Anda di halaman 1dari 20

BAB 4

Lingkungan Pendidikan

Pendidikan tidak mungkin terlepas dan pengaruh lingkungan, sementara lingkungan


terdiri dari gejala-gejala yang saling memengaruhi. Dalam psikologi field theory (teori
medan) diasumsikan bahwa tingkah laku dan atau proses-proses kognitif adalah suatu fungsi
banyak variabel yang adanya secara simulasi (serempak) dan suatu perubahan sesuatu dari
dalam mereka akan berakibat mengubah hasil keseluruhan. Pendapat ini memfokuskan pada
lingkungan yang memiliki daya kemamampuan memengaruhi inndividu manusia yang pada
gilirannya akan memengaruhi dalam tingkah laku dan atau proses-proses kognitif dalam
pendidikan.

Pendidikan adalah upaya yang sengaja untuk membantu pertumbuhan dan


perkembangan murid. Menurut sindhunata (2000:197), untuk mewujudkan upaya itu, proses
belajar menjadi hal yang penting. Menurut kaum konstruktivisme, seperti yang di ungkapkan
suparno (1997:61), belajar dalam pengertian ini merupakan proses aktif pelajar
mengonstruksi baik teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan
proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari
dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya di kembangkan.
Proses ini sangat membutuhkan lingkungan pendidikan yang mendukung peserta didik untuk
mengonstruksi,mengasimilasi, dan menghubungkan pengalaman.

Sutari (1995-35) menyatakan bahwa ada lima faktor pendidikan yang saling
memengaruhi dan berhubungan satu sama lain. Kelima faktor tersebut, yaitu faktor tujuan,
pendidik, anak didik, alat-alat dalam sekitar (milieu). Faktor tujuan mengisyaratkan bahwa
perbuatan mendidik tidak boleh diadakan tanpa ada kesanggupan dan tanpa disadari. Tiap
orang yang dengan sengaja memengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan
lebih tinggi biasa di sebut pendidik. Anak didik diartikan sebagai tiap orang atau sekelompok
orang yang menerima pengaruh dan seorang atau sekelompok orang yang menjalankan
kegiatan pendidikan. Alat pendidikan sendiri, yaitu perbuatan atau situasi yang diadakan
dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Faktor alam sekitar adalah segala sesuatu
yang ada di sekeliling alat. Selanjutnya juga disebutkan bahwa keberlangsungan dan
keberhasilan dalam pendidikan masuk dalam dan di pengaruhi faktor alat-alat pendidikan
tersebut. Seperti di kemukakan diatas, lima faktor pendidikan mempunyai keterkaitan dan
hubungan yang erat. Untuk itu, faktor alat pendidikan pun sangat tergantung dengan faktor
pendidikan yang lain .

Secara sederhana ada dua faktor yang memengaruhi keberhasilan proses pendidikan,
yaitu faktor yang bersal dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor yang berasal dan
luar diri individu. Faktor yang terdapat di dalam individu dikelompokkan menjadi dua faktor,
yaitu faktor psikis dan fisik. Kedua faktor tersebut keberadaannya ada yang ditentukan oleh
faktor keturunan, ada juga yang oleh faktor lingkungan, dan ada pula yang di tentukan oleh
keturunan dan lingkungan. Sementara itu, faktor berasal dan luar individu dikelompokkann
menjadi faktor lingkungan alam,sosial,ekonomi, guru, metode mengajar, kurikulum,program,
metode pelajaran, dan sarana dan prasarana.

Dari uraian di atas, jelas bahwa kedua faktor tersebut dalam pendidikan akan sangat
membantu keberhasilan proses pendidikan. Faktor ini bisa berasal baik dari dalam individu
maupun dari luar individu. Serta baik berasal dari faktor psikis atau fisik individu yang
sedang belajar maupun berasal dari lingkungan alam, sosial ekonomi, dan sebagiannya.

Perhatian ahli terdapat pengaruh lingkungan terhadap keberhasilan pendidikan dilakukan


oleh banyak ahli. Menurut Rumini,dkk. (1995:62) penguatan dalam pendidikan di perlukan
untuk reinforcement, yaitu stimulus yang memperkuat dan mempertahankan tingkah (aku
yang dikehendaki) yang merupakan kondisi mutlak bagi proses pembelajaran. Penguatan
dalam konteks pendidikan merupakan aktivitas pendidikan berupa pemberian bimbingan dan
bantuan rohani bagi yang masih memerlukan sebab menurut M.J.Langeveld (sutari,1987:35),
kalau sudah tidak lagi membutuhkan pertolongan tentu tidak lagi perlu dididik.

Teori-teori yang menjelaskan tentang pentingnya pengembangan lingkungan pendidikan


bagi pengembangan lingkungan pendidikan bagi perbaikan masyarakat banyak dijumpai.
Dari teori-teori tersebut diantaranya, yaitu teori sumber daya manusia (human resources
theory) dari Theodore W.Schultz, teori modernisasi (modernization theory) dari Daniel
Lerner, dan teori struktural-fungsional (structural-functional theory) dari Talcott parsons
(Rohman,2012:118).

Banyak contoh yang bisa diberikan untuk menunjukkan bagaimana proses pendidikan
yang berhasil baik dengan memperhatikan lingkungan pendidikan di dalamnya. Salah satunya
adalah yang dilakukan oleh Maslow dan para teoritikus lainnya yang memiliki dampak yang
sangat penting pada segala tingkatan pendidikan. Dr.Herbert Otto dari Universitas Utah
(Goble,1987-225) mengatakan bahwa teknik pendidikan paling produktif adalah teknik yang
memberi tekanan berbagai kemampuan dan pengalaman positif pada murid, yakni yang
memberikan tekanan pada kekuatan-kekuatan mereka bukan pada kelemahan mereka. John k.
Boyle, dalam lembaga pendidikannya yang diberi nama Executive power telah mengajar
ribuan orang tentang cara mengembangkan potensi yang masih tersembunyi.

Hendroyuwono (1983:3) menyatakan bahwa dalam khazanah psikologi


pendidikan,lingkungan pendidikan sering dimasukkan dalam faktor yang memengaruhi
belajar. Belajar sendiri dalam cakupan ini, diartikan sebagai perubahan yamg relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dan latihan dan pengalaman. Para ahli
psikologi dalam eksperimennya telah menemukan beberapa teori belajar yang dapat
digolongkan menjadi dua teori, yaitu teori behavioristik-elementaristik dan teori kognitif –
wholistik.

Suryabrata menerangkan ciri-ciri kedua teori tersebut, yaitu ciri-ciri teori behavioristik:
mementingkan peranan faktor lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mementingkan
peranan reaksi, mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar, mementingkan sebab-
sebab di waktu lalu, mementingkan pembentukan kebiasaan dari dalam pemecahan masalah
ciri khasnya trial and error.

Sedangkan ciri-ciri teori belajar kognitif, yaitu mementingkan apa yang ada pada diri si
pelajar, mementingkan keseluruhan, mementingkan peranan fungsi kognitif, mementingkan
keseimbangan dalam diri si pelajar, mementingkan kondisi yang ada pada waktu sekarang,
mementingkan pembentukan struktur kognitif dari dalam pemecahan masalah,ciri khasnya
insight.

Lickona (2012:558) merupakan contoh-contoh terkait dengan lingkungan pendidikan,


terutama keterlibatkan sekolah, orang tua, dan masyarakat yang bekerja sama untuk
memperbaiki kualitas pendidikan. Di wisconsin, departemen instruksi publik meluncurkan
kampanye di seluruh negara bagian tahun 1987, yang disebut tahun pendidikan keluarga.
Terdapat tiga tujuan, yaitu:

1. Mendidik para guru tentang peranan mereka dalam mempromosikan keterlibatkan


orang tua dalam pendidikan secara lebih besar;
2. Berbagai informasi dengan sekolah mengenai bagaimana mereka dapat meningkatkan
komunikasi rumah-sekolah;
3. Mendapatkan informasi secara langsung dari orang tua mengenai peran mereka dalam
pendidikan anak mereka;
Di missouri, orang tua sebagai guru telah berkembang pesat, dari sebuah program dengan
380 keluarga tahun 1981 menjadi layanan yang di danai oleh negara yang diberikan
kepada 543 distrik sekolah di missouri dan sekarang mencapai lebih dari 50.000 keluarga.
Program ini juga direplikasikan di lebih dari 80 tempat di seluruh dunia.

Lingkungan pendidikan merupakan tempat manusia berinteraksi timbal balik sehingga

Kemampuannya dapat terus dikembangkan kearah yang lebih baik lagi. Terdapat tiga, yang
paling utama,jenis lingkungan pendidikan yang paling besar memberikan pengaruh terhadap
kemampuan dan pengalaman manusia, yaitu keluarga ,sekolah, dan masyarakat ( biasa
disebut sebagai tri pusat pendidikan). Ketiganya merupakan media bagi manusia untuk
melakukan sosialisasi. Dalam sosialisasi manusia individu manusia mempelajari kebiasaan,
sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku, dan standar tingkah laku dalam
keluarga,sekolah,masyarakat.

A. KELUARGA
Terdapat beberapa difinisi keluarga, tetapi secara umum dapat didefinisikan keluarga
merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah,ibu, dan anak.
Hubungan yang terjadi di dalam keluarga di dasari atas dasar ikatan darah,
perkawinan atau adopsi. Hubungan dalam keluarga juga didominasi oleh suasana
afeksi dan rasa tanggung jawab. Sementara itu, fungsi keluarga adalah memelihara,
merawat, dan saling melindungi.
Terdapat tiga fungsi yang melekat sebagai ciri keluarga, yaitu sebagai berikut.
1. Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak oleh orang tuanya(fungsi
biologis)
2. Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh kemesraan dan afeksi(fungsi
afeksi)
3. Keluarga membentuk kepribadian anak (fungsi sosialisasi)

Fungsi-fungsi keluarga tersebut sangat penting dan harus terpenuhi oleh keluarga
sebab jika tidak terpenuhi, akan terjadi kepincangan. Kepincangan dalam keluarga
yang menjalankan fungsi-fungsi tersebut akan berdampak pada keharmonisan
keluarga. Dampak tersebut terutama paling berat dirasakan saat menimpa anak-
anaknya.

Selain hal-hal tersebut, keluarga juga memegang peranan penting dan


pengaruh yang besar terhadap kemampuan dan pengalaman manusia, terutama dalam
sosialisasi yang terjadi didalmnya. Dalam keluarga terdapat tiga tujuan sosialisasi,
yaitu interaksi di dalam keluarga, mengajarkan tentang penguasaan diri, nilai-nilai,
dan peranan-peranan sosial.

Keluarga memiliki peran dalam pendidikan anak dan berpengaruh terhadap


kepribadian anak. Adiwikarta (1988:69) mengatakan bahwa pengaruh keluarga
terhadap kepribadian anak itu besar, meskipun dalam ukuran relatif, telah di terima
secara luas di karangan masyarakat. Dalam masyarakat kita, terdapat pepatah-pepatah
yang mengandung arti kesamaan seorang anak dengan sifat-sifat orang tuanya, baik
dalam arti positif maupun negatif. Begitu orang tuanya, akan begitupula anak-
anaknya; air cucuran atap itu jatuhnya ke palimbahan juga. Hal tersebut bukan hanya
berlaku bagi sifat-sifat menta- rohaniyah . melainkan juga perilaku bahkan
penampilan fisik; pendek kata mengenai kepribadian secara umum. Dari orang tua
yang alim di harapkan kepada anak-anak yang alim, dan sebaliknya dari orang tua
yang diberi label jahat, dipandang sukar untuk diperoleh anak yang saleh. Kita
mengenal konsep bahwa kegemaran dan kemahiran seni dan olahraga bersifat
pembawaan yang di landasi sifat-sifat keturunan. Keluarga di anggap pemberi label
atau cap kepada kepribadian dan keturunannya.

Pengaruh keluarga terhadap anak tersebut memang dapat di mengerti dan


wajar adanya. Hubungan seorang anak dengan orang tuanya yang berlangsung
bertahun-tahun, dari seorang bayi, memungkinkan adanya indenfikasi, imitasi, dan
internalisasi kebiasaan, tindakan dan perilaku. Bertahun-tahun terjadi interaksi dalam
keluarga, disadari atau tidak terjadi pola-pola khusus yang terjadi dalam satu keluarga
yang berbeda dengan keluarga lainnya.

Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa keluarga merupakan institusi


yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia. Oleh
vembriarto (1990:45) dikatakan bahwa kondisi yang menyebabkan pentingnya
peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak dikarenakan oleh beberapa hal berikut.

1. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face-


to-face secara tetap; dalam kelompok yang demikian perkembangan anak dapat
diikuti dengan teliti oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam
hubungan sosial lebih muda terjadi.
2. Orang tua punya motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan
buah cinta kasih hubungan suami istri. Anak merupakan perluasan biologis dan
sosial orang tuanya. Motivasi yang kuat ini melahirkan hubungan emosional
antara orang tua dan anak.
3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap, orang tua
memainkan peran sangat penting terhadap sosialisasi anak.

Lickona (2012:554) menyatakan bahwa keberhasilan jangka panjang akan pendidikan


nilai-nilai yang baru tergantung pada kekuatan diluar sekolah, pada taraf ketika keluarga dan
komunitas bergabung dengan sekolah dalam usaha bersama untuk memenuhi kebutuhan akan
anak-anak dan membantu perkembangan kesehatan mereka. Pandangan tersebut
menunjukkan bahwa peran sekolah, orang tua, dan masyarakat sangat penting untuk bekerja
sama. Keluarga dapat memberikan pengaruh besar terhadap anak-anak mengenai sudut
pandang ank-anak mengenai sudut pandang kesehatan, kebahagiaan, rasa percaya diri, dan
karakter.

Saat ini tantangan sebagai orang tua, yaitu upaya mendudukannya sebagai partner dalam
pendidikan. Tantangan tersebut oleh Lickona (2012:561) disebutkan terdiri dari dua hal, yaitu
mendorong dan membantu orang tua untuk melaksanakan peran mereka sebagai pendidik
utama moral anak; serta membuat orang tua mendukung sekolah dalam usahanya untuk
mengajarkan moral yang positif.

Rahayu (2011:72) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa intensitas pendidikan


oleh orang tua dalam kegiatan belajar anak memiliki pengaruh secara langsung terhadap
prestasi anak. Perhatian orang tua dalam kegiatan belajar anak dirumah akan memberikan
motivasi bagi diri anak. Faktor keterlibatkan orang tua dalam mendidik anak termasuk faktor
sangat penting. Bloom (dalam Hasbullah,2002) menyatakan bahwa keterlibatkan orang tua
dalam mendidik anak menjadi penyebab kesuksesan belajar anak. Sementara itu, heynes
(1999) berpendapat bahwa sekolah sebenarnya suplemen dari rumah, artinya kedudukan
sekolah pada dasarnya merupakan penopang pendidikan di rumah.

Intensitas pendidikan dirumah oleh orang tua berdampak terhadap prestasi anak. Artinya,
semakin tinggi intensitas berdampak positif terhadap prestasi anak dan sebaliknya. Kuatnya
pengaruh keluarga bagi anak di banyak budaya dan masyarakat bahkan sampai dengan anak-
anaknya memiliki keluarga jalin-menjalin menjadi keluarga besar yang terdiri dari keluarga-
keluarga inti dan memiliki kebiasaan sendiri .
B. SEKOLAH
Pendidikan di sekolah memiliki kontribusi yang besar terhadap pembentukan
kemampuan dan pengalaman manusia. Sekolah atau sering disebut juga satuan
pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Vembriarto (1990-80) menyatakan bahwa keberadaan sekolah mempunyai dua aspek
penting, yaitu aspek individual dan sosial. Di satu pihak, keberadaan sekolah bertugas
memengaruhi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan pribadi
anak secara optimal. Di pihak lain, sekolah bertugas mendidik agar anak
mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Pilihan dan perimbangan yang tetap antara
kedua macam tugas tersebut merupakan sumber pertentangan pendapat dari waktu ke
waktu.
Walaupun terdapat pendebatan tentang aspek-aspek dalam pendidikan, secara
umum, terdapat konsensus mengenai fungsi sekolah. Fungsi sekolah sendiri, yaitu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara lebih terperinci,
vembriarto(1990-80) menyebutkan empat fungsi sekolah, yaitu transmisi budaya
masyarakat; menolong individu memilih dan melakukan peran sosialnya; menjamin
intregasi sosial; serta sebagai sumber inovasi sosial.
Transmisi budaya masyarakat terjadi salah satunya di sekolah, tentunya budaya
yang dianggap baik dan mencerminkan nilai-nilai masyarakat. Transmisi budaya
terjadi melalui materi-materi dan contoh-contoh dalam proses pembelajaran di
sekolah. Selain itu, perjumpaan peserta didik dengan peserta didik lainnya, peserta
didik dengan pendidiik/guru, atau peserta didik dengan lingkungan sekolah juga
merupkan media transmisi budaya.
Selain transmisi budaya tersebut, dalam sekolah juga memberikan pertolongan
kepada peserta didik untuk memilih dan melakukan peran sosialnya. Seorang anak
didik tentu saja memiliki potensi-potensi yang semestinya dikembangkan dengan
optimal. Sekolah memberi bimbingan dan arahan untuk mengembangkan potensi-
potensi tersebut. Potensi-potensi tersebut merupakan modal sosial saat seorang peserta
didik mulai melangkahkan kaki memenuhi peran-peran sosialnya di masyarkat.
Hughes dan hughes (2012:307) menyatakan bahwa ada tiga jenis utama suasana
atau atmosfer sosial yang dapat diamati disekolah dan di ruang kelas. Pertama,
atmosfer yang diciptakan oleh pendidik berkepribadian kuat yang sangat menguasai.
Akibatnya, anak-anak menjadi patuh dan tunduk secara lahiriah, tetapi boleh juga
menyamaikan bentuk-bentuk tersembunyi dan tak dikendaki pengesan, seperti gemar
mengganggu dan menganiaya. Dari sudut pandang belajar dan mengajar, suasana ini
bagus untuk pengajaran dogmatik dan hasilnya sering kali bagus. Akan tetapi dalam
realitas, pembelajarannya umumnya bersifat dangkal dan kurang mengakar. Sangat
sedikit minat langsung yang timbul pada suatu subjek yang timbul. Lagi pula, peserta
didik hanya memperlihatkan sedikit, jika ada, usaha atau inisiatif.
Kedua, atmosfer yang diciptakan oleh pendidik berkepribadian lemah yang mudah
tunduk. Hasilnya, anak-anak menjadi terlalu asertif dan ini boleh jadi menyemaikan
benih pertengkaran dan ketidaktertiban suatu keadaan yang jelas tidak mendukung,
baik untuk pembelajaran maupun pengajaran.
Terakhir, atmosfer yang diciptakan oleh pendidik yang walaupun diakui
menguasai keadaan, tetapi tidak bersikap mengakui dan tunduk. Atmosfernya bukan
penguasaan ataupun pemaksaan, melainkan persahabatan. Dalam suasana demikian,
banyak sekali hubungan “saling memberi dan menerima” yang terbangun diantara
pendidik dan peserta didik, diantara masing-masing anggota kelas.
Sekolah diharapkan memberikan seperangkat pengetahuan dan keterampilan
kepada peserta didik. Melalui pengetahuan dan keterampilan tersebut akan terbentuk
perilaku-perilaku terdidik. Perilaku terdidik akan memberikan koridor bagaimana
bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang ada. manakala setiap
individu dapat bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Integrasi
sosial yang didambakan akan terjadi.
Dengan adanya transmisi budaya yang baik dan berhasil, masyarakat tidak akan
bingung dengan peran sosialnya dan adanya integrasi sosial yang kuat merupakan
persyarat sekaligus sumber inovasi sosial. Artinya, kalau kondisi-kondisi tersebut
kurang terpenuhi, perlu di lakukan upaya-upaya optimalisasi fungsi-fungsi sekolah.
Orang yang memiliki pemahaman sosial yang baik merupakan otang-orang yang
kehidupan nya diatur oleh nilai-nilai ideal yang berharga. Tugas sekolah, yaitu
membantu setiap peserta didik membentuk ideal seperti itu untuk diri nya sendiri agar
yang bersangkutan menjadi diri yang pribadi yang matang.

Menurut lickona (2012:74), sikap hormat dan bertanggung jawab merupakan dua
nilai moral dasar yang di ajarkan di sekolah. Bentuk-bentuk nilai yang lain sebaiknya
diajarkan di sekolah, yaitu kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan, disiplin diri, tolong-
menolong, peduli sesama, kerja sama, keberanian, dan sikap demokratis. Nilai-nilai khusus
tersebut merupakan bentuk dari rasa hormat dan bertanggung jawab ataupun sebagai media
pendukung untuk bersifat hormat dan bertanggung jawab.

C. MASYARAKAT
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, tetapi hidup bermasyarakat menjadi
sesuatu yang tidak terhindarkan. Sisi individualitas manusia tidak bisa menolak sisi
soalnya, kesendirian manusia tidak bisa meninggalkan masyarakatnya. Soekanto
(2002:113) memberikan gambaran menarik mengenai kebutuhan manusia untuk
bermasyarakat. Seperti diketahui, manusia pertama-Adam- telah ditakdirkan untuk
hidup bersama dengan manusia lain, yaitu istrinya yang bernama Hawa.
Banyak cerita tentang manusia yang hidup menyendiri seperti robinson
crusoe. Akan tetapi, pengarangnya tidak dapat membuat penyelesain tentang hidup
seorang diri tadi karena kalau dia mati, berarti riwayatnya pun akan habis pula.
Kemudian muncullah tokoh “Friday” sebagai teman robinson crusoe. Walaupun
temannya itu pria juga, hal itu membuktikan bahwa pengarang sudah mempunyai
perasaan tentang kehidupan bersama antarmanusia. Begitu pula tokoh tarzan di dalam
film. Ia diberi pasangan seorang wanita teman hidupnya, yang kemudian berketurunan
pula, dan seterusnya.
Sosialisasi sekaligus belajar masyarakat bagi manusia menjadi sangat penting
untuk bertahan secara sosial, terutama untuk orang dewasa. Kalau sosialisasi dan
belajar dalam keluarga terjadi saat anak masih kecil, sosialisasi dan belajar pada masa
anak lebih besar atau pemuda terjadi di sekolah, pada masa dewasalah sosialisasi dan
belajar terjadi di masyarakat.
Dinamika dan proses kehidupan bermasyarakat terus terjadi sepanjang masa,
dalam masyarakat unsur pendidikan dapat dilihat dari lima komponen yang
menyertainya. Adiwakarta (1988:37) menyebutkan beberapa unsur, yaitu: (1)
pendidikan sebagai pranata sosial; (2) pendidikan dan kehidupan ekonomi; (3)
pendidikan dan stratifikasi sosial; (4) pendidikan dan mobilitas sosial; dan (5)
pendidikan dan perubahan sosial. Unsur-unsur tersebut menginternalisasi pada saat
individu berada di masyarakat.
Pranata sosial dalam masyarakat menjadi pedoman bagi anggota masyarakat,
menjaga keutuhan masyarakat, dan memberikan pegangan kepada masyarakat untuk
mengadakan pengendalian sosial. Pranata sosial mengandung pengertian adanya
norma-norma dan peraturan-peraturan yang menjadi karakteristik suatu masyarakat.
Dalam masyarakat pembentukan norma-norma menjadi lembaga kemasyarakatan
dapat melalui proses dikenal, diakui, dihargai dan ditaati dalam kehidupan sehari-hari
(pelembagaan) dan internalisasi ( norma-norma mendarah daging dalam jiwa anggota-
anggota masyaraktnya). Pendidikan merupakan transmisi bagi pranata sosial, tempat
pelembagaan, dan internalisasi terjadi.
Pendidikan dan kehidupan ekonomi memperlihatkan bahwa dalam masyarakat
terdapat pola-pola ekonomi yang hidup dan berkembang. Pola-pola ekonomi tersebut
meliputi sistem mata pencaharian,produksi, distribusi, dan konsumsi di masyarakat.
Pola-pola ekonomi tersebut saling berinteraksi dan saling berhubungan, serta
bertanggung sama lain. Sistem mata pencaharian akan terganggu jika rantai produksi
dan distribusi terganggu, begitu juga konsumsi di masyarakat. Keseimbangan diantara
pola-pola ekonomi tersebut menjadi titik ideal dan prasyarat bagi aspek pendidikan
dapat berjalan dengan baik.
Sistem pendidikan di indonesia banyak di tentukan oleh sistem ekonomi yang
berjalan. Salah satu contohnya, yaitu usaha sekolah untuk bermitra dengan sekolah-
sekolah luar negeri yang tentu saja membutuhkan dana yang tidak sedikit, padahal di
negara-negara maju dalam hal ilmu pengetahuan dan kaya dana, pendidikan
mungking menjadi penetu sistem ekonomi. Sistem ekonomi sangat kuat pengaruhnya
terhadap pendidik dalam proses pemeblajaran (pendidikan). Determinasi ekonomi
dalam pendidikan di indonesia selama ini di abaikan (atau memang tidak ada dalam
proses pendidikan). Keadaan ekonomi pendidik semestinya disadari sebagai sebuah
faktor internal dalam motivasi pendidikan. Posisi ekonomi pendidik yang lemah
sering dimanfaatkan kekuasaan sehingga pada gilirannya tidak menjadikan proses
pembelajaran berjalan efektif.
Implikasi yang timbul dari faktor determinalisasi ekonomi terhadap
pendidikan bagi perkembangan motivasi individual pendidik dalam pendidikan,
yaitu pendidik sulit membawa peserta didiknya mengenal realitas diri dan realitas
lingkungannya. Peserta didik tidak mampu mengidentifikasi realitas ekonomi diri
(termasuk orang tua) dan realitas ekonomi lingkungan. Efek yang paling buruk berupa
tercerabutnya peserta didik dari kesadaran ekonomi diri dan lingkungan sehingga
melahirkan apa yang kemudian di sebut dengan ketidakberdayaan. Peserta didik
pasrah dengan keadaan dan tidak mampu berbuat apapun untuk mengubahnya, dalam
bahasa erich froom silent culture dan webber menyebutkan etos kerja yang minimalis.
Tidak heran jika banyak murid mencari jalan pintas mencari keberhasilan, termasuk
dalam mencuri (menyontek) atau memalsukan ijazah.
Selanjutnya, pendidikan dan stratifikasi atau pelapisan sosial memperlihatkan
bahwa di dalam masyarakat masih ada yang dihargai. Penghargaan masyarakat pada
sesuatu itu menjadi pemantik tumbuhnya lapisan sosial dalam masyarakat. Barang
atau sesuatu yang di hargai di masyarakat itu, dapat berupa uang atau benda bernilai
ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu, kesalehan dalam agama atau mungkin juga
keturunan, dan sebagainya. Penghargaan masyarakat terhadap pendidikan tampak
pada penghargaan pada orang yang memiliki penguasaan ilmu. Penguasaan ilmu
pada seorang menjadi alat stratifikasi sosial yang dibentuk dan terbentuk
dimasyarakat, semakin tinggi penguasaan ilmu akan semakin tinggi juga stratifikasi
sosialnya.
Pendidikan dan mobilitas sosial menunjukkan bahwa dalam masyarakat terjadi
gerak dalam struktur sosialnya, yaitu pola-pola tertentu yang mengendalikan
organisasi suatu masyarakat. Struktur sosial memperlihatkan hubungan antara
individu dengan individu dan individu dengan masyarakat. Mobilitas dapat terjadi
secara vertikal (perpindahan kedudukan sosial tertentu yang tidak sederajat) dan
horizontal (perpindahan dari masyarakat satu kemasyarakat lainnya/ sederajat) di
masyarakt. Pendidikan menjadi sarana terjadinya mobilitas sosial dalam masyarakat,
dibutuhakn syarat-syarat pendidikan tertentu untuk melakukan mobilitas sosial
tertentu.
Pendidikan dan perubahan sosial menegaskan bahwa tidak ada yang tidak
berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Masyarakat sendiri terus berubah, dirasakan
atau tidak,terbatas atau luas, atau perubahan yang cepat atau lambat. Perubahan
dimasyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, pola-pola prilaku, organisasi, susunan,
lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakat. Kekuasaan wewenang
interaksi sosial dan seterusnya.
Pendidikan menjadikan perubahan sosial menjadi keniscayaan, yaitu
pendidikan mendorong sosial. Peran pendidikan dalam perubahan sosial menjadi
keyakinan masyarakat bangsa-bangsa di dunia.
Keterlibatkan masyarakat secara luas dalam prndidikan membantu
mengidentifikasi dan memperoleh dukungan bagi nilai-nilai yang diajarkan. Lickona
(2012:581) mengatakan bahwa sistem sekolahh yang mencoba untuk meletakkan
suatu program nilai pada tempatnya tanpa mengonfirmasi dan melibatkan masyarakat
sering kali menghadapi reaksi yang tidak baik, yaitu kesalahpahaman, kecurigaan, dan
perlawanan.

D. ORGANISASI DALAM LINGKUNGAN PENDIDIKAN


Pendidikan merupakan sebuah organisasi dan secara tidak langsung
memmbentuk sebuah lingkungan pendidikan. Dengan kata lain, lingkungan dalam
pendidikan merupakan lingkungan yang teroganisasi. Lingkungan dalam pendidikan
yang berbentuk organisasi pendidikan tersebut, dapat berupa baik organisasi formal
maupun organisasi informal.
Organisasi formal adalah organisasi yang dicirikan oleh struktur organisasi.
Keberadaan struktur organisasi menjadi pembeda utama antara organisasi formal
dengan informal.
Struktur dalam organisasi formal dimaksudkan untuk menyediakan penugasan
kewajiban dan tanggung jawab.
Analisis organisasi dalam lingkungan pendidikan memungkinkan seseorang
untuk menggambarkan, memahami, meramalkan, dan mengontrol fenomena
organisasi pendidikan. Analisis dapat dilakukan dengan melihat unsur-unsur dalam
organisasi dalam lingkungan pendidikan, seperti kedudukan (letak posisi seseorang),
hierarki kekuasaan, kedudukan garis dan staf (organisasi garis menegaskan struktur
pengambilan keputusan dan kedudukan staf mewakili keahlian-keahlian khusus yang
diperlukan bagi berfungsinya kedudukan garis).
Organisasi pendidikan memang memiliki jangkauan dan pengertian yang luas.
Hal ini terkait dengan jenis-jenis dan jenjang pendidikan yang luas juga. Dalam
pendidikan dikenal pendidikan dasar, menengah, atas, dan perguruan tinggi.
Sementara itu, masih terdapat pendidiakn formal dan nonformal, temasuk didalamnya
yang nonformal, yaitu pendidkan prasekolah.
Selain itu, masih terdapat juga lapangan pendidkan dipesantren dan lembaga-
lembaga keagamaan lainnya. Struktur organisasi pendidikan tersebut semakin besar
jika melibatkan elemen-elemen yang mendukung pendidikan, misalnya komite
sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, dan lain-lain.
Semua jangkauan dan pengertian yang luas mengenai pendidikan seperti
diungkapkan diatas akan menjadi optimal penegelolaannya jika dibina lingkungan
pendidikannya. Bina lingkungan pendidikan, artinya interaksi dan komunikasi antar
elemen pendidikan yang masif untuk mengahasilkan pendidkan yang mumpuni.
Beberapa komponen pendidkan yang bisa dilakukan interaksi masif dan
komunikasi antar elemen pendidkan tampak dalam Gambar 4.1 dibawah

Presiden

MPR/DPR

Kemendikbud

Pemerintah DPRD Pemerintah DPRD Pemerintah


DPR
Kabupaten Provinsi kota

Badan pendidikan Badan pendidikan Badan pendidikan


Kabupaten Provinsi Kota

DPRD di provinsi dan kabupaten/kota gubernur dan


bupati/walikota, badan pendidikan di provinsi dan
kabupaten/kota

Satuan pendidikan Dewan/komite sekolah untuk Satuan pendidikan


(Sekolah dan Luar satuan pendidikan dan dewan (Sekolah dan Luar
Sekolah) pendiddikan untuk Sekolah)
kabupaten/kota

Masyarakat

Gambar 4.1

Kaitan Organisasi Dalam Lingkungan Pendidikan Nasional


Gambar 4.1 tersebut memperlihatkan organisasi dalam lingkungan pendidikan
nasional. Strutur dan pembagian tanggung jawab tampak jelas dan terdistribusi secara
bertingkat pada setiap jenjang birokrasi. Lingkungan pendidikan yang berbentuk organisasi
tersebut saling dukung untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Keberhasilan dan
tercapainya tujuan pendidikan nasional akan membawa dampak positif bagi kemajuan bangsa
dan negara. Kemajuan bangsa dan negara pada gilirannya akan menyejahterakan rakyat.
Tentu saja dengan melihat gambar tersebut memerlukan campur tangan individu warga
negara, keluarga, sekolah, dan masyarakat secara menyeluruh.

Organisasi pendidikan di lingkungan kabupaten/kota di indonesia saat ini beragam.


Otonomi daerah telah memberikan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah kabupaten
dan kota mencakup pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,
pertanian,perhubungan,industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup,
pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.

Otonomi pendidikan sebagai imbas dari otonomi pendidikan juga memberikan


kewenangan daerah, selain pusat atau nasional, untuk melakukan evaluasi. Tujuannya untuk
mengetahui kesuaian kurikulum dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasioanal dan
kesusuainnya dengan tuntutan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Struktur organisasi
di kabupaten/kota membentuk lingkungan pendidikan dan menjadi pendukung utama bagi
kemajuan pendidikan di daerah. Berikut gambar struktur organisasi pendidikan di
kabupaten/kota.
Kepala dinas
Dewan pendidikan
kabupaten/kota
kabupaten/kota

Jabatan funsional
Sekretaris
1. Pengawas TK/SD
2. Pengawas SLTP dan SLTA

Subbagian Subbagian Subbagian


program dan umum dan keuangan
pelaporan kepegawaian

Bidang Bidang Bidang PNF Bidang pemuda dan


pendidikan SLTP/SLTA olahraga
dasar

Seksi Seksi
Seksi pembinaan Seksi
kurikulum kurikulum
kelembagaan PNF pemuda

Seksi tenaga Seksi tenaga


teknis Seksi Seksi
teknis
pengawasan PNF

Unit pelaksana teknis daerah

1. UPTD kecamatan
2. UPTD sekolah menengah
UPT TK SD SMP SMA
Gambar 4.2

Kaitan organisasi dalam lingkungan pendidikan kabupaten/kota

Organisasi terkecil dalam lingkungan pendidiikan, yaitu sekolah atau satuan


pendidikan. Sekolah di pimpin kepala sekolah yang membawahi wakil-wakil kepala sekolah
(waka), tata usaha,pendidikan/guru, dan peserta didik. Selain itu,terdapat komiite sekolah
yang merupakan mitra kepala sekolah dalam menjalankan program-program sekolah.

Komite sekolah ini merupakan wujud parrtisipasi masyarakat dalam pendidikan.


Maisyaroh dan surjani (2004:118) mengtakan, bahwa hubungan lembaga pendidikan dan
masyarakat adalah proses komunikasi antara lembaga pendidikan dan masyarakat dengan
tujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kebutuhan dan praktik
pendidikan dan pada akhirnya bekerja sama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
lembaga pendidikan. Manajemen hubungan lembaga pendidikan dan masyarakat adalah
proses mengelola komunikasi tersebut mulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan
pengendalian terhadap proses dan hasil kegiatannya.

Pengertian di atas memperlihatkan bahwa partisipasi masyarakat bertujuan untuk


membangun lembaga pendidikan. Wujudnya lebih menekankan pada mengelola komunikasi
antara lembaga pendidikan dan masyarakat. Media-media atau wadah-wadah komunikasi
tersebut sebenarnya sudah ada, misalnya melalui persatuan orang tua peserta didik, komite
atau dewan sekolah, dewan pendidikan atau lembga swadaya masyarakat yang fokus pada
bidang pendidikan.

Hasil penelitian Mas (2011:304) menunjukkan bahwa peran serta masyarakat dalam
pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompook, dan organisasi kemasyarakatan
dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. Masyarakat dapat berperan serta
sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna pendidikan. Peran masyarakat dapat di laksanakan
dalam berbagai bentuk: pendirian atau penyelenggaraan pendidikan, pengadaan, dan
pemberian tenaga pendidikan, pengadaan dan pemberian tenaga ahli, pengadaan dana,
pengadaan dan pemberian tenaga belajar, dan mendukung program-program sekolah.
Kepala Komite
sekolah sekolah

Tata usaha

Waka Waka Waka Waka


kurikulum Sarpras kesiswaan humas

Pendiddik
atau guru

Peserta
didik

Gambar 4.3

Kaitan organisasi dalamlingkungan pendidikan disekolah

Program sering dikaitkan dengan perencanaan kegiatan sebab program kerja


merupakan serangkaian perencanaan kegiatan. Perencanaan adalah adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. Program adalah instrumen kebijakan yang
berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi untuk mencapai sasaran dan
tujuan, serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan.

Berdasarkan pengertian diatas, program sekolah adalah sekumpulan rencana kerja


sekolah yang berisi satu atau lebih kegiatan yang di laksanakan oleh sekolah untuk mencapai
sasaran dan tujuan, serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang di
kordinasikan oleh sekolah. Program sekolah tersebut diadakan :
1. Mendukung kordinasi antarwarga sekolah;
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar warga sekolah;
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan sekolah;
4. Mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat; serta
5. Menjamin tercapainya sumber daya secara efisien dan efektif.

Sekolah juga membuat visi sekolah, merumuskan, dan menetapkan visi, serta
mengembangkannya. Keberadaan visi sekolah, yaitu:

1. Dijadikan sebagai cita-cita bersama warga sekolah dan segenap pihak yang
berkepentingan pada masa yang akan datang;
2. Mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga sekolah dan
segenap pihak yang berkepentingan;
3. Dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga sekolah dan pihak-pihak yang
berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya, serta visi pendidikan
nasional;
4. Diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang di pimpin oleh kepala sekolah
dengan memperhatikan masukan komite sekolah;
5. Disosialisasikan kepada warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan;
6. Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan
tantngan di masyarakat.
Selain visi diatas, sekolah juga merumuskan dan menetapkan visi serta
mengembangkannya. fungsi misi sekolah, yaitu:
1. Memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional;
2. Merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;
3. Menjadi dasar program pokok sekolah;
4. Menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang
diharapkan oleh sekolah;
5. Memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program sekolah;
6. Memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan
unit sekolah yang terlibat;
7. Merumuskan berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan
termasuk komite sekolh dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin
oleh kepala sekolah;
8. Mensosialisasikan kepada warga sekolah dan segenap pihak yang
berkepentingan; dan
9. Meninjau dan merumuskan kembali secara berala sesuai dengan
perkembangan dan tantangan di masyarakat.
Tujuan sekolah merupakan hasil dari usaha sekolah merumuskan dan
mnetepkan tujuan, serta mengembangkannya. Tjuan sekolah berisi antara lain:
1. Menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah
(empat tahunan);
2. Mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta relavan dengan
kebutuhan masyarakat;
3. Mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh sekolah
dan pemerintah;
4. Mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk
komite sekolah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh
kepala sekolah; dan
5. Mensosialisasikan kepada warga sekolah dan segenap pihak yang
berkepentingan.
Sekolah juga membuat rencana kerja yang terdiri dari :
1. Rencana kerja jangka menengahyang menggambarkan tujuan yang akan
dicapai dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan
yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan
mutu lulusan; dan
2. Rencana kerja tahunan dinyatakan dalam rencana kegiatan dan anggaran
sekolah atau madrasah (RKA-S/M) dilaksanakan berdasarkan rencana jangka
menegah.
Ketentuan rencana kerja jangka menegah dan tahunan sekolah, yaitu:
1. Disetujui rapat dewan pendidik setelah memperlihatkan pertimbangan
darikomite sekolah dan disahkan berlakunya oleh dinas pendidikan
kabupaten/kota.Pada sekolah swasta, rencana kerja ini disahkan berlakunya
oleh penyelengara sekkolah; dan
2. Dituangkan dalam dokumen yang mudah dibaca oleh pihak-pihak terkait.
Rencana kerja empat tahun dan tahunan disesuaikan dengan persetujuan
rapat dewan pendidikan dan pertimbangan komite sekolah. Rencana kerja
tahunan dijadikan dasar pengelolaan sekolah ditunjukan dengan kemandirian,
kemitraan, partisipasi, ketebukaan, dan akuntabilitas. Rencana kerja tahunan
memuat ketentuan yang jelas mengenai:
1. Kesiswaan ;
2. Kurikulikulum dan kegiatan pembelajaran;
3. Pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya;
4. Sarana dan prasarana;
5. Keuangan danpembiayaan;
6. Budaya dan lingkungan sekolah;
7. Peran serta masyarakat dan kemitraan;
8. Rencana-rencana kerja lain yang mengarah pada peningkatan dan
pengembangan mutu.

Anda mungkin juga menyukai