Anda di halaman 1dari 13

PROBLEMATIKA DAN COPING STRESS MAHASISWA

DALAM MENYUSUN SKRIPSI

Oleh: Ismiati1

Abstrak

Studi ini bertujuan untuk mengetahui berbagai problematika dan coping stres yang
dilakukan mahasiswa dalam menyusun skripsi. Kancah penelitian ini adalah mahasiswa
fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry. Informan yang terlibat dalam penelitian
ini berjumlah 25 orang mahasiswa yang diambil dengan teknik purposive sampling.
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kwalitatif dengan teknik pengumpulan
data melalui observasi, wawancara, dan FGD (focus group discussion). Hasil penelitian
menunjukkan problematika yang dihadapi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi
adalah antara bahagia dengan stres. Di satu sisi mereka merasa bahagia karena sudah
mencapai puncak akhir dari aktivitas untuk memperoleh gelar sarjana, akan selesai
kulliah, wisuda dan dapat mencari pekerjaan setelah sarjana. Di sisi yang lain merasa
stres, seperti merasa terbebani, bingung, khawatir, takut, tidak percaya diri, kecemasan,
merasa tidak berdaya dan tidak berpotensi atau pesimis, adanya perasaan bersalah, terasa
khawatir, gugup, perasaaan sangat menegangkan, panik, gelisah, merasa tidak karuan,
timbul perasaan takut dan resah, tertekan, malu dan terkadang sedih, terasa penat,
capek, galau, jenuh, bosan dan merasa pikiran jadi buntu.Perasaan-perasaan tersebut
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Untuk menyikapi hal tersebut mahasiswa
berharap agar dosen pembimbing lebih serius dalam membimbing dan diperlukan tupoksi
yang jelas antara pembimbing pertama dengan kedua. Kebanyakan mahasiswa masih
menggunakan coping strategi yang terfokus pada emosi dalam menekan situasi stres,
meskipun ada mahasiswa yang sudah menggunakan coping yang terfokus pada masalah.
Oleh karena itu diperlukan berbagai pelatihan dan keterampilan bagi mahasiswa untuk
dapat menyelesaikan skripsinya tanpa menjadikan skripsi sebagai momok yang sangat
menakutkan.

Abstract

The purpose of this study is to found the problems and stress coping behavior of the
students when they prepare the thesis. The informan of this study are 25 student at Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry that selected through purposive sampling. The
research approach is qualitative research, and data collection techniques are observation,
interview, and focus group discussion. This study found that students who prepare thesis
feel happy and also stress. They feel happy because they can reach the final assigmnet to
finish the study, get bachelor's degree and will get professional work. In other side they
feel stress, such as feeling burdened, confused, worried, scared, insecure, anxiety, feeling
helpless and no potential or pessimism, feeling guilty, nervousness, tension, panic, feeling
mad, anxious, depressed, embarrassed, sometimes sad, tired, upset, bored, and stagnate of
mind. The feelings caused by internal factors and external factors. So that, the students hope

1 Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh


Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015 15
that the lecture/adivisor of the thesis should be more serious in the process of guiding thesis,
and required a clear division of roles between the first and the second advisor. Generally,
students still use coping strategies that focuses on emotion in suppressing stress situation,
although there are students who are already using coping that focused on the problem. So
that, its important to make trainings for students to be able to finish their thesis without
presumption that the thesis as a very frightening specter.

Kata kunci: Problematika, Coping stress

Keywords: Problem, Coping stress

A. Latar Belakang Masalah

Skripsi merupakan karya ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan
pendidikan akademis di perguruan tinggi. Artinya skripsi adalah sebuah syarat yang
harus ditempuh oleh mahasiswa di perguruan tinggi untuk memperoleh gelar kesarjanaan.
Sebagai salah satu syarat kelulusan, senang atau tidak, mau atau tidak tiap mahasiswa harus
menyelesaikannya. Dengan kata lain bahwa semua individu yang mengenyam pendidikan
di perguruan tinggi wajib menyusun skripsi. Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi
melakukan proses belajar secara individual. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi ketika
mahasiswa mengikuti mata kuliah lain yang umumnya dilakukan secara klasikal. Proses
belajar secara individual tersebut menuntut mahasiswa untuk dapat mandiri dalam mencari
solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi.

Secara akademik ketika mahasiswa sudah berada di semester akhir dianggap sudah
mampu menyusun dan membuat skripsi sendiri dengan bantuan dosen pembimbing, karena
bekal untuk menyusun dan membuat skripsi sudah diperoleh pada semester-semester
sebelumnya. Pengetahuan ini diperkuat lagi setelah mereka belajar mata kuliah metodologi
penelitian sebagai salah satu syarat menulis skripsi. Rasa ketakutan dan kekhawatiran
terhadap kemampuan menyusun skripsi seharusnya tidak terjadi, karena jika sudah berada
di semester terakhir mahasiswa sudah punya bekal meneliti dan menulis karya ilmiah. Jadi
skripsi tidak dipersepsikan sebagai sesuatu yang menakutkan, karena menulis skripsi adalah
bahagian dari tugas-tugas yang pernah dilalui selama kuliah. Penulisan skripsi memang
harus disikapi dengan serius, namun tidak sampai menjadi sebuah momok yang menakutkan
bahkan sampai menjadi sebuah tekanan psikologis.

Realitasnya penulisan skripsi masih menghantui sebahagian mahasiswa yang sedang


duduk atau menyelesaikan kuliah pada semester akhir. Seolah-olah skripsi menjadi hantu
yang begitu menakutkan. Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi sering mengalami
stres. Hal ini dapat diketahui, ketika mahasiswa merasakan adanya ketidakmampuan dalam
menghadapi sumber stres yang ada dan menyebabkan tekanan dalam diri. Hasil wawancara
penulis dengan mahasiswa yang sedang menempuh kuliah semester akhir diketahui ternyata
sebahagian besar mahasiswa menganggap bahwa skripsi merupakan suatu momok yang
paling mengkwatirkan selama kuliah. Di sisi lain juga ditemukan tidak sedikit mahasiswa
yang menggunakan jasa orang lain untuk menulis skripsi, sehingga bisnis jual beli skripsipun
menjadi trend baru di dunia akademisi kampus.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap mahasiswa fakultas Dakwah dan
Komunikasi yang sedang menyusun skripsi menunjukkan gejala stres, antara lain banyaknya
keluhan dan merasa kebingungan, mengaku sulit tidur, sering terlihat cemas, dan ada
16 Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015
beberapa yang bahkan sampai menangis tersedu-sedu. Stres adalah suatu kondisi adanya
tekanan fisik dan psikis akibat adanya tuntutan dalam diri dan lingkungan2 Pernyataan
tersebut berarti bahwa individu dapat dikatakan mengalami stres, ketika mengalami suatu
kondisi adanya tekanan dalam diri akibat tuntutan-tuntutan yang berasal dari dalam diri dan
lingkungan. Pada dasarnya stres memang tidak selalu berdampak negatif bagi seseorang,
tetapi dapat berdampak positif. Stres yang berdampak negatif disebut dengan distress dan
stres yang berdampak positif disebut eustress. Adanya perbedaan dampak stres pada diri
individu disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik masing-masing individu. Perbedaan
karakteristik tersebut akan menentukan respon individu terhadap stimulus yang menjadi
sumber stres, sehingga respon setiap individu akan berbeda-beda meskipun stimulus yang
menjadi sumber stresnya sama.

Dari perspektif psikologis, mahasiswa dalam tahap perkembangannya digolongkan


sebagai remaja akhir dan memasuki masa dewasa awal, yaitu usia 18-21 tahun dan 22-
24 tahun.3 Pada usia tersebut mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke
dewasa awal. Menjalani masa peralihan tersebut tentu saja mahasiswa sering menghadapi
berbagai tuntutan dan tugas perkembangan yang baru. Tuntutan dan tugas perkembangan
mahasiswa tersebut muncul dikarenakan adanya perubahan yang terjadi pada beberapa
aspek fungsional, yaitu fisik, psikologis dan sosial. Perubahan tersebut menuntut mahasiswa
untuk melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri merupakan suatu proses individu dalam
memberikan respon terhadap tuntutan lingkungan dan kemampuan untuk melakukan coping
terhadap stres4. Kegagalan individu dalam melakukan penyesuaian diri dapat menyebabkan
individu mengalami gangguan psikologis, seperti ketakutan, kecemasan, dan agresifitas5.
Kenyataannya tidak jarang mahasiswa yang sulit menyesuaikan diri dengan tugas skripsi.
Kegagalan dalam penyusunan skripsi terkadang disebabkan oleh adanya kesulitan mahasiswa
dalam mencari judul skripsi, kesulitan mencari referensi atau bahan bacaan, keterbatasan
dana, dan juga kecemasan dalam menghadapi dosen pembimbing. Masalah-masalah
tersebut dapat menyebabkan terjadinya stress, karena adanya tekanan psikologis dalam diri
mahasiswa.

B. Penyebab dan Dampak Stres

Dalam bahasa sehari-hari stres dikenal sebagai stimulus atau respon yang menuntut
individu untuk melakukan penyesuaian. Penyebabnya bermacam-macam mulai dari masalah
yang terkait dengan pekerjaan, jabatan, keluarga, sekolah atau kuliah, cinta, kehilangan harta
dan orang-orang yang disayangi, kemacetan lalu lintas di jalan raya, polusi udara, bahkan
urusan rumah tangga. Stres adalah suatu sinyal dari dalam tubuh untuk mempersiapkan
tubuh agar bertindak. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu reaksi individu terhadap
tuntutan atau tekanan yang berasal dari diri sendiri dan lingkungan. Stres dalam arti secara
umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Atkinson mengemukakan bahwa stres
mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis

2  Rathus, S. A. & Nevid, J. S. Psychology and The Challenge of Life: Adjustment in The
New Millenium. Eight Edition. (Danver: John Willey & Sons, Inc. 2002) .hlm. 142.
3 Monk, F. J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam
Berbagai Bagiannya.(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), hlm. 260-262.
4 Rathus, S. A. dan Nevid, J. S. Psychology and The Challenge of Life: Adjustment in The
New Millenium. Eight Edition. (Danver: John Willey & Sons, Inc, 2002), hlm. 4.
5 Schneiders, A. Personal Adjustment and Mental Health. (New York: Rinehart and
Windston.Inc, 1964), hlm. 130.
Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015 17
seseorang6. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi
stres ini sebagai respon stres.

Jika stres dibiarkan berlarut-larut akan berdampak pada kesehatan fisik dan mental,
bahkan sampai terjadinya depresi. Mengingat stres dapat menyerang siapa saja dan berdampak
buruk terhadap kesehatan fisik, psikis dan hubungan sosial, maka diperlukan pemahaman
untuk mengenal gejala-gejalanya dan dibutuhkan kecakapan dalam mengelolanya, agar tidak
berakibat kronis. Tidak dapat disangkal bahwa pertahanan terhadap stres sangat tergantung
pada kemampuan mengelolanya dengan efektif.

Stres pada dasarnya tidak selalu berdampak negatif, karena stres kadang dapat bersifat
membantu dan menstimulasi individu untuk bertingkah laku positif. Stres yang berdampak
positif biasa disebut dengan eustress dan stres yang berdampak negatif biasa disebut dengan
distress. Stres bukan hanya sebagai stimulus atau respon, karena setiap individu dapat
memberikan respon yang berbeda pada stimulus yang sama. Adanya perbedaan karakteristik
individu menyebabkan adanya perbedaan respon yang diberikan kepada stimulus yang datang.
Smet menyatakan bahwa stres adalah suatu proses yang menempatkan seseorang sebagai
perantara (agent) yang aktif dan dapat mempengaruhi sumber stres melalui strategi-strategi
perilaku, kognitif dan emosional7. Pernyataan ini semakin memperjelas bahwa stres tidak
hanya dapat disebut sebagai stimulus atau respon saja, karena ada aspek perilaku, kognitif
dan emosional dalam diri manusia, yang masing-masing orang mempunyai karakteristik
yang berbeda. Perbedaan karakteristik inilah yang membentuk adanya individual differences.

Sarafino menyatakan bahwa stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara
individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan, berasal
dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.
Stres muncul sebagai akibat dari adanya tuntutan yang melebihi kemampuan individu
untuk memenuhinya. Seseorang yang tidak bisa memenuhi tuntutan kebutuhan, akan
merasakan suatu kondisi ketegangan dalam diri. Ketegangan yang berlangsung lama dan
tidak ada penyelesaian, akan berkembang menjadi stres8. Senada dengan pengertian di atas
Bishop menyatakan bahwa stres adalah interaksi antara individu dengan lingkungan yang
menimbulkan suatu tekanan dalam diri individu akibat adanya suatu tuntutan yang melebihi
batas kemampuan individu untuk menghadapinya dan memberikan respon, baik fisik maupun
psikis terhadap tuntutan yang dipersepsi.9 Pengertian ini menekankan adanya tuntutan pada
diri seseorang yang melebihi kemampuannya melalui proses persepsi terhadap kejadian atau
hal di lingkungan yang menjadi sumber stres. Stres adalah suatu kondisi adanya tekanan
fisik dan psikis akibat adanya tuntutan dalam diri dan lingkungan.10 Pernyataan tersebut
berarti bahwa seseorang dapat dikatakan mengalami stres, ketika seseorang mengalami suatu
kondisi adanya tekanan dalam diri akibat tuntutan-tuntutan yang berasal dari dalam diri dan
lingkungan dan mempengaruhi aspek fisik, perilaku, kognitif, dan emosional.

6  Rita L. Atkinson, Pengantar Psikologi, (Erlangga: Jakarta, 1999), hlm. 222.


7 Smet, B. Psikologi Kesehatan.( Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994), hlm.
111.
8 Sarafino, E.P. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Second Edition.
(Singapore: John Wiley & Sons, Inc, 1994) hlm. 74.
9 Bishop, G. D. Health Psychology: Integrating Mind and Body. (Singapore: Allin and
Bacon, 1994), hlm. 127.
10  Rathus, S. A. & Nevid, J. S. Psychology and The Challenge of Life: Adjustment in The
New Millenium. Eight Edition. (Danver: John Willey & Sons, Inc, 2002), hlm. 142.
18 Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015
C. Aspek-Aspek Stres

Secara umum stres dapat dilihat dalam dua aspek, yaitu aspek biologis dan psikologis.
aspek biologis yang nuncul sebagai gejala fisik yang seperti sakit kepala, gangguan tidur,
gangguan pencernaan, gangguan makan, gangguan kulit dan produksi keringat yang
berlebihan. Sedangkan aspek psikologis berupa gejala psikis, antara lain muncul dalam gejala
kognisi, yaitu gangguan pada proses berpikir, seperti gangguan pada daya ingat, perhatian
dan konsentrasi. Stres juga dapat muncul pada gejala afeksi (perasaan dan emosi). Kondisi
stres dapat mengganggu kestabilan emosi individu. Individu yang mengalami stres akan
menunjukkan gejala mudah marah, kecemasan yang berlebihan terhadap segala sesuatu,
merasa sedih dan depresi. Selain itu gejala sters dapat muncul dalam gejala psikomotorik,
dimana kondisi stres dapat mempengaruhi tingkah laku sehari-hari yang cenderung negatif
sehingga menimbulkan masalah dalam hubungan interpersonal.

D. Coping Terhadap Stres

Perilaku coping merupakan suatu tingkah laku dimana individu melakukan interaksi
dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah11. Tingkah
laku coping merupakan suatu proses dinamis dari suatu pola tingkah laku maupun pikiran-
pikiran yang secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan dalam situasi yang
menekan dan menegangkan. Banyak definisi yang dilontarkan oleh para pakar psikologi
dalam mengartikan coping. Coping merupakan suatu cara yang dilakukan individu untuk
mengatasi situasi atau masalah yang dialami, baik sebagai ancaman atau suatu tantangan yang
menyakitkan. Umumnya coping strategi  dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang
untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Coping dipandang
sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan tanpa memperhatikan akibat dari
tekanan tersebut. Akan tetapi coping bukanlah suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi
yang menekan, karena tidak semua situasi tertekan dapat benar-benar dikuasai. Coping yang
efektif umtuk dilaksanakan  adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi
dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya.

Baron dan Byrne menyatakan bahwa coping adalah respon individu untuk mengatasi
masalah, respon tersebut sesuai dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan untuk mengontrol,
mentolerir dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dihadapi. Coping yang efektif
akan menghasilkan adaptasi yang menetap, yang merupakan kebiasaan baru dan perbaikan
dari situasi yang lama. Sedangkan coping yang tidak efektif berakhir dengan mal-adaptif
yaitu perilaku yang menyimpang dan keinginan normatif yang dapat merugikan diri sendiri
maupun orang lain atau lingkungan. Setiap individu melakukan coping tidak sendiri dan tidak
hanya menggunakan satu strategi tetapi dapat melakukanya bervariasi, hal ini tergantung
dari kemampuan dan kondisi individu12. Sementara Lazarus dan Folkman mengemukakan
bahwa coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan
persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi
tuntutan tersebut. Coping merupakan salah satu metode untuk mengurangi efek dari stres
yang berkelanjutan, walaupun ada beberapa metode atau faktor lain yang dapat dilakukan.
Menurut Lazarus stres dapat datang dari lingkungan, tubuh atau pikiran seseorang. Upaya

11 Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh Kartini Kartono,
Cetakan ketujuh). (Jakarta: PT. RajaGrafindo), hlm. 112.
12  Rasmun, Stres Coping dan Adaptasi, (Jakarta: Sagung Seto, 2004), hlm. 30
0

Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015 19


yang dilakukan oleh individu dalam mengatasi stres adalah dengan coping.13

Menurut Taylor coping didefenisikan sebagai pikiran dan perilaku yang digunakan untuk
mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang menekan14. Coping adalah
respon individu untuk mengatasi masalah, respon tersebut sesuai dengan apa yang dirasakan
dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir dan mengurangi efek negatif dari situasi yang
dihadapi15. Coping meliputi segala usaha yang disadari untuk menghadapi tuntutan yang
penuh dengan tekanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa coping adalah segala usaha individu
untuk mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi ketidaksesuaian/
kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan individu
dalam memenuhi tuntutan tersebut. Sarafino mengemukakan arti coping sebagai suatu
proses yang dilakukan individu untuk mencoba mengelola perasaan ketidak cocokan antara
tuntutan-tuntutan lingkungan dan kemampuan yang ada dalam situasi yang penuh stres16.
Di tambahkan pula oleh Lazarus dan Folkman ( dalam Smet ) coping sebagai suatu proses
dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan, baik
yang berasal dari individu maupun yang berasal dari lingkungan, dengan sumber-sumber
yang di miliki oleh individu dalam menghadapi situasi yang penuh stres17.

E. Klasifikasi dan Bentuk Coping

Flokman & Lazarus (dalam Sarafino) secara umum membedakan bentuk dan fungsi
coping dalam dua klasifikasi yaitu :

a. Problem Focused Coping (PFC).

Problem focused coping adalah bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya
untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan. Artinya coping yang
muncul terfokus pada masalah individu yang akan mengatasi stres dengan mempelajari
cara-cara keterampilan yang baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika
mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah. Strategi ini melibatkan usaha
untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi stres yang mengancam individu. Seperti
yang diungkapkan oleh Nevid bahwa coping yang berfokus pada masalah mengarahkan
orang menilai stressor yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah
stressor atau memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek dari stressor tersebut.
Ditambahkan lagi oleh Nevid bahwa coping yang berfokus pada masalah melibatkan
strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stres, seperti di contohkan Nevid
dengan mencari informasi tentang penyakit dengan mempelajari sendiri atau melalui
konsultasi medis. Pencarian informasi membantu individu untuk tetap bersikap optimis
karena dengan pencarian informasi tersebut timbul harapan akan mendapatkan informasi
yang bermanfaat18

13  Lazarus dan Lazarus, Staying Sane In a Crazy World. Alih Bahasa: Linggawati
Haryanto. (Jakarta: Bhuana Ilmu. 2005), hlm. 169.
14  Taylor. E, Shelley..Psikologi Sosial. (Jakarta : Kencana Predana Media, 2009), hlm 47.
15  Rasmun, Stress, Coping dan Adaptasi, (Jakarta: Sagung Sugeta, 2004), hlm.30.
16  Sarafino, Edward P. Health Psychology: Biophychososial Interaction (New York: John
Wiley and Sons, Inc. 1998), hlm. 132.
17  Smet, Bart, Psikologi Kesehatan (Jakarta: Grasindo, 1994), hlm.143.
18  Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus, dan Beverly Greene, Psikologi Abnormal. Edisi
Kelima. Jilid 1, ( Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 144-145.
20 Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015
b. Emotion Focused Coping (EFC)

Emotion focused coping merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur
respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon
emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan kognitif. Contoh dari pendekatan
behavioral adalah penggunaan alkohol, narkoba, mencari dukungan emosional dari
teman-teman dan mengikuti berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi
yang dapat mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan
kognitif melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan.

Emotion focused coping merupakan strategi untuk meredakan emosi individu yang
ditimbulkan oleh stressor (sumber stres), tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang
menjadi sumber stres secara langsung. Emotion focused coping memungkinkan individu
melihat sisi kebaikan (hikmah) dari suatu kejadian, mengharap simpati dan pengertian orang
lain, atau mencoba melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang telah
menekan emosinya, namun hanya bersifat sementara19. Coping yang berfokus pada emosi
cenderung tidak dapat menghilangkan stressor karena individu lari dari masalah atau stressor
yang dihadapinya. Coping yang berfokus pada emosi dilakukan dengan cara menyangkal
adanya stressor atau menarik diri dari situasi. Coping yang berfokus pada emosi tidak
menghilangkan stressor atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara
yang lebih baik untuk mengatur stressor. Jadi sebaiknya jika sedang mengahadapi masalah
atau sedang dihadapkan pada stressor maka sebaiknya menggunakan strategi coping yang
berfokus pada masalah

Dalam kehidupan sehari-hari mengenai faktor yang menentukan strategi mana yang
paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan
sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Coping yang
efektif untuk dilakukan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan
menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya.

F. Problematika Mahasiswa Menyusun Skripsi

Berbagai persoalan yang dihadapi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, antara lain
sebagai berikut: (1) merasa terbebani dan bingung. Perasaan bingung terutama disebabkan
karena mereka beranggapan ini adalah dunia dan pengalaman baru, yang belum pernah
dilalui selama kuliah dan dianggap berbeda dengan makalah sehari-hari. Pada umumnya
mahasiswa berpendapat bahwa skripsi adalah aktivitas yang paling menentukan dalam
memperoleh gelar sarjana. Tugas skripsi dipandang tidak hanya menulis, tetapi juga harus
mempertanggungjawabkan secara individual baik di hadapan pembimbing maupun ketika
sidang munaqasyah di hadapan dewan penguji. (2) bosan, malas, dan jenuh, (3) Perasaan
khawatir. Mahasiswa mengakui adanya perasaan takut dan khawatir akan bermasalah dengan
pembimbing dan takut tidak mampu melaksanakan penelitian tersebut karena keterbatasan
pengetahuan dalam meneliti. Kekhawatirannya juga karena ada rasa penasaran siapa yang
akan menjadi dosen pembimbingnya.

Di sisi lain ada di antara mahasiswa yang sangat bersemangat karena ingin mencapai
target kuliah selesai tepat waktu. Merasa senang karena membayangkan akan dapat diwisuda

19  Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, Jilid 2, Alih Bahasa Ratna
Djuwita, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 243.
Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015 21
dan akan dapat bekerja.

G. Bentuk-Bentuk Stres Mahasiswa dalam Menyusun Skripsi

Bentuk-bentuk stres yang dialami oleh para mahasiswa yang sedang menyusun skripsi
pada umumnya adalah merasakan kecemasan, merasa tidak berdaya dan tidak berpotensi atau
pesimis, adanya perasaan bersalah karena merasa telah mengecewakan dosen pembimbing,
terasa khawatir, gugup dan perasaaan sangat menegangkan, panik, gelisah, merasa tidak
karuan, timbul perasaan takut dan resah, merasa tertekan, malu dan terkadang sedih. Ada
di antara mereka yang mengatakan terasa penat, capek, galau, jenuh, perasaan bosan dan
merasa pikiran jadi buntu.
Gambaran di atas menunjukkan berbagai perilaku dan perasaan yang dialami oleh
mahasiswa dalam menghadapi penulisan skripsi sebagai sebuah karya ilmiah. Persaan-
perasaan tersebut menandakan adanya tekanan batin atau stres. Reaksi psikologis terhadap
stress dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Umumnya mahasiswa mengalami kecemasan
dalam menulis skripsi. Kecemasan merupakan respon yang paling umum terhadap berbagai
stressor. Disamping itu juga reaksi bisaa muncul dalam bentuk merasa bersalah, apatis dan
depresi (merasa tidak berdaya dan tidak ada upaya). Gangguan kognitif (tingkat rangsangan
emosi yang tinggi dapat mengganggu pengolahan informasi yang dipikiran, maka semakin
cemas, marah, depresi semakin menambah pada gangguan kognitif, artinya tidak mampu
berpikir logis dan tepat.

H. Faktor Penyebab Stres Mahasiswa yang sedang Skripsi

Penyebab stres mahasiswa yang sedang menyusun skripsi secara garis besar dapat dibagi
dalam dua faktor, yaitu :

1. Faktor internal

Penyebab stres secara internal disebabkan karena:

(1) Pengalaman baru. Mahasiswa mengakui bahwa menulis skripsi adalah pengalaman
baru, sehingga mereka merasa wajar adanya perasaan bingung bagaimana menghadapinya.
Kecemasan sebagai salah satu benntuk stres yang paling umum dirasakan oleh individu
dalam menghadapi situasi baru. Kecemasan ini akan bisa diatasi kalau seseorang punya
kemampuan pemecahan masalah yang baik dan mengetahui sumber yang yang memicu
kecemasan, sehingga mahasiswa tersebut dapat mempersiapkan diri lebih matang.

(2) Manajemen waktu yang kurang baik. Penyebab stres pada sebahagian mahasiswa
ternyata disebabkan karena ketidakmampuannya mengatur waktu. Disatu sisi mereka harus
menyelesaikan skripsi, tapi di sisi yang lain mereka juga disibukkan dengan berbagai
kegiatan lainnya. Kesibukan lainnya adalah seperti aktif dalam organisasi baik organisasi
di kampus maupun luar kampus. Ada juga yang mengakui sullitnya membagi waktu
karena harus bekerja sambil kuliah, sehingga terasa tidak dapat fokus dan stres. Mahasiswa
lainnya mengakui sulit mengatur waktu karena menjalani kuliah di dua perguruan tinggi
(dua tempat). Ada juga mahasiswa yang mengakui sullitnya mengatur waktu karena
di saat menulis skripsi dia dihadapkan oleh tugas lain yang merupakan rangkaian syarat
dalam menyelesaikan kuliah dan sidang skripsi, seperti KPM (Kegiatan Pengabdian Pada
Masyarakat), ujan komprehensif, tes computer, dan toefel. Stres dapat meningkat apabila
sejumlah stressor harus dihadapi dalam waktu bersamaan. Apabila dalam waktu yang sama
bertumpuk sejumlah stressor yang harus dihadapi, maka stressor berikutnya, meskipun

22 Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015


kecil dapat memicu stress tinggi. Berbagai hal yang dihadapi mahasiswa dengan persoalan
masing-masing kegiatan, ketika membuat skripsi sumber stressor akan bertambah karena
ketidakmampuan menentukan perioritas.

(3) Pesimis. Rasa pesimis dan ketakutan yang berlebihan tanpa alasan akan membuat
mahasiswa merasa tidak punya kemampuan dalam menyelesaikan skripsi. Hal ini
mengindikasikan bahwa mahasiswa tersebut kurang percaya diri. Rendahnya rasa percaya
diri menjadi salah satu faktor penyumbang stres dalam menghadapi sesuatu.

(4) Negative thingking (bertifikir negatif) atau berprasangka buruk terhadap dosen
pembimbing. Pikiran ini ditimbulkan karena adanya image tentang dosen yang mudah dan
dosen yang sulit (killer). Pikiran ini sering ditularkan oleh mahasiswa senior atau kakak
kelas mereka yang mempunyai pengalaman pribadi yang tidak menyenangkan dengan dosen
pembimbing tersebut. Ketakukan yang tidak beralasan membuat mereka menghindar dari
pembimbing sebagai salah strategi coping stress. Faktor yang mempengaruhi efek stressor
berbeda antara indvidu yang satu dengan yang lain dalam merespon stres. Cara seseorang
mempersepsikan stressor akan mempengaruhi tingkat stres. Semakin stressor dipersepsikan
secara negatif akan semakin tinggi tingkat stres seseorang. sebaliknya jika stressor yang
dipersepsikan tidak mengancam dan merasa mampu beradaptasi, maka tingkat stresnya akan
renndah, bahkan tidak ada. Dengan kata lain dapat dipahami bahwa semakin mahasiswa
mempersepsikan bahwa dosen pembimbingnya secara negatif, seperti sulit, killer, maka akan
semakin timbul rasa takut dan cemas yang pada akhirnya bertambah stres dalam menulis
skripsi.
(5) Tidak assertive. Tidak mampu bersikap tegas terhadap sesuatu dapat menyebabkan
stres. Misalnya tidak berani menolak sesuatu yang harusnya ditolak, baik dengan teman
maupun dosen. Hal ini juga terjadi ketika berhadapan dengan dosen pembimbing, mulai
saat seminar proposal dia sulit mengungkapkan apa yang sebenarnya ingin di teliti, sehingga
judulnyapun sering berubah di luar kemampuannya untuk meneliti. Sikap tidak assertive
(tidak tegas) yang dialami oleh seseorang sering menjadi sebuah dilema dalam dirinya. Hal
ini yang membuat dirinya merasa tidak nyaman dalam bertindak.
(6) Kesulitan memahami aturan penulisan dalam bahasa Indonesia yang benar dan tidak
peka terhadap Kultur Aceh. Hal ini ditemui pada mahasiswa luar negeri yang kuliah di
UIN Ar-Ranniry. Melihat kondisinya seyogyanya mahasiswa Luar negeri harus lebih
dahulu mempersiapkan diri lebih matang terutama dalam penguasaan bahasa Indonesia
dan pemahaman kultur Aceh.

3. Faktor eksternal

Faktor luar yang menyebabkan mahasiswa stres dalam menyusun skripsi adalah sebagai
berikut: (1) Lingkungan tempat tinggal (kos) yang tidak nyaman. Salah satu penyumbang
stres mahasiswa yang sedang skripsi adalah karena lingkungan tempat tinggalnya yang
tidak nyaman. Lingkungan kos tempat tinggal mereka tidak mendukung suasana belajar
yang nyaman, bahkan dapat mengganggu konsentrasi dalam menulis skripsi. Salah satu
indikasinya adalah para penghuni kos yang tidak serius dalam belajar bahkan sering ribut
menjadi penyebab stres bagi mahasiswa yang serius dalam menjalankan kuliah, khususnya
yang sedang menyelesaikan skripsi. (2 Kurang tersedianya referensi atau buku yang terkait
dengan penelitian. Referensi merupakan hal pokok dalam penulisan karya ilmiah. Kesulitan
memperoleh apa yang dibutuhkan menjadi salah satu penyebab terhambatnya penulisan
skripsi. Ini merupakan salah satu stressor yang harus dihindari. Salah satu hal penting
yang harus dipikirkan mahasiswa dalam memillih judul adalah ketersediaan sumber data.

Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015 23


Referensi yang berupa buku merupakan salah satu sumber data yang jauh sebelum menulis
harus dipastikan ketersediaannya., agar terhindaar dari stres saat menulis. (3) Kesulitan
menjumpai dosen pembimbing untuk konsultasi Foktor lain yang ikut memberi andil
kesulitan mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah karena kesulitan bertemu dengan dosen
pembimbing untuk konsultasi. Hal ini disebabkan karena dosen tersebut jarang ke kampus
dan terlalu sibuk. Dengan demikian dapat dipahami bahwa komitmen pembimbing untuk
menyempatkan diri dan menyediakan waktu bagi mahasiswa bimbingannya merupakan hal
yang sangat penting.

I. Strategi Coping yang Dilakukan Mahasiswa

Strategi coping yang dilakukan mahasiswa dalam rangka menghadapi stres ketika menyusun
skripsi adalah sebagai berikut:

1. Mengalihkan perhatian pada aktivitas lain yang tidak ada hubungan dengan
skripsi. Coping yang dilakukan mahasiswa saat merasa stres menghadapi skripsi
adalah dengan cara pengalihan, seperti main games, nonton bola, nonton filem
mendengar musik, minum kopi atau teh sambil makan cemilan, istirahat dan tidur.
Ada diantaranya mengatakan membaca buku-buku lain yang justeru tidak terkait
dengan skrips. Artinya lebih memilih bahan bacaan yang tidak ada hubungan dengan
penulisan skripsi.

2. Melakukan aktifitas fisik, seperti: lari pagi juga, menggerak-gerakkan badan seperti
senam, dan joget-joget sendiri.

3. Berdoa dan melakukan aktifitas keagamaan seperti shalat dhuha dan tahajud secara
rutin, agar dapat menenangkan dalam melakukan hal-hal apa saja.

4. Melakukan aktifitas keagamaan.

5. Merokok
Merokok merupakan salah satu strategi coping yang digunakan oleh sebahagian
individu saat mengalami stress. Akan tetapi ini hanyalah jenis coping jangka pendek
dan jenis coping terfokus emosi bukan menghilangkan sumber stres. Kenyamanan
hanya bersifat sementara, karena masalahnya tidak selesai.

6. Menambah pengetahuan tentang cara menulis karya ilmiah.

7. Menambah pengalaman baru dan mencari wawasan baru dalam cara menulis.

8. Mencari referensi buku-buku terbaru sesuai judul skripsi baik di media cetak seperti
koran, buku dan alat komunikasi lainnya.

9. Berusaha disiplin waktu dalam segala urusan

10. Bergabung dengan teman dan sharing informasi.

11. Menelpon keluarga

12. Mencari waktu dan tempat yang nyaman untuk menyelesaikan skripsi

13. Berpikir positif (positive thingking)

14. Melawan Rasa Malas

24 Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015


Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui ada berbagai bentuk strategi coping yang
dilakukan mahasiswa sebagai respon terhadap stres ketika penulisan skripsi. Terkadang tidak
hanya menggunakan satu strategi saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasmun bahwa setiap
individu melakukan coping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi tetapi
dapat melakukanya bervariasi, hal ini tergantung dari kemampuan dan kondisi individu20

Secara umum strategi coping terhadap stres yang dilakukan mahasiswa Fakultas dakwah
dan Komunikasi yang sedang menulis skripsi ada dua: yaitu ada yang terfokus pada emosi,
tapi ada juga yang terfokus pada masalah . Problem focused coping adalah bentuk coping yang
lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan.
Artinya coping yang terfokus pada masalah adalah cara yang digunakan individu untuk bisa
meyesuaiakan diri dalam menghadapi stres dalam menyelesaikan skripsi antara lain adalah
dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru untuk dapat menyelesaikan
skripsinya, bukan lari dari masalah. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika
mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah. Strategi ini melibatkan usaha
untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi stres yang mengancam individu.

Sementara Emotion Focused Coping (EFC) yang juga digunakan mahasiswa Fakultas
Dakwah dan Komunikasi merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur respon
emosional terhadap situasi yang menekan. Individu mengatur respon emosionalnya dengan
pendekatan behavioral dan kognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah merokok,
mencari dukungan emosional dari teman-teman dan mengikuti berbagai aktivitas fisik
seperti berolahraga, menonton televisi, main games, dan lain-lain yang dapat mengalihkan
perhatian individu dari masalahnya.

Emotion focused coping merupakan strategi untuk meredakan emosi individu yang
ditimbulkan oleh stressor (sumber stres), tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang
menjadi sumber stres secara langsung. Emotion focused coping memungkinkan individu
melihat sisi kebaikan (hikmah) dari suatu kejadian, mengharap simpati dan pengertian orang
lain, atau mencoba melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang telah
menekan emosinya, namun hanya bersifat sementara21. Seperti yang diungkapkan oleh
Nevid bahwa coping yang berfokus pada masalah mengarahkan orang menilai stressor yang
mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah stressor atau memodifikasi reaksi
mereka untuk meringankan efek dari stressor tersebut. Coping yang berfokus pada masalah
melibatkan strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stres, seperti mencari
informasi dan menambah wawasan baru tentang cara penulisan skripsi, mempersiapkan lebih
matang dan serius untuk menghadapi dosen pembimbing. Pencarian informasi membantu
individu untuk tetap bersikap optimis karena dengan pencarian informasi tersebut timbul
harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat22.

Sedangkan untuk coping yang berfokus pada emosi cenderung tidak dapat
menghilangkan stressor karena individu lari dari masalah atau stressor yang dihadapinya.
Nevid mengungkapkan bahwa coping yang berfokus pada emosi dilakukan dengan cara

20  Rasmun, Stres Coping dan Adaptasi, (Jakarta: Sagung Seto, 2004), hlm. 138.

21  Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, Jilid 2, Alih Bahasa Ratna
Djuwita, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 243.
22  Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus, dan Beverly Greene, Psikologi Abnormal. Edisi
Kelima. Jilid 1, ( Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 144-145.
Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015 25
menyangkal adanya stressor atau menarik diri dari situasi. Lebih lanjut diungkapkan, coping
yang berfokus pada emosi tidak menghilangkan stressor atau tidak juga membantu individu
dalam mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatur stressor. Jadi sebaiknya
jika sedang menghadapi masalah atau sedang dihadapkan pada stressor maka sebaiknya
menggunakan strategi coping yang berfokus pada masalah.

J. PENUTUP
Problematika yang dihadapi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi adalah antara
bahagia dengan stress. Di satu sisi mereka merasa bahagia karena sudah menncapai puncak
akhir dari aktivitas untuk memperoleh gelar sarjana, karena harapannya akan selesai
kulliah dapat diwisuda dan dapat mencari pekerjaan setelah sarjana. Akan tetapi dibalik itu
ada perasaan stres karena menganggap skripsi adalah sebuah beban berat selama kuliah.
Mengahadapi skripsi sebagai sebuah pengalaman baru yang membuat mereka bingung
apa yang harus dilakukan. Timbul perasaan takut dan khawatir akan bermasalah dengan
pembimbing dan takut tidak mampu melaksanakan penelitian tersebut karena keterbatasan
pengetahuan dalam meneliti.

Bentuk-bentuk stres yang dialami oleh para mahasiswa yang sedang menyusun skripsi
pada umumnya adalah merasakan kecemasan, merasa tidak berdaya dan tidak berpotensi atau
pesimis, adanya perasaan bersalah karena merasa telah mengecewakan dosen pembimbing
ketika skripsinya tidak sesuai keinginan pembimbing, terasa khawatir, gugup dan perasaaan
sangat menegangkan, panik, gelisah, merasa tidak karuan, timbul perasaan takut dan resah,
merasa tertekan, malu dan terkadang sedih. Ada di antara mereka yang mengatakan terasa
penat, capek, galau, jenuh, perasaan bosan dan merasa pikiran jadi buntu.

Stres yang dialami mahasiswa dalam menyusun disebabkan oleh dua faktor yaitu
penyebab dari faktor internal (dari diri sendiri) dan faktor eksternal. Faktor internal
diantaranya dipengaruhi oleh rasa pesimis dan rendahnya konsep diri terhadap kemampuan
yang dimiliki, tidak assertive, kurang memanfaatkan waktu dengan baik dan efektif
(buruknya manajemen waktu), mempunyai kesibukan lain, dan kurangnya persiapan dalam
menulis skripsi. Sedangkan penyebab dari luar antara lain adalah karena lingkungan yang
kurang mendukung, dosen pembimbing yang sibuk (tidak cukup waktu), sehingga sulit
berkonsultasi, terkadang ada perbedaan pemikiran antara pembimbing pertama dengan
pembimbing kedua, sehingga mahasiswa bimbingan menjadi bingung, dan yang paling
umum dirasakan adalah karena kurang tersedianya referensi yang dibutuhkan.

Strategi coping yang dilakukan mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi ada yang
masih menggunakan strategi coping yang terfokus pada emosi (emotion focused coping)
dan ada juga yang sudah melakukan strategi coping yang terfokus pada masalah (problem
focused coping).

26 Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015


DAFTAR PUSTAKA

Bishop, G. D.. Health Psychology: Integrating Mind and Body. Singapore: Allin and Bacon.
1994.

Chaplin, J.P.Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh Kartini Kartono, cetakan ke


tujuh. Jakarta: RajaGrafindo, 2006.
Lazarus dan Lazarus, Staying Sane In a Crazy World. Alih Bahasa: Linggawati Haryanto.
Jakarta: Bhuana Ilmu. 2005.

Monk, F. J., Knoers, A.M.P, Haditono, S. R. Psikologi perkembangan: Pengantar dalam


Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2001.

Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus, dan Beverly Greene, Psikologi Abnormal. Edisi
Kelima. Jilid, Jakarta: Erlangga, 2005.

Rasmun, Stres, Coping, dan Adaptasi, Jakarta: Sagung Sageto, 2004.


Rathus, S. A. & Nevid, J. S. Psychology and The Challenge of Life:Adjustment in The New
Millenium. Eight Edition. Danver: John Willey & Sons, Inc. 2002.

Richard S. Lazarus, Coping Theory and Research: Past, Present, and Future, Psychosomatic
Medicine New York: John Wiley and Sons. Inc, 1993.

Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, Jilid 2, Alih Bahasa Ratna Djuwita,
Jakarta: Erlangga, 2003.
Sarafino, E. P. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Second Edition. Singapore:
John Wiley & Sons, Inc. 1994.

Schneiders, A. Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart and Windston.
Inc. 1964.

Smet, B. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 1994.

Jurnal Al-Bayan/VOL. 21, NO. 32, JULI-DESEMBER 2015 27

Anda mungkin juga menyukai