TINJAUAN PUSTAKA
9
Penelitian ini akan mengacu pada teori Gadzella. Pada teori Gadzella
dianggap lebih relavan dengan penelitian karena dapat menjelaskan stres
akademik pada mahasiswa melalui stressor dan reaksi stres yang didapatkan.
Selain itu, alat ukur Gadzella sudah diketahui keakuratan atau kevalidan dalam
mengukur stres akademik, sehingga peneliti dapat digunakan pada penelitian ini.
10
banyak orang, banyak mengkhawatirkan sesuatu, hingga
prokrastinasi. Pada mahasiswa yang terus mengkhawatirkan
sesuatu yang belum terjadi, entah dari pengerjaan tugas, tidak bisa
mengerjakan ujian, khawatir tidak bisa mengikuti kelas dengan
baik, dan lainnya.
b. Reaksi dari stressor akademik
Reaksi terhadap stressor akademik merupakan dimensi kedua dari
stres akademik, yaitu:
1. Adanya reaksi fisik (Physiological). Dapat berupa perubahan
berbicara menjadi tergagap, gemetar, berlebihan keluar keringat,
lelah, sakit perut, pusing, peningkatan atau penurunan berat badan
yang cukup signifikan.
2. Reaksi emosi (Emotional). Reaksi ini dapat berupa munculnya rasa
takut, sedih, bersalah, marah dan emosi lainnya.
3. Reaksi perilaku (Behavioral). Individu menjadi menangis,
menyakiti diri sendiri, mencoba bunuh diri, mudah marah,
menggunakan mekanisme pertahanan, serta melakukan pembatasan
dengan individu lainnya.
4. Penilaian kognitif (Cognitive Appraisal). Individu dapat
mengetahui situasi yang bisa mengakibatkan stres sehingga rasa
stres dan menekan dapat diatasi.
11
akademik. Serta peer pressures, yang mencakup adanya konflik,
persaingan, penerimaan atau penolakan dalam pertemanan di lingkup
akademik dan sebagainya.
c. Faktor lingkungan fisik. Hal ini berkaitan dengan kenyamanan dan
ketidaknyamanan kondisi lingkungan sekitar individu yang akan
berpengaruh pada situasi individu dalam memahami pembelajaran.
12
individu untuk bisa mengatasi tuntutan akademik serta lingkungan sosial di
universitas, dan juga memiliki rasa keterikatan pada perguruan tinggi.
Dari beberapa definisi penyesuaian peruguruan tinggi tersebut, penelitian
ini akan mengacu pada teori Baker dan Siryk. Pada teori penyesuaian di
perguruan tinggi dari Baker adanya teori yang relevan dan jelas dalam
menggambarkan penyesuaian perguruan tinggi pada mahasiswa di lingkungan
akademik. Penyesuaian yang dilakukan mahasiswa berdasarkan pada lingkungan
akademik, sosial, personal emosi dan juga kelekatan pada perguruan tinggi. Selain
itu, alat ukur Baker sudah diketahui keakuratan atau kevalidan dalam mengukur
penyesuaian di perguran tinggi, sehingga peneliti dapat digunakan pada penelitian
ini.
13
c. Personal-emotional adjustment (penyesuaian personal emosional)
Dalam dimensi ini terdapat dua jenis, yaitu secara psikologis dan
fisik. Secara psikologis akan terkait perasaan akan kesejahteraan
psikologis individu. Secara fisik akan terkait pada kesejahteraan fisik
individu dengan adanya tuntutan lingkungan perguruan tinggi.
d. Goal-commitment institutional attachment (kelekatan pada perguruan
tinggi)
Pada dimensi ini mencakup dua bagian, yaitu individu memiliki
perasaan dan rasa puas terhadap perguruan tinggi pada umumnya.
Begitupun pada perguruan tinggi, individu merasakan rasa puas terhadap
perguruan tinggi mahasiswa.
14
yang signifikan dengan penyesuaian akademik dan penyesialan
personal-emotion.
b. Faktor eksternal
1. Adanya situasi stressful yang signifikan
Mahasiswa atau individu mungkin mengalami stres berat karena
situasi pribadi atau kehidupan yang dapat mengganggu kemampuan
mereka untuk transisi ke perguruan tinggi. Kurangnya dukungan sosial
dari teman sebaya, persahabatan atau hubungan cinta yang buruk,
perbedaan dengan dunia luar, dan perbedaan budaya atau ras dapat
membuat mereka tertekan.
2. Karakteristik keluarga
Adanya fungsi keluarga merupakan salah satu aspek yang
membentuk karakteristik keluarga. Menurut Hollmann dan Metzler
(sebagaimana yang dikutip Baker, 2002), ketika siswa memiliki
persepsi positif tentang fungsi keluarga, seperti menggugat dalam
hubungan otonom (dalam membuat suatu keputusan tanpa diganggu
gugat) dan keakraban keluarga maka penyesuaian dalam dunia
perkuliahanpun yang dilakukan akan baik.
3. Dukungan sosial
Penyesuaian perguruan tinggi dikaitkan dengan dukungan sosial.
Salah satu hal yang membantu transisi mahasiswa ke perguruan tinggi
adalah dukungan sosial dari keluarga atau teman. Frazier dan Cook
(sebagaimana yang dikutip dalam Baker, 2002), menyebutkan bahwa
dukungan sosual memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel
SACQ yaitu, personal emotion adjustment. Jika mahasiswa memiliki
dukungan sosial baik, maka penyesuaian diri di perguruan tingginya
juga akan baik.
4. Karakteristik institusi
Karakteristik institusi terdapat beberapa, yaitu seperti aturan dari
instansi pendidikan atau universitas, organisasi di universitas,
pelayanan yang disediakan perguruan tinggi, jenis universitas, dan
sebagainya.
15
.
16
attachment, dan personal-emotion adjustment di perguruan tinggi, maka stres
akademiknya akan semakin rendah. Begitupun sebaliknya.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat diasumsikan, jika mahasiswa dapat
melakukan penyesuaian di perguruan tinggi dengan baik ketika adanya metode
pembelajaran yang berubah, maka kemungkinan akan rendahnya dalam
merasakan stres akademik. Serupa dengan penelitian Saniskoro dan Akmal
(2017), ketika mahasiswa memiliki kemampuan penyesuaian di perkuliahan yang
tinggi, maka akan rendahnya tingkat stres akademik pada mahasiswa. Namun, jika
mahasiswa tidak mampu melakukan adaptasi atau penyesuaian di perkuliahan
maka tingkat stres akademik mahasiswa akan meningkat. Maka dari itu, penelitian
memiliki kerangka berpikir bahwa dengan adanya penyesuaian di perguruan
tinggi yang baik akan mengurangi adanya tekanan stress akademik pada
mahasiswa, sehingga peneliti berasumsi kalau akan adanya pengaruh antar
penyesuaian di perguruan tinggi dengan stres akademik pada mahasiswa
Universitas Pembangunan Jaya.
Penyesuaian di
Stres akademik
perguruan tinggi
2.4. Hipotesis
17
18