Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

RESILIENSI PADA MAHASISWA YANG SEDANG


MENYUSUN SKRIPSI FAKULTAS
ILMU-ILMU SOSIAL

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Kepada
Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas
Nusa Nipa Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

OLEH

AGUSTINUS RUDI YANTO


NIM. 051181031

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NUSA NIPA INDONESIA
MAUMERE
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang telah menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Mahasiswa adalah peserta didik
yang terdaftar dan belajar pada suatu perguruan tinggi, baik di perguruan tinggi negeri
maupun perguruan tinggi swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan
tinggi. Menurut Lukman, (dalam Fikry & Khairani, 2017:110) bahwa menjadi mahasiswa
merupakan suatu langkah menuju gelar sarjana, yang diperoleh dengan menyelesaikan
studi di sebuah perguruan tinggi dan membuat suatu karya ilmiah yang disebut skripsi.
Skripsi merupakan tugas akhir yang umumnya ditempuh pada semester ke-8.
Masa studi 8 (delapan) semester merupakan standar masa studi yang telah
ditetapkan didalam Peraturan Pemerintah dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49,
2014, diluar ketentuan tersebut, masa studi minimum 7 semester dan maksimum 12-14
semester. Namun pada kenyataannya masih banyak mahasiswa yang menyelesaikan studi
diluar atau melewati standar yang berlaku. Hasil survei tracer study yang dilakukan oleh
CDC Unsyiah, (dalam Fikry & Khairani, 2017:109) diketahui bahwa terdapat banyak
mahasiswa yang tidak dapat menyelesaikan studinya dalam masa yang ideal dikarenakan
faktor keterlambatan penyelesaian skripsi.
Skripsi adalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan suatu
karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu
permasalahan/fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah
yang berlaku Hamid & Rachman (dalam Suwita, 2016:7-8). Lebih lanjut, Mahesti &
Rustika, (2020:54) menjelaskan skripsi merupakan salah satu syarat akademis di
perguruan tinggi yang wajib ditempuh. Begitu pula di Universitas Nusa Nipa Indonesia,
dimana skripsi merupakan tugas akhir atau tugas karya tulis yang wajib ditempuh dan
diselesaikan oleh mahasiswa agar mendapatkan gelar sarjana. Penyusunan tugas akhir
berupa karya tulis atau skripsi menjadi salah satu sumber stres pada mahasiswa tingkat
akhir.
Mahasiswa yang kelulusannya tidak tepat waktu, karena dalam pengerjaan skripsi
menemukan berbagai hambatan, antara lain hambatan membuat judul yang menarik
sesuai dengan latar belakang masalah yang ditemui di lapangan dan pencarian bahan atau
literatur memang tidak mudah karena tidak semua informasi dapat dijadikan literatur dan
proses pencarian membutuhkan waktu yang relatif lama. Mahasiswa kurang tekun untuk
berkonsultasi dengan dosen, dengan berbagai alasan dan ketidakmampuan mahasiswa
dalam membagi waktu serta kemampuan intelektual yang kurang dalam mengerjakan atau
menyusun skripsi. Mutadin, (dalam Putri, 2016:4) menjelaskan bahwa pada proses
pengerjaan tugas akhir seringkali timbul perasaan negatif yang dialami mahasiswa seperti
ketegangan, kekhawatiran, kehilangan motivasi, dan frustrasi. Pada akhirnya perasaan
negatif ini menyebabkan mahasiswa menunda pengerjaan tugas akhir hingga tidak
mampu untuk bertahan dalam setiap permasalahan yang dihadapi dalam perkuliahan.
Oleh karena itu, mahasiswa yang sedang menjalani proses pengerjaan tugas akhir
membutuhkan daya tahan yang prima agar mampu mendorong semangat, mampu
beradaptasi dari setiap permasalahan yang dihadapi. Daya ketahanan ini dapat dijelaskan
sebagai resiliensi.
Menurut Roellyana dan Listiyandini (2016:30) dalam menghadapi permasalahan
pada pengerjaan tugas akhir, mahasiswa membutuhkan peran resiliensi. Lebih lanjut,
Desmita, (dalam Magfiroh, 2019:48) mengatakan bahwa resiliensi merupakan
kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit dan menyesuaikan diri dengan kondisi
yang sulit. Kemampuan individu untuk dapat bangkit dan bertahan serta menyesuaikan
dengan kondisi sulit dapat melindungi individu dari efek negatif yang ditimbulkan dari
permasalahan.
Menurut Grotberg (dalam Dewi, Djoenaina, & Melisa, 2004:104) resiliensi
memiliki beberapa karakteristik seperti mampu mengendalikan perasaan, mampu bangkit
dari permasalahan, serta mampu percaya diri, memiliki empati, dan sikap kepedulian
yang tinggi. Pencapaian karakteristik resilien ini ditandai dengan adanya sikap optimis
individu dalam beradaptasi pada kesulitan yang dihadapi hingga mampu menemukan
kembali semangat dan kekuatan dalam hidupnya, sehingga resiliensi sangat dibutuhkan
terutama bagi mahasiswa tingkat akhir, agar mahasiswa mampu terhindar dari dampak
negatif serta mampu menyelesaikan tugas akhir yang sedang ditempuh dalam
pendidikannya.
Berdasarkan hasil wawancara, dengan seorang mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu
Sosial Universitas Nusa Nipa Indonesia pada tanggal 22 Februari 2022, mahasiswa yang
berinisial EN ini mengatakan bahwa pada saat sedang mengerjakan tugas akhir sering
mengalami berbagai kendala seperti masih harus menyelesaikan program tunggakan mata
kuliah, kurang mampu menyusun atau menguasai pembuatan proposal, ada rasa malas,
pesimis untuk menyelesaikan skripsi tepat waktu, serta seringkali kehilangan motivasi
untuk bisa menyelesaikan tugas akhir.
Selain itu mewawancarai MN, narasumber berikut berinisial FL menceritakan
berbagai hambatan dalam proses penyusunan skripsi. Hambatan yang FL alami adalah,
kesulitan menemukan literatur/referensi, masalah keuangan, dan tidak memiliki leptop
pribadi. Kondisi ini membuat FL kehilangan kesempatan berkonsultasi dengan dosen
pembimbing dan mengurung niat untuk mengerjakan tugas atau skripsinya selama kurang
lebih dua bulan terakhir yang mengakibatkan FL merasa malas dan tidak mau berusaha.
Namun FL mau mengerjakan tugas jika ia sudah memiliki leptop. Ia juga menyadari
bahwa emosinya telah mematahkan semangatnya.
Kendala yang dialami kedua narasumber diatas tidak hanya berasal dari faktor
internal, namun adapula faktor eksternal seperti dalam keluarga maupun lingkungan. Hal
inilah yang kemudian mempengaruhi ketahanan diri mahasiswa untuk bisa bertahan serta
menyelesaikan pendidikan atau menyelesaikan tugas akhir (skripsi).
Individu yang tidak resilien, akan mudah putus asa dan merasa terpuruk apabila
dihadapkan pada permasalahan. Kondisi demikian akan berimbas pada mahasiswa dengan
resiliensi yang rendah dan menyebabkan mahasiswa tidak akan mampu menghindari
dampak negatif yang timbul, seperti munculnya rasa malas, takut, jenuh, dan kondisi lain
yang dapat memperburuk kondisi mahasiswa. Pada akhirnya, dampak negatif ini
membuat mahasiswa menghabiskan waktu lama dalam pengerjaan tugas akhir serta
energi dan materi yang juga terkuras, sehingga tidak sedikit mahasiswa mengalami
tekanan psikologis hingga memutuskan untuk menunda mengerjakan, berhenti di tengah
jalan atau tidak mampu melanjutkan tugas akhir, tidak bertanggung jawab pada tugas dan
pilihannya, serta memilih untuk bertindak sesuka hati agar mampu melepaskan masalah
yang dihadapi. Kapasitas setiap mahasiswa untuk mampu menjadi individu yang resilien
juga akan berkurang seiring berjalannya waktu, Uyun (2012:203).
Mahasiswa yang resilien ia akan berpikir positif dan memiliki kepercayaan adanya
solusi untuk menuntaskan kendala dalam pengerjaan tugas akhir. Salah satu faktor yang
yang mempengaruhi resiliensi adalah kecerdasan emosional. Ketika individu dihadapkan
dengan tekanan yang memunculkan emosi negatif, faktor ini akan memunculkan bentuk
perilaku sebagai respon dalam menghadapi tekanan emosi, sehingga apabila resiliensi
individu meningkat, maka individu akan mampu mengatasi masalah apapun yang
memunculkan keberanian dan kematangan dalam mengelola emosi (Mufidah, 2017:70).
Dalam mengembangkan resiliensi, terdapat kemungkinan adanya kontribusi dari
kecerdasan emosional, dimana individu yang resilien apabila memiliki emosi yang cerdas
ia akan banyak menggunakan emosi positifnya untuk meminimalisir dan menjauhkan diri
dari emosi negatif yang seringkali muncul ketika individu tersebut mengalami banyak
permasalahan yang menekan, Tugade & Fredricson (dalam Hendriani, 2018:22). Hal ini
pun berkaitan dengan penelitian Schneider, Lyons, & Khazon (2013:2) bahwa kecerdasan
emosional berperan penting untuk dapat memberikan manfaat dan energi positif yang
berpengaruh pada resiliensi khususnya bagi mahasiswa. Energi positif ini menjadi
dorongan untuk memunculkan respon psikologis maupun fisiologis dari resiliensi guna
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Goleman (dalam Maulding, Peters, Roberts,
Leonard, & Sparkman, 2012:21) menjelaskan kecerdasan emosional merupakan
kemampuan yang dimiliki individu untuk menalar dan mengenali perasaan, memotivasi,
serta mengelola emosi dalam menjaga keselarasan individu dengan orang lain pada
sebuah hubungan atau interaksi sosial.
Goleman (dalam Sari, 2015:67) menjelaskan bahwa terdapat empat sumber yang
dapat mengoptimalkan kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri, kesadaran sosial,
manajemen diri, dan menajemen relasi yang ditandai dengan kemampuan individu dalam
beradaptasi, memiliki kendali diri, dan inisiatif serta memiliki dorongan dalam mencapai
prestasi. Mahasiswa yang bisa memenuhi sumber ini akan lebih mampu dalam
mengendalikan emosi diri yang berpengaruh pada setiap tindakan yang dilakukan dan
akan mempunyai ketahanan diri atau resiliensi yang lebih baik dalam pencapaian
prestasinya.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Gustiana (2015:8) pada penghuni
lapas kelas II A di Samarinda menyimpulkan bahwa individu dengan kecerdasan
emosional yang baik, ia akan mampu menghadapi tantangan secara positif dan
mempertahankan semangat dalam hidup, sehingga hal ini menjadi bagian penting yang
akan mendorong individu untuk meningkatkan resiliensi agar mampu untuk tetap
berkembang, bangkit, dan bertahan pada setiap kondisi yang dihadapi terutama dalam
pengerjaan tugas akhir (skripsi).
Berdasarkan uraian dari latar belakang yang sudah dijelaskan, permasalahan
resiliensi sejauh ini masih menjadi permasalahan yang dialami mahasiswa dalam
pendidikan yang ditempuh. Salah satu adanya kemungkinan dari kecerdasan emosional
yang mampu mempengaruhi resiliensi menarik peneliti melakukan penelitian untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan resiliensi
pada mahasiswa yang sedang menyususn skripsi. Dengan demikian peneliti mengusung
judul Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Resiliensi Pada Mahasiswa Yang
Sedang Menyusun Skripsi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan resiliensi
pada mahasiswa yang sedang menyusus skripsi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan
emosional dengan resiliensi pada mahasiswa yang sedang menyususn skripsi Fakultas
Ilmu-Ilmu Sosial.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan teori dibidang psikologi khususnya Psikologi Pendidikan dan
Kesehatan Mental, terutama mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan
resiliensi pada mahasiswa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan bagi pembaca mengenai resiliensi serta informasi tambahan yang
berkaitan dengan fungsi dari kecerdasan emosional.

1.5 Keaslian Peneltian


Setelah membaca referensi atau kajian penelitian sebelumnya, saya
memetakan dalam bentuk tabel penelitian dan juga hasil penelitian terdahulu. Beberapa
penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut:
No Nama Judul Penelitian Subjek Tempat Alat Ukur Hasil Penelitian
Peneliti (Orang) Penelitian
1 Marlyn Hubungan antara 40 Surakarta skala stres Ada hubungan negatif antara
Triyana, Tuti Resiliensi dan Stres skala resiliensi resiliensi dengan stres dalam
Hardjajani, & dalam Menyusun menyusun skripsi pada mahasiswa
Nugraha Arif Skripsi pada Program Studi Psikologi Fakultas
Karyanta Mahasiswa Program Kedokteran Universitas Sebelas
Studi Psikologi Maret. Hubungan tersebut
Fakultas Kedokteran ditunjukkan dari hasil korelasi
Universitas Sebelas product moment diperoleh r = -
Maret 0,427 dan p = 0,006 (p < 0,05).
Adanya hubungan negatif tersebut
didukung hasil tingkat stres dalam
menyusun skripsi responden
penelitian termasuk kategori tinggi
dan tingkat resiliensi responden
penelitian termasuk kategori
rendah.
2 Ni Putu Peran Kecerdasan 149 skala resiliensi, Kecerdasan emosional dan efikasi
Ridha Eka Emosional dan skala kecerdasan diri secara bersama-sama berperan
Mahesti & I. Efikasi Diri terhadap emosional, dan meningkatkan taraf resiliensi pada
Made Rustika Resiliensi pada skala efikasi diri Mahasiswa Universitas Udayana
Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.
Universitas Udayana
yang Sedang
Menyusun Skripsi
3 Teuku Rijalul Kecerdasan 257 Banda Schutte Emotional Terdapat hubungan negative antara
Fikry & Maya Emosional Dan Aceh Intelligence Scale kecerdasan emosional dengan
Khairani Kecemasan (SEIS) & kecemasan pada mahasiswa yang
Mahasiswa Depression Anxiety melakukan bimbingan skripsi di
Bimbingan Skripsi di Stress Scale (DASS) Universitas Syiah Kuala dengan
Universitas Syiah kontribusi 4,3% (r squared =
Kuala 0,043). Hal ini bermakna semakin
tinggi kecerdasan emosional
individu, maka semakin rendah
kecemasan individu tersebut, serta
sebaliknya.
4 Sri Rahayu & Pengaruh Kecerdasan Bandung Teknik dokumentasi Kecerdasan emosional memberikan
Rieske Emosional Terhadap & angket skala kontribusi sebesar 19,52% terhadap
Iswardhany Penyelesaian Tugas Likert penyelesaian tugas terstruktur.
Terstruktur
Mahasiswa Prodi
Pendidikan
Teknik Bangunan
UPI
5 Jesica Hubungan Antara 129 Bali Skala Kecerdasan Terdapat hubungan negatif antara
Handayanita Kecerdasan Emosional kecerdasan emosional dengan
Saragih & Emosional Dengan (Goleman)dan prestasi akademik. Artinya adalah
Tience Debora Prestasi Akademik analisis korelasi peningkatan kecerdasan emosional
Valentina
Pada Mahasiswa product moment diikuti penurunan prestasi
Aktivis Organisasi (Karl Pearson.) akademik pada mahasiswa aktivis
Kemahasiswaan Di organisasi kemahasiswaan.
Lingkungan
Universitas Udayana
6 Ana Lailatul Hubungan Antara 78 Surabaya Menggunakan skala Hasil pengujian menggunakan
Magfiroh, Dwi Regulasi Emosi regulasi emosi dan analisis korelasi Product Moment
Sarwindah Dengan Resiliensi skala resiliensi Pearson diperoleh hasil koefisien
Sukiatni, &
Pada Remaja Binaan dengan model skala korelasi sebesar r = 0, 650 dengan p
Rahma
Kusumandari
Lembaga Pembinaan Likert = 0,000 (p < 0,05). Artinya ada
Khusus Anak Kelas hubungan positif yang signifikan
1a Blitar antara regulasi emosi dengan
resiliensi.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang berjudul
”Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Resiliensi Pada Mahasiswa Yang Sedang
Menyusun Skripsi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial”. Populasi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dengan jumlah sampel 46 subjek. Alat ukur dalam
penelitian ini ialah skala resiliensi dari Reivich dan Shatté, (2002) dan skala kecerdasan
emosional dari Wanto, (2018). Penelitian ini diakukan di Universitas Nusa Nipa
Indonesia khususnya pada mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial.

1.6 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian psikologi dalam kaitan dengan
psikologi pendidikan dan kesehatan mental. Dalam penelitian ini peneliti akan membatasi
ruang lingkup penelitian dengan menitikberatkan permasalahan yang akan dibahas yakni
mengenai permasalahan resiliensi sejauh ini masih menjadi permasalahan yang dialami
mahasiswa dalam pendidikan yang ditempuh. Salah satu adanya kemungkinan dari
kecerdasan emosional yang mampu mempengaruhi resiliensi menarik peneliti melakukan
penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional
dengan resiliensi pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi Fakultas Ilmu-Ilmu
Sosial.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Resiliensi
2.1.1 Pengertian dari Resiliensi
Resiliensi berasal dari bahasa latin “salire” artinya untuk musim semi dan
“resilire” artinya kembali musim semi. Hal ini berarti resiliensi dianggap sebagai
kapasitas untuk memulihkan atau bangkit kembali, Davidson et al., (dalam Triyana,
dkk., 2015:5). Maltby, (dalam Abram, 202:2) Resilience in defined as one's ability to
bounce back or recover from adversity. In the literature, it has been described as both
a trait a process. resilience is a positive responses to stress in which the individual
experiences growth and development despite challenges. As a trait, it is defined as an
individual's innate ability to respond to negative events or have an adaptive
personality. Artinya: Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk
bangkit kembali atau pulih dari keterpurukan. dalam literatur, itu telah digambarkan
sebagai sifat suatu proses. Resiliensi adalah respons positif terhadap stres di mana
individu mengalami pertumbuhan dan perkembangan meskipun ada tantangan.
sebagai suatu sifat, itu didefinisikan sebagai kemampuan bawaan individu untuk
menanggapi peristiwa negatif atau memiliki kepribadian adaptif.
Desmita, 2009 (dalam Magfiroh, 2019:48) mengatakan bahwa resiliensi
merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit dan menyesuaikan diri
dengan kondisi yang sulit. Kemampuan individu untuk dapat bangkit dan bertahan
serta menyesuaikan dengan kondisi sulit dapat melindungi individu dari efek negatif
yang ditimbulkan dari permasalahan.
Menurut Pahlevi & Salve, 2018 mendefinisikan Resiliensi adalah suatu bentuk
respon yang dilakukan secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau
trauma, untuk mengatasi dengan baik perubahan hidup pada level yang tinggi,
kapasitas individu untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat diri, dan melakukan
perubahan yang sehubungan dengan ujian yang dialami. Bonanno, 2004 (dalam
Cintakawati & Masykur, 2013:7) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan
individu dalam mengatasi situasi yang sulit, bagaimana untuk tetap stabil dalam
kondisi fisik dan psikis yang sehat, adanya kapasitas untuk mendapatkan pengalaman
dan emosi positif dan juga resiliensi lebih merupakan bagian dari suatu proses
adaptasi dan dapat ditingkatkan di sepanjang rentang waktu kehidupan.
Dari beberapa pendapat dari para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
resiliensi merupakan kemampuan mahasiswa untuk dapat bangkit dan berupaya
menghadapi serta menyelesaikan masalah pada situasi maupun kondisi tersulit untuk
meningkatkan ketahanan dalam diri guna menyelesaikan tugas akhir yang sedang
dikerjakannya.
2.1.2 Aspek-Aspek Resiliensi
Menurut Reivich dan Shatté, (dalam Cintakawati & Masykur, 2013:5)
menyebutkan bahwa resiliensi dibangun dari tujuh kemampuan yang berbeda dan
hampir tidak ada satupun individu yang secara keseluruhan memiliki kemampuan
tersebut dengan baik yang terdiri dari:
1. Regulasi emosi (Emotional Regulation) adalah suatu kemampuan untuk tetap
tenang di bawah tekanan.
2. Pengendalian Impuls (Impuls Control) adalah kemampuan individu untuk
mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul
dari dalam diri seseorang.
3. Optimisme (Optimism) mengimplikasikan bahwa individu percaya bahwa ia
dapat menangani masalah-masalah yang muncul di masa yang akan datang.
4. Empati (Emphaty) merepresentasikan bahwa individu mampu membaca tanda-
tanda psikologis dan emosi dari orang lain.
5. Analisis kausal (Causal analysis) merupakan istilah yang digunakan untuk
merujuk pada kemampuan undividu untuk merujuk pada kemampuan individu
untuk secara akurat mengidentifikasi penyebab-penyebab dari permasalahan
mereka.
6. Efikasi diri (Self-efficacy) merupakan keyakinan pada kemampuan diri sendiri
untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.
7. Reaching Out menggambarkan kemampuan seseorang untuk mencapai
keberhasilan.
Connor dan devan, (dalam Roellyana, 2016:31) menyatakan bahwa resiliensi
terdiri dari lima aspek, yaitu:
1. Kompetensi personal, standar tinggi dan keuletan
2. Kepercayaan pada diri sendiri, toleransi terhadap efek negatif, dan kuat atau
tahan dalam kondisi stres
3. Menerima perubahan secara positif dan dapat membuat hubungan yang aman
dengan orang lain.
4. Pengendalian diri
5. Pengarugh spiritual

2.1.3 Faktor-Faktor Resiliensi


Paradigma resiliensi menurut Grotberg, (dalam Cintakawati & Masykur,
2013:6) terdiri atas tiga faktor yaitu; I have, I Am, dan I Can yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a) I Have Factor merupakan faktor resiliensi yang menunjukkan bahwa individu
menyadari akan adanya dukungan eksternal dari lingkungan.
b) I Am Factor merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri, seperti
perasaan-perasaan, sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan yang terdapat dalam
diri seseorang.
c) I Can Factor merupakan kompetensi sosial dan kemampuan dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
Everall, 2007 (dalam dalam Triyana, dkk., 2015:5) memaparkan tiga faktor
yang mempengaruhi resiliensi, yaitu:
1. Faktor individual, faktor individual meliputi kemampuan kognitif individu,
konsep diri, harga diri, dan kompetensi sosial yang dimiliki individu.
2. Faktor keluarga. Faktor-faktor keluarga yang berhubungan dengan resiliensi
yaitu hubungan yang dekat dengan orangtua yang memiliki kepedulian dan
perhatian, pola asuh yang hangat, teratur dan kondusif bagi perkembangan
individu.
3. Faktor komunitas, faktor komunitas meliputi kemiskinan dan keterbatasan
kesempatan. Dukungan sosial yang diberikan oleh komunitas (dalam hal ini
tetangga, teman, penolong) merupakan penanda kesuksesan bagi individu.
2.2 Kecerdasan Emosional
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan untuk memahami dan
mengelola emosi secara tepat. Kecerdasan ini dicirikan dengan adanya kemampuan
yang bersifat ke dalam diri (intrapersonal) dan ke luar diri (antarpersonal) Goleman,
(Aziz & Mangestuti, 2006:74). Lebih lanjut Goleman menjelaskan Individu yang
mempunyai kecerdasan emosional tinggi cenderung memiliki sikap yang tenang
dalam menghadapi sesuatu, tidak cemas, tidak khawatir, tidak mudah takut, dan selalu
berfikir matang sebelum bertindak melakukan sesuatu (Goleman, 2016). Akan tetapi,
individu dengan tingkat kecerdasan emosional rendah cenderung mudah cemas karena
tidak mampu mengontrol emosinya serta tidak mampu membaca situasi dengan baik.
Menurut Mayer & Salovey, (dalam Fikry & Khairani, 2017:109) Kecerdasan
emosional adalah kemampuan dalam merasakan emosi, mengakses dan menghasilkan
emosi yang dapat meringankan pikiran, dalam memahami emosi dan pengetahuannya,
dalam mengatur emosi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan pengetahuan
individu.
Dari pemahaman para ahli diatas maka kecerdasan emosional dapat
disimpulkan sebagai kemampuan individu untuk mengenali, memahami,
mengendalikan, menata, dan mengekspresikan perasaan dan tindakan secara benar
dan tepat baik untuk diri sendiri maupun orang-orang sekitar.
2.2.2 Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional
Memurut Wanto, 2018:54, menjelaskan terdapat beberapa aspek dari kecerdasan
emosional antara lain sebagai berikut:
1. Mengenali Emosi Diri
Mengenal emosi diri atau kesadaran diri yaitu kemampuan mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar
kecerdasan emosional, dimana ketidakmampuan untuk mencermati perasaan
yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan, sehingga
tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi
pengambilan keputusan. Kesadaran diri merupakan syarat untuk
mengendalikan emosi dimana dalam pembelajaran mahasiswa diharapkan
mampu mengenali emosi seperti marah, sedih, gundah, bahagia, dan lain-lain.
2. Mengelola Emosi
Mengelola emosi adalah kemampuan menangani perasaan agar
perasaan dapat terungkap secara pas. Dimana kemampuan ini bergantung
pada kesadaran diri, yang meninjau kemampuan menghibur diri sendiri,
melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan. Individu yang
buruk dalam kemampuan ini akan mengalami kesulitan melawan rasa
murung, sementara individu yang pintar dalam kemampuan ini dapat bangkit
kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan atau kejatuhan sebelumnya.
3. Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi akan didapat bila individu memiliki motivasi dalam diri, yang
berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang
positif. Mampu menyesuaikan diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang
tinggi dalam segala bidang. Individu yang memiliki keterampilan ini
cenderung jauh lebih produktif dan efektif disegala bidang.
4. Mengenali Emosi Orang Lain
Mengenali emosi orang lain atau empati merupakan kemampuan yang
juga bergantung pada kesadaran diri emosional. Dimana individu yang
empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang
mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
5. Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan
yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi.
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam
keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang
lain.Orang- orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini
akan sukses dalam bidang apapun.
Menurut Rani, (2006:4-9) terdapat beberapa elemen atau aspek-aspek yang di
tekankan dalam Kecerdasan Emosi ini adalah seperti berikut:
1. Memahami Emosi Sendiri (Self Awareness)
Memahami emosi sendiri menekankan pengetahuan yang mendalam
mengenai emosi sendiri, kekuatan, kelemahan, kehendak dan keperluan-
keperluan nalurinya. Pelajar yang dapat mengenalpasti emosinya sebaik
sahaja muncul 'satu perasaan' dalam dirinya adalah kunci kepada Kecerdasan
Emosi. Seseorang yang mengenali dirinya dan memahami dengan jelas
perasaannya akan dapat mengawal tingkahlakunya dan menentukan hidupnya
dengan lebih baik.
2. Memotivasikan Diri (Self Motivation)
Motivasi diketahui umum sebagai alat mengubah pemikiran dan tindak tanduk
seseorang. Sehingga orang yang lemah menjadi bersemangat, orang yang
gagal mampu bangun kembali bahkan orang yang sakit boleh sembuh.
Sebenarnya motivasi adalah pendorong manusia mengubah sikap maupun
emosi negatif manusia menjadi lebih baik.
3. Mengendalikan Hubungan Silaturrahim Dengan Orang Lain (Managing
Relationship)
Berhubung dan berinteraksi adalah satu keperluan bagi setiap manusia.
Pelbagai macam sifat interaksi, ada yang bersifat autokratik maupun
demokratik. Bagi seorang pemimpin mungkin kedua-dua sifat ini perlu
dipakai mengikut suasana. Manusia perlu sedar bahawa dalam berinteraksi ini
penilaian akan terjadi sama ada natijahnya baik atau buruk. Pelbagai andaian
akan dibuat dan segala-galanya bergantung pada cara manusia berinteraksi.
4. Empati (Empathy)
Empati dalam konteks Kecerdasan Emosi pula adalah memiliki kemahiran
memahami dan mendengar dan keupayaan untuk membaca emosi orang lain,
begitu juga dengan emosi sendiri. Kemudiannya ia disusuli dengan
mengambil tindakan mengikut kesesuaian situasi. Mempunyai kemahiran
untuk bekerjasama, percaya di dalam perhubungan dan juga berupaya untuk
berkomunikasi secara berkesan dengan orang lain akan membuatkan pelajar
merasa lebih gembira di dalam kehidupan.
5. Kebolehan Mengendalikan Emosi (Mood Management)
Kebolehan mengendalikan emosi juga merupakan antara kemahiran yang
menjadi tunggak utama pelajar cemerlang. Seringkali pelajar menghadapi
masalah yang mengutamakan emosi di dalam setiap situasi. Di sinilah
kemahiran mengendalikan emosi amat berfaedah kepada pelajar agar mereka
dapat memahami diri mereka secara menyeluruh dan mengambil tindakan
yang sewajarnya.
2.2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Winto, dkk. (2018:54), menjelaskan ada dua faktor yang Mempengaruhi
Kecerdasan Emosional yaitu antara lain:
1. Lingkungan Keluarga.
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari
emosi. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan karena orang tua adalah
subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisasi yang pada
akhirnya akan menjadi bagian dari kepribadian anak. Kecerdasan emosi ini
dapat diajarkan pada saat anak masih bayi dengan contoh-contoh ekspresi.
Kehidupan emosi yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak
kelak di kemudian hari, sebagai contoh yaitu melatih kebiasaan hidup disiplin
dan bertanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian, dan sebagainya.
2. Lingkungan Non Keluarga.
Dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan
penduduk. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan
fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditunjukkan dalam aktivitas
bermain anak seperti bermain peran. Anak berperan sebagai seseorang diluar
dirinya dengan emosi yang menyertainya sehingga anak akan mulai belajar
mengerti keadaan orang lain.
2.3 Mahasiswa Yang Sedang Mengerjakan Tugas Akhir
Secara umum mahasiswa tingkat akhir adalah mahasiswa yang hampir
menyelesaikan semua mata kuliahnya dan sedang mengambil tugas akhir atau skripsi
(Pratiwi & Lailatulshifah, 2012). Menurut Winkel (2004) periode usia mahasiswa tingkat
akhir adalah antara rentang usia 21-25 tahun. Skripsi adalah istilah yang digunakan di
Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil
penelitian sarjana S1 yang membahas suatu permasalahan atau fenomena dalam bidang
ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah- kaidah yang berlaku (Zuchrufia, 2013).
Skripsi dibuat agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah sesuai
dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap mampu
memadukan pengetahuan dan keterampilannya dalam memahami, menganalisis,
menggambarkan, dan menjelaskan masalah yang berhubungan dengan bidang keilmuan
yang diambilnya (Andarini & Fatma, 2013).
Tetapi pada kenyataannya, mahasiswa mengalami tantangan dan hambatan
dalam proses penyelesaian studinya. Hambatan tersebut misalnya rasa malas, adanya mis-
komunikasi dengan dosen pembimbing, kesulitan memperoleh bahan atau referensi,
kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya dukungan, ketidakmampuan mengatur waktu,
serta adanya aktivitas lain seperti bekerja paruh waktu (Andarini & Fatma, 2013).
Kendala tersebut juga masih marak terjadi pada mahasiswa Universitas Nusa Nipa
Indonesia, Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial yang mengaku bahwa dalam mengerjakan tugas
akhir (Skripsi) mahasiswa mengalami beberapa faktor hambatan yaitu keterbatasan
kemampuan yang dimiliki, kurangnya kemauan dalam diri untuk berusaha, cepat putus
asa, rasa malas. Mahasiswa juga mengalami keterbatasan fasilitas, finansial dan
lingkungan yang merupakan faktor dari luar individu yang menghambat proses
penyusunan tugas akhir (Skripsi).
2.4 Hubungan Kecerdasan Emosional dan Resiliensi pada Mahasiswa yang sedang
Menyusun Skripsi
Dalam mengerjakan tugas akhir (skripsi) mahasiswa perlu memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi agar dapat mengendalikan emosinya hingga ia
memiliki pertimbangan dan kemampuan nalar yang lebih komprehensif untuk memahami
berbagai materi perkuliahan termasuk mengerjakan tugas akhir. Kecerdasan emosional
adalah suatu kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi secara tepat.
Kecerdasan ini dicirikan dengan adanya kemampuan yang bersifat ke dalam diri
(intrapersonal) dan ke luar diri (antarpersonal) Goleman, (dalam Aziz & Mangestuti,
2006:74).
Goleman (dalam Sari, 2015) menjelaskan bahwa terdapat empat sumber yang
dapat mengoptimalkan kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri, kesadaran sosial,
manajemen diri, dan menajemen relasi yang ditandai dengan kemampuan individu dalam
beradaptasi, memiliki kendali diri, dan inisiatif serta memiliki dorongan dalam mencapai
prestasi. Mahasiswa yang bisa memenuhi sumber ini akan lebih mampu dalam
mengendalikan emosi diri yang berpengaruh pada setiap tindakan yang dilakukan dan
akan mempunyai ketahanan diri atau resiliensi yang lebih baik dalam pencapaian
prestasinya.
Desmita, (dalam Magfiroh, 2019:48) mengatakan bahwa resiliensi merupakan
kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit dan menyesuaikan diri dengan kondisi
yang sulit. Kemampuan individu untuk dapat bangkit dan bertahan serta menyesuaikan
dengan kondisi sulit dapat melindungi individu dari efek negatif yang ditimbulkan dari
permasalahan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, resiliensi merupakan peranan penting bagi
mahasiswi yang yang sedang menyususn atau menyelesaikan skripsi untuk dapat
meregulasi emosinya. Resiliensi sangat penting pada diri seseorang karena dapat
menimbulkan efek yang baik secara psikologis. Individu yang resilien, memiliki
kemampuan untuk mengontrol emosi, tingkah laku dan atensi dalam menghadapi
masalah.
2.5 Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu preposisi/pernyataan atau jawaban
sementara/dugaan yang mungkin benar sebagai dasar pembuatan keputusan/penyelesaian
suatu dari suatu masalah untuk penelitian (Kadir, 2010:86). Dengan demikian maka
hipotesis dalam penelitiaan ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yaitu “Ada Hubungan
Kecerdasan Emosional dengan Resiliensi pada Mahasiswa yang sedang Menyusun
Skripsi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial”.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian korelasional dengan
pendekatan kuantitatif. Menurut (Arikunto, 2010:247), penelitian kerelasional merupakan
penelitian yang dimaksutkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara du atau
beberapa bebrapa variabel. Menurut (Azwar, 2010:97) penelitian korelasional bertujuan
untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variasi pada
satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi.
3.2 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel sebagai suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang objek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2016:16). Variabel dalam penelitian ini
adalah: variabel bebas (independen variabel) dan variabel terikat (dependen variabel)
3.2.1 Variabel Bebas (Independen Variabel)
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predikator. Variabel bebas
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat). Maka dalam penelitian ini yang menjadi
variabel bebas adalah kecerdasan emosional (X).
3.2.2 Variabel Terikat (Dependen Variabel)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebes sesuai dengan masalah yang akan diteliti, maka yang
akan menjadi vaiabel terikat adalah resiliensi (Y).
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Operasional Variabel Penelitian adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan
berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Peneliti
harus memeilih dan menentukan definisi operasonal yang paling relevan bagi variabel
yang diteliti (Azwar, 2012:74). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: kecerdasan emosional dan resiliensi
3.3.1 Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenali, memahami,
mengendalikan, menata, dan mengekspresikan perasaan dan tindakan secara benar
dan tepat baik untuk diri sendiri maupun orang-orang sekitar.
3.3.2 Resiliensi
Resiliensi merupakan kemampuan mahasiswa untuk dapat bangkit dan berupaya
menghadapi serta menyelesaikan masalah pada situasi maupun kondisi tersulit untuk
meningkatkan ketahanan dalam diri guna menyelesaikan tugas akhir yang sedang
dikerjakannya.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Menurut Sugyono, (2010:119) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Populasi merupakan
keseluruhan individu atau objek yang diteliti yang memiliki beberapa karakteristik
yang sama (Latipun, 2011:25). Populasi dalam penelitian ini adalah, mahasiswa
Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial
3.4.2 Sampel
Menurut Sugiyono, (2016: 119) populasi adalah sebagaian dari populasi sampel
dalam penelitian ini berjumlah 46 orang, yaitu mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitan ini menggunakan
menggunakan teknik Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik
pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. (Sugiyono, 2016:56). Purposive
Sampling dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu
kriteria tertentu. kriteria yang digunakan dapat berdasarkn pertimbagan tertentu atau
jatah (quota) tertentu (Jogianto, 2008:79). Kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu
terdaftar sebagai mahasiswa aktif Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial, mahasiswa yang sedang
mengambil program tugas akhir (skripsi) dan mahasiswa yang sedang berada pada
semester VIII, X dan XII.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Skala
Metode pengumpulan data dalam penelitian mempunyai tujuan
mengungkapkan fakta mengenai variabel yang akan di teliti, sehingga perlu
menggunakan metode yang efisien dan akurat. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah dengan mengunakan metode skala pengukuran. Skala pengukuran
merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang
pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila
digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitaif, (Sugiyono,
2016:92). Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala.
Sugiyono (2016:193) menjelaskan skla merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada reponden untuk dijawabnya. Penelitian ini menggunakan skala Likert dalam
mengukur kecerdasan emosional dan resiliensi sebagai pedoman untuk mengajukan
pertanyaan atau pernyataan dengan alternatif jawaban yaitu, yaitu Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Adapun
pemberian skor dari pertanyaan favorable dan unfavorable dapat dilihat dibawah ini:
Tabel 3.1 Skala Likert

No Nilai Jawaban Favorable Unfavorable


1. Sangat Setuju (SS) 5 1
2. Setuju (S) 4 2
3. Ragu-Ragu (R) 3 3
4. Tidak Setuju (TS) 2 4
5. Sangat Tidak Setuju 1 5
(STS)
∑ 5 5
Sumber : Sugiyono (2016:93)

3.5.2 Skala Kecerdasan Emosional


Skala Kecerdasan Emosional dapat disusun berdasarkan aspek-aspek yang dibuat
oleh Wanto yang terdiri dari; mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan.
Tabel 3.2
Blue Print Alat Ukur Kecerdasan Emosional

No Aitem
No Aspek Kecerdasan Emosional Total
Favorabel Unfavorabel
1. Mengenali Emosi Diri
1,3,5 7,9,11 6
2 Mengelola Emosi
2,4,6 8,10,12 6
3 Memotivasi Diri Sendiri
13,15,17 14,16,18 6
4 Mengenali Emosi Orang
Lain 19,21,23 20,22,24 6
5
Membina Hubungan 25,27,29 26,28,30 6
Total 30

3.5.3 Skala Resiliensi


Skala resiliensi dapat disusun berdasarkan aspek-aspek yang dibuat oleh
Reivich dan Shatté, (dalam Cintakawati & Masykur, 2013:6) yang terdiri dari;
regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, analisis kausal, efikasi diri,
reaching out.
Tabel 3.3
Blue Print Alat Ukur Resiliensi

No Aitem
No Aspek Resiliensi Total
Favorabel Unfavorabel
1. Regulasi Emosi 1,3 2,4 4
2 Pengendalian Impuls, 5,7 6,8 4
3 Optimisme 9,11 10,12 4
4 Analisis Kausal 17,19 18,20 4
5 Efikasi Diri 21,23 22,24 4
6 Empati, 13,15 14,16 4
7 Reaching Out 25,27,29 26,28,30 6
Total 30

3.6 Uji Kualitas Instrument


3.6.1 Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketetapan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan suatu fungsi ukurannya, Azwar
(2016:8). Suatu tes atau instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila menjalankan fungsi ukurannya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan item-item yang valid dari alat ukur
kecerdasan emosional dan resiliensi, maka dilakukan analisis item, untuk menentukan
kesatuan masing-masing item. Dalam rangka mengetahui uji validitas, dapat
digunakan korelasi bivariate pearson atau product moment jika r hitung > r tabel ,
maka instrumen atau item pernyataan berkolerasi signifikan terhadap skor total
(dinyatakan valid). Jika, r hitung < r tabel , maka instrumen atau item tidak
berkolerasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid). Uji validitas ini
menggunakan rumus kelerasi Product Moment pearson dengan rumus sebagai berikut
:

r =
Sumber: Arikunto (2002:146)

Keterangan:
r : Koefisien Korelasi
n : Banyaknya Sampel (Amatan)
x : Skor Item (Pertanyaan)
y : Jumlah Skor Total
Dalam melakukan penguraian validitas, digunakan alat bantu program
komputer SPSS 16.0 for Windows, dan jika suatu alat ukur mempunyai korelasi yang
signifikan antara skor item terhadap skor totalnya maka dikatakan alat ukur tersebut
adalah valid (Ghozali, 2005:67). Jika diperoleh data yang tidak valid, maka data
tersebut akan dikeluarkan dan kemudian dilakukan pengujian ulang dengan metode
yang sama. Pengujian validitas dilakukan sampai semua instrumen penelitian
dinyatakan valid
3.6.2 Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut
sudah baik. Dalam aplikasinya, realibilitas dinyatakan oleh koefisien reliable yang
angkanya berada dalam rentang 0 sampai 1,00. Semakin tingginya koefisien
mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi realibilitas. Realibilitas diukur dengan
menggunakan rumus alpha Cronbarch:

α=
Sumber : Azwar, 2001:78)

Keterangan :
k : Jumlah Instrumen Pertanyaan
∑S1² : Jumlah Varians dari tiap instrument
SX² : Varians Dari Keseluruan Instrument

Tabel 3.3
Kriteria Koefisien Reliabilitas

Kriteria Koefisien
korelasi
Sangat Reliabel >0,9

Reliabel 0,7 – 0,9

Cukup Reliabel 0,4 – 0,7

Kurang Reliabel 0,2 – 0,7

Tidak Reliabel <0,2


Sumber: Kuncono (2004:75)

Dalam melakukan penghitungan daya beda aitem dan koefisien reliabilitas


dalam penelitian ini digunakan alat bantu program komputer SPSS 16.0 for Windows.
3.7 Uji Asumsi
3.7.1 Uji Normalitas
Uji normalitas data, dilakukan dengan menggunakan uji one sampel kolmogorov-
sminorv. Uji ini bertujuan menguji apakah sebaran data yang ada dalam distribusi
normal atau tidak. Dengan melihat besarnya nilai signifikan atau probabilitas (p-
value) apabila nilai p-value >0,05 maka data dalam distribusi normal (Sugiyono,
2016:96). Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan rumus Kolmogorov-smirov
berdasarkan perhitungan statistik dengan menggunakan program SPSS versi 16.00 for
windows.
D = Sup xi [l Ft(x)-Fs(x)l]
Keterangan :
Xi : angka pada data
Z : Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal
Ft : Probabilitas kumulatif normal
Fs : Probabilitas kumulatif empiris

3.7.2 Uji Linearitas


Uji linearitas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui status linear
tidaknya suatu distribusi data penelitian (Winarsunu, 2010:180). Uji linearitas
menggunakan teknik anova dilakukan dengan program komputer SSPS versi 16.00
for windows. Pengujian linearitas menggunakan rumus anova yaitu:

Keterangan :
Freg : rasio F regresi
Rkreg : rata-rata kuadrat regresi
Rres : rata-rata kuadrat residu

3.8 Uji Hipotesis


Metode analisis atau uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Korelasi Product Moment yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara kecerdasan emosional dengan resiliensi pada mahasiswa fakultas ilmu-ilmu sosial
yang sedang mengerjakan skripsi. Selain itu teknik korelasi product moment, digunakan
untuk menghitung jenis data interval. Analisis data penelitian yang diperoleh dalam
bentuk angka yang dianalisis dengan memanfaatkan fasilitas komputerisasi SSPS versi
16.00 for windows. Bentuk rumus Korelasi Product Moment (Sutiyono, 2013:228) yaitu :

Keterangan :
rxy : Koefisien Korelasi
∑xi : Skor Total Variabel x
∑yi : Skor Total Variabel y
∑xiyi : Jumlah Perkalian Skor Variabel x Dengan Skor Total Variabel y
∑xi2 : Jumlah dari Kuadrat Nilai X
∑yi2 : Jumlah dari Kuadrat Nilai Y
N : Jumlah Sampel
DAFTAR PUSTAKA

Azwar. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Arikunto, S. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara

Latipun. (2011). Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press

Jogianto. (2008). Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi Offset

Putri, A. A. L. (2016). Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kecemasan Skripsi Pada


Mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana (Skripsi). Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga.

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 73 Tahun

Saragih, Handayanita, Jesica & Valentina, Debora, Tience. (2015). Hubungan Antara
Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa Aktivis
Organisasi Kemahasiswaan Di Lingkungan Universitas Udayana. Jurnal Psikologi
Udayana.

Fikry, Rijalul, Teuku & Khairani, Maya. (2017). Kecerdasan Emosional Dan Kecemasan
Mahasiswa Bimbingan Skripsi di Universitas Syiah Kuala. Jurnal Konseling
Andi Matappa.

Roellyana, Shahnaz & Listiyandini, Arruum, Ratih. (2016). Peranan Optimis terhadap
Resiliensi pada Mahasiswa Tingkat Akhir yang Mengerjakan Skripsi. Prosiding
Konferensi Nasional Penelitian Muda Psikologi.
Aziz, Rahmat, & Mangestuti, Retno. (2006). Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan
Emosional dan Kecerdasan Spiritual terhadap Agresivitas pada Mahasiswa Uin
Malang. Jurnal Penelitian dan Pengembangan.

Uyun, Zahrotul. (2012). Resiliensi dalam Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional
Psikologi Islami.

Hendriani, Wiwin. (2018). Resiliensi Psikologis Sebuah Pengantar. Jakarta: Prenadamedia.


https://play.google.com/books/reader?
id=P8NoDwAAQBAJ&pg=GBS.PP1&hl=id

Mufidah, Alaiya, Choiril. (2017). Hubungan antara Dukungan Sosial Terhadap Resiliensi
Pada Mahasiswa Bidikmisi dengan Mediasi Efikasi Diri. Jurnal Sains Psikologi, 6
(2).

Mahesti, R. P. N. Eka & Rustika M. I. (2020). Peran Kecerdasan Emosional dan Efikasi Diri
terhadap Resiliensi pada Mahasiswa Universitas Udayana yang Sedang Menyusun
Skripsi. Jurnal Psikologi Udayana.

Schneider, T. R., Lyons, J.b., & Khazon, S. 2013. Emotional Intelligence and Resilience.
Personality and Individual Differences, 55 (8).

Maulding, W. S., dkk., (2012). Emotional Intelligence and Resilience as Predictors of


Leadership in School Administrators. Journal of Leadership Studies, 5 (4).

Schneider, T. R., dkk., (2013). Emotional Intelligence and Resilience. Personality and
Individual Differences, 55 (8).

Sari, Lina. (2015). Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional Terhadap


Kinerja Guru SMA Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan. Jurnal Ilmiah
Ekonomi Bisnis, 1 (1).

Gustiana, Rini. (2015). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Resiliensi Pada Penghuni Lapas
di Kelas II A Samarinda. Jurnal Motivasi, 3 (1).

Suwita, Stephanus, Ferri. (2016). Pengembangan Sistem Informasi Tugas Akhir dan Skripsi
(SIMITA) di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Artikel. Program Studi
Sistem Informasi Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer
Indonesia Bandung
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:PT.
Alfabet

Rani, Abdul, Anita. (2006). Amalan Kecerdasan Emosi Sebagai Pendorong Kecemerlangan
Sahsiah Pelajar Kolej Universiti Kejuruteraan & Teknologi Malaysia (KUKTEM).
Jurnal Persidangan Pembangunan Pelajar.

Magfiroh, Lailatul, Ana., dkk. (2019). Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Resiliensi
pada Remaja Binaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas 1a Blitar. Naskah
Prosiding Temilnas XI IPPI, Malang.

Pahlevi , Rizky, Ghifari, & Salve Regina Henny. (2018). Regulasi Emosi dan Resiliensi pada
Mahasiswa Merantau yang Tinggal di Tempat Kos. Jurnal Psikolog. Volume 11
No.2, https://doi.org/10.35760/psi.2018.v11i2.2263

Cintakawati, Riska, Adinda & Masykur, M., Achmad. (2013). Resiliensi pada Wirausahawan
Penyintas Gempa Bumi 27 Mei 2006 di Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten. 
Jurnal Empati.

Marlyn Triyana, Tuti Hardjajani, & Nugraha Arif Karyanta. (2015). Hubungan antara
Resiliensi dan Stres dalam Menyusun Skripsi pada Mahasiswa Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/49511

Gustiana, R. (2015). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Resiliensi Pada Penghuni Lapas di
Kelas II A Samarinda. Jurnal Motivasi, 3 (1).

Abram D., Marissa & Jacobowitz, William. (2021). Resilience and Burnout In Healthcare
Students and Inpatient Psychiatric Nourse: A Between-Groups Study Of Two
Populations. Journal Homepage. Archives of Psychiatric Nursing 35.

Anda mungkin juga menyukai