TINJAUAN PUSTAKA
A. School Well-being
multidimensional yang berdampak pada sikap positif seperti emosi yang positif
dan selalu dalam keadaan suka cita. Well-being negatif maka akan
adalah seseorang dengan well-being yang tinggi adalah individu yang memiliki
pengalaman emosi yang positif, jarang terlibat dengan emosi negatif dan tingkat
kemudian terbentuklah tiga dimensi well-being yaitu having, loving dan being.
Konsep well-being ini kemudian dikembangkan oleh Konu dan Rimpela (2002)
materil maupun non-materil yang terbagi menjadi beberapa aspek yaitu having
(kondisi sekolah), loving (hubungan sosial), being (pemenuhan diri), dan health
(kesehatan).
Well-being dapat dilihat dari dua indikator, yakni indikator objektif dan
14
15
indikator subjektif didasarkan pada ekspresi orang terhadap sikap mereka dan
melihat berbagai hal, baik itu negatif maupun positif, serta materil maupun non-
masing aspek:
kebisingan, ventilasi, suhu udara, dan sebagainya. Aspek lain dari kondisi
suasana dari keseluruhan organisasi sekolah. Iklim sekolah dan iklim belajar
sekolah. Hubungan yang baik dan suasana yang baik merupakan untuk
kesejahteraan di sekolah.
pada hidupnya dan untuk kesenangan secara alami juga bagian penting
sekali dari pemenuhan diri. Dalam konteks sekolah, being dapat dilihat
sekolahnya dan aspek lain dari sekolah yang berfokus pada dirinya.
d. Health (Kesehatan)
Health (status kesehatan) Status siswa ini meliputi aspek fisik dan
well-being memiliki 4 aspek yang merujuk pada Konu dan Rimpela (2002)
and student’s school well being: the case of upper secondary schools in
Stockholm” untuk melihatu hubungan langsung antara stress dan shool well-
being. Penelitian ini menemukan bahwa stress yang dialami oleh guru memiliki
hubungan yang kuat dengan school well-being siswa. Semakin besarnya tuntutan
dan kewajiban yang harus ditanggung oleh guru setiap tahunnya menjadi faktor
utama tingginya tingkat stress pada guru dalam penelitian ini, sehingga
sekolah, interaksi yang baik antara guru maupun teman serta dukungan penuh
dari orangtua. Sedangkan faktor internal adalah modal dasar personal siswa yaitu
siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, disiplin yang tinggi,
kerjasama yang baik, memiliki strategi belajar yang baik serta inisiatif belajar
yang baik. Hubungan dengan teman dan guru juga akan memberikan perasaan
positif pada siswa sehingga siswa lebih bahagia dan menikmati situasi sekolah.
akademis yang rasional dengan metode interaktif dan kurikulum atau target yang
(Wijayanti & Sulistiobudi, 2018). Selain itu prokrastinasi juga dapat menjadi
2014).
19
dari eksternal seperti infrastruktur atau fasilitas, hubungan dengan teman dan
Kemudian terdapat juga faktor internal yang berasal dari diri individu seperti
terkumpul terdapat juga satu faktor yang muncul apabila berbagai faktor
eksternal dan internal bergabung, yaitu stres yang dipicu oleh berbagai hal
misalnya sikap guru yang acuh, kurikulum dengan konsep terlalu tinggi,
B. Stress Akademik
antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem
sosial individu tersebut (Sarafino 2006). Agolla dan Ongori (2009) juga
(2003) stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang
stres akademik ialah respon yang muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan
tugas yang harus dikerjakan siswa. Stres akademik adalah stres yang muncul
dengan sebuah situasi yang tidak dapat diselesaikan atau di atasi. Stres akademik
kompetisi dengan siswa lain, kegagalan, kekurangan uang saku, dan adanya
bahwa stres akademik adalah suatu kondisi atau keadaan dimana terjadi
dimiliki siswa sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan
tuntutan.
21
siswa. Teori stress akademik sendiri memiliki banyak pandangan dari beberapa
tokoh. Menurut Busari (2011) stress akademik memiliki empat aspek yaitu
a. Kognitif
b. Afektif
tidak nyaman secara psikologis dalam situasi tertentu, seperti rasa takut,
yang meledak-ledak.
c. Behavioral
yang memicu stress, akan ada perubahan perilaku dimana individu menjadi
enggan bersosialisasi dan tidak peka pada kebutuhan oranglain. Selain itu,
hiperaktivitas, cepat marah, terlalu agresif, menghindari situasi yang sulit dan
d. Fisiologis
memicu stress, akan ada perubahan pada respon tubuh yang terjadi karna
biasanya adalah sakit kepala, konstipasi, nyeri pada otot, cepat lelah dan
mual.
diukur dalam dua aspek, yakni stressor dan reaksi terhadap stressor akademik.
a. Stressor akademik
berikut:
1. Frustasi
kesempatan.
23
2. Konflik
memilih dua atau lebih hal yang berlawanan, seperti konflik antara dua
3. Tekanan
dalam diri maupun luar diri. Pressure dapat diartikan sebagai stimulus
4. Perubahan
5. Keinginan diri
Masten (2005) reaksi terhadap stres terdiri dari empat kategori, yaitu:
1. Fisiologis
sakit kepala, radang sendi, demam, berat badan berkurang atau berat
badan bertambah.
2. Emosional
marah.
3. Perilaku
menyendiri.
4. Kognitif
sangat merujuk pada respon individu melalui kognitif, afektif, behavioral, dan
Siswa SMA baik tahun pertama hingga ketiga masih berada dalam adaptasi
proses kehidupan, proses adaptasi ini disebabkan oleh berbagai perubahan mulai
dari internal seperti kondisi fisik, psikologis, maupun eksternal seperti hubungan
dengan oranglain dan juga perubahan yang sebelumnya tidak dirasakan di masa
akademis ini membuat siswa memiliki tuntutan akademis yang berat, ditambah lagi
dengan adanya sistem pendidikan baru yaitu zonasi menambah tuntutan baru pada
siswa untuk beradaptasi dan tidak semua remaja dapat melewati masa transisi
dengan baik (Konu & Lintonen, 2006). Menurut Tajjali, dkk (2010) kesulitan dalam
terlebih dahulu merasakan tekanan dan tuntutan dari luar seperti sekolah,
lingkungan, keluarga dan sistem sehingga reaksi yang ditimbulkan adalah rasa tidak
nyaman seperti takut, pikiran yang mengganggu, menarik diri dan perilaku lainnya
Ketika tuntutan akademik dan kapasitas individu tidak sesuai maka akan
timbul stress yang disebut sebagai stress akademik (Gusniarti, 2002; Lazarus &
Folkman, 1984), dan jika stress tersebut terjadi secara berkelanjutan maka
(Salam, et al. 2015). Siswa yang ingin melalui masa transisi dengan baik
membutuhkan well-being yang baik pula, kemampuan dan persepsi yang baik adaah
hal penting bagi siswa untuk mencapai mimpinya, memproses hubungan menjadi
bermakna, dan menyadarkannya akan potensi diri yang dimiliki (Bowman, 2010).
Hal ini menunjukkan bahwa stress akademik dapat menjadi salah satu veriabel yang
Stress akademik terdiri dari empat aspek yaitu kognitif, afektif, behavioral
dan fisiologis (Busari, 2011). Aspek-asek dari stress akademik tersebut dapat
berpengaruh tehadap school well-being pada siswa. Pada aspek pertama mengenai
kaku dan sulit untuk berkonsentrasi. Pemikiran negatif yang konstan akan
Hal ini bersinggungan langsung dengan aspek dari school well-being yaitu
informasi untuk mengerjakan tugas akademik maupun non akademik, siswa juga
2008). Aspek kedua dalam stress akademik adalah afektif, dimana individu yang
merasa stress ditandai dengan adanya rasa ingin menangis, tertekan, cemas dan
emosi yang sulit dikontrol. Ketika siswa merasakan dampak afektif dari stress
tidak akan didapatkan secara maksimal (Tharani, Husain & Warwick, 2017).
merasakan stress akademik, akan ada perubahan perilaku dimana siswa menjadi
enggan bersosialisasi dan tidak peka pada kebutuhan oranglain, hal ini jelas
mengganggu proses hubungan sosial dalam lingkungan sekolah, baik antar siswa
maupun dengan guru (Wijayanti & Sulistiobudi, 2018). Seperti pendapat dari
Torsehim (Fatimah, 2010), siswa yang merasa stress, tidak puas, tidak nyaman, dan
lelah dapat mengembangkan pola hubungan sosial yang buruk, hal-hal negatif yang
dirasakan oleh siswa akibat dari buruknya interaksi sosial dapat menghambat proses
transfer ilmu serta menghambat pelaksanaan peran guru dalam membantu siswa
Menurut Fairbrother dan Warn (Busari, 2011) konflik antara stres akademik
siswa tidak memiliki rencana pencapaian yang pasti, maka akan timbul rasa tidak
tertarik bahkan rasa terasingkan dari sekolah (Santrock, 2009). Berbagai penelitian
di atas membuktikan bahwa aspek ini bersinggungan langsung dengan salah satu
28
aspek dari school well-being, yaitu loving (hubungan sosial) yang dapat
Aspek terakhir dari stress akademik adalah fisiologis, dimana ketika siswa
merasakan stress akademik, akan timbul gangguan apada pola fisik siswa seperti
pusing dan mual. Gangguan fisiologis yang siswa rasakan jika memiliki frekuensi
dilakukan diagnosa, (Kaplan, et al, 1997). Hal ini sesuai dengan aspek dari school
masa sekolahnya.
penelitian terdahulu. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwaa perasaan tertekan
dan menimbulkan stress seperti ini jika terus berlanjut maka akan mengembangkan
pola dimana siswa berekasi negatif pada semua keadaan di sekolah, reaksi tersebut
dapat beragam seperti bosan, terasingkan dan kesepian. Sebaliknya jika siswa tidak
rentan terhadap stress akademik, maka toleransi siswa akan berbagai keadaan baik
akademik, non-akademik dari sekolah lebih tinggi, sehingga dengan adanya stress
29
akademik seluruh aspek pada school well-being terhambat dan secara subjektif
D. Skema Penelitian
Stress Akademik
• Kesenjangan kemampuan
akademik
Stress akademik School well-
• Tuntutan dari lingkungan tinggi being rendah
yang tidak sesuai dengan
sumber daya aktual siswa
• Jam sekolah terlalu
panjang dan tugas Stress akademik School well-
menumpuk rendah being tinggi
• Metode belajar yang
tidak sesuai dengan
kemampuan siswa
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara
Semakin tinggi stress akademik maka semakin rendah school well-being pada
siswa, dan semakin rendah stress akademik maka school well-being akan semakin
tinggi.