Anda di halaman 1dari 60

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa sebagai bagian dari institusi pendidikan dituntut untuk mampu

berprestasi dengan optimal dan selalu dihadapkan oleh tugas-tugas baik itu

yang bersifat akademis maupun non akademis (misalnya organisasi

kemahasiswaan). Mahasiswa juga tidak bisa terlepas dari tuntutan untuk

memenuhi tugasnya itu. Akan tetapi sering kali dalam menghadapi tugas-tugas

tersebut muncul rasa malas untuk mengerjakannya. Gejala dari perilaku ini

dapat disebut sebagai prokrastinasi, yang dapat diartikan sebagai perilaku

menunda untuk memulai suatu pekerjaan ataupun kegagalan untuk

menyelesaikan pekerjaan yang ditangani tepat pada waktunya dan secara

otomatis akan mengalami stress jika tidak ada motivasi dalam diri individu

untuk menyalesaikan pekerjaannya (Ferrari & Scher, 2000).

Prokrastinasi akademis dapat diasosiasikan pula dengan menyerahkan

tugas melewati batas waktu, mengalami stres dalam menghadapi tes,

mendapatkan nilai mata kuliah yang rendah (Lay & Burns, 1991). Hal senada

juga dikatakan oleh Ferrari (1995) bahwa mahasiswa yang berperilaku

prokrastinasi akibat stress akan meletakkan tugas kuliah pada prioritas terakhir

dibandingkan memulai aktivitas lain seperti bertemu dengan teman.

Stress merupakan bagian dari kehidupan yang muncul sebagai akibat dari

masalah motivasi yang bukan hanya melibatkan kemampuan manajemen

waktu yang kurang baik (Seymour, 1997). Lebih lanjut, beberapa peneliti

mengemukakan bahwa besarnya motivasi yang dimiliki seseorang juga akan


2

mempengaruhi stress yang dialami, dimana semakin tinggi motivasi yang

dimiliki individu dalam menyelesaikan tugasnya, maka akan semakin rendah

kecenderungannya untuk mengalami stress (Anonymous, 2009).

Penelitian lain juga menyebutkan, stress yang optimal akan membuat

motivasi menjadi tinggi, orang menjadi lebih bergairah, daya tangkap dan

persepsi menjadi tajam, menjadi tenang, dan lain-lain. Adapun stress yang

terlalu rendah akan mengakibatkan kebosanan, motivasi menjadi turun, sering

bolos, dan mengalami kelesuan. Sebaliknya, stress yang terlalu tinggi

mengakibatkan insomnia, lekas marah, meningkatkan kesalahan,

kebimbangan, dan lain-lain.

Salah satu factor utama penyebab stress yang dialami oleh mahasiswa

adalah yaitu tuntutan akademis yang dinilai terlampau berat, hasil ujian yang

buruk, tugas yang menumpuk, dan lingkungan pergaulan. Selain itu, kondisi

fisik atau bentuk tubuh menjadi bentuk stress yang lain dan cenderung untuk

merespon stress berdasarkan situasi dan kondisi pada saat itu juga

(Anonymous, 2009).

Prokrastinasi merupakan salah satu masalah yang menimpa sebagian besar

mahasiswa yang muncul akibat dari faktor stress yang dialami. Albert Ellis

(dalam Peterson, 1996) mengestimasi bahwa sebanyak 95% mahasiswa stress

mengerjakan tugas yang diberikan. Penelitian lain menyebutkan stress yang

dialami telah mempengaruhi 50% sampai 90% mahasiswa dalam bidang

akademis (Jassen &Cartoon; kachgal, Hansen, & Nutter; Pychyl, Morin, &

Salmon dalam Ackerman, 2005).


3

Bentuk dari stress yang paling sering muncul pada mahasiswa adalah

dalam menulis makalah yaitu sekitar 46% tugas membaca sebesar 30%,

belajar untuk ujian sebesar 28%, dan tugas-tugas akademis lainnya sebesar

23% (Rothblum, 1986; Solomon & Rothblum, 1984; Vallerand, 1995).

Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis, dan perilaku dari

manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan

internal dan eksternal. Sedangkan stressor adalah kejadian, situasi seseorang

atau suatu objek yang dilihat sebagai unsur yang menimbulkan stress. Stressor

sangat bervariasi bentuk dan macamnya, mulai dari sumber psikososial dan

perilaku saperti frustasi, cemas, dan kelebihan sumber bioekologi dan fisik

seperti bising, polusi, temperatur, dan gizi (Anonymous, 2009).

Blunt dan Pychyl (1998) serta Ferrari (1996) telah menemukan bahwa

stress menjadi fenomena yang umum di masyarakat luas dan merupakan

bagian dari kehidupan manusia, yang sebagian besar terjadi pada mahasiswa.

Mahasiswa yang memiliki kecenderungan stress tinggi, tidak hanya memiliki

nilai akademis yang rendah namun juga tingkat motivasi yang kurang dalam

dirinya (Tice & Baumster, 2007).

Di Prodi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso, ditemukan beberapa

indikasi adanya tingkat stress yang semakin meningkat di kalangan mahasiswa

khususnya pada tahun akademik 2012-2013 akibat stress dalam menghadapi

berbagai tugas yang diberikan serta mata kuliah yang semakin sulit.

Menurut studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 Mahasiswa di Prodi

DIII Keperawatan Universitas Bondowoso pada tanggal 28 Oktober 2013


4

ditemukan 7 responden (70%) mahasiswa mengalami stress dalam

menghadapi berbagai tugas yang diberikan.

Sebagian besar mata kuliah di Prodi DIII Keperawatan Universitas

Bondowoso memberikan tugas berupa menulis makalah baik yang berupa

tinjauan literature atau laporan penelitian. Tugas tersebut biasanya diberikan

pada awal masa perkuliahan dan telah ditetapkan batas waktu pengumpulan

makalah tersebut baik dari dosen pengajar maupun atas kesepakatan dengan

mahasiswa. Namun seringkali mahasiswa selalu menunda untuk memulai atau

menyelesaikan tugas makalah tersebut, dan melanggar kesepakatan yang telah

dibuat sehingga bukan tidak mungkin bahwa mahasiswa Prodi DIII

Keperawatan Universitas Bondowoso akan mempunyai kecenderungan tingkat

stress yang tinggi karena adanya tekanan yang mengharuskan semua tugas

yang diberikan harus selesai tepat pada batas waktu yang ditentukan dan

secara otomatis akan berpengaruh pada motivasi yang ada pada diri

mahasiswa.

Lebih lanjut dikatakan bahwa tingkat stress yang dialami mahasiswa

cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya masa kuliah mahasiswa

(Solomon & Rothblum, 1984). Mengingat pentingnya upaya dalam mengatasi

permasalahan stress di kalangan mahasiswa, maka diperlukan langkah-

langkah untuk melakukan pencegahan, salah satunya mengidentifikasi faktor

penyebab stres yang dialami sehingga berpengaruh pada motivasi belajar

dalam diri mahasiswa selain itu juga diadakan bimbingan konseling yang

dilakukan secara berkala oleh tenaga pendidik.


5

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul

penelitian “Hubungan Tingkat Stress dengan Motivasi Belajar Mahasiswa

Tahun Akademik 2012-2013 di Prodi DIII Keperawatan Universitas

Bondowoso“.

1.2 Rumusan Masalah

“Adakah Hubungan antara Tingkat Stress dengan Motivasi Belajar

Mahasiswa Tahun Akademik 2012-2013 di Prodi DIII Keperawatan

Universitas Bondowoso?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat stress dengan motivasi belajar

Mahasiswa Tahun Akademik 2012-2013 di Prodi DIII Keperawatan

Universitas Bondowoso

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat stress Mahasiswa Tahun Akademik 2012-

2013 di Prodi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso

2. Mengidentifikasi motivasi belajar Mahasiswa Tahun Akademik 2012-

2013 di Prodi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso

3. Menganalisa hubungan tingkat stress dengan motivasi belajar

Mahasiswa Tahun Akademik 2012-2013 di Prodi DIII Keperawatan

Universitas Bondowoso.

1.4 Manfaat Penelitian


6

1.4.1 Bagi Ilmu Keperawatan

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan ilmu

keperawatan khususnya di bidang managemen stress.

1.4.2 Bagi Mahasiswa Keperawatan

Mahasiswa keperawatan dapat memproritaskan kegiatan kuliah

agar tidak stress dalam menghadapi semua tugas yang diberikan dalam

masa perkuliahan sehingga dengan motivasi yang dimiliki akan

mendapatkan hasil prestasi atau nilai yang maksimal.

1.4.3 Bagi Institusi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kepustakaan bagi

institusi keperawatan dan memotivasi Mahasiswa untuk menghindari

stress serta mengadakan kegiatan yang rekreatif.

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan

penelitian sejenis dan memodifikasi variable misalnya hubungan stress

dengan kejadian yang lain.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stress

2.1.1 Pengertian Stress

Stress menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan

bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap

tuntutan kebutuhan kebutuhan yang ada dalam dirinya (Pusdiknakes,

Dep.Kes.RI, 1989). Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami

gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan

tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia

disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan

penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat

pula disertai keluhan-keluhan psikis.Tidak semua bentuk stres mempunyai

konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan

eustres.

Dadang Hawari, 2001 mengemukakan Stress adalah reaksi/respons

tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan).

Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai

stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons

fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang

menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat

stres; semua sebagai suatu system (WHO, 2003).


8

Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang

menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang (Soeharto Heerdjan,

1987).

Menurut Maramis, 1999 Stress adalah segala masalah atau tuntutan

penyesuaian diri dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan

kita.

Menurut Vincent Cornell, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht

(2000) bahwa yang dimaksud Stress adalah gangguan pada tubuh dan

pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan yang

dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam

lingkungan tersebut.

Secara umum yang dimaksud Stress adalah reaksi tubuh terhadap

situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan

lain-lain.

Stressor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan

menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik

nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis.

Stressreaction acute (reaksi stress akut) adalah gangguan sementara yang

muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang

jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya

mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping

(copingcapacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi

stress akut dan keparahannya.


9

2.1.2 Sumber Stress

Kondisi stress dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau

sumber, dalam istilah yang lebih umum disebut stressor. Sresor adalah

keadaan atau situasi individu yang dapat menimbulkan stress.Secara

umum stressor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu stressor fisik, social, dan

psikologis.

A. Stressor Fisik

Bentuk dari stressor fisik adalah suhu (panas atau dingin), suara bising,

polusi udara, keracunan, obat-obatan bahan kimiawi.

B. Stressor Sosial

1. Stressor social, ekonomi, dan politik, misalnya tingkat inflasi yang

tinggi, tidak ada pekerjaan, pajak yang tinggi, perubahan

tekhnologi yang cepat, kejahatan.

2. Keluarga, misalnya peran seks, iri, cemburu, kematian anggota

keluarga, masalah keuangan, perbedaan gaya hidup dengan

pasangan atau anggota keluarga yang lain.

3. Jabatan dan karir, misalnya kompetisi dengan teman, hubungan

yang kurang baik dengan atasan atau sejawat, pelatihan, aturan

kerja.

4. Hubungan interpersonal dan lingkungan, misalnya harapan social

yang terlalu tinggi, pelyanan yang buruk, hubungan social yang

buruk.

C. Stressor Psikologis

Menurut Maramis (1999), ada empat stressor psikologis, yaitu:


10

1. Frustasi

Frustasi adalah tidak tercapainya keinginan atau tujuan karena ada

hambatan.

2. Konflik

Timbulnya karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam

keinginan, kebutuhan atau tujuan. Bentuknya approach-approah

conflict, approach-avoidance conflict, atau avoidance-avoidance

conflict.

3. Tekanan

Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat

berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang

terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu, misalnya orang

tua menuntut anaknya agar di sekolah selalu ranking satu.

4. Krisis

Krisis yaitu suatu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan

stress pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi,

kecelakaan, dan penyakit yang harus segera di operasi.

Menurut Brench Grand (2000), stress ditinjau dari penyababnya hanya

dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan

seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.

2. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil seperti

pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan

dimakan, dan antri.


11

2.1.3 Gejala Stres

Gejala terjadinya stress secara umum terdiri dari dua gejala, yaitu:

a. Gejala Fisik

Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stress

adalah: nyeri dada, diare selama beberapa hari, sakit kepala, mual,

jantung berdebar, lelah, sukar tidur.

b. Gejala Psikis

Sementara bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah:

cepat marah, ingatan melemah, tak mampu berkonsentrasi, tidak

mampu menyelesaikan tugas, reaksi berlebih terhadap hal sepele, daya

kemampuan berkurang, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain,

dan emosi tidak terkendali.

2.1.4 Tingkatan Respon terhadap Stres

Sebenarnya stress tidak selalu bersifat negative Hans Selya (dalam

Glrdano, 1990) membagi stress menjadi tiga, yaitu:

a. Eustress

Eustress adalah respon stress ringan yang menimbulkan rasa

bahagia, senang, menantang, dan menggairahkan. Dalam hal ini,

tekanan yang terjadi bersifat positif, misalnya lulus dari ujian, atau

kondisi ketika menghadapi perkawinan.

b. Distress

Distress merupakan respon stress yang buruk dan menyakitkan

sehingga tidak mampu lagi diatasi.


12

c. Optimal stress

Optimal stress atau neustress adalah stress yang berada antara

eustress dan distress, merupakan respon stress yang menekan namun

masih seimbang sehingga seseorang merasa tertantang untuk

menghadapi masalah dan memacu untuk lebih bergairah dan berani

bersaing.

Menurut prosesnya setiap orang dalam menghadapi stress memiliki

respon yang berbeda-beda, tapi secara umum respon terhadap stress

memiliki beberapa tingkat, yaitu:

a. Tingkat Peringatan

Setalah mengetahui ada stress, tubuh akan segera bereaksi.

Kecepatan tubuh dalam bereaksi dikenal sebagai alarm stage.Apabila

ada rasa takut atau cemas atau khawatir, maka badan mengeluarkan

adrenalin, hormone yang mempercepat katabolisme untuk persiapan

menghadapi bahaya yang mengancam. Ditandai dengan denyut jantung

bertambah cepat dan otot berkontraksi.

b. Tingkat Resistensi

Pada tingkat ini individu berada pada mekanisme bertahan biasa

disebut Coping mechanism. Coping berarti kegiatan unutuk mengatasi

masalah, misalnya rasa kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak

senang diatasi dengan sikap ramah.

c. Tingkat Ketelitian (Exhausted)

Jika stress berlangsung lama, akan memasuki tingkat ketiga,tubuh

tidak lagi mempunyai senjata untuk melawan stress. Fisik dan pikiran
13

sudah lelah, sehingga tidak tahan membendung stress. Pada keadaan

ini orang biasanya jatuh sakit. Gejalanya psikosomatis, antara lain

gangguan pencernaan, mual, muntah, diare, gatal-gatal, dan berbagai

bentuk gangguan lain.

Menurut Stuart dan Sudden (1998) tingkat stress dibagi menjadi

tiga yaitu:

a. Stress Ringan

Pada tingkat stress ini, sering terjadi pada kehidupan sehari-hari

dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan

bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang terjadi.

b. Stress Sedang

Pada stress tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat

ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan

persepsinya.

c. Stress Berat

Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan

cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain, semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi stress, individu tersebut mencoba

memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak

pengarahan.

2.1.5 Tahapan Stress

Tahapan stress menurut Van Amberg (dalam Hawari, 1996)

memiliki enam tahapan, yaitu:


14

a. Stress Tingkat I (Satu)

Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan dan

biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:

1. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)

2. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya

3. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya,

namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

b. Stress Tingkat II (Dua)

Dalam tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan”

sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan

timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang

tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk

beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang

cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi

yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan

adalah sebagai berikut:

1. Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa

segar.

2. Merasa mudah lelah sesudah makan siang.

3. Lekas merasa lelah menjelang sore hari.

4. Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel

discomfort).

5. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).

6. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.


15

7. Tidak bisa santai.

c. Stress Tingkat III (Tiga)

Pada tahap ini keluhan keletihan semakin tampak disertai gejala

sebagai berikut:

1. Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan

“maag”(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare)

2. Ketegangan otot-otot semakin terasa

3. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin

meningkat

4. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai

masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam

dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu

pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late

insomnia).

5. Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa

mau pingsan).

6. Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada

dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres

hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk

beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami

deficit.

d. Stress Tingkat IV (Empat)

Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk,

ditandai dengan gejala berikut:


16

1. Merasa sulit untuk bertahan sepanjang hari

2. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah

diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit

3. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan

kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate)

4. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-

hari

5. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang

menegangkan

6. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun tajam

7. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat

dijelaskan apa penyebabnya.

e. Stress Tingkat V (Lima)

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahap

IV, dengan gejala sebagai berikut:

1. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical

dan psychological exhaustion)

2. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari

yang ringan dan sederhana

3. Gangguan sistem pencernaan semakin berat

(gastrointestinaldisorder)

4. Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin

meningkat, mudah bingung dan panic


17

f. Stress Tingkat VI (Enam)

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami

serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang

orang yang mengalami stress tahap VI ini berulang dibawa ke Unit

Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan

karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stress

tahap VI ini adalah sebagai berikut:

1. Debaran jantung amat keras

2. Susah bernapas (sesak dan megap-megap)

3. Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran

4. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan

5. Pingsan atau kolaps (collapse)

2.1.6 Pengukuran Tingkat Stress

Tingkatan stress adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya

stress yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stress ini diukur

dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh

Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression

AnxietyStress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item.DASS adalah

seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status

emosional negatif dari depresi, kecemasan, dan stress. DASS 42 dibentuk

tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status

emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman,

pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status

emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stress. DASS


18

dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan

penelitian.

Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang,

berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety

Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item yang dimodifikasi dengan

penambahan item menjadi 49 item, penambahannya dari item 43-49 yang

mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku.

Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal);

30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat).

No PERNYATAAN 0 1 2 3

1 Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal


sepele.
2 Saya merasa bibir saya sering kering.
3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif.
Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya: seringkali
4 terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya).
5 Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu
kegiatan.
6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.
7
Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau ’copot’).
8 Saya merasa sulit untuk bersantai.
Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang
9 membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa
sangat lega jika semua ini berakhir.
10 Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa
depan.
11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.

12 Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk


merasa cemas.
19

13 Saya merasa sedih dan tertekan.


Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
14 mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas,
menunggu sesuatu).
15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.
16 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal.

17 Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang


manusia.
18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.
Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan
19 berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya.
20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.
21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.
22 Saya merasa sulit untuk beristirahat.
23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan.

24 Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai hal


yang saya lakukan.
Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak
25 sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa detak
jantung meningkat atau melemah).
26 Saya merasa putus asa dan sedih.
27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.
28 Saya merasa saya hampir panik.

29 Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat


saya kesal.
30 Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-tugas
sepele yang tidak biasa saya lakukan.
31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.

32 Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan


terhadap hal yang sedang saya lakukan.
33 Saya sedang merasa gelisah.
34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.

35 Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi


saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
20

36 Saya merasa sangat ketakutan.


37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.
38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.
39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.

40 Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin


menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.
41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).

42 Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam


melakukan sesuatu.

2.1.7 Reaksi Tubuh terhadap Stress

Menurut Dadang Hawari (2001) dapat mengenai hamper semua

system tubuh, seperti berikut:

a. Rambut

Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami

perubahan warna menjadi kecokelat-cokelatan serta kusam. Rambut

memutih terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan

rambut.

b. Mata

Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya membaca tidak

jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata

mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus

lensa mata.

c. Telinga

Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging

(tinnitus).
21

d. Daya pikir

Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun.

e. Ekspresi wajah

Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimik

nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau

tertawa dan kulit muka kedutan (tic facialis).

f. Mulut

Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.

Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan

sehingga ia sukar menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar

di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa

“tercekik”.

g. Kulit

Pada orang yang mengalami stress reaksi kulit bermacam-macam;

pada kulit dari sebagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat

berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi

lebih kering. Selain itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan

penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal

dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan, juga

sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).

h. Sistem Pernafasan

Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat

terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi

penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan


22

dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan

otot-otot rongga dada (otot-otot antartulang iga) mengalami spasme

dan tidak atau kurang elastic sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus

mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stress juga dapat

memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan

karena otot-otot pada saluran nafas paru-paru juga mengalami spasme.

i. Sistem Kardiovaskuler

Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat

terganggu faalnya karena stress. Misalnya, jantung berdebar-debar,

pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit (constriction)

sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat.

j. Sistem Pencernaan

Orang yang mengalami stress seringkali mengalami gangguan pada

sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual

dan perih, hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan

(hyperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam

istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan

pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga

yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar

atau sebaliknya sering diare.

k. Sistem Perkemihan

Orang yang sedang menderita stress faal perkemihan (air seni)

dapat juga terganggu yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi

untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan
23

penderita kencing manis (diabetes mellitus).

l. Sistem Otot dan tulang

Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada

otot dan tulang (musculoskeletal). Penderita sering mengeluh otot

terasa sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu

keluhan-keluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya

rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya.

Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan ”pegal-

linu”.

m. Sistem Endokrin (hormone)

Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang

mengalami stress adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini

berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita

penyakit kencing manis (diabetes mellitus), gangguan hormonal lain

misalnya pada wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur

dan rasa sakit (dysmenorrhoe).

2.1.8 Respon Fisiologi terhadap Stres

Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon

fisiologis tubuh terhadap stress: Local Adaptation Syndrome (LAS) dan

General Adaptation Syndrome (GAS).

1. Local Adaption Syndrome (LAS)


24

Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress.

Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka,

akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.

Karakteristik dari LAS:

a. Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua

system.

b. Respon bersifat adaptif

c. Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.

d. Respon bersifat restorative.

Sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan

kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah ini:

A. Respon Inflamasi

Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini

memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga

penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat

berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase:

a) Fase pertama

Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan

penyempitan pembuluh darah di tempat cedera dan secara

bersamaan teraktifasinya kinin, histamin, sel darah putih. Kinin

berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga

protein, leukosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang

cedera tersebut.

b) Fase kedua
25

Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel

yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan di tempat cedera.

c) Fase ketiga

Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.

B. Respon Reflek Nyeri

Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi

tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika

bersentuhan dengan benda tajam.

2. Genereal Adaption Syndrome (GAS)

Terbagi atas tiga fase, yaitu:

a. Fase Alarm (Waspada)

Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan

pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight”

dan reaksi fisiologis. Tanda fisik: curah jantung meningkat, peredaran

darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala

dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress

memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh

menurun.

Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari

tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya

volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi.

Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang

bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi,

teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut


26

jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan

ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.

Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk

melakukan “respons melawan atau menghindar“. Respon ini bisa

berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka

individu akan masuk ke dalam fase resistensi.

b. Fase Resistance (Melawan)

Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan

psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh

berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada

keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab

stress.

Bila teratasi gejala stress menurun àtau normal, tubuh kembali

stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out

put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini

berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka

individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu: Fase

kehabisan tenaga.

c. Fase Exhaustion (Kelelahan)

Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat

tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras.

Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit

kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha

melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat


27

mengakibatkan kematian.

Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya

tubuh tidak mampu lagi menghadapi stress. Ketidakmampuan tubuh

untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan

berdampak pada kematian individu tersebut.

Ada empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi

mekanisme respons stress (Papero, 1997), yaitu:

1. Kontrol yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol

terhadap stressor yang mengurangi intensitas respons stress.

2. Prediktabilitas yaitu stressor yang dapat diprediksi menimbulkan

respons stress yang tidak begitu berat dibandingkan stressor yang

tidak dapat diprediksi.

3. Persepsi yaitu pandangan individu tentang dunia dan persepsi

stressor saat ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas

respons stress.

4. Respons koping yaitu ketersediaan dan efektivitas mekanisme

mengikat ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stress

2.1.9 Manajemen stress

Manajemen stress merupakan upaya mengelola stress dengan baik,

bertujuan untuk mencegah dan mengatasi stress agar tidak sampai ke tahap

yang paling berat.

Menurut Atwater (1963) cara yang dapat dilakukan untuk

menghadapi stress adalah dengan mereduksi, yaitu mengurangi tingkat

stress dan mengelolanya. Cara yang dilakukan umumnya adalah:


28

1. Mekanisme Pertahanan Diri (Self Defence Mechanism)

Proses psikologis yang termotivasi secara defensive. Mekanisme

pertahanan diri terjadi secara otomatis dan dilakukan secara tidak

disadari untuk menjadi cara mengurangi stress. Contoh mekanisme

pertahanan diri adalah repressi (menekan ingatan ke alam tak sadar),

rasionalisasi, proyeksi, sublimasi, fantasi, dan sebagainya.

2. Mekanisme Pengendalian Diri (Coping Machanism)

Mekanisme ini merupakan cara yang digunakan untuk deradaptasi

terhadap stress. Di dalamnya mencakup kemampuan individu untuk

menghadapi stress, pengubahan tingkah laku sehingga menjadi lebih

adaptif, mengubah cara berpikir dan bertindak.

Sementara untuk mengelola stress beberapa langkah yang harus

dilakukan menurut Soewondo (1993) dan Hawari (1996) adalah sebagai

berikut:

1. Menyadari tentang adanya stress

2. Mengatur kebiasaan makan dan berolahraga

a. Makanan

Makan secara teratur mengonsumsi makanan yang bergizi

sesuai porsi. Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul

kebosanan.

b. Olahraga

Olahraga yang teratur adalah salah satu cara daya tahan dan

kekebalan fisik maupun mental. Olahraga yang dilakukan tidak


29

harus sulit. Olahraga yang sederhana sepeti jalan pagi atau lari

pagi dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak harus

sampai berjam-jam.Seusai berolahraga, diamkan tubuh yang

berkeringat sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegarannya.

3. Mengubah Respon terhadap Stress

a. Menanggulangi dengan berbagai terapi tingkah laku seperti

dengan relaksasi, terapi fisiologis dengan biofeedback dan yoga.

b. Melakukan meditasi, pertemuan kelompok dan konseling.

4. Istirahat dan Tidur

Isirahat dan tidur merupakan obat yang terbaik dalam mengatasi

stress karena istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan

keletihan fisik dan kebugara tubuh. Tidur yang cukup juga dapat

memperbaiki sel-sel yang rusak. Usahakan dapat tidur 7-8 jam

semalam minimal empat malam dalam seminggu.

5. Mempersiapkan dan mengorganisasi pekerjaan dengan lebih baik.

a. Melakukan rekreasi

b. Berhenti merokok.

Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi

stress karena dapat meningkatkan status kesehatan serta menjaga

ketahanan dan kekebalan tubuh.

c. Menghindari minuman keras.

Minuman keras merupakan factor pencetus yang dapat

mengakibatkan terjadinya stress. Dengan menghindari minuman


30

keras, individu dapat terhindar dari banyak penyakit yang

disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung

akohol.

6. Menjaga Berat Badan

Berat badan yang tidak seimbang (terlalu gemuk atau terlalu kurus)

merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stress. Keadaan

tubuh yang tidak seimbang akan menurunkan ketahanan dan

kekebalan tubuh terhadap stress.

7. Mengembangkan pergaulan yang sehat

Sebagai pribadi individu memerlukan orang lain untuk dapat

berbagai pikiran dan perasaan dengan seseorang yang dapat dipercaya,

perbanyak bergaul, dan jangan menarik diri.

8. Mengatur waktu dengan tepat

Pengaturan waktu antara bekerja, keluarga, rekreasi, dan ibadah

harus efisien, jangan menunda pekerjaan.

9. Rekreasi

Luangkan waktu untuk rekreasi dengan keluarga atau teman, hal

ini berguna untuk memulihkan ketahanan fisik maupun mental.

10. Mendekatkan diri kepada Tuhan

Usahakan sediakan waktu untuk mencari ketenangan melalui do’a

dan shalat sesuai dengan keyakinan yang dimiliki. Kasih sayang dari

segi kejiwaan adalah hal yang fundamental bagi kesehatan jiwa

seseorang. Berdasarkan penelitian, kehidupan keluarga merupakan hal

yang paling dominan bagi menurunnya daya tahan seseorang terhadap


31

stress (80%).

2.2 Konsep Motivasi Belajar

Dalam dunia pendidikan, motivasi untuk belajar merupakan salah satu hal

yang penting. Tanpa motivasi, seseorang tentu tidak akan mendapatkan proses

belajar yang baik. Motivasi merupakan langkah awal terjadinya pembelajaran

yang baik. Kemampuan untuk belajar harus disertai dengan motivasi atau

keinginan untuk belajar. Dalam kegiatan belajar motivasi sangat diperlukan ,

sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan

mungkin melakukan aktivitas belajar (Anonymous, 2012).

Motivasi belajar merupakan daya penggerak dalam diri mahasiswa untuk

mencapai taraf prestasi belajar yang maksimal demi penghargaan terhadap

diri sendiri (Winkel, 1991). Keberhasilan mahasiswa tidak hanya ditentukan

oleh factor kecerdasan dan kemampuan.Salah satu factor penting yang dapat

mempengaruhi prestasinya adalah motivasi dalam meraih hasil yang

maksimal di bidang akademis (Snyder, 2002). Dari berbagai masalah yang

timbul, terlihat bahwa IQ tidak selalu menjadi penentu dari kesuksesan.

Berhasil dalam studi, berarti minimal mencapai indeks pretasi minimum

yang disyaratkan, memerlukan usaha dan kesungguhan belajar dari mahasiswa

itu sendiri. Untuk dapat menampilkan prestasi yang terbaik, salah satu factor

yang dapat jadi pendorong adalah adanya motivasi belajar yang lebih giat pada

diri mahasiswa tersebut. Motivasi belajar sangat penting karena tingkat

motivasi ini akan mempengaruhi prestasi yang diperoleh (Theios, 1984).

Prestasi akademis yang dicapai, yang ditampilkan dalam nilai hasil belajar
32

yang dicapai, berkolerasi positif dengan motivasi belajar. Hal ini berlaku pada

semua jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar sampai tingkat Perguruan

Tinggi (Wolberg, 1997).

Munculnya motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh banyak factor,

diantaranya adalah pengaruh teman sebaya, pendidikan dalam keluarga, dan

perasaan ragu serta stress jika tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan

selanjutnya.

2.2.1 Pengertian Motivasi

Menurut Hamzah (2008) istilah motivasi berasal dari kata motif

yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu,

yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif adalah

daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu,

demi mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, motivasi merupakan

dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan

perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.

Motif dibedakan dua macam, yaitu motif intrinsik dan motif ekstrinsik.

Motif intrinsik, timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena

memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan

dengan kebutuhannya. Sedangkan motif ekstrinsik timbul karena adanya

rangsangan dari luar individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat

minat yang positif terhadap kegiatan pendidikan timbul karena melihat

manfaatnya.

Menurut Nancy Stevenson (2001), motivasi adalah semua hal verbal,

fisik, atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai


33

respon.

Sedangkan menurut Sarwono, S.W. (2000), motivasi menunjuk pada

proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam diri

individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan

atau akhir daripada gerakan atau perbuatan.

Motivasi merupakan suatu kondisi internal yang mendorong seseorang

untuk bertingkah laku, terdorong ke arah tertentu, dan membuatnya

melakukan aktivitas tertentu secara tetap (Elliot, Cook, & Travers, 2000).

Motivasi adalah proses managemen untuk mempengaruhi tingkah laku

manusia berdasarkan pengetahuan mengenai “apa yang membuat orang

tergerak” (Stoner & Freeman, 1995). Menurut bentuknya motivasi terdiri

atas motivasi intrinsik yaitu motivasi yang datang dari dalam diri individu,

motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datang dari luar individu, dan

motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan

munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

Sedangkan menurut Stanford (dalam buku Suarli dan Yanyan Bahtiar,

2010) membagi tiga poin penting dalam pengertian motivasi, yaitu

hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan muncul

karena adanya sesuatu yang dirasakan kurang oleh seseorang, baik bersifat

fisiologis ataupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk

memenuhi kebutuhan tadi, sedangkan tujuan adalah akhir dari suatu siklus

motivasi.

2.2.2 Teori-teori Motivasi

Menurut Agus kuntoro (2010) ada 4 teori motivasi yaitu:


34

1. Teori Kebutuhan

a. Memfokuskan pada yang dibutuhkan orang untuk hidup

berkecukupan.

b. Seseorang mempunyai motivasi kalau ia belum mencapai tingkat

kepuasan tertentu dengan kehidupannya, kebutuhan yang telah

terpuaskan bukan lagi menjadi motivator.

c. Yang termasuk dalam teori kebutuhan adalah:

1) Teori Hirarki Kebutuhan

a) Individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang

paling menonjol atau paling kuat.

b) Fisiologi – Rasa Aman dan Nyaman – Dicintai dan Mencintai –

Harga Diri – Aktualisasi Diri.

2) Teori ERG

a) Orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang

eksistensi (kebutuhan mendasar atau fisiologis dari Maslow),

kebutuhan keterkaitan (hubungan antar pribadi) dan kebutuhan

pertumbuhan (kreatifitas pribadi).

b) Jika kebutuhan yang lebih tinggi menaglami kekecewaan, maka

yang lebih rendah akan muncul kembali walaupun sudah

terpuaskan.

c) Teori tiga macam kebutuhan. John W Atkinson, dorongan yang

mendasar dalam diri orang yang termotivasi adalah; kebutuhan

untuk mencapai prestasi, kebutuhan kekuatan dan kebutuhan

untuk berhubungan dengan orang lain.


35

2. Teori keadilan

a. Faktor utama dalam motivasi adalah evaluasi individu atau

keadilan dari penghargaan yang diterima.

b. Individu akan termotivasi kalau mereka mengalami atau menerima

kepuasan dari upaya dan usaha mereka.

3. Teori Harapan

a. Harapan hasil prestasi, individu mengharapkan konsekuensi

tertentu dari tingkah laku

b. Valensi, hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai kekuatan

untuk memotivasi yang ebrvariasi pada satu individu. Harapan

prestasi usaha, harapan orang mengenai seberapa sulit untuk

melaksanakan tugas secara berhasil dan mempengaruhi keputusan

tingkah laku.

4. Teori penguatan

Rangsangan, respon, konsekuensi, dan respon masa depan.

2.2.3 Cara Memotivasi

Menurut Sunaryo (2004), ada beberapa cara yang dapat ditetapkan

untuk memotivasi seseorang, yaitu:

a. Memotivasi dengan kekerasan (motivating by force), yaitu cara

memotivasi dengan menggunakan ancaman hukuman atau kekerasan

agar yang dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan.

b. Memotivasi dengan bujukan (motifating by enticement), yaitu cara

memotivasi dengan bujukan atau member hadiah agar melakukan

sesuatu sesuai harapan yang member motivasi.


36

c. Memotivasi dengan identifikasi (motifating by identification or ego-

involvement), yaitu cara memotivasi dengan menanamkan kesadaran

sehingga individu berbuat sesuatukarena adanya keinginan yang

timbul dari dalam dirinya sendiri dalam mencapai sesuatu.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Adapaun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menurut

Prof.Dr. Sondang P, MPA (2004) adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik biografikal

b. Kepribadian

c. Persepsi

d. System nilai yang dianut

e. Pemahaman sikap bawahan

f. Kepuasan kerja

g. Kemampuan

2.3 Belajar

2.3.1 Pengertian Belajar

Dampak dari setiap perbuatan belajar adalah terjadinya perubahan

dalam aspek fisiologis dan psikologis. Perubahan dalam aspek fisiologis

misalnya dapat berjalan, berlari, dan mengendarai kendaraan, sedangkan

dalam aspek psikologis berupa diperolehnya pemahaman, pengertian


37

tentang apa yang dipelajari, seperti pemahaman dan pengertian tentang

ilmu pengetahuan, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Dalam kegiatan belajar melibatkan aspek fisiologis atau struktur,

yaitu otak dan aspek psikologis atau fungsi (berpikir). Beberapa tentang

belajar dapat diketengahkan sebagai berikut:

a. Pengertian tradisional, “Belajar adalah menambah dan mengumpulkan

sejumlah pengetahuan” (Nasution, 1980).

b. Mengutip pendapat Ernest H.Hilgard, “Belajar adalah dapat

melakukan sesuatu yang dilakukannya sebelum ia belajar atau bila

kelakuannya berubah sehingga lain caranya menghadapi sesuatu

situasi dari pada sebelum itu”.

c. Dalam pengertian singkat belajar adalah “A change behavior” atau

perubahan prilaku (Sumadi S., 1984).

d. Mengutip pendapat Cronbach, “Belajar sebaik-baiknya adalah dengan

mengalami dan dalam mengalami itu menggunakan pancaindranya”

(Sumadi S., 1984)

e. Belajar adalah “ Bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri

seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berprilaku yang baru

berkat pengalaman dan latihan” (Oemar H, 1983)

f. Belajar adalah “proses perubahan dalam diri manusia” (Ahmadi A.,

1999)

g. Belajar adalah “Usaha untuk menguasai segala sesuatu yang ebrguna

untuk hidup” (Notoadmodjo, 1997).

Setiap kegiatan belajar diharapkan akan terjadi perubahan pada diri


38

individu, seperti dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi

mengerti, dari tidak mengerjakan menjadi dapat mengerjakan, dari semula

tidak paham menjadi paham. Perubahan yang terjadi pada diri individu

tidak selalu diakibatkan perbuatan belajar, tetapi dapat disebabkan oleh

proses pematangan, misalnya dapat berjalan, dapat duduk, dan dapat

berlalu. Namun, ada perubahan yang terjadi bukan karena perbuatan

belajar, yaitu pada saat keadaan terjepit, misalnya si A karena dikejar

anjing lari dan serta merta memanjat pohon, padahal semula si A sama

sekali tidak dapat memanjat pohon. Adapun ciri-ciri kegiatan belajar

adalah:

a. Terjadi perubahan baik aktual maupun potensial pada diri individu

yang belajar.

b. Perubahan diperoleh karena usaha dan perjuangan.

c. Perubahan didapat karena kemampuan baru yang berlangsung relative

lama.

2.3.2 Teori Belajar

Teori belajar atau konsep belajar yaitu suatu konsep pemikiran

yang dirumuskan mengenai bagaimana proses belajaritu terjadi. Menurut

Notoatmodjo (1997) bahwa teori belajar dapat dikelompokkan menjadi

dua kelompok, yaitu:

a. Teori yang hanya memperhitungkan factor yang datang dari luar

individu (faktor eksternal), dikenal dengan teori stimulus dan respons.

b. Teori yang memperhitungkan faktor yang berasal dari dalam individu


39

(faktor internal) maupun eksternal dari luar individu (faktor ekstern),

dikenal dengan teori transformasi.

Teori belajar yang termasuk kedalam teori stimulus dan respons

adalah teori asosiasi. Dalam teori ini belajar tidak lain adalah mengambil

dan menggabungkan tanggapan (respons) karena rangsangan (stimulus),

dengan jalan mengulang-ulang. Semakin banyak stimulus yang diberikan,

makin banyak respon yang diperoleh. Teori belajar yang termasuk ke

dalam teori transformasi yaitu:

a. Teori transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif-menurut

Neisser (Notoatmodjo, 1997) bahwa proses belajar merupakan

transformasi dari input, reduksi input, analisis input, disimpan,

ditemukan kembali, dan dimanfaatkan.

b. Awal individu belajar adalah interaksi individu dengan dunia luar,

masukan sensoris, diseleksi, masuk dalam memori, dan menyangkut

domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Notoatmodjo (1997) sesuai pendapat J. Guilbert bahwa

factor yang mempengaruhi proses belajar meliputi:

a. Materi yang dipelajari:materi disini adalah bahan pelajaran yang

digunakan untuk membentuk sikap, memberikan keterampilan atau

pengetahuan.

b. Lingkungan: terdiri dari factor fisik (suhu, cuaca, kondisi tempat

belajar, ventilasi, penerangan, dan kursi belajar) dan factor social


40

(manusia dengan segala interaksinya, status, dan kedudukannya).

c. Instrumental: terdiri dari perangkat keras (perlengkapan belajar dan

alat bantu belajar mengajar) dan perangkat lunak (kurikulum,

fasilitator, dan metode belajar).

d. Kondisi Individu: terdiri dari kondisifisiologis (keadaan fisik,

pancaindra, kekurangan gizi, dan kesehatan) dan kondisi psikologis

(intelegensi, bakat, sikap, kreativitas, persepsi, daya tangkap, ingatan,

dan motivasi).

2.3.4 Prinsip Belajar Efektif

a. Belajar harus mempunyai tujuan yang jelas dan terarah

b. Tujuan belajar merupakan kebutuhan bukan paksaan orang lain

c. Belajar harus disertai niat, hsrat, dan kemauan yang kuat untuk

mencapai tujuan.

d. Dalam mencapai tujuan belajar, pasti akan menghadapi berbagai

macam hambatan atau kendala sehingga perlu ketekunan berusaha.

e. Bukti bahwa seseorang telah belajar ditandai adanya perubahan

perilaku dari tidak tahu menjadi tahu dari tidak mengerti menjadi

mengerti.

f. Belajar akan memperoleh civil effect, disamping dari tujuan pokok.

g. Belajar adalah proses aktif sehingga perlu interaksi antara individu

dan lingkungan.

h. Belajar akan lebih berhasil apabila berbuat atau melakukan sesuatu.

i. Belajar harus mencakup aspek knowledge, affective, dan psychomotor.

j. Belajar perlu ada bimbingan dan bantuan orang lain.


41

k. Belajar perlu “insight” atau “tilikan” atau pemahaman tentang hal-hal

yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian.

l. Belajar memrlukan latihan dan ulangan agar sesuatu yang dipelajari

dapat dikuasai.

m. Belajar dapat dikatakan berhasil apabila dapat menerapkan dalam

bidang praktik sehari-hari.

2.4 Kerangka Konsep

Stressor adalah faktor yang menyebabkan Stress pada


seseorang stress. Faktor-faktor stress yaitu: mahasiswa
tahun
1. Fisik: temperatur, suara, beban, sinar
akademik
2. Kimiawi: asam basa, obat-obatan, zat racun, Ada
hormon hubungan
3. Mikrobiologi: virus, bakteri, parasit
ringan sedang sedang
4. Fisiologi: gangguan struktur jaringan dan
organ
5. Proses perkembangan: pubertas, memasuki
usia
Tidak ada
6. Psikis: hubungan social (masyarakat,
hubungan
budaya atau keagamaan)
Factor-factor yang mempengaruhi motivasi:
Motivasi belajar
1. Karakteristik biografikal mahasiswa tahun
2. Kepribadian akademik 2012-
3. Persepsi 2013
4. System nilai yang dianut
5. Pemahaman sikap bawaan
42

kurang cukup baik

Keterangan:

: Diukur

: Tidak diukur

Gambar 2.1: Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Stress dengan Motivasi


Belajar Mahasiswa Tahun Akademik 2012-2013 di Prodi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian. Menurut La Biondo-Wood dan Haber hipotesis adalah suatu

pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang

diharapkan bias menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (Nursalam,

2003).

a. Jika ada hubungan antara stress dengan motivasi belajar maka dapat

disimpulkan Ha atau H1

b. Jika tidak ada hubungan antara stress dengan motivasi belajar maka dapat
43

disimpulkan H0

BAB 3

METODELOGI PENELITIAN

Metodelogi penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh data atau

informasi penelitian dengan prosedur penelitian dengan prosedur penelitian. Pada

bab ini akan disajika antara lain: desain penelitian, kerangka kerja, identifikasi

variable, definisi operasional, sampling desain, pengumpulan data, analisis data,

etik penelitian, keterbatasan.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam


44

melakukan prosedur penelitian (Alimul, 2008). Dalam hal ini metode

penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasi yaitu suatu penelitian

untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktor risiko dengan efek,

dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada

suatu saat. Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan

pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan (Nursalam, 2003).

3.2 Kerangka Kerja

POPULASI
Semua mahasiswa tahun akademik 2012-2013 di Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso sebanyak 85 orang

SAMPEL
Sebagian mahasiswa tahun akademik 2012-2013di Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso sesuai dengan kriteria inklusi

TEKNIK SAMPLING
Consecutive Sampling
45

PENGUMPULAN DATA
Penyebaran Kuesioner

PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA


Menggunakan Spearman Rho

HASIL

PEMBAHASAN

KESIMPULAN

Gambar 3.1: Kerangka Kerja Hubungan Tingkat Stress dengan Motoivasi


Belajar Mahasiswa tahun Akademik 2012-2013 di Prodi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso.

3.3 Identifikasi Variable

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki atau didapat oleh satuan penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan dan lain-lain.

Variabel juga dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai bermacam-

macam nilai (Notoadmodjo, 2010).

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel independent

(Bebas) dan Variabel dependent (Tergantung)

3.3.1 Variabel Independent (Bebas)


46

Variabel Independent adalah merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya

variabel terikat (Nursalam, 2003). Variabel bebas yang diteliti adalah

tingkat stress mahasiswa tahun akademik 2012-2013 Prodi DIII

Keperawatan Universitas Bondowoso.

3.3.2 Variabel Dependent (Tergantung)

Variabel Dependent adalah veriabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Nursalam, 2003).

Variabel Dependent dalam penelitian ini adalah motivasi belajar

mahasiswa tahun akademik 2012-2013 Prodi DIII Keperawatan

Universitas Bondowoso.

3.4 Devinisi Operasional

Devinisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud

atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo,

2010).
47

Tabel 3.1 Definisi operasional Hubungan Tingkat Stress dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Tahun Akademik 2012-2013 di Prodi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso

Variabel Definisi Cara


No Parameter Skala Skor
Penelitian Operasional mengukur
1. Variabel Respon tubuh baik 1. Saya merasa bahwa diri saya DASS 42 Ordinal 1. Nilai 0 : tidak
Independen: secara psikologis menjadi marah karena hal-hal sepele. pernah
Tingkat stress maupun fisiologis. 2. Saya cenderung bereaksi berlebihan 2. Nilai 1 : kadang-
pada terhadap suatu situasi. kadang
mahasiswa 3. Saya merasa sulit untuk bersantai. 3. Nilai 2 : lumayan
tahun 4. Saya menemukan diri saya mudah sering
akademik merasa kesal 4. Nilai 3 : sering
2012-2013 5. Saya merasa telah menghabiskan sekali
Prodi DIII banyak energi untuk merasa cemas
Keperawatan 6. Saya menemukan diri saya menjadi Dengan kriteria:
Universitas tidak sabar ketika mengalami a. Normal: 0-14
Bondowoso penundaan (misalnya: kemacetan b. Stress Ringan:
lalu lintas, menunggu sesuatu). 15-18
7. Saya merasa bahwa saya mudah
48

tersinggung. c. Stress Sedang:


8. Saya merasa sulit untuk beristirahat. 19-25
9. Saya merasa bahwa saya sangat d. Stress Berat:
mudah marah 26-33
10. Saya merasa sulit untuk tenang e. Stress Sangat Berat:
setelah sesuatu membuat saya > 34
kesal. (Al Zahem, 2010)
11. Saya sulit untuk sabar dalam
menghadapin gangguan terhadap Dengan kriteria:
hal yang sedang saya lakukan a) Stress ringan : <
12. Saya sedang merasa gelisah 56% dari skor
13. Saya tidak dapat memaklumi hal total
apapun yang menghalangi saya b)Stress sedang :
untuk menyelesaikan hal yang 56% - 75% dari
sedang saya lakukan skor total
14. saya menemukan diri saya mudah c) Stress berat : >
gelisah 75% dari skor
total
(Nursalam, 2008)
49

2. Variabel Semua hal verbal, 1. Saya bekerja keras agar prestasi saya kuesioner Ordinal Positif:
Dependent: fisik, atau lebih baik daripada teman-teman. nilai 5 : A
Motivasi psikologis yang 2. Saya berusaha mencapai sukses, agar nilai 4 : B
belajar membuat seseorang sukses saya menjadi panutan teman- nilai 3 : C
mahasiswa melakukan sesuatu teman saya. nilai 2 : D
tahun sebagai respon 3. Saya bersaing dengan teman-teman nilai 1 : E
akademik melalui usaha pada setiap meraih keberhasilan.
2012-2013 untuk unggul dari 4. Saya menghindari upaya negative:
Prodi DIII orang lain, mengungguli prestasi teman-teman. nilai 1 : A
Keperawatan menyelesaikan 5. Saya berusaha menghindar dari nilai 2 : B
Universitas tugas dengan baik, persaingan antar teman dalam nilai 3 : C
Bondowoso rasional dalam mengejar prestasi. nilai 4 : D
meraih 6. Saya menghindar dari tugas nilai 5 : E
keberhasilan, sekalipun tugas itu akan
menghantarkan saya berprestasi
lebih baik.
50

7. Saya menyelesaikan tugas dengan Dengan Kriteria:


asal-asalan. Motivasi Baik : 76-
8. Saya berusaha menghindar dari 100
tugas, sekalipun tugas itu merupakan Motivasi Cukup : 51-
pekerjaan ringan. 75
9. Saya berusaha menyelesaikan tugas- Motivasi Buruk :1-50
tugas dengan sebaik-baiknya.
10. Saya berusaha untuk mendapatkan (http://
cara pemecahan terbaik terhadap www.ziddu.com/
download/9437020/
setiap masalah yang saya hadapi.
AngketPengukurMina
11. Saya berusaha untuk memperbaiki tdanMotivasiBelajar
kinerja saya pada masa lalu. ModelACRS.pdf.htm
)
12. Saya mengabaikan tugas-tugas
sebelum ada yang menegur.
13. Saya berusaha menetapkan tujuan
yang akan saya capai secara
rasional.
51

14. Saya menyusun rencana kegiatan


sebelum saya melakukannya.
15. Saya mempertimbangkan masa lalu
sebagai pendorong meraih sukses.
16. Saya menyampaikan ide-ide yang
kurang masuk akal
52

3.5 Sampling Desain

3.5.1 Populasi

Populasi adalah merupakan seluruh subjek atau objek dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti (Alimul, 2008).

Pada penelitian populasinya adalah mahasiswa tahun akademik

2012-2013 Prodi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso sebanyak

85 orang.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti

atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Alimul, 2008). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan

pada rumus :

Rumus: n= N
1+N(d)2

Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar Populasi

d = Tingkat signifikansi (p)

85 = 70 responden

1+ 85 (0,0025)

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa tahun akademik 2012-

2013 di Prodi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso sejumlah 70

responden dilakukan seleksi berdasarkan kriteria:


53

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Alimul, 2008).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Mahasiswa tahun akademik 2012-2013 Prodi DIII Keperawatan

Universitas Bondowoso bersedia menjadi responden.

2) Mahasiswa tahun akademik 2012-2013 Prodi DIII Keperawatan

Universitas Bondowoso yang hadir saat dilakukan penelitian.

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

yang penyebabnya antara lain adanya hambatan etis, menolak menjadi

responden atau berada pada suatu keadaan yang tidak memungkinkan

untuk dilakukan penelitian.

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:

1) Mahasiswa tahun akademik 2012-2013 Prodi DIII Keperawatan

Universitas Bondowoso yang tidak hadir karena absen (alpa, izin,

dan sakit).

3.5.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang

ditempuh dalampengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang

benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam,

2003).
54

Dalam teknik sampling peneliti memilih untuk menggunakan

consecutive sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan

subjek yang memenuhi kriteria penelitian yang dimasukkan dalam

penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga sampel yang

diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismail, 1995: 49).

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam

suatu penelitian (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini proses

pengambilan dan pengumpulan data diperoleh setelah sebelumnya

mendapat ijin dari Ketua Prodi DIII Keperawatan Universitas

Bondowoso. Peneliti akan menyeleksi subjek penelitian dengan

berpedoman pada kriteria inklusi yang sudah ditentukan. Setelah

mendapatkan subjek penelitian yang sesuai maka langkah selanjutnya

adalah meminta persetujuan dari subjek penelitian dengan

memberikan surat persetujuan menjadi subjek penelitian (informt

consent).

Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner, mahasiswa diminta

mengisi kuesioner dengan berpedoman pada petunjuk yang tersedia di

dalam kuesioner. Waktu pengisian kuesioner ditentukan yaitu 20

menit. Setelah semua kuesioner terisi oleh subjek penelitian, peneliti

meminta subjek penelitian untuk mengumpulkan kembali kuesioner


55

yang sudah diisi. Hasil pengisian kuesioner diperiksa terlebih dahulu

kemudian ditabulasi atau dikelompokkan sesuai dengan variabel yang

diteliti.

3.6.2 Instrumen

Instrumen dalam penelitian ini ada dua bentuk yaitu berupa

instrumen tentang tingkat stress dan instrumen tentang motivasi

belajar mahasiswa.

a. Untuk mengukur tingkat stress mahasiswa, peneliti menggunakan

DASS 42 yang terdiri dari beberapa soal dan beberapa pernyataan

dalam bentuk kuesioner.

14 item stress :

1. Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal

sepele.

2. Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.

3. Saya merasa sulit untuk bersantai.

4. Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.

5. Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa

cemas.

6. Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika

mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas,

menunggu sesuatu).

7. Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.

8. Saya merasa sulit untuk beristirahat.

9. Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah


56

10. Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya

kesal.

11. Saya sulit untuk sabar dalam menghadapin gangguan terhadap

hal yang sedang saya lakukan

12. Saya sedang merasa gelisah

13. Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi

saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan

14. saya menemukan diri saya mudah gelisah

b. Untuk mengukur motivasi belajar mahasiswa, peneliti kembali

menggunakan kuesioner yang juga terdiri dari beberapa soal dan

beberapa pernyataan positif dan negatif dengan menggunakan skala

likert.

3.6.3 Tempat dan Waktu

Tempat penelitian ini dilaksanakan di kampus Program Studi DIII

Keperawatan Universitas Bondowoso pada waktu bulan Februari

2014.

3.7 Analisa Data

Analisa data adalah kegiatan untuk melakukan analisa terhadap data atau

kumpulan data yang telah didapatakan dari hasil pengumpulan data melalui

alat ukur penelitian (Anas Tamsuri, 2008).

3.7.1 Tingkat Stress


57

Tingkatan stress ini diukur dengan menggunakan Depression Anxiety

Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995) untuk

mengetahui tingkat depresi, kecemasan, dan stress. Tes ini merupakan tes

standart yang sudah diterima secara internasional. Dalam penelitian ini

peneliti hanya memilih kuesioner yang mengukur tentang stress yaitu

sejumlah 14 pernyataan yang terdapat.

1. Nilai 0 : tidak pernah

2. Nilai 1 : kadang-kadang

3. Nilai 2 : lumayan sering

4. Nilai 3 : sering sekali

Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, Dengan kriteria:

a) Stress ringan : < 56% dari skor total

b) Stress sedang : 56% - 75% dari skor total

c) Stress berat : > 75% dari skor total (Nursalam, 2008)

3.7.2 Motivasi Belajar

Variabel motivasi belajar diukur dengan menyebarkan kuesioner

kepada respondens.

Menurut arikunto, 2008 setelah data terkumpul dari hasil

pengmpulan data, perlu segera digarap oleh staf peneliti, data

diperoleh dari pengisian koesioner. Pernyataan Positif: nilai 5: A, nilai

4: B, nilai 3: C, nilai 2: D, nilai 1: E. Pernyataan Negatif: nilai 1: A,

nilai 2: B, nilai 3: C, nilai 4: D, nilai 5: E. Motivasi Belajar mahasiswa

Program Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso dianalisa

dengan menjumlahkan semua skor dari jawaban responden. Hasil


58

jawaban diberi bobot, kemudian dijumlahkan dan dibandingkan

dengan skor tertinggi 100.

Kemudian hasil yang diperoleh dari pengolahan data

dikelompokkan menjadi kategori dengan menggunakan skala

kualitatif yang menggambarkan hasil sebagai berikut:

76-100 : motivasi baik

51-75 : motivasi cukup

1-50 : motivasi buruk

3.7.3 Tabulating

Untuk pengolahan data hubungan peneliti menggunakan SPSS

dengan Spearman Rho dengan rumus


2
xy 6∑ D
r h 0 =1− 2
N ( N −1)

Keterangan:

rhoxy : Koefiensi korelasi tata jenjang

D : Difference. sering juga digunakan B singkatan dari beda.

D adalah beda antara jenjang setiap subjek

N : Banyaknya subjek

(Arikunto, 2006)

Apabila diuji dengan metode statistika akan tampak rumusan

hipotesisnya. Bila rumusnya ditolak, maka hipotesis 0 biasanya

menggunakan rumus H0 (misalnya H0;X=Y) sedangkan hipotesisnya

alternative menggunakan symbol H1 (misalnya H1:X=>Y) (Notoatmodjo,


59

2002).

Uji statistikyang digunakan untuk menganalisa data adalah uji statistik

spearman’s rho karena variabelnya ordinal.Uji statistic spearman’s rho

digunakan untuk menghitung atau menentukan tingkatan hubungan atau

korelasi antar dua variabel, penelitian ini menggunakan teknik

komputerisasi SPSS 16.0 dengan kemaknaan ρ : 0.05 artinya signifikan (ρ)

dibawah atau sama dengan 0,05 maka H1 diterima Ha ditolak. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata antara dua variabel

yang diteliti.

a. Etika Penelitian

Dalam penelitian yang akan dilakukan harus memperhatikan masalah etika

antara lain sebagai berikut (Alimul, 2008):

a. Informed consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

b. Anomity (Tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian.

c. Kerahasiaan

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya


60

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset.

Anda mungkin juga menyukai