A. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk
yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat
perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang
lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
B. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor predisposis,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis
Menurut Townsend(2016, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi perilaku
kekerasan meliputi:
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah,
2012: 31).
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal
142).
3) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada
masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama
untuk mnyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan
stress (Nuraenah, 2012: 31).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 143).
C. FAKTOR PARTISIPASI
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik
internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lungkungan.
3. Lingkungan: panas, padat dan bising
E. AKIBAT
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan tindakan
yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dapat
mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan
perilaku (Kartikasari, 2015: hal 140) :
Data Subyektif :
1. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data Obyektif :
1. Wajah tegang merah
2. Mondar mandir
3. Mata melotot, rahang mengatup
4. Tangan mengepal
5. Keluar banyak keringat
6. Mata merah
7. Tatapan mata tajam
F. PEMERIKSAAN
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer
bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal
145).
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak
harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan
kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan
uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program
kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga
agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
G. PATHWEY
COR PROBLEM
PK
HALUSINASI CAUSA
I. STRATEGI PELAKSANAN
1. PENGKAJIAN
Data Subyektif :
Klien mengatakan waria atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak
dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif :
Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
2. STRATEGI PELAKSAAN KEPERAWATAN
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Perilaku Kekerasan
Pertemuan ke I (satu)
. STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum, Selamat pagi ?”, “Perkenalkan saya perawat samsul , saya perawatn yang
bertugas di ruang perkutut ini. Nama mas siapa ? dan senang dipanggil apa ? ”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Mas saat ini ? apa masih ada perasaan marah, jengkel ?”
c. Kontrak
“Baiklah, pagi ini kita akan berbincang-bincang mengenai perasaan marah yang saat ini mas
rasakan ”. “Mari kita bercakap-cakap ke taman !” “Atau mas ingin ke tempat lain ?”. “Berapa
lama mas mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 15 menit ?”.
2. Kerja
“Apa yang meyebabkan mas bisa marah, Nah ceritakan apa yang dirasakan mas saat
marah ?”, saat mas Arif marah apa ada perasaan tegang ,kesal,tegang,menegepalkan
tangan,mondar mandir ?”. “atau mungkin ada hal lain yang dirasakan ?”.
“Apa ada tindakan saat mas Arif sedang marah seperti,memukul,membanting ?”......
“memukul ibu !”, “terus apakah setelah melakukan tindakan tadi masalah yang dialami
selesai, apakah diberikan motor oleh orang tua mas Arif ?”. “ Apa akibat dari tindakan yang
telah dilakukan di rumah ?”......ya ibu saya menangis dan kesakitan.......terus
apalagi ?”........dan akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa !”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang tentang perasaan marah yang mas
rasakan ?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba mas jelaskan lagi kenapa mas bisa marah”
c. Kontrak
1) Topik
“Baik, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang akibat dari perasaan
marah yang mas rasakan ?”
2) Tempat
“Dimana kita bisa berbincang lagi, bagaimana kalau disini saja?”
3) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang, bagaimana kalau 15 menit ?”
Kasus:
Seorang perempuan yaitu Ny.S pernah dirawat di RSJ karena sering mengamuk dan
ingin memukuli diri sendiri dan anak-anaknya,membanting barang ’’ di sekitarnya
Saat di lakukan pengkajian di RSJ muka pasien tampak merah dan tegang , berbicara
kasar dengan nada tinggi dan berperilaku agresif
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka Aditama.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, 29-
37.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info
Media.
PPNI. (2017). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPN