“PERILAKU KEKERASAN”
DI RUANG SERUNI RSUD RA KARTINI JEPARA
Disusun Oleh :
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan
yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
Perilaku kekerasaan adalah tingkah laku individu yang ditunjukkan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikolog. (Budi Ana Keliat, 2009) Perilaku kekerasan
merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
sekitar. (Fitria, 2019)
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat
dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku
kekerasan terdahulu.
B. ETIOLOGI
1. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor predisposis,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu:
a. Psikologis
Menurut Townsend (2016, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi perilaku
kekerasan meliputi:
1) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajarai,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstiumulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 142).
c. Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi
memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi
lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan
dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress (Nuraenah, 2012:
31).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 143).
2. FAKTOR PRESIPITASI
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara
fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
a. Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik internal
dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lungkungan.
c. Lingkungan: panas, padat dan bising
C. TANDA DAN GEJALA
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
1. Muka merah dan tegang
2. Mata melotot atau pandangan tajam
3. Tangan mengepal
4. Rahang mengatup
5. Wajah memerah dan tegang
6. Postur tubuh kaku
7. Pandangan tajam
8. Jalan mondar mandir
Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138)
1. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
2. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
3. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
4. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa tercekik
dan bingung
5. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
6. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya
D. RENTANG RESPON
Respon adaptif respon maladaptif
E. POHON MASALAH
PK COR PROBLEM
HALUSINASI CAUSA
F. PENATALAKSAAN MEDIS
1. Tindakan Keperawatan Keliat dkk. (2019) mengemukakan cara khusus yang dapat
dilakukan keluarga dalam mengatasi marah klien yaitu :
a. Berteriak, menjerit, memukul Terima marah klien, diam sebentar, arahkan klien untuk
memukul barang yang tidak mudah rusak seperti bantal, Kasur.
b. Cari penyebab perilaku kekerasan dan Bantu klien latihan relaksasi misalnya latihan
fisik maupun olahraga. Latihan pernafasan 2x/hari, tiap kali 10 kali tarikan dan
hembusan nafas.
c. Bantu melalui humor Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi muka
orang yang menjadi sasaran dan diskusi cara umum yang sesuai.
2. Terapi Medis Psikofarmaka
Adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes (2019), jenis obat psikofarmaka adalah :
a. Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala -gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejalagejala lain yang bisanya
terdapat pda penderita skizofrenia, panik depresif, gangguan personalitas, psikosa
involution, psikosa masa kecil.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma halusinasi pada anak-
anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak –anak
c. Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
d. Manipulasi lingkungan
e. Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan pasien,
sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis ini
terutamadiberikan atau diterapkan kepada lingkungan penderita, khususnya keluarga.
Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah / menciptakan situasi baru yang
lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan penderita kepada
lingkunmgan baru yang dipandang lebih baik dan kondusif, yang mampu mendukung
proses penyembuhan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nuraenah. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat Anggota
dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, 29-37.
Sari, K. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media.
STRATEGI PELAKSANAAN PADA KLIEN
PERILAKU KEKERASAN
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
DO :
2. Diagnosa Keperawatan
- Perilaku kekerasan
3. Tujuan Keperawatan
a. Tujuan umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung jawab
b. Tujuan khusus
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Klien dapat mengidentifikasi penyebab marah
- Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala yang dirasakan
- Klien dapat mengetahui akibat dari tindakan kekerasan yang klien lakukan
- Klien dapat mengidentifikasi respon klien terhadap perilaku kekerasan
- Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
- Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan secara konstruktif
- Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
- Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
- Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobatan)
4. Rencana Tindakan Keperawatan
- Membina hubungan saling percaya
- Mengidentifikasi penyebab marah
- Mengidentifikasi tanda dan gejala yang dirasakan
- Mebantu klien mengendalikan perilaku kekerasan
- Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
B. STRATEGI PELAKSANAAN
PASIEN
SP 1 : Mengkaji perilaku kekerasan dan mengajarkan cara menyalurkan rasa
marah (tarik nafas dalam)
1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik
“Selamat pagi mas! Saya perawat yang akan merawat anda. Saya Mahasiswa
Latif Adi Cahyono dari ITEKES Cendekia Utama Kudus, senang dipanggil Latif.
Nama anda siapa ? senang dipanggil apa ?”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan mas saat ini? Masih ada perasaan kesal atau marah ? Apa yang
terjadi di rumah ?”
c. Kontrak
- Topik
“Baiklah, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah mas.”
- Waktu
“Berapa lama mas mau kita berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 20 menit ?”
- Tempat
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di ruang tamu ?”
2. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan mas marah ? Apakah sebelumnya mas pernah marah ?
Terus, penyebabnya apa ? Samakah dengan yang sekarang ? O.. iya, jadi ada 2
penyebab marah mas.”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti mas pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan (misalnya ini penyebab marah klien), apa yang mas rasakan ?”
(tunggu respon klien).
“Apakah mas merasakan kesal kemudian dada mas berdebar-debar , mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal ?”
“Setelah itu apa yang mas lakukan?”
“Jadi mas memukul istri dan memecahkan piring? Apakah dengan cara ini
makanan terhidang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang mas lakukan ? Betul, istri
jadi sakit dan takut, piring-piring pecah.”
“Menurut mas adakah cara lain yang lebih baik? Maukah mas belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengendalikan kemarahan, mas. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi, melalui kegiatan fisik, rasa marah disalurkan.”
“Ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, bagaimana kalau kita
belajar satu cara dulu?”
“Begini mas, kalau tanda-tanda marah tadi sudah mas rasakan, mas berdiri, lalu
tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui
mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik nafas dari hidung, bagus..,
tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, mas sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini mas lakukan secara rutin sehingga bisa sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul mas sudah terbiasa melakukannya.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
- Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang tentang kemarahan mas ?”
- Evaluasi Objektif
“Iya, jadi ada 2 penyebab mas marah.. (sebutkan) dan yang mas rasakan..
(sebutkan) dan yang mas lakukan... (sebutkan) serta akibatnya..(sebutkan).”
“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah mas yang lalu, apa
yang mas lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan
nafas dalam, ya mas.”
b. Rencana tindak lanjut
“Sekarang kita buat jadwal latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan
nafas dalam ?”
c. Kontrak yang akan datang
1. Topik
“Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah/mengendalikan marah ?”
2. Waktu
“2 jam lagi saya akan datang”
3. Tempat
Kira-kira kita mau dimana mengobrolnya ? disini atau ditempat lain ?. “Baiklah,
sampai jumpa.”
Nah... bapak kan sudah bisa mengungangkapkan marah secara sehat dengan 3 cara.
Sekarang kita masukan dalam jadwal harian ya..? bapak mau latihan berapa kali ?
Baiklah. Cara mengungkapkan marah yang sehat yang ketiga adalah dengan cara
berbicara dengan baik-baik. Nah Sekarang coba bapak menyampaikan kepada orang
yang membuat bapak marah dengan baik-baik. Caranya ada 3 ( tiga ) yaitu :
1. Meminta dengan cara yang baik tanpa dengan marah, nada yang rendah dan
tidak kasar. Kemarin kan bapak mengatakan salah satu penyebab marahnya adalah
bapak meminta uang ! Nah kalo ingin meminta uang coba katakan baik-baik “pak saya
minta uang untuk membeli baju “ Coba bapak tirukan . Bagus . Sekali lagi… coba !
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukanya coba katakan “ Maaf saya tidak bisa melakukanya karena saya sedang ada
kerjaan. Coba bapak praktikkan . Bagus.
3. Mengungkapkan perasaan kesal. Jika ada yang perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak bisa mengatakan “pak bapak jangan seperti itu. Saya jadi ingin
marah kalo bapak mengatakan begitu. Coba praktekan pak.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
- Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan ?”
- Evaluasi Objektif
“Coba bapak lakukan lagi cara mengungkapkan marah yang sehat cara yang
ketiga? Bagus !
“Ya gejala yang di alami oleh bapak itu dinamakan perilaku kekerasan, yaitu
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik diri sendiri maupun
orang lain.”
“Jadi kalau suami ibu marah-marah dengan berdiri coba disuruh untuk duduk
pelan-pelan kemudian suruh suami ibu untuk tarik nafas panjang tahan sebentar dan
dikeluarkan lewat mulut.”
“Kalau nanti wajah bapak tampak tegang dan marah, lalu kelihatan gelisah itu
artinya bapak sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskan nya
dengan membanting-banting perabot rumah tangga atau memukul, atau bicara kasar.”
“Nah ibu sudah lihat kan apa yang saya ajarkan kepada ibu bila tanda-tanda
kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan jadwal latihan
cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik verbal, spiritual dan
minum obat teratur. Kalau bapak melakukannya, jangan lupa di puji ya bu..”
3. Fase Terminasi
- Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap cara merawat bapak?”
- Evaluasi objektf
Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak.
- Rencana Tindak Lanjut
“Baik, nanti kalau ibu besuk atau menjenguk bisa ditanyakan pada bapak. Dan
cobalah saat dirumah nanti ibu mendampingi dan membantu bapak jika amarahnya
kambuh.”
- Kontrak yang akan datang
1. Topik
“Bagaiamana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara-cara yang telah
kita bicarakan tadi langsung ke bapak?”
2. Waktu
“Dua hari lagi kita bertemu ya! Mau jam berapa? Kalau jam 09.00 wib!”
3. Tempat
“Mau dimana? Disini lagi atau tempat yang lain?”
“Nanti dirumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan bapak.”
“Masih ingat pak, ibu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka yang
harus di lakukan bapak adalah…?”
“Yaa betul bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hidung tahan sebentar, lalu keluarkan
/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi,
narik nafas dari hidung, bagus…tahan, dan keluarkan dari mulut. Nah lakukan 5 kali,
coba ibu temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5 kali”
“Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”.
3. Fase Terminasi
- Evaluasi Subjektif
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai, bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan
cara-cara merawat/mengontrol marah langsung kepada bapak?”
- Evaluasi objektif
“Bisa ibu sebutkan lagi cara mengontrol jika bapak sedang marah?”Bagus bu.”
- Rencana Tindak Lanjut
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi bapak melaksanakan jadwal latihan yang
telah dibuat selama dirumah nanti.jangan lupa berikan pujian untuk bapak, bila
dapat melakukan dengan benar ya bu.
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh bapak selama dirumah. Kalau misalnya bapak menolak minum obat, atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, maka ibu konsulkan ke dokter
atau dibawa ke rumah sakit ini untuk dilakukan pemeriksaan ulang pada bapak.”
3. Fase Terminasi
- Evaluasi Subjektif
“Bagaimana bu ada yang belum jelas?”
- Evaluasi objektf
“Coba setelah ini ibu memantau dan menjadwal aktivitas bapak .”
- Rencana Tindak Lanjut
“Ini jadwal harian bapak untuk dibawa pulang. Dan ini surat rujukan untuk perawat
puskemas didekat dirumah ibu. Jangan lupa kontrol ke Puskesmas terdekat sebelum
obat habis, atau ada gejala – gejala yang tampak.”