Anda di halaman 1dari 9

Mata kuliah : Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pengampu : Eva Meizara PD, S.Psi., M.SI, Psikolog.


Eka Sulfartiningsih S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Astiti Tenriawaru, S.Psi., M.Psi., Psikolog.

TUGAS PENGGANTI FINAL

KELOMPOK 10:

SAPUTRA TRY SUTRISNO (1671042002)

ANDINI FAIRUZ ALIFAH (1771041010)

A.REZKY PRATAMA (1871041075)

FARDHATILLAH NUR MENTARI (1971042080)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021
Identifikasi Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

A. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Attention Deficit Hyperactivity Disorder merupakan kesulitan dalam

memusatkan perhatian dan mempertahankan fokus pada kebanyakan tugas.

Seorang anak penyandang ADHD cenderung bergerak terus secara konstan dan

tidak bisa tenang, sehingga mereka sering kesulitan untuk belajar di sekolah,

mendengar dan mengikuti instruksi orang tua dan bersosialisasi dengan teman

sekelasnya. Anak penyandang ADHD menunjukkan kurangnya perhatian,

impulsifitas dan perilaku hiperaktif. Anak penyandang ADHD memiliki berbagai

masalah untuk dapat berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Masalah ini termasuk

kesulitan akademik, masalah dalam berteman, dan menjaga persahabatan, masalah

keluarga, dan perilaku melawan terhadap orang dewasa dalam hal hubungan

dengan orang lain, mereka sering kali bersikap bossy, dan agresif yang

mengakibatkan mereka dihindari oleh kebanyakan teman sekelasnya (Flanagen,

2005).

Bernfort Dkk (Setiawati, 2020) mengemukakan bahwa attention deficit

hyperactivity disorder (ADHD) merupakan gangguan neurodevelopmental

(gangguan yang terjadi pada masa perkembangan yang diakibatkan gangguan

emosi dan perilaku) yang bersifat kronis dan menetap. Priyatna (2010)

mengemukakan bahwa ADHD merupakan kelainan perilaku yang membuat anak

sering kali bertindak tanpa berfikir, hiperaktif, dan sulit untuk memusatkan

perhatian. Santosa (2019) mengemukakan bahwa ADHD merupakan masalah

medis umum yang terjadi pada anak yang pada umumnya ditandai dengan
perilaku hiperaktif dan sikapnya tidak bisa ditebak. Suyanto dan Wimbarti (2019)

dalam penelitiannya juga mengemukakan hal yang serupa bahwa hyperactivity

Disorder (ADHD) merupakan gangguan perkembangan saraf dengan gejala

berupa ketidakmampuan memusatkan perhatian, aktivitas yang berlebihan, dan

impulsivitas yang tidak sesuai dengan usia perkembangan.

Suroso (2021) mengemukakan bahwa gangguan neuro-behavioral yang

umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan mempegaruhi sebanyak 5-10% dari

anak usia sekolah yang seringkali bersifat kronis sehingga dapat mengganggu

banyak area perkembangan dan keberfungsian mereka dalam kehidupan anak-

anak. Suyanto dan Wimbarti (2019) mengemukakan bahwa Anak dengan

gangguan ADHD biasanya memiliki komorbid dengan gangguan lainnya.

Komorbiditas yang biasanya paling sering terjadi antara ADHD dengan dua

gangguan lainnya yaitu ODD (Oppositional Defiant Disorder) dan CD (Conduct

Disorder). Ridha (2021) mengemukakan bahwa Oppositional defiant disorder

(ODD) merupakan sebuah gangguan yang terjadi pada masa kanak-kanak yang

ditandai dengan tidak mampunya mengontrol perilaku, tidak patuh, penentang,

dan menunjukkan perilaku mengganggu dalam lingkungan sosial. Sedangkan CD

(Conduct Disorder) merupakan pola perilaku yang menetap dan berulang,

ditunjukkan dengan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial pada anak

seusianya (DSM-IV dalam Rini, 2010).

Priyatna (2010) mengemukakan bahwa Anak yang mengalami gangguan

ADHD mungkin saja paham dengan apa yang ia fikir atau harapkan dari dirinya

namun kesulitan untuk merealisasikan hal tersebut karena tidak mau untuk duduk
diam, menaruh perhatian atau menyimak hal detail dalam menyelesaikan tugas.

Setiawati (2020) mengemukakan bahwa gangguan ADHD dapat berlangsung di

sepanjang masa kehidupan individu sejak masa anak-anak hingga dewasa dan

dapat meningkatkan resiko kegagalan dalam menyelesaikan sekolah, penolakan

teman sebaya, konflik dalam keluarga, penyalahgunaan obat terlarang, perilaku

menentang, prestasi kinerja buruk, depresi, dan resiko bunuh diri serta berbagai

permasalahan Kesehatan fisik dan mental.

Tannock (dalam Thompson, 2014) mengemukakan bahwa antara 3-6% anak

usia sekolah menderita ADHD yang membuat proses pembelajaran menjadi sulit.

Penelitian menunjukkan bahwa ADHD terdapat pada 3-5% dari populasi. ADHD

adalah masalah kesehatan mental yang paling sering terjadi pada anak-anak.

ADHD lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan (Flanagen,

2005).

B. Pengambilan data Responden

Responden dalam penelitian ini adalah anak dalam sebuah keluarga yang di

Kota makassar yang diidentifikasi Attention Deficit Hyperactivity Disorder

(ADHD) berdasarkan hasil observasi dan wawancara menggunakan instrumen

ADHD. Wawancara dilakukan yang dilakukan menggunakan wawancara

terstruktur dimana item pertanyaan mengacu pada instrumen yang dimiliki dengan

tujuan mendapatkan informasi yang spesifik dan jelas. Observasi dilakukan untuk

memperoleh data sesuai dengan instrumen yang dimiliki.


Pengambilan data dilakukan di tempat tinggal responden dimana gejala

pengasuhan dan penerimaan serta dukungan orang tua kepada anak ditemukan.

Rumah Responden berada di Jl. Andi Tonro Lr. 4 B, Makassar yang berada di

lokasi perumahan warga pada sebuah gang kecil padat penduduk. Profesi ayah

dari responden sebagai guru di salah satu SMP Negeri di kota Makassar dan ibu

mengurus rumah tangga. Penduduk yang tinggal di daerah tersebut rata-rata

berprofesi sebagai buruh bangunan, tukang becak dan pedagang asongan.

C. Anamnesa

1. Identitas Responden

Responden berinisial AI, berjenis kelamin perempuan. Berusia 6 tahun 4

bulan, beragama islam dan sedang menempuh pendidikan sekolah dasar.

Responden merupakan anak keempat dari lima bersaudara dengan status

pernikahan belum menikah dan menetap di jalan Andi Tonro lr.4B Makassar.

2. Permasalahan yang Dihadapi

Responden mengalami speech delay dan lambat memberikan respon

terhadap stimulus yang diberikan. Orang tua Responden mengaku bahwa

Responden sulit mengendalikan emosi. Responden mengalami kesulitan

mencari kata yang tepat untuk bicara.

Atensi Responden kurang dan mudah teralihkan. Responden mudah

bergaul dan senang menyapa orang lain. Responden seringkali berceloteh

dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain. Responden menghindari

kontak mata dengan orang lain. Responden memiliki disiplin yang tinggi

terhadap tugas yang diberikan.


3. Riwayat Perkembangan

Perkembangan Responden normal selama masa kehamilan dan tidak ada

penyakit yang diderita selama masa kandungan. Responden lahir dengan

proses normal dan tidak mengalami gangguan pada masa kelahiran.

Responden memiliki kualitas makan yang baik dengan kuantitas yang normal.

Responden dapat berjalan pada usia 1 tahun delapan bulan, Responden

mulai mengucap suku kata pada usia 1 tahun 8 bulan namun mengalami

perkembangan bahasa yang lambat setelahnya. Responden pernah terjatuh

sebanyak 4 kali, pertama kali saat usia kurang lebih 1 tahun dan pada usia 3

tahun Responden mulai menunjukkan gejala ADHD. Responden tidak

memiliki riwayat ADHD secara genetik pada keluarga.

D. Screening

1. Ciri-ciri Fisik

Responden merupakan anak perempuan dengan perawatan proporsional

dengan berat badan kurang lebih 20 kg dan tinggi 110 cm. Rambut

berwarna hitam dengan panjang sebahu tidak dibiarkan tergerai tidak

diikat. Secara umum responden memiliki gambaran fisik normal sama

seperti anak-anak seusia yang lainnya terkecuali kemampuan dalam

berbicara yang masih lambat dan kurang jelas dalam menyebutkan sebuah

kata.

2. Kelebihan

Responden memiliki kelebihan dari segi antusias dalam mengerjakan satu

aktivitas misalnya dalam mengerjakan tugas setelah pulang dari sekolah


dengan syarat perlu untuk menjauhkan dari aktivitas saudaranya yang lain

serta suara-suara yang dapat menarik perhatiannya seperti TV dan

handphone. Dalam melakukan aktivitas yang membutuhkan gerak banya,

responden cenderung aktif dan tekun dalam mengerjakannya serta tidak

menunjukkan sikap Lelah. Dalam bermain responden memperlihatkan

tingkat konsentrasi yang tinggi dalam hal bermain Menyusun kubus,

responden terlihat telaten.

E. Program Pembelajaran Individu (PPI)

1. Kemampuan bahasa : Mampu mengungkapkan keinginan walaupun


kadang tidak jelas. Latihan bina wicara agar mampu berkomunikasi
dengan suara lantang, tidak lirih. Dan juga Sering mengajak anak untuk
berkomunikasi dua arah / diskusi
2. Kemampuan Sosial – Emosi : Sulit melakukan kontak mata. Terapi
perilaku maupun management emosi
F. Pola Asuh

Pola asuh yang diterapkan orang tua kepada responden adalah model

demokratis dimana orang tua memberikan AI keleluasaan dalam bermain tapi

masih tetap dalam kontrol. Dariyo (Asiyah, 2013) mengemukakan bahwa pola

asuh demokratis merupakan model pengasuhan yang menempatkan keputusan

orang tua dan anak sejajar dalam pengambilan keputusan. Anak diberi kebebasan

dan tanggung jawab atas perilaku yang dilakukannya dengan tetap dalam

pengawasan orang tua. Orang tua responden mengasuh anak dengan cara

memahami kebutuhan anak seperti memberikan kesempatan bermain dengan

pengawasan yang tidak menimbulkan dampak negative, seperti merusak atau

menyakiti. Metode orang tua mengontrol perilaku anak dengan memberikan

teguran tegas atau lebih keras ketika sudah tidak tantrum.


G. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

ADHD adalah gangguan psikitri pada anak yang paling banyak

dijumpai. Gangguan tersebut mengakibatkan perkembangannya

terhambat sehingga menimbulkan hambatan pada dirinya dan

berdampak pada perilaku. Masalah sosial yang terjadi diakibatkan

oleh perilaku hiperaktif. Dampak tersebut dirasakan oleh Orang tua,

Saudara kandung, Guru, maupun temannya.

Agar karakteristik hiperaktif dan perilaku penyertaannya dapat

berkurang maka dibutuhkan pembelajaran yang cocok dengan

keadaan individu dan metode tersebut dapat memenuhi tujuan.

Bermain adalah aktivitas yang disukai anak. Dengan bermain anak

menjadi gembira dan kemampuan anak dapat tereksplorasi.

2. Saran

Setelah penyusunan makalah ini, diharapkan adanya referensi bagi

pendidik anak berkebutuhan khusus, pembelajaran bagi anak ADHD

dapat menggunakan metode permainan untuk mengembangkan

keterampilan sosial dan komunikasi.


DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N. (2013). Pola Asuh Demokratis, Kepercayaan Diri dan Kemandirian
Mahasiswa Baru. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, 2(2), 108-121.
doi:ISSN: 2615-5168
Flanagen, R. (2005). ADHD KIDS, Attention Deficit Hyperaktive Disorder.
Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Priyatna, A. (2010). Not a little monster!, Memahami, mengasuh, dan mendidik
anak hiperaktif. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Ridha, A. A. (2021). Metode Positive Behavior Support untuk Mengelola Emosi
dan Perilaku pada Anak dengan Oppositional Defiant Disorder. Psikologi dan
Kesehatan Mental, 6(1), 150-161. doi:e-ISSN: 2528-5181
Santosa, Z. (2019). Memahami ADHD pada anak. Yogyakarta: CV. Alaf Media.
Suroso, A. N. (2021). Pendampingan shadow teacher pada anak dengan attention
defisit/hiperactivity disorder (ADHD). Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 6(2), 486-499. doi:e-ISSN: 2548-1398
Setiawati, Y. (2020). Modul pelatihan penanganan gangguan belajar, emosi dan
perilaku pada anak dengan attention deficit hyperactivity disorder. Jawa
TImur: Airlangga University Press.
Suyanto, B. N., & Wimbarti, S. (2019). Program intervensi musik terhadap
hiperaktivitas anak attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Gadjah
Mada Journal of professional psychology (GAMAJPP), 5(1), 15-25.
doi:doi:10.22146/gamajpp.48584
Thompson, J. (2014). Memahami anak berkebutuhan khusus. Indonesia: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai