SKRIPSI
Oleh
RETNO ASIH
NIM : 06 903 325
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
JURUSAN/PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2010
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan pada Ujian Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Cenderawasih.
Disetujui
Tim Pembimbing
Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Telah diuji dan diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Peminatan
Epidemiologi, Jurusan/Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Cenderawasih, Jayapura, Tahun 2010 untuk memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 23 Juli 2010
Mengesahkan
Panitia Ujian Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Cenderawasih
Ketua, Sekretaris,
Mengesahkan
Dekan FKM,
Tim Penguji :
1. Drs. Willy Manugan, M.Kes. 1. …………….
NIP. 195303181977081001
2. Dra. Endang Sri Mulyanie, M.Si. 2. ……………..
NIP. 195706231986032001
3. Drs. A.L. Rantetampang, M.Kes. 3. …………….
NIP. 194904171983031001
4. Hasmi, SKM, M.Kes. 4. ……………..
NIP. 197405152001122001
5. John T. Padang, S.Kep, Ners. 5. …………….
NIP. 197806072008121004
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah
menciptakan sesuatu yang sangat besar, keunggulan dalam memberi menciptakan cinta”(Lao
tse)
“Berfokuslah pada kualitas apa yang dilakukan hari ini agar hari ini menjadi masa lalu yang
PERSEMBAHAN :
“Karya kecilku ini aku persembahkan kepada Allah SWT yang telah memberiku nikmat iman
2. Keempat kakak-kakakku
iv
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Retno Asih
Nim : 06 903 325
PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN STRES KERJA TERHADAP KEJADIAN
HIPERTENSI PADA PETUGAS BANDARA USIA 40 TAHUN KEATAS DI SENTANI
TAHUN 2010
Oleh
RETNO ASIH
NIM : 06 903 325
ABSTRAK
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang
tinggi. Pada tahun 2007 penyakit hipertensi berpotensi menyebabkan kematian sebesar 4,6
persen. Prevalensi Hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah 31,7
persen.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya hipertensi antara lain
kebiasaan merokok dan stress kerja serta untuk mengetahui faktor mana yang lebih dominan
berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pada petugas Bandara Sentani usia 40 tahun keatas.
Jenis penelitian ini adalah case control dengan pendekatan restrospektive. Populasi 50 orang
dengan 31 orang sebagai kasus dan 19 orang sebagai kontrol. Instrument yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner dan alat sphygmomanometer (tensimeter). Data primer diperoleh
melalui penyebaran kuesioner dan pengukuran tekanan darah, sedangkan data sekunder diambil
dari kantor Bandara Sentani. Data yang diperoleh dalam penelitian ini di uji dengan
menggunakan statistik uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan (α) = 0,05 dan untuk
mengetahui variabel mana yang lebih dominan digunakan analisis multivariate.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara kebiasaan merokok (p =
0,023 dengan OR = 5,192) dan stress kerja (p = 0,002 dan OR = 11,769) terhadap kejadian
hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun keatas di Sentani. Sedangkan dari kedua variabel
tersebut stress kerja (p = 0,005) yang merupakan variabel yang lebih dominan dibandingkan
dengan kebiasaan merokok (p = 0,029) sehingga stress kerja lebih berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun keatas di Sentani.
By
RETNO ASIH
Student reg. Number : 06 903 325
ABSTRACT
Hypertension is one of disease that result in high morbidity. In 2007 hypertensive disease
potentially causing the death of 4,6 percent. Prevalence of hypertensive in the population aged 19
years and over in Indonesia was 31,7 percent.
This study aims to find out causes of hypertension, among others, work stress and smoking
habits and to find out where a more dominant factor affecting the incidence of hypertension at
Sentani airport workers age years and over. The kind of study is case control with retrospective
approach. The population is 50 person and 31 person as the cases and 19 persons as the control.
Instrumental that used in this study is a questioner and tensimeter tools (Sphygmomanometer).
Primary date obtained through questionnaire dissemination and blood pressure measurement,
whereas secondary date taken of airport security office. Data who obtained of this study tested by
use statistical Chi-square test and degree of significance (α) = 0,05 and find out which variabel
more than potential used the multivariate analysis.
The result of study showed that there were influence between smoking habit ( p = 0,023
with OR = 5,192 ) job stress ( p = 0,002 and OR = 11, 769 ) affected the incidence of
hypertension at sentani airport workers age years and over in Sentani. Whereas from the both of
variable is job stress ( p = 0,029 ) so that more job stress influenced the incidence of
hypertension at the sentani airport workers ages 40 years and over in Sentani.
Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang melimpahkan Rahmat dan
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :
Cenderawasih.
3. Novita Medyati, SKM, M.Kes Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
4. Hasmi, SKM, M.Kes, Ketua Peminatan Epidemiologi atas arahannya selama ini.
5. Drs. Willy Manugan, M.Kes dan Dra. Endang Sri Mulyanie, M.si. Dosen Pembimbing I dan
Dosen Pembimbing II yang telah rela meluangkan waktu, memberikan masukan serta arahan
6. Semua dosen penguji yang memberikan masukan dan arahan guna penyempurnaan penulisan
skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Administrasi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Cenderawasih.
8. Kepala Bandar Udara Sentani yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
mengumpulkan data dan petugas bandara sentani yang telah membantu memberi data guna
menyayangi dan mensuportku baik selama mengikuti kuliah maupun dalam penyelesaian
skripsi ini.
10. Kakak-kakakku Martini dan Yatman, Suwarjo SH dan Hanny Handayani SH, Jarwadi SE
dan Tryas Pujilestari, Eni Yuni Ati SE yang telah mendukung setiap langkahku dengan doa
dan harapannya.
11. Keluarga Juyadi SE dan Nona R. I. Promonodewi SE serta Keluarga Tamba yang
12. Sahabat-sahabat terbaikku Una, Mia, Fajrin, Rika, Nela, Azet, Kak Nur, Sol’ex’10 (Kak
Yanti, Kak Agu, Dyllo, Yodi, Rabi), Kak Santi, Ostin, Yan, Econ, Adhel, Dewi dan Tia
terimakasih atas persahabatan yang telah kalian berikan kepadaku semoga kita selalu kompak
13. Teman-teman Epidemiologi Angkatan 2006 dan transfer Angkatan 2008 suatu kebanggaan
bisa belajar menjadi seorang epidemiolog bersama-sama kalian. Salam sandal bolong.
14. Teman-teman seangkatanku Angkatan 2006 sungguh indah kebersamaan selama 4 tahun ini
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas bantuan dan kerjasama
Akhirnya harapan penulis, semoga skripsi ini menjadi sumber inspirasi bagi yang
membacanya, terutama teman-teman seperjuangan dan rekan-rekan yang sempat membaca karya
ini. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Tabel Halaman
1. Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH ................................................. 7
4. Daftar Bahan Kimia Yang Terdapat Dalam Asap Rokok Yang Dihisap... 20
No Gambar Halaman
1. Kerangka Teori .......................................................................................... 27
RF : Rokok Filter
OR : Odds Ratio
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang
tinggi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang member gejala yang akan
berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk
pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan/left ventricle hypertrophy (untuk
otot jantung). Dengan organ target di otak berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama
banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan umur 55-64 tahun. Hipertensi di
Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997, hipertensi dijumpai pada 4.400
per 10.000 penduduk. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, prevalensi
hipertensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, pada tahun 2000
RI:2003).
Prevalensi hipertensi pada laki-laki dari 134 (13,6%) naik menjadi 165 (16,5%), hipertensi
pada perempuan dari 174 (16,0%) naik menjadi 176 (17,6%) (Suheni, 2007).
Menurut Pajario banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor
risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor).
Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan
umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan
(kebiasaan makan garam), alkohol, stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan
Dari hasil Riskesdas 2008, prevalensi perokok setiap hari tertinggi di Indonesia yaitu
Provinsi Bengkulu sebesar 29,5 % sedangkan Provinsi Papua sebesar 22 %. Berdasakan data
SIRS 2007, penyakit hipertensi mempunyai potensi menyebabkan kematian sebesar 4,6 %.
Hasil Riskesdas 2008 prevalensi Hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di
Indonesia adalah 31,7 %. Menurut provinsi, prevalensi tertinggi di Kalimantan Selatan 39,6 %
Menurut Sani hubungan merokok dengan kesehatan juga dapat dibuktikan oleh SKRT
Depkes 1986 dan 1992 dimana terlihat jelas peningkatan proporsi kematian akibat penyakit
kardiovaskuler yaitu tahun 1986 sebesar 9.7% dan tahun 1992 sebesar 16,4 %. Menurut
Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan menyatakan Indonesia merupakan salah
satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi.
Di Papua, khususnya hasil observasi awal di Bandara Sentani diketahui bahwa petugas
bandara yang laki-laki adalah perokok atau mempunyai kebiasaan merokok meskipun tidak
dilakukan di tempat kerja. Selain itu lingkungan, beban kerja yang tinggi dan waktu kerja yang
banyak bila dihubungkan dapat menyebabkan petugas mengalami kelelahan dan dapat
menyebabkan stress kerja. Stress kerja ini akan memicu peningkatan tekanan darah.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada pengaruh antara kebiasaan merokok dan stress kerja terhadap kejadian
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh antara kebiasaan merokok dan stress kerja terhadap
2. Tujuan Khusus
b. Untuk mengetahui pengaruh stress kerja terhadap kejadian hipertensi pada petugas
D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi para petugas bandara
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi petugas Bandara
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan menambah wawasan
mengenai pengaruh kebiasaan merokok dan stress kerja dengan kejadian hipertensi pada
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini merupakan hasil pemikiran penulis berdasarkan latar belakang masalah,
kemudian dari latar belakang ditentukan judul “Pengaruh Kebiasaan Merokok dan Stres
Kerja Terhadap Kejadian Hipertensi pada Petugas Bandara Usia 40 Tahun ke atas di Sentani
Tahun 2010”.
1. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia
40 Tahun ke Atas di Rumah Sakit Daerah Cepu Tahun 2007 oleh Yuliana Suheni
Persamaanya :
a. Meneliti kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada usia 40 tahun ke atas.
Perbedaanya :
a. Tempat penelitian dan responden penelitian yang terdahulu yaitu laki-laki usia 40 tahun ke
atas di Rumah Sakit Cepu, sedangkan penelitian sekarang yaitu petugas bandara di Sentani.
b. Variabel bebas dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuliana Suheni hanya kebiasaan
merokok, sedangkan variabel bebas dalam penelitian yang penulis lakukan selain
2. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan merokok pada Peserta Didik Kelas VIII
Persamaannya :
Perbedaannya :
a. Tempat, responden dan waktu penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Utami
Pambudi bertempat di SMP Negeri 3 Jayapura tahun 2009 sedangkan penelitian yang
akan penulis lakukan yaitu pada petugas bandara di sentani tahun 2010.
b. Variabel penelitian ini yaitu menggunakan stress kerja selain menggunakan kebiasaan
merokok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Hipertensi
Menurut Sustrani hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang
dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi
sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit
yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan
berlanjut kesuatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner
(untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan/left ventricle hypertrophy
(untuk otot jantung). Dengan organ target di otak berupa stroke, hipertensi menjadi
penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2007:60).
Menurut Hull hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak
konstan pada arteri. Dari definisi-definisi di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa
hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
Menurut Pajario banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor
risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan
(minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis
kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu
olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol stres, kelebihan berat badan
Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah adalah 120–
140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi
bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.
Tabel 1
Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH
Menurut Rabin dan Kumar peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian
Hipertensi sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai
pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan diramalkan
dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut meningkat. Batasan ini untuk individu
dewasa diatas umur 18 tahun, tidak dalam keadaan sakit mendadak. Dikatakan hipertensi
jika pada dua kali atau lebih kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari
dua atau lebih pengukuran setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih, atau
sistoliknya 140 mmHg atau lebih. Sedangkan menurut 2 JNC VII (Seventh Join National
Committee) 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun
mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangkan hipertensi stadium III apabila
tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg
(Suheni, 2007).
Tabel 2
Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas 18 Tahun
Menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On
Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure
Tekanan darah tinggi pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat yang melebihi
140/90 mmHg yang dikonfirmasikan pada berbagai kesempatan. Tekanan darah sisitolik,
yang berupa angka yang diatas, mewakili tekanan dalam arteri saat jantung berkontraksi
dan memompa darah ke dalam peredarannya. Tekanan diastolik, yang berupa angka
bawah, mewakili tekanan dalam arteri saat jantung santai setelah kontraksi. Oleh karena
itu tekanan diastolik mencerminkan tekanan minimal yang dikenakan pada arteri-arteri
Klasifikasi hipertensi menurut kausanya dibagi menjadi dua sekunder dan primer
diketahui. Sekitar 30% penyebab hipertensi esensial dapat dikaitkan dengan faktor-faktor
diketahui. Klasifikasi hipertensi menurut ganguan tekanan darah dibagi menjadi dua
yaitu sistolik dan diastolik. Hipertensi sistolik yaitu hipertensi yang disebabkan oleh
peninggian tekanan darah sistolik saja sedangkan hipertensi diastolik yaitu hipertensi
yang disebabkan oleh peninggian tekanan diastolik. Klasifikasi beratnya atau tingginya
peningkata tekana darah dibagi menjadi tiga yaitu hipertensi ringan, hipertensi sedang
3. Patogenesis
yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai
peredaran darah peripher. Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban
pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem
Menurut Beevers tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi
tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, faktor
endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga
oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh (Suheni, 2007).
genetik. Pada orang-orang yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita
hipertensi, tekanan darah tinggi dua kali lebih tinggi pada populasi secara umum. Jarang
sekali gangguan genetik tertentu yang tidak biasa yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar
Ada hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat di atas
berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga
membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Pada
penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas
dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan
Cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak yaitu dengan mengukur
Indeks Masa Tubuh (IMT) Rumus untuk IMT adalah berat badan (kg) dibagi dengan tinggi
badan dikuadratkan (m2). Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
(obesitas) Kelebian berat badan tingkat berat <27
Sumber:(Depkes RI dalam Supariasa 2001:61)
c. Stres Kerja
Stress pada pekerjaan cenderung menyebabkan terjadinya hipertensi berat. Stress yang
terlalu berat dapat memicu terjadinya berbagai penyakit misalnya sakit kepala, sulit tidur,
Menurut Sustrani wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-laki.
Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan jantung dan pembuluh darah.
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Pada pria
hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman
terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena hipertensi
dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich seorang pria dewasa akan mempunyai
peluang lebih besar yakni satu di antara 5 untuk mengidap hipertensi (Suheni, 2007).
e. Faktor Usia
seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya penderita hipertensi
adalah orang-orang yang berusia 40 tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan
diderita oleh orang berusia muda. Boedhi Darmoejo dalam tulisannya yang dikumpulkan
penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi (Suheni, 2007).
Menurut Kaplon 1985 pria yang berusia < 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan
darah berbanding 130/90 mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia > 45 tahun dinyatakan
hipertensi jika tekanan darah 145/95 mmHg atau lebih (Suheni, 2007).
WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari
(sama dengan 2400 mg Natrium). Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap
Garam merupakan faktor penting dalam patogensis hipertensi. Asupan garam kurang
dari 3 gram/hari prevalensi hipertensinya rendah, sedangkan asupan garam antara 5-15
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah
(Muhammad, 2010:70).
g. Kebiasaan Merokok
Menurut Smith dan Tom kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang
olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok mempunyai
beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang
ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat
arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar (Suheni, 2007).
h. Aktivitas Fisik (Olahraga)
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan
(sphygmomanometer) dan steteskop. Ada tiga tipe dari spygmomanometer yaitu dengan
menggunakan air raksa atau (merkuri), aneroid, dan elektronik. Tipe air raksa adalah jenis
spygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak tersebut terdengar
pertama kali adalah tekanan sistolik. Sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang
menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul metalis tipis yang
b. Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar
d. Buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah istirahat yang cukup,
yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi terbaring,
duduk, dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit. Ukuran manset harus
cocok dengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkari paling sedikit 80 % lengan atas dan
lebar manset paling sedikit 2/3 kali panjang lengan atas, pinggir bawah manset harus 2 cm diatas
6. Kebiasaan Merokok
Merokok adalah mengisap gulungan tembakau yang dibungkus kertas (Kamus Besar
Menurut Smith dan Tom kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang
olahraga serta kurang bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok
darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok
menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar (Suheni, 2007).
Menurut Mustafa dampak rokok akan terasa setelah 10–20 tahun pasca digunakan.
Dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif (Active smoker), tetapi juga bagi
perokok pasif (Pasive smoker). Orang yang tidak merokok atau perokok pasif, tetapi
terpapar asap rokok akan menghirup 2 kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok aktif.
Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali isapan maka dalam tempo setahun bagi
perokok sejumlah 20 batang (1 bungkus) per hari akan mengalami 70.000 kali isapan asap
rokok (Suheni, 2007).
Menurut Pdpersi (Pusat Data dan Informasi-Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia)
2003 seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok. Merokok
dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri, banyak penyakit yang
telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok secara luas telah
menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut Departemen Kesehatan Dalam
Gizi dan Promosi Masyarakat, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produk dan harga
rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus
Menurut Sitepoe rata- rata merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi
oleh faktor psikologis meliputi rangsangan sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan
kejantanan, mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga
dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok
seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin (Suheni, 2007).
a. Kategori Perokok
1) Perokok Pasif
Perokok pasif adalah orang-orang yang tidak merokok, namun menjadi korban
perokok karena turut menghisap asap sampingan (di samping asap utama yang
dihembuskan balik oleh perokok) (Jaya, 2009:69). Menurut Wardoyo (1996) asap rokok
yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih
banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan
nikotin (Suheni, 2007).
2) Perokok Aktif
Menurut Bustan perokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok
atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap
rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis
Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.
2) Perokok Sedang
3) Perokok Berat
Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang (Bustan, 2007:210).
Menurut Sitepoe bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok
maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan
mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi
kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis
Berdasarkan survey yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia
tahun 2006 yang dilakukan terhadap remaja berusia 13-15 tahun, sebanyak 24,5 % remaja
laki-laki dan 2,3 % remaja perempuan merupakan perokok, 3,2 % diantaranya sudah
kecanduan bahkan, yang lebih mengkhawatirkan 3 dari 10 pelajar mencoba merokok sejak di
bawah usia 10 tahun (Jaya, 2009:32).
Menurut Sitepoe merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–
25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit. Menurut Mustafa dampak rokok
akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Dampak rokok bukan hanya untuk perok
aktif tetapi juga perokok pasif (Suheni, 2007).
d. Cara Menghisap Rokok
Cara manghisap rokok dapat dibedakan menjadi :
1) Begitu menghisap langsung dihembuskan (secara dangkal)
2) Ditelan sampai ke dalam mulut (dimulut saja).
3) Ditelan sampai di kerongkongan (isapan dalam)
(Bustan, 2007:210)
e. Jenis Rokok
Di Indonesia pada umumnya, rokok dibedakan menjadi beberapa jenis, perbedaan ini
berdasarkan :
1) Rokok berdasarkan pembungkus
Rokok berdasarkan pembungkus dibagi 4 yaitu klobot, kawung, sigaret dan cerutu. Klobot
adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung. Kawung adalah rokok
yang bahan pembungkusnya berupa daun aren. Sigaret adalah rokok yang bahan
pembungkusnya berupa kertas. Cerutu adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa
daun tembakau.
2) Rokok berdasarkan bahan baku
Berdasarkan bahan baku atau isi, rokok dibedakan menjadi 3 yaitu rokok putih, rokok kretek
dan rokok klembak. Rokok putih adalah rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun
tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok kretek
adalah rokok yang bahan bakunya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok klembak adalah rokok yang bahan
bakunya berupa daun tembakau, cengkeh dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan
Berdasarkan proses pembuatannya, rokok dibedakan menjadi 2 yaitu Sigaret kretek Tangan
(SKT) dan Sigaret Kretet Mesin (SKM). Sigaret kretek Tangan (SKT) adalah rokok yang
proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan
atau alat bantu sederhana. Sigaret Kretet Mesin (SKM) adalah rokok yang proses
Berdasarkan penggunaan filter, rokok dibedakan menjadi 2 yaitu Rokok Filter (RF) dan
Rokok Non Filter (RNF). Rokok Filter (RF) adalah rokok yang pada bagian pangkalnya
terdapat gabus. Rokok Non Filter (RNF) adalah rokok yang pada bagian pangkalnya tidak
Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya,
misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama dengan komponen
lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok
terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia
dan 200 diantaranya bersifat racun antara lain Karbon Monoksida (CO) dan Polycylic
Aromatic hydrocarbon yang mngandung zat-zat pemicu terjadinya kanker (seperti tar,
Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok, nikotin bersifat toksik terhadap saraf
dengan stimulasi atau depresi. Nikotin merupakan aikaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis
tinggi beracun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak/susunan
saraf. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami
kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi
untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan
dengan jarang adanya jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang berhasil
7. Stres Kerja
Menurut Dr. Peter Tyler stress adalah perasaan tidak enak yang disebabkan oleh
persoalan-persoalan di luar kendali kita, atau reaksi jiwa dan raga terhadap perubahan (Lubis,
2009:17).
Sementara itu, Kamus Psikologi karya Dr. Kartini Kartono dan Dali Gulo
a. Suatu stimulus yang menegangkan kapasitas (daya) psikologi atau fisiologi dari suatu
organisme.
b. Sejenis frustasi, dimana aktivitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah diganggu
atau dipersulit, tetapi tidak terhalang-halangi; peristiwa ini biasanya disertai oleh
c. Kekuatan yang ditetapkan pada suatu sistem berupa tekanan-tekanan fisik dan psikologis
Suatu kondisi ketegangan fisik dan psikologis disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan
lingkungannya, yang dinilai individu sebagai sesuatu yang membebani atau melampaui
kemampuan yang dimilikinya, serta mengancam kesejahteraannya. Dengan kata lain, stress
merupakan fenomena individual dan menunjukkan respon individu terhadap tuntutan lingkungan
(Lubis, 2009:17).
Gejala terjadinya stress secara umum terdiri dari dua gejala yaitu gejala fisik dan gejala
psikis. Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stress adalah nyeri dada, diare
selama beberapa hari, sakit kepala, mual, jantung berdebar, lelah dan sukar tidur. Sementara
bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah cepat marah, ingatan melemah, tak mampu
berkonsentrasi, tidak mampu menyelesaikan tugas, prilaku impulsive, reaksi berlebihan terhadap
hal sepele, daya kemampuan berkurang, tidak mampu santai pada saat yang tepat, tidak tahan
terhadap suara atau gangguan lain dan emosi tidak terkendali (Hidayat, 2009:156).
Stres pada pekerjaan cenderung menyebabkan terjadinya hipertensi berat. Stres yang terlalu
berat dapat memicu terjadinya berbagai penyakit misalnya sakit kepala, sulit tidur, tukak
Menurut Smet dan Bart hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stres
berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena tuntutan kerja yang
terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur) dan jenis pekerjaan yang harus
memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya atau pekerjaan yang menuntut
tanggungjawab bagi manusia. Stres pada pekerjaan cenderung menyebabkan hipertensi berat.
Sumber stres dalam pekerjaan (stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang tidak
memadai, peran dalam pekerjaan yang tidak jelas, tanggungjawab yang tidak jelas, masalah
dalam hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga (Suheni, 2007).
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban yang dimaksud adalah fisik,
mental atau sosial. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya
dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, mental atau sosial.
Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban sampai suatu saat
tertentu. Bahkan ada beban yang dirasa optimal bagi seseorang. Inilah maksud penempatan
seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat atau pemilihan tenaga kerja tersehat
untuk pekerjaan yang tersehat pula. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan
waktu tertentu. Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya
dan sangat tergantung kepada ketrampilan, keserasian (=fittness), keadaan gizi, jenis kelamin,
usia dan ukuran-ukuran tubuh. Semakin tinggi keterampilan kerja yang dimiliki, semakin effisien
badan dan jiwa bekerja, sehingga beban kerja menjadi relative sedikit. Kesegaran jasmani dan
rohani adalah penunjang penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran jasmani dan
rohani tidak saja pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi juga gambaran keserasian
pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang dimilikinya. Tingkat gizi, terutama bagi pekerja
kasar dan berat adalah faktor penentu derajat produktifitas kerjanya. Beban kerja yang terlalu
Waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas
dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal waktu kerja meliputi lama seseorang
mampu bekerja dengan baik, hubungan antara waktu kerja dan istirahat, waktu bekerja sehari
menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi, siang, sore) dan malam hari. Jam kerja
yang diharuskan adalah 6-10 jam setiap harinya. Sisanya (14-18 jam setiap harinya) digunakan
untuk keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Dalam satu minggu seseorang
bekerja dengan baik selama 40-50 jam, lebih dari itu terlihat kecenderungan yang negatif seperti
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat segera setelah
menghisap hisapan pertama. Nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-
paru dan disebarkan ke seluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin
untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal kepada kelenjar
adrenal untuk melepaskan Epinephrine (adrenaline). Hormon yang sangat kuat ini
menyempatkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras di
rata-rata 10 mmHg. Tekanan darah tetap pada tingkat ini sekitar 30 menit setelah selesai
merokok. Saat efek nikotin hilang, tekanan darah berangsur-angsur turun. Namun demikian, jika
anda perokok berat, tekanan darah tetap pada tingkat yang lebih tinggi sepanjang hari (Gardner,
2007:41).
lain yang merugikan. Bahan-bahan kimia dalam tembakau dapat merusak dinding-dinding dalam
arteri, sehingga membuatnya lebih rentan terhadap akumulasi kolestrol yang mengandung
endapan-endapan lemak (plak) yang menyebabkan penyempitan pada arteri. Tembakau juga
faktor ini, penyempitan arteri dan peningkatan cairan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi
(Gardner, 2007:42).
Hormon adrenaline dan kortisol yang dilepaskan selama periode stress meningkatkan
Peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh stress berbeda-beda. Pada setiap
orang, stress menyebabkan hanya sedikit peningkatan tekanan darah. Pada sebagian orang
yang lain stress dapat menyebabkan lompatan-lompatan yang ekstrem dalam tekanan darah.
Meskipun efek stres biasanya hanya bersifat sementara, jika mengalami stress secara teratur,
peningkatan tekanan darah yang ditimbulkannya, suatu waktu, dapat merusak arteri, jantung,
otak, ginjal dan mata kita, persis sebagaimana hanya dengan tekanan darah tinggi yang terus-
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis yang
merangsang pengeluaran hormon adrenalin. Hormon ini dapat menyebabkan jantung berdenyut
lebih cepat dan menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi. Hal ini dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Saraf simpatis di pusat saraf pada orang stress atau mengalami
tekanan mental bekerja keras. Biasa dimaklumi mengapa orang yang stress atau mengalami
Hipertensi akan mudah muncul pada orang yang sering stress dan mengalami ketegangan pikiran
B. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Hendrik Bluum yang di
dalamnya terdapat empat faktor penentu status kesehatan yaitu keturunan, lingkungan,
pelayanan kesehatan dan perilaku. Bagan kerangka teori Hendrik Blumm yang digunakan
LINGKUNGAN YANKES
– Stress kerja – Kurangnya program
– Geografis (pantai > pencegahan
pegunungan) HIPERTENSI hipertensi di
– Urban/rural (kota > puskesmas
desa)
– Pil KB
– Water Composition
PERILAKU
– Minuman keras (alkohol)
– Kebiasaan makan (diet tinggi
garam)
– Aktivitas olah raga
– Kopi
– Kebiasaan merokok
Sumber : Notoatmodjo, 2003 : 15
Gambar 1
Kerangka teori menurut Hendrik Blumm
Dalam teori HL Blum hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Faktor Genetik
tekanan darah tinggi. Meskipun hipertensi dianggap sebagai penyakit keturunan, namun
hubungannya tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari interaksi gen yang beragam,
sehingga tidak ada tes genetik yang dapat mengidentifikasi orang yang beresiko untuk
menderita hipertensi, walaupun adanya tes genetic secara konsisten terhadap penyakit hipertensi
tetaplah berhati-hati. Karena dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik yang sama
(Muhammad, 2010:52).
2. Faktor Prilaku
Faktor perilaku misalnya gaya hidup kurang baik mengkonsumsi makan an cepat saji
yang kaya daging dan minuman yang mengandung kafein, soda, minuman beralkohol,
memiliki kadar kolestrol darah yang tinggi, kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif
(malas berolahraga), gaya hidup stress, stress cenderung menyebabkan kenaikan tekana darah
sementara waktu, jika stress telah berlalu maka tekanan darah biasanya akan kembali normal
(Muhammad, 2010:53).
3. Faktor Pelayanan
pencegahan penyakit hipertensi dengan pemeriksaan tekanan darah secara teratur, kurangnya
makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup, kurangnya kerja sama dengan berbagai
sektor terkait guna pencegahan terjadinya penyakit hipertensi, serta kuangnya peneliaian,
Lingkungan adalah segala sesuatau yang benda di sekitar manusia serta pengaruh-
pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Lingkungan ini
termasuk perilaku atau pola hidup misalnya gaya hidup kuarang baik seperti gaya hidupnya
Adanya perbedaan keadaan geografis, di mana daerah pantai lebih beresiko terjadinya
penyakit dibandingkan dengan daerah pegunungan, karena daerah pantai lebih banyak
terdapat natrium dan klorida dalam garam dapur sehingga konsumsi natrium pada penduduk
pantai lebih besar dari pada di daerah pegunungan. Di daerah perkotaan dengan gaya hidup
modern lebih beresiko terjadinya penyakit hipertensi dibandingkan dengan daerah pedesaan
(Muhammad, 2010:51).
C. Kerangka Konsep
1. Kerangka Konsep
Variabel Perancu :
a Keturunan
b Berat badan (Obesitas)
c Asupan Garam
d Jenis Kelamin
Gambar 2
Kerangka Konsep
Keterangan :
a. Kebiasaan merokok adalah kegiatan merokok yang dilakukan oleh petugas bandara
yang berusia 40 tahun ke atas yang telah mengisap rokok sama atau lebih dari 100
batang.
beban kerja, waktu kerja dan kapasitas kerja yang tidak sesuai dengan keadaan normal.
c. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah melebihi atau di atas batas normal
untuk orang berusia 40 tahun yaitu diatas 120 mmHg sistolik dan diatas 80 mmHg diastolik.
3. Hipotesis
a. Ha = ada pengaruh antara kebiasaan merokok dan stress kerja terhadap kejadian
Ho = tidak ada pengaruh antara kebiasaan merokok dan stress kerja terhadap kejadian
b. Ha = ada pengaruh antara kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi pada petugas
Ho = tidak ada pengaruh antara kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi pada
c. Ha = ada pengaruh antara stress kerja terhadap kejadian hipertensi pada petugas bandara
Ho = tidak ada pengaruh antara stress kerja terhadap kejadian hipertensi pada petugas
A. Jenis Penelitian
merupakan survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa
digunakan adalah penelitian case control yaitu penelitian survey analitik yang menyangkut
(Notoatmodjo, 2002:150).
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu pada bulan Mei-Juni 2010 dengan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas Bandara Sentani yang berusia 40
tahun keatas yaitu sejumlah 50 orang. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipandang
repsentatif mewakili populasi. Mengingat jumlah populasi relative sedikit, maka dalam
penelitian ini penulis menggunakan penelitian populasi yaitu bahwa semua anggota populasi
sekaligus digunakan sebagai sampel penelitian dengan kata lain penentuan sampelnya
menggunakan metode sampel jenuh yaitu teknik pengambilan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel (Hasmi, 2009:63) dengan demikian anggota populasi
D. Instrumen Penelitan
Instrumen penelitian adalah alat yang dipakai untuk menjalankan penelitian atau
peralatan yang digunakan untuk mengukur atau mendapatkan data dari varibel yang akan
diteliti (Kesling Poltekes, 2006:25). Menurut Hariwijaya alat yang digunakan untuk
1. Kuisioner
pertanyaan untuk dijawab responden. Kuisioner dapat disebut juga sebagai interview
tertulis dimana responden dihubungi melalui daftar pertanyaan. Jenis kuisioner yang
digunakan adalah bersifat tertutup (closed), artinya pertanyaan itu jawabannya sudah
(Pambudi, 2009). Kuisioner yang digunakan untuk mengambil data dalam penelitian ini
adalah kuisioner yang bersifat tertutup (closed) dengan alternatif jawaban yang sudah
disediakan dan responden tinggal memilih sesuai dengan keadaannya. Kuisioner ini
disusun berdasarkan skala Guttman, pertanyaan yang dijawab dengan benar akan diberi
2. Studi Dokumentasi
Yaitu cara mengumpulkan data dengan mempelajari atau mengambil data dari data
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas (variabel independent) dan variabel
b. Stress kerja
Cara pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk data tentang
kebiasaan merokok digunakan kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri. Untuk data
tentang stress kerja yang disusun oleh Retnaningtyas (2005). Instrument dimaksud telah
memenuhi syarat baik validitas > 0,878 maupun realibilitas sebesar 0, 9930. Instrument
tersebut telah di modifikasi menjadi model Guttman. Untuk data tentang hipertensi dilakukan
pemeriksaan tekanan darah oleh petugas medis dengan menggunakan tensi air raksa.
1. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diberikan secara langsung
kepada responden dan hasil pengukuran tekanan darah yang dilakukan terhadap
responen.
2. Data sekunder diperoleh dari kantor Bandara Sentani dan Dinas Kesehatan Provinsi
Langkah-langkah pengolahan data terhadap kuisioner yang telah diisi selanjutnya akan
dilakukan pengecekan terhadap semua jawaban yang diberikan oleh responden terhadap
semua item pertanyaan untuk mengetahui apakah kuisioner telah terisi tersebut memenuhi
syarat :
Setelah dilakukan pengecekan maka kuisioner yang memenuhi syarat tersebut dilakukan
pengolahan data. Data kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara
Analisis data dilakukan dengan SPSS 16.0, dengan menggunakan teknik analisis chi-
square (X2) menggunakan α = 0,05 dan melakukan analisis bivariat untuk melihat hubungan
atau korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo, 2005:188). Sedangkan
Hipertensi
Ya Tidak Jumlah
(Kasus) (Kontrol)
Ya A B A+B
Faktor Resiko
Tidak C D C+D
Jumlah A+C B+D A+B+C+D
Gambar 3
Skema Dasar Studi Kasus Kontrol
Keterangan
Untuk menilai Odds Rasio (OR) atau seberapa sering terdapat pajanan pada kasus
ܽൈ݀
ܱܴ ൌ
ܾൈܿ
Interprestasi nilai Odds Rasio (OR) :
1. Bila OR hitung > 1, maka faktor yang diteliti memang merupakan faktor risiko.
3. Bila OR hitung < 1, maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif.
276,9836 Ha. Bandara Sentani dibangun oleh tentara sekutu dan ditingkatkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia kemudian dikelola oleh Dirjen Perhubungan yang beralamat
di Jalan Yabaso no.76 dengan jarak 37 km dari kota, 345 m dari Gunung Cyclop 7,087” ±
88 m DPL dari permukaan laut dan 152 m dari Bukit Doyo. Dalam sehari beroperasi selama
14 jam yaitu dari jam 06.00 WIT – 20.00 WIT dengan pesawat terbesar yang beroperasi
transportasi udara yang andal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah”. Penjelasan Visi
3. Nilai tambah : Dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat baik secara langsung maupun
tidak langsung.
terintegrasi.
3. Mewujudkan iklim usaha jasa transportasi udara yang kompetitif dan berkelanjutan
(sustainable).
4. Mewujudkan kelembagaan yang efektif, efisien didukung oleh SDM yang profesional dan
Tujuan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara adalah Dalam rangka penentuan arah
pembangunan transportasi udara, maka tujuan yang ingin dicapai dalam jangka panjang
2. Terwujudnya pertumbuhan Sub Sektor Transportasi udara yang stabil sehingga dapat
nasional.
pelosok tanah air, sehingga dapat ikut mendorong pemerataan pembangunan, kelancaran
distribusi, stabilitas harga barang dan jasa, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
internasional dan terbentuknya kelembagaan yang optimal dan efektif sehingga dapat
mendukung terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal dan berdaya saing.
6. Sarana pendidikan bagi masyarakat untuk menghargai profesionalisme dan peningkatan
udara.
2. Meningkatkan kualitas dan produktifitas pelayanan jasa transportasi udara melalui penerapan
manajemen mutu dalam rangka memenuhi kebutuhan (demand) jasa transportasi udara.
3. Menciptakan iklim usaha jasa angkutan udara dalam persaingan sehat dan kondusif dalam
rangka menciptakan industri penerbangan yang efisien, efektif dan kompetitif dalam pasar
4. Meningkatkan efisiensi nasional bidang jasa transportasi udara dan mendorong minat investor
5. Memperluas jangkauan jaringan pelayanan jasa transportasi udara sampai ke daerah terpencil,
3. penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, sistem dan prosedur di bidang angkutan udara,
5. pengawasan (dalam arti pemantauan dan penilaian) terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang
angkutan udara, bandar udara, keamanan penerbangan, kelaikan udara dan pengoperasian
pesawat udara.
6. pengendalian (dalam arti pemberian arahan, petunjuk bimbingan teknis) terhadap pelaksanaan
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
a Responden Menurut Umur dan Jenis Kelamin dapat dilihat di bawah ini :
Tabel 5
Distribusi Responden Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Petugas Bandara Sentani
Jenis Kelamin
Umur Total
Laki-laki % Perempuan %
40-44 10 25 7 70 17
45-49 12 30 3 30 15
50-54 11 27,5 0 0 11
55-59 4 10 0 0 4
60-64 3 7,5 0 0 3
Total 40 100 10 100 50
(Sumber : Data Primer, Juni 2010)
Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa sampel terdiri dari 50 orang
yang sebagian besarnya adalah laki-laki yaitu sebanyak 40 orang dan 10 orangnya
lagi adalah perempuan, sedangkan untuk kelompok umur terbanyaknya yaitu
kelompok umur 40-44 tahun sebanyak 17 orang yang terdiri dari 10 laki-laki dan 7
perempuan dan kelompok umur terkecil adalah kelompok umur 60-64 tahun yaitu
b Responden Menurut Kasus dan Kontrol Berdasarkan Usia dapat dilihat di bawah ini :
Tabel 6
Distribusi Responden Menurut Kasus dan Kontrol Berdasarkan Umur
Petugas Bandara Sentani
Sampel
Umur N %
Kasus % Kontrol %
40-44 10 32,26 7 36,8 17 34
45-49 10 32,26 5 26,3 15 30
50-54 5 16,13 6 31,58 11 22
55-59 3 9,68 1 5,3 4 8
60-64 3 9,68 0 0 3 6
Total 31 100 19 100 50 100
(Sumber : Data Primer, Juni 2010)
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa kasus terbanyak yaitu pada kelompok
umur 40-44 dan 45-49 sebanyak 10 orang, sedangkan pada kontrolnya yang terbanyak yaitu
c Responden Menurut Umur Pertama Kali Merokok dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 7
Distribusi Responden Menurut Umur Pertama Kali Merokok
Petugas Bandara Sentani
Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa petugas bandara berusia 40 tahun
keatas memulai kebiasaan merokok yang terbesar pada umur 11-20 tahun dan >20 tahun yaitu
masing-masing sebanyak 10 orang sedangkan pada umur <10 tahun hanya 1 orang.
d Responden Menurut Umur dan Lama Kebiasaan Merokok dapat dilihat di bawah ini :
Tabel 8
Distribusi Responden Menurut Umur dan Lama Kebiasaan Merokok
Petugas Bandara Sentani
keatas mempunyai lama kebiasaan merokok yang tertinggi adalah >2 tahun sebanyak 19
orang, sedangkan untuk kelompok <1 tahun dan 1-2 tahun masing-masing yaitu sebanyak 1
orang.
e Responden Menurut Umur dan Banyaknya Rokok yang Dihisap Dalam Sehari dapat dilihat di
bawah ini :
Tabel 9
Distribusi Responden Menurut Umur dan Banyaknya Rokok yang Dihisap Dalam Sehari
Petugas Bandara Sentani
Berdasarkan tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa petugas bandara berusia 40 tahun
Jenis Rokok
Total
Umur Berfilter Tidak Berfilter
N % N % N %
40-44 3 14,28 2 9,52 5 23,8
45-49 7 33,3 0 0 7 33,3
50-54 5 23,8 1 4,76 6 28,57
55-59 2 9,52 0 0 2 9,52
60-64 1 4,76 0 0 1 4,76
Total 18 85,71 3 14,28 21 100
(Sumber : Data Primer, Juni 2010)
Berdasarkan tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa petugas bandara berusia 40 tahun
keatas sebagian besar menghisap rokok berjenis filter yaitu sebanyak 18 orang.
g Responden Menurut Umur dan Cara Menghisap Rokok dapat dilihat di bawah ini :
Tabel 11
Distribusi Responden Menurut Umur dan Cara Menghisap Rokok
Petugas Bandara Sentani
keatas mempunyai kebiasaan dalam menghisap rokok dengan dangkal yaitu sebanyak 12
orang.
Tabel 12
Distribusi Responden Menurut Stress Kerja
Petugas Bandara Sentani
Stress Kerja
Jenis Total
No Beresiko Tidak Beresiko
Kelamin
N % N % N %
1 Laki-laki 16 32 24 48 40 80
2 Perempuan 4 8 6 12 10 20
Total 20 40 30 60 50 100
(Sumber : Data Primer, Juni 2010)
Berdasarkan tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa petugas bandara berusia 40 tahun keatas
yang beresiko mengalami stress kerja yaitu sebanyak 20 orang terdiri dari 16 orang laki-laki dan
4 orang perempuan.
2. Analisa Pengaruh Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat
Tabel 13
Pengaruh Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi
Petugas Bandara Sentani
95%
Efek Confidence
Kebiasaan Total
No P OR Interval
Merokok
HT Tdk HT
Lower Upper
N % N % N %
1 Perokok 18 36 4 8 22 44
2 Bukan Perokok 13 26 15 30 28 56 0.023 5.192 1.396 19.312
Total 31 62 19 38 50 100
(Sumber : Data Primer, Juni 2010)
Berdasarkan data pada tabel 13 di atas diketahui bahwa menurut responden, kebiasaan
Hasil di atas menunjukkan OR (Odds Ratio) yaitu 5,192 (95% CI : 1,396 – 19,312).
Dengan OR = 5,192 maka kebiasaan merokok memberikan resiko 5,192 kali lebih besar
menyebabkan petugas Bandara Sentani untuk mengalami hipertensi. Dari hasil uji Chi square
mengenai pengaruh kebiasaan merokok terhadap hipertensi dianalisa dengan uji Yate’s
Correction dengan p Value = 0,023 yang artinya hubungan signifikan. Karena p Value kurang
dari 0,05 menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara kebiasaan merokok terhadap kejadian
Tabel 14
Pengaruh Stress Kerja dengan Hipertensi
Petugas Bandara Sentani
95%
Efek Confidence
Stress Total
No P OR Interval
Kerja
HT Tdk HT
Lower Upper
N % N % N %
1 Beresiko 18 36 2 4 20 40
2 Tidak Beresiko 13 26 17 34 30 60 0.002 11.769 2.307 60.045
Total 31 62 19 38 50 100
(Sumber : Data Primer, Juni 2010)
Berdasarkan data pada tabel 14 di atas diketahui bahwa menurut responden, stress kerja
Hasil di atas menunjukkan OR (Odds Ratio) yaitu 11,769 (95% CI : 2,307 – 60,045).
Dengan OR = 11,769 maka stress kerja memberikan resiko 11,769 kali lebih besar menyebabkan
petugas Bandara Sentani untuk mengalami hipertensi. Dari hasil uji Chi square mengenai
pengaruh stress kerja terhadap hipertensi dianalisa dengan uji Yate’s Correction dengan p Value
= 0,002 yang artinya hubungan signifikan. Karena p Value kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa
adanya pengaruh antara stress kerja terhadap kejadian hipertensi pada petugas bandara di
Sentani.
Untuk mengetahui besar pengaruh dari tiap variabel independen terhadap variabel
dependen, maka semua variabel dianalisa dengan uji bivariate. Dari hasil pengujian tersebut
menunjukkan kedua variabel tersebut memiliki p Value < 0,25 yang memenuhi kriteria untuk
Setelah dilakukan analisa dengan metode enter, variabel yang dinilai p Value yang
paling rendah adalah variabel stress kerja dengan nilai p Value = 0,005 dibanding dengan nilai
p Value kebiasaan merokok dengan nilai p Value = 0,029. Hal ini menunjukkan bahwa stress
kerja merupakan faktor yang dominan menyebabkan hipertensi pada petugas bandara usia 40
C. Pembahasan
1. Kebiasaan Merokok
dalam tiga kelompok. Kelompok di bawah 10 tahun, 11-20 tahun dan di atas 20 tahun.
Rata-rata responden memiliki kebiasaan pertama kali merokok 11-20 tahun dan di atas
Menurut Riskesda tahun 2007 menunjukkan pada Provinsi Papua usia rentan untuk
memulai merokok adalah usia 15-19 tahun yaitu sebesar 26,7 %, sedangkan untuk usia
di atas 20 tahun yaitu sebesar 18,9 %. Hasil Riskesda 2007 juga menunjukkan bahwa
Indonesia mempunyai usia rentan memulai kebiasaan merokok pada usia 15-19 tahun
sebesar 36,3 %. Hal ini membuktikan bahwa remaja merupakan usia yang paling rentan
Hasil penelitian pada petugas bandara berusia 40 tahun keatas di Sentani rata-rata
responden paling banyak menjawab dalam 1 hari menghisap 11-20 batang sebanyak 8 orang
dari 50 orang.
yaitu : perokok ringan (kurang dari 10 batang / hari), perokok sedang (11-20 batang / hari )
dan perokok berat (lebih dari 20 batang / hari). Berdasarkan penelitian ini maka responden
Menurut Riskesda 2007 rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap dalam penduduk
umur 10 tahun ke atas Provinsi Papua adalah 14 batang per hari. Hal ini menunjukkkan bahwa
d. Jenis Rokok
Hasil penelitian pada petugas bandara berusia 40 tahun keatas di Sentani menunjukkan
bahwa dari 50 reponden yang paling banyak menghisap rokok adalah berjenis filter sebanyak
Hasil penelitian pada petugas bandara berusia 40 tahun keatas di Sentani rata-rata
responden menjawab bahwa mempunyai kebiasaan menghisap rokok secara dangkal sebanyak
Menurut Bustan (2007:210) bahwa cara menghisap rokok dapat digolongkan menjadi
tiga yaitu : dangkal (begitu menghisap lalu dihembuskan), dimulut saja (ditelan sampai
kedalam mulut) dan dalam (ditelan sampai dikerongkongan). Berdasarkan penelitian ini maka
2. Stress Kerja
Hasil penelitian pada petugas bandara berusia 40 tahun keatas di Sentani menunjukkan
bahwa petugas bandara yang beresiko mengalami stress kerja yaitu sebanyak 18 orang terdiri
dari 14 orang laki-laki dan 4 orang perempuan dari 50 orang.
3. Faktor –Faktor yang Berpengaruh Terhadap Hipertensi
Berdasarkan hasil uji analisis dengan Chi Square Program SPSS for windows versi 16,
pada pengujian terhadap 50 responden yang terdiri dari 31 responden dengan hipertensi dan
19 responden tidak hipertensi. Maka didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Kebiasaan Merokok
Hasil penelitian pada petugas Bandara Sentani yang berusia 40 tahun keatas
menunjukkan kebiasaan merokok berpengaruh terhadap hipertensi yaitu sebanyak 18 orang
dari 50 orang responden yang seluruhnya adalah responden laki-laki. Pengaruh kebiasaan
merokok terhadap hipertensi dianalisa dengan menggunakan uji Yate’s Correction. Hasil
pada p Value = 0,023. Karena p Value kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa adanya
pengaruh antara kebiasaaan merokok dengan kejadian hipertensi pada petugas bandara di
Sentani.
Menurut Smith dan Tom kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan
kurang olahraga serta kurang bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah.
Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila
pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi,
maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh
darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar (Suheni, 2007).
Menurut Pdpersi 2003 bahwa seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal
100 batang rokok. Menurut Mustafa dampak rokok akan terasa setelah 10–20 tahun pasca
digunakan. Dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif (Active smoker), tetapi juga
bagi perokok pasif (Pasive smoker). Orang yang tidak merokok atau perokok pasif, tetapi
terpapar asap rokok akan menghirup 2 kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok aktif.
Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali isapan maka dalam tempo setahun bagi
perokok sejumlah 20 batang (1 bungkus) per hari akan mengalami 70.000 kali isapan asap rokok
(Suheni, 2007).
Sebanyak 18 orang dari 22 orang perokok ternyata telah memulai kebiasaan merokok
mereka sejak usia di bawah 20 tahun. Ini berarti saat ini kebiasaan tersebut telah mencapai lebih
dari 20 tahun sehingga dampaknya sudah mulai terasa yang salah satunya ditunjukkan dengan
sebagian besar dari responden yang mempunyai kebiasaan merokok telah beresiko terkena
hipertensi.
Berdasarkan pertanyaan yang diberikan ternyata dapat diketahui bahwa sebagian besar
termasuk dalam perokok sedang yang mempunyai kebiasaan menghisap 11-20 batang sehari. Ini
berarti responden dapat mengabiskan 1 bungkus lebih dalam seharinya. Hanya memerlukan
waktu 11-20 hari seorang responden dapat menghisap 100 batang dan menjadikannya seorang
perokok.
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat segera setelah
menghisap hisapan pertama. Nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru
dan disebarkan ke seluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk
sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal kepada kelenjar adrenal
untuk melepaskan Epinephrine (adrenaline). Hormon yang sangat kuat ini menyempatkan
pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras di bawah tekanan yang
dalam tubuh karena filter tersebut berfungsi sebagai penyaring asap rokok yang akan dihisap,
sedangkan kebiasaan menghisap dangkal atau hanya sampai di mulut lalu dihembuskan juga
memberi manfaat bagi responden karena dengan begitu tidak terlalu banyak bahan kimia yang
masuk sampai ke paru-paru. Semua kebiasaan yang meringankan responden dalam merokok ini
tidak akan berguna bila terjadi secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama dapat
b. Stres Kerja
Hasil penelitian pada petugas bandara berusia 40 tahun keatas di Sentani menunjukkan
faktor stress kerja berpengaruh terhadap kejadian hipertensi yaitu sebanyak 18 orang dari 50
orang. Pengaruh faktor stress kerja terhadap hipertensi dianalisa dengan menggunakan uji
Yate’s Correction. Hasil pada p Value = 0,002. Karena p Value kurang dari 0,05
menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara stres kerja terhadap kejadian hipertensi pada
Pada dasarnya Menurut Smet dan Bart hampir semua orang di dalam kehidupan mereka
mengalami stres berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena
tuntutan kerja yang terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur) dan jenis
pekerjaan yang harus memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya atau pekerjaan
yang menuntut tanggungjawab bagi manusia. Stres pada pekerjaan cenderung menyebabkan
hipertensi berat. Sumber stres dalam pekerjaan (stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja
yang tidak memadai, peran dalam pekerjaan yang tidak jelas, tanggungjawab yang tidak jelas,
masalah dalam hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga (Suheni, 2007).
Berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan responden menunjukkan bahwa tuntutan
fisik yang berupa tempat kerja yang bising karena alat-alat sehingga membuat tidak nyaman
dalam bekerja. Posisi kerja yang tidak nyaman juga banyak dialami oleh para petugas bandara
salah satunya yaitu terpaparnya langsung dengan sinar matahari terus-menerus khususnya pada
mereka yang mendapat bagian kerja di lapangan atau biasa disebut bagian terminal.
Gejala terjadinya stress secara umum terdiri dari dua gejala yaitu gejala fisik dan gejala
psikis. Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stress adalah nyeri dada, diare
selama beberapa hari, sakit kepala, mual, jantung berdebar, lelah dan sukar tidur. Sementara
bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah cepat marah, ingatan melemah, tak mampu
berkonsentrasi, tidak mampu menyelesaikan tugas, prilaku impulsive, reaksi berlebihan terhadap
hal sepele, daya kemampuan berkurang, tidak mampu santai pada saat yang tepat, tidak tahan
terhadap suara atau gangguan lain dan emosi tidak terkendali (Hidayat, 2009:156).
Gejala stress kerja yang dialami oleh petugas bandara usia 40 tahun keatas di Sentani di
antaranya adalah sakit kepala, leher dan tengkuk tegang bila bekerja terlalu lama, nafas menjadi
cepat bila membuat kesalahan atau kekeliruan dalam bekerja, susah berkonsentrasi, merasa kesal
Stres kerja dapat menjadi bagian dari kehidupan individu dan organisasi atau perusahaan.
Sekecil apapun gejala stres kerja yang muncul seharusnya segera mendapatkan penanganan
secara memadai dan tidak perlu menunggu hingga menjadi besar dan parah, yang pada akhirnya
akan merugikan tenaga kerja dan juga perusahaan yang bersangkutan karena sangat berpengaruh
Hasil pengujian semua variabel memenuhi kriteria untuk dilakukan analisa multivariate
regresi linear ganda. Dari hasil analisa multivariate dengan metode enter, variabel yang nilai
p Valuenya paling kecil yaitu variabel stress kerja dengan p Value = 0,005. Maka variabel
stress kerja merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian hipertensi
Peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh stress berbeda-beda. Pada setiap orang,
stress menyebabkan hanya sedikit peningkatan tekanan darah. Pada sebagian orang yang lain
stress dapat menyebabkan lompatan-lompatan yang ekstrem dalam tekanan darah. Meskipun
efek stres biasanya hanya bersifat sementara, jika mengalami stress secara teratur, peningkatan
tekanan darah yang ditimbulkannya, suatu waktu, dapat merusak arteri, jantung, otak, ginjal dan
mata kita, persis sebagaimana hanya dengan tekanan darah tinggi yang terus-menerus (Gadner,
2007:60).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami stress
kerja ternyata mendapat tuntutan fisik yang lebih dari pada responden yang mempunyai
kebiasaan merokok. Sebagian besar responden yang melakukan kebiasaan merokok adalah
mereka yang bekerja sebagai staf administrasi sehingga mereka kurang mengalami stress kerja
dan melakukan kebiasaan merokoknya hanya sesekali dalam bekerja yaitu pada waktu istirahat,
sedangkan responden yang mengalami stress kerja adalah mereka yang bekerja di lapangan atau
biasa disebut bagian terminal. Bagian terminal ini mendapat tuntutan fisik yang lebih
dibandingkan dengan mereka yang bekerja dibagian staf administrasi, tuntutan fisik tersebut
yaitu lingkungan kerja kurang nyaman karena bising oleh alat-alat kerja dan selalu terpapar
dengan sinar matahari. Meskipun efek stres biasanya hanya bersifat sementara, jika mengalami
stres secara teratur dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sehingga, stres kerja lebih
berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun keatas di Sentani.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Ada pengaruh antara kebiasaan merokok dan stress kerja terhadap kejadian hipertensi
pada petugas bandara usia 40 tahun ke atas di Sentani menggunakan analisis multivariate
regresi linear ganda. Kebiasaan merokok dengan p Value = 0,029 dan stres kerja dengan
p Value = 0,005 jadi, stres kerja lebih dominan berpengaruh menyebabkan hipertensi pada
2. Ada pengaruh antara kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi pada petugas
bandara usia 40 tahun ke atas di Sentani dengan menggunakan uji Chi square Yate’s
3. Ada pengaruh antara stres kerja terhadap kejadian hipertensi pada petugas bandara usia 40
tahun ke atas di Sentani menggunakan uji Chi square Yate’s Correction dengan p Value =
0,002.
B. Saran
antara lain :
1. Bagi masyarakat umumnya dan para petugas Bandara Sentani khususnya menghentikan
atau mengurangi kebiasaan merokok, melakukan olahraga dan rekreasi untuk mengurangi
stres guna mengantisipasi maupun menekan kejadian hipertensi yang merupakan salah
para petugas bandara tentang kesehatan pada umumnya dan penyakit hipertensi pada
khususnya. Menyediakan tempat kerja yang nyaman dan bersih sehingga tenaga kerja
3. Diadakannya pemeriksaan kesehatan berkala bagi petugas bandara agar dapat diketahui
sejak dini dan bila ada temuan-temuan kejadian hipertensi dapat segera ditangani.
4. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dan
diharapkan dapat mengambil faktor-faktor lain yang mungkin ada hubungannya dengan
Almatsier, 2005, Penuntun Diet Edisi Baru, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Becker, J, 2008, Tip Cerdas Agar Anak Anda Berhenti Merokok, Jakarta, Prestasi Pustaka.
Gardner, S, 2007, Smart Treatment for high Blood Pressure Panduan Sehat Mengatasi Tekanan
darah Tinggi, Jakarta, Prestasi Pustakaraya.
Gregson, T, 2007, Life Without Stress Mengajari Diri Anda Sendiri Mengelola Stress, Jakarta,
Prestasi Pustakakarya.
Hidayat, 2009, Ilmu Perilaku Manusia Pengantar Psikologi Untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta,
Trans Info Media.
Jaya, M, 2009, Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok, Yogyakarta, Katalog Dalam Terbitan.
Kasjono dan Yasril, 2009, Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan, Yogyakarta, Graham
Ilmu.
Lubis, 2009, Depresi Tinjauan Pustaka, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Muhammadun, 2010, Hidup Bersama Hipertensi Seringai Darah tinggi Sang Pembunuh
Sekejap, Yogyakarta. In-Books.
Pambudi, U, 2009, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Merokok pada Peserta
Didik Kelas VII SMP Negeri 3 Jayapura Tahun 2009, Jayapura.
Retnaningtyas, D, 2005, Hubungan antara Stres Kerja Dengan Produktifitas Kerja di Bagian
Linting Rokok PT Gentong Gotri Semarang, Fakultas Keolahragaan. Universitas Negeri
Semarang, Semarang.
Suheni, Y, 2007, Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Laki-laki Usia 40 Tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah CEPU.
Suma’mur, 1996, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, Gunung Agung.
Suma’mur, 2009, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES), Jakarta, Sagung Seto.
Supriasa, Bachyar dan Ibnu, 2002, Penilaian Status Gizi, Jakarta, Buku Kedokteran EGC.