TESIS
Oleh
ROMAULI
127032109/IKM
TESIS
Oleh
ROMAULI
127032109/IKM
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Dekan
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Romauli
127032109/IKM
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan
Dalam penulisan Tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A.,(K), selaku Rektor
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
3. Dr. Ir. Evawani Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Utara dan sekaligus penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukan.
4. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP selaku dosen pembimbing yang telah
kepada penulis.
5. drh. Hiswani, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu
9. Dr. H. Nanang Fitra, Sp.PK selaku direktur RSUD Dr. H. Kumpulan Pane
Tebing Tinggi yang telah memberi izin kepada penulis untuk menyelesaikan
pendidikan ini.
10. Teristimewa untuk Ayahanda M. Nainggolan, STh, dan Ibunda T. br. Simbolon,
SPd, serta Kakanda Jerry, Adinda Ida, Rudi, dan Dessy yang telah banyak
11. Sahabat – sahabat di Minat Studi Epidemiologi (AKK/E) 2012 FKM USU terima
12. Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan dan doanya.
karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Romauli
127032109/IKM
Sumatera Utara, beragama Kristen Protestan, anak kedua dari lima bersaudara dari
Sumatera Utara (2005-2009) dan Tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan lanjutan
Halaman
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
LAMPIRAN
3.4 Nama Variabel, Cara Ukur, Alat Ukur, dan Skala Ukur.................. 45
PENDAHULUAN
Perubahan pola penyakit yang terjadi dari penyakit menular ke penyakit tidak
hipertensi, ginjal dan stroke yang akhir-akhir ini banyak terjadi di masyarakat
dibandingkan dengan penyakit infeksi (penyakit menular). Hal ini terjadi seiring
dengan perkembangan teknologi, perubahan pola makan, gaya hidup serta kemajuan
hipertensi terus meningkat, gaya hidup yang gemar makan makanan fast food yang
kaya lemak, malas berolahraga, stress, alkohol atau garam yang lebih dalam makanan
darah untuk sementara waktu, jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya
pengkonsumsian makanan yang tidak sehat seperti jeroan, keripik asin, otak-otak,
makanan dan minuman yang didalam kaleng (sarden, kornet). Hal ini dikarenakan
makanan di atas tidak sesuai dengan kalori yang dibutuhkan dan mengandung banyak
bahan pengawet (Muhammadun, 2010). Menurut WHO (2010), gaya hidup kurang
1
Universitas Sumatera Utara
sehat dapat merupakan 1 dari 10 penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih
dari dua juta kematian setiap tahunnya disebabkan oleh kurangnya bergerak atau
kurangnya aktifitas fisik, hal ini karena kalori yang masuk tidak sebanding dengan
kalori yang keluar sehingga makin lama makin banyak kalori yang menumpuk
sehingga menjadi beban bagi tubuh dan tubuh menjadi terganggu yang kemudian
penyakit, misalnya diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan
paling umum yang merupakan tantangan kesehatan utama bagi masyarakat yang
salah satu faktor utama risiko kematian karena gangguan kardiovaskuler yang
adalah gangguan tekanan dalam pembuluh darah, bukan masalah ketegangan atau
ditunjukkan oleh angka systolic dan angka diastolic pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik berupa cuff air raksa
ISH dalam JNC VIII (Joint National Commite), batas tekanan darah yang masih
diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati
dengan baik. Data WHO (World Health Oranization) tahun 2007 menunjukan
diseluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap
hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26.1% wanita. Angka kemungkinan
akan meningkat menjadi 29,2% ditahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
misalnya, jumlah penderita hipertensi mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan
diperkirakan 107,3 juta orang pada tahun 2025. Di Cina, 98,5 juta orang mengalami
hipertensi dan bakal jadi 151,7 juta orang pada tahun 2025. Di bagian lain di Asia,
tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi
Indonesia yang sementara membangun dirinya dari suatu negara agraris yang sedang
untuk pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit dengan
hipertensi nasional 31,7% dari total penduduk dewasa. Artinya adalah 1 dari 3 orang
dewasa di Indonesia menderita hipertensi. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi
berakhir pada stroke, sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.
Prevalensi ini lebih tinggi dari Singapura 27,3%, Thailand 22,7%, dan Malaysia 20%.
antara 6 sampai 15% tetapi prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah
1,8% dan Lembah Baliem Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6% sedangkan
4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa 50%
untuk menjadi hipertensi berat karna tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor
resikonya dan 90% merupakan hipertensi esensial. Saat ini penyakit degerenatif dan
Penyakit hipertensi merupakan urutan ke tujuh dari sepuluh besar kasus rawat
inap di Indonesia tahun 2010 dengan prevalensi 28,48%. Kasus hipertensi merupakan
urutan ke dua dari sepuluh besar kasus rawat jalan di Indonesia tahun 2010 dengan
persentase rawat jalan kasus baru penyakit tidak menular berdasarkan jenis kelamin
rawat inap penyakit tidak menular tertinggi berdasarkan provinsi tahun 2009 adalah
setelah stroke dan tuberkulosis, yakni dengan PMR (Proportional Mortality Rate)
kelompok umur di atas 60 tahun untuk penderita rawat jalan. Berdasarkan penyakit
penyebab kematian pasien rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten/ Kota Provinsi
27,02% (1.162 orang), pada kelompok umur ≥ 60 tahun 20,23% (1.349 orang).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roslina Tahun 2007 dengan judul
proposinya secara bermakna lebih tinggi pada orang obesitas dibanding orang yang
secara bermakna lebih tinggi pada orang merokok dibanding orang yang tidak
garam dapat menurunkan hipertensi. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
tinggi dan komplikasi yang cukup berat. Agar mendapatkan gambaran yang lebih
tepat maka diperlukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana gaya hidup dapat
menimbulkan penyakit hipertensi dan faktor mana dari gaya hidup (aktifitas fisik,
pola makan, istirahat, dan riwayat merokok) tersebut yang paling berpengaruh
hipertensi rawat inap pada tahun 2012 yaitu sebanyak 137 kasus menjadi 179 kasus
pada tahun 2013. Diperoleh data jumlah kunjungan penderita hipertensi rawat jalan
tahun 2013 sebanyak 1.486 (rata-rata 124 per bulan). Angka ini lebih tinggi jika
hipertensi tahun 2012 adalah sebanyak 1.153 (rata-rata 96 per bulan). Di RSUD Dr.
H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi, hipertensi ada di urutan kesembilan dari sepuluh
dengan judul “Pengaruh Gaya Hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat, dan
Apakah ada pengaruh gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat, dan
Mengetahui pengaruh gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat, dan
Ada pengaruh gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat, dan riwayat
1.5.1. Bagi RSUD Dr. H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi dapat menjadi masukan
kesehatan tentang gaya hidup yang baik sehingga dapat mengurangi resiko
terjadinya hipertensi.
1.5.2. Sebagai informasi bagi masyarakat agar membiasakan gaya hidup sehat dalam
1.5.3. Bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khusunya yang terkait dengan
penyakit hipertensi.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih
besar 90 mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah yang kuat dan konstan memompa
darah melalui pembuluh darah. Hipertensi sering kali dijumpai tanpa gejala, relatif
adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut
ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk
pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan (untuk otot jantung).
Hipertensi menyerang target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi menjadi
penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2007).
Menurut WHO (2011) batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau
120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik.
Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90
mmHg.
Tekanan sistolik
Kategori Tekanan diastolic (mmHg)
(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Sedang 140 – 159 Atau 90 – 99
Berat > 160 Atau > 100
normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang
95% dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi
sekunder. Hipertensi esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis
kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi
Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat
2.1.2. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil perkalian cardiac output (curah jantung)
dengan total tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol
yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor
arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular. Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, diuresis tapi juga
dalam aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan
memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh mengalami kelebihan garam dan air,
patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam
dengan tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmHg. Gejala-gejala yang dirasakan
penderita hipertensi adalah pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur,
sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan,
Biasanya tanpa gejala atau tanda-tanda peringatan untuk hipertensi dan sering
disebut (silent killer). Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami klien antara
lain : sakit kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, vomiting,
ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur
atau ganda, tinnitus (telinga berdenging), serta kesulitan tidur (Udjianti, 2010).
2.1.4. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul jika hipertensi tidak di tangani dengan tepat
adalah:
a. Stroke
Dapat timbul, akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen
c. Gagal ginjal
glomerolus.
(Shadine, 2010).
Alat tubuh yang sering terserang hipertensi adalah mata, ginjal, jantung dan
otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan. Payah jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi
berat disamping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi pendarahan
dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan
hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardum mungkin tidak dapat dipenuhi dan
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit
fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksi
dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui
urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema,
(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
2.1.5. Penatalaksanaan
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Sedangkan terapi tanpa
obat meliputi
a. Diet
1. Kurangi konsumsi garam secara moderat dari 10 gram perhari menjadi 5 gram
perhari
b. Menghentikan merokok
d. Menghindari stres
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan standar yang diajukan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama
dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita
(JNC, 2003).
a. Orang
Pada negara yang sudah maju, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang
memerlukan penanganan yang baik karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang
tinggi. Hipertensi lebih sering ditemukan pada pria terjadi setelah usia 31 tahun
sedangkan pada wanita terjadi setelah umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa Barat
prevalensi hipertensi pada laki-laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar
6,5%. Pada usia 50-59 tahun prevalensi hipertensi pada lak-laki sekitar 53,8%
sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi
nasional mencapai 31,7%. Berdasarkan kelompok umur yang paling tinggi terdapat
pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 63,5% dan pada kelompok umur diatas 75
tahun yaitu 67,3%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi pada laki-laki
di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa
Kalimantan Tengah (33,6%), dan Nusa Tenggara Barat (32,4%), merupakan provinsi
yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional (31,7%).
c. Waktu
prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada tahun
1995 naik menjadi 110 per 1000 penduduk tahun 2001. Sedangkan hasil SKRT 2004
menunjukkan proporsi hipertensi pada pria sebesar 12,2% dan wanita 15,5%
1. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena
hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Dengan bertambahnya umur, risiko
terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia,
namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih (Nurkhalida,
2003).
2. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari penelitian yang dilakukan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di
Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di
Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Pria lebih banyak
yang menderita hipertensi dibanding wanita, hal ini disebabkan karena terdapatnya
3. Riwayat Keluarga
primer (Nurkhalida, 2003). Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika seorang dari orang tua kita
1. Konsumsi Garam
plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan
pendarahan) yang normal (Sheps, 2005). Garam merupakan faktor yang sangat
pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3
gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-
20%. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan
konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak
sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk
menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan
dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung
dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kandungannya sebetulnya tidak
jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak
tidak jenuh (ALTJ) (Yundini, 2006). Dianjurkan oleh Ali Komsan, bagi yang tidak
yang berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu
terjadinya penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain.
secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak
memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum
sedikit (Hull, 1996). Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai
karena survei menunjukkan bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi
alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.
Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah
serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Diperkirakan
konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus
5. Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh >
25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu
faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi (Suyono, 2001). Obesitas merupakan ciri
dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah
penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak
obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas
saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Melalui olah raga
yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-60 menit/hari) dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Obesitas erat
lemak.
antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal
bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Dibuktikan juga
bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi
dikemudian hari. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obesitas 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada
obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, 2005).
7. Stres
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres
(Nurkhalida, 2003). Menurut Smet, stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan
emosi, fisik atau lingkungan tidak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan
kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Apabila stres berlangsung lama dapat
tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa
darah.
8. Penggunaan Estrogen
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda.
Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita
hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormone
sebagai adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause, wanita
mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Umumnya, proses ini mulai terjadi pada wanita umur
Hipertensi timbul akibat interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh
faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan terhadap
timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu maka
pencegahan hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya
a. Pencegahan Primer
hidup sehat misalnya mengkonsumsi gizi yang seimbang dan menjaga pola
penyuluhan gizi dan pola makan untuk menghindari faktor resiko hipertensi
3. Proteksi spesifik: turunkan atau hindari faktor resiko dengan menjaga pola
b. Pencegahan Sekunder
awal keluhan.
c. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi: upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati
berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau keluarganya sakit keras atau
meninggal dunia akibat hipertensi. Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita
hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah, tentunya harus disertai
Menurut Kotler (2002), Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia
yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
dan Mowen gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana
2009).
Menurut Belloc dan Breslow (1972), yang termasuk gaya hidup adalah:
b. Aktifitas fisik
c. Olahraga
e. Tidak merokok
Melakukan aktivitas fisik yang cukup merupakan salah satu dari sekian
fisik yang cukup dan teratur terbukti dapat membantu menurunkan tekanan darah.
mereka. Padahal, aktivitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah.
Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung yang lebih
kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah dengan hanya sedikit usaha. Semakin
ringan kerja jantung, semakin sedikit tekanan pada pembuluh darah arteri sehingga
Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat mengurangi risiko terhadap
berat badan pada penderita obesitas. Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita
hipertensi adalah aktivitas sedang selama 30-60 menit setiap hari. Kalori yang
terbakar sedikitnya 150 kalori perhari. Salah satu yang bisa dilakukan adalah aerobik.
Suatu aktivitas, baik itu kegiatan sehari-hari ataupun olahraga, dikatakan aerobik jika
2007).
Perubahan gaya hidup “sedentary” merupakan gaya hidup dimana gerak fisik
yang dilakukan minimal sedang beban kerja mental maksimal. Keadaan ini besar
selanjutnya berakibat sebagai penyebab dari berbagai penyakit. Latihan fisik secara
teratur ke dalam kegiatan sehari-hari adalah penting untuk mencegah hipertensi dan
kurangnya aktifitas fisik akibatnya timbul penyakit yang sering diderita antara lain
diabetes mellitus atau kencing manis, penyakit jantung, hipertensi, kanker atau
keganasan dan lain-lain. Gaya hidup pada jaman modern ini telah mendorong orang
mengubah gaya hidupnya seperti jarang bergerak karena segala sesuatu atau
pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya teknologi yang modern
seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu,
bepergian dengan kendaraan walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan
jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk kesehatan karena tubuh kita
menjadi manja, karena kurang bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan
Untuk menciptakan hidup yang sehat, segala sesuatu yang kita lakukan tidak
boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi
sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah sesuatu hal
Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan
budaya dan sosial. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang
pangan atau kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi
Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat
memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekwensi bahan makanan yang
dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok
lauk pauk (sumber protein hewani dan nabati), sayur dan buah. Pola makanan yang
tidak baik akan menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan
darah meningkat dan kadar gula yang meningkat (Sediaoetama, 2006). Diet kaya
Kebutuhan akan serat yang dapat larut dalam air seperti apel, jeruk, pir,
kacang merah dan kedelai juga perlu untuk tubuh. Selain sebagai sumber serat, buah
dan sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Mengonsumsi serat dan
buah sangat penting untuk tubuh untuk mencegah sulit buang air besar. Selain itu
konsumsi susu dapat menambah kebutuhan air yang kurang pada tubuh. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan adalah: porsi makan jangan
terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak
minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam,
makanan hendaknya mudah dicerna, lembek tidak keras, hindari makanan yang
terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Rimbana 2004; Sunita,
2003).
jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang
mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi
Kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi dapat diturunkan jika pola
jika pola makanan tidak seimbang. Di beberapa daerah masalah penyakit infeksi
masih menonjol sehingga dalam transisi epidemiologi kita menghadapi beban ganda
karena pola makan, di kota-kota besar berubah dari pola makan tradisional yang
barat yang komposisinya terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula dan garam
perubahan makanan dan perilaku, termasuk ke dalamnya makanan yang tinggi lemak
dan tinggi energi serta gaya hidup yang lebih santai, melakukan aktifitas bisa dibantu
sukrosa dalam makanan meningkatkan tekanan arteri pada beberapa orang dengan
(natrium klorida) pada orang yang memiliki tekanan darah normal dan hipertensi.
Sukrosa mungkin dapat menurunkan kadar lemak darah dan memiliki efek merugikan
penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner dan stroke, efek lain pada
Gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya
hidup seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman
kaleng, buah dan sayur yang memakai bahan pengawet, makanan kaya lemak,
makanan kaya kolesterol. Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk tubuh dan kesehatan
karena tubuh kita menjadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh
Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita. Banyak orang yang tidur
jadi lemas, tidak ada semangat, lekas marah dan stress. Hasil riset terbaru para ahli di
resiko mengidap diabetes. Selanjutnya menurut mereka, tidur tidak nyenyak selama 3
bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan
tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh
mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar
dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk
Merokok bukanlah gaya hidup yang sehat. Merokok dapat mengganggu kerja
akan dibawa oleh Hemoglobin sehingga tubuh memperoleh Oksigen yang kurang dari
biasanya. Kandungan Nikotin dalam rokok yang terbawa dalam aliran darah dapat
kali lebih cepat dalam satu menit daripada dalam keadaan normal. Menurunkan suhu
kulit sebesar setengah derajat karena penyempitan pembuluh darah kulit dan
risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari.
Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari
pada mereka yang tidak merokok (Price, 2006). Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
Dua batang rokok terbukti dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 10 mmHg.
tekanan darah akan meningkat secara signifikan. Rokok meningkatkan tekanan darah
lewat zat nikotin yang terdapat dalam tembakau. Zat nikotin yang terisap beredar
dalam pembuluh darah sampai ke otak. Otak kemudian bereaksi dengan memberikan
Hormon adrenalin ini akan membuat pembuluh darah menyempit dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih kuat untuk memompa darah. Hal inilah yang
dinding arteri sehingga lebih peka terhadap penumpukan lemak (plak) dan dapat
memicu dilepaskannya natrium yang bersifat menahan air. Volume plasma pun
meningkat sehingga tekanan darah naik. Untuk itulah berhenti merokok sangat
dapat menjauhkan dari risiko penyakit jantung dan pembuluh darah lain (Marliani,
2007).
1. Perokok Pasif
Perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak
merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan
lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada
perokok aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh
perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali
2. Perokok Aktif
Perokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atau asap
utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang merokok dan langsung menghisap
rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun
Jumlah rokok yang di hisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari.
a. Perokok Ringan: Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang
per hari.
b. Perokok Sedang: Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari.
c. Perokok Berat: Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang
(Bustan, 2007).
dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan
mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang
berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya
akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan
(Muttaqin, 2009).
stroke, kanker, hipertensi, diabetes melitus, penyakit paru obstruktif kronis, asma
bronkial, penyakit sendi yang sebagian non infeksi, nyeri punggung yang
sebagainya. PTM dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor
risiko yang sama (common underlying risk factor) seperti kardiovaskuler, stroke,
diabetes melitus, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik dan kanker. Faktor risiko
tersebut antara lain mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak kurang serat,
kurang aktifitas fisik, alkohol, obesitas, gula darah tinggi, lemak darah tinggi.
Penyakit tidak menular (PTM) telah mempunyai prakondisi sejak dalam kandungan
dan masa pertumbuhan yang diperberat oleh gaya hidup yang tidak sehat. Bila
digambarkan maka alur pikir faktor risiko PTM adalah sebagai berikut:
Penyakit
Tidak Menular
Gaya Hidup
Aktivitas Fisik
Pola Makan
Kejadian Hipertensi
Kebiasaan Istirahat
Kebiasaan Merokok
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik dengan disain studi Case
Control dengan memilih kasus yang menderita hipertensi dan kontrol yang tidak
pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup (aktifitas
fisik, pola makan, istirahat, dan riwayat merokok) terhadap kejadian Hipertensi di
merupakan urutan kesembilan dari sepuluh penyakit terbesar pada tahun 2013 di
Penelitian ini dimulai bulan Januari - Juli 2014 dari melakukan survey awal,
36
Universitas Sumatera Utara
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
yang dirawat jalan di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi bulan Januari 2014
sampai dengan bulan Mei 2014. Populasi kontrol adalah seluruh pasien yang tidak
menderita hipertensi dan yang dirawat jalan di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing
3.3.2. Sampel
a. Kasus adalah sebagian pasien baru rawat jalan yang berobat di RSUD
b. Kontrol adalah sebagian pasien baru rawat jalan yang tidak menderita`hipertensi
dari rumah sakit yang sama bulan Mei 2014 dan mempunyai karakteristik yang
{Zα / 2 + Z β PQ } 2 dimana P=
R
n=
( P − 1 / 2 )2 (1 + R )
n = besar sampel
R = Perkiraan OR = 2
Tabel 3.1. Nilai Odds Rasio Beberapa Variabel dari Penelitian Terdahulu
No. Variabel OR N
1. Pola Makan 2,01 120
2. Obesitas 2,57 110
3. Merokok 3,16 110
Sumber: Penelitian Roslina, 2007 dan Aris Sugiarto, 2007
sebanyak 70 penderita. Dilakukan matching terhadap umur yaitu dewasa awal (20-34
tahun), dewasa tengah/ madya (35-55 tahun), dan dewasa akhir (56-70 tahun) atau
adalah purposive sampling, sampel yang akan diambil adalah yang memenuhi kriteria
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui
saat pasien melakukan kunjungan ke Rumah Sakit sebanyak 17 orang hipertensi dan
70 orang bukan hipertensi pada bulan Mei 2014. Peneliti melakukan kunjungan ke
rumah pasien hipertensi sebanyak 53 orang pada bulan Januari-April 2014 yang
mengambil data-data dari dokumen catatan kartu status diagnosa pasien atau catatan
yang diperoleh dari Rekam Medik RSUD Dr.H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi.
Uji validitas menggunakan Pearson Product Moment, setelah itu diuji dengan
menggunakan SPSS, dilihat penafsiran dan indeks korelasinya. Uji validitas bertujuan
mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukan tingkat kehandalan
atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel pada
analisis reliabilitas dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan
jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya (Hidayat, 2010).
Berdasarkan hasil uji validitas variabel gaya hidup (pola makan, aktifitas fisik,
kebiasaan istirahat) terlihat hasil korelasi diketahui bahwa semua item mempunyai
korelasi > 0,361, maka dapat dikatakan bahwa item alat ukur tersebut valid dan dapat
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Variabel Gaya Hidup (Aktifitas Fisik, Pola Makan,
Kebiasaan Istirahat)
Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah alat
ukur dapat dipergunakan atau tidak. Dalam mengukur reliabilitas ini dengan
responden terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen
tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan
menghasilkan data yang dapat dipercayai juga. Apabila datanya memang benar dan
sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali diambil tetap akan sama (Riwidikdo,
2009)
Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali
pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel
(Riyanto 2009).
Tabel 3.3. Hasil Uji Reabilitas Variabel Gaya Hidup (Aktifitas Fisik, Pola
Makan, Kebiasaan Istirahat)
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di RSU. Herna Tebing Tinggi dengan
30 orang penderita hipertensi. Dengan asumsi bahwa karakteristik pasien yang berada
di RSU. Herna Tebing Tinggi dengan RSUD. Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi
relatif sama.
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas gaya hidup (aktifitas
fisik, pola makan, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok). Sedangkan variabel
terikat adalah kejadian Hipertensi. Definisi operasional dari variabel penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Aktifitas fisik adalah kegiatan yang biasa dilakukan setiap hari yang bertujuan
2. Cukup
diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 3 dan total skor sebesar 6 dengan
1. Jawaban Ya = 2
2. Jawaban Tidak = 0
2. Pola makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, jenis dan frekwensi
2. Baik
Pola makan diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah diberi
bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 8 dan total skor sebesar 16 dengan kriteria
sebagai berikut :
1. Jawaban Ya = 2
2. Jawaban Tidak = 0
3. Istirahat adalah kebiasaan istirahat/tidur yang dilakukan baik siang maupun malam
2. Cukup
bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 4 dan total skor sebesar 8 dengan kriteria
sebagai berikut :
1. Jawaban Ya = 2
2. Jawaban Tidak = 0
2. Tidak
5. Hipertensi adalah adalah keadaan tekanan darah yang lebih tinggi dari normal,
yaitu sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg, yang didapat dari
pada masing-masing variabel independen yang meliputi gaya hidup (aktifitas fisik,
pola makan, istirahat dan riwayat merokok) dan variabel dependen yaitu kejadian
hipertensi.
Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square yang digunakan untuk
menguji hipotesis hubungan yang signifikan antara gaya hidup (aktifitas fisik,
Penyakit
Kasus (+) Kontrol (-) Total
Paparan
Terpapar a b a+b
Tidak Terpapar c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan dengan rumus OR = a.d / b.c, dengan
Confidence Interval (CI) 95%. Hasil interpretasi nilai OR adalah sebagai berikut :
a. Jika OR lebih dari 1 dan 95% CI tidak mencakup nilai 1, menunjukkan bahwa
b. Jika OR lebih dari 1 dan 95% CI mencakup nilai 1, menunjukkan bahwa variabel
c. Jika OR kurang dari 1, menunjukkan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor
protektif.
sama variabel bebas terhadap variabel terikat, dan variabel bebas yang paling besar
Ganda. Analisis regresi logistik untuk menjelaskan pengaruh beberapa variabel bebas
secara bersamaan dengan variabel terikat. Prosedur yang dilakukan terhadap uji
nilai p<0,25 pada analisis bivariat tetapi secara biologis bermakna, maka variabel
Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan metode Enter. Semua variabel
hasil menunjukkan nilai p<0,05. Variabel terpilih dimasukkan ke dalam model dan
nilai p yang tidak signifikan dikeluarkan dari model, berurutan dari nilai p tertinggi.
Uji Regresi Logistik Berganda (Multiple Logistic Regression ), dengan rumus sebagai
P (X) = _________1_________
1 + e - ( a+β1X1+β2X2+…..βiXi)
Keterangan :
�(�−1)
PAR = �(�−1)+1
Keterangan:
HASIL PENELITIAN
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi
terletak di lokasi yang strategis yaitu di tengah kota dan mudah dijangkau. RSUD Dr.
H. Kumpulan Pane berdiri tahun 1958 yang sebelumnya bernama Rumah Sakit Kota
2 2
Praja. Dibangun di atas areal tanah seluas 11.675 m dengan luas bangunan 3.296 m
S.K./VI/1983 UPTD RSU Kota Tebing Tinggi ditetapkan sebagai Rumah Sakit
Umum Pemerintah Kelas C Non Pendidikan (Profil RSUD Dr. H. Kumpulan Pane
seorang dokter pribumi pertama yang berpraktek di Kota Tebing Tinggi dan
merupakan tokoh masyarakat yang banyak bergerak di bidang kesehatan, maka nama
rumah sakit dirubah menjadi RSUD Dr. H. Kumpulan Pane. Perubahan ini ditetapkan
Rumah Sakit. Pada Tanggal 28 Juli 2009 RSUD Dr. H. Kumpulan Pane telah
terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Secara rinci karakteristik
penderita yang menjadi responden pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
3. Pekerjaan
a. PNS/ Pensiunan PNS 15 21,4 22 31,4
b. POLRI/TNI/Pensiunan 2 2,9 3 4,2
c. Pegawai Swasta/Wiraswasta 27 38,6 24 34,3
d. Petani 9 12,9 6 8,6
f. Buruh 8 11,3 2 2,9
g. Lain-lain 9 12,9 13 18,6
Total 70 100 70 100
berusia 56-70 tahun, dengan rincian responden kasus 36 orang (54,4%) dan
jenis kelamin perempuan, dengan rincian responden kasus 43 orang (61,4%) dan
kontrol juga 43 orang (61,4%). Variabel pendidikan pada kelompok kasus yang
yaitu sebanyak 44 orang (82,9%) dan responden yang berpendidikan tinggi sebanyak
26 orang (37,1%). Pada variabel pekerjaan pada kelompok kasus lebih banyak pada
pada kelompok kontrol juga lebih banyak pada responden yang pekerjaan wiraswasta
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada variabel aktifitas fisik
pada kelompok kasus lebih banyak pada responden dengan aktifitas yang tidak cukup
sebanyak 40 orang (57,1%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak pada responden
dengan aktifitas yang cukup sebanyak 37 orang (52,9%). Pada variabel pola makan
pada kelompok kasus lebih banyak pada responden dengan pola makan yang tidak
baik sebanyak 49 orang (70%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak pada
responden dengan pola makan yang baik sebanyak 55 orang (78,6%). Variabel
kebiasaan istirahat yang cukup sebanyak 43 orang (61,4%) dan pada kelompok
kontrol lebih banyak pada responden dengan kebiasaan istirahat yang cukup sebanyak
57 orang (81,4%). Variabel kebiasaan merokok pada kelompok kasus lebih banyak
pada responden dengan kebiasaan tidak merokok sebanyak 55 orang (78,6%) dan
pada kelompok kontrol lebih banyak pada responden yang tidak merokok sebanyak
65 orang (92,9%).
independen yaitu gaya hidup (aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan istirahat dan
kebiasaan merokok) dengan variabel dependen yaitu kejadian hipertensi, serta untuk
mengetahui variabel mana yang masuk ke dalam model analisis multivariat. Uji
statistik yang dilakukan pada analisis bivariat ini adalah uji chisquare dengan derajat
wawancara tersebut dengan uji statistik chi square maka hubungan antar variabel
Berdasarkan Tabel 4.3. hasil analisis pengaruh aktifitas fisik dengan kejadian
hipertensi diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak 40 orang (50,4%) dengan
aktifitas fisik tidak cukup, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 33 orang
(47,1%) dengan aktifitas fisik tidak cukup. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak
30 orang (42,9%) dengan aktifitas fisik cukup, sedangkan pada kelompok kontrol ada
sebanyak 37 orang (52,9%) dengan aktifitas fisik cukup. Hasil uji statistik chi square
diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak 49 orang (70%) dengan pola makan
tidak baik, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 15 orang (21,4%) dengan
pola makan tidak baik. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 21 orang (30%)
dengan pola makan baik, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 55 orang
(78,6%) dengan pola makan baik. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai
p=0,000 < 0,05, artinya ada pengaruh antara variabel pola makan dengan kejadian
responden yang menderita hipertensi 8,5 kali kecenderungan dengan pola makan
kelompok kasus ada sebanyak 27 orang (38,6%) yang tidak cukup istirahat,
sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 15 orang (18,6%) yang tidak cukup
istirahat. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 43 orang (61,4%) yang cukup
istirahat, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 57 orang (81,4%) yang
cukup istirahat. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,15, artinya
ada pengaruh antara variabel istirahat dengan kejadian hipertensi dengan OR sebesar
2,7 kali kecenderungan dengan istirahat tidak cukup dibanding dengan responden
bahwa kelompok kasus ada sebanyak 15 orang (21,4%) dengan riwayat merokok,
sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 5 orang (7,1%) dengan riwayat
merokok. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 55 orang (78,6%) dengan tidak
riwayat merokok, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 65 orang (92,9%)
dengan tidak riwayat merokok. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,030 <
0,05, artinya ada pengaruh antara variabel riwayat merokok dengan kejadian
Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui 3 variabel (tiga) yaitu pola makan,
dimasukkan dalam analisis multivariat karena nilai pada bivariat dengan binary
logistik hasil output pada tabel block 1 didapatkan hasil omnibus test pada bagian
bloc dengan p value nya <0,25 sehingga ketiga variabel dapat dilanjutkan ke analisis
variabel bebas yaitu : pola makan, kebiasaan istirahat dan kebiasaan merokok dengan
variabel terikat yaitu kejadian hipertensi, serta mengetahui variabel dominan yang
memengaruhi.
diperoleh bahwa variabel bebas yaitu, pola makan, istirahat dan kebiasaan merokok
Tabel 4.4. Pengaruh Pola Makan, Istirahat dan Kebiasaan Merokok terhadap
Kejadian Hipertensi di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi
merokok akan dikeluarkan dari model karena memiliki nilai p>0,05, oleh karena itu
variabel yang masuk kedalam kandidat model selanjutnya adalah variabel pola makan
dan kebiasaan istirahat dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini:
Tabel 4.5. Pengaruh Pola Makan dan Istirahat terhadap Kejadian Hipertensi di
RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi
Hasil analisis uji regresi logistik ganda juga menunjukkan bahwa variabel
gaya hidup yaitu pola makan dengan p value 0,000 (p<0,05), dan istirahat dengan p
Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Hasil analisis uji regresi logistik ganda
di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi adalah variabel pola makan dengan
menderita hipertensi 8,1 kali kecenderungan mempunyai pola makan tidak baik
dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi. Hal ini menunjukkan
Pada tabel 4.5. juga terlihat bahwa variabel istirahat menunjukkan bahwa
mempunyai istirahat tidak cukup dibanding dengan responden yang tidak menderita
hipertensi.
model persamaan regresi logistik ganda yang dapat menafsirkan variabel bebas yaitu
gaya hidup (pola makan, istirahat dan kebiasaan merokok) berpengaruh terhadap
berikut :
X1 = Pola makan
X2 = Istirahat
makan (X1) dan istirahat (X2), ditingkatkan ke arah yang lebih baik, maka hal ini akan
y = -0,731
Artinya semakin buruk pola makan dan kebiasaan istirahat maka angka kejadian
�(�−1)
PAR = �(�−1)+1
PAR = 83
kesimpulan bahwa hampir 83% kasus dengan hipertensi dapat dicegah dengan
0,21(2,2−1)
PAR = 0,21(2,2−1)+1 x 100
PAR = 20
kesimpulan bahwa hampir 20% kasus dengan hipertensi dapat dicegah dengan
PEMBAHASAN
(41,4%) pada kelompok umur 30 – 55 tahun dan 5 orang (7,1%) pada kelompok umur
20 – 34 tahun. Hal ini berarti bahwa umur mereka sudah tergolong dewasa akhir
dimana pada usia tersebut arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku
karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Pada jenis kelamin
(61,4%) dan laki-laki 27 orang (38,6%). Hal ini dikarenakan pada wanita setelah
mengalami menopause, wanita tidak dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
orang (41,4%). Hal ini berarti bahwa sebagian besar pendidikan penderita masih
informasi dan mengolahnya sebelum menjadi perilaku yang baik atau buruk sehingga
bekerja yaitu sebanyak 61 orang (87,1%) dan tidak bekerja sebanyak 9 orang
(12,9%). Hal ini terjadi karena pekerjaan dapat membuat stress yang mempengaruhi
tekanan darah.
pada kelompok kasus dengan proporsi tertinggi pada aktifitas fisik yang tidak cukup
sebesar 57,1% dan aktifitas cukup sebesar 42,9%. Hasil tersebut menunjukkan pada
kelompok kasus ada perbedaan proporsi aktifitas fisik kategori cukup dan tidak cukup
dengan selisih 14,2%. Sedangkan pada kelompok kontrol proporsi tertinggi dengan
aktifitas fisik cukup sebesar 52,9%. Dimana nilai p value 0,310 dengan OR sebesar
1,495 (95% CI = 0,768-2,911). Uji statistik menunjukkan variabel aktivitas fisik tidak
berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat
dijelaskan bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik yang tidak cukup belum
bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik yang cukup belum tentu akan
dapat disebabkan faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap kejadian hipertensi,
mengeluarkan energi.
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik,
mental, dan kualitas hidup sehat. Aktifitas fisik mingguan apapun disamping kegiatan
Aktifitas fisik sudah memberi dampak proteksi, asalkan dilakukan secara rutin hampir
setiap hari, yang terpenting adalah keteraturan. Pada penelitian ini dapat kita lihat
pada kelompok kasus lebih banyak responden tidak cukup melakukan aktifitas fisik
dari > 30 menit setiap hari, hal ini membuktikan responden masih kurang dalam
melakukan kegiatan olah raga setiap hari, gerak jalan dan melakukan kegiatan
aktifitas sehari-hari, namun responden lebih banyak melakukan kegiatan rumah dan
berkebun dalam sehari. Aktivitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan
darah. Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung yang
lebih kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah dengan hanya sedikit usaha.
Semakin ringan kerja jantung, semakin sedikit tekanan pada pembuluh darah arteri
remote kontrol, komputer, lift dan tangga berjalan, tanpa dimbangi dengan Aktifitas
fisik yang memadai. Kondisi demikian ini pada akhirnya dapat menimbulkan
penyakit akibat kurang gerak. Gaya hidup duduk terus-menerus dalam bekerja
merokok, pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti
kencing manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparto
bahwa ada tidak terdapat hubungan yang bermakna tentang kebiasaan melakukan
Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat mengurangi risiko terhadap
berat badan pada penderita obesitas. Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita
hipertensi adalah aktivitas sedang selama 30-60 menit setiap hari. Hal ini tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Manan dan Rismayanti (2012) di Bangkala
faktor risiko kejadian hipertensi dengan OR = 2,67. Hal tersebut menunjukkan bahwa
responden yang kurang beraktifitas fisik/ olahraga berisiko 2,67 kali menderita
hipertensi dibanding dengan responden yang sering melakukan aktifitas fisik. Hal ini
juga tidak sesuai dengan penelitian Sunita (2003) bahwa latihan fisik secara teratur ke
dalam kegiatan sehari-hari adalah penting untuk mencegah hipertensi dan penyakit
jantung. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Lewa,
meningkatkan risiko kejadian hipertensi sistolik terisolasi sebesar 2,33 kali lebih
besar dibandingkan dengan lansia yang melakukan aktivitas fisik dan bermakna.
Hasil penelitian tentang variabel pola makan diperoleh bahwa responden pada
kelompok kasus dengan persentase tertinggi pada pola makan yang tidak baik sebesar
70% dan pola makan baik sebesar 30%, sedangkan pada kelompok kontrol persentase
tertinggi pada pola makan yang baik sebesar 78,6% dan pola makan tidak baik
sebesar 21,4%. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p value =
0,000 (p<0,05), artinya variabel pola makan berpengaruh terhadap kejadian hipertensi
dengan OR sebesar 8,556 (95% CI = 3,976-18,410). Mengacu pada hasil uji tersebut
dapat dijelaskan bahwa responden yang menderita hipertensi 8,5 kali kecenderungan
dengan pola makan tidak baik dibanding dengan responden yang tidak menderita
hipertensi.
Pola makan adalah cara bagaimana kita mengatur asupan gizi yang seimbang
serta yang di butuhkan oleh tubuh. Pola makan yang sehat dan seimbang bukan hanya
menjaga tubuh tetap bugar dan sehat tapi juga bisa terhindar dari berbagai penyakit
karena pengkonsumsian makanan yang tidak sehat seperti jeroan, keripik asin, otak-
otak, makanan dan minuman yang didalam kaleng (sarden, kornet). Hal ini
dikarenakan makanan diatas tidak sesuai dengan kalori yang dibutuhkan dan
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wijaya (2009) di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian
hipertensi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta, dengan
nilai p value = 0,000 dan nilai chi square hitung 8,325. Pola makanan yang tidak baik
meningkat dan kadar gula yang meningkat. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Bidjuni dan Malara (2013) di di Puskesmas
ada hubungan yang bermakna antara gaya hidup dalam bentuk konsumsi makanan
Minahasa Utara.
Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus lebih
banyak dengan pola makan tidak baik, hal ini menunjukkan bahwa responden pada
kelompok kasus banyak yang makan daging, makan yang berlemak, makanan
gorengan, makanan yang mengandung garam ≥ 3 kali dalam seminggu sebesar 70%.
Keadaan ini akan memacu timbulnya kejadian hipertensi. Pola makan tidak baik
Pada kelompok kontrol lebih banyak dengan pola makan baik, hal ini
yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik jumlah maupun jenis
buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh bisa
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah
yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan
konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak
sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
jenuh karena mereka sudah terbiasa dengan makanan yang mengandung lemak jenuh.
istirahat cukup sebesar 61,4% dan kebiasaan istirahat tidak cukup sebesar 38,6%,
cukup sebesar 81,4% dan kebiasaan istirahat yang tidak cukup sebesar 18,6%. Uji
statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p value = 0,015 (p<0,05) artinya
sebesar 2,753 (95% CI = 1,273-5,952). Mengacu pada hasil uji tersebut dapat
dengan istirahat tidak cukup dibanding dengan responden yang tidak menderita
hipertensi.
Hal ini disebabkan istirahat sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan
pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya
orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang
Kebiasaan istirahat adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu
yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur,
frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur dan kepuasan tidur
mengalami atau mempunyai resiko perubahan jumlah dan kualitas pola istirahat yang
Gangguan ini terlihat dengan adanya perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah,
lesu dan apatis, kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva
merah, mata perih, kurang konsentrasi, sakit kepala dan mengantuk. Pada penelitian
ini diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus lebih banyak terbangun pada
waktu tidur malam > 2 kali, mengalami susah tidur, istirahat yang kurang pada siang
hari dan kurang tidur secara teratur sebanyak 27 orang (38,6%). Keadaan ini akan
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wijaya (2009) di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan istirahat dengan
kejadian hipertensi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta,
mereka yang hanya tidur 6 jam, 42% cenderung mengalami hipertensi, sedangkan
yang terbiasa tidur tidak lebih dari 6 jam risikonya 31 %. Menurut ketua penelitian,
mengalami susah tidur, istirahat yang cukup pada siang hari dan tidur secara teratur.
Keadaan ini akan memacu pada kelompok kontrol tidak menimbulkan kejadian
hipertensi. Setiap manusia membutuhkan waktu tidur kurang lebih sekitar sepertiga
waktu hidupnya atau sekitar 6-8 jam sehari. Secara alami dan otomatis jika tubuh
lelah maka akan merasa mengantuk sehingga memaksa tubuh untuk beristirahat
secara fisik dan mental. Pada siang hari manusia lebih dipengaruhi saraf simpatis
yang bersifat aktif. Saraf ini membuat manusia turut aktif dalam bekerja sehingga
meningkatkan tekanan darah dan mempercepat denyut jantung. Pada malam hari
saatnya saraf parasimpatik mengistirahatkan tubuh anda. Jika anda kurang tidur maka
keharmonisan ini akan terganggu. Jantung yang seharusnya beristirahat dipaksa terus
bekerja, begitu pula dengan tekanan darah. Kurang tidur akan meningkatkan kadar
hormon strees, yaitu hormon kortisol yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah.
Kinerja jantung akan lebih baik dan jantung akan lebih sehat bila kita cukup istirahat.
21,4% dan kebiasaan tidak merokok sebesar 78,6%, sedangkan pada kelompok
kontrol persentase tertinggi dengan kebiasaan tidak merokok sebesar 92,9% dan
kebiasaan merokok sebesar 7,1%. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa responden yang menderita
Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus lebih
banyak yang merokok dan > 20 batang dalam sehari dibandingkan pada kelompok
kontrol yang merokok. Keadaan ini akan memacu timbulnya kejadian hipertensi.
Pendapat ahli selain dari lamanya merokok, risiko akibat merokok terbesar tergantung
pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari
menjadi 2 kali lebih rentan dari pada mereka yang tidak merokok (Bustan, 2007).
setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap
oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran
darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah
merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan
meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit
tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari (Shep, 2005).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wijaya (2009) di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan
kejadian hipertensi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta,
dengan nilai p value = 0,004. Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang
penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah
dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus
memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah meningkat.
Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Xianglan Zhang, dkk.,
dan Sheps, Sheldon G (2005), yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok sebagai
faktor risiko hipertensi (OR 1,28 – 1,62). Berhenti merokok sangat penting untuk
menjauhkan dari risiko penyakit jantung dan pembuluh darah lain. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bidjuni dan Malara (2013)
Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara. Hasil uji statistik Spearman’s rho dengan nilai
kemaknaan (á) = 0,05 didapatkan nilai Signifikan (p) = 0, 447 yang lebih besar dari á
= 0,05.
Data yang diambil pada penelitian ini diperoleh dengan mengandalkan daya
dengan pertanyaan penelitian, hal ini akan menyebabkan responden akan memberi
kurang, disamping dana dan sarana yang dapat menyebabkan kurang sempurnanya
terjadinya hipertensi.
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Terdapat pengaruh pola makan, kebiasaan istirahat dan kebiasaan merokok
6.1.2. Tidak terdapat pengaruh aktifitas fisik terhadap kejadian hipertensi di RSUD
6.1.3. Variabel yang paling berpengaruh dengan kejadian hipertensi adalah pola
6.1.4. Kasus hipertensi dapat dicegah sebesar 83% dengan memperbaiki faktor resiko
6.2. Saran
6.2.1. Bagi pihak RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi agar dapat
6.2.2. Bagi masyarakat perlu memahami kejadian hipertensi dan faktor gaya hidup
Astawan, M,. 2009. Hipertensi Akibat Gangguan Ginjal, Guru Besar Teknologi
Pangan dan Gizi IPB, http/www.yahoo,com ,diakses 7 Januari 2014
Bruce, N. (2006). Reducing Salk Intake Population. The George Institute For
International Heatlh. Sydney. Wolfgang C (2005). Habitual Caffeine Intake
and The Risk of Hypertension in Women. The Journal of The American
Association.
Bidjuni dan Malara. 2014. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi di
Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara,
Manado. Jurnal Keperawatan, Vol 2 No.1. Diakses pada tanggal 7 Juni 2014
Depkes RI, 2008, Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan, Depkes, Jakarta.
Hidayat A. A, 2007, Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data, Salemba
Medika, Jakarta.
Hull A., 1996, Penyakit Jantung, Hipertensi dan Nutrisi, Bumi Aksara, Jakarta.
Kemenkes. 2012. Data Dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak Menular. Buletin
Jendela Data Dan Informasi Kesehatan, Volume: 2, Jakarta.
Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robn and
Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: Elsevier
Saunders, 2005.
Khomsan, A., 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Lawrence, M. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit
Salemba Medika : Jakarta.
Lewa, A. F., Pramantara, I. D. P., & Rahayujati, T. B., 2010, 'Faktor Risiko
Hipertensi Sistolik Terisolasi pada Lanjut Usia', Berita Kedokteran
Masyarakat, Vol 26 No.4, hal. 171-178.
Marliani dan Tantan, S, 2007, 100 Question & Answer Hipertensi, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Manan dan Rismayanti 2012. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeno[onto Makassar. Diakses pada tanggal
7 Juni 2014
Price, Sylvia Anderson, dan Wilson, Lorraine McCarty, 2006, Hipertensi dalam
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Riyadina, W., 2002. Faktor - Faktor Resiko Hipertensi Pada Operator Pompa Bensin
di Jakarta, Media Litbang Kesehatan Vol.XII No 2, Jakarta
Riyanto A., 2009, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Mitra Cendika Press,
Yogyakarta.
Sastroasmoro S., 2008, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-3, Sagung
Seto, Jakarta.
Sunita A., 2003, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Sheps, Sheldon G, 2005 Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta: PT Intisari Mediatama.
Suparto. 2010. Faktor Risiko yang Paling Berperan Terhadap Hipertensi Pada
Masyarakat di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar, Surakarta.
Tahun 2010. Diakses pada tanggal 9 Juni 2014
Simamora. 2013. Pengaruh Karakteristik dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya
terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti
Kabupaten Humbanga Hasundutan. Tesis Pasca Sarjana USU.
Suyono S., 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. FKUI, Jakarta: Balai Pustaka,.
Wijaya. 2009. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien
Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto
Jakarta. Diakses pada tanggal 5 Juni 2014
I. Identitas Responden
1. Nomor :
2. Nama :
3. Umur :
4. Jenis Kelamin :
5. Pendidikan : 1. Tamat SD, SLTP, dan SLTA
2. Tamat D3/PT
6. Pekerjaan Responden : 1. PNS/Pensiunan PNS 5. Petani
2. POLRI/TNI/Pensiunan 6. Buruh
3. Pegawai Swasta/Wiraswasta 7. Lain-lain
4. Pedagang
Petunjuk : Pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (v) pada pertanyaan
dibawah ini :
II. Gaya Hidup
Aktivitas Fisik
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda melakukan kegiatan olahraga setiap hari?
Apakah anda melakukan kegiatan olahraga ≥30 menit dalam
sehari (senam aerobik, bersepeda, jogging, dan lain-lain
(sebutkan) ?
3 Apakah anda melakukan kegiatan/aktifitas sehari-hari
melakukan pekerjaan rumah, mencuci, membersihkan rumah,
bekerja di kantor, mengajar), dan lain-lain (sebutkan)
≥30 menit dalam sehari ?
Kebiasaan Istirahat
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda terbangun < 2 kali pada waktu tidur malam ?
2 Apakah anda mengalami susah tidur < 2 dalam seminggu ?
3 Apakah anda istirahat/ tidur siang (1-2 jam sehari)≥3 kali
dalam seminggu ?
4 Apakah anda tidur secara teratur dalam seminggu (6-8 jam
pada malam hari)?
Kebiasaan Merokok
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda merokok ?
2 Apakah anda anda mengisap rokok > 20 batang dalam sehari
?
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.726 3
Item Statistics
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
Pertanyaan 1 2.93 .685 .626 .557
Pertanyaan 2 2.80 .648 .542 .645
Pertanyaan 3 2.60 .662 .488 .715
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
4.17 1.316 1.147 3
N %
Cases Valid 30 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.862 8
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
Pertanyaan 1 8.80 4.924 .620 .845
Pertanyaan 2 8.80 5.062 .523 .854
Pertanyaan 3 8.70 4.631 .637 .841
Pertanyaan 4 8.63 4.309 .759 .826
Pertanyaan 5 8.63 4.516 .637 .842
Pertanyaan 6 8.70 4.907 .474 .860
Pertanyaan 7 8.67 4.782 .514 .856
Pertanyaan 8 8.60 4.317 .727 .830
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
9.93 5.995 2.449 8
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.891 4
Item Statistics
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
Pertanyaan 1 3.77 1.495 .608 .911
Pertanyaan 2 3.70 1.183 .892 .808
Pertanyaan 3 3.70 1.252 .795 .846
Pertanyaan 4 3.63 1.206 .761 .861
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
4.93 2.202 1.484 4
Hipertensi
Hipertensi
Hipertensi
Hipertensi
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 1.403 1 .236
b
Continuity Correction 1.030 1 .310
Likelihood Ratio 1.405 1 .236
Fisher's Exact Test .310 .155
Linear-by-Linear Association 1.393 1 .238
N of Valid Cases 140
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Hipertensi
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 33.273 1 .000
b
Continuity Correction 31.345 1 .000
Likelihood Ratio 34.789 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 33.035 1 .000
N of Valid Cases 140
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Hipertensi
Tidak
Hipertensi hipertensi Total
Kebiasaan istirahat Tidak Cukup Count 27 13 40
% within Hipertensi 38.6% 18.6% 28.6%
% of Total 19.3% 9.3% 28.6%
Cukup Count 43 57 100
% within Hipertensi 61.4% 81.4% 71.4%
% of Total 30.7% 40.7% 71.4%
Total Count 70 70 140
% within Hipertensi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 6.860 1 .009
b
Continuity Correction 5.915 1 .015
Likelihood Ratio 6.972 1 .008
Fisher's Exact Test .014 .007
Linear-by-Linear Association 6.811 1 .009
N of Valid Cases 140
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Hipertensi
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.833 1 .016
b
Continuity Correction 4.725 1 .030
Likelihood Ratio 6.067 1 .014
Fisher's Exact Test .028 .014
Linear-by-Linear Association 5.792 1 .016
N of Valid Cases 140
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Predicted
Hipertensi
Percentage
Observed Hipertensi Tidak hipertensi Correct
Step 0 Hipertensi Hipertensi 0 70 .0
Tidak hipertensi 0 70 100.0
Overall Percentage 50.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables Polamakan 33.273 1 .000
Kebistir 6.860 1 .009
Kebmeroko 5.833 1 .016
Overall Statistics 37.677 3 .000
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 41.304 3 .000
Block 41.304 3 .000
Model 41.304 3 .000
Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 152.777 .255 .341
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter
estimates changed by less than .001.
a
Classification Table
Predicted
Hipertensi
Percentage
Observed Hipertensi Tidak hipertensi Correct
Step 1 Hipertensi Hipertensi 49 21 70.0
Tidak hipertensi 15 55 78.6
Overall Percentage 74.3
a. The cut value is .500
Predicted
Hipertensi
Percentage
Observed Hipertensi Tidak hipertensi Correct
Step 0 Hipertensi Hipertensi 0 70 .0
Tidak hipertensi 0 70 100.0
Overall Percentage 50.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables Polamakan 33.273 1 .000
Kebistir 6.860 1 .009
Overall Statistics 36.777 2 .000
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 40.272 2 .000
Block 40.272 2 .000
Model 40.272 2 .000
Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 153.809 .250 .333
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter
estimates changed by less than .001.
a
Classification Table
Predicted
Hipertensi
Percentage
Observed Hipertensi Tidak hipertensi Correct
Step 1 Hipertensi Hipertensi 49 21 70.0
Tidak hipertensi 15 55 78.6
Overall Percentage 74.3
a. The cut value is .500