Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KESEHATAN MENTAL

“GRATITUDE”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Mental

Dosen Pengampu: Farida Hidayati S.Psi., M.Si.

Disusun oleh:

Adilah Zahra Salsabila (G0119001)

Amelia Yuan Rachmadhani (G0119011)

Endika Rachel Setyawan (G0119036)

Farah Fauziyah (G0119041)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2021
A. PENGERTIAN GRATITUDE (BERSYUKUR)

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), syukur berarti (1) rasa
terimakasih kepada Allah (2)perasaan beruntung (lega, senang). Sedangkan penjelasan
dalam al- Qur’an, kata syukur berasal dari bahasa Arab yaitu syakara, syukuran, wa
syukuran yang berarti berterima kasih kepada- Nya. Dalam istilah psikologi,
kebersyukuran merupakan padanan arti dari gratitude. Menurut Ibnu Ujaibah, definisi
syukur adalah kebahagiaan hati atas nikmat yang diperoleh yang diikuti dengan
pengarahan seluruh anggota tubuh supaya taat kepada Sang Pemberi nikmat serta
pengakuan atas segala nikmat yang diberiNya dengan rendah hati (Isa, 2010).
Menurut Sayyid, syukur adalah mempergunakan semua nikmat yang telah Allah
berikan berupa penglihatan, pendengaran, dan lainnya sesuai dengan tujuan
penciptaannya (Isa, 2010).

Secara empiris, syukur adalah keadaan yang menyenangkan dan berhubungan


dengan emosi positif (Walker dkk dalam Snyder & Lopez, 2005). Robert emmons,
psikolog dan pakar syukur menjelaskan rasa syukur sebagai pengakuan atas kebaikan
dalam hidup kita, seringkali karena tindakan orang lain (Emmonse & Mccullough,
2003). Saat bersyukur, individu mengidentifikasi dan menghargai niat serta upaya
yang terlibat dalam tindakan (Emmonse & Mccullough, 2003). Menurutnya,
kebersyukuran adalah suatu kecenderungan untuk menyadari dan merespon dengan
rasa terima kasih terhadap diri sendiri atau orang lain dalam pengalaman positif atau
negatif yang dialami.

Menurut Emmons (2007), segala kata yang berasal dari kata gratia selalu
berhubungan dengan kebaikan, kemurahan hati, dan keindahan memberi maupun
menerima. Secara konseptual, gratitude terbagi dalam dua tingkat, yaitu state
(keadaan) dan trait (sifat). Sebagai sebuah keadaan, gratitude berarti perasaan
subjektif berupa kekaguman, berterimakasih dan menghargai segala sesuatu yang
diterima. Sedangkan sebagai sifat, gratitude diartikan sebagai kecenderungan
seseorang untuk merasakan gratitude dalam hidupnya, meskipun kecenderungan
untuk merasakan gratitude itu tidak selalu muncul namun seseorang yang
memiliki kecenderungan ini akan lebih sering berterima kasih dalam situasi -
situasi tertentu.
Rasa syukur memiliki berbagai konsep, bisa sebagai emosi, sikap, moral
virtue, kebiasaan, karakter kepribadian, dan tindakan coping. Sebagai keadaan
psikologis, rasa syukur adalah perasaan kagum, terimakasih, dan penghargaan
terhadap kehidupan (Emmons & Shelton dalam Snyder dkk, 2005). Perasaan tersebut
dapat diekspresikan kepada orang lain, dan juga terhadap makhluk lain seperti alam
atau sumber lain selain manusia (Tuhan, binatang).

B. JENIS BERSYUKUR

Menurut Peterson dan Seligman (dalam Nadhiroh, 2012), bersyukur terbagi


atas dua jenis:

1. Personal

Rasa berterima kasih yang ditujukan kepada orang lain yang telah memberikan
kebaikan atau sebagai adanya (kehadiran) diri mereka. Contoh: bersyukur atas
kehadiran orang tua yang selalu merawat dari bayi hingga dewasa

2. Transpersonal

Ungkapan terima kasih kepada Tuhan, kepada kekuatan yang lebih tinggi, atau
kepada dunianya. Contoh: senantiasa beribadah kepada Tuhan sebagai bentuk rasa
syukur telah diberikan kebahagiaan hidup di dunia.

C. INDIKATOR BERSYUKUR

Berikut ini adalah indikator tingkah laku dari bersyukur yang digunakan dalam
penyusunan alat ukur berdasarkan komponen bersyukur yang sudah disajikan peneliti
dari Watkins (2003) dan Fitzgerald (1998):

Komponen Jenis Indikator

Transpersonal Menyadari kesenangan sederhana


(simple pleasure) yang diperoleh dari
Rasa apresiasi (sense Tuhan dan kehidupan.
of appreciation)
terhadap orang lain
ataupun Tuhan dan Mengakui kebaikan Tuhan untuk
kehidupan kita.
kehidupan. Memandang kehidupan dan Tuhan
secara positif.

Personal Menyadari kesenangan sederhana yang


diperoleh dari orang lain.

Mengakui peran orang lain untuk


kesejahteraan kita.

Memandang orang lain secara positif

Transpersonal Merasa puas dengan hidupnya(sense of


abundance)
Perasaan positif
terhadap kehidupan
yang dimiliki Merasa bahagia dengan keadaan dirinya

Personal Merasa bahagia karena keberadaan


orang lain

Transpersonal Melakukan ibadah sebagai wujud syukur


pada Tuhan

Kecenderungan untuk Menjalani aktivitas sebaik mungkin


bertindak sebagai sebagai bentuk terima kasih kepada
ekspresi dari perasaan hidup dan Tuhan
positif dan apresiasi
yang dimilikinya
Personal Membantu orang lain sebagai wujud
terima kasih

Membalas kebaikan orang lain sebagai


wujud apresiasi

D. FAKTOR BERSYUKUR

McCullough, et.al. (2002), menyatakan bahwa terdapat 3 faktor yang


mempengaruhi gratitude yaitu:
1. Emotionality, yaitu suatu kecenderungan dimana seseorang merasa emosional
dan menilai kepuasan hidupnya.
2. Prosociality, yaitu kecenderungan seseorang untuk diterima di lingkungan
sosial.
3. Religiousness, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai transendental,
keagamaan, dan keimanan seseorang.

E. KOMPONEN BERSYUKUR

Ahli psikologi barat, Lopez dan Snyder (dalam Nadhiroh, 2012) serta Emmons
(2007), mengemukakan tiga komponen dalam bersyukur:

1. Rasa Apresiasi

Apresiasi yang ditujukan kepada orang lain atau sesuatu, meliputi


perasaan cinta dan kasih sayang.

2. Niat Baik

Niat baik yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu, meliputi


keinginan untuk membantu orang lain yang kesusahan, keinginan untuk
berbagi, dll. Niat baik juga sering disebut motif moral (moral motive) yaitu
rasa syukur atau berterima kasih mendorong seseorang untuk bertindak timbal
balik terhadap orang lain yang membantunya secara langsung (direct
reciprocity) ataupun hal lain (Upstream reciprocity).

3. Bertindak Positif

Kecenderungan bertindak positif berdasarkan rasa penghargaan dan


kehendak baik, meliputi keinginan untuk menolong orang lain, membalas
kebaikan orang lain, beribadah, dll. Bisa juga ditunjukkan dalam rasa syukur
sebagai sebuah emosi moral dimana dapat menggerakkan seseorang untuk
memperhatikan orang lain atau mendukung ikatan sosial yang suportif.
F. ASPEK BERSYUKUR

Menurut Mc Cullough (dalam Nadhiroh, 2012), aspek-aspek bersyukur terdiri


atas empat unsur:

1. Intensitas (Intensity)

Seseorang banyak mengalami perasaan bersyukur ketika mengalami


suatu peristiwa yang positif.

2. Frekuensi (Frequency)

Seberapa sering seseorang bersyukur. Seseorang yang memiliki


kecenderungan bersyukur akan merasakan banyak perasaan bersyukur setiap
harinya, serta akan dapat menimbulkan dan mendukung tindakan kebaikan
atau kesopanan.

3. Rentang Waktu (Span)

Merujuk pada sejumlah kondisi kehidupan dimana seseorang merasa


bersyukur pada waktu tertentu, maksudnya dari berbagai peristiwa dalam
kehidupan dapat membuat seseorang merasa bersyukur, misalnya merasa
bersyukur karena keluarga, pekerjaan, kesehatan , dll.

4. Kepadatan (Density)

Menunjukkan seberapa banyak hal-hal yang dapat disyukuri dan


kepada siapa saja rasa syukur tersebut disampaikan (dianggap telah membuat
seseorang bersyukur), misalnya orang tua, teman, keluarga, dll.

Menurut Wood (dalam Cahyono,2015) menyebutkan bahwa terdapat


delapan aspek dari gratitude yaitu :

a. Perbedaan pengakuan individu.


b. Apresiasi dari orang lain.
c. Fokus pada apa yang ada dalam diri individu.
d. Perasaan kagum ketika melihat keindahan.
e. Perilaku yang mengekspresikan rasa syukur.
f. Penghargaan akan memahami kehidupan pendek.
g. Fokus dalam keadaan positif pada masa sekarang.
h. Perbandingan sosial yang positif.

G. CIRI-CIRI ORANG BERSYUKUR

Watkins (Emmons & McCullough, 2004) menjelaskan tiga ciri-ciri orang


bersyukur, yakni :
1. Sense of abundance

Abundant artinya mengarahkan pada kondisi individu yang merasakan bahwa


hidupnya selalu melimpah dan diberikan anugerah. Individu tidak merasa
kekurangan satu apapun. Individu juga merasakan bahwa dirinya telah menerima
lebih dari apa yang berhak diterimanya.

2. Appreciation of simple pleasure

Merupakan bentuk penghargaan dalam diri terkait dengan pengalaman-


pengalaman maupun hal-hal yang telah dilakukan walaupun sifatnya sangat
sederhana.

3. Appreciation of others

Mengarahkan bentuk penghargaan individu terhadap individu lain sebagai


bentuk respon terhadap kontribusi yang sudah diberikan orang lain tersebut. Selain
itu, individu yang bersyukur harus menyadari bahwa memberikan apresiasi
merupakan hal yang penting.

Ciri-ciri orang bersyukur (Sulistiana, 2020), yakni telah merasa berlimpah,


menghargai hal yang sederhana dan menghargai orang lain.

H. BAGAIMANA RASA BERSYUKUR ITU TUMBUH?

Menurut Emmons & Mccullough, 2004 dalam Imam Setyadi (2016) gratitude
merupakan suatu emosi positif yang khas dengan rasa terima kasih yang muncul
ketika kita menerima kebaikan (termasuk kindness, compassion, love), manfaat, atau
hal altruistik dari pihak lain atau bersifat sosial, bisa saja mendapat sesuatu hal yang
kita tidak layak menerimanya bukan dari upaya kita sendiri (gift). Namun tidak
semuanya pemberian dari orang lain menimbulkan gratitude, ada pemberian yang
sifatnya sebagai rasa impas saja, atau pemberian yang justru membuat penghayatan
negatif (indebtedness / rasa hutang budi) yang menimbulkan perasaan sungkan atau
rendah diri dan menimbulkan kegelisahan untuk secepatnya membalas budi untuk
memulihkan self-esteemnya dan posisi sosialnya.

Perasaan Gratitude lebih mudah muncul ketika dalam kondisi- kondisi


berikut:

1. Persepsi adanya niat baik orang lain untuk berbuat baik kepada kita (menurut
Heider 1958). Ketika kita sudah mempersepsikan bahwa orang tersebut
memberikan niat baik yang tulus seperti kebaikan, atau pemberian bantuan
altruistik, meskipun orang tersebut belum sempat melakukannya secara
sempurna / hampir melaksanakan secara sempurna yang akhirnya dapat
menumbuhkan perasaan bersyukur. Namun perlu hati-hati, bisa saja ketika
niat baik yang tulus ini tidak terbaca atau keliru (adanya kesan ambigu atau
tidak tulus) bisa saja dapat menimbulkan kesalahpahaman.
2. Persepsi bahwa suatu perbuatan baik tidak mudah dilakukan, namun butuh
pengorbanan yang besar dari yang memberi (McCullough, Kilpatrick,
Emmons, R. A., & Larson, D. (2001). Ketika kita memiliki persepsi bahwa
perbuatan baik sangat mudah dilakukan oleh orang lain dan tidak
membutuhkan pengorbanan maka kita akan merasa biasa saja dan susah untuk
menimbulkan rasa bersyukur.
3. Pemberian merupakan hal yang bernilai tinggi bagi kita. setiap orang memiliki
areanya masing-masing yang sangat penting dan emosional. ketika suatu
pemberian terkait dengan area yang bernilai tersebut maka pemberian tersebut
akan merasa berharga dan menimbulkan rasa syukur.
4. Perasaan jika pemberi/penolong bukan hanya sekedar karena kewajiban atau
pemberi telah memberi kelebihan kewajibannya (Emmons & Clumpler (2000).
contohnya adalah banyak anak yang memiliki persepsi yang keliru bahwa
kewajiban orang tua adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga rasa
gratitude tersebut tidak bangkit. sebaliknya jika kita merasa bahwa orang
tersebut sebenarnya tidak wajib membantu kita tetapi mereka tetap
memberikan pengorbanan yang besar kepada kita maka gratitude itu akan
muncul.
I. MANFAAT BERSYUKUR BAGI KESEHATAN MENTAL
1. Rasa Syukur Merupakan Pondasi Kesehatan Mental

Rasa syukur dapat menjadikan seseorang memperoleh keuntungan baik


secara emosi dan interpersonal. Rasa syukur merupakan sikap dan keadaan
emosional seseorang terhadap kehidupan yang merupakan sumber kekuatan
bagi manusia dalam meningkatkan kesejahteraan pribadi serta relasional
seseorang (Emmons & Clumpler, dalam Rahayu & Setiawati, 2019).

2. Memberi Kesejahteraan Psikologis

Santrock (dalam Rahayu & Setiawati, 2019), mengemukakan bahwa


kesejahteraan psikologis dapat memberikan banyak manfaat, salah satunya
adalah menjaga kesehatan. Apabila seseorang memiliki kesejahteraan
psikologis yang tinggi, maka akan mendukung kesehatan yang lebih baik,
meningkatkan usia harapan hidup, memperpanjang umur, dan
menggambarkan kualitas hidup pada fungsi individu.

3. Dapat Menurunkan Pengaruh Negatif

Bersyukur dapat meningkatkan kesejahteraan, seseorang yang


memiliki rasa syukur yang tinggi ternyata memiliki rasa iri hati dan tingkat
depresi yang rendah. kurang bersyukur itu menimbulkan kedengkian dan
banyak mengeluh. Orang yang kurang bersyukur berfokus pada apa yang tidak
dimilikinya, dan selalu membandingkan apa yang menjadi miliknya dengan
yang dimiliki orang lain.

J. CONTOH PENELITIAN TERKAIT DENGAN GRATITUDE

Judul An attitude of gratitude: The effects of body-focused


gratitude on weight bias internalization and body
image
Jurnal Elsevier, Body image, 25, 9-13.

Tahun 2018

Penulis Jamie Dunaev, Charlotte H.Markey, Paula M.Brochu

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk meneliti efektivitas


rasa bersyukur pada tubuh melalui latihan menulis
singkat sebagai strategi untuk mengurangi bias berat
badan internal dan ketidakpuasan tubuh dikaitkan
dengan sejumlah psikologis negatif.

Metodologi 1. Partisipan
Partisipan direkrut melalui aplikasi
Amazon.com’s mechanical Turk service.
MTurk adalah sumber pengumpulan data
online yang terbukti menghasilkan data yang
dapat diandalkan dari beragam peserta.
Terdapat 369 dengan 185 menjadi kelompok
eksperimen body gratitude, dan 184 menjadi
kelompok kontrol dengan rentang usia 18-25
tahun.
2. Prosedur
Untuk kelompok body gratitude mereka akan
dimunculkan suatu iklan latihan menulis yang
diikuti dengan survei singkat tentang sikap
mereka pada aplikasi mTurk Service. Peserta
yang menanggapi dan memberikan
persetujuan secara acak akan ditetapkan pada
kelompok body gratitude. setelah
menyelesaikan latihan menulis, mereka
menyelesaikan prosedur yang ada dengan
menyelesaikan pengukuran yang menilai
kepuasan tubuh mereka, evaluasi penampilan,
bias berat badan internal, menyelesaikan
pemeriksaan manipulasi instruksional, dan
memberikan informasi demografis.
Dengan Konsep yang sama untuk kelompok
kontrol namun dengan instruksi yang berbeda
pada latihan menulis di kelompok body
gratitude.
3. Pengukuran hasil
a. untuk mengukur Body satisfaction
and appearance evaluation,
menggunakan subsakal dari
Multidimensional Body-Self Relations
Questionnaire untuk menilai citra
tubuh.
b. untuk mengukur Weight bias
internalization dengan menggunakan
11 aitem yang telah dimodifikasi dari
Weight Bias Internalization Scale.
c. Adanya pemeriksaan manipulasi
instruksional yang digunakan untuk
menentukan apakah peserta aktif
membaca instruksi.
4. Analisis Statistik
Menggunakan aplikasi SPSS

Hasil 1. Fokus partisipan untuk merespon body


gratitude dalam berhubungan pada
ketertarikan mereka dalam merespon
pertanyaan untuk evaluasi penampilan,
dengan membuat fokus pada penampilan,
fokus pada fungsionalitas, fokus pada
kesehatan, atau fokus yang tidak jelas yang
diberi pengkodean. Berdasarkan analisis
varian satu arah (anova) menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
evaluasi penampilan (F= 0,59), kepuasan
tubuh (F= 0,67), atau internalisasi bias bobot
(F= 0,21) berdasarkan fokus respon.
2. Berdasarkan hasil analisis independent
sample t-test menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kondisi
peserta dan usia, jenis kelamin, ras, atau
tingkat pendidikan.
3. jika dibandingkan dengan kelompok kontrol
pada hasil analisis di atas, peserta dalam
kondisi bersyukur evaluasi penampilan
mereka lebih baik, lebih puas, dan positif,
sementara internalisasi ias berat badan lebih
rendah.

Kesimpulan Dibandingkan dengan partisipan yang berada dalam


kelompok kontrol, partisipan pada kelompok
bersyukur lebih baik pada evaluasi penampilan dan
kepuasan tubuh serta bias berat yang terinternalisasi
yang rendah. hal ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yaitu yang menunjukkan terdapat efek
positif ketika memiliki rasa syukur secara umum
pada citra tubuh. Maka dari itu latihan menulis
bersyukur sebagai strategi untuk mengurangi bias
berat badan internal dan ketidakpuasan tubuh cukup
efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Aniyatussaidah, Aulia Ilfana & Supriadi Suaib. (2021). Gratitude pada Masa Pandemi
COVID- 19 di Usia Produktif . Jurnal Syntax Transformation, 2 (1), 22-31.

Dunaev, J., Markey, C. H., & Brochu, P. M. (2018). An attitude of gratitude: The effects of
body-focused gratitude on weight bias internalization and body image. Body image,
25, 9-13.

Listiyandini, R. A., Nathania, A., Syahniar, D., Sonia, L., & Nadya, R. (2015). Mengukur
rasa syukur: Pengembangan model awal skala bersyukur versi Indonesia. Jurnal
Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology, 2(2), 473-496.

Nadhiroh, A. (2012). Hubungan kebersyukuran dengan kebermaknaan hidup orang tua yang
memiliki anak autis (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim).

Pitaloka, Dzikrina Anggie & Anastasia Ediati. (2015). Rasa Syukur dan
Kecenderungan Perilaku Prososial pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro. Jurnal Empati, 4(2), 43- 50.

Prabowo, Adhyatman. (2017). Gratitude and Psychological Well-being pada


Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 5(2). 260- 270.

Rahayu, I. I., & Setiawati, F. A. (2019). Pengaruh Rasa Syukur Dan Memaafkan Terhadap
Kesejahteraan Psikologis Pada Remaja. Jurnal Ecopsy, 6(1).

Ratnasari, I., & Sulistiana, D. (2020). Teknik Menulis Jurnal untuk Meningkatkan Rasa
Syukur (Gratitude) pada Remaja. Journal of Innovative Counseling: Theory,
Practice, and Research, 4(01), 34-40.

Setyadi, A. I. (2016). Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan. Jakarta:


PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai