Anda di halaman 1dari 66

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sekolah sebagai pendidikan formal merupakan lembaga yang

memiliki kewajiban untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi yang

berkarakter luhur. Lembaga pendidikan ini seyogyanya dapat membekali

siswanya dengan berbagai nilai, sikap, serta kemampuan dan keterampilan

dasar yang cukup kuat sebagai landasan untuk menjalani kehidupan yang

sebenarnya di masyarakat (Sudarsana, 2017).

Sudah menjadi kesadaran bersama bahwa dunia pendidikan

merupakan cara yang telah dilakukan umat manusia sepanjang

kehidupannya untuk menjadi sarana dalam melakukan transmisi dan

transformasi baik nilai maupun ilmu pengetahuan. Demikian strategisnya

dunia pendidikan sebagai sarana transmisi dan transformasi nilai dan ilmu

pengetahuan ini, maka dalam rangka menanamkan dan mengembangkan

karakter bangsa ini, tidak lepas pula dari peran yang dimainkan oleh dunia

pendidikan (Sudrajat, 2011).

Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

dan perkembangan siswa. Pendidikan di sekolah dapat memenuhi

beberapa kebutuhan siswa dan menentukan kualitas kehidupan mereka

dimasa depan. Namun dalam proses pendidikan di sekolah siswa tidak

jarang juga mengalami stres karena ketidakmampuannya beradaptasi

dengan program di sekolah (Barseli & Ifdil, 2018).

1
2

Masalah yang terkait dengan stress akhir-akhir ini semakin sering

diperbincangkan, baik dari lingkungan masyarakat maupun di ligkungan

pendidikan yang saat ini semakin berkembang. Dalam hal pendidikan,

peserta didik merupakan unsur terpenting didalamnya, di mana pasti akan

selalu dihadapkan pada rutinitas pembelajaran setiap harinya. Kondisi

inilah yang sedikit banyak bisa menimbulkan stres belajar pada peserta

didik (Ardanta, 2013).

Perubahan tuntutan belajar dari masa sebelumnya juga

menyebabkan munculnya gejala stress. Kondisi ini antara lain disebabkan

oleh tuntutan yang tinggi terhadap prestasi siswa (Taufik & Ifdil, 2018).

Belajar lebih banyak berhubungan dengan aktifitas jiwa, dengan kata lain

faktor- faktor psikis memang memiliki peran yang sangat menentukan

dalam proses belajar dan hasilnya dalam keadaan stabil dan normal

perasaan sangat menolong individu melakukan perbuatan belajar tetapi

perasaan dengan intensitas sedemikian tinggi sehingga pribadi kehilangan

kontrol yang normal terhadap dirinya, misalnya takut, marah, stres, putus

asa atau sangat gembira, ini semua akan menghambat proses belajar dan

prestasi yang dicapai (Rahmi, 2013).

Sebagian besar sumber stres siswa berasal dari masalah akademik

(Taufik & Ifdil, 2018). Dalam lingkungan akademik, stress merupakan

pengalaman yang paling sering dialami oleh para siswa, baik yang sedang

belajar di tingkat sekolah ataupun di perguruan tinggi (Lumban Gaol,

2016).
3

Stres tidak bisa dipisahkan dalam setiap aspek kehidupan. Stres bisa

dialami oleh siapa saja. Stres memiliki implikasi negatif jika berakumulasi

dalam kehidupan individu tanpa ada solusi yang tepat (Safaria, 2006). Di

kalangan remaja Indonesia banyak ditemukan fenomena ketidak mampuan

siswa mengelola stress. Akibatnya akan berbuntut pada hal-hal tragis

seperti melarikan diri dan bunuh diri misalnya, dalam Kompasiana, 2011

seorang siswa shock dan bunuh diri karena tidak lulus UN, Karena malu

dengan nilai raport rendah, seorang siswi di bekasi menggantungkan diri,

Peristiwa di Medan seorang gadis bunuh diri dengan loncat dari lantai 4

sebuah plaza karena tidak naik kelas. Dalam kurun waktu lima bulan

terakhir sampai November 2011, di Kabupaten Banyumas terdapat 12

kasus bunuh diri dengan berbagai motif sampai November 2011, dari 12

kasus tersebut, lima kasus terbaru dilakukan oleh pelaku yang masih

berusia remaja. Angka kasus bunuh diri pada kalangan anak hingga remaja

di Indonesia termasuk tinggi di Asia.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, pada 2005 tercatat 50

ribu penduduk Indonesia bunuh diri setiap tahun. Dari kejadian kasus

bunuh diri tersebut, ternyata kasus yang paling tinggi terjadi pada rentang

usia remaja hingga dewasa muda, yakni 15-24 tahun (Taufik & Ifdil, 2018).

Ini berarti tidak sedikit hal buruk yang terjadi akibat dari stres akademik

atau stres dalam belajar tersebut, dimana stres akademik masih menjadi

masalah utama dalam ruang lingkup pendidikan.


4

Berdasarkan pemaparan sebelumnya penulis tertarik mengangkat

tema stres belajar. Untuk itu penulis mengambil bahasan dengan judul

“Permasalahan Stres Dalam Belajar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

merumuskan masalah stres dalam belajar adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan stres dalam belajar?

2. Apa saja faktor yang menyebabkan stres dalam belajar?

3. Bagaimana upaya mengatasi stres dalam belajar?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah:

1. Mendeskripsikan apa itu stres dalam belajar;

2. Mendeskripsikan faktor penyebab dari stres belajar;

3. Mendeskripsikan upaya penanganan dari stres belajar.


5

BAB II
APA DAN BAGAIMANA STRES ITU TIMBUL

A. Pengertian Stres

Sekitar awal abad keempat belas, istilah stres ditemukan, namun

pengertiannya masih pada “kesulitan atau penderitaan yang begitu berat”.

Istilah stres tersebut pun masih berdasarkan penekanan yang belum secara

sistematis. Cannon merupakan peneliti pertama yang mengembangkan

konsep stres yang dikenal dengan “fight-or-flight response” pada tahun

1914. Berdasarkan konsep yang diperkenalkan Cannon tersebut, stres

diartikan sebagai respons tubuh terhadap sesuatu hal. Cannon menyatakan

bahwa stres adalah sebagai ganguan homeostasis yang menyebabkan

perubahan pada keseimbangan fisiologis yang dihasilkan dari adanya

rangsangan terhadap fisik maupun psikologis (Lumban, 2016).

Stres menurut transactional model dari Lazarus dan Folkman

(Safaria, 2006) adalah tergantung secara penuh pada persepsi individu

terhadap situasi yang berpotensi mengancam. Penilaian individu terhadap

sumber daya yang dimilikinya menentukan bagaimana individu

memandang sebuah situasi spesifik sebagai sesuatu yang dapat

dikendalikan atau ancaman yang berbahaya.

Pengertian stres menurut Fontana (Rumiani, 2006) adalah

ketidakcocokan antara kemampuan dan ketrampilan seseorang dengan

tuntutan atau kebutuhannya. Stres dalam bentuk apapun adalah bagian dari

kehidupan sehari-hari.

5
6

Apabila individu tersebut kurang mampu mengadaptasikan dirinya

dengan tuntutan-tuntutan atau masalah-masalah yang muncul, maka

individu tersebut akan cenderung mengalami stres (Rizky Dianita

Segarahayu, 2013). Ada beberapa istilah psikologis populer yang sering

dikaburkan sebagai “stres”. Pada hakikatnya, tentunya kata ini merujuk

pada sebuah kondisi seseorang yang mengalami tuntutan emosi berlebihan

dan atau waktu yang membuatnya sulit memfungsikan secara efektif

semua wilayah kehidupan. Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya

cukup banyak gejala, seperti depresi, kelelahan kronis, mudah marah,

gelisah, impotensi, dan kualitas kerja yang rendah (Richards, 2010).

Stres didefenisikan sebagai hasil dari tidak atau kurang adanya

kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan

kecakapan) dengan lingkungannya, yang mengakibatkan

ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya

secara efektif (Abdillah & Rahmat, 2017). Pada segi perkembangan

awalnya tentang penelitian dan kajian teoritis stres, terdapat pendekatan

teori yang membahas secara mendalam tentang stres, yaitu ditinjau dari

segi fisiologis dan psikologis. Stres didefinisikan sebagai tuntutan yang

melebihi kemampuan dan membahayakan kesejahteraan (Kinantie, 2012).

Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian

antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau

sistem sosial individu (Barseli & Ifdil, 2018).


7

Stres terjadi jika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang

mereka rasakan sebagai sesuatu yang mengancam kesehatan fisik atau

psikologisnya (Desinta & Ramdhani, 2013). Sedangkan menurut Selye

stres diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya

ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti :

meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi

penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga

(exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan

(Nasutian, 2007).

Taylor (Khoiroh, 2011), menyatakan bahwa stres dapat

menghasilkan berbagai respon. Berbagai peneliti telah membuktikan

bahwa respon- respon tersebut dapat berguna sebagai indikator terjadinya

stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang dialami individu.

Sementara itu, dikemukakan oleh Ivancevich (Nur, 2013) bahwa dari

perspektif orang biasa, stres dapat digambarkan sebagai perasaan tegang,

gelisah atau khawatir, semua perasaan merupakan manifestasi dari

pengalaman stres, suatu terprogram yang kompleks untuk mempersepsikan

ancaman yang dapat menimbulkan hasil yang postif maupun negatif. Hal

tersebut berarti bahwa stres dapat berdampak negatif atau positif terhadap

psikologis dan fisiologis

Stres adalah sebuah keadaan adanya tekanan baik secara mental

maupun fisik yang dapat terjadi pada semua orang dalam satu waktu atau

berkelanjutan (Ferrari, Zio, & Ferrari, 2012). Stres merupakan suatu


8

kondisi internal yang terjadi dengan ditandai gangguan fisik, lingkungan,

dan situasi sosial yang berpotensi pada kondisi yang tidak baik (Dhini

Rama Dhania, 2010). Rice mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian

atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang,

tidak jauh berbeda dengan pendapat yang dikemukakan Atkinson bahwa

stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan

kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang (Nasutian, 2007).

Menurut Hawari Stres merupakan suatu tekanan pada diri individu

yang biasanya diikuti dengan adanya gejala-gejala fisiologis, seperti otot

mengencang, denyut jantung meningkat, pernafasan menjadi cepat dan

dangkal serta beberapa gejala lain yang bersifat somatis. Hal ini biasanya

terjadi karena adanya keinginan atau kebutuhan yang kurang atau tidak

terpenuhi (Rahmawati, 2012). Stres merupakan manifestasi dari

munculnya suatu stresor, dampak dari stresor bergantung pada sifat stresor,

jumlah stresor, lama pemajanan terhadap stresor, pengalaman masa lalu,

tingkat perkembangan (Kusumaningrum, 2013)

Stres merupakan satu pengalaman atau kejadian yang sering

dialami oleh seseorang individu. Stres boleh mendatangkan gangguan ke

atas pemikiran, perasaan dan aktivitas seharian. mendapati bahwa stres

bukan saja dialami oleh orang dewasa, tapi juga terjadi pada mahasiswa.

(Mahfar, 2007). Stres adalah tekanan yang terjadi akibat ketidaksesuaian

antara situasi yang diinginkan dengan harapan, di mana terdapat

kesenjangan antara tuntutan lingkungan dengan kemampuan individu


9

untuk memenuhinya yang dinilai potensial membahayakan, mengancam,

mengganggu, dan tidak terkendali atau dengan bahasa lain stres adalah

melebihi kemampuan individu untuk melakukan coping (Barseli & Ifdil,

2018). Satu hal yang perlu diingat bahwa stres tidak dapat dihindari karena

setiap manusia pasti memiliki stres. Namun yang perlu di lakukan adalah

mengkontrol stres tersebut hingga dapat menjadi optimal dan tidak

merugikan kesehatan (Khoiroh, 2011).

Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa stres adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya

tuntutan internal maupun eksternal (stimulus) yang dapat membahayakan,

tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu sehingga individu

akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis (respon) dan

melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi tersebut (proses).

B. Stres dalam Belajar

Stres belajar sebenarnya bukanlah konsep yang orisinil dan sama

sekali baru, tetapi lebih merupakan pengembangan dari konsep

organizational stress atau job stress, yakni stres yang dialami individu

akibat tuntutan organisasi atau tuntutan pekerjaannya (Murtana, 2017).

Stres yang terjadi di lingkungan sekolah atau pendidikan biasanya

disebut dengan stres akademik, stres akademik merupakan salah satu

masalah belajar yang sudah banyak ditemui di sekolah (Nurmalasari,

Yustiana, & Ilfiandra, 2015). Stres akademik diartikan sebagai suatu

keadaan individu mengalami tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang


10

stressor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan

pendidikan (Ernawati & Rusmawati, 2015).

Moore (Rumiani, 2006) menyatakan bahwa stress mahasiswa

berbeda dalam hal stresor. Pada mahasiswa stresor dapat berupa keuangan,

beban tugas, ujian dan masalah interaksi dengan temannya. Sedangkan

stres akademik merupakan stres yang termasuk pada kategori distress

(Barseli & Ifdil, 2018). Sedangkan Stres akademik menurut (Adawiyah,

2016) merupakan situasi tertekan yang dialami seorang dimana terdapat

tuntutan akademik yang ditandai dengan berbagai macam reaksi yang

meliputi reaksi fisik, emosi, kognitif dan tingkah laku. Reaksi ini pada

umumnya ditandai dengan reaksi fisik berupa pusing, sakit perut, reaksi

emosi berupa perasaan sedih, marah dan menangis, reaksi kognitif seperti

susah berkonsentrasi saat belajar, insomnia, sedangkan reaksi tingkah laku

seperti berteriak, melempar benda dan masih banyak lainnya.

Stres akademik adalah keadaan dimana siswa tidak dapat

menghadapi tuntutan akademik dan mempersepsi tuntutan akademik dan

mempersepsi tuntutan-tuntutan akademik yang diterima sebagai gangguan.

Stres (Barseli & Nikmarijal, 2017). Sedangkan menurut Ni’matuzahroh

(2015) “Stres akademik merupakan situasi tertekan yang dialami seorang

dimana terdapat tuntutan akademik yang ditandai dengan berbagai macam

reaksi yang meliputi reaksi fisik, emosi, kognitif dan tingkah laku. Reaksi

ini pada umumnya ditandai dengan reaksi fisik berupa pusing, sakit perut,

reaksi emosi berupa perasaan sedih, marah dan menangis, reaksi kognitif
11

seperti susah berkonsentrasi saat belajar, insomnia, sedangkan reaksi

tingkah laku seperti berteriak, melempar benda dan masih banyak lainnya”.

Remaja sering mengalami stres akademik diakibatkan dari tuntutan baik

itu dari dalam diri maupun luar diri individu (Hidayat, 2017).

Stres akademik adalah tekanan-tekanan yang terjadi di dalam diri

siswa yang disebabkan oleh persaingan maupun tuntutan akademik.

Senada dengan hal tersebut (Barseli & Ifdil, 2018) Stres akademik

disebabkan oleh academic stressor. Academic stressor yaitu stres yang

berpangkal dari proses pembelajaran seperti: tekanan untuk naik kelas,

lamanya belajar, mencontek, banyak tugas, lamanya belajar, mencontek,

banyak tugas, rendahnyahnya prestasi yang diperoleh, keputusan

rendahnyahnya prestasi yang diperoleh, keputusan menentukan jurusan

dan karir, serta kecemasan saat menghadapi ujian (Barseli & Nikmarijal,

2017)

Serupa dengan pengertian dari Nugraheni & Mabruri (2018)

stressor akademik merupakan sumber stres yang berasal dari proses

belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar

yang meliputi tekanan untuk naik kelas, lama belajar, menyontek, banyak

tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapat beasiswa, keputusan

menentukan jurusan dan karir, serta kecemasan ujian dan yang terakhir

adalah manajemen waktu

Stres menjadi topik penting dalam lingkup akademik dimana

bidang akademik tidak lepas dari aktivitas- aktivitas yang membuat stres
12

(Sari & Lubis, 2018). Stres akademik merupakan salah satu kategori yang

dikemukakan sebagai sumber stres siswa pada adegan sekolah. Beberapa

penelitian di Indonesia menunjukkan terdapatnya masalah stres akademik

Hasil penelitian Desmita (2010) menunjukkan pelaksanaan program

peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan kurikulum yang

diperkaya, intensitas belajar yang tinggi, rentang waktu belajar formal

yang lebih lama, tugas-tugas sekolah yang lebih banyak, dan keharusan

menjadi pusat keunggulan (agent of chalenge), telah menimbulkan stres di

kalangan siswa (Nurmalasari dkk, 2015).

Individu cenderung berkonsentrasi dalam tugas- tugas yang mereka

rasakan mampu dan percaya dapat menyelesai- kannya serta menghindari

tugas-tugas yang tidak dapat mereka kerjakan.(Zahn, Schäffer, & Fröning,

2018). Menurut Arifin (2018) stres yang dialami siswa di sekolah perlu

mendapat perhatian dan penanganan yang serius dari berbagai pihak agar

dapat mengelolah dengan baik. Stres dalam kehidupan siswa tidak dapat

dihilangkan karena merupakan bagian dari kehidupan akan tetapi jika

keadaan itu dibiarkan maka kemungkinan siswa akan mengalami

hambatan dalam kelanjutan studinya, hambatan itu biasa berbentuk

prestasi belajar rendah, tinggal kelas maupun drop out (DO).

Stres yang dialami pelajar disebabkan oleh sumber stres yang

dialami juga berkait dengan keputusan pemeriksaan pelajar (Bullare,

Bahari, & Ismail, 2009). Menurut Mulya, Indrawati, & Soedarto, (2016)

Stres akademik adalah perasaan cemas, tertekan baik secara fisik maupun
13

emosional, tegang dan khawatir yang dialami karena ada tuntutan

akademik dari guru maupun orangtua untuk memperoleh nilai yang baik,

menyelesaikan tugas dengan tepat waktu dan baik, dan tuntutan tugas

pekerjaan rumah yang tidak jelas dan adanya lingkungan kelas yang

kurang nyaman.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas mengenai stres akademik

dapat disimpulkan bahwa, stres akademik atau stressor akademik

merupakan stres di lingkungan sekolah yang berasal dari tuntutan proses

belajar megajar atau akademik seperti keharusan mendapat nilai yang baik

dan penyelesaian tugas tepat waktu dan baik, itu menyebabkan rasa cemas

dan tekanan baik secara fisik maupun emosional.

C. Aspek-aspek Stres

Sumber stres disebut stressor dapat berupa kondisi tubuh, kondisi

lingkungan, stimulus luar atau peristiwa yang diper- sepsi mengancam

oleh individu (Desinta & Ramdhani, 2013). Menurut Philips (Yosep, 2007)

bahwa stress di sekolah timbul karena adanya tuntutan dari lingkungan

sekolah itu sendiri dalam hal ini dibagi dalam dua aspek tuntutan, yaitu :

1. Academic stressor

Yaitu stress yang berkaitan dengan berbagai tugas akademik

sekolah seperti, penguasaan materi dan evaluasi belajar.


14

2. Social stressor

Yaitu stress yang berkaitan dengan interaksi atau hubungan

interpersonal disekolah, seperti berinteraksi dengan guru, teman

sebaya maupun segala macam bentuk partisipasi siswa dalam kelas.

Berbeda halnya dengan pemaparan menurut Sun, Dunne dan Hou

(2011) terdapat lima aspek stres akademik, yaitu:

a. Tekanan Belajar

Tekanan belajar berkaitan dengan tekan yang dialami individu

ketika sedang belajar di sekolah dan di rumah. Tekanan yang dialami

oleh individu dapat berasal dari orang tua, teman sekolah, ujian di

sekolah serta jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

b. Beban Tugas

Beban tugas berkaitan dengan tugas yang harus dikerjakan

oleh individu di sekolah. Beban yang dialami individu berupa

pekerjaan rumah (PR), tugas di sekolah dan ujian/ulangan.

c. Kekhawatiran terhadap Nilai

Aspek intelektual berkaitan dengan kemampuan seseorang

untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru. Aspek ini juga berkaitan

dengan proses kognitif individu. Individu yang sedang mengalami

stres akademik akan sulit untuk berkonsentrasi, mudah lupa dan

terdapat penurunan kualitas kerja.


15

d. Ekspektasi Diri

Ekspektasi diri berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

memiliki harapan atau ekspektasi terhadap dirinya sendiri. Seseorang

yang memiliki stres akademik akan memiliki ekspektasi yang rendah

terhadap dirinya sendiri seperti merasa selalu gagal dalam nilai

akademik dan merasa selalu mengecewakan orang tua dan guru

apabila nilai akademis tidak sesuai dengan yang diinginkan.

e. Keputusasaan

Keputusasaan berkaitan dengan respon emosional seseorang

ketika ia merasa tidak mampu mencapai target/tujuan dalam

hidupnya. Individu yang mengalami stres akademik akan merasa

bahwa dia tidak mampu memahami pelajaran serta mengerjakan

tugas−tugas di sekolah.

Berbeda pendapat, menurut Hardjana (2002) terdapat empat aspek

stres akademik, yaitu:

a. Fisikal

Aspek fisikal berkaitan dengan hal−hal yang bersifat fisik dan

tingkah laku individu yang dapat dilihat dan diamati. Seperti

berkeringat, penaikan tekanan darah, kesulitan untuk tidur dan buang

air besar, tegang pada urat dan sakit kepala.

b. Emosional

Aspek emosional berkaitan dengan perasaan individu sebagai

respon terhadap sesuatu. Aspek emosional yang berkaitan dengan


16

stres akademik adalah mudah merasa sedih, depresi dan marah,

mood yang berubah dengan cepat serta terjadi burn out.

c. Intelektual

Aspek intelektual berkaitan dengan kemampuan seseorang

untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru. Aspek ini juga berkaitan

dengan proses kognitif individu. Individu yang sedang mengalami

stres akademik akan sulit untuk berkonsentrasi, mudah lupa dan

terdapat penurunan kualitas kerja.

d. Interpersonal

Aspek interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang

untuk melakukan hubungan atau komunikasi dengan orang lain.

Individu yang sedang mengalami stres akademik akan kesulitan

untuk bersosialisasi. Hal ini dikarenakan individu mengalami

kehilangan kepercayaan baik dengan diri sendiri maupun orang lain,

mudah menyerang orang lain dan tidak mau disalahkan.

Berdasarkan aspek-aspek yang telah dipaparkan di atas. Peneliti

menggunakan aspek-aspek stres akademik menurut Sun, Dunne dan Hou

(2011). Hal ini dikarenakan Sun, Dunne dan Hou (2011) menjelaskan

aspek-aspek stres akademik secara detail dan mudah untuk dipahami.

Selain itu, aspek-aspek yang dijelaskan mampu menjelaskan stres

akademik.

Perbedaan aspek stres akademik Sun, Dunne dan Hou (2011) adalah

lebih menjelaskan stres akademik dari sisi sumber-sumber stress akademik


17

sedangkan aspek Hardjana (2002) lebih menjelaskan stres akademik dari

sisi kognitif dan emosional individu.

D. Ciri dan Jenis Stres

Stres dapat bersifat positif dan negatif. Stres positif disebut juga

eustress, yang terjadi apabila taraf stres yang dialami mendorong atau

memotivasi individu untuk meningkatkan usaha pencapaian tujuan.

Sebaliknya, stres yang negatif disebut juga distress, mengandung emosi

negatif yang sangat kuat sehingga tidak hanya mengancam kesehatan,

kognitif, emosi, serta perilaku seseorang (Desinta & Ramdhani, 2013)

Dari segei levelnya, stres dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres

biasa (ringan) dan stres traumatik (stres berat). Stres biasa merupakan jenis

stres yang biasa dihadapi hampir oleh semua orang. Stres traumatik dapat

dipahami dengan memahami apa yang dimaksud dengan "trauma" itu

sendiri. Secara sederhana trauma bermakna luka atau kekagetan (shock)

(Aryani, 2016)

Beberapa tipe kepribadian yang rentan menderita gangguan stres

adalah (Khoiroh, 2011):

1. Ambisius, agresif dan kompetetif (suka persaingan).

2. Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah

(emosional).

3. Kewaspadaan yang berlebihan, kontrol diri kuat, percayadiri

berlebihan.
18

4. Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat

diam.

5. Bekerja tidak mengenal waktu (workholic).

6. Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter).

7. Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan.

8. Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang dan serba tergesa-gesa.

9. Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan

bila tidak tercapai maksudnya mudah bersikap bermusuhan.

10. Tidak mudah dipengaruhi, tidak fleksibel.

11. Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.

12. Berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali

Quinck & Quick mengkatagorikan stres kerja dalam dua jenis,

yakni sebagai berikut :

1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat,

positif, dan konstrukktif (bersifat membangun).

2. Distress, yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat tidak

membangun, tidak sehat, negatif, dandesruktif (bersifat merusak).

(Sandra & Ifdil, 2015)

Tidak jauh berbeda penjelasan mengenai jenis stress terdapat dua

jenis stres, pertama stres yang positif yang disebut eustress, stres jenis ini

menimbulkan ketegangan dalam diri individu, akan tetapi memiliki

dampak yang bermanfaat dimana seseorang akan lebih termotivasi untuk

memyelesaikan tekanan-tekanan yang diterima. Sedangkan yang kedua,


19

jenis stres yang berdampak negatif yang disebut distress, yaitu stres

menimbulkan dampak buruk bagi stresor yang menimbulkan perasaan

kesedihan, kesengsaraan, ketakutam, rasa putus asa dan ketakutan bagi

individu yang mengalami stres tersebut (Hidayat, 2017)

Berbeda penyampaian dari Gunawati, dkk (2006) Ada dua macam

stres yang dihadapi oleh individu yaitu :

1. Stres yang ego-envolved : stres yang tidak sampai mengancam

kebutuhan dasar atau dengan kata lain disebut dengan stres

kecilkecilan.

2. Stres yang ego-involved : stres yang mengancam kebutuhan dasar

serta integritas kepribadian seseorang. Stres semacam ego involved

membutuhkan penanganan yang benar dan tepat dengan melakukan

reaksi penyesuaian agar tidak hancur karenanya.

Menurut Yosep (2007) ada beberapa gejala yang dapat dilihat

untuk mengatahui stress yang dialami seseorang, terdapat dua gejala yaitu:

1. Gejala fisik : yang termasuk dalam gejala stress bersifat fisik antara

lain ialah sakit kepala, darah tinggi, sakit jantung, sulit tidur, sakit

lambung, keluar keringat dingin, kurang nafsu makan serta sulit

buang air kecil.

2. Gejala psikis : adapun gejala stress bersifat psikis ialah, gelisah

atau cemas, kurang bisa berkonsentrasi atau belajar, sering

melamun sikap masa bodoh, sikap pesimis, selalu murung, malas

bekerja atau belajar, bungkam seribu bahasa, hilang rasa humor,


20

dan mudah marah. Bersikap agresif seperti kata-kata kasar dan

menghina, menendang dan membanting pintu dan terkadang suka

memecahkan barang.

Tidak jauh berbeda dengan penjelasan sebelumnya menurut

Hardjana (2002) gejala stress dibagi menjadi empat bagian antara lain:

1. Gejala fisik : sakit kepala, tidur tidak teratur, sakit punggung, sulit

buang air besar, gatal-gatal pada kulit, urat tegang terutama pada

leher dan bahu, tekanan darah, sering berkeringat, berubah selera

makan, lelah atau kehilangan daya energy.

2. Gejala emosional : gelisah atau cemas, sedih, mudah menangis,

mood berubah-ubah, mudah panas atau marah, gugup, merasa tidak

aman, mudah tersinggung, gampang menyerah atau bermusuhan.

3. Gejala intelektual : susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan,

mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun secara

berlebihan, hilang rasa humor, prestasi kerja menurun, pikiran

dipenuhi oleh satu pikiran saja, dalam kerja jumlah kekeliruan yang

dibuat bertambah.

4. Gejala interpersonal : kehilangan kepercayaan pada orang lain,

mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji,

suka mencari-cari kesalahan orang lain, menyerang orang lain

dengan kata-kata.

Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai ciri dan jenis stres di

atas dapat disimpulkan bahwa jenis stres ada dua yaitu eustress dan
21

distress dimana eustress itu merupakan stres yang berbentuk positif,

sedangkan distress yaitu stres yang bersifat negative dan ada empat ciri-

ciri dari stres itu baik berupa fisik maupun psikologis.

Adapun stres berdasarkan jenis kelamin yaitu sebagai berikut

(Khoiroh, 2011) :

1. Stres pada wanita

Fluktuasi estrogen dalam tubuh wanita dapat membuat

perasaannya berubah-ubah. Selama periode stres kadar estrogen

menurun. Kelenjar andrenalin menghasilkan hormon stres lebih

banyak dari estrogen. Selama kadar estrogen menurun terjadi

pembentukan plak pembuluh darah yang meningkatkan resiko

terjadinya penyakit jantung. Setelah mencapai masa menopouse,

kadar estrogen pada wanita menurun hingga 80%. Ini adalah masa

titik balik yang penting pada kehidupan wanita, banyak perubahan

besar yang terjadi, seperti muka kemerahan dan terasa panas, masa

tulang yang rendah hingga mengalami osteoporosis. Selain itu

estrogen melindungi sistem jantung dan pembuluh darah sampai

pada masa menopouse, dimasa ini wanita rentan terhadap masalah

jantung yang kemungkinan sama dengan pria.

2. Stres pada laki-laki

Penurunan kadar testosteron berpebgaruh pada stres fisik

dan psikologis. Testosteron adalah hormon yang memberi tanda

maskulinitas pada pria, seperti rambut, suara yang berat dan figur
22

tubuh. Testosteron berkaitan dengan dominan pria. Hormon ini

juga berkaitan dengan pola pikir sifat mereka dengan wanita. Cara

mereka belajar, rasionalitas dan keengganan untuk menunjukkan

perasaannya merupakan ciri khas pria. Kedua jenis kelamin ini

memang berbeda baik secara fisik maupun secara mental

E. Dimensi Stres

Cohen, Kamarck dan Mermelstein (Desmita, 2012) membagi

dimensi stres menjadi tiga yang disebut sebagai “the perceived stress

scale”, yaitu :

1. Perasaan yang Tidak Terprediksi (feeling of unpredictability)

Individu yang tidak mampu memprediksi peristiwa yang terjadi

dalam kehidupannya secara tiba-tiba, maka individu tersebut akan

menjadi tidak berdaya dan merasa putus asa.

2. Perasaan yang Tidak Terkontrol (feeling of uncontrollability)

Perasaan yang tidak terkontrol terjadi ketika individu tidak

mampu mengendalikan diri atas berbagai tuntutan eksternal

termasuk lingkungan sehingga memberikan efek pada perilaku

individu yang dijadikan sebagai pengalaman individu.

3. Perasaan Tertekan (feeling of overloaded)

Perasaan tertekan ditandai dengan berbagai gejala termasuk

perasaan benci, harga diri rendah, perasaan sedih, cemas, gejala

psikosomatis dan lain sebagainya. Cohen menjelaskan bahwa

individu dengan perasaan tertekan lebih mungkin untuk mengalami


23

stres dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami perasaan

tertekan.

F. Tahapan Stres

Stres yang dikemukakan oleh Lovibond & Lovibond (Kinantie,

2012) terbagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu tidak stres (normal), stres

ringan, stres sedang, stres berat, dan stres sangat berat. Seseorang dapat

jatuh pada kondisi stres dimulai dari tahap pertama ( paling ringan ), tahap

kedua, tahap ketiga, tahap keempat, tahap kelima, tahap keenam (paling

berat) (Kusumaningrum, 2013).

Secara umum stres memiliki tahapan (Haryono & Digdaya, 2019):

1. Stres tahap I (tahap paling ringan), disertai perasaan sebagai

berikut: semangat bekerja berlebihan (over acting), penglihatan

“tajam” tidak seperti biasanya, merasa mampu menyelesaikan

pekerjaan, all out disertai rasa gugup yang berlebihan pula, merasa

senang dengan pekerjaannya dan bertambah semangat, namun

tanpa disadari cadangan energi menipis.

2. Stres tahap II, perasaan “menyenangkan” di tahap I mulai

menghilang, karena kurang istirahat. Keluhan-keluhan yang

menyertainya: merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa mudah

lelah sesudah makan siang, lekas merasa capek menjelang sore hari,

sering mengeluh lambung tidak nyaman (bowel discomfort), detak

jantung lebih keras atau berdebar-debar, otot punggung dan

tengkuk tegang, tidak bisa santai.


24

3. Stres tahap III, bila tahap II tidak diperhatikan dan berkelanjutan,

maka gejala berikut muncul: gangguan lambung dan usus atau

maag (gastritis), BAB diare, ketegangan otot semakin menjadi

perasaan tidak tenang dan ketegangan emosional meningkat,

gangguan pola tidur (insomnia), sulit mau tidur (earlyinsomnia),

terbangun tengah malam dan sukar tidur kembali (middle

insomnia), atau bangun terlalu dini (late insomnia); koordinasi

tubuh terganggu atau badan terasa melayang dan mau pingsan.

4. Stres tahap IV, gejala yang muncul: tidak bisa bertahan sepanjang

hari, pekerjaan menjadi membosankan dan terasa sulit, hilang

kemampuan respons secara memadai, tidak mampu melakukan

kegiatan sehari-hari, gangguan pola tidur dan mimpi-mimpi

menegangkan, sering menolak ajakan karena tidak ada semangat

dan gairah; daya konsentrasi dan daya ingat menurun, timbul

perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya.

5. Stres tahap V, tanda-tandanya: kelelahan fisik dan mental semakin

mendalam (physical and psychological ex- haustion),

ketidakmampuan untukmenyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang

ringan dan sederhana, gangguan sistem pencernaan semakin berat

(gastro-intestinal disorder),timbul perasaan ketakutan dan

kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.


25

6. Stres tahap VI, tahapan ini merupakan tahap klimaks, seseorang

mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati.

Tidak jarang orang yang mengalami tahap ini, berulang kali dibawa

ke UGD atau ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan kembali

karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres

tahap VI ini sbb: debaran jantung teramat keras, susah bernafas,

sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran,

ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan, pingsan atau kolaps.

Sama dalam pemaknaannya menurut Rumiani (2006) menyebutkan

bahwa stres terjadi melalui beberapa tahapan :

1. Tahap 1: stres pada tahap ini justru dapat membuat seseorang lebih

bersemangat, penglihatan lebih tajam, peningkatan energi, rasa

puas dan senang, muncul rasa gugup tapi mudah diatasi.

2. Tahap 2: menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan

pencernaan.

3. Tahap 3: menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur, badan

terasa lesu dan lemas.

4. Tahap 4 dan 5: pada tahap ini seseorang akan tidak mampu

menanggapi situasi dan konsentrasi menurun dan mengalami

insomnia.

5. Tahap 6: gejala yang muncul detak jantung meningkat, gemetar

sehingga dapat pula mengakibatkan pingsan.Berdasarkan uraian


26

diatas dapat disimpulkan tahapan stres terbagi menjadi 6 tahapan

yang tingkatan gejalanya berbeda-beda di setiap tahapan.

Berbeda dengan yang dikemukan oleh Robert J. Van Amberg

(Hardjana, 2002) namun masih dalam konteks yang sama yaitu sebagai

berikut :

1. Stres tingkat I, Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling

ringan dan biasanya disertai dengan perasaan gugup berlebihan.

Tahapan ini biasanya tidak menyenangkan dan membuatorang

kurang bersemangat, tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan

energinya sedanng menipis.

2. Stres tingkat II, Dalam tahapan ini dampak stress yang mulai

ditimbulkan adalah keluhan-keluhan yang dikarenakan cadangna

energi tidak cukup lagi sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang

sering dikemukakan sebagai berikut, merasa letih dan lelah,

perasaan tegang dan tidak bisa santai. Hal ini menyebabkan

hilangnya semangat untuk belajar karena merasa lelah.

3. Stres tingkat III, Pada tahap ini keluhan keletihan semakin terlihat

disertai dengan gejala-gejala berikut perasaan tegangn yang

semakin meningkat, badan terasa lemah. Pada tahap ini penderita

sudah harus berkonsultasi pada dokter karena sudah muali

berpengaruh pada fisik, kecuali kalau beban stress atau tuntutan-

tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapatkan kesempatan untuk

beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.


27

4. Stres tingkat IV, Tahapan ini menujukan keadaan yang lebih buruk,

yang ditandai dengna ciri sebagai berikut, kehilangan kemampuan

untuk menanggapi situasi, pergaulan sosial dan kegiatan rutin

lainnya terasa berat, perasaan negative, kemampuan berkonsentrasi

menurun tajam, perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak

mengerti mengapa.

5. Stres tingkat V, Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih

mendalam, seperti keletihan yang mendalam, kurang mampu untuk

menajalani pekerjaan yang sederhana, perasaan taku yang semakin

menjadi (seperti panik).

6. Stres tingkat VI, Tahap ini merupakan tahapan puncak yang

merupakan keadaan gawat darurat. Tidak jarang penderita dalam

tahap ini dibawa ke ICCU. Gejala pada tahap ini cukup

mengerikan diantaranya debaran jantung terasa amat keras, hal ini

disebabkan karena zat adrenalin yang keluar karena stress tersebut

cukup tinggi dalam perdaran darah, badan gemetar, tubuh dingin,

keringat bercucuran, tenaga untuk hal-hal ringan sekalipun tidak

bisa lagi.

G. Faktor-faktor yang Menyebabkan Stres Dalam Belajar

Kondisi internal maupun eksternal di sekitar individu potensial

untuk menjadi sumber stress (Rumiani, 2006). Salah satu faktor yang ikut

menentukan bagaimana stres bisa dikendalikan dan diatasi secara efektif

adalah strategi coping yang digunakan individu(Safaria, 2006)


28

Ada beberapa faktor penyebab stres pada siswa yaitu tuntutan

akademik yang dinilai terlampau berat, hasil ujian yang buruk, tugas yang

menumpuk, dan lingkungan pergaulan (Barseli & Nikmarijal, 2017).

Pendapat Kozier dan Erb bahwa dampak stresor yang dialami individu

bergantung pada sifat stresor, jumlah stresor, lama stresor, pengalaman

masa lalu seseorang terhadap stresor dan tingkat perkembangan individu

(Kusumaningrum, 2013)

faktor lain yang dapat memicu stres juga adalah pola asuh orang

tua yang otoriter dapat mengakibatkan rentan mengalami stress. Begitu

juga dengan suasana sekolah, cara guru mengajar, bahan pelajaran yang

dianggap sulit, dan beban tugas dapat mengakibatkan siswa mengalami

stress (Aryani, 2016).

faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres dikelompokkan dalam

lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran

dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan serta

struktur dan organisasi (Latifa Faristin, Sugeng Hariyadi, 2013)

1. kategori faktor–faktor intrinsik dalam pekerjaan adalah fisik dan

tugas, untuk fisik misalnya kebisingan, panas sedangkan tugas

mencakup beban kerja, kerja malam dan penghayatan dari resiko

dan bahaya.

2. peran individu dalam organisasi artinya setiap tenaga kerja

mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai

dengan peraturan yang ada.


29

3. pengembangan karier merupakan pembangkit stres potensial yang

mencakup ketidakpastian pekerjaan,promosi berlebih atau promosi

yang kurang.

4. hubungan dalam pekerjaan yang tidak baik terlihat dari

kepercayaan yang rendah, minat yang rendah dalam pemecahan

masalah organisasi. Sedangkan untuk yang ke lima yaitu struktur

dan organisasi, kurangnya peran serta atau partisipasi dalam

pengambilan keputusan dalam organisasi.

Menurut Smet (Gunawati dkk, 2006) faktor yang mempengaruhi

stress antara lain:

1. Variable dalam diri individu

Variable dalam diri individu meliputi: umur, tahap

kehidupan, jenis kelamin, tempramen, faktor genetic, intelegensi,

pendidikan, suku, kebudayaan, dan status ekonomi.

2. Karakteristik kepribadian

Karakteristik kepribadian meliputi: introvert-

ekstrovert¸stabilitas emosi secara umum, kepribadian, ketabahan,

locus of control¸ kekebalan, ketahanan.

3. Variable sosial-kognnitif

Karakteristik sosial kognitif meliputi: dukungan sosial yang

dirasakan, jaringan sosial dan control pribadi yang dirasakan.

4. Hubungan dengan lingkungan sosial


30

Hubungan dengan lingkungan sosial adalah dukungan

sosial yang diterima dan integrasi dalam hubungan interpersonal.

5. Strategi coping

Coping adalah merupakan rangkaian respon yang

melibatkan unsur-unsur pemikiran untuk mengatasi permasalahan

sehari-hari dan sumber stress yang menyangkut tuntutan dan

ancaman yang berasal dari lingkungan sekitar.

Secara umum, Gunawati (2006) membagi faktor-faktor yang dapat

menyebabkan stres menjadi tiga, yaitu :

1. stressor rohani (spiritual)

Stressor jenis ini berhubungan dengan kedirian manusia.

Stresor ini timbul karena kecintaan manusia yang mendalam

terhadap dirinya sendiri. Hal yang paling membuat manusia stres

adalah ketakutan akan kematian dan rasa cinta terhadap kedudukan,

harta dan sesama manusia.

2. Stressor Mental (psikologi)

Stressor jenis ini berhubungan dengan adanya tekanan yang

timbul akibat perlakuan orang lain. tekanan itu akan membuat batin

kita timbul rasa benci, marah atau sedih.

3. Stressor Jasmani (fisikal)

Stressor jenis ini berhubungan dengan faktor nutrisi dan

lingkungan. Pola makan yang tidak baik juga menyebabkan stres.

Mislanya stres dapat meningkat akibat terlalu bnayak


31

mengkonsumsi gula, kafein, alkohol, garam, dan lemak serta

sedikit mengkonsumsi zat-zat gizi. Sedangkan faktor lingkungan

mislanya adanya mikroorganisme, populasi udara, asap rokok,

temperatur dan gerakan fisik.

Guerra (Rumiani, 2006) mengemukakan beberapa sumber

stres yaitu : peristiwa dalam hidup yang sangat berat atau disebut

stressfull/major life events misal kematian orang tua, hambatan

sehari-hari atau daily hassles misal : kemacetan lalu lintas setiap

hari, kurangnya dukungan sosial atau lack of social support. Bukan

hanya itu lingkungan fisik seperti kepadatan penduduk, kebisingan,

temperatur merupakan sumber stres yang cukup berresiko karena

meningkatkan masalah sosial, emosional dan perilaku.

Berdasarkan penjabaran faktor-faktor di atas dapat diambil

kesimpulan faktor yang menyebabkan stres yaitu, dari faktor

internal dan eksternal. Seperti karakteristik kepribadiain dan

hubungan dengan lingkungan sosialnya.

H. Dampak Stres Dalam Belajar

Stres akademik merupakan salah satu bentuk distress yang

diakibatkan oleh pikiran negatif siswa terhadap tuntutan-tuntutan

akademik di sekolah (Nurmalasari et al., 2015). Pada umumnya, individu

yang mengalami ketegangan akan mengalami kesulitan dalam

memanajemen kehidupannya, sebab stress akan memunculkan kecemasan

(anxiety) dan sistem syaraf menjadi kurang terkendali. Pusat syaraf otak
32

akan mengaktifkan saraf simpatis, sehingga mendorong sekresi hormon

adrenalin dan kortisol yang akhirnya akan memobilisir hormon-hormon

lainnya (Yosep, 2007). Individu yang berada dalam kondisi stres, kondisi

fisiologisnya akan mendorong pelepasan gula dari hati dan pemecahan

lemak tubuh, dan bertambahnya kandungan lemak dalam darah (Richard,

2010).

Stres yang dihadapi dapat berdampak pada aspek psikologis.

Dampak tersebut dapat berupa dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positif dari stres tersebut berupa peningkatan kreativitas dan

memicu pengembangan diri, selama stres yang dialami masih dalam batas

kapasitas individu tersebut. (Wahyudi, Bebasari, & Nazriati, 2015)

Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan,

daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan

terasa lesu dan lemah, kesulitan tidur nyenyak. Dampak perilaku yang

muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah, malas

kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan terlibat dalam kegiatan

mencari kesenangan beresiko yang berlebihan(Safaria, 2006)

Kondisi stres, secara fisik akan menampakkan ciri seperti denyut

nadi meningkat, mudah berkeringat terutama di daerah telapak tangan,

daya tahan tubuh menurun sehingga rentan terhadap beberapa penyakit.

Sedangkan secara kognitif akan menampakkan gejala seperti konsentrasi

yang mudah terganggu dan menurun, kemampuan menghadapi masalah

yang kurang, intrusif. Secara emosi, akan menunjukkan gejala seperti


33

muncul rasa takut, cemas, rasa malu, marah, depresi dan penolakan

(Rumiani, 2006)

Kondisi tersebut akan mengakibatkan tekanan darah meningkat dan

darah lebih banyak dialihkan dari sistem pencernaan ke dalam otot-otot,

sehingga produksi asam lambung meningkat dan perut terasa kembung

serta mual. Oleh karena itu, stress yang berkepanjangan akan berdampak

pada depresi yang selanjutnya juga berdampak pada fungsi fisiologis

manusia, di antaranya gagal ginjal dan stroke. Pada dasarnya, penyakit

disfungsi secara fisiologis itu diakibatkan oleh terganggunya kondisi

psikologis seseorang. Sebagai contoh, perilaku agresif dan defensif

individu dapat disebabkan oleh akumulasi stres yang tidak mampu

dikenali dan dieliminir oleh individu. Selain itu, kondisi sosial ekonomi

individu yang serba kekurangan dan lingkungan hidup (seperti di desa dan

di kota besar) juga berpotensi melahirkan stress. Hal itulah salah satu

faktor yang memunculkan berbagai kejahatan di kota-kota besar. Sebagai

dampak dari kondisi masyarakat atau individu yang stres mudah

memunculkan bentuk perilaku agresif karena berbagai faktor kesenjangan

kondisi dan status masyarakat yang mencolok (Yosep, 2007)

Stresor yang terlalu banyak (overloaded) akan menyebabkan

kelelahan (fatigue) sehingga dapat menurunkan kinerja seseorang

(Rumiani, 2006). Secara garis besar dampak stres dapat menimpa pada

kondisi fisik dan kondisi psikologis individu. Seperti telah dijelaskan pada
34

indikasi gejala stress di atas. Berikut ini dampak stress terhadap fisik

individu (Gunawati dkk, 2006).

Stres memiliki efek negatif pada individu. Efek negatif stres

tersebut dibagi menjadi dua (Evanjeli, 2012) yaitu :

1. Efek Stres Secara Emosional

Stres dimulai dengan suatu persepsi terhadap beberapa

informasi yang ditangkap oleh satu atau kelima indra kita. Setelah

otak kita menerima informasi tersebut, secara bersamaan akan

muncul respon emosional yang biasanya diekspresikan dalam

bentuk rasa marah atau takut. Apabila dibiarkan, emosi tersebut

dapat menimbulkan keletihan, sikap menutup diri, depresi, dan

harga diri rendah.

2. Efek Stres Secara Fisik

Stres juga dapat mempengaruhi kesehatan seseorang,

karena emosi dapat membantu atau menurunkan sistem imun

sehingga dapat mempengaruhi kesehatan.

Dampak Stres Pada Pikiran, Perilaku dan Emosi (Aryani, 2016)

yaitu:

1. Pikiran dan stress

Stres, diakibatkan oleh faktor suhu udara yang terlalu panas

atau dingin, suasana bising, atau tugas yang menentukan nasib

hidup seperti ujian, dapat mengganggu kerja pikiran dan

menyulitkan konsentrasi. Ketegangan yang terjadi tersebut dapat


35

mengakibatkan stres, sehingga akan mengacaukan kinerja pikiran

siswa dalam melakukan segala aktifitasnya.

2. Stres dan perilaku

Pengalaman stres cenderung disertai emosi, dan orang yang

mengalami stres menggunakan emosi itu dalam menilai stres. Dari

berbagai emosi yang ada, emosi yang biasa menyertai stres adalah

takut, sedih atau depresi, dan amarah. Takut merupakan emosi

yang biasa muncul pada waktu seseorang merasa, entah nyata atau

hanya dalam bayangan, berhadapan dengan hal yang berbahaya

atau ada dalam situasi bahaya. Dalam rasa takut itu terkait rasa

tidak nyaman sekaligus sikap waspada terhadap bahaya yang

dianggap akan menimpa seseorang. Dalam rasa takut itu terkait

rasa tidak nyaman sekaligus sikap waspada terhadap bahaya yang

dianggap akan menimpa seseorang. Rasa takut yang berlebihan

dapat menjadi fobi (phobia) atau lunak sekedar menjadi kecemasan

(anxiety).

3. Stres dan Emosi

Salah bentuk emosi yang tidak menyenangkan adalah

Kecemasan. Kecemasan merupakan salah satu respon yang muncul

ketika individu dihadapkan pada situasi stres. Kecemasan ditandai

oleh perasaan khawatir, perasaan tidak nyaman, tegang dan takut.

Reaksi-reaksi ini umumnya dialami individu ketika mengalami

stres tetapi dengan intensitas yang berbeda-beda. Pada keadaan


36

tertentu, kecemasan dapat menjadi berat dan akhirnya membuat

orang tersebut menarik diri dari lingkungan (Gunarsa, 2000).

Stres belajar yang dialami siswa dalam jangka waktu yang panjang

dapat mengakibatkan hal sebagai berikut (Aryani, 2016):

1. Menurunnya daya tahan tubuh siswa sehingga mudah sakit

Salah satu contoh adalah sakit perut yang dialami siswa

menjelang ulangan atau ujian, bahkan menyebabkan demam.

Banyak orang tua yang mengabaikan kondisi tersebut dan

menganggapnya hanya alasan semata karena takut ujian. Stres

berkepanjangan yang dialami anak tanpa ada solusinya kelak

dikemudian hari dapat memicu penyakit- penyakit kardiovaskular,

seperti tekanan darah tinggi, kolesterol, dan serangan jantung.

2. Mempengaruhi kesehatan mental siswa

Stres belajar yang berkepanjangan akan mengakibatkan

kelelahan mental dan patah semangat, serta mengalami masalah-

masalah perilaku dan psikologis pada siswa (depresi, kecemasan

yang berlebihan, dan masalah psikosomatik), Masalah

psikosomatik adalah masalah pada fisik yang dipicu faktor mental.

Efek stres sendiri seringkali muncul lama setelah stresor itu

sendiri tidak muncul, terkadang individu dapat menyesuaikan

dengan stresor yang bersifat moderat dan dapat diprediksi

kemunculannya, sehingga individu tersebut akan menjadi tenang

(Rumiani, 2006).
37

Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai dampak dari

stres yang telah dijelaskan dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak

dari stres cenderung lebih banyak kesisi negatif, baik untuk fisik

maupun psikologis. Dimana pengaruh pada fisik menyebabkna

turunnya daya tahan tubuh, dan pada psikologis menyebabkan

meningkatnya emosi dalam diri.


38

BAB III
MENGELOLA DAN MEMINIMALISIR STRES BELAJAR

A. Teknik Konseling Kognitif

Konselor perlu merancang layanan bimbingan belajar yang tepat.

Siswa yang mengalami stres akademik memerlukan upaya bantuan

bimbingan akademik yang bersifat responsif. Layanan responsif

merupakan pemberian bantuan kepada siswa yang menghadapi kebutuhan

dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika

tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses

pencapaian tugas-tugas perkembangan (Abkin, 2007).

Pikiran berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan tindakan siswa

yang mengalami stres akademik. Seringkali hal-hal yang dipikirkan

nampak sebagai kondisi yang sebenarnya bagi konseli sehingga siswa

tidak dapat menentukan respon yang efektif terhadap kondisi atau stimulus

yang ditemui. Layanan responsif yang tepat bagi permasalahan stres

akademik siswa adalah melalui konseling yang berfokus pada aspek

kognitif.

Konseling diorientasikan kepada siswa supaya dapat mengelola

stimulus yang datang, merespon dengan pikiran dan perilaku yang positif.

Salah satu teknik konseling yang dianggap efektif untuk mengatasi stres

akademik adalah teknik restrukturisasi kognitif dari Konseling Kognitif

Perilaku (KKP). stres akademik siswa menitikberatkan pada kognitif yang

menyimpang akibat ketidaksiapan menghadapi tuntutan yang datang

38
39

yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Intervensi

diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir siswa yang mempersepsi

tuntutan-tuntutan akademik sebagai hal yang mengancam atau membebani.

Konseling berorientasi pada perubahankognitif yang menyimpang akibat

ketidaksiapan siswa dalam menghadapi tuntutan yang datang yang

dipersepsi merugikan atau mengancam diri. Postulat dari restukturisasi

kognitif adalah perasaan negatif bersumber dari kekeliruan individu

menginterpretasi lingkungan. Perasaan dan perilaku individu ditentukan

oleh bagaimana individu mengkonstruksi lingkungan (Nurmalasari et al.,

2015).

B. Teknik Meditasi Hening

tingkat kecerdasan emosional yang tinggi akan lebih mampu

mengendalikan tingkat stres karena mereka memahami faktor-faktor

penyebab yang berkaitan dengan stres(Abdillah & Rahmat, 2017).

Cormier dan Cormier memberi pengertian bahwa meditasi merupakan

kelompok teknik usaha sadar untuk memusatkan perhatian pada suatu cara

yang tidak analitis dan usaha yang tidak memikirkan pada renungan

pikiran yang tidak bersambungan satu sama lain (Abimanyu, 2009).

Dalam meditasi hening, stres atau ketegangan jiwa akan

dinetralkan, sehingga susunan-susunan syaraf akan menjadi semakin

teratur dan proses biokimia di dalam tubuh akan menjadi seimbang.

Dengan adanya kesimbangan, maka sel-sel syaraf akan dapat berfungsi

dengan baik, peredaran darah akan menyebar keseluruh jaringan sel tubuh,
40

hinggamana badan menjadi segar, pikiran cerah dan batinpun tenang.

Meditasi hening tidaklah memberikan ajaran-ajaran yang semisal

kesaktian, kekebalan, kemukjizatan dan sebagainya. Akan tetapi lebih

mengarah pada penjernihan pikiran, hinggamana kita dapat senantiasa

waspada terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya

(Arifin, 2018).

Menurut Arifin (2018). Meditasi hening dimaksudkan adalah suatu

bentuk meditasi yang menjalankan proses alamiah berdiam diri dengan

menghaluskan pikiran dan mental, hingga mana mampu menghayati

kondisi keheningan. Meditasi hening adalah teknik yang digunakan untuk

mengurangi stress, menurunkan tekanan darah tinggi, menghilangkan

kecemasan dan untuk memperoleh perasaan yang lebih mantap, dengan

duduk yang enak, diruangan yang tenang, dengan memejamkan mata,

menyuarakan bunyi atau kata yang berarti diucapkan secara keras,

kemudian pelan, lalu berbisik dan akhirnya dalam pikiran saja. Jika ada

pikiran yang mengganggu, biarkan saja sebab bunyi atau kata yang

diucapkan sekitar 5-10 menit (diluar persiapan relaks).

Benson (Abimanyu, 2009) diperlukan empat elemen dasar untuk

memperoleh respon relaksasi yaitu lingkungan yang tenang, muslihat (alat)

mental, sikap pasif, dan posisi yang enak.

C. Mengelola Stres

Munandar (2002) mendefinisikan mengelolah stres belajar sebagai

usaha untuk mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari


41

individu dan menampung akibat fisiologikal dari stress. Berikut akan

dibahas mengenai strategi mengelolah stres belajar yaitu :

1. Teknik Penenangan pikiran (CBM)

Tujuan teknik-teknik penenangan pikiran ialah untuk

mengurangi kegiatan pikiran,yaitu proses berpikir dalam bentuk

merencana, meningat, berkhayal, menalar yang secara

bersinambung kita lakukan dalam keadaan bangun, dalam keadaan

sadar. Jika berhasil mengurangi kegiatan pikiran, rasa cemas dan

khawatir akan berkurang, kesigapan umum (general arousal) untuk

beraksi akan berkurang, sehingga pikiran menjadi tenang, stress

berkurang. Teknik-teknik penenang pikiran meliputi: meditasi,

pelatihan relaksasi autogenik, dan pelatihan relaksasi

neuromuscular.

2. Teknik Penenangan Melalui Aktivitas Fisik

Tujuan utama penggunaan teknik penenangan melalui

aktivitas fisik ialah untuk menghamburkan atau untuk

menggunakan sampai habis hasil-hasil stres yang diproduksi oleh

ketakutan dan ancaman, atau yang mengubah sistem hormon dan

saraf kita kedalam sikap mempertahannkan. Kita dapat melakukan

aktivitas fisik sebelum dan sesudah stres.

Menurut Yusuf (2004) pengelolaan stres disebut juga

dengan istilah coping. Coping adalah proses mengelola tuntutan

(internal atau eksternal) yang ditaksir sebagai beban karena diluar


42

kemampuan diri individu. Strategi coping menunjuk pada berbagai

upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai,

mentoleransi, mengurangi atau meminimalisasikan suatu situasi

atau kejadian yang penuh tekanan (Khoiroh, 2011)

Adapun Problem focused coping usaha individu untuk

mengurangi atau menghilangkan stress yang dirasakannya dengan

cara menghadapi masalah yang menjadi penyebab timbulnya stress

secara langsung. Usaha yang dilakukan oleh individu lebih banyak

diarahkan kepada bentuk- bentuk usaha untuk menyelesaikan

masalah yang dihadapi (Marhamah, 2013). Adapun yang dimaksud

dengan coping maladaptif adalah Strategi Coping yang cenderung

kurang efektif atau bersifat maladaptif (Khoiroh, 2011).


43

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat diambil

kesimpulan stres akademik merupakan stres di lingkungan sekolah yang

berasal dari tuntutan proses belajar megajar atau akademik seperti

keharusan mendapat nilai yang baik dan penyelesaian tugas tepat waktu

dan baik, itu menyebabkan rasa cemas dan tekanan baik secara fisik

maupun emosional.

Berdasarkan penjabaran faktor-faktor di atas dapat diambil

kesimpulan faktor yang menyebabkan stres yaitu, dari faktor internal dan

eksternal. Seperti karakteristik kepribadian dan hubungan dengan

lingkungan sosialnya. Adapun teknik yang bisa diterapkan dalam

mengelolah stres mulai dari teknik konseling kognitif, teknik meditasi

hening, teknik penaganan pikiran (CBM) dan teknik penanganan melalui

aktivitas fisik.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan

dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut

dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat

dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan

saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas

43
44

KEPUSTAKAAN

ABKIN. (2007). Rambu-Rambu Penyelenggaran Bimbingan dan Konseling


Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: ABKIN

Abimanyu, Soli, dkk. (2009). Strategi Pembelajaran. Departemen Pendidikan


Nasional: DiIjen Dikti.

Abdillah, M. R., & Rahmat, A. (2017). Kecerdasan Emosional dan Dampaknya


Terhadap Stres Kerja dan Kinerja Karyawan. JEBI (Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Islam), 2(1), 1–17. https://doi.org/10.17605/OSF.IO/HN423
Adawiyah, W. (2016). Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (Seft)
Untuk Menurunkan Tingkat Stres Akademik Pada Siswa Menengah Atas Di
Pondok Pesantren. 04(02), 2301–8267. https://doi.org/ISSN: 2301-8267
Adhi Mulya, H., Sri Indrawati, E., & Soedarto, J. S. (2016). Hubungan Antara
Motivasi Berprestasi Dengan Stres Akademik Pada Mahasiswa Tingkat
Pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. 5(2), 296–
302.
Arifin, A. A. (2018). Meminimalisir Stres Belajar Siswa Melalui Teknik Meditasi
Hening Andi, Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan.02(01), 32–40.
Aryani, F. (2016). STRES BELAJAR: Suatu Pendekatan dan Intervensi Konseling.
Retrieved from http://eprints.unm.ac.id/2478/1/Buku - Stres Belajar.pdf
Barseli, M., & Ifdil, I. (2018). Konsep Stres Akademik Siswa. Jurnal Konseling
Dan Pendidikan, 5(3), 143. https://doi.org/10.29210/119800
Barseli, M., & Nikmarijal, N. (2017). Jurnal Konseling dan Pendidikan Konsep
Stres Akademik Siswa. 5(3), 143–148. https://doi.org/10.29210/119800
Bullare, F., Bahari, B., & Ismail, R. (2009). Sumber stres, strategi daya tindak dan
stres yang dialami pelajar universiti. Jurnal Kemanusiaan, (2000). Retrieved
from
http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:Sumber+st
res+,+strategi+daya+tindak+dan+stres+yang+dialami+pelajar+universiti#0
Desinta, S., & Ramdhani, N. (2013). Terapi tawa untuk menurunkan stres pada
penderita hipertensi. Jurnal Psikologi, 40(1), 13. Retrieved from
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7063/5515
Dhini Rama Dhania. (2010). Pengaruh Stres Kerja , Beban Kerja Terhadap
Kepuasan( Studi Pada Medical Representatif Di Kota Kudus ). Jurnal
Psikologi Universitas Muria Kudus, I(1), 15–23.
Dian Nugraheni, Moh. Iqbal Mabruri, S. S. (2018). Efektivitas Membaca Al-
Qur’an Untuk Menurunkan Stres Akademik Pada Siswa Kelas Xi Sma Negeri
45

1 Kebumen. 10(1), 59–71.


Ernawati, L., & Rusmawati, D. (2015). Dukungan sosial orang tua dan stres
akademik pada siswa smk yang menggunakan kurikulum 2013. Jurnal
Empatii, 4(4), 26–31.
Ferrari, R., Zio, I. Di, & Ferrari, A. (2012). Sriwijaya Journal Of Medicine.
Analisis Faktor Risiko Terjadinya Stres Kerja Pada Dokter Gigi Di Kota
Palembang Chelly, 037, 46–51.
Haryono, T., & Digdaya, J. (2019). Model Konseling Jangkeping Raos Untuk
Stres. 1(1), 1–11.
Hidayat, T. (2017). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Volume 2
Nomor 2 tahun 2017. Gaya Hidup Lgbt Di Tengah Masyarakat Kota Banda
Aceh, 2(September), 62–70.
Khoiroh, A. (2011). studi kasus tentang strategi copin stres pada single parent.
Skripsi.
Kinantie, O. A. (2012). Gambaran Tingkat Stres Siswa Sman 3 Bandung Kelas
Xii Menjelang Ujian Nasional 2012. Students E-Journal Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Padjajaran, 1–14. Retrieved from
http://journal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/739/785
Kusumaningrum, A. T. (2013). Pengaruh Stressor dan Cara Belajar Terhadap
Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Diploma III Kebidanan Stikes
Muhammadiyah Lamongan. Universitas Sebelas Maret Institutional
Repostitory, 1(Xiv), 44–50.
Latifa Faristin, Sugeng Hariyadi, R. P. (2013). Faktor -Faktor Yang
Mempengaruhi Stres Kerja : Studi Pada Guru Bersuku Jawa. Journal of
Sosial and Industrial Psychology, 2(1), 64–68.
Lumban Gaol, N. T. (2016). Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional.
Buletin Psikologi, 24(1), 1. https://doi.org/10.22146/bpsi.11224
Mahfar, M. (2007). Analisis faktor penyebab stres di kalangan pelajar. Jurnal
Kemanusiaan, 9, Jun 200, 62–72.
Marhamah, A. (2013). Kecemsan Dan Problem Focused Ibu Hamil. 1(3), 292–
302.
Murtana, A. (2017). Naskah Publikasi. Hubungan Antara Harga Diri Dan
Interaksi Teman Sebaya Dengan Stres Belajar Naskah.
Nasutian, I. K. (2007). Mengendalikan Stres. 14–33.
Nur, S. (2013). Konflik, stres kerja dan kepuasan kerja pengaruhnya terhadap
kinerja pegawai pada Universitas Khairun Ternate. Jurnal EMBA, 1(3), 739–
46

749.
Nurmalasari, Y., Yustiana, Y. R., & Ilfiandra. (2015). Efektivitas restrukturisasi
kognitif dalam menangani stres akademik siswa. Bimbingan Dan Konseling.
Rahmawati, D. D. (2012). Universitas sumatera utara. Child Development, 72(X),
9–18. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Rahmi, N. (2013). Hubungan Tingkat Stres Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa
Tingkat Ii Prodi D-Iii Kebidanan Banda Aceh Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Nad Ta. 2011/2012. Jurnal Ilmiah STIKes U’Budiyah, 2(1), 66–
76.
Rizky Dianita Segarahayu. (2013). Pengaruh Manajemen Stres Terhadap
Penurunan Tingkat Stres Pada Narapidana di LPW Malang. Psikologia-
Online, 1–16. Retrieved from http://jurnal-
online.um.ac.id/data/artikel/artikelDEB288149FBAA98C9CB27EB18035D9
5A.pdf
Rumiani. (1991). Prokrastinasi Akademik Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi Dan
Stres Mahasiswa Rumiani Prodi Psikologi Universitas Islam Indonesia. 3(2),
37–48.
Safaria, T. (2006). Stres Ditinjau dari Active Coping, Avoidance Coping dan
Negative Coping. Humanitas, 3, 87–93.
Sandra, R., & Ifdil, I. (2015). Konsep Stres Kerja Guru Bimbingan dan Konseling.
Jurnal EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 1(1), 80–85.
https://doi.org/10.29210/12015254
Sari, I., & Lubis, L. (2018).Hubungan stres belajar dengan prestasi sekolah.
Jurnal Diversita. 4(2), 90–98.
Sudarsana, I. K. (2017). Peningkatan mutu pendidikan agama hindu melalui
efektivitas pola interaksi dalam pembelajaran di sekolah. Prociding SEMAYA
2: Seminar Nasiona Agama & Budaya, (Semaya II), 134–142. Retrieved
from
http://proceedings.jayapanguspress.org/index.php/semaya2/article/view/51
Sudrajat, A. (2011). Mengapa Pendidikan Karakter? Pendidikan Karakter, 1(1),
47–58. https://doi.org/10.21831/jpk.v1i1.1316
Taufik, T., & Ifdil, I. (2018). Kondisi Stres Akademik Siswa SMA Negeri di Kota
Padang. Jurnal Konseling Dan Pendidikan, 1(2), 143.
https://doi.org/10.29210/12200
Wahyudi, R., Bebasari, E., & Nazriati, E. (2015). Hubungan kebiasaan
berolahraga dengan tingkat stres pada mahasiswa fakultas kedokteran
universitas riau tahun pertama. Jurnal Olahraga Stres, 2(2), 1–11.
47

https://doi.org/10.6067/XCV81C1XQ4
Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Jakarta : Refika Aditama.
Zahn, F., Schäffer, A., & Fröning, H. (2018). Evaluating energy-saving strategies
on torus, k-Ary n-Tree, and dragonfly. Proceedings - 2018 IEEE 4th
International Workshop on High-Performance Interconnection Networks in
the Exascale and Big-Data Era, HiPINEB 2018, 2018–January, 16–23.
https://doi.org/10.1109/HiPINEB.2018.00011
48

LAMPIRAN
KARTU KUTIPAN

ABKIN. (2007). Rambu-Rambu Penyelenggaran Bimbingan dan Konseling


Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: ABKIN
1. Pengertain layanan responsive
“Layanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada siswa yang
menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan
dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan
gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan”. (hal.38)

Abdillah, M. R., & Rahmat, A. (2017). Kecerdasan Emosional dan Dampaknya


Terhadap Stres Kerja dan Kinerja Karyawan. JEBI (Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Islam), 2(1), 1–17. https://doi.org/10.17605/OSF.IO/HN423
2. Stres didefenisikan sebagai hasil dari tidak atau kurang adanya kecocokan
antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapan) dengan
lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk
menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif (hal. 6)
3. tingkat kecerdasan emosional yang tinggi akan lebih mampu
mengendalikan tingkat stres karena mereka memahami faktor-faktor
penyebab yang berkaitan dengan stress (hal. 39)

Abimanyu, Soli, dkk. (2009). Strategi Pembelajaran. Departemen Pendidikan


Nasional: DiIjen Dikti.
4. elemen dasar untuk memperoleh respon relaksasi
“diperlukan empat elemen dasar untuk memperoleh respon relaksasi yaitu
lingkungan yang tenang, muslihat (alat) mental, sikap pasif, dan posisi
yang enak” (hal. 40)
5. pengertian meditasi
49

“merupakan kelompok teknik usaha sadar untuk memusatkan perhatian


pada suatu cara yang tidak analitis dan usaha yang tidak memikirkan pada
renungan pikiran yang tidak bersambungan satu sama lain” (hal. 39)
Adawiyah, W. (2016). Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (Seft)
Untuk Menurunkan Tingkat Stres Akademik Pada Siswa Menengah Atas Di
Pondok Pesantren. 04(02), 2301–8267. https://doi.org/ISSN: 2301-8267
6. pengertian stres akademik
“merupakan situasi tertekan yang dialami seorang dimana terdapat
tuntutan akademik yang ditandai dengan berbagai macam reaksi yang
meliputi reaksi fisik, emosi, kognitif dan tingkah laku. Reaksi ini pada
umumnya ditandai dengan reaksi fisik berupa pusing, sakit perut, reaksi
emosi berupa perasaan sedih, marah dan menangis, reaksi kognitif seperti
susah berkonsentrasi saat belajar, insomnia, sedangkan reaksi tingkah laku
seperti berteriak, melempar benda dan masih banyak lainnya.” (hal.10)

Adhi Mulya, H., Sri Indrawati, E., & Soedarto, J. S. (2016). Hubungan Antara
Motivasi Berprestasi Dengan Stres Akademik Pada Mahasiswa Tingkat
Pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. 5(2), 296–
302.
7. Pengertian stres akademik
“Stres akademik adalah perasaan cemas, tertekan baik secara fisik
maupun emosional, tegang dan khawatir yang dialami karena ada tuntutan
akademik dari guru maupun orangtua untuk memperoleh nilai yang baik,
menyelesaikan tugas dengan tepat waktu dan baik, dan tuntutan tugas
pekerjaan rumah yang tidak jelas dan adanya lingkungan kelas yang
kurang nyaman.”(hal. 13)

Ardanta, A. T. 2013. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Bandung: Karya Pustaka.


8. “Dalam hal pendidikan, peserta didik merupakan unsur terpenting
didalamnya, di mana pasti akan selalu dihadapkan pada rutinitas
50

pembelajaran setiap harinya. Kondisi inilah yang sedikit banyak bisa


menimbulkan stres belajar pada peserta didik” (hal. 2)

Arifin, A. A. (2018). Meminimalisir Stres Belajar Siswa Melalui Teknik Meditasi


Hening Andi. Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan.02(01), 32–40.
9. Stres akademik
“Stres dalam kehidupan siswa tidak dapat dihilangkan karena
merupakan bagian dari kehidupan akan tetapi jika keadaan itu dibiarkan
maka kemungkinan siswa akan mengalami hambatan dalam kelanjutan
studinya, hambatan itu biasa berbentuk prestasi belajar rendah, tinggal
kelas maupun drop out (DO).” (hal.12-13)
10. “Dalam meditasi hening, stres atau ketegangan jiwa akan dinetralkan,
sehingga susunan-susunan syaraf akan menjadi semakin teratur dan proses
biokimia di dalam tubuh akan menjadi seimbang.” (39-40)
11. Meditasi hening dimaksudkan adalah suatu bentuk meditasi yang
menjalankan proses alamiah berdiam diri dengan menghaluskan pikiran
dan mental, hingga mana mampu menghayati kondisi keheningan. ( hal.
40)

Aryani, F. (2016). STRES BELAJAR: Suatu Pendekatan dan Intervensi Konseling.


Retrieved from http://eprints.unm.ac.id/2478/1/Buku - Stres Belajar.pdf
12. Jenis stres
“Dari segei levelnya, stres dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres biasa
(ringan) dan stres traumatik (stres berat).” (hal.17)
13. Faktor stres
“faktor lain yang dapat memicu stres juga adalah pola asuh orang tua yang
otoriter dapat mengakibatkan rentan mengalami stress.” (hal. 28)
14. Dampak stres pada pikiran, perilaku dan emosi (hal. 34-35)
a. pikiran dan stres
b. stres dan perilaku
c. stres dan emosi
51

15. dampak stres jangka panjang (hal. 34)


a. menurunnya daya tahan tubuh
b. mempengaruhi kesehatan mental

Barseli, M., & Ifdil, I. (2018). Konsep Stres Akademik Siswa. Jurnal Konseling
Dan Pendidikan, 5(3), 143. https://doi.org/10.29210/119800
16. pentingnya pendidikan
“Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan
perkembangan siswa. Pendidikan di sekolah dapat memenuhi beberapa
kebutuhan siswa dan menentukan kualitas kehidupan mereka dimasa
depan.” (hal.1)
17. Pengertian stres
“Stres adalah tekanan yang terjadi akibat ketidaksesuaian antara situasi
yang diinginkan dengan harapan, di mana terdapat kesenjangan antara
tuntutan lingkungan dengan kemampuan individu untuk memenuhinya
yang dinilai potensial membahayakan, mengancam, mengganggu, dan
tidak terkendali atau dengan bahasa lain stres adalah melebihi kemampuan
individu untuk melakukan coping” (hal. 9)
18. " Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian
antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau
sistem sosial individu " (hal. 8)
19. stres akademik adalah tekanan-tekanan yang terjadi di dalam diri siswa
yang disebabkan oleh persaingan maupun tuntutan akademik. Senada
dengan hal tersebut. (hal. 11)
20. Stres akademik merupakan stres yang termasuk pada kategori
distress(Rahmawati dan Adawiyah, 2017) (hal. 10)

Barseli, M., & Nikmarijal, N. (2017). Jurnal Konseling dan Pendidikan Konsep
Stres Akademik Siswa. 5(3), 143–148. https://doi.org/10.29210/119800
21. Pengertian stres akademik
52

“stres yang berpangkal dari proses pembelajaran seperti: tekanan untuk


naik kelas, lamanya belajar, mencontek, banyak tugas, lamanya belajar,
mencontek, banyak tugas, rendahnyahnya prestasi yang diperoleh,
keputusan rendahnyahnya prestasi yang diperoleh, keputusan menentukan
jurusan dan karir, serta kecemasan saat menghadapi ujian” (hal. 11)
22. Faktor stres belajar
“Ada beberapa faktor penyebab stres pada siswa yaitu tuntutan akademik
yang dinilai terlampau berat, hasil ujian yang buruk, tugas yang
menumpuk, dan lingkungan pergaulan”. (hal. 28)
23. Stres akademik adalah keadaan dimana siswa tidak dapat menghadapi
tuntutan akademik dan mempersepsi tuntutan akademik dan mempersepsi
tuntutan-tuntutan akademik yang diterima sebagai gangguan. Stres (hal.10)

Bullare, F., Bahari, B., & Ismail, R. (2009). Sumber stres, strategi daya tindak dan
stres yang dialami pelajar universiti. Jurnal Kemanusiaan, (2000). Retrieved
from
http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:Sumber+st
res+,+strategi+daya+tindak+dan+stres+yang+dialami+pelajar+universiti#0
24. Stres belajar
“Stres yang dialami pelajar disebabkan oleh sumber stres yang dialami
juga berkait dengan keputusan pemeriksaan pelajar” (hal. 13)

Desinta, S., & Ramdhani, N. (2013). Terapi tawa untuk menurunkan stres pada
penderita hipertensi. Jurnal Psikologi, 40(1), 13. Retrieved from
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7063/5515
25. “Sumber stres disebut stressor dapat berupa kondisi tubuh, kondisi
lingkungan, stimulus luar atau peristiwa yang diper- sepsi mengancam
oleh individu” (hal. 13)
26. “Stres terjadi jika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka
rasakan sebagai sesuatu yang mengancam kesehatan fisik atau
psikologisnya” (hal. 7)
53

27. Stres dapat bersifat positif dan negatif. Stres positif disebut juga eustress,
(hal. 14)

Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda Karya.


28. dimensi stres menjadi tiga yang disebut sebagai “the perceived stress
scale”(hal. 22)

Dhini Rama Dhania. (2010). Pengaruh Stres Kerja , Beban Kerja Terhadap
Kepuasan( Studi Pada Medical Representatif Di Kota Kudus ). Jurnal
Psikologi Universitas Muria Kudus, I(1), 15–23.
29. Jenis stres
“Stres dapat bersifat positif dan negatif.”
30. “Stres merupakan suatu kondisi internal yang terjadi dengan ditandai
gangguan fisik, lingkungan, dan situasi sosial yang berpotensi pada
kondisi yang tidak baik” (hal. 8)

Dian Nugraheni, Moh. Iqbal Mabruri, S. S. (2018). Efektivitas Membaca Al-


Qur’an Untuk Menurunkan Stres Akademik Pada Siswa Kelas Xi Sma Negeri
1 Kebumen. 10(1), 59–71.
31. “Stressor akademik merupakan sumber stres yang berasal dari proses
belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar
yang meliputi tekanan untuk naik kelas, lama belajar, menyontek, banyak
tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapat beasiswa, keputusan
menentukan jurusan dan karir, serta kecemasan ujian dan yang terakhir
adalah manajemen waktu” (hal. 11)

Ernawati, L., & Rusmawati, D. (2015). Dukungan sosial orang tua dan stres
akademik pada siswa smk yang menggunakan kurikulum 2013. Jurnal
Empatii, 4(4), 26–31.
32. “Stres akademik diartikan sebagai suatu keadaan individu mengalami
tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang stressor akademik, yang
54

berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan” (hal. 10)

Evanjeli, A. L. (2012). Hubungan Antara Stres, Somatisasi Dan Kebahagiaan.


Laporan Peneltian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mada.
33. “Stres memiliki efek negatif pada individu. Efek negatif stres tersebut
dibagi menjadi dua” (hal. 34)
Ferrari, R., Zio, I. Di, & Ferrari, A. (2012). SRIWIJAYA JOURNAL OF
MEDICINE. Analisis Faktor Risiko Terjadinya Stres Kerja Pada Dokter Gigi
Di Kota Palembang Chelly, 037, 46–51.
34. “Stres adalah sebuah keadaan adanya tekanan baik secara mental maupun
fisik yang dapat terjadi pada semua orang dalam satu waktu atau
berkelanjutan” (hal. 7)

Gunarsa, S.D. dan Singgih D. 2000 Gunarsa. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta: PT Gunung Mulia.
35. Salah bentuk emosi yang tidak menyenangkan adalah Kecemasan. (hal.36)

Gunawati, dkk. 2006. Hubungan Antara Efektifitas Komunikasi Mahasiswa-


Dosen Pembimbing Utama Skripsi Dengan Stres Dalam Menyusun Skripsi
Pada Mahasiswa. Semarang Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, vol 3,
no 2, Desember 2006.
36. Ada dua macam stres yang dihadapi oleh individu (hal. 19)
a. Stres yang ego-envolved
b. Stres yang ego-involved
37. Faktor yang mempengaruhi stress (smet) (hal.29)
a. Variable dalam diri individu
b. Karakteristik kepribadian
c. Variable sosial-kognitif
d. Hubunngan dengan lingkungan sosial
38. Faktor yang dapat menyebabkan stress (hal. 29)
55

a. Stressor rohani
b. Stressor mental
c. Stressor jasmani
39. Secara garis besar dampak stress dapat menimpa pada kondisi fisik dan
kondisi psikologis individu. (hal. 34)

Hardjana, Agus M. Stres tanpa Distres, Seni Mengolah Stres. Yogyakarta :


Kanisius. 2002.
40. gejala stress dibagi menjadi empat (hal. 20)
a. fisik
b. emosional
c. intelektual
d. interpersonal
41. tingkatan stress (hal. 26)

Haryono, T., & Digdaya, J. (2019). MODEL KONSELING JANGKEPING RAOS


UNTUK STRES. 1(1), 1–11.
42. Tahapan stres (hal. 23)

Hidayat, T. (2017). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Volume 2


Nomor 2 tahun 2017. Gaya Hidup Lgbt Di Tengah Masyarakat Kota Banda
Aceh, 2(September), 62–70.
43. Remaja sering mengalami stres akademik diakibatkan dari tuntutan baik
itu dari dalam diri maupun luar diri individu (hal. 11)
44. “jenis stress terdapat dua jenis stres, pertama stres yang positif yang
disebut eustress, stres jenis ini menimbulkan ketegangan dalam diri
individu, akan tetapi memiliki dampak yang bermanfaat dimana seseorang
akan lebih termotivasi untuk memyelesaikan tekanan-tekanan yang
diterima. Sedangkan yang kedua, jenis stres yang berdampak negatif yang
disebut distress, yaitu stres menimbulkan dampak buruk bagi stresor” (hal.
19)
56

Kinantie, O. A. (2012). Gambaran Tingkat Stres Siswa Sman 3 Bandung Kelas


Xii Menjelang Ujian Nasional 2012. Students E-Journal Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Padjajaran, 1–14. Retrieved from
http://journal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/739/785
45. Tahap stres
“Stres yang dikemukakan oleh Lovibond & Lovibond (Kinantie, 2012)
terbagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu tidak stres (normal), stres ringan,
stres sedang, stres berat, dan stres sangat berat (hal. 23)
46. Stres didefinisikan sebagai tuntutan yang melebihi kemampuan dan
membahayakan kesejahteraan (hal.6)

Khoiroh, A. (2011). studi kasus tentang strategi copin stres pada single parent.
Skripsi. Surabaya : IAIN SUNAN AMPEL.
46. Adapun yang dimaksud dengan coping maladaptif adalah Strategi Coping
yang cenderung kurang efektif atau bersifat maladaptive (hal. 42)
47. Satu hal yang perlu diingat bahwa stres tidak dapat dihindari karena setiap
manusia pasti memiliki stres. Namun yang perlu di lakukan adalah
mengkontrol stres tersebut hingga dapat menjadi optimal dan tidak
merugikan kesehatan. (hal. 9)
48. stres dapat menghasilkan berbagai respon. Berbagai peneliti telah
membuktikan bahwa respon- respon tersebut dapat berguna sebagai
indikator terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang
dialami individu. (hal. 7)
49. Beberapa tipe kepribadian yang rentan menderita gangguan stress (hal. 17)
50. stres berdasarkan jenis kelamin (hal. 21)
51. Strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun
perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi atau
meminimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan (hal.
42)
57

Kusumaningrum, A. T. (2013). Pengaruh Stressor dan Cara Belajar Terhadap


Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Diploma III Kebidanan Stikes
Muhammadiyah Lamongan. Universitas Sebelas Maret Institutional
Repostitory, 1(Xiv), 44–50.
52. “Seseorang dapat jatuh pada kondisi stres dimulai dari tahap pertama
( paling ringan ), tahap kedua, tahap ketiga, tahap keempat, tahap kelima,
tahap keenam (paling berat)” (hal. 23)
53. “Stres merupakan manifestasi dari munculnya suatu stresor, dampak dari
stresor bergantung pada sifat stresor, jumlah stresor, lama pemajanan
terhadap stresor, pengalaman masa la lu, tingkat perkembangan” (hal. 8)
54. dampak stresor yang dialami individu bergantung pada sifat stresor,
jumlah stresor, lama stresor, pengalaman masa lalu seseorang terhadap
stresor dan tingkat perkembangan individu (hal. 28)

Latifa Faristin, Sugeng Hariyadi, R. P. (2013). Faktor -Faktor Yang


Mempengaruhi Stres Kerja : Studi Pada Guru Bersuku Jawa. Journal of
Sosial and Industrial Psychology, 2(1), 64–68.
55. “faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres dikelompokkan dalam lima
kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam
organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan serta struktur
dan organisasi” (hal. 28)

Lumban Gaol, N. T. (2016). Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional.


Buletin Psikologi, 24(1), 1. https://doi.org/10.22146/bpsi.11224
56. stres adalah sebagai ganguan homeostasis yang menyebabkan perubahan
pada keseimbangan fisiologis yang dihasilkan dari adanya rangsangan
terhadap fisik maupun psikologis (hal. 5)
57. dalam lingkungan akademik stres merupakan pengalaman yang paling
sering dialami oleh para siswa baik yang sedang belajar di tingkat sekolah
ataupun dipreguruan tinggi (hal. 2)
58

Mahfar, M. (2007). Analisis faktor penyebab stres di kalangan pelajar. Jurnal


Kemanusiaan, 9, Jun 200, 62–72.
58. “Stres merupakan satu pengalaman atau kejadian yang sering dialami oleh
seseorang individu.” (hal. 8)

Marhamah, A. (2013). Kecemsan Dan Problem Focused Ibu Hamil. 1(3), 292–
302.
59. Problem focused coping usaha individu untuk mengurangi atau
menghilangkan stress yang dirasakannya dengan cara menghadapi masalah
yang menjadi penyebab timbulnya stress secara langsung. Usaha yang
dilakukan oleh individu lebih banyak diarahkan kepada bentuk- bentuk
usaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (hal. 42)

Munandar, Utami. (2002). Pemanduan Anak Berbakat: Suatu Studi Penjajagan.


Jakarta: Rajawali Press.
60. Mengelolah stres belajar sebagai usaha untuk mencegah timbulnya stres
(hal. 40-41)

Murtana, A. (2017). Naskah Publikasi. Hubungan antara harga diri dan interaksi
teman sebaya dengan stres belajar naskah.
61. “Stres belajar sebenarnya bukanlah konsep yang orisinil dan sama sekali
baru, tetapi lebih merupakan pengembangan dari konsep organizational
stress atau job stress, yakni stres yang dialami individu akibat tuntutan
organisasi atau tuntutan pekerjaannya” (hal. 9)

Nasutian, I. K. (2007). Mengendalikan Stres. 14–33.


62. stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan
individu merasa tegang, tidak jauh berbeda dengan pendapat yang
dikemukakan Atkinson bahwa stres mengacu pada peristiwa yang
dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang
(hal.7)
59

63. Sedangkan menurut Selye stres diawali dengan reaksi waspada (alarm
reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh
secara otomatis, seperti : meningkatnya denyut jantung, yang kemudian
diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai
tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu
untuk terus bertahan (hal. 7)

Ni’matuzahroh. 2015. Analisis Kesiapan Guru dalam Pengelolaan Kelas Inklusi.


Psichology Forum UMM. 978- 979- 796- 324- 8.
64. Stres akademik merupakan situasi tertekan yang dialami seorang dimana
terdapat tuntutan akademik yang ditandai dengan berbagai macam reaksi
yang meliputi reaksi fisik, emosi, kognitif dan tingkah laku. Reaksi ini
pada umumnya ditandai dengan reaksi fisik berupa pusing, sakit perut,
reaksi emosi berupa perasaan sedih, marah dan menangis, reaksi kognitif
seperti susah berkonsentrasi saat belajar, insomnia, sedangkan reaksi
tingkah laku seperti berteriak, melempar benda dan masih banyak lainnya
(hal. 11)

Nurmalasari, Y., Yustiana, Y. R., & Ilfiandra. (2015). Efektivitas restrukturisasi


kognitif dalam menangani stres akademik siswa. Bimbingan Dan
Konseling.
65. “Stres yang terjadi di lingkungan sekolah atau pendidikan biasanya
disebut dengan stres akademik, stres akademik merupakan salah satu
masalah belajar yang sudah banyak ditemui di sekolah” (hal. 10)
66. “Hasil penelitian Desmita (2010) menunjukkan pelaksanaan program
peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan kurikulum yang
diperkaya, intensitas belajar yang tinggi, rentang waktu belajar formal
yang lebih lama, tugas-tugas sekolah yang lebih banyak, dan keharusan
menjadi pusat keunggulan (agent of chalenge), telah menimbulkan stres di
kalangan siswa” (hal. 12)
67. Stres akademik merupakan salah satu bentuk distress yang diakibatkan
60

oleh pikiran negatif siswa terhadap tuntutan-tuntutan akademik sekolah.


(hal. 31)
68. Perasaan dan perilaku individu ditentukan oleh bagaimana individu
mengkonstruksi lingkungan (hal. 39)

Nur, S. (2013). Konflik, stres kerja dan kepuasan kerja pengaruhnya terhadap
kinerja pegawai pada Universitas Khairun Ternate. Jurnal EMBA, 1(3), 739–
749.
69. bahwa dari perspektif orang biasa, stres dapat digambarkan sebagai
perasaan tegang, gelisah atau khawatir, semua perasaan merupakan
manifestasi dari pengalaman stres, suatu terprogram yang kompleks untuk
mempersepsikan ancaman yang dapat menimbulkan hasil yang postif
maupun negatif. Hal tersebut berarti bahwa stres dapat berdampak negatif
atau positif terhadap psikologis dan fisiologis (hal. 7)
Rahmawati, D. D. (2012). Universitas sumatera utara. Child Development, 72(X),
9–18. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
70. Stres merupakan suatu tekanan pada diri individu yang biasanya diikuti
dengan adanya gejala-gejala fisiologis, seperti otot mengencang, denyut
jantung meningkat, pernafasan menjadi cepat dan dangkal serta beberapa
gejala lain yang bersifat somatis. Hal ini biasanya terjadi karena adanya
keinginan atau kebutuhan yang kurang atau tidak terpenuhi (hal. 8)

Rahmi, N. (2013). Hubungan Tingkat Stres Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa


Tingkat Ii Prodi D-Iii Kebidanan Banda Aceh Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Nad Ta. 2011/2012. Jurnal Ilmiah STIKes U’Budiyah,
2(1), 66–76.
71. “faktor- faktor psikis memang memiliki peran yang sangat menentukan
dalam proses belajar dan hasilnya dalam keadaan stabil dan normal
perasaan sangat menolong individu melakukan perbuatan belajar” (hal. 2)

Richard L. (2010). Era baru manajemen, Edisi 9, Buku 2, Salemba Empat, Jakarta.
61

72. Ada beberapa istilah psikologis populer yang sering dikaburkan sebagai
“stres”. Pada hakikatnya, tentunya kata ini merujuk pada sebuah kondisi
seseorang yang mengalami tuntutan emosi berlebihan dan atau waktu yang
membuatnya sulit memfungsikan secara efektif semua wilayah kehidupan.
Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak gejala, seperti
depresi, kelelahan kronis, mudah marah, gelisah, impotensi, dan kualitas
kerja yang rendah (hal. 6)
73. Individu yang berada dalam kondisi stres, kondisi fisiologisnya akan
mendorong pelepasan gula dari hati dan pemecahan lemak tubuh, dan
bertambahnya kandungan lemak dalam darah (hal. 32)

Rizky Dianita Segarahayu. (2013). Pengaruh Manajemen Stres Terhadap


Penurunan Tingkat Stres Pada Narapidana di LPW Malang. Psikologia-
Online, 1–16. Retrieved from http://jurnal-
online.um.ac.id/data/artikel/artikelDEB288149FBAA98C9CB27EB18035D9
5A.pdf
74. “Stres dalam bentuk apapun adalah bagian dari kehidupan sehari-hari.
Apabila individu tersebut kurang mampu mengadaptasikan dirinya dengan
tuntutan-tuntutan atau masalah-masalah yang muncul, maka individu
tersebut akan cenderung mengalami stres” (hal. 5-6)

Rumiani. 2006. Prokrastinasi Akademik Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi dan


Stres Mahasiswa. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 3(2), 37-48.
75. menyebutkan bahwa stres terjadi melalui beberapa tahapan (hal. 2-5)
76. Pengertian stres menurut Fontana (1993) adalah ketidakcocokan antara
kemampuan dan ketrampilan seseorang dengan tuntutan atau
kebutuhannya. (hal. 5)
77. Kondisi stres, secara fisik akan menampakkan ciri seperti denyut nadi
meningkat, mudah berkeringat terutama di daerah telapak tangan, daya
tahan tubuh menurun sehingga rentan terhadap beberapa penyakit.
Sedangkan secara kognitif akan menampakkan gejala seperti konsentrasi
62

yang mudah terganggu dan menurun, kemampuan menghadapi masalah


yang kurang, intrusif. Secara emosi, akan menunjukkan gejala seperti
muncul rasa takut, cemas, rasa malu, marah, depresi dan penolakan (32-
33)
78. Kondisi internal maupun eksternal di sekitar individu potensial untuk
menjadi sumber stress (hal. 27)
79. beberapa sumber stres yaitu (hal. 31)
80. Moore (2006) menyatakan bahwa stress mahasiswa berbeda dalam hal
stresor. Pada mahasiswa stresor dapat berupa keuangan, beban tugas, ujian
dan masalah interaksi dengan temannya. (hal. 10)
81. Stresor yang terlalu banyak (overloaded) akan menyebabkan kelelahan
(fatigue) sehingga dapat menurunkan kinerja seseorang (Taylor, 1995 ;
Friedberg, 1996). (hal. 33-34)
82. Efek stres sendiri seringkali muncul lama setelah stresor itu sendiri tidak
muncul, terkadang individu dapat menyesuaikan dengan stresor yang
bersifat moderat dan dapat diprediksi kemunculannya, sehingga individu
tersebut akan menjadi tenang (hal. 36-37)

Safaria, T. (2006). Stres Ditinjau dari Active Coping, Avoidance Coping dan
Negative Coping. Humanitas, 3, 87–93.
83. Stres tidak bisa dipisahkan dalam setiap aspek kehidupan. Stres bisa
dialami oleh siapa saja. Stres memiliki implikasi negatif jika berakumulasi
dalam kehidupan individu tanpa ada solusi yang tepat. (hal. 3)
84. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya
tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa
lesu dan lemah, kesulitan tidur nyenyak. Dampak perilaku yang muncul
antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah, malas kuliah,
penyalahgunaan obat dan alkohol, dan terlibat dalam kegiatan mencari
kesenangan beresiko yang berlebihan. (hal. 32)
63

85. Salah satu faktor yang ikut menentukan bagaimana stres bisa dikendalikan
dan diatasi secara efektif adalah strategi coping yang digunakan individu
(hal. 27-28)
86. tergantung secara penuh pada persepsi individu terhadap situasi yang
berpotensi mengancam. Penilaian individu terhadap sumber daya yang
dimilikinya menentukan bagaimana individu memandang sebuah situasi
spesifik sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan atau ancaman yang
berbahaya. (hal. 5)

Sandra, R., & Ifdil, I. (2015). Konsep Stres Kerja Guru Bimbingan Dan Konseling.
Jurnal EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 1(1), 80–85.
https://doi.org/10.29210/12015254
87. Quinck & Quick mengkatagorikan stres kerja dalam dua jenis (hal. 18)
a. Eustress
b. Distress

Sari, I., & Lubis, L. (2018). Hubungan stres belajar dengan prestasi sekolah.
Jurnal Diversita. 4(2), 90–98.
88. Stres menjadi topik penting dalam lingkup akademik dimana bidang
akademik tidak lepas dari aktivitas- aktivitas yang membuat stres (hal. 12)

Sudarsana, I. K. (2017). Peningkatan mutu pendidikan agama hindu melalui


efektivitas pola interaksi dalam pembelajaran di sekolah. Prociding SEMAYA
2: Seminar Nasiona Agama & Budaya, (Semaya II), 134–142. Retrieved
from
http://proceedings.jayapanguspress.org/index.php/semaya2/article/view/51
89. Sekolah sebagai pendidikan formal merupakan lembaga yang memiliki
kewajiban untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi yang
berkarakter luhur. (hal. 1)

Sudrajat, A. (2011). Mengapa Pendidikan Karakter? Pendidikan Karakter, 1(1),


64

47–58. https://doi.org/10.21831/jpk.v1i1.1316
90. Sudah menjadi kesadaran bersama bahwa dunia pendidikan merupakan
cara yang telah dilakukan umat manusia sepanjang kehidupannya untuk
menjadi sarana dalam melakukan transmisi dan transformasi baik nilai
maupun ilmu pengetahuan. (hal. 1)

Sun, J, Dunne, MP, Hou, Xiang-Yu & Xu, Ai-Qiang. (2011). Educational Stress
Scale for Adolescent. Journal of psychoeducational Assesment. Diakses pada
tanggal 7 Maret 2016 dari http://dx.doi.org/
91. terdapat lima aspek stres akademik (hal. 14)
a. tekanan belajar
b. beban tugas
c. kekhawatiran terhadap nilai
d. ekspetasi diri
e. keputusan

Taufik, T., & Ifdil, I. (2018). Kondisi Stres Akademik Siswa SMA Negeri di Kota
Padang. Jurnal Konseling Dan Pendidikan, 1(2), 143.
https://doi.org/10.29210/12200
92. Di kalangan remaja Indonesia banyak ditemukan fenomena ketidak
mampuan siswa mengelola stress. Akibatnya akan berbuntut pada hal-hal
tragis seperti melarikan diri dan bunuh diri (hal. 3)
93. Sebagian besar sumber stres siswa berasal dari masalah akademik (hal. 2)
94. Perubahan tuntutan belajar dari masa sebelumnya juga menyebabkan
munculnya gejala stress. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh tuntutan
yang tinggi terhadap prestasi siswa (hal. 2)

Wahyudi, R., Bebasari, E., & Nazriati, E. (2015). Hubungan kebiasaan


berolahraga dengan tingkat stres pada mahasiswa fakultas kedokteran
universitas riau tahun pertama. Jurnal Olahraga Stres, 2(2), 1–11.
https://doi.org/10.6067/XCV81C1XQ4
65

95. “Dampak positif dari stres tersebut berupa peningkatan kreativitas dan
memicu pengembangan diri, selama stres yang dialami masih dalam batas
kapasitas individu tersebut.” (hal. 32)

Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Jakarta : Refika Aditama.


96. Sebagai dampak dari kondisi masyarakat atau individu yang stres mudah
memunculkan bentuk perilaku agresif karena berbagai faktor kesenjangan
kondisi dan status masyarakat yang mencolok (hal. 32)
97. beberapa gejala yang dapat dilihat untuk mengatahui stress yang dialami
seseorang (hal. 19)
98. Pusat syaraf otak akan mengaktifkan saraf simpatis, sehingga mendorong
sekresi hormon adrenalin dan kortisol yang akhirnya akan memobilisir
hormon-hormon lainnya (hal. 32)
99. Sebagai dampak dari kondisi masyarakat atau individu yang stres mudah
memunculkan bentuk perilaku agresif karena berbagai faktor kesenjangan
kondisi dan status masyarakat yang mencolok (hal.33 )

Yusuf, S. 2004. Mental Hygiene : Pengembangan Kesehatan Mental dalam


Kajian Psikologi dan Agama. Bandung: Pustaka Bani Quraisi.
100. pengelolaan stres disebut juga dengan istilah coping. Coping adalah
proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang ditaksir sebagai
beban karena diluar kemampuan diri individu. (hal. 41)

Zahn, F., Schäffer, A., & Fröning, H. (2018). Evaluating energy-saving strategies
on torus, k-Ary n-Tree, and dragonfly. Proceedings - 2018 IEEE 4th
International Workshop on High-Performance Interconnection Networks in
the Exascale and Big-Data Era, HiPINEB 2018, 2018–January, 16–23.
https://doi.org/10.1109/HiPINEB.2018.00011
101.Individu cenderung berkonsentrasi dalam tugas- tugas yang mereka
rasakan mampu dan percaya dapat menyelesai- kannya serta menghindari
tugas-tugas yang tidak dapat mereka kerjakan (hal. 12)
66

Anda mungkin juga menyukai