Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

A. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perilaku kekerasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah
tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat
perasaan- perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah.
(Dermawan dan Rusdi, 2013 ). Suatu keadaan di mana klien mengalami
perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk
orang lain, dan barang- barang (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi
ini maka perilaku kekerasan dapat di lakukan secara verbal, di arahkan
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat
terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan
atau riwayat perilaku kekerasan (Dermawan dan Rusdi, 2013 ).
2. Rentang Respons Marah

Respon adaptif Respon


Maladaptif
Gambar Rentang Respon Marah
Asertif Frustasi pasif agresif PK
Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengungkapkan mencapai tujuan tidak dapat mengeks- marah dan
rasa marah tanpa kepuasan saat mengungkapkan presikan bermusuhan
menyalahkan marah dan tidak perasaannya, secara fisik, yang kuat
orang lain dan dapat tidak berdaya tapi masih dan hilang
memberikan menemukan dn menyerah. terkontrol, kontrol
kelegaan. alternatifnya. mendorong disertai
orang lain amuk,
dengan merusak
ancaman lingkungan
Tabel 2.1 Rentang Respon Marah

Rentang Respon
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 96):
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan
b. Respon Maladaptif
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari
hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak
teratur (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).
3. Etiologi
A. Faktor Predisposisi yang mendukung terjadinya perilaku kekerasan
adalah (Riyadi dan Purwanto, 2009 ) :
1. Faktor biologis
a) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri) Teori ini
menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
b) Psycomatic theory (teori psikomatik) Pengalaman marah
adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem
limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan
maupun menghambat rasa marah.
2. Faktor psikologis
a) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi) Menurut
teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut
dapat mendorong individu berperilaku agresif karena
perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
b) Behavioral theory (teori perilaku) Kemarahan adalah proses
belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau
situasi yang mendukung reinforcement yang diterima pada
saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan
di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai
individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c) Existential theory (teori eksistensi) Bertindak sesuai perilaku
adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar manusia apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku
konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku destruktif.
3. Faktor sosio kultural
a) Social enviroment theory ( teori lingkungan ) Lingkungan
sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas
secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima.
b) Social learning theory ( teori belajar sosial ) Perilaku
kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.
B. Faktor Presipitasi Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi
setiap individu bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari
luar maupun dalam. Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain
serangan fisik, kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan
dari dalam adalah putus hubungan dengan seseorang yang berarti,
kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang
kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-lain.Selain itu lingkungan
yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan
4. Manifestasi klinik (perilaku)
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Jalan mondar mandir
Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari,
2015: 138):
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-
debar, rasa tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya
5. Proses Terjadinya amuk
Amuk merupakan respon kemarahan yang paling maladaptif yang
ditandai dengan peraasaan marah dan bermusuha yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain,
atau lingkuangan (Keliat, 1991 dalam Yusuf dkk, 2015). Amuk adalah
respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa
bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal.
Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri,
sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku dekstruktif agresif.
Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu :
a. Mengungkapkan secara verbal,
b. Menekan, dan
c. Menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila
perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang,
biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Marah ini menimulkan masalah
yang berkepajangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif
dan amuk.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping dari perilaku kekerasan menurut Dalami (2009) adalah
sebagai berikut:
a. Represi, merupakan mekanisme pertahanan yang dapat menimbulkan
permusuhan yang tidak disadari sehingga individu bersifat ekspoaitatif,
manipulative, dan ekspresi lainnya yang mudah berubah.
b. Supresi. Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan
diinginkan sebagai yang pernah dikomunikasikan sebelumnya.
Meepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, ada obyek
ang tidak egitu berbahaya seprti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi.
c. Denial. Mekanisme pertahanan ini cenderung meningkatkan marah
seseorang karena sering digunakan untuk mempertahankan harga diri
akibat ketidakmampuan.
d. Proyeksi. Cendrung meningkatkan ekspresi marah karena individu
berusaha mengekspresikan marahnya terhadap orang atau benda tanpa
dihalangi.
e. Sublimasi. Mengalihkan rasa marah pada aktivitas lainnya.
7. Kemungkinan Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku
kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah
antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang
merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara
rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah,
2012: 29).
b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang
sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY,
pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal
serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku
agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut
penelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan
menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
d) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak
contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin
sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem
persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh
yang dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon
androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan
GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
e) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom
otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan
air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang
rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101)
b) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif
( semakin keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain
diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi
dan mencium boneka tersebut dengan reward yang sama
(yang baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan
diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai
dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 101).
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon
ibu saat marah (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).
8. Kemungkinan akibat bila masalah utama tidak teratasi
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang
meakukan tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun
orang lain. Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal
140) :

Data Subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data Objektif :
a. Wajah tegang merah
b. Mondar mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar banyak keringat
f. Mata merah
g. Tatapan mata tajam
h. Muka merah

C. POHON MASALAH

Risiko menciderai orang lain dan


lingkungan

Core probelem Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri


Tidak efektifnya penatalaksanaan rendah
regimen terapeutik
Tidak efektifnya koping individu
Tidak efektifnya koping keluarga :
ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang
sakit

Gambar 2.2 Pohon masalah perilaku kekerasan


(Kumpulan strategi pelaksanaan RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Prov. Jawa Tengah)

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERU DIKAJI


1. Masalah keperawatan:
a. Perilaku kekerasan
b. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
c. Ketidakefektifan koping individu
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Perilaku kekerasan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
b. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
 Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA)


1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
3. Ketidakefektifan koping individu
F. RENCANA TINDAKAN (STRATEGI PELAKSANAAN)
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. perilaku kekerasan Setelah dilakukan keperawatan … x 24 jam, SP 1 :
diharapkan Pasien :
1. Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan 1. Identifikasi penyebab, tanda & gejala, PK yang dilak
akibat PK
2. Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain
2. Jelaskan cara mengontrol PK: fisik, obat, verbal, spiri
dan lingkungan 3. Latihan cara mengontrol PK secara fisik: tarik nafas
dan pukul kasur dan bantal
4. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik
Keluarga pasien :
1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pas
2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terja
PK (gunakan booklet)
3. Jelaskan cara merawat PK
4. Latih satu cara merawat PK dengan melakukan ke
fisik: tarik nafas dalam dan pukul kasur dan bantal
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan me
pujian

SP 2 :
Pasien :
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol PK dengan obat (jelaskan 6 b
jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisi
minum oba
Keluarga pasien :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih p
fisik. Beri pujian
2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
3. Latih cara memberikan/membimbing minum obat
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan me
pujian

SP 3 :
Pasien :
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol PK secara verbal (3 cara,
mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, m
obat dan verbal
Keluarga pasien :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih p
fisik dan memberikan obat. Beri pujian
2. Latih cara membimbing: cara bicara yang baik
3. Latih cara membimbing kegiatan spiritual
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan membe
pujian

SP 4 :
Pasien :
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat & verbal.
pujian
2. Latih cara mengontrol spiritual (2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, m
obat, verbal dan spiritual
Keluarga pasien :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih p
fisik, memberikan obat, latihan bicara yang ba
kegiatan spiritual. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujuk
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan membe
pujian

SP 5 :
Pasien :
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik1,2 & obat & verb
spiritual. Beri pujian
2. Nilai kemampuan yang telah mandiri
3. Nilai apakah PK terkontro
Keluarga pasien :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih p
fisik, memberikan obat, cara bicara yang baik & ke
spiritual dan follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontro
RSJ/PKM
2. Harga diri rendah Setelah dilakukan keperawatan … x 24 jam, SP 1 :
diharapkan Pasien :
1. Pasien dapat meningkat harga dirinya 1. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan
2. Pasien mampu melakukan kegiatan sesuai positif pasien (buat daftar kegiatan)
dengan kemampuan yang dimiliki 2. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakuka
ini (pilih dari daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan
dapat dilakukan saat ini
3. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang
dilakukan saat ini untuk dilatih
4. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukan
5. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua ka
hari
Keluarga pasien :
1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pa
2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terja
harga diri rendah (gunakan booklet)
3. Diskusikan kemampuan atau aspek positif pasien
pernah dimiliki sebelum dan setelah sakit
4. Jelaskan cara merawat harga diri rendah ter
memberikan pujian semua hal yang positif pada pasie
5. Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pe
yang dipilih pasien: bimbing dan beri pujian
6. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan membe
pujian

SP 2:
Pasien :
1. Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan b
pujian
2. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilat
3. Latih kegiatan kedua kedua (alat dan cara)
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: dua ke
masing2 dua kali per hari
Keluarga pasien :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing p
melaksanakan kegiatan pertama yang dipilih dan d
pasien. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih pasien dalam mela
kegiatan kedua yang dipilih pasien
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan me
pujian

SP 3 :
Pasien :
1. Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilat
berikan pujian
2. Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilat
3. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan:
kegiatan, masing-masing dua kali per hari
Keluarga pasien :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing p
melaksanakan kegiatan pertama dan kedua yang
dilatih. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih pasien melakukan ke
ketiga yang dipilih
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan be
pujian
SP 4:
Pasien :
1. Evaluasi kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang
dilatih dan berikan pujian
2. Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan di
3. Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan:
kegiatan masing-masing dua kali per hari
Keluarga pasien :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing p
melaksanakan kegiatan pertama, kedua dan ketiga
pujian
2. Bersama keluarga melatih pasien melakukan ke
keempat yang dipilih
3. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujuk
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan membe
pujian

SP 5:
Pasien :
1. Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian.
2. Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah harga diri pasien meningkat
Keluarga pasien :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing p
melakukan kegiatan yang dipilih oleh pasien. Beri pu
2. Nilai kemampuan keluarga mmbimbing pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontro
RSJ/PKM
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
CV Medika Trans Info
Dermawan D dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
Kumpulan Strategi Pelaksanaan RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Prov. Jawa Tengah

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka


Aditama.
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013.
Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu
Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Yusuf., dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai