapi Pengendlian Diri
Teknik terapi pengendalian diri adalah melatih klien untuk belajar
bagaimana mengubah kata-kata negative dan membimbing sampai mampu
mengendalikan tindakanya.
10) Terapi Perilaku Kognitif
a) Klien diminta untuk memantau aktivitas mereka, menilai derajat
kesulitan aktivitasnya, serta keputusan terhadadap aktivitasnya.
b) Klien diminta untuk melakukan sejumlah aktivitas yang menyenangkan
c) Latihan keterampilan sosial, asertif, dapat meningkatkan hubungan
interpersonal dan dapat menurunkan interaksi submisif.

3. Terapi Kelompok

Terapi aktivitas kelompok ini secara signifikan memberi perubahan terhadap


ekspresi kemarahan kearah yang lebih baik pada klien dengan riwayat kekerasan.
Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan ekspresi kemarahan
setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok 60,4%.

10. TAK yang cocok untuk Perilaku Kekerasan

Pada Perilaku Kekerasan ini TAK yang cocok adalah Terapi Aktivaitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Assertive Training

Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioral.


Menurut Willis (2004:69) terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni
Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinerian dari B.F Skinner. Mula-mula terapi ini
dikemabangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat dijelaskan
dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui proses belajar. Dengan kata
lain perilaku yang menyimpang bersumber dari hasil belajar di lingkungan. Willis
(2004:72) menjelaskan bahwa assertive training merupakan teknik dalam konseling
behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam
perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya.

Assertive Training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:
a) Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya.
b) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil
keuntungan padanya.
c) Mereka yang mengalami kesulitan berkata “tidak”.
d) Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya.
e) Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan
pikirannya.

Corey (2009:215) menjelaskan bahwa :

Assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan tingkah


laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-
cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal.
Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan peran, kecakapan-
kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan
mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-
perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan
bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.

Selain itu Gunarsih (2007:217) dalam bukunya Konseling dan


Psikoterapi menjelaskan pengertian latihan asertif menurut Alberti yaitu
prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku
penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat,
dan haknya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa assertive


training atau latihan asertif adalah prosedur latihan yang diberikan untuk
membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan,
dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai
hak-hak serta perasaan orang lain.
MAKALAH
KEPERAWATAN JIWA II
Perilaku Kekerasan

KELOMPOK 5:

1. Meidita Saridewi (201301004)


2. Nur Eviana Yuliatin (201301017)
3. Tala’lual Qomariyah (201301022)
4. Yus Arief Setiawan (201301027)
5. Suma’iyah (201301033)
6. Binti Laily Rosidah (201301038)
7. Laela Dwi P. S (201301044)
8. Sumitra Adi P (201301047)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat limpahan dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Makalah ini berjudul
“MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II”

Terimakasih senantiasa kami ucapkan kepada dosen pembimbing Keperawatan Jiwa


II yang telah memberikan bimbingan selama ini, terimakasih pula kami sampaikan kepada
pihak-pihak terkait yang telah membantu kami mengerjakan makalah ini.

Sebagai manusia biasa tentunya dalam makalah ini masih banyak


kekuranganya.Untuk itu kami mohon kepada guru pembimbing pada khususnya dan kepada
para pembaca pada umumnya untuk dapat meluruskan dan memperbaiki kekurangan-
kekurangan dalam laporan ini.Mudah-mudahan karyatulis ini bermanfaat bagi pembaca
umumnya dan kelompok kami khususnya.

Mojokerto, Oktober 2015

Penyusun

Anda mungkin juga menyukai