TESIS
Oleh
GRACE L. A. TURALAKI
13202111006
TESIS
Oleh
GRACE L. A. TURALAKI
13202111006
NIM : 13202111006
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Lucia C. Mandey, MS Prof. Dr. dr. Grace D. Kandou, M.Kes
1. Karya tulis Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian Saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Komisi Pembimbing dan para Tim
Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau
sebagai acuan dalam naskah tersebut nama pengarang dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
4. Pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
diperoleh karya tulis ini, saya bersedia untuk menerima sanksi akademik serta
sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.
NIM : 13202111006
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
(Familia, 2010; Team Dee Publishing, 2010; Lakin and Wood, 2012; Irianto,
mempertahankannya.
Masalah disfungsi ereksi merupakan masalah yang dialami oleh banyak pria di
dunia. Lebih dari 50% pria berusia 40 dan 70 tahun mengalami disfungsi ereksi
dan angka ini naik mendekati 70% pada usia 70 tahun (Team Dee Publishing,
2010; Sherwood, 2014). Pada tahun 1995 diperkirakan 152 juta pria mengalami
disfungsi ereksi dan pada tahun 2025 jumlahnya akan menjadi 322 juta pria
penambahan sebanyak 170 juta penderita dalam kurun waktu 30 tahun (Anonim,
diperkirakan ada sekitar 17.781 kasus baru disfungsi ereksi di Massachusetts dan
617.715 kasus di Amerika Serikat setiap tahun (Lakin and Wood, 2012). Pada
1
Di Indonesia belum ada data pasti tentang jumlah pria yang mengalami
yaitu faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor fisik meliputi gangguan atau
penyakit yang berkaitan dengan gangguan hormon, pembuluh darah dan saraf
penyakit jantung, penyakit ginjal dan obesitas), gaya hidup tidak sehat (misalnya,
dan kurang tidur), efek samping obat (misalnya, obat anti hipertensi, obat anti
depresi, obat penenang dan obat tidur secara berlebihan atau dalam jangka
panjang), serta akibat operasi yang potensial merusak saraf pelvis atau kavernosus
dan bedah prostat). Faktor psikologis disebabkan oleh stres, depresi, kecemasan,
(Anonim, 2014c; Familia, 2010; Team Dee Publishing, 2010; Pangkahila, 2011;
Irianto, 2014).
proses pembentukan hormon pada pria. Dalam proses produksi, testis sebagai
pabrik sperma dan hormon membutuhkan suhu yang lebih dingin daripada suhu
tubuh, yaitu 34-350 Celcius. Hal ini sangat penting untuk terjadinya proses yang
2
keinginan seksual pada otak (sistem sentral) dan ditransmisikan ke sistem perifer
sehingga terjadi ereksi penis. Testosteron termasuk bagian dari hormon androgen
yang berperan pada kedua sistem tersebut dan mempertahankan struktur normal
dari jaringan ereksi (Vignozzi et al, 2005; Nasser, 2006; Traish and Guay, 2006;
Pan et al, 2006; Bai and Deng, 2006; Davies and Melman, 2008).
Paparan yang lama atau reguler dalam suhu panas dapat mengubah
kemampuan tubuh menjaga suhu testis sehingga dapat menyebabkan atrofi testis
terjadinya defisiensi hormon testosteron dan pada akhirnya merupakan salah satu
bagi perokok aktif maupun yang bukan perokok namun berada di sekitarnya
ada 13 milyar perokok di dunia dan sepertiganya berasal dari populasi global yang
terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 141 juta orang (Gondodiputro, 2007).
Pada hasil survei MMAS ditemukan bahwa pada perokok memiliki resiko 24%
terjadinya disfungsi ereksi sedang dan berat, sementara pada bukan perokok hanya
menuju penis, mengurangi aliran darah dan tekanan darah menuju penis. Ereksi
tidak dapat terjadi bila darah tidak mengalir bebas ke penis. Efek ini meningkat
2010; Team Dee Publishing, 2010; Anonim, 2014a). Selain itu nikotin juga
3
dapat berpengaruh langsung pada fungsi endotel dan otot polos ruang-ruang
darah di dalam penis terganggu sehingga aliran darah terhambat dan ereksi
dalam olah seksual (Familia, 2010; Team Dee Publishing, 2010). Menurut
menunjukkan libido yang menurun dan 40% menderita kesulitan ereksi, walaupun
(Mayo Clinic, 2011; Grover et al, 2014). Penelitian Lee et al (2010) pada laki-
standar atau lebih per minggu dapat mengurangi kepuasan seksual dan
penduduk Taiwan dari suku aborigin menemukan bahwa 49% dari 192 responden
disfungsi ereksi.
bebas yang aktif menjadi berkurang, akibatnya dorongan seksual menurun atau
4
panjang juga menimbulkan akibat lain yang dapat mengganggu fungsi seksual.
Akibat lain yang sering terjadi ialah gangguan fungsi hati, gangguan metabolisme
gangguan tersebut pada akhirnya juga dapat mengganggu fungsi seksual (Familia,
Pekerjaan sopir merupakan salah satu jenis pekerjaan yang setiap hari terpapar
dengan suhu yang tidak ideal bagi testis, khususnya para sopir angkutan umum
dengan jenis kendaraan yang mesinnya berada di bawah tempat duduk sopir
sehingga penghantaran panas yang lama dan reguler pada tempat duduk diduga
akan berdampak terhadap testis. Ditambah lagi dengan gaya hidup para sopir
disfungsi ereksi.
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan antara suhu,
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
6
3. Memberikan manfaat bagi peneliti dalam menambah wawasan yang lebih
mempengaruhinya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Sherwood, 2014). Sistem reproduksi pria dibedakan menjadi organ kelamin luar
dan organ kelamin dalam. Organ reproduksi luar terdiri dari penis yang
merupakan organ kopulasi (hubungan antara alat kelamin jantan dan betina untuk
pembungkus tipis yang merupakan pelindung testis serta mengatur suhu yang
sesuai bagi spermatozoa). Organ reproduksi dalam terdiri dari testis yang
merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan menghasilkan sel-
sel sperma serta hormon testosteron, epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi,
uretra, kelenjar asesoris, vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper
(Saryono, 2010).
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora
kavernosum yang saling berpasangan dan 1 buah korpus spongiosum yang berada
kuat, yaitu tunika albuginea. Korpora kavernosum penis dan uretra terdiri dari
jaringan erektil yang mengandung sejumlah besar lumen vena yang dilapisi sel-sel
endotel utuh dan dipisahkan oleh trabekula yang terdiri atas serat jaringan ikat dan
8
Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari diafragma urogenitalis dan
berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis. Ketiga korpora ini dibungkus
oleh fasia Buck dan lebih superfisial lagi oleh fasia Colles atau fasia Dartos yang
jaringan erektil, yaitu berupa jaringan kavernus (berongga) seperti spon. Jaringan
ini terdiri atas sinusoid atau rongga lakuna yang dilapisi oleh endotelium dan otot
polos kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung darah yang cukup
dengan otot polos di bagian dalamnya. Kelenjar sebasea tedapat di lipatan dalam
Vaskularisasi arteri penis diperoleh dari arteri pudenda interna, yang menjadi
asal arteri profunda dan arteri dorsalis penis. Arteri profunda bercabang-cabang
menjadi arteri nutritif dan arteri helicinae. Arteri nutritif memberikan oksigen dan
arteri helicinae dan vena dorsalis profunda (Mescher, 2014; Snell, 2014).
kavernosum. Vena yang berasal dari penis masuk ke pleksus prostatika baik
secara langsung atau melalui vena dorsalis penis. Ereksi penis terjadi ketika ruang
kavernosum yang luas pada korpus kavernosum dan korpus spongiosum terisi
9
darah. Pembesaran penis ini menghambat aliran balik vena dan memungkinkan
Persarafan penis sangat penting untuk ereksi. Pasokan saraf ke penis berasal
dari nervus pudenda (nervus sakralis ke-2, 3 dan 4) dan pleksus otonom pelvis.
Penis dipersarafi oleh sistem persarafan otonom (parasimpatis dan simpatis) dan
kolumna vertebralis S2-S4. Saraf simpatis berasal dari kolumna vertebralis T4-
L2, turun melalui pleksus preaortik ke pleksus hipogastrik dan bergabung dengan
penis pada pangkalnya dan mempersarafi otot-otot polos trabekel (Mescher, 2014;
Snell, 2014).
B. Mekanisme Ereksi
Peristiwa ereksi terjadi melalui gabungan kerjasama antara otak, susunan saraf
tepi dan pembuluh darah di penis. Rangsang seksual diramu oleh otak kemudian
diteruskan oleh sistem saraf tepi sampai ke penis sehingga terjadi peningkatan
aliran darah masuk ke penis serta tertutupnya aliran darah ke luar penis, sehingga
Ereksi pada laki-laki terjadi secara bertahap sebagai akibat berbagai stimulasi
seksual. Penglihatan, suara, bau dan rangsangan psikis lainnya yang kemudian
diperkuat oleh rangsangan rabaan langsung pada kulit tubuh dan khususnya kulit
kelamin menyebabkan stimulus aferen yang kuat pada sistem saraf pusat (Familia,
2010; Team Dee Publishing, 2010; Snell, 2014). Impuls eferen berjalan turun ke
10
medulla spinalis menuju sistem parasimpatis pada segmen S2-S4. Serabut-serabut
aliran darah secara cepat ke dalam ruangan jaringan erektil. Korpora kavernosum
dan korpora spongiosum penis membesar karena terisi darah dan menekan aliran
vena terhadap fasia yang membungkusnya. Dengan cara ini, aliran keluar darah
dari jaringan erektil dihambat sehingga tekanan interna meningkat dan tetap
penis bertambah besar dan disebut berada dalam keadaan ereksi (Snell, 2014).
dan relaksasi korpora kavernosum bergantung pada kalsium intrasel, yang pada
penis secara simultan saat darah masuk dengan cepat. Disfungsi ereksi adalah
hasil dari kurangnya darah mengalir ke tubuh atau kegagalan pembuluh darah
11
Secara klinis, 3 jenis yang berbeda dari ereksi telah didiferensiasi yaitu ereksi
diinduksi oleh rangsangan langsung dari daerah genital dan ditransmisikan oleh
dopamin dan nitric oxide (NO) dilepaskan setelah rangsangan erotik dalam pusat
dari sistem saraf parasimpatis dan transfer sinyal dalam pusat erektil sakral, disaat
Ereksi nokturnal terjadi dari perputaran siang atau malam dan tonus parasimpatis
C. Disfungsi Ereksi
1. Definisi
ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seksual yang memuaskan (Mirone,
2006; Familia, 2010; Team Dee Publishing, 2010; Lakin and Wood, 2012;
fungsi seksual pria mempunyai 2 komponen, yaitu mencapai keadaan ereksi dan
(Pangkahila, 2014).
2. Etiologi
Disfungsi ereksi dapat disebabkan oleh banyak faktor, namun pada umumnya
dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu organik (fisik) dan psikogenik
12
(Anonim, 2014c; Familia, 2010; Team Dee Publishing, 2010; Pangkahila, 2011;
Irianto, 2014).
karena disebabkan oleh faktor fisik, yaitu semua gangguan atau penyakit yang
penyakit ginjal dan obesitas. Faktor fisik juga berkaitan dengan gaya hidup
tidak sehat, efek samping obat, serta akibat operasi yang potensial merusak
saraf pelvis atau kavernosus. Beberapa contoh gaya hidup tidak sehat adalah
obat (narkoba) dan kurang tidur. Beberapa contoh obat adalah obat anti
hipertensi, obat anti depresi, obat penenang dan obat tidur secara berlebihan
atau dalam jangka panjang. Beberapa contoh operasi yang potensial merusak
Disfungsi ereksi psikogenik bisa saja terjadi akibat stres, depresi, kecemasan,
3. Epidemiologi
dunia. Lebih dari 50% pria berusia 40 dan 70 tahun mengalami disfungsi ereksi
13
dan angka ini naik mendekati 70% pada usia 70 tahun (Team Dee Publishing,
2010; Sherwood, 2014). Pada tahun 1995 diperkirakan 152 juta pria mengalami
disfungsi ereksi dan pada tahun 2025 jumlahnya akan menjadi 322 juta pria
penambahan sebanyak 170 juta penderita dalam kurun waktu 30 tahun (Anonim,
2014a).
Berdasarkan data MMAS pada tahun 1994 yang dilakukan pada kelompok
pria usia 40-70 tahun, ditemukan 52% responden melaporkan beberapa derajat
dari disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi ringan dialami 17% responden, disfungsi
ereksi sedang dialami 25% responden dan disfungsi ereksi berat dialami 10%
responden (Feldman et al 1994; Mirone, 2006). The National Health and Social
Life Survey melaporkan adanya disfungsi ereksi pada 18% pria berusia 50 dan 59
Data MMAS memperkirakan ada sekitar 17.781 kasus baru disfungsi ereksi di
Massachusetts dan 617.715 kasus di Amerika Serikat setiap tahun (Lakin and
Wood, 2012). Pada tahun 2025, jumlah laki-laki yang mengalami disfungsi ereksi
Di Indonesia belum ada data pasti tentang jumlah pria yang mengalami
4. Patofisiologi
14
Menurut Moreland (sebagaimana dikutip oleh Wibowo, 2007), ada 2
perubahan yang dipengaruhi tekanan oksigen pada penis selama ereksi ditujukan
kondisi tekanan oksigen yang berbeda akan mengubah metabolisme otot polos
dan sistesis jaringan ikat. Penurunan rasio antara otot polos dengan jaringan ikat
adanya perubahan pada fase ereksi penis malam hari dan perubahan sirkadian
Hipotesis yang lain menyatakan bahwa disfungsi ereksi adalah hasil dari
biologis jelas (misal neuropati diabetika), pengobatan dan akibat dalam jangka
panjang kelainan seksual sekunder tersebut akan terpengaruh juga oleh faktor
faktor penyebab ganda. Pada faktor neurologik dapat berupa stroke, penyakit
demielinasi, kelainan dengan bangkitan atau kejang, tumor atau trauma sumsum
15
5. Klasifikasi
Disfungsi ereksi yang diperoleh sejak semula, yaitu seorang pria tidak pernah
seksual dengan pasangannya. Bentuk disfungsi ereksi ini sangat jarang dan
seringkali disebabkan oleh kondisi psikologis yang ekstrim, seperti rasa takut
Bila seorang pria sudah pernah berhasil melakukan hubungan seksual, tetapi
disfungsi sekunder dan lebih umum terjadi. Pria dengan disfungsi ereksi
sekunder dapat melakukan hubungan seksual walaupun hanya 25% dari waktu
normal biasanya.
Untuk mengetahui tingkat keparahan disfungsi ereksi yang diderita maka perlu
2014d; Irianto, 2014; Pangkahila, 2014). Indeks ini terdiri dari 6 pertanyaan dan
16
hasilnya 13-18), disfungsi sedang (jika penjumlahan dari 6 pertanyaan hasilnya 7-
12) dan disfungsi berat (jika penjumlahan dari 6 pertanyaan hasilnya 0-6).
Selain IIEF, penilaian mengenai kualitas ereksi dapat dilakukan dengan EHS
(Erection Hardness Score). EHS lebih sederhana daripada kuisioner IIEF. Pria
dengan nilai 1 (penis membesar tetapi tidak keras) mengalami disfungsi ereksi
berat, nilai 2 (penis mengeras tetapi tidak cukup untuk melakukan penetrasi ke
dalam vagina) menunjukkan disfungsi ereksi sedang, nilai 3 (penis keras, mampu
tidak maksimal) menunjukkan disfungsi ereksi ringan dan nilai 4 (penis keras
D. Suhu
1. Definisi
produksi, testis membutuhkan suhu yang lebih dingin daripada suhu tubuh, yaitu
34-350 Celcius. Hal ini sangat penting untuk terjadinya proses yang optimal
(Tendean, 2010).
Hormon androgen memegang peranan penting pada aktivitas seksual pria yang
merupakan proses sinkronisasi dari timbulnya keinginan seksual pada otak (sistem
Testosteron termasuk bagian dari hormon androgen yang berperan pada kedua
17
(Vignozzi et al, 2005; Nasser, 2006; Traish and Guay, 2006; Pan et al, 2006;
Paparan yang lama atau reguler dalam suhu panas dapat mengubah
kemampuan tubuh menjaga suhu testis. Pria yang bekerja di lingkungan panas
testis beberapa derajat saja dapat menyebabkan terjadinya infertilitas (Dada et al,
2003).
Pengaruh suhu terhadap saluran pria telah diperiksa pada tikus, hamster,
kelinci, serta spesies lainnya yang termasuk hewan pengerat alami. Pada
prinsipnya, peningkatan kecil dalam suhu testis tidak merusak epitel germinal,
namun mengurangi berat testis dan produksi sperma, juga membawa insiden lebih
besar dari spermatid morfologis abnormal dan spermatozoa. Hal ini menunjukkan
bahwa testis sebagian dapat ditekan namun tetap fungsional dalam menghadapi
Akibat terpapar panas, terjadi penurunan 60% dalam produksi inhibin. Inhibin
adalah hormon yang membentuk lingkaran umpan balik negatif dengan FSH,
hormon reproduksi lain yang dibuat dalam kelenjar pituitari. Rendahnya tingkat
Jadi paparan yang lama atau reguler dalam suhu panas diduga dapat mengubah
kemampuan tubuh dalam menjaga suhu testis sehingga menyebabkan atrofi testis
18
yang mengganggu proses spermatogenesis dan mengakibatkan terjadinya
E. Merokok
1. Definisi
Rokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daun tembakau yang
untuk dihisap asapnya. Menurut WHO (2000), merokok aktif adalah aktivitas
2. Kandungan
Asap rokok mengandung 4000 jenis bahan kimia dan setidaknya 200 jenis
diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada tembakau antara lain:
nikotin, tar, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, ammonia,
akrolein, benzene dan etanol. Kandungan rokok sangat berbahaya bagi perokok
aktif maupun yang bukan perokok namun berada di sekitarnya (perokok pasif).
Asap rokok yang terhirup dapat menyebabkan penyakit berbahaya, yaitu kanker,
19
3. Jenis dan Produk
atau isi, proses pembuatan dan penggunaan filter pada rokok. Di seluruh dunia,
digunakan secara luas oleh masyarakat dan produk komersial tembakau mengacu
yang dibakar dan dihisap (rokok), contohnya adalah bidi, cigar, cigarette; b) pipa
4. Klasifikasi
a. Perokok aktif ringan jika merokok sigaret 1-10 batang per hari
b. Perokok aktif sedang jika merokok sigaret 11-20 batang per hari
c. Perokok aktif berat jika merokok sigaret lebih dari 20 batang per hari.
5. Epidemiologi
Menurut WHO, ada 13 milyar perokok di dunia dan sepertiganya berasal dari
rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 milyar batang rokok. Dari segi
sekitar 141 juta orang. Prevalensi merokok di kalangan orang dewasa (15 tahun
20
keatas) pada tahun 2007 sebesar 33,08% (Gondodiputro, 2007). Menurut hasil
Riskesdas 2013, perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi
penurunan dari tahun 2007 ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2% tahun 2007
menjadi 36,3% tahun 2013. Sebanyak 64,9% laki-laki masih menghisap rokok di
tahun 2013.
kohort terhadap 2115 laki-laki kaukasia berusia 40-79 tahun di Minnesota (Naomi
et al, 2005). Hasil survei MMAS ditemukan bahwa perokok memiliki resiko 24%
terjadinya disfungsi ereksi sedang dan berat, sementara pada bukan perokok hanya
dan durasi merokok dengan resiko terjadinya disfungsi ereksi. Hasil penelitian
mengalami perbaikan signifikan pada lebih dari 25% pria yang berhenti merokok
menuju penis, mengurangi aliran darah dan tekanan darah menuju penis. Ereksi
tidak dapat terjadi bila darah tidak mengalir bebas ke penis. Efek ini meningkat
al, 2008; Familia, 2010; Team Dee Publishing, 2010; Anonim, 2014a). Selain
itu, nikotin juga dapat berpengaruh langsung pada fungsi endotel dan otot polos
21
pembuluh darah di dalam penis terganggu sehingga aliran darah terhambat dan
1. Definisi
Alkohol menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cairan tidak berwarna
yang mudah menguap, mudah terbakar, dipakai dalam industri dan pengobatan,
Alkohol murni tidak dikonsumsi manusia, alkohol yang sering dikonsumsi adalah
minuman mengandung bahan sejenis alkohol, biasanya etil alkohol atau etanol
refleks, termasuk dalam olah seksual (Familia, 2010; Team Dee Publishing,
2010).
Alkohol yang terdapat dalam minuman beralkohol berasal dari biji-bijian dan
tidak berwarna dan pahit rasanya. Alkohol dapat diperoleh melalui fermentasi
oleh mikrorganisme (sel ragi) dari gula, sari buah, biji-bijian, madu, umbi-umbian
dan getah kaktus tertentu. Melalui proses fermentasi, hanya akan diperoleh kadar
alkohol 14% karena bila kadar alkohol lebih dari 14% sel ragi akan mati.
Kebanyakan bir berkadar alkohol 2-5%, anggur minuman berkadar alkohol 10 -14
%, sherry, port dan muskatel berkadar 20%, sedangkan wiski, rum, gin, vodka dan
alkohol dengan persentase lebih tinggi, bahkan sampai 100% (Joewana, 2005).
22
Produk alkohol ada yang berupa produk lokal dalam bentuk Saguer dan Cap
Utara. Bahan pembuat minuman ini dapat berasal dari tape, air nira, buah kelapa
dan aren. Cap tikus termasuk minuman yang mengandung alkohol 30-40% yang
dihasilkan dari penyulingan Saguer atau air nira (Barlina et al, 2006). Semakin
bagus sistem penyulingan maka semakin tinggi pula kadar alkoholnya. Selain itu
ada juga jenis anggur Cap Burung, anggur putih dan anggur Kasegaran yang
merupakan produk pabrik lokal dengan komposisi bahan dari olahan Cap tikus
ditambah karamel sebagai pewarna merah kecoklatan serta sedikit esens sebagai
3. Metabolisme
perubahan, baik melalui paru maupun ginjal. Sebagian kecil dikeluarkan melalui
keringat, air mata, empedu, cairan lambung dan air ludah (Darmono, 2006).
Proses oksidasi enzimatik etanol pertama terjadi dalam hati kemudian dalam
ginjal. Proses metabolisme melibatkan 3 jenis enzim. Pada proses pertama etanol
dehidrogenase dalam hati adalah enzim yang tidak spesifik, enzim ini juga
mengubah alkohol primer lainnya menjadi aldehid, begitu juga pada alkohol
sekunder dan keton. Pada tahap kedua acedaldehyd diubah menjadi asam asetat
oleh enzim aldehid dehydrogenase juga dibantu oleh kovaktor NAD. Tahap
berikutnya diubah lagi menjadi acetyl koenzim A, kemudian CoA masuk dalam
23
siklus krebs dan mengalami metabolisme menjadi CO 2 dan H2O (Darmono,
2006).
reaksi NADH, sehingga menyebabkan penurunan rasio antara NAD dan NADH di
dalam hati dan terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, karena intoksikasi dari
etanol akibat kekurangan NAD. Oleh sebab itu asam amino yang biasanya masuk
ke dalam jalur glikolisis dan siklus asam trikarboksilat (TCA) berubah lain jalur.
terjadi penimbunan laktat dan ketoasit. Juga terjadi reduksi dalam metabolisme
(Darmono, 2006).
4-6 hari per minggu, atau mengkonsumsi > 12 minuman selama 2-3 hari
per minggu.
24
d. Moderate drinking, jika mengkonsumsi kurang dari 5 minuman.
Pada beberapa negara kadar alkohol darah yang dianggap aman adalah 100
mg/dL atau untuk laki-laki maksimum 4 gelas alkohol standar per hari dengan 2
hari bebas alkohol dalam seminggu. Intoksikasi alkohol terjadi pada kadar
alkohol darah 50-150 mg/L pada pria non alkoholik (Emanuele, 2001; Arackal,
5. Epidemiologi
ereksi, tetapi pada dosis tinggi dapat menurunkan libido dan meningkatkan resiko
minuman beralkohol (Mayo Clinic, 2011; Grover et al, 2014). Bahkan setelah
mengkonsumsi minuman beralkohol 3 gelas standar atau lebih per minggu dapat
25
mengurangi kepuasan seksual dan mengganggu fungsi ereksi pada perokok, tetapi
efek ini lebih kurang terjadi pada bukan perokok, sedangkan hasil penelitian
disfungsi ereksi pada penduduk Taiwan dari suku aborigin menemukan bahwa
49% dari 192 responden memiliki riwayat alkoholik dan 79 responden (84%)
menurun atau tertekan (Emanuele, 2001; Jabaloyas et al, 2006; Familia, 2010;
panjang juga menimbulkan akibat lain yang dapat mengganggu fungsi seksual.
Akibat lain yang sering terjadi ialah gangguan fungsi hati, gangguan metabolisme
NO, gangguan saraf tepi dan kurang darah (anemia). Semua gangguan tersebut
pada akhirnya juga dapat mengganggu fungsi seksual (Emanuele, 2001; Familia,
26
G. Kerangka Teori
FAKTOR FISIK
(ORGANIK)
DISFUNGSI
EREKSI
Kebimbangan
Stres Depresi Kecemasan Perasaan Takut tentang jenis
bersalah keintiman kelamin
FAKTOR PSIKOLOGIS
27
H. Kerangka Konsep Penelitian
SUHU
MEROKOK DISFUNGSI
EREKSI
KONSUMSI MINUMAN
BERALKOHOL
I. Hipotesis Penelitian
a. Tidak ada hubungan antara suhu dengan terjadinya disfungsi ereksi pada
28
c. Tidak ada hubungan antara mengkonsumsi minuman beralkohol dengan
a. Ada hubungan antara suhu dengan terjadinya disfungsi ereksi pada sopir
angkutan umum.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
sectional study dan pengambilan data dilakukan pada waktu yang bersamaan.
Manado pada bulan Desember 2014 – Februari 2015. Adapun yang menjadi
merupakan salah satu terminal besar di Kota Manado yang menjadi tempat
pertemuan berbagai jalur angkutan umum, populasi sopirnya cukup tinggi dan
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua sopir angkutan umum di Terminal
Paal Dua Kota Manado dengan jenis kendaraan yang mesinnya berada di bawah
tempat duduk sopir dan usia kendaraan lebih dari 10 tahun. Pertimbangan subyek
penelitiannya adalah sopir pada jalur-jalur angkutan umum yang menuju terminal
30
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian yaitu sopir di Terminal Paal Dua Kota Manado yang
sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi:
2) Bekerja sebagai sopir angkutan umum minimal 1 tahun dengan 8 jam kerja
per hari.
3) Sehat jasmani (tidak memiliki penyakit fisik yang berat) dan rohani (tidak
4) Berusia 17 - 60 tahun.
kuesioner.
consent.
b. Kriteria Eksklusi:
ginjal, dll)
31
berlebihan atau dalam jangka panjang dan obat-obat lainnya yang
Sampel penelitian diambil dari total populasi yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi dengan teknik consecutive sampling. Pada penelitian ini, jumlah
D. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Formulir wawancara
kesehatan (fisik dan mental), riwayat pekerjaan, riwayat merokok dan riwayat
2. Kuesioner IIEF
ereksi yang diderita. Indeks ini terdiri dari 6 pertanyaan dan tiap-tiap
Alat pengukur suhu ruangan kerja menggunakan sinar laser yang diarahkan
32
4. Sphygmomanometer air raksa dan stetoskop digunakan untuk mengukur
tekanan darah.
E. Variabel Penelitian
F. Definisi Operasional
1. Suhu adalah suhu yang diukur di tempat duduk sopir pada jam kerja aktif.
Suhu diukur 2 kali untuk tiap kendaraan responden pada jam 09.00-10.00 dan
kendaraan.
keseluruhan dan ‘kurang baik’ jika suhu kendaraan responden > suhu rata-rata
dalam sehari (Martini & Hendrati, 2006), selama lebih dari 3 bulan.
Merokok dikatagorikan ‘ya’ jika merokok dan ‘tidak’ jika tidak merokok.
33
Mengkonsumsi minuman beralkohol dikatagorikan ‘ya’ jika mengkonsumsi
memuaskan.
nominal.
G. Jalan Penelitian
1. Tahap persiapan
jalannya penelitian.
34
Unsrat yang diberi penjelasan sesuai dengan tujuan penelitian dan dilatih
instrumen kuesioner.
2. Tahap pelaksanaan
memenuhi kriteria.
air raksa dan stetoskop yang telah dikalibrasi dan validitasnya terjamin.
kuesioner.
responden pada jam kerja aktif, yaitu jam 09.00-10.00 dan jam 15.00-
3. Tahap penyelesaian
35
H. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil formulir wawancara dan
kuesioner yang diisi oleh responden, juga hasil pengukuran suhu tempat duduk
sopir.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh secara tidak langsung dari obyek yang diteliti. Data
1. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diolah secara manual dan komputerisasi dengan
entry data.
c. Proses atau entry data (processing) untuk melakukan entry data ke dalam
sistem komputerisasi.
2. Analisis data
Data yang telah terkumpul dilakukan analisis lebih lanjut menggunakan uji
36
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
ereksi.
hubungan antara variabel bebas dan variabel teribat dan untuk melihat risk
c. Analisis Multivariat
adalah disfungsi ereksi. Hasil dari analisis bivariat, bila didapatkan nilai p
37
< 0,25 maka variabel tersebut masuk dalam analisis multivariat. Hasil
> 0,05 akan dikeluarkan secara bertahap dimulai dari p yang paling besar.
38
BAB IV
A. Hasil Penelitian
barat dan selatan dengan perumahan penduduk dan berbatasan sebelah utara
dengan Jalan Raya Yos Sudarso. Terminal Paal Dua yang memiliki luas lahan
sebesar 8.608 m2 termasuk terminal tipe B dan merupakan salah satu terminal
kendaraan.
ANGKOT terdiri 1 trayek yang terbagi dalam 9 jaringan trayek, yaitu Pusat Kota -
Paal Dua (21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29).
Terminal Paal Dua dapat menampung 227 unit kendaraan, yang terdaftar pada
39
sedangkan yang beroperasi rata-rata sebanyak 86 unit kendaraan (Dishubkominfo
Sulut, 2013).
a. Umur
Umur N %
31 - 40 Tahun 13 21,7
41 - 50 Tahun 21 35,0
Total 60 100,0
sebanyak 18,3%.
b. Tingkat Pendidikan
pendidikan.
40
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan N %
SD 10 16,7
SMP 18 30,0
SMA 31 51,7
Akademi/Sarjana 1 1,7
Total 60 100,0
c. Status Perkawinan
perkawinan.
Status Kawin N %
Kawin 60 100,0
Total 60 100,0
d. Masa Kerja
41
40 tahun sebanyak 31,7%, 11 – 20 tahun sebanyak 21,7%, ≤ 10 tahun
Masa Kerja N %
≤ 10 Tahun 6 10,0
11 – 20 Tahun 13 21,7
21 – 30 Tahun 20 33,3
31 - 40 Tahun 19 31,7
Total 60 100,0
e. Riwayat Penyakit
penyakit.
Riwayat Sakit N %
Ada 0 0,0
Total 60 100,0
gangguan psikologis.
42
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Gangguan
Psikologis
Riwayat Psikis N %
Ada 0 0,0
Total 60 100,0
konsumsi obat.
Riwayat Obat N %
Ada 0 0,0
Total 60 100,0
43
a. Suhu
Baik 22 36,7
Jumlah 60 100,0
b. Merokok
Ya 41 68,3
Tidak 19 31,7
Jumlah 60 100,0
44
c. Konsumsi Minuman Beralkohol
pada sopir.
Ya 41 68,3
Tidak 19 31,7
Jumlah 60 100,0
d. Disfungsi Ereksi
Ya 41 68,3
Tidak 19 31,7
Jumlah 60 100,0
di Terminal Paal Dua Kota Manado mengalami disfungsi ereksi. Dimana dari
45
mengalami disfungsi ereksi sedangkan 19 orang (31,7%) tidak mengalami
disfungsi ereksi.
a. Hubungan antara Suhu dengan Disfungsi Ereksi pada Sopir Angkutan Umum
ereksi pada sopir angkutan umum di Terminal Paal Dua Kota Manado dapat
Tabel 12. Hubungan Suhu dengan Disfungsi Ereksi pada Sopir Angkutan Umum
di Terminal Paal Dua Kota Manado
Disfungsi Ereksi
OR
Suhu Ya Tidak Total % Nilai p
(95% CI)
N % N %
mempunyai suhu tempat duduk sopir yang kurang baik, 53,3% sopir
yang mempunyai suhu tempat duduk sopir yang baik, 15,0% sopir mengalami
demikian probabilitas (signifikansi) lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05), maka
46
H1 diterima atau ada hubungan antara suhu tempat duduk sopir dengan
sopir dengan suhu tempat duduk kendaraan yang kurang baik mempunyai
resiko mengalami disfungsi ereksi sebesar 7,70 kali lebih besar dibandingkan
angkutan umum di Terminal Paal Dua Kota Manado dapat dilihat pada tabel
13.
Tabel 13. Hubungan antara Merokok dengan Disfungsi Ereksi pada Sopir
Angkutan Umum di Terminal Paal Dua Kota Manado
Disfungsi Ereksi
OR
Merokok Ya Tidak Total % Nilai p
(95% CI)
N % N %
disfungsi ereksi sebanyak 21,7%. Dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,000
47
dengan demikian probabilitas (signifikansi) lebih kecil dari 0,05 (0,000 <
0,05), maka H1 diterima atau ada hubungan antara kebiasaan merokok pada
mengalami disfungsi ereksi sebesar 12,64 kali lebih besar dibandingkan sopir
terjadinya disfungsi ereksi pada sopir angkutan umum di Terminal Paal Dua
Disfungsi Ereksi
Konsumsi OR
Ya Tidak Total % Nilai p
Alkohol (95% CI)
N % N %
48
yang tidak mengalami disfungsi ereksi sebanyak 16,7%. Dilihat dari nilai
kecil dari 0,05 (0,038 < 0,05), maka H1 diterima atau ada hubungan antara
mengalami disfungsi ereksi sebesar 3,95 kali lebih besar dibandingkan sopir
analisis multivariat dimana uji dilakukan dengan analisis regresi logistik untuk
95% C.I
Variabel S. E Sig OR
Lower Upper
49
Tabel 15 hasil analisis menunjukkan variabel suhu dan konsumsi minuman
berakohol mempunyai nilai p > 0,05. Nilai p yang terbesar adalah variabel suhu
Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Logistik setelah Variabel Suhu dikeluarkan
95% C.I
Variabel S. E Sig OR
Lower Upper
Perubahan OR setelah variabel suhu dikeluarkan dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 18. Hasil Analisis Regresi Logistik setelah Variabel Konsumsi Minuman
Beralkohol dikeluarkan
95% C.I
Variabel S. E Sig OR
Lower Upper
50
variabel konsumsi minuman beralkohol dikeluarkan karena nilai p > 0,05 dan
95% C.I
Variabel S. E Sig OR
Lower Upper
disfungsi ereksi dengan nilai OR = 7,6 (95% CI: 1,1 – 50,2), dibandingkan dengan
disfungsi ereksi dengan nilai OR = 2,4 (95% CI: 0,6 – 9,5) dan pengaruh suhu
51
tempat duduk sopir terhadap terjadinya disfungsi ereksi dengan nilai OR = 1,6
(95% CI: 0,23 – 10,36). Dilihat dari OR menunjukkan bahwa kebiasaan merokok
mempunyai peluang 7,6 kali terhadap terjadinya disfungsi ereksi pada sopir
B. Pembahasan
golongan umur sopir yang menjadi objek penelitian, paling banyak responden
berada pada kelompok umur 41 - 50 tahun (35%), disusul dengan responden pada
pendidikan terakhir dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa paling banyak
Hasil pengolahan data untuk distribusi responden berdasarkan lama masa kerja
52
responden dengan masa kerja ≤ 10 tahun (10,0%) dan sebanyak 3,3% responden
untuk riwayat penyakit, riwayat gangguan psikologis dan riwayat konsumsi obat
dapat diketahui bahwa seluruh responden berada dalam keadaan sehat jasmani dan
rohani, serta tidak sedang mengkonsumsi obat tertentu. Hal ini sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi pada proses pengambilan sampel penelitian ini yang
mengharuskan responden berada dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, serta
Suhu tempat duduk sopir dalam penelitian ini berada pada katagori kurang
kendaraan (36,7%) berada dalam katagori yang baik. Hal ini kemungkinan
yang berusia kurang dari 10 tahun. Ditambah lagi dengan kemungkinan bahwa
sebagian besar kendaraan tidak lagi diservis secara teratur. Letak mesin pada
panas mesin berdampak pada suhu tempat duduk. Penelitian yang dilakukan oleh
Dada et al (2003) mendapatkan bahwa paparan yang lama atau reguler dalam
53
Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
untuk meningkatkan harga diri, menghabiskan waktu saat dalam kemacetan lalu
lintas, berada dalam kondisi stres atau cemas atau depresi, menghabiskan waktu
keluarga lain yang mempunyai kebiasaan merokok, faktor pergaulan dan lain-lain.
tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari tahun 2007 ke 2013, cenderung
meningkat dari 34,2% tahun 2007 menjadi 36,3% tahun 2013. Sebanyak 64,9%
dalam kondisi stres atau cemas atau depresi, menghabiskan waktu senggang dan
54
memiliki anggota keluarga lain yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
minuman beralkohol, faktor pergaulan, faktor budaya lokal dan lain-lain. Hasil
minuman beralkohol adalah 4,6% dan Provinsi Sulawesi Utara termasuk salah
(31,7%) tidak mengalami disfungsi ereksi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
letak mesin pada kendaraan responden berada di bawah tempat duduk sopir
sehingga paparan yang lama atau reguler dalam suhu panas mengubah
belum diteliti pada penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Feldman et al
(1994) pada kelompok pria usia 40-70 tahun, ditemukan 52% responden
a. Hubungan antara Suhu dengan Disfungsi Ereksi pada Sopir Angkutan Umum
didapat bahwa nilai p = 0,001. Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
55
hubungan yang signifikan antara suhu tempat duduk sopir dengan terjadinya
disfungsi ereksi pada sopir angkutan umum di Terminal Paal Dua Kota Manado.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa suhu merupakan salah satu faktor yang
daripada suhu tubuh, yaitu 34-350 Celcius untuk terjadinya proses yang optimal.
pada otak (sistem sentral) dan ditransmisikan ke sistem perifer sehingga terjadi
ereksi penis. Testosteron merupakan bagian dari hormon androgen yang berperan
pada kedua sistem tersebut dan mempertahankan struktur normal dari jaringan
ereksi.
paparan yang lama atau reguler dalam suhu panas dapat mengubah kemampuan
pengaruh suhu terhadap saluran pria telah diperiksa pada tikus, hamster, kelinci,
serta spesies lainnya yang termasuk hewan pengerat alami. Pada prinsipnya,
peningkatan kecil dalam suhu testis tidak merusak epitel germinal, namun
mengurangi berat testis dan produksi sperma, juga membawa insiden lebih besar
bahwa testis sebagian dapat ditekan namun tetap fungsional dalam menghadapi
Jadi sesuai dengan teori, salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
disfungsi ereksi adalah defisiensi hormon testosteron. Paparan yang lama atau
56
reguler dalam suhu panas diduga dapat mengubah kemampuan tubuh dalam
menjaga suhu testis, selanjutnya terjadi atrofi testis yang pada akhirnya
didapat bahwa nilai p = 0,000. Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
ereksi pada sopir angkutan umum di Terminal Paal Dua Kota Manado.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa merokok dapat merusak pembuluh darah,
nikotin menyempitkan arteri yang menuju penis, mengurangi aliran darah dan
tekanan darah menuju penis. Ereksi tidak dapat terjadi bila darah tidak mengalir
bebas ke penis. Efek ini meningkat bersamaan dengan waktu lamanya merokok.
Selain itu nikotin juga dapat berpengaruh langsung pada fungsi endotel dan
relaksasi ruang pembuluh darah di dalam penis terganggu sehingga aliran darah
kohort oleh Naomi et al (2005) terhadap 2115 laki-laki kaukasia berusia 40-79
tahun di Minnesota. Hasil survei MMAS oleh Kumar (2010) menemukan bahwa
pada perokok memiliki resiko 24% terjadinya disfungsi ereksi sedang dan berat,
sementara pada bukan perokok hanya memiliki resiko sebesar 14%. Penelitian
57
penelitian cross-sectional memperlihatkan adanya hubungan positif dose-response
antara kuantitas dan durasi merokok dengan resiko terjadinya disfungsi ereksi.
disfungsi ereksi mengalami perbaikan signifikan pada lebih dari 25% pria yang
didapat bahwa nilai p = 0,038. Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
dengan terjadinya disfungsi ereksi pada sopir angkutan umum di Terminal Paal
Hal ini sesuai dengan teori bahwa masalah seksual pada pria alkoholik
Akibatnya dorongan seksual menurun atau tertekan. Di samping itu terjadi juga
panjang juga menimbulkan akibat lain yang dapat mengganggu fungsi seksual.
Akibat lain yang sering terjadi ialah gangguan fungsi hati, gangguan metabolisme
NO, gangguan saraf tepi dan kurang darah (anemia). Semua gangguan tersebut
58
Disfungsi seksual sering dialami oleh pasien-pasien dengan ketergantungan
mengkonsumsi minuman beralkohol 3 gelas standar atau lebih per minggu dapat
mengurangi kepuasan seksual dan mengganggu fungsi ereksi pada perokok, tetapi
efek ini lebih kurang terjadi pada bukan perokok, sedangkan hasil penelitian
disfungsi ereksi pada penduduk Taiwan dari suku aborigin menemukan bahwa
49% dari 192 responden memiliki riwayat alkoholik dan 79 responden (84%)
59
memiliki hubungan dengan terjadinya disfungsi ereksi pada sopir
nilai Odds Ratio paling tinggi yaitu OR = 7,6 (95% CI: 1,1 – 50,2).
karena kemungkinan berkaitan dengan lamanya jam kerja sopir angkutan umum
dalam kemacetan lalu lintas, saat menunggu antrian jalur penumpang dan saat
waktu senggang bersama sopir lainnya. Diluar jam kerja pun kemungkinan sopir
berpengaruh terhadap terjadinya disfungsi ereksi dengan nilai OR = 2,4 (95% CI:
0,6 – 9,5). Hal ini menunjukkan bahwa sopir yang mepunyai kebiasaan
60
Kebiasaan ini kemungkinan juga berkaitan dengan budaya lokal, dimana
berdasarkan data Riskesdas 2007, Provinsi Sulawesi Utara termasuk salah satu
Suhu tempat duduk sopir mempunyai pengaruh yang paling kecil terhadap
terjadinya disfungsi ereksi dengan nilai OR = 1,6 (95% CI: 0,23 – 10,36). Hal
ini menunjukkan bahwa sopir dengan suhu tempat duduk kendaraan yang
kurang baik mempunyai peluang 1,6 kali terhadap terjadinya disfungsi ereksi
dibandingkan dengan sopir dengan suhu tempat duduk kendaraan yang baik.
kerja sopir (minimal 8 jam kerja per hari) menyebabkan sopir terpapar dengan
penghantaran suhu panas mesin hanya pada saat sopir berada di atas tempat duduk
kendaraan.
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa suhu tempat duduk sopir, kebiasaan
terhadap terjadinya disfungsi ereksi. Hal ini berarti penting untuk lebih
ereksi yang diderita sopir angkutan umum di Terminal Paal Dua Kota Manado
61
BAB V
A. Kesimpulan
berikut:
Kota Manado.
62
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang bisa diajukan untuk
1. Bagi Sopir Angkutan Umum di Terminal Paal Dua Kota Manado, diberikan
anjuran untuk:
minuman beralkohol.
c. Melakukan servis kendaraan secara berkala agar suhu mesin selalu terpantau.
d. Menambah lapisan kursi tempat duduk sopir menjadi lebih tebal agar penghantaran
e. Memakai celana yang nyaman saat bekerja dan sedapat mungkin menghindari
pemakaian celana yang tebal agar tidak menambah panas suhu pada testis.
f. Bila telah didapati gejala dan tanda disfungsi ereksi, sopir sebaiknya melakukan
63
4. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan yaitu perlu adanya penelitian lebih
DAFTAR PUSTAKA
64
patofisiologi-diagnosis-dan-penatalaksanaan-disfungsi-ereksi.html) diakses
pada 14 November 2014.
Bai, W.J. and S.Z. Deng. 2006. Androgen Regulates Penile Erection at The
Peripheral Level. Zhonghua Nan Ke Xue; 12(12), hal 1059-62.
Cao, S., Y. Gan, X. Dong, J. Liu, and Z. Lu. 2014. Association of Quantity and
Duration of Smoking With Erectile Dysfunction: A Dose-Response Meta-
Analysis. Journal Sex Med; 11(10), hal 2376-84.
Chao, J.K., M.C. Ma, Y.C. Lin, H.S. Chiang, and T.I. Hwang. 2014. Study on
Alcohol Dependence and Factors Related to Erectile Dysfunction Among
Aborigines in Taiwan. American Journal Mens Health.
Dada, R., N.P. Gupta, and K. Kucheria. 2003. Spermatogenic Arrest In Men With
Testicular Hyperthermia. Teratogenesis, Carcinogenesis, and Mutagenesis;
S1, hal 235-43.
65
Darmono. 2006. Pengaruh Neurotoksisitasnya pada Saraf Pusat. Toksikologi
Narkoba dan Alkohol. UI-Press. Jakarta.
Emanuele, M.A. and N. Emanuele. 2001. Alcohol and the Male Reproductive
System. NIH Alcohol Research Health; 25(4), hal 282-7.
Familia, D. 2010. Seluk-Beluk dan Fakta Disfungsi Seksual Yang Wajib Anda
Ketahui. Cetakan I. A Plus Books. Yogyakarta.
Feldman, H.A., I. Goldstein, D.G. Hatzichristou, R.J. Krane, and J.B. McKinlay.
1994. Impotence and Its Medical and Psychosocial Correlates: Results of
The Massachusetts Male Aging Study. Journal of Urology; 151(1), hal 54-
61.
Gades, N.M., A. Nehra, D.J. Jacobson, M.E. McGree, C.J. Girman, T. Rhodes,
R.O. Roberts, M.M. Lieber, and S.J. Jacobsen. 2004. Association Between
66
Smoking and Erectile Dysfunction: A Popular-based Study. American
Journal of Epidemiology; 161(4), hal 346-51.
Jabaloyas, M.J.M, Q.A. Zaragoza, P.F. Hernandez, G.M. Salom, and C.P. Nuez.
2006. Testosterone Levels in Men With Erectile Dysfunction. BJU
International; 97(6), hal 1278-83.
Kumar, R. 2010. The Association Between Smoking and Male Fertility and
Sexual Health. Indian Journal of Cancer; 47(1), hal 107-8.
67
Lee, A.C.K., L.M. Ho, A.W.C. Yip, S. Fan, and T.H. Lam. 2010. The Effect of
Alcohol Drinking on Erectile Dysfunction in Chinese Men. International
Journal of Impotence Research; 22, hal 272-78.
Martini, S. dan L.Y. Hendrati. 2006. Usia Merokok Pertama Kali merupakan
Faktor yang Meningkatkan Risiko Kejadian Hipertensi: Besar Risiko
Kejadian Hipertensi Menurut Pola Merokok. Jurnal Kedokteran Yarsi;
14(3), hal 191-198.
Mescher, A.L. 2014. Histologi Dasar Mescher Teks dan Atlas. EGC. Jakarta.
68
Momen, M.N., F.B. Ananian, I.M. Fahmy, and T. Mostafa. 2010. Effects of High
Environmental Temperature on Parameters Among Fertile Men. Fertility
and Sterility; 93(6), hal 1884-6.
Pan, L.J., X.Y. Xia, and Y.F. Huang. 2006. Androgen Deficiency and Erectile
Dysfunction. Zhonghua Nan Ke Xue; 12(11), hal 1030-4.
Jakarta.
69
Saryono dan M. Badrushshalih. 2010. Andropause (Menopause Pada Laki-Laki)
Plus Penyakit Pada Lansia. Cetakan I. Nuha Medika. Yogyakarta.
Snyder, G. 2004. The Gallup Youth Survey: Isu dan Tren Utama Remaja dan
Alkohol. PT Intan Sejati. Bandung.
Team Dee Publishing. 2010. Kupas Tuntas Impotensi dan Ejakulasi Dini. Cetakan
I. Dee Publishing. Yogyakarta.
Traish, A.M. and A.T. Guay. 2006. Are Androgen Critical for Penile Erections in
Humans? Examining The Clinical and Preclinical Evidence. Journal Sex
Med; 3(3), hal 382-404.
70
Vignozzi, L., G. Corona, L. Petrone, S. Filippi, A.M. Morelli, G. Forti, and M.
Maggi. 2005. Testosterone and Sexual Activity. Journal Endocrinology
Invest; 28(3), hal 39-44.
71