Anda di halaman 1dari 155

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PERSONAL HYGIENE

TERHADAP KEJADIAN DERMATOFITOSIS PADA MASYARAKAT


NELAYAN DI KECAMATAN MEUKEK
KABUPATEN ACEH SELATAN
TAHUN 2016

TESIS

Oleh

IHSAN MURDANI
147032145/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


THE INFLUENCE OF HOME PHYSICAL ENVIRONMENT AND
PERSONAL HYGIENE ON THE INCIDENCE DERMATOFITOSIS IN
FISHERMEN IN MEUKEK SUBDISTRICT, ACEH SELATAN
REGENCY,
IN 2016

THESIS

By

IHSAN MURDANI
147032145/IKM

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PERSONAL HYGIENE
TERHADAP KEJADIAN DERMATOFITOSIS PADA MASYARAKAT
NELAYAN DI KECAMATAN MEUKEK
KABUPATEN ACEH SELATAN
TAHUN 2016

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

IHSAN MURDANI
147032145/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah Diuji
Pada Tanggal : 27 Juli 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D


Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H
2. Dr. dr. Wirsal Hasan M.P.H
3. Ir. Evi Naria, M.Kes

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PERSONAL HYGIENE


TERHADAP KEJADIAN DERMATOFITOSIS PADA MASYARAKAT
NELAYAN DI KECAMATAN MEUKEK
KABUPATEN ACEH SELATAN
TAHUN 2016

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskan ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 27 Juli 2016

Peneliti

Ihsan Murdani
147032145

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur pada kulit yang


disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Faktor yang mempengaruhi
penyakit jamur adalah kondisi kebersihan lingkungan yang buruk dengan udara
lembab, lingkungan rawa-rawa yang selalu basah, daerah pedesaan yang padat,
kebiasaan menggunakan pakaian yang ketat atau lembab. Penelitian World
Health Organization (WHO) terhadap insiden dari infeksi penyakit jamur pada
kulit menyatakan 20% orang dari seluruh dunia mengalami infeksi kutaneus
dengan infeksi dermatofitosis. Prevalensi penyakit jamur kulit di Kecamatan
Meukek Kabupaten Aceh Selatan masih tinggi yaitu (22,06%).
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik rumah
dan personal hygiene terhadap kejadian dermatofitosis pada masyarakat nelayan
di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016.
Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan menggunakan
desain penelitian cross sectional. Populasi adalah seluruh masyarakat nelayan
berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 425 orang dan sampel diambil 50 orang
secara random, analisis data menggunakan uji chi-square dan regresi logistik
berganda.
Hasil penelitian variabel pencahayaan, kebersihan kulit, kebersihan
pakaian, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan rambut ada hubungan signifikan
terhadap kejadian dermatofitosis. Sedangkan variabel kelembaban dan suhu tidak
ada hubungan signifikan terhadap kejadian dermatofitosis. Hasil uji regresi
logistik berganda menunjukkan variabel kebersihan kulit merupakan variabel
yang paling dominan berhubungan terhadap kejadian dermatofitosis dengan
koefesien 3.179 artinya responden yang memiliki kebersihan kurang baik
mempunyai risiko 3 kali lebih besar terhadap kejadian dermatofitosis
Di sarankan bagi Puskesmas Kecamatan Meukek untuk meningkatkan
penyuluhan terkait kejadian dermatofitosis agar menurunkan kasus penyakit
dermatofitosis, dan pemeriksaan kesehatan kulit secara berkala.

Kata kunci: Dermatofitosis, Lingkungan Fisik Rumah, Personal Hygiene

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Dermatofitosis is a disease which is caused by fungus of dermatofita


fungus. Some factors which influence this dermnatofita are bad environmental
hygiene with humidity, wet swamp area, densely populated rural area, and the
habit of wearing tight or damp clothes. The research done by the World Health
Organization (WHO) on the incidence of dermatofit infection reveals that 20% of
the world’s population is infected by cutaneous infection with dermatofitosis
infection. The prevalence of dermatofitosis in Meukek Subdistrict, Aceh Selatan
Regency, is still high (22.06%).
The objective of the research was to analyze the influence of home
physical environment and personal hygiene on the incidence of dermatofitosis in
fishermen of Meukek Subdistrict, Aceh Selatan Regency, in 2016.
The research was an analytic survey method with cross sectional design.
The population was 425 fishermen, and 50 of them were used as the samples,
taken by using simple random sampling technique. The data were analyzed by
using chi square test and multiple logistic regression analysis.
The result of the research found that of the variables of lighting, skin
hygiene, clothing hygiene, hand and nail hygiene, and hair hygiene had
significant correlation with the incidence of dermatofitosis, while the variables of
humidity and temperature had no significant correlation with the incidence of
dermatofitosis. The result of multiple logistic regression analysis found that the
variable of skin hygiene had the most dominant correlation with the incidence of
dermatofitosis at the Coefficient of 3.179 which indicated that the respondents
who had bad hygiene had the opportunity of 3 times of the risk to be infected by
dermatofitosis.
It is recommended that the Puskesmas (Public Health Center) of Meukek
Subdistrict should increase counseling about the incidence of dermatofitosis and
regular skin health examination in order to decrease the incidence of
dermatofitosis.

Keywords: Dermatofitosis, Home Physical Environment, Personal Hygiene

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kesehatan, kesempatan, kekuatan dan kasihNya kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Lingkungan

Fisik Rumah Dan Personal Hygiene Terhadap Kejadian Dermatofitosis Pada

Masyarakat Nelayan Di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan

Tahun 2016”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi

Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan, dorongan

dan bimbingan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si, selaku Dekan dan Ketua Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Evawani Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


4. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

telah banyak meluangkan waktu memberikan masukan dan arahan selama

proses penyusunan tesis ini.

5. dr. Surya Dharma, M.P.H, selaku Anggota Komisi pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu memberikan masukan dan arahan selama

proses penyusunan tesis ini.

6. Dr. dr. Wirsal Hasan M.P.H dan Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku penguji tesis

yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan

tesis ini.

7. dr. Rizki Taufiqurrahman selaku dokter umum Puskesmas Meukek

Kabupaten Aceh Selatan yang telah banyak membantu saya dalam

penelitian tesis ini

8. Kedua orang tua, adik dan keluarga yang penuh pengertian dan kesabaran

serta senantiasa berdoa sehingga memotivasi penulis dalam menyelesaikan

pendidikan

9. Seluruh rekan-rekan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Khususnya minat

studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri. Serta semua pihak yang

tidak dapat disebutkan satu perstu yang telah membantu penulis dalam

proses penulisan tesis ini hingga selesai

Universitas Sumatera Utara


Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan

kelemahan, untuk itu kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Hanya Tuhan Yang Maha Pengasih dan

Penyayang yang dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat.

Medan, 27 Juli 2016

Penulis

Ihsan Murdani

147032145/IKM

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Ihsan Murdani dilahirkan di desa Rotteungoh pada tanggal 02 juni 1989

dan merupakan anak dari Ayahnda Mansir dan Ibunda Nurli, anak kesatu dari

empat bersaudara. Pada saat ini bertempat tinggal di, Desa Blang Bladeh

Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan.

Pendidikan formal penulis, menamatkan Sekolah Dasar Negeri I Blang

Bladeh pada tahun 2001, Sekolah SMP Negeri I Meukek pada tahun 2004,

Sekolah SMA Negeri I Meukek pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 memasuki Perguruan Tinggi di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh dengan minat studi Kesehatan

Lingkungan, serta memperoleh gelar sarjana pada tahun 2012. Pada tahun 2014

memasuki Perguruan Tinggi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan minat studi

Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, serta memperoleh gelar magister

pada tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Permasalahan ......................................................................... 8
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 8
1.4. Hipotesis Penelitian................................................................ 9
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................. 9

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ...................................................... 10


2.1. Rumah .................................................................................. 10
2.1.1. Pengertian Rumah .................................................... 10
2.1.2. Fungsi Rumah .......................................................... 11
2.1.3. Syarat Rumah ........................................................... 14
2.1.4. Parameter dan Indikator Rumah Sehat .................... 19
2.1.5. Lingkungan Rumah .................................................. 20
2.1.6. Letak Rumah ............................................................ 22
2.2. Personal Hygiene ................................................................... 22
2.2.1. Jenis-jenis Personal Hygiene ................................... 23
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Personal
Hygiene .................................................................... 26
2.3. Nelayan .................................................................................. 27
2.3.1. Pengertian Nelayan .................................................. 27
2.3.2. Karakteristik Masyarakat Nelayan ........................... 29
2.3.3. Kesehatan Nelayan................................................... 32
2.4. Dermatofitosis ........................................................................ 33
2.4.1. Defenisi Dermatofitosis ........................................... 33

Universitas Sumatera Utara


2.4.2. Klasifikasi Dermatofitosis ....................................... 34
2.4.3. Penyebab Dermatofitosis ......................................... 35
2.4.4. Bentuk dan Gejala Klinis ......................................... 35
2.4.5. Pemeriksaan ............................................................. 43
2.4.6. Pencegahan .............................................................. 43
2.4.7. Pengobatan ............................................................... 44
2.4.8. Faktor yang Memengaruhi Dermatofitosis .............. 46
2.5. Landasan Teori ....................................................................... 48
5.5.1. Teori Blum ............................................................... 49
5.5.2. Teori Simpul ............................................................ 51
5.6. Kerangka Konsep ................................................................... 55

BAB 3. METODE PENELITIAN ........................................................... 57


3.1. Jenis Penelitian ....................................................................... 57
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 57
3.3. Populasi dan Sampel .............................................................. 58
3.4. Metode Pengumpulan Data .................................................... 60
3.4.1. Data Primer .............................................................. 60
3.4.2. Data Sekunder .......................................................... 60
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ......................................... 61
3.6. Metode Pengukuran ............................................................... 63
3.7. Teknik Pengolahan Data ........................................................ 64
3.8. Metode Analisa Data .............................................................. 65
BAB 4. HASIL PENELITIAN ................................................................ 68
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................... 68
4.2. Karakteristik Responden ........................................................ 70
4.3. Analisi Univariat .................................................................... 73
4.4 Analisis Bivariat ..................................................................... 77
4.5. Analisis Multivariat................................................................ 84

BAB 5. PEMBAHASAN .......................................................................... 88


5.1. Karakteristik Masyarakat Nelayan ......................................... 88
5.2. Lingkungan Fisik Rumah ...................................................... 90
5.2. Personal Hygiene ................................................................... 96
5.3. Faktor yang Paling Berpengaruh dengan Kejadian
Dermatofitosis ........................................................................ 102

BAB 6. KESIMPULAN SARAN ............................................................. 104


6.1. Kesimpulan ............................................................................ 104
6.2. Saran .................................................................................. 105

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 106

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel ................................................................. 61

4.1. Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap dan Jumlah Penduduk dalam
Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 ................. 69

4.2. Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Jalan dan Jumlah Penduduk dalam
Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 ................. 70

4.3. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Umur di Kecamatan


Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 .................................... 71

4.4. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Pendidikan di


Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 ................. 72

4.5. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kelembaban Rumah di


Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 ................. 73

4.6. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Suhu di Kecamatan


Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 .................................... 74

4.7. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Pencahayaan Rumah di


Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 ................. 74

4.8. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersihan kulit di


Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 ................. 75

4.9. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersiahan Tangan


dan Kuku Di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh SelatanTahun
2016 ...................................................................................................... 75

4.10. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersihan Pakaian di


Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 ................. 76

4.11. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersihan Rambut di


Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 ................. 76

4.12. Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kejadian Dermatofitosis


di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 ............. 77

Universitas Sumatera Utara


4.13. Hubungan Variabel Kelembaban terhadap Kejadian Dermatofitosis
pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh
SelatanTahun 2016 ............................................................................... 78

4.14. Hubungan Variabel Suhu terhadap Kejadian Dermatofitosis pada


Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh
SelatanTahun 2016 ............................................................................... 79

4.15. Hubungan Variabel Pencahayaan terhadap Kejadian Dermatofitosis


pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh
SelatanTahun 2016 ............................................................................... 80

4.16. Hubungan Variabel Kebersihan Kulit Terhadap Kejadian


Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek
Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016 .................................................. 81

4.17. Hubungan Variabel Kebersihan Tangan dan Kuku terhadap Kejadian


Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2016 ................................................... 82

4.18. Hubungan Variabel Kebersihan Pakain terhadap Kejadian


Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2016 ................................................... 83

4.19. Hubungan Variabel Kebersihan Rambut Terhadap Kejadian


Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2016 ................................................... 84

4.20. Rekap Hasil Bivariat Lingkungan Fisik Rumah dan Personal


Hygiene yang berhubungan dengan kejadian dermatofitosis ............... 85

4.21. Hasil Uji Regresi Logistik Lingkungan Fisik Rumah dan Personal
Hygiene terhadap Kejadian Dermatofitosis Pada Masyarakat
Nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun
2016 ...................................................................................................... 86

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Teori Blum ................................................................................................ 50

2.2. Teori Simpul ............................................................................................. 54

2.3. Kerangka Konsep ...................................................................................... 55

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ................................................................................. 111

2. Jadwal Penelitian....................................................................................... 115

3. Master Tabel ............................................................................................. 116

4. Hasil Uji Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian ................................... 117

5. Hasil Uji Crosstabs Variabel Penelitian .................................................... 120

6. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda ........................................................ 128

7. Hasil Dokumentasi Penelitian ................................................................... 129

8. Lembar Kesediaan Komisi Pembimbing .................................................. 130

9. Lembar Surat Keputusan Bimbingan ........................................................ 131

10. Surat Permohonan Izin Survei Pendahuluan............................................. 132

11. Surat Keterangan Telah Selesai Studi Pendahuluan ................................. 133

12. Surat Permohonan Izin Penelitian ............................................................. 134

13. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian ............................................... 135

Universitas Sumatera Utara


KATA ISTILAH

Istilah berikut ini dikutip dari kamus kedokteran Dorland (2010)

Dermatofita : Semua kelompok fungus tidak sempurna bersifat


parasit pada jarinangan yang mengandung
keratin(kulit, kuku, ataurambut) pada manusia
(antropofilik) atau hewan lain(zoofilik); beberapa
umumnya ditemukan di tanah(geofilik)akan
menginfeksi pasien yang lemah atau gangguan
imunitas. Tiga genus yang paling umum menginfeksi
adalah: microsforum,Epidermophyton dan
Trichophyton.
Dermatofitosis : 1. Setiap infeksi fungal superfisial disebabkan
oleh dermatofit dan mengenai stratum korneum
kulit, rambut,dan kuku, termasuk onikomikosis
dan berbagai macam bentuk tinea. Disebut juga
epidermonycosis dan epidermophytosis.
2. Di dalam kedokteran hewan, infeksi kulit
hewan oleh suatu fungus genus microsporum
atau Trychopyton,disebut juga ringworm.
3. Tinea pedis.
Dermatomikosis : Infeksi superfisial kulit adnekasnya oleh fungus.
istilah initermasuk dermatofitosis dan berbagai
kliniktinea, serta infeksi fungus, profunda.disebut juga
epidermonycosis
Onychomycosis : Tinea unguium
Microsporum canis : Ektotriks berspora tersering kadas pada kucing dan
anjing serta dapat ditularkan pada anak-anak, sehingga
menyebabkan tinea kapitis dan tinea korporis.mungkin
juga menyebabkan dermatomikosis pada kuda.
Memiliki stadium perfeks(seksual) pada genus
Arthoderma. Disebut juga M. Felineum dan M.
Lanosum.
Trichopyton : suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau
manusia. Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas
anthropophilic, zoophilic, dan geophilic. Trichophyton
concentricum adalah endemic pulau Pacifik, Bagian
tenggara Asia, dan Amerika Pusat. Trichophyton
adalah satu penyebab infeksi pada rambut, kulit
terutama Kutu air (Tinea pedis), dan infeksi pada kuku
manusia Trichophyton merupakan salah satu parasit di

Universitas Sumatera Utara


antara dermatofi.
Epidermophyton : Genus fungsi Imperfecti dari kelas bentuk Hy-
phomycites, famili- bentuk Moniliacea.E. floccosum
adalah spesies dermatofita yang menyerang kulit dan
kuku tetapi tidak menyerang rambut; fungsi ini
menyebabkan tinea kruris, tinea pedis, dan
onikomikosis.
Mikosis Infeksi jamur yang mengenai manusia dan juga
hewan. Infeksi ini biasanya timbul dari spora-spora
jamur yang terhirup sehingga menjadi infeksi jamur
pada paru ataupun kulit.
Mikosis Penyakit kulit yang disebabkan jamur, yang mengenai
superfisialis lapisan kulit paling atas ( epidermis). Penyakit
Mokosis profunda Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang
disebabkan jamur, dengan gejala klinis tertentu yang
menyerang alat bawah kulit, misalnya traktus
intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis,
susunan kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot,
tulang dan kadang-kadang kulit. Kelainan kulit pada
mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun
akibat dari proses jaringan dibawahnya.
Ringworm : Nama populer bagi tinea (pada manusia). Atau
dermatofitosis (pada hewan lain); disebut demikian
karena konfigurasi lesi berbentuk cincin.
Trichophyton : jamur yang paling umum menjadi menyebabkan
rubrum infeksi jamur kronis pada kulit dan kuku manusia.
Pertumbuhan koloninya dari lambat hingga bisa
menjadi cepat. Teksturnya yang lunak, dari depan
warnanya putih kekuning-kuningan (agak terang) atau
bisa juga merah violet. Kalau dilihat dari belakang
tampak pucat, kekuning-kuningan, coklat, atau cokelat
kemerahan. Meskipun trichophyton rubrum
merupakan jamur yang paling umum terdeteksi
menjadi dermatophytes (jamur parasit – mycosis –
yang menginfeksi kulit) dan menyebabkan infeksi
jamur kuku tangan, ada juga jenis jamur yang lain
yang menjadi sebab infeksi serupa, contohnya
Tricophytum mentagrophytes, T. verrucosum, dan T.
Tonsurans.
Microsporum : Genus fungsi imperfecti, famili Moniliacea,
kebanyakan fungus kadas ektotriks berspora
kecil(dermatofit);banyak sfesies merupakan penyebab
penyakiy kulit dan rambut. Seperti stadium(seksual)

xv

Universitas Sumatera Utara


perfek yang dikenal, mereka diklasifikasiakan dalam
genusArthroderma.disebut juga microsporan.
Tinea : Salah satu dari berbagai dermatofitosis pada manusia,
biasanya ditunjukkan dengan istilah modivikasi yang
bergantung pada gambaran lesi, agen etiologi. atau
tempat populernya disebut ringworm.
Herpes : Erepsi kulit yang menyebar, dari herpein merangkak.
Setiap penyakit peradangan kulit disebabkan oleh
virus herpes dan ditandai oleh pembentukan vesikel
kecil yang mengelompok.bila digunakan sendiri,
istilah ini mengacu pada h.simplex atau h.zaster.
Tinea capitis Tipe yang mengenai kulit kepala,disebabkan oleh
spesies microsporum dan Trichophyton, yang kadang-
kadang dapat juga mengenai alis dan bulu mata,
kadang- kadang timbul dalam suatu epidemi.
Tergantung dari agen etiologi, dapat berpariasi dari
infeksi sub klinis non inflamasi yang bersisik dan
jinak sampai penyakit inflamasi yang ditandai dengan
adanya sisik eruksi papular yang eritematosus dengan
hilangnya dan patahnya rambut yang menyebabkan
area kebotakan yang dapat menjadi meradang berat
dengan terbentuknya kerion yang dalam, ulseratif
yang sering kali menyebabkan pembentukan keloid
jaringan parut dan kebotakan permanen. Lihat juga
black-dot ringworm dan gray-patch, di bawah
ringworm. Di bawah ini ringworm disebut juga
t.tonsurans dan ringworm of the scalp.
Gray patch ring tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
worm Microsporum dan sering ditemukan pada anak – anak.
Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di
sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk
bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan
penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi
abu – abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah
dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut
dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di
daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat
terbentuk alopesia setempat.
Black dot ring worm Black dot ringworm terutama disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum.
Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya
menyerupai kelainan yang di sebabkan oleh genus
Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah,

xvi

Universitas Sumatera Utara


tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung rambut
yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi
gambaran khas, yaitu black dot, Ujung rambut yang
patah kalau tumbuh kadang – kadang masuk ke bawah
permukaan kulit.
Kerion : Pembengkakan terbatas, nodular, basah, dan eksudatif,
sering ditutupi oleh pustula, berhubungan dengan
infeksi tinea, biasanya tinea barbae dan tinea kapitis.
Tinea favosa : Favus
Tinea korporis : Tinea yang mengenai area kulit glabrous selain tangan
dan kaki, biasanya disebabkan Microsporum canis,
chophyton rubrum atau T. Mentagrophytes. Lesinya
khas, berupa makula eritematosa yang berbatas tegas,
bersisik dengan tepi yang lebih tinggi dengan pusat
yang menyembuh, menghasilkan bentuk yang
anular.tipe lesi lainnya meliputi tipe vesikular,
eksematosa, psoriasiformis,verukosa, plaque like, dan
tipe lesi yang dalam.disebut juga ringworm of the
body dan t. Circinata.
Tinea imbrikata : Jenis tinea corporis tropis disebabkan oleh
Trichophyton concentricum, secara geografis terbatas
di pulau-pulau pasifik selatan tertentu, Asia tenggara
dan amerika tengah dan selatan, terdapat terutama
pada keturunan indonesia dan polinesia. Ditandai
dengan bercak bersisik papiloskuamosa yang
berbentuk cincin konsentrik, polisiklik, dan
konfluensi,dapat meliputi area tubuhyang luas.disebut
Oriental atau Tokelau ringworm.
Tinea kruris : infeksi fungi atau jamur yang menjangkiti kulit di
bagian paha dalam, sekitar kelamin, dan bokong
sebagai penyebab munculnya ruam berwarna merah
yang biasanya berbentuk lingkaran dan terasa gatal.
Tinea manus et : Tinea pedis et manus merupakan infeksi jamur
pedis dermatofita pada kulit yangpenyakitnya disebut
dengan dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit
padajaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum corneum padaepidermis, rambut, dan kuku.
Dermatofitosis ini disebabkan oleh 3 jenis jamur,yaitu
: Epidermophyton, Trichophyton dan Microsporum.
Penyakit ini termasuk dalam mikosis yang paling
sering dijumpai di dunia.

xvii

Universitas Sumatera Utara


Tinea unguium : Tinea yang menggnakan kuku,sering kali berasal dari
penyebaran tinea pedis atau tinea manuum. Namun,
kadang-kadang berasal dari infeksi bakteri atau jamur
lainnya seperti spesies candida. Penyakit inii biasanya
muncul pertama kali dalam bentuk bercak putih atau
lekukan pada permukaan kuku atau disekitar tepinya,
diikuti dengan timbulnya infeksi dibawah lempeng
kuku.disebut juga onychomycosis atau dermatophytic
onychomycosis dan ringworm of the nail.
Pitiriasis versikolor : Tinea versicolor
(panu)
Piedra : Infeksi jamur pada batang rambut yang ditandai
dengan adanya nodul hitam atau pucat,keras, iregular
yang mengandung elemen jamur.
Otomikosis : Infeksi jamur pada meatus acusticus eksternus,
biasanya oleh spesies Aspergillus,ditandai dengan rasa
gatal dan radang eksudatif;mungkin didapatkan infeksi
bakterial sekunder. Lebih sering ditemukan pada
cuaca panas dan iklim tropis. Disebut juga fungal atau
acute fungal otitis eksterna
Tinea nigra palmaris : Infeksi fungus minor, disebabkan oleh Hortae
Werneckii,menimbulkan nesilesi gelap menyerupai
hitam mencolok dengan gambaran warna-warna perak
berhamburan pada kulit tangan atau, yang jarang di
daerah-daerah lain. Disebut juga pityriasis nigra.
Tinea kapitis : Disebabkan oleh trichophyton tonsurans,
berupa bercak sisik dan alopesia.
Tinea pedis : Tinea yang mengenai kaki,khususnya disela jari-
jarikaki dan telapak kaki,paling sering disebabkan
oleh spesies Trichophytan,T. Mentagrophytes atau
Epidermophyton floccosum. Penyakit ini ditandai
dengan pruritik yang hebat, bervariasi mulai dari
ringan,kronik, dan bersisik sampai akut, eksfoliatif,
pustular, dan gula. Penyakit ini dapatjuga menyebar ke
bagian tubuh lain melalui mekanisme
autoinokulasi,lihat T.cruris dan T. manus. Disebut
juga athlete’s dan ringworm of the foot.

xviii

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatofitosis tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi berbeda-

beda pada tiap negara (Abbas, 2012). Penelitian World Health Organization

(WHO) terhadap insiden dari infeksi dermatofit menyatakan 20% orang dari

seluruh dunia mengalami infeksi kutaneus dengan infeksi tinea korporis

merupakan tipe yang paling dominan dan diikuti dengan tinea cruris, pedis,

dan onychomycosis (Lakshmipathy, 2013)

Barakbah dkk (2008) menyatakan dermatofitosis adalah golongan

penyakit jamur yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yaitu (Spesies

Microsporum, Trichopyton, Epidermophyton. Penyakit ini menyerang jaringan

epidermis bagian Superfisialis (Stratum Korneum) kuku dan rambut.

Microsporum jenis spesies menyerang rambut dan kulit, Trichopyton menyerang

rambut, kulit, dan kuku, Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku.

Menurut Putra (2008) Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau

dermatomikosis merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara tropis yang

disebabkan udara yang lembab yang mendukung berkembangnya penyakit

jamur

Menurut Clayton YM (2002) Dermatofitosis atau tinea ialah kelainan

kulit superfisial akibat infeksi dermatofita (jamur yang hidup dengan mencerna

1
Universitas Sumatera Utara
keratin). Jamur itu menghasilkan enzim keratinase yang menyebabkan komponen

jamur dapat menginvasi sampai bagian bawah epidermis. Penamaannya

disesuaikan dengan lokasi kelainan, yang bila terjadi di badan disebut sebagai

tinea korporis. Tinea korporis disebut juga ringworm, suatu penamaan yang

diberikan karena bentuk kelainannya dan bukan karena penyebabnya. Kelainan

bukan disebabkan oleh worm tetapi oleh dermatofita, yang tersering ialah

Trichophyton rubrum dan Microsporum canis.

Menurut Mansjoer (2005) Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan

yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis,

rambut, kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Dermatofita disebut

juga sebagai tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes, sirsinata.

Data Profil Kesehatan Indonesia 2008 menunjukkan bahwa distribusi

pasien rawat jalan menurut International Classification of Diseases - 10 (ICD-

10) di rumah sakit di Indonesia tahun 2008 dengan golongan sebab sakit

“Penyakit Kulit dan Jaringan Subkutan” terdapat sebanyak 64.557 pasien baru

(Depkes, 2009). Penyakit kulit semakin berkembang, hal ini dibuktikan dari data

Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang menunjukkan bahwa penyakit kulit

dan jaringan subkutan menjadi peringkat ketiga dari 10 penyakit terbanyak

pada pasien rawat jalan di rumah sakit se-Indonesia berdasarkan jumlah

kunjungan yaitu sebanyak 192.414 kunjungan dan 122.076 kunjungan

diantaranya merupakan kasus baru (Kemenkes, 2011). Hal ini menunjukkan

bahwa penyakit kulit masih sangat dominan terjadi di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Penyakit kulit di Indonesia sangat meningkat tajam yang dikarenakan

oleh iklim di Indonesia itu sendiri yang beriklim tropis, sehingga penyebarannya

juga sangat meningkat tajam. Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai

prevalensi tinggi di Indonesia, khususnya di Aceh. Penelitian Rusetianti (2004)

menunjukkan bahwa dermatomikosis selalu menjadi 10 besar penyakit

terbanyak di poliklinik rawat jalan dan menjadi peringkat pertama pada

tahun 1999 serta peringkat ketiga pada tahun 2003. Hasil penelitian Mulyani

(2011) juga menunjukkan bahwa penyakit dermatomikosis menjadi urutan

pertama dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya di RSUD Kajen

Kabupaten Pekalongan pada bulan Juli – September 2010 dengan pasien sebanyak

140 orang serta kunjungan rata-rata pasien perhari 40% dari penyakit lainnya.

Menurut Budimulja (2010), penyakit akibat infeksi jamur (mikosis)

terbagi atas mikosis superfisialis dan mikosis profunda. Mikosis superfisialis

penyakit jamur yang mengenai lapisan permukaan kulit, yaitu stratum koneum,

rambut dan kuku sedangkan mikosis profunda yaitu penyakit jamur yang

mengenai alat dalam, penyakit ini dapat terjadi karena jamur langsung masuk

kealat dalam (misalnya paru), melalui luka atau menyebar dari permukaan kulit

atau alat dalam lain. Klasifikasi lain menurut Jain (2012), infeksi jamur

dibagi menjadi infeksi superficial (menginvasi stratum korneum, rambut, dan

kuku), subcutaneous (menyerang subkutan dan struktur sekitarnya termasuk kulit

dan tulang), dan infeksi jamur systemic (menyerang jaringan organ didalam

tubuh).

Universitas Sumatera Utara


Harahap (2000), mengatakan penyakit Dermatomikosis Superfisialis

(mikosis superfisialis) menjadi penyakit yang paling banyak dijumpai di

semua lapisan masyarakat yang terjadi pada kulit, rambut, kuku, dan selaput

lendir. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan hidup adalah

kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lain. Bila ditinjau lebih jauh mengenai Undang-Undang tersebut, maka manusia

dengan lingkungan tidak bisa dipisahkan.

Masalah kesehatan sangat kompleks dan saling berkaitan dengan

masalah-masalah di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk

mengatasi masalah kesehatan masyarakat tidak hanya dilihat dari segi

kesehatan itu sendiri tapi harus dari seluruh segi yang ada pengaruhnya

terhadap kesehatan tersebut. Dari hasil penelitian Basuki dkk (2004)

mendapatkan prevalensi tinea kuris pada pekerja usaha makanan seafood kaki

lima di Kecamatan Taman Sari- Kotamadya Jakarta Barat sebesar 33,3%.

Walaupun pada penelitian ini tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara

berbagai faktor risiko yang dieliti dengan kejadian tinea kruris, namun

ditemukan faktor kebersihan diri cenderung memiliki hubungan yang cukup

kuat dengan kejadian tinea kruris.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Winslow dalam Slamet (2007), usaha masyarakat

menentukan kesehatannya, untuk penyakit menular dan lingkungan sosial

sangat berpengaruh tehadap penularan, penyebaran, dan pelestarian agent di

dalam lingkungan ataupun pemberantasannya. Lingkungan sosial yang

menentukan norma serta perilaku orang berpengaruh terhadap penularan

penyakit secara langsung dari orang ke orang, seperti halnya penularan penyakit

kelamin, penyakit kulit, penyakit pernapasan, dan lain-lainnya.

Keadaan perumahan atau pemukiman adalah salah satu faktor yang

menentukan keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan, tempat dimana hygiene

dan sanitasi lingkungan diperbaiki, mortalitas dan morbilitas menurun dan

wabah berkurang dengan sendirinya, seperti yang dikemukakan WHO bahwa

perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan tingginya kejadian

penyakit dalam masyarakat. Karena rumah terlalu sempit penularan bibit

penyakit dari manusia yang satu kemanusia yang lain akan lebih mudah terjadi

(Entjang, 2000).

Menurut Slamet (2007) kurangnya air bersih khususnya untuk

menjaga kebersihan diri, dapat menimbulkan berbagai penyakit kulit dan mata.

Hal ini terjadi karena bakteri yang selalu ada pada kulit dan mata

mempunyai kesempatan untuk berkembang. Apalagi di antara masyarakat

dengan keadaan gizi yang kurang seperti kekurangan vitamin A, B dan C.

Penyakit akibat kurangnya air bersih adalah penyakit trachoma dan segala macam

penyakit kulit yang disebabkan jamur, dan bakteri.

Universitas Sumatera Utara


Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh

dari pengaruh lingkungan. Salah satu bagian tubuh manusia yang sangat

cukup sensitif terhadap berbagai macam penyakit adalah kulit. Lingkungan

yang sehat dan bersih akan membawa efek bagi kulit. Demikian pula

sebaliknya, lingkungan yang kotor akan menjadi sumber munculnya bebagai

macam penyakit antara lain penyakit kulit (Harahap, 2000).

Berdasarkan penelitian Frengki di Pesantren Darel Hikmah tahun 2011,

ada hubungan yang bermakna antara personal hygiene yaitu kebersihan kulit,

kebersihan tangan dan kuku, kebersihan genetalia, kebersihan pakaian,

kebersihan handuk, kebesihan tempat tidur dan sprei dengan kejadian penyakit

kulit. Menurut hasil penelitian Tri Martiana dan Lestari Kanti Wilujeng pada

nelayan Kabupaten Lombok Timur (2004) terdapat gangguan kelainan pada kulit,

80% nelayan mengalami hiperpigmentasi (bintik hitam) yang disebabkan oleh

karena adanya paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari.

Berdasarkan profil Kesehatan Provinsi Aceh tahun 2012 Jumlah

penyakit kulit & subkutan di rumah sakit umum rawat jalan sebanyak 3.502

pasien , di puskesmas rawat inap penyakit kulit alergi 81.356 dan dipuskesmas

rawat jalan penyakit kulit alergi 45.461 dari jumlah penduduk 4.726.001 jiwa.

Menurut data Dinas Kesehatan Aceh Selatan tahun 2015 tercatat

sebanyak 960 pasien penyakit akibat jamur dan penyakit akibat alergi sebanyak

6.692 kasus . Kecamatam Meukek terdiri dari dua puskesmas yaitu Puskesmas

Kuta Baro dan Puskesmas Drin Jalo, Kedua Puskesmas tersebut terdiri dari

Universitas Sumatera Utara


Puskesmas rawat inap dan Puskesmas rawat jalan yang belum memiliki spesialis

penyakit kulit yang ada hanya dokter umum, perawat dan bidan. Berdasarkan data

tahun 2015 yang peneliti peroleh dari buku poli umum di kedua Puskesmas

tersebut diketahui terdapat 3 jenis penyakit kulit di Puskesmas dalam

Kecamatan Meukek yaitu penyakit jamur kulit , infeksi kulit, alergi kulit. kedua

puskesmas rawat jalan terdapat 63 kasus penyakit jamur kulit , 105 kasus infeksi

kulit dan 143 kasus alergi kulit dan di puskesmas rawat inap terdapat 92 kasus

akibat jamur, 120 kasus infeksi kulit dan 176 penyakit alergi kulit. Dari data

tersebut ada sebagian masyarakat malu berobat lebih memilih membeli obat oles

sendiri diapotik terdekat bahkan ada yang memakai obat tradisional seperti buah

lengkuas yang digosok kebadan.

Dari hasil survei awal yang peneliti peroleh dilapangan dari tanggal 05–

10 Februari 2016 di daerah pesisir dalam Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh

Selatan masih ada masyarakat yang sulit mendapatkan air bersih diakibatkan air

sumur yang kuning, perumahan yang yang padat dan rapat juga kurangnya

personal hygiene para nelayan. Banyak nelayan yang bekerja dengan pakaian

yang basah dan lembab sampai kering waktu mencari ikan dilaut, dari mulai

pengangkutan es, bahan bakar minyak dan perlengkapan lain kekapal tanpa

menggantinya , hal ini diduga menyebabkan terkena berbagai macam penyakit

kulit seperti mengakibatkan gatal-gatal dan biasa terjangkit penyakit

dermatofitosis.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti Pengaruh

Lingkungan Fisik Rumah dan Personal Hygiene Terhadap Kejadian

Dermatofitofosis Pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten

Aceh Selatan Tahun 2015

1.2. Perumusan Masalah

Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan berada didaerah pesisir dan

pengunungan. Program pencegahan penyakit kulit belum maksimal terlaksana,

karena beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian Dermatofitofosis

belum sepenuhnya berhasil. Masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek

merupakan daerah yang berpotensi terjadinya Dermatofitofosis. Di duga

Tingginya kejadian Dermatofitofosis kurangnya personal hygiene dan

lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal inilah

yang menjadi ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian, sehingga

perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui " Bagaimana

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Personal Hygiene terhadap

Kejadian Dermatofitofosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan?"

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Lingkungan

Fisik Rumah dan Personal Hygiene terhadap Kejadian Dermatofitofosis pada

Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan.

Universitas Sumatera Utara


1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada Pengaruh Lingkungan Fisik

Rumah dan Personal Hygiene terhadap Kejadian Dermatofitofosis pada

Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan .

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan

dalam mendukung program pencegahan dan pemberantasan penyakit

dermatofitosis dalam meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan

kesehatan nelayan.

2. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai faktor risiko yang

berpengaruh terhadap terjadinya penyakit dermatofitosis sehingga

masyarakat dapat mengetahui upaya pencegahan dan penularan ditempat

tinggalnya.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain pengaruh lingkungan fisik

rumah dan personal hygiene terhadap kejadian dermatofitosis sehingga

dapat dimanfaatkan sebagai bahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu

dalam bidang kesehatan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah

2.1.1. Pengertian Rumah

Menurut Kep. Menkimpraswil (2002) masalah kesehatan lingkungan

perumahan (housing) menyangkut kenyamanan penghuninya, rumah sehat

adalah rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi ketetapan atau ketentuan

teknis kesehatan yang baik dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni rumah

dari bahaya atau gangguan kesehatan sehingga memungkinkan penghuni

memperoleh derajat kesehatan yang obtimal.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping

kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal

serta digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup

lainnya. Selain itu rumah juga merupakan pengembangan kehidupan dan tempat

berkumpulnya anggota keluarga untuk menghabiskan sebagian besar waktunya.

Rumah sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya untuk

berkarya, sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. (Wicaksono, 2009)

Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal

yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat

penghuninya, serta aset bagi pemiliknya (UU RI No 1 Tahun 2011). Rumah bagi

manusia memiliki arti sebagai tempat untuk melepas lelah, beristirahat

10

Universitas Sumatera Utara


setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-hari, sebagai tempat bergaul

dengan keluarga, sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya, sebagai

lambang status sosial, tempat menyimpan kekayaan (Azwar, 1996).

Dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat

berlindung dan beristirahat yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik,

mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh

derajat kesehatan yang optimal.

2.1.2. Fungsi Rumah

Secara garis besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat

tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia yaitu:

1. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia

2. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia

3. Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit

4. Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar

Rumah yang dapat memenuhi kebutuhan rohani manusia adalah rumah

yang memberi perasaan aman dan tentram bagi seluruh keluarga sehingga mereka

dapat berkumpul dan hidup bersama-sama, serta dapat mengembangkan sifat dan

kepribadian yang sehat. Rumah yang merupakan tempat perlindingan dari

pengaruh lingkungan luar adalah rumah yang dapat menjauhkan segala gangguan

kesehatan bagi penghuninya. Karena itu, rumah harus kuat dan stabil sehingga

dapat memberikan perlingdungan terhadap gangguan keamanan yang disebabkan

Universitas Sumatera Utara


bencana alam maupun kerusuhan atau kejahatan oleh pencurian atau perampokan.

(Frick dan Muliani, 2006)

Menurut Basic Principles of Healthful Housing dalam Gunawan (2009)

untuk menetapkan kondisi perumahan yang sesuai dengan kriteria sehat, The

American Public Health Association telah meneliti dan merumuskan empat

fungsi pokok rumah sebagai tempat tinggal yang sehat bagi setiap manusia dan

keluarganya selama masa hidupnya. Keempat fungsi pokok itu ialah:

1. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani manusia yang pokok (the

satisfaction of fundamental psychological needs)

2. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rohani manusia yang pokok (the

satisfaction of fundamental psychological needs)

3. Tempat perlindungan terhadap penularan penyakit menular (protection

agains communicable diseases)

4. Tempat perlindungan terhadap gangguan ataupun kecelakaan

Menurut Wicaksono (2009) rumah bagi manusia mempunyai arti :

1. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat

melaksanakan kewajiban sehari-hari.

2. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa

kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.

3. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang

mengancam.

Universitas Sumatera Utara


4. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan sampai

saat ini.

5. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang yang

dimiliki yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan.

Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen

Pekerjaan Umum, rumah bagi keluarga mempunyai arti sebagai berikut :

1. Tempat untuk berlindung.

Keluarga bertempat tinggal dalam rumah untuk melindungi diri dari panas,

hujan dan gangguan lainnya sehingga dapat tinggal dengan rasa aman dan

tenteram.

2. Tempat Pembinaan Keluarga

Rumah sebagai tempat tinggal dan pertumbuhan keluarga mempunyai

peranan yang besar dalam pembinaan watak penghuninya. Rumah

hendaknya dapat menjadi wadah kegiatan pembinaan keluarga melalui

bimbingan pengetahuan, ketrampilan, perilaku yang baik. Karena rumah

merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi keluarga,

terutama bagi pengembangan kepribadian anak. Dengan mempersiapkan

rumah yang memenuhi syarat diharapkan dapat menampung kegiatan

pembinaan bagi anggota keluarga dan mendorong terciptanya kerukunan

dan kebahagiaan keluarga.

Universitas Sumatera Utara


3. Tempat Kegiatan Keluarga

Rumah sebagai tempat pertemuan berbagai kegiatan keluarga, mempunyai

arti penting dalam memberikan suasana yang menunjang kegiatan itu

sendiri, sehingga dalam keluarga dapat menjalankan kegiatan dengan rasa

senang, tenteram dan nyaman. Untuk mencapai keadaan ini, perlu

disiapkan rumah sehat yang dapat menampung anggota keluarga dalam

melakukan kegiatan dan kebiasaan dengan baik. Rumah yang sehat dan

nyaman akan berpengaruh pada kesehatan jasmani dan rohani anggota

keluarga itu.

2.1.3. Syarat Rumah Sehat

Dalam pengertian rumah sebagai tempat tinggal yang dapat memenuhi

kebutuhan-kebutuhan jasmani manusia maka rumah harus dapat memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

1. Dapat memberikan perlindungan terhadap gangguan-gangguan cuaca atau

keadaan iklim yang kurang sesuai dengan kondisi hidup manusia,

misalnya: panas, dingin, angin, hujan, dan udara yang lembab

2. Dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk melakukan kegiatan atau

pekerjaan rumah tangga yang lazim,antara lain:

1) Kegiatan kerja ringan, misalnya memasak, menjahit, belajar dan

menulis.

2) Berkumpul bersama seluruh keluarga atau mengadakan pertemuan

dengan tamu (human relation)

Universitas Sumatera Utara


3) Kegiatan rutin untuk memenuhi kegiatan kesehatan jasmani bagi

kelangsungan hidup, antara lain mandi, makan, dan tidur.

3. Dapat digunakan sebagai tempat istirahat yang tenang sewaktu lelah atau

sakit. (Gunawan, 2009)

Menurut Winslow dan Alpha dalam Suyono (2010) rumah yang sehat

harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:

1. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

1) Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari)

maupun cahaya buatan (lampu). Pencahayaan yang memenuhi syarat

sebesar 60 –120 lux. Luas jendela yang baik minimal 10 % - 20 %

dari luas lantai.

2) Perhawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses pergantian udara

dalam ruangan. Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi

syarat adalah bertemperatur ruangan sebesar 18oC– 30oC dengan

kelembaban udara sebesar 40 % - 70 %. Ukuran ventilasi memenuhi

syarat 10% luas lantai.

3) Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar maupun

dari dalam rumah (termasuk radiasi).

4) Cukup tempat bermain bagi anak-anak dan untuk belajar.

2. Memenuhi Kebutuhan Psikologis

1) Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya.

2) Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga.

Universitas Sumatera Utara


3) Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak telalu ada perbedaan

tingkat yang ekstrem di lingkungannya. Misalnya tingkat ekonomi.

4) Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri.

5) Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus disesuaikan dengan

umur dan jenis kelaminnya. Orang tua dan anak dibawah 2 tahun

boleh satu kamar. Anak diatas 10 tahun dipisahkan antara laki-laki

dan perempuan. Anak umur 17 tahun ke atas diberi kamar sendiri.

6) Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm untuk terjaminnya

keleluasaan bergerak, bernapas dan untuk memudahkan

membersihkan lantai.

7) Ukuran ruang tidur anak yang berumur≤ 5 tahun sebesar 4,5

m3, dan umurnya >5 tahun adalah 9 m3. Artinya dalam satu

ruangan anak yang berumur 5 tahun ke bawah diberi kebebasan

menggunakan volume ruangan 1,5 x 1 x 3 m3, dan > 5 tahun

menggunakan ruangan 3x1 x3m3

8) Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan.

9) Hewan/ternak yang akan mengotori ruangan dan ribut/bising

hendaknya dipindahkan dari rumah dan dibuat kandang tersendiri

dan mudah dibersihkan.

3. Pencegahan Penularan Penyakit

1) Tersedia air bersih untuk minum yang memenuhi syarat kesehatan

Universitas Sumatera Utara


2) Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk, lalat), tikus dan

binatang lainnya bersarang di dalam dan di sekitar rumah.

3) Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah memenuhi syarat kesehatan.

4) Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan higienis.

5) Luas kamar tidur maksimal 3,5 m2 perorang dan tinggi langit-

langit maksimal 2,75 m. Ruangan yang terlalu luas akan

menyebabkan mudah masuk angin, tidak nyaman secara

psikologis, sedangkan apabila terlalu sempit akan menyebabkan

sesak napas dan memudahkan penularan penyakit karena terlalu

dekat kontak.

6) Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan bebas

dari pencemaran atau gangguan serangga, tikus dan debu.

4. Pencegahan terjadinya Kecelakaan

1) Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari dalam

ruangan dan menggantinya dengan udara segar.

2) Cukup cahaya dalam ruangan untuk mencegah bersarangnya serangga

atau tikus, mencegah terjadinya kecelakaan dalam rumah karena

gelap.

3) Bahan bangunan atau konstruksi rumah harus memenuhi syarat

bangunan sipil, terdiri dari bahan yang baik dan kuat.

4) Jarak ujung atap dengan ujung atap tetangga minimal 3 m, lebar

halaman antara atap tersebut minimal sama dengan tinggi atap

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Hal ini tidak berlaku bagi perumahan yang bergandengan

(couple).

5) Rumah agar jauh dari rindangan pohon-pohon besar yang rapuh/

mudah patah.

6) Hindari menaruh benda-benda tajam dan obat-obatan atau racun

serangga sembarangan apabila didalam rumah terdapat anak kecil.

7) Pemasangan instalasi listrik (kabel-kabel, stop kontak, fitting dll)

harus memenuhi standar PLN.

8) Apabila terdapat tangga naik/ turun, lebar anak tangga minimal

25cm,

9) tinggi anak tangga maksimal 18 cm, kemiringan tangga antara

300-360. Tangga harus diberi pegangan yang kuat dan aman.

Berdasarkan kondisi fisik bangunannya, rumah dapat digolongkan menjadi

3 golongan, yaitu:

1) Rumah permanen, memiliki ciri dinding bangunannya dari tembok,

berlantai semen atau keramik, dan atapnya berbahan genteng.

2) Rumah semi-permanen, memiliki ciri dindingnya setengah tembok

dan setengah bambu, atapnya terbuat dari genteng maupun seng atau

asbes, banyak dijumpai pada gang-gang kecil.

3) Rumah non-permanen, ciri rumahnya berdinding kayu, bambu atau gedek,

dan tidak berlantai (lantai tanah), atap rumahnya dari seng maupun asbes.

Universitas Sumatera Utara


2.1.4. Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat

Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002),

lingkup penilaian rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen

rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni.

1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai,

jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi,

sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.

2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan

kotoran, saluran pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan

sampah.

3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar tidur,

membuka jendela ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman,

membuang tinja bayi dan balita ke jamban, membuang sampah pada

tempat sampah.

Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah

sebagaimana yang tercantum dalam Kepmenkes Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

1. Pencahayaan

Pencahayaan dalam ruangan dapat berupa pencahayaan alami dan atau

buatan, yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat menerangi

seluruh ruangan. Intensitas minimal pencahayaan dalam ruangan adalah 60 lux

dan tidak menyilaukan.

Universitas Sumatera Utara


2. Kualitas udara

Kualitas udara dalam ruangan tidak boleh melebihi ketentuan sebagai

berikut:

1) Suhu udara nyaman berkisar 18° sampai 30° C

2) Kelembapan udara berkisar antara 40% sampai 70%

3) Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam

4) Pertukaran udara (air exchange rate)= 5 kaki kubik per menit per

penghuni

5) Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam

6) Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3

3. Ventilasi Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen

minimal 10% dari luas lantai.

2.1.5. Lingkungan Rumah

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam

rumah. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan

sosial. Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana

orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur

tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang

berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk

keluarga dan individu.

Kriteria rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan menurut

chandra, (2007) antara lain :

Universitas Sumatera Utara


1) Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun

2) Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah yang baik

3) Dapat mencegah terjadi perkembang biakan vektor penyakit, seperti

nyamuk, lalat tikus dan sebagainya

4) Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (mis, kawasan industri)

dengan jarak minimal 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah

hijau (green belt) dan bebas banjir

Chandra (2007) mengatakan bahwa rumah atau tempat tinggal yang

buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan

kesehatan, seperti:

1. Infeksi saluran pernafasan

2. Infeksi pada kulit

3. Anthropoda

4. Kecelakaan

5. mental

Menurut Seregar (1992) faktor yang mempengaruhi terjadinya

dermatofitos adalah keadaan lingkungan yang basah dan bekeringat yang banyak,

lingkungan yang kotor dengan udara lembab dan panas, dan lingkungan rawa-

rawa yang selalu basah. Selain itu daerah yang beriklim tropis dan beriklim panas

dengan kelembaban tinggi juga sangat mempengaruhi terjadinya dermatofitosis.

Universitas Sumatera Utara


2.1.6. Letak Rumah

Letak rumah adalah salah satu faktor yang penting artinya bagi kesehatan

penghuni. Sebagai contoh adalah, sebuah rumah seharusnya tidak didirikan di

dekat tempat dimana sampah dikumpulkan atau dibuang, dengan

pertimbangan karena di tempat pembuangan sampah tersebut akan banyak

lalat, serangga maupun tikus yang akan membawa kuman penyakit kedalam

lingkungan rumah (WHO, 1995).

Perlu diperhatikan juga letak sebuah bangunan hendaknya menyerong

dari arah lintasan matahari yaitu arah utara–selatan untuk mencegah

penyinaran yang terus-menerus pada satu bagian rumah. Di bangun dengan

lubang bukaan maksimal pada arah utara, arah selatan, dan arah timur, serta

seminimal mungkin pada arah barat. Lubang bukaan pada arah utara-selatan

diharapkan sebanyak mungkin memasukan sinar matahari dari kubah langit.

Sementara lubang pada arah timur untuk memasukan sinar matahari pagi

yang dapat meningkatkan kesehatan. (Chandra, 2007)

2.2. Personal Hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya

perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara

perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan

perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan

Universitas Sumatera Utara


perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu , keamanan dan kesehatan

(Petrus, 2005).

Hygiene perorangan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan

terutama pada masa-masa perkembangan. Dengan kesehatan pribadi yang buruk

pada masa tersebut akan dapat mengganggu perkembangan kualitas sumber daya

manusia. Untuk menjaga kesehatan pribadi atau perorangan tentu saja tidak

terlepas dari kebiasaan-kebiasaan sehat yang dilakukan setiap hari. Menurut

Entjang (2000), usaha kesehatan pribadi (personal hygiene) adalah upaya

seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri.

2.2.1. Jenis-jenis Personal hygiene

Jenis-jenis Personal hygiene menurut Isro’in (2012) meliputi :

1. Kebersihan kulit

Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama

memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya.

Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan

lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari – hari.

Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat

harus selalu memperhatikan seperti :

a) Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri

b) Mandi minimal 2x sehari

c) Mandi memakai sabun

d) Menjaga kebersihan pakaian

Universitas Sumatera Utara


e) Makan yang bergizi terutama sayur dan buah

f) Menjaga kebersihan lingkungan.

2. Kebersihan rambut

Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat membuat terpelihara

dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan

tidak berbau apek. Dengan selalu memelihara kebersihan kebersihan

rambut dan kulit kepala, maka perlu diperhatikan sebagai berikut :

a) Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut

sekurangkurangnya 2x seminggu.

b) Mencuci ranbut memakai shampo atau bahan pencuci rambut

lainnya.

c) Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.

3. Kebersihan gigi

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan

membersihkan gigi sehingga terlihat cemerlang. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi adalah :

a. Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap sehabis

makan

b. Memakai sikat gigi sendiri

c. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi

d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi

e. Memeriksa gigi secara teratur

Universitas Sumatera Utara


4. Kebersihan mata

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah :

a. Membaca di tempat yang terang

b. Memakan makanan yang bergizi

c. Istirahat yang cukup dan teratur

d. Memakai peralatan sendiri dan bersih (seperti handuk dan sapu

tangan)

e. Memlihara kebersihan lingkungan.

5. Kebersihan telinga

Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah :

a. Membersihkan telinga secara teratur

b. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.

6. Kebersihan tangan, kaki dan kuku

Seperti halnya kulit, tangan,kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak

terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-

hari. Selain indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga

menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor

dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-

penyakit tertentu. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan

sebagai berikut :

a. Membersihkan tangan sebelum makan

b. Memotong kuku secara teratur

Universitas Sumatera Utara


c. Membersihkan lingkungan

d. Mencuci kaki sebelum tidur

2.2.2. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Personal Hygiene

Menurut Isro’in (2012) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal

hygiene adalah:

a. Citra tubuh ( Body Image)

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri

misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli

dengan kebersihan dirinya.

b. Praktik Sosial

Pada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan

akan terjadi perubahan pola personal hygiene .

c. Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,

sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

menyediakannya.

d. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang

baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita

dermatofitosis mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

Universitas Sumatera Utara


e. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh

dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan

diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.

g. Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang

dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Menurut Seregar (1992) personal hygiene yang mempengaruhi terjadinya

dermatofitosis adalah kurangnya kebersiahan diri, kebersiahan yang buruk dan

kontak dengan binatang seperti anjing atau kucing, kebersiahan yang kurang dan

keadaan basah, orang yang banyak bekerja pada air kotor.

2.3. Nelayan

2.3.1. Pengertian Nelayan

Nelayan di dalam ensiklopedi Indonesia digolongkan sebagai pekerja,

yaitu orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara

langsung maupun secara tidak langsung sebagai mata pencahariannya (Rahardjo,

2002).

Menurut Undang–undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004,

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan

Universitas Sumatera Utara


ikan. Sebagian besar nelayan di Indonesia adalah nelayan kecil, nelayan kecil

adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari–hari. Menurut Suasono dan hutagalung (2013)

Nelayan merupakan pekerjaan yang bergerak di sektor Informal yang kegiatan

ekonominya secara tradisional, usaha–usaha diluar sektor modern/formal yang

mempunyai ciri–ciri sebagai berikut yaitu sederhana, skala usaha relative kecil,

umumnya belum terorganisir dengan baik.

Arti nelayan dalam buku statistik Perikanan Indonesia Nelayan adalah

orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan

ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan,

seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat/perlengkapan ke dalam

perahu/kapal, mengangkut ikan dari perahu/kapal tidak dimasukkan sebagai

nelayan. Tetapi ahli mesin, juru masak yang bekerja diatas kapal penangkapan

ikan dimasukkan sebagai nelayan. Dari pengertian itu nelayan dipandang tidak

lebih sebagai kelompok kerja yang tempat bekerjanya di air, yaitu sungai, danau

atau laut. (Suasono dan hutagalung, 2013)

Menurut Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan (1995),

bunyinya adalah sebagai berikut : ” Nelayan adalah orang yang secara aktif

melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air

lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan, seperti membuat

jaring, mengangkut alat-alat/perlengkapan kedalam perahu/kapal, mengangkut

Universitas Sumatera Utara


ikan dari perahu/kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin,

juru masak yang bekerja diatas kapal penangkap dimasukkan sebagai nelayan”.

Menurut Mubyarto dkk dalam Rahardjo (2002), dalam bukunya yang

berjudul “Nelayan dan Kemiskinan” dalam Studi Ekonomi Antropologinya,

memberikan pengertian berbeda tentang “Masyarakat Desa Nelayan”.

Menurutnya, memang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kaya

dan kaya sekali disatu pihak, dan kelompok ekonomi sedang, miskin, miskin

sekali dan tukang dilain pihak. Pemakaian kata “Desa Nelayan” telah

mengantarkan kepada pemahaman bahwa nelayan dilihat sebagai masyarakat

yang mempunyai ciri-ciri sendiri dan bertempat tinggal berada ditepi pantai,

sehingga dapat juga disebut sebagai masyarakat yang berdiam di “Desa Pantai

Perkampungan Nelayan” yang menjadikan perikanan sebagai mata

pencahariannya yang terpenting.

2.3.2. Karakteristik Masyarakat Nelayan

Menurut wahyono SK (2009) dalam Swasono dan Hutagalung

masyarakat nelayan di Indonesia sampai saat ini masih tergolong masyarakat

miskin, ironisnya mereka hidup diwilayah pesisir dan lautan indonesia yang kaya

akan keaneka ragaman sumberdaya alamnya, baik yang dapat pulih seperti

perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang, maupun sumberdaya yang tidak

dapat pulih seperti minyak bumi, gas dan barang tambang lainnya.

Menurut Azwar (2007) Karakteristik individu adalah keseluruhan dari

ciri-ciri yang terdapat pada masyarakat baik ciri individu seperti umur, dan jenis

Universitas Sumatera Utara


kelamin maupun ciri sosial seperti pendidikan, pekerjaan, besar keluarga.

Karakteristik masyarakat mempunyai kaitan dengan kepemilikan rumah sehat.

1. Pendidikan

Pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa

pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan

dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Seperti diketahui

bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar,

sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas, dan tingkat

akademik/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar

seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap informasi juga

dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap masalah

yang dihadapi.

Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan

mengembangkan kemampuan manusia Indonesia jasmani dan rohani yang

berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luat sekolah dalam rangka

pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Pancasila (Sarwono, 2004).

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan atau pencaharian yang dijadikan

pokok penghidupan seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan hasil.

Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan derajat

Universitas Sumatera Utara


keterpaparan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat pekerjaan juga akan

berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi karyawan pada

pekerjaan tertentu.

3. Pendapatan

Pendapatan adalah tingkat penghasilan penduduk, semakin tinggi

penghasilan semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan untuk

barang, makanan, juga semakin tinggi penghasilan keluarga semakin baik pula

status gizi masyarakat.

Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan anggota keluarga untuk

memperoleh yang lebih baik, misalnyadi bidang pendidikan, kesehatan,

pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya jika pendapatan

lemah akan maka hambatan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang peranan penting dalam

meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan orangtua erat kaitannya

dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, dimana bila penghasilan tinggi

maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga meningkat,

dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada kurangnya

pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya

beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan

kesehatan

Universitas Sumatera Utara


4. Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman

serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon

atau reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam

dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) maupun aktif (disertai

tindakan).

2.3.3. Kesehatan Nelayan

Penyakit kulit pada nelayan akibat pengaruh sinar ultraviolet dan

pengaruh air laut yang karena kepekatannya menarik air dari kulit, dalam hal ini

air laut merupakan penyebab penyakit kulit dengan sifat rangsangan primer. Tapi

penyakit kulit mungkin pula disebabkan oleh jamur-jamur atau binatang-binatang

laut. Beberapa jenis ikan dapat menyebabkan kelainan kulit, biasanya nelayan-

nelayan mengetahui ikan-ikan yang mendatangkan gatal. (Suma’mur, 1998)

Keselamatan nelayan dalam melakukan pekerjaannya belum cukup

mendapat perhatian. Syarat-syarat perahu nelayan harus diutamakan, agar

tercapai keselamatan sebesar-besarnya. Konstruksi perahu di Indonesia berbeda-

beda mengikuti latar belakang daerah atau kebudayaan setempat. Perahu yang

baik adalah stabil, tidak mudah terbalik oleh pukulan-pukulan ombak atau angin

yang besar. Nelayan-nelayan hidup di pantai-pantai yang biasanya hygienenya

sangat kurang, perlunya pendidikan kesehatan dan cara hidup hygienis dan lain-

lain.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Seregar (1992) personal hygiene yang mempengaruhi terjadinya

dermatofitosis adalah kurangnya kebersiahan diri, kebersiahan yang buruk dan

kontak dengan binatang seperti anjing atau kucing, kebersiahan yang kurang dan

keadaan basah, orang yang banyak bekerja pada air kotor.

Karakteristik nelayan mempunyai sifat yang berbeda-beda. Hal ini yang

perlu dilihat dalam perbedaan tersebut adalah faktor umur, tingkat pendidikan

dan kebiasaan hidup (gaya hidup). Gaya hidup menarik sebagai masalah

kesehatan, minimal dianggap faktor resiko dari berbagai penyakit.

2.4. Dermatofitosis

2.4.1. Pengertian Dermatofitosis

Mansjoer (2005) mengatakan dermatofitosis adalah penyakit pada

jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada

epidermis, rambut, kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita.

Dermatofita disebut juga sebagai tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes, sirsinata.

Menurut Sutanto dkk (2008) dermatofitosis ialah mikosis superfisialis yang

disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Jamur ini mengeluarkan enzim

keratinase sehingga mampu mencerna keratin pada kuku, rambut dan stratum

korneum pada kulit.

Dermatofitosis atau tinea ialah kelainan kulit superfisial akibat infeksi

dermatofita (jamur yang hidup dengan mencerna keratin). Jamur itu menghasilkan

enzim keratinase yang menyebabkan komponen jamur dapat menginvasi sampai

Universitas Sumatera Utara


bagian bawah epidermis. Penamaannya disesuaikan dengan lokasi kelainan, yang

bila terjadi di badan disebut sebagai tinea korporis. Tinea korporis disebut juga

ringworm, suatu penamaan yang diberikan karena bentuk kelainannya dan bukan

karena penyebabnya. Kelainan bukan disebabkan oleh worm tetapi oleh

dermatofita, yang tersering ialah Trichophyton rubrum dan Microsporum canis.

(Clayton YM, 2002)

2.4.2. Klasifikasi Dermatofitosis

Adapun klasifikasi dermatofitosis menurut Siregar ( 1992) adalah sebagai

berikut:

1) Tinea kapitis

Berdasarkan bentuk khas, tinea kapitis dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

a. Gray patch ring worm

b. Black dot ring worm

c. Kerion

d. Tinea favosa

2) Tinea korporis

3) Tinea imbrikata

4) Tinea kruris

5) Tinea manus et pedis

6) Tinea unguium

7) Non Dermatofitosis

1) Pitiriasis versikolor

Universitas Sumatera Utara


2) Piedra

3) Otomikosis

4) Tinea nigra palmaris

5) Tinea pedis

2.4.3. Penyebab Dermatofitosis

Emmons dalam Djuanda dkk (2013) mengatakan Dermatofitosis

disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri dari tiga genus, yaitu

Genus Microsporum, Trichopyton, Epidermophyton. Penyakit ini menyerang

jaringan epidermis bagian Superfisialis (Stratum Korneum) kuku dan rambut.

Microsporum jenis spesies menyerang rambut dan kulit, Trichopyton menyerang

rambut, kulit, dan kuku, Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku.

Menurut Rippon (1974) selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang

sama diantara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan

zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Dari 41 spesies

dermatofita yang sudah dikenal hanya 3 spesies Epidermophyton, 17 spesies

Microsporum dan 21 spesies Trichophyton. Selain sifat keratinofilik, setiap

spesies dermatofita mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu.

Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang-kadang

menyerang manusia, misalnya Microsporum canis dan Trichophyton

verrucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah

dan dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya

Microsporum gypseum.

Universitas Sumatera Utara


2.4.4. Bentuk dan Gejala Klinis

Dermatofitosis tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi berbeda-

beda pada tiap negara (Abbas, 2012). Penelitian World Health Organization

(WHO) terhadap insiden dari infeksi dermatofit menyatakan 20% orang dari

seluruh dunia mengalami infeksi kutaneus dengan infeksi tinea korporis

merupakan tipe yang paling dominan dan diikuti dengan tinea kruris, pedis,

dan onychomycosis (Lakshmipathy, 2013)

Menurut Djuanda (2013) dermatofitosis dapat memiliki berbagai gejala

klinis, bentuk – bentuk gejala klinis dermatofitosis adalah:

1) Tinea kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala, rambut yang

disebabkan jamur golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita

Trichophyton dan Microsporum. Gambaran klinis keluhan penderita berupa

bercak pada kulit kepala, sering gatal disertai rambut rontok ditempat lesi.

Berdasarkan bentuk khas, tinea kapitis dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

a. Gray patch ring worm

Penyakit ini dimulai dengan papul merah kecil yang melebar ke sekitarnya

dan membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut

jadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi, mudah patah, dan terlepas dari

akarnya sehingga menimbulkan alopesia setempat. Dengan pemeriksaan dengan

sinar wood tampak flouresensi kekuning-kuningan pada rambut yang sakit

Universitas Sumatera Utara


melalui batas “Gray patch” tersebut. Jenis ini biasanya disebabkan oleh species

Microsporum dan Trichophyton.

b. Black dot ring worm

Terutama disebabkan oleh T. tonsurans, T. violaceum, dan T.

mentagrophytes. Infeksi jamur terjadi diluar rambut (ectotric) atau didalam

rambut (endotric) yang menyebabkan rambut putus tepat pada permukaan

kulit kepala. Ujung rambut tampak seperti titik-titik hitam diatas permukaan kulit

yang berwarna kelabu sehingga tampak seperti gambaran “black dot”.

Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita.

Rambut sekitar lesi juga tidak bercahaya lagi karena kemungkinan sudah

terkena infeksi. Penyebab utamanya adalah T. tonsurans dan T. violaceum.

c. Kerion

Bentuk ini adalah bentuk serius karena disertai dengan radang yang hebat

bersifat lokal sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang

berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini

putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini menyembuh akan

meninggalkan suatu daerah yang botak permanen karena terjadi sikatriks. Bentuk

ini terutama disebabkan oleh M. canis, M. gypseum, T. tonsurans, dan T.

violaceum.

d. Tinea favosa

Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang

berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berwarna

Universitas Sumatera Utara


cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus “moussy odor”.

Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah lepas serta tidak mengkilat lagi.

Bila penyakit itu sembuh akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia

yang permanen. Penyebab utamanya adalah T. schoenleinii, T. violaceum,

dan T. gypseum. Karena tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit kulit

yang menyerang daeerah kepala, penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-

penyakit bukan oleh jamur, seperti Psoriasis vulgaris, Dermatitis seboroika

dan Trikotilomania. (Djuanda, 2013)

2) Tinea korporis

Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus

(globurus skin) di daerah muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab

tersering adalah T. rubrum dan T. mentagropytes. Gambaran klinis biasanya

berupa lesi terdiri atas bermacam macam efloresensi kulit, berbatas tegas

dengan konfigurasi anular, arsinar, atau polisiklik, bagian tepi lebih aktif dengan

tanda peradangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan terjadi

seperti penyembuhan, sementara tepi lesi meluas sampai ke perifer. Kadang

bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama

sehingga menjadi bercak yang besar (Djuanda, 2013).

3) Tinea imbrikata

Tinea imbrikata adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang

memberikan gambaran khas tinea korporis berupa lesi bersisik yang

melingkar-lingkar dan gatal. Disebabkan oleh dermatofita T. concentricum.

Universitas Sumatera Utara


Gambaran klinis dapat menyerang seluruh permukaan kulit halus, sehingga

sering digolongkan dalam Tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula

eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama agak tebal terletak

konsensif dengan susunan seperti genting, lesi bertambah melebar tanpa

meninggalkan penyembuhan dibagian tengahnya. (Djuanda, 2013)

4) Tinea kruris

Tinea kruris adalah penyakit jamur dermatofita didaerah lipat paha,

genitalia dan sekitar anus, yang dapat meluas kebokong dan perut bagian bawah.

Penyebab E. floccosum, kadang-kadang disebabkan oleh T. rubrum.

Gambaran klinik lesi simetris dilipat paha kanan dan kiri mula-mula lesi

berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas sehingga dapat meliputi

scrotum, pubis ditutupi skuama, kadang-kadang disertai banyak vesikel kecil-

kecil. (Djuanda, 2013)

5) Tinea manus et pedis

Tinea manus et pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh

infeksi jamur dermatofita didaerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung

tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki serta daerah interdigital. Penyebab

tersering T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum . (Djuanda, 2013)

6) Tinea unguium

Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur

dermatofita. Penyebab tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum. Gambaran

klinik biasanya menyertai Tinea pedis atau manus penderita berupa kuku

Universitas Sumatera Utara


menjadi rusak warna menjadi suram tergantung penyebabnya, distroksi kuku

mulai dari dista, lateral, ataupun keseluruhan.

7) Non Dermatofitosis

1. Pitiriasis versikolor

Pitiriasis versikolor (panu) adalah penyakit jamur superfisial yang kronik

biasanya tidak memberikan keluhan subjektif berupa bercak skuama halus warna

putih sampai coklat hitam, meliputi badan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat

paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut.

Gambaran klinik kelainan terlihat bercak-bercak warna warni, bentuk teratur

sampai tidak teratur batas jelas sampai difus kadang penderita merasa gatal

ringan. Umumya keluhan yang muncul adalah timbul bercak putih ataupun

kecoklatan yang kadang gatal bila berkeringat. Pada orang dengan kulit berwarna,

lesi yang terjadi biasanya tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada

orang dengan kulit pucat lesi bisa berwarna coklat kemerahan. Di atas lesi

terdapat sisik halus. Ada 2 bentuk yang sering didapat, yaitu makular dan

folikular (Sutanto, 2008)

2. Piedra

Piedra adalah infeksi jamur pada rambut ditandai dengan benjolan (nodus)

yang keras sepanjang batang rambut. Ada 2 bentuk, yaitu :

1) Piedra Putih

Penyakit ini disebabkan Trichosporon beigellii terutama di daerah

subtropis dan beriklim sedang. Gejalannya berupa adanya benjolan warna

Universitas Sumatera Utara


coklat muda yang tidak begitu melekat pada batang rambut kepala, kumis,

janggut dan tidak memberikan gejala-gejala subjektif (Sutanto, 2008)

2) Piedra Hitam

Penyakit ini disebabkan oleh piedra hortae dan lebih sering ditemukan

pada daerah rambut kepala serta jarang pada rambut dada dan dagu. Piedra

hitam merupakan infeksi asimtomatik. Pada batang rambut dada dan dagu.

Piedra hitam merupakan infeksi asimtomatik. Pada batang rambut teraba

kasar, granular, terdapat nodul yang keras, berukuran kecil, berwarna

hitam dan bisa tunggal atau multipel. Nodul melekat erat pada batang

rambut, sukar dilepas, bila disisir dengan logam maka akan terdengar

bunyi geseran logam. (Sutanto, 2008)

3. Otomikosis

Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga bagian luar.

Liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi skuama dan dapat meluas ke

bagian luar sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam.

Bila meluas sampai ke membran timpani daerah ini akan menjadi merah,

berskuama dan mengeluarkan cairan serosanguinos dan penderita akan

mengalami gangguan pendengaran. Penyebab infeksi biasanya jamur

kontaminan, yaitu Aspergillus sp., Mukor dan Penisilium. (Siregar, 2004)

4. Tinea nigra palmaris

Tinea nigra palmaris adalah infeksi jamur superfisial yang biasanya

menyerang kulit telapak tangan dan kaki dengan memberikan warna hitam sampai

Universitas Sumatera Utara


coklat pada kulit yang terserang. Penyebabnya adalah Cladosporium

werneckii. Makula yang terjadi tidak menonjol dari permukaan kulit, tidak terasa

sakit dan tidak ada tanda-tanda radang. Kadang-kadang dapat meluas sampai di

punggung kaki bahkan sampai menyebar ke leher, dada dan muka. (Siregar,

2004).

5. Tinea pedis

Tinea pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur

dermatofita di daerah kulit telapak kaki, punggung kaki, jari-jari kaki, serta daerah

interdigital. Tinea pedis atau yang disebut juga dengan Athlete’s foot, atau orang

awam sering menyebutnya dengan kutu air. Biasanya sering ditemukan pada

orang dewasa yang setiap hari menggunakan sepatu tertutup, contohnya

penggunaan sepatu dan kaus kaki. Dan pada orang yang bekerja di tempat yang

basah, mencuci, di sawah dan sebagainya . Infeksi juga dapat menyebar

melalui penggunan pancuran dan ruang ganti pakaian umum, di mana kulit

yang terinfeksi dan terkelupas berperan sebagai sumber infeksi. Tidak ada

tindakan pengendalian yang benar-benar efektif selain hygiene yang tepat dan

penggunaan bedak untuk mempertahankan agar ruang antar jari-jari kaki tetap

kering. Pada banyak orang, tinea pedis menahun bersifat asimtomatis dan hanya

menjadi aktif pada keadaan panas atau basah yang berlebihan atau pemakaian

alas kaki yang tidak sesuai (Siregar, 2004).

Universitas Sumatera Utara


i. Pemeriksaan

Observasi klinis pada umumnya cukup untuk mendiagnosa infeksi

dermatofita. Persiapan KOH di kulit atau kerokan kuku atau sampel rambut dapat

menampilkan hifa dan atau konidia (spora aseksual), dimana diperlukan

untuk konfirmasi diagnosis. Saat diinginkan penentuan intentitas spesifik dari

dermatofita membutuhkan pemeriksaan mikroskopis berupa kultur, yang akan

memakan waktu berminggu-minggu karena jamur ini sangat lambat tumbuh

di laboraturium. (Susanto, 2008).

Infeksi terbatas dapat diobati secara efektif dengan menggunakan

obatobat anti fungal topikal, tetapi untuk infeksi yang menyebar luas pada kulit

kepala atau kulit demikian juga pada infeksi kuku harus diobati dengan anti

fungal oral. Terbinafine, diberikan secara oral selama 6-12 minggu, sangat

efektif pada sebagian besar kasus. Kasus kronik atau kasus yang menetap

diobati dengan griseofulvin sampai sembuh. (Susanto, 2008)

2.4.6 Pencegahan

Menurut Sutanto (2008) Langkah-langkah pencegahan dermatofitosis

adalah dengan cara:

1) Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan

maserasi. Daerah-daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari sesudah

mandi harus dikeringkan betul-betul dan diberi bedak pengering

(talcum ; ZeaSORB) atau bedak anti jamur (Tinactin/Doctorin),

sesudahnya dan tiap pagi.

Universitas Sumatera Utara


2) Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.

3) Pasien dengan hiperhidrosis agar memakai kaos kaki dari bahan

katun yang menyerap dan jangan memakai bahan wool atau bahan

sintetis.

4) Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dalam air

panas.

2.4.7. Pengobatan

Pada umumnya cukup topikal saja dengan obat-obat anti jamur untuk

bentuk interdigital dan vesikular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk moccasin

foot yang kronik memerlukan pengobatan yang lebih lama, apalagi bila

disertai dengan tinea unguium, pengobatan diberikan paling sedikit 6 minggu dan

kadangkadang memerlukan antijamur per-oral, misalnya griseofulvin,

itrakonazol, atau terbenafin. Bentuk klinik akut yang disertai selulitis

memerlukan pengobatan antibiotik, misalnya penisilin V, fluklosasilin,

eritromisin atau spiramisin dengan dosis yang adekuat (Seregar, 2004).

3) Terapi lokal

1) Lesi-lesi yang meradang akut yang bervesikula dan bereksudat

harus dirawat dengan kompres basah secara terbuka secara berselang-

selang.(4-6 kali sehari) atau terus, menerus. Vesikula harus

dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.

Universitas Sumatera Utara


2) Haloprogin atau tolnalfat, arutan atau cream dioleskan 3 kali sehari

akan menyebabkan involusi dari sebagian besar lesi skuama

superfisial dalam waktu 1-3 minggu.

3) Lesi hiperkeratosis yang tebal memerlukan terapi lokal dengan

obatobatan yang mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat.

Obat-obat antifungal topikal antara lain :

1) Golongan imidazol yaitu klotrimazol, mikonazol, ekonazol,

ketokonazol, itrakonazol, oksikonazol, dan sulkonazol.

2) Golongan alilamin yaitu naftitin dan terbinafin.

3) Golongan benzilamin yaitu butenafin

4) Golongan lainnya yaitu asam undesilenat, tolnaftat, haloprogin

dan siklopiroksolamin

4) Terapi sistemik

Obat-obat antifungal sistemik antara lain griseofulvin, ketokonazol,

itrakonazol,flukonazol, dan terbinafin. Pemberian Griseofulvin merupakan

antibiotik yang diberikan secara oral yang diperoleh dari spesies

Penicillium tertentu. Obat ini tidak berpengaruh terhadap bakteri atau

jamur yang mengakibatkan mikosis sistemik tetapi menekan dermatofites

tertentu. Setelah pemberian per oral, griseofulvin disebarkan seluruh

tubuh. Obat terakumulasi di epidermis dan jaringan keratinisasi lainnya

(rambut dan kuku). (Mansjoer, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Keratin merupakan sumber nutrisi utama untuk dermatofites, dan

degradasi keratin oleh jamur ini mengakibatkan dicernakannya obat.

Dalam organisme, griseofulvin diduga berinteraksi dengan mikrotubula

dan mengganggu fungsi mitosis gelendong, menimbulkan penghambatan

pertumbuhan. Griseofulvin bermanfaat secara klinik untuk mengobati infeksi

dermatofita pada kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh spesies

Trichopyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Obat ini tidak

berpengaruh terhadap kandidiasis superfisial atau kandidiasis sistemik

atau setiap mikosis sistemik lainnya. Biasanya diperlukan terapi oral

selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.

Pengobatan terdiri atas pembuangan tuntas struktur epitel yang terinfeksi dan

yang mati serta pemberian bahan kimia antijamur secara topikal. Pengobatan

berlebihan sering menyebabkan dermatofitid. Harus dilakukan usaha-usaha

untuk mencegah reinfeksi. Bila daerah serangan luas, pemberian griseofulvin

secara oral selama 1-4 minggu terbukti efektif. Infeksi kuku memerlukan

pengobatan griseofulvin selama beberapa bulan dan kadang-kadang

dilakukan pembedahan buangan kuku. Sering terjadi kekambuhan infeksi

kuku. (Mansjoer, 2005)

2.4.8. Faktor – faktor yang memengaruhi Dermatofitosis.

Dermatofitosis yang mempunyai penyebaran luas, meskipun demikian

insidens lebih banyak didaerah dengan iklim lembab (Tropis), Kebersiahan

lingkungan dan pribadi, pemakaian baju ketat, Keringat, baju mandi yang lembab

Universitas Sumatera Utara


dalam waktu yang lama dan pemakaian fasilitas bersama-sama seperti asrama dan

dirumah tahanan. Sumber infeksi diduga berasal dari orang-orang disekitar

penderita (antrofofilik), tanah /debu (Geofilik), dan binatang peliharaan (zoofilik)

tidak ada perbedaan antara umur, ras, atau etnis. (Djuanda, 2013)

Penyakit kulit di Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh

infeksi bakteri, jamur, parasit, dan penyakit dasar alergi. Hal ini berbeda dengan

negara Barat yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor degeneratif. Disamping

perbedaan penyebab, faktor lain seperti iklim, kebiasaan dan lingkungan juga ikut

memberikan perbedaan dalam gambar klinis penyakit kulit (Siregar, 2005).

Keadaan suhu dan kelembaban udara dapat berubah-ubah tergantung dari

posisi dan pancaran sinar matahari ke bumi. Sehingga suhu dan kelembaban udara

pada jam-jam berbeda menunjukkan angka yang berbeda-beda. Demikian pula

rata-rata suhu harian dan bulanan merupakan angka yang tidak selalu sama.

Perbedaan suhu dan kelembaban tidak semata-mata dipengaruhi oleh waktu, tetapi

tidak dipengaruhi pula oleh kondisi geografis setempat. Misalnya untuk daerah

pantai mempunyai suhu dan kelembaban udara yang berbeda bila dibandingkan

dengan daerah pegunungan (Daldjoeni, 1992).

Distribusi, spesies penyebab, dan bentuk infeksi yang terjadi bervariasi

pada daerah geografis, lingkungan dan budaya yang berbeda. Dermatofita

berkembang pada suhu 25- 28°C, dari timbulnya infeksi pada kulit manusia

didukung oleh kondisi yang panas dan lembab. Karena alasan ini, infeksi jamur

superfisial relatif sering pada negara tropis, pada populasi dengan status sosioal

Universitas Sumatera Utara


ekonomi rendah yang tinggal di lingkungan yang sesak dan hygiene yang rendah

(Havlickova,2008).

Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi

dermatofitosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial

ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas,

penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak

terkendali.

2.5. Landasan teori

Landasan teori dalam penelitian ini mengacu dari beberapa konsep teori

yang dikemukakan oleh para ahli tentang konsep dasar timbulnya suatu penyakit,

antara lain:

Menurut azwar (1996) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi keadaan

lingkungan rumah, yaitu: Lingkungan dimana masyarakat itu berada, baik

fisik, biologis, sosial ; Tingkat sosial ekonomi masyarakat, ditandai dengan

pendapatan yang dipunyai, tersedianya bahan-bahan bangunan yang dapat

dimanfaatkan dan atau dibeli dan lain sebagainya ; Tingkat kemajuan

teknologi yang dimiliki, terutama teknologi dalam bidang bangunan ;

Kebijaksanaan pemerintah tentang perumahan menyangkut tata-guna tanah,

program pembangunan perumahan (Rumah Sederhana (RS), Rumah Susun

(Rusun), Rumah Toko (Ruko), Rumah Kantor (Rukan)).

Universitas Sumatera Utara


Menurut H.L Blum dalam Sarwono (2004), menjelaskan bahwa faktor-

faktor yang memengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan

masyarakat. Faktor lingkungan yaitu karakter fisik alamiah dari lingkungan dan

faktor individu berupa perilaku, yaitu perilaku perorangan dan kebiasaan yang

mengabaikan hygiene perorangan. Faktor keturunan atau faktor genetik adalah

sifat alami didalam diri seseorang yang dianggap mempunyai pengaruh primer

dan juga sebagai penyebab penyakit, dan faktor pelayanan kesehatan termasuk

pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan dan

pembinaan kesehatan lingkungan.

Menurut chandra (2007) Salah satu faktor yang bersumber dari individu

yang memengaruhi sanitasi perumahan yaitu karakteristik individu meliputti

umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, serta persepsi masyarakat. persepsi

adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman

masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita

gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.

2.5.1. Teori Blum

Berbeda dengan konsep segitiga epidemiologi, paradigma hidup sehat

(health and well being paradigm dari H.L Blum) menjelaskan empat faktor utama

yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan individu atau masyarakat. Keempat

faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan pada

seorang individu atau kelompok masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Keempat faktor tesebut terdiri dari faktor lingkungan (fisik, sosial

ekonomi, dan politik) faktor perilaku atau gaya hidup (life style) individu atau

kelompok masyarakat, dan faktor pelayan kesehatan dan faktor genetik. Keempat

faktor tersebut saling berinteraksi secara dinamis yang mempengaruhi kesehatan

perseorangan dan derajat kesehatan kelompok masyarakat. Diantara keempat

faktor tersebut faktor perilaaku manusia merupakan faktor determinan yang paling

besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan. Alasan

lain mengapa faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lain

yaitu karena lingkunagn hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh ulah/perilaku

manusia (Slamet 2004).

Faktor Penduduk:
- Heriditas

Faktor Yankes: Faktor Lingk:


a. Promotif a. Fisik
b. Preventif b. Social ekonomi
DERAJAT c. Buaya dsb
c. Kuratif KESEHATAN
d. Rehabilitatif

Faktor Perilaku:
a. Sikap
b. Gaya Hidup

Gambar 2.1 Kerangka Teori Blum kejadian Dermatofitosis

Universitas Sumatera Utara


2.5.2. Teori Simpul

Patogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan ke dalam

suatu model atau paradigma. Paradigma tersebut menggambarkan hubungan

interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit

dengan manusia. Dengan mengetahui patogenesis penyakit, maka dapat

menentukan pada titik atau simpul mana dapat dilakukan pencegahan (Achmadi,

2011).

Simpul 1. Sumber Penyakit

Agen penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan

gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara

(yang juga komponen lingkungan).

Penyakit dermatofitosis dapat disebabkan dari berbagai faktor baik secara

biologi (virus, bakteri, fungi, riketsia, protozoa dan metazoa), kimia (oli, zat

pewarna, ter dan lain-lain), mekanis (gesekan, benturan, atau pukulan yang dapat

menimbulkan kerusakan jaringan tubuh host).

Simpul 2. Media Transmisi Penyakit

Ada lima komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit

yang dikenal sebgai media transmisi penyakit, yakni “ udara, air, tanah/pangan,

binatang/serangga, dan manusia/langsung. Media transmisi tidak akan memiliki

potensi penyakit jika didalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agent

penyakit. Faktor yang mem pengaruhi terjadinya dermatofitosis pada masyarakat

nelayan adalah kondisi kebersihan lingkungan yang buruk dengan udara lembab

Universitas Sumatera Utara


dan panas dan lingkungan rawa-rawa yang selalu basah, daerah pedesaan yang

padat, lingkungan yang basah dan bekeringat yang banyak, dan kebiasaan

menggunakan pakaian yang ketat atau lembab.

Simpul 3. Perilaku Pemajanan (Behavioral Exposure)

Manajemen pada simpul 3 pada hakikatnya adalah manajemen

pengendalian proses pajanan pada komunitas. Upaya yang dapat dilakukan dapat

menyangkut teknologi, sosial, budaya dan lain-lain. Namun apabila kesulitan

mengukur besaran agen penyakit, maka diukur dengan cara tidak langsung yang

disebut sebagai biomaker. Agen penyakit dapat masuk kedalam tubuh manusia

karena adanya kontak langsung antara manusia dengan komponen lingkungan

yang mengandung bahaya penyakit (agen penyakit) atau disebut dengan perilaku

pemajanan (behavioral exposure). Jumlah kontak pada setiap orang berbeda satu

sama lain karena ditentukan oleh perilakunya. Perilaku orang akan dipengaruhi

oleh pengetahuan, pengalaman, dan lain sebagainya.

Pengendalian penyakit dermatofitosis pada masyarakat nelayan dengan

menjaga kelembaban, suhu dan pencahayan dalam rumah agar udara dan sirkulasi

udara dalam rumah dapat terpelihara dengan baik, serta menjaga perilaku

personal hygiene yang baik.

Simpul 4. Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit adalah outcome dari adanya hubungan antara penduduk

dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


Penyakit dermatofitosis terjadi akibat kebersihan lingkungan yang buruk

dengan udara lembab dan panas dan lingkungan rawa-rawa yang selalu basah,

daerah pedesaan yang padat, lingkungan yang basah dan bekeringat yang banyak,

dan kebiasaan menggunakan pakaian yang ketat atau lembab Sehingga, metode

pengobatan terbaik dengan cara memelihara lingkungan dan personal hygiene

yang baik.

Simpul 5. Variabel Suprasistem

Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5

yakni variabel iklim, cuaca, topografi dan lainnya. Variabel ini harus

diperhitungkan dalam upaya manajemen penyakit.

Penyakit dermtofitosis juga dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti

kelembaban, suhu dan pencahayaan. Faktor dari masyarakat nelayan yang kurang

peduli dengan kebersihan pribadi (personal hygiene).

Universitas Sumatera Utara


Manajemen
Simpul 2.
Media Transmisi Manajemen Manajemen
Simpul 3. Simpul 4.
Lingkungan Fisik dan Pengobatan
Personal Hygiene Penderita

Manajemen
Simpul 1.
Keluhan Gangguan
Kulit

Sumber agen penyakit:


Masyarakat yang
1. Agen Fisik
bekerja sebagai
2. Agen Biologis
nelayan yang kurang Pemeriksaan kulit
3. Sumber
Agen kimia
Penyakit Media
peduliTranmisi
dengan Biomaker
secara langsung Dampak Sakit
4. Orang (person)
kebersihan pribadi oleh dokter
(personal hygiene).

Penyakit dermatofitosis dapat juga dipengaruhi


Faktor Fisik (sinar matahari, panas, suhu, dan
lain-lain). dan personal hygiene

Gambar 2.2. Kerangka Teori Simpul kejadian Dermatofitosis

Universitas Sumatera Utara


2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Lingkungan fisik
rumah
a. Kelembaban
b. Suhu
c. Pencahayaan

Kejadian
Dermatofitosis

Personal hygiene
a. Kebersihan Kulit
b. Kebersihan pakaian
c. Kebersihan tangan
d. Kebersihan Rambut

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

2.6.1. Variabel Independent (Variabel Bebas)

Variabel independent merupakan independent yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat). Variabel ini juga

dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi

variabel lain. (Rianto, 2011)

Dalam penelitian ini variabel tingkat pendidikan dan pengetahuan pasien

merupakan variabel independent.

Universitas Sumatera Utara


2.6.2. Variabel Dependent

Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas

terhadap perubahan. Dalam penelitian ini variabel kejadian penyakit

dermatofitosis merupakan variabel dependent. (Rianto, 2011).

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan menggunakan

desain sekat silang (cross sectional study) yaitu penelusuran sesaat, subyek

diamati hanya sesaat atau satu sekali. Untuk memperoleh informasi tentang

variabel dependent dan variabel independen, maka pengukuran dilakukan bersama

dokter umum yang peneliti pilih untuk mendianosa penyakit dermatofitosis pada

saat penelitian dengan menggunakan observasi dan kuesioner. (Riyanto, 2011)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian di lakukan di di daerah pesisir dalam Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh. Pemilihan lokasi dengan

pertimbangan:

1. Masih tingginya angka penyakit dermatofitosis di daerah pesisir

Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan

2. Keadaan Lingkungan fisik rumah dan personal hygiene sangat

mempengaruhi dermatofitosis Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh

Selatan

57

Universitas Sumatera Utara


3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari Bulan desember 2015 dan selesai pada juli

2016, dimulai dengan pengusulan judul penelitian, penulusuran pustaka, persiapan

proposal, konsultasi dengan pembimbing, pelaksanaan penelitian, analisa data dan

penyusunan laporan akhir dan ujian komprehensif.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat nelayan yang

berada didaerah pesisir berjenis kelamin laki-laki pada wilayah kerja Puskesmas

Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan sebanyak 425 orang. (BPS, 2014)

3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi, penghitungan

besar sampel dalam penelitian ini di hitung dengan menggunakan rumus besar

sampel dengan uji hipotesis satu sampel (Lemeshow, 1997).

Menghitung besar sampel dengan uji hipotesis satu sampel : (Lemeshow,

1997)

n=
(z 1−α / 2 p0 (1 − p0 ) + z1− β p a (1 − p a ) )
2

( p1 − p 2 ) 2

dimana:

Po = Proporsi masyarakat nelayan yang terkena dermatofitosis


33.3% (Basuki dkk, 2004)

Universitas Sumatera Utara


Pa-Po = Prakiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi pada
populasi
Z1-α/2 = Nilai Z pada tingkat kepercayaan 95%, α = 0,05 adalah 1,96

z1−β = nilai Z pada uji Kekuatan 80%, β = 0,20 adalah 0,842

Maka :n =
(1,96 0,33(1 − 0,33) + 0,842 0,53(1 − 0,53) )
2

(0.53 − 0,33) 2
n = 43,56, dibulatkan menjadi 44

Jadi besar sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 50 orang.

Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara acak (tehnik random

sampling) yaitu dengan stratifikasi proporsional (proportional stratified random

sampling) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan desa yang berada didaerah pesisir di Kecamatan Meukek


Kabupaten Aceh Selatan
2. Menentukan jumlah sampel secara proporsional disetiap desa yang
terpilih. Hasil perhitungan sebagai berikut:
a. Desa Lhok Aman 18 x50/425 =2
b. Desa Labuhan Tarok 182 x50/425 = 21
c. Desa Tanjung Harapan 24 x50/425 =3
d. Kutabaro 8 x50/425 =1
e. Desa Keude Meukek 104 x50/425 = 12
f. Desa Arun runggai 56 x50/425 = 7
g. Blang Bladeh 8 x50/425 =1
h. Desa Blang kuala 25 x50/425 =3
Total = 50 KK

Universitas Sumatera Utara


Untuk mengambil masing-masing sampel di setiap desa yang terpilih

dilakukan dengan mengunjungi rumah pertama secara acak (simpel random

sampling) melalui daftar kepala keluarga, kemudian dilakukan wawancara dan

observasi serta pengukuran sesuai dengan kwisioner yang telah disiapkan.

Kemudian pindah kerumah berikutnyan dengan kelipatan 5 KK dan seterusnya

sampai terpenuhi jumlah sampel yang diperlukan. (Riyanto, 2011)

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.1.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden (sampel) secara

langsung melalui pengukuran observasi, wawancara dengan responden

berpedoman pada kuesioner yang telah disusun, dan pemeriksaan dermatofitosis

pada responden dilakukan bersama dokter. Data primer yang dikumpulkan adalah

semua data yang termasuk dalam variable independen dan variabel dependen,

wawancara dilakukan dengan cara kunjungan kerumah responden atau Puskesmas

di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan.

3.1.2. Data Sekunder

Data sekunder, diperoleh dari studi dokumentasi, yaitu dengan

mengumpulkan dan mempelajari data yang diperoleh dari profil kesehatan,

catatan dan dokumentasi-dokumentasi yang berhubungan dengan masalah

penelitian, baik berupa laporan bulanan, triwulan, dan tahunan yang berhubungan

dengan penyakit dermatofitosis, sedangkan data demografi dan geografi selainnya

Universitas Sumatera Utara


diperolehdari Kantor Keucik, Kantor Camat, Puskesmas Meukek, dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan.

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional

Metode pengukuran variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen

Nama Cara Ukur Skala


NO Defenisi Oprasional Hasil ukur
Variabel Alat Ukur Ukur
1 2 3 4 5 6
Variabel indevenden
1. Lingkungan fisik Rumah
Kelembaban Rumah harus mempunyai Pengukuran 1. Memenuhi
ventilasi yang sempurna, dengan Syarat
sehingga aliran udara segar menggunak (40%-70%)
dapat terpelihara. (40%-70%) an 2. Tidak
Ordinal
higrometer Memenuhi
syarat
(<40%-
>70%)
Suhu Rumah dibangun sedemikian Pengukuran 1. Memenuhi
rupa sehingga dapat dengan Syarat (18-
dipertahankan suhu lingkungan. menggunak 30 oC)
(18-30 oC) an 2. Tidak
Ordinal
Thermomet Memenuhi
er syarat
(<18->30
o
C)
Pencahayaan Rumah harus terjamin Pengukuran 1. Memenuhi
penerangannya yang dibedakan dengan Syarat (60-
atas cahaya matahari dan lampu. menggunak 120 lux)
Ordinal
(60-120 lux) an Lux 2. Tidak
Meter Memenuhi
syarat (<60-
>120 lux)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1 (Lanjutan)
2. Personal hygiene
Kebersihan Kebersihan kulit adalah Wawancara 1. Ya
Kulit cerminan kesehatan yang dan 2. Tidak
pertama sekali memberi kesan Observasi
dan perlu untuk dipelihara
dengan cara mengganti pakaian
minimal satu Ordinal
kali sehari, menggunakan
pakaian / barang keperluan
sehari-hari milik sendiri,
mandi secara teratur serta
menggunakan sabun.
Kebersihan Kebersihan pakaian adalah Wawancara 1. Ya
pakaian perilaku individu dalam dan 2. Tidak
Ordinal
mengganti pakaian serta Observasi
mencuci pakaian.
Kebersihan Kebersihan tangan ,kaki dan Wawancara 1. Ya
tangan dan kuku adalah cara perawatan diri dan 2. Tidak
kuku manusia dengan Observasi
selalu memperhatikan
kebersihan tangan dan kaki serta
Ordinal
memotong kuku
secara teratur dan kondisi kuku
harus pendek dan bersih
Kebersihan Kebersihan rambut adalah cara wawancara 1. Ya
Rambut perawatan diri manusia untuk dan Obsevasi 2. Tidak
memelihara
rambut dan kulit kepala dengan Ordinal
mencuci rambut sekurang –
kurangnya dua
kali seminggu serta
menggunakan sampo
Variabel Dependen
Kejadian Orang yang positif didiagnosa Wawancara 1. Dermatofit
Dermatofito menderita Dermatofitosis dan osis
sis Observasi 2. Tidak Ordinal
bersama Dermatofit
dokter umum osis

Universitas Sumatera Utara


3.6. Metode Pengukuran

1. Kelembaban ruangan diukur dengan menggunakan higrometer.

2. Suhu dalam ruangan rumah responden diukur dengan menggunakan

thermometer.

3. Pencahayaan dalam ruangan rumah responden di diukur dengan

mengguanakan Lux Meter.

4. Pemeriksaan dermatofitosis dilakukan oleh dokter umum

5. Kuesioner tentang personal hygiene, kebersiahan kulit, kebersiahan

pakaian, Kebersihan tangan dan kuku, Kebersiahan rambut berisi

pertanyaan masing-masing sebanyak 5 buah, dengan alternatif jawaban

sebanyak 2 pilihan ( ya dan tidak).

- Jika responden memilih jawaban ya, mendapat skor 1

- Jika responden memilih jawaban tidak mendapat skor 0

Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari pertanyaan menurut

skala Guttman, skala Guttman merupakan skala yang menginginkan tipe

jawaban yang tegas, pada skala Guttman hanya dua interval jawaban.

(Rianto, 2011) dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Baik, jika skor yang diperoleh responden ≥75 %

b. Kurang, jika skor yang diperoleh responden <75 %

6. Kuesioner tentang keluhan gangguan kulit berisi pertanyaan masing-

masing sebanyak 5 buah, dengan alternatif jawaban sebanyak 2 pilihan

(ya dan tidak).

Universitas Sumatera Utara


- Jika responden memilih jawaban ya, mendapat skor 0

- Jika responden memilih jawaban tidak mendapat skor 1

Berdasarkan total nilai yang diperoleh dapat dikategorikan sebagai

berikut :

a. Baik, jika skor yang diperoleh responden ≥75 %

b. Kurang, jika skor yang diperoleh responden <75 %

3.7. Teknik Pengolahan Data

Data dalam penelitaian ini meliputi data primer dan data skunder yang

telah dikumpulkan selanjudnya diolah dengan tahapan sebagai berikut:

1. Editing (pemeriksaan data)

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan, apabila terdapat jawaban yang belum lengkap atau

terdapat kesalahan dalam mengisi maka harus dilengkapi dengan cara

wawancara kembali terhadap responden.

2. Coding (pemberian kode)

Data yang sudah dikumpulkan dan dikoreksi kebenaranya dan kelengkapanya

untuk diberi kode oleh peneliti secara manual diolah dengan memakai

perangkat soffwere komputer.

3. Entry (pemasukan data ke komputer)

Data yang sudah dibersihkan kemudian dimasukan ke program komputer

untuk diolah.

Universitas Sumatera Utara


3. Cleaning Data Entry

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukan kedalam program komputer

guna menghindari terjadinya kesalahan pemasukan data (Rianto, 2011)

3.8 Metode Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan selanjudnya akan diolah dengan

mengunakan software komputer dan hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekwensi dan narasi. Analisis data dilakukan secara statistik meliputi

analisis univariat, bivariat dan multivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat untk mengetahui deskripsi masing-masing variable

penelitian dengan melihat presentase dari tiap-tiap kolom dalam table

distribusi frekwensi

2. Analisis Bivariat

Analisa untuk mengetahui dan menguji hubungan variabel independen

dengan variabel dependen menggunakan uji chi square, yaitu untuk

mengestimasi pengaruh dari masing-masing faktor-faktor yang diteliti

terhadap kejadian dermatofitosis

3. Multivariat

Analisa Multivariat yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui

hubungan variabel dependen dengan seluruh variabel independen yang

diteliti, sehingga diketahui variabel mana yang paling dominan berpengaruh

Universitas Sumatera Utara


terhadap dermatofitosis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

(Sumantri, 2013)

Berdasarkan hasil dari uji bivariat antara variable indevenden dan devenden,

untuk mengetahi pengaruh variable secara bersama-sama menggunakan uji

regresi logistic berganda, dimana yang masuk model multivariate adalah

variable yang pada analisis bivariat mempunyai p value<0,25 model

persamaan regresi logistic berganda yaitu:

Z=α+β 1 X 1 + β 2 X 2 +……..+β n X n….. (regresi logistik berganda) bila nilai Z

dimasukkan pada fungsi Z, maka rumus Z adalah

1
p( X ) = − β1 X 1+ β 2 X 2 + β 3 X 3.+.......
1+ e .

Keterangan:

P(X) = Probabilitas Kejadian dermatofitosis

α = Konstanta uji regresi logistic

e = Bilangan natural (2.718)

β = Koefesien regresi

X = Variabel indevenden

Adapun ketentuan yang dipakai pada uji statistik ini adalah:

1. Hasil uji bivariat yang p value<0,25 masuk model multivariate

2. Memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dalam model,

dengan cara mempertahankan variabel yang mempnyai nilai p<0,25 dan

Universitas Sumatera Utara


mengeluarkan p>0,05 secara bertahap dimulai dari variabel yang

mempunyai p value terbesar

3. Variabel yang dikeluarkan apabila terjadi perubahan rasio prevalens (RP)


pada variabel lain >10% akan dimasukkan kembali kedalam model
confiden level (CI) : 95% dengan α=0,05
4. Untuk melihat variabel mana yang lebih besar pengaruhnya terhadap
variabel devenden, diliat exp (B) untuk variabel yang signifikan, semakin
besar nilai exp (B) berarti semakin berpengaruh terhadap variabel
devenden yang dianalisis (Hastono, 2007)

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografi dan Demografi

Kecamatan Meukek terletak ± 39 km sebelah barat Tapaktuan. Ibukota

Kabupaten Aceh Selatan yang terdiri dari wilayah pantai dan pegunungan.

Hampir semua desa dialiri oleh sungai besar maupun kecil dengan areal

pesawahan terbatas yang dibatasi oleh pegunungan. Luas Wilayah Kecamatan

Meukek ± 40.839 Ha yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Meukek dengan

batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Haji

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sawang

Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara

Kecamatan Meukek terdiri dari 2 Puskesmas yaitu Puskesmas rawat inap

dan Puskesmas rawat jalan. Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap terdiri dari 13

Desa yaitu :

68

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1. Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap dan Jumlah Penduduk
Dalam Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

No Nama Desa KK LK PR Jumlah Penduduk


1 Alue Metuah 135 235 230 465
2 Lhok Aman 275 613 614 1227
3 Ladang Baro 156 280 282 562
4 Labuhan Tarok I 566 1012 1261 2273
5 Labuhan Tarok II 174 339 381 720
6 Tanjung Harapan 293 448 408 856
7 Kutabaro 159 306 309 615
8 Keude Meukek 221 477 479 956
9 Arun Tunggai 259 579 554 1133
10 Blang Bladeh 443 788 757 1545
11 Blang Teungoh 148 294 280 574
12 Ie Buboh 155 315 330 645
13 Kuta Buloh II 284 434 427 861
Jumlah Penduduk 3268 6120 6312 12432
Sumber : Laporan Bulanan Puskesmas Meukek (2016)

Berdasarkan tabel 4.1. diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

terbanyak ada di desa Labuhan Tarok I yaitu sebesar 18,28% dan penduduk paling

sedikit ada di desa Alue Metuah yaitu sebesar 3,74%.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan wilayah kerja puskesmas rawat jalan terdiri dari:

Tabel 4.2 Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Jalan dan Jumlah Penduduk
dalam Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

No Nama Desa KK LK PR Jumlah Penduduk


1 Kutabuloh I 370 687 761 1448
2 Ie Dingen 405 687 760 1447
3 Drien Jalo 67 115 126 241
4 Jambopapeun 451 832 781 1613
5 Buket Meuh 68 222 99 321
6 Alue Baro 154 280 273 553
7 Blang Kuala 285 509 541 1050
8 Rotteungoh 301 508 539 1047
9 Ladang Tuha 164 291 295 586
10 Lhok Mamplam 174 393 303 696
Jumlah Penduduk 2439 4524 4478 9002
Sumber : Laporan Bulanan Puskesmas Meukek (2016)

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

terbanyak terdapat di Desa Jambo Papeun yaitu 17,91% dan yang paling sedikit

adalah Desa Drien Jalo yaitu sebesar 2,67%. Jumlah penduduk Kecamatan

Meukek Maret 2016 yang dari 23 desa sebesar 21,434 jiwa, terdiri atas laki-laki

10,644 jiwa (49.66%) perempuan 10,790 jiwa (50.34%).

4.2. Karakteristik Responden

Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting,

dimana prevalensi infeksi dermatofitosis pada laki-laki lima kali lebih banyak

dari wanita. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh kebersihan perorangan,

lingkungan yang kumuh dan padat serta status sosial ekonomi dalam penyebaran

infeksi.

Universitas Sumatera Utara


Karakteristik responden meliputi : kelompok umur, dan pendidikan.

Secara garis besar karakteristik responden pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat sebagai berikut:

4.2.1. Umur

Berdasarkan hasil wawancara peneliti tentang karakteristik penduduk

terhadap kejadian dermatofitosis berupa umur sebanyak 50 orang responden,

dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 4.3 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Umur Di Kecamatan


Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

Umur Jumlah Persentase (%)


12-25 13 26
26-45 20 40
46-55 17 34
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

berdasarkan umur pada masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten

Aceh selatan Tahun 2016 sedikit lebih besar pada umur 26-45 tahun yaitu 40%.

Universitas Sumatera Utara


4.2.2. Pendidikan

Keadaan pendidikan pada masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek

Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Pendidikan Di


Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

Pendidikan Jumlah Persentase (%)


SD 3 6
SLTP 17 34
SMA 26 52
PT 4 8
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa penduduk sudah

banyak berpendidikan tinggi SMA dan PT dimana yang berpendidikan SMA dan

PT mencakup 60%

4.3. Analisis Univariat

Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel

lingkungan fisik rumah meliputi kelembaban, suhu dan pencahayaan dan variabel

personal hygiene terdiri dari kebersihan kulit, kebersihan pakaian, kebersihan

tangan dan kuku, kebersihan rambut. Sedangkan variabel dependennya yaitu

Kejadian dermatofitosis pada masyarakat nelayan.

Universitas Sumatera Utara


Hasil penelitian berdasarkan distribusi pada masing-masing variabel dapat

dilihat pada variabel berikut :

4.3.1. Lingkungan Fisik Rumah

4.3.1.1 Kelembaban

Keadaan kelembaban rumah pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kelembaban Rumah


di Kecamatan Meukek Kabup aten Aceh Selatan Tahun 2016

Kelembaban Jumlah Persentasi (%)


Tidak memenuhi syarat 35 70
Memenuhi syarat 15 30
Total 50 100

Pada tabel 4.5 di atas diperoleh bahwa kelembaban rumah yang tidak

memenuhi syarat lebih besar dari pada rumah yang memenuhi syaat yaitu 70%

4.3.1.2 Suhu

Keadaan suhu rumah pada masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek

Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.6 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Suhu


Di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

Suhu Jumlah Persentase (%)


Tidak memenuhi syarat 29 58
Memenuhi syarat 21 42
Total 50 100

Pada tabel 4.6 di atas diperoleh bahwa sebagian besar suhu rumah yang

tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 58%.

Universitas Sumatera Utara


4.3.1.3 Pencahayaan

Keadaan pencahayaan rumah pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Pencahayaan Rumah


di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

Pencahayaan Jumlah Persentase (%)


Tidak Memenuhi Syarat 29 58
Memenuhi syarat 21 42
Total 50 100

Pada tabel 4.7 di atas diperoleh bahwa sebagian besar pencahayaan rumah

yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 58%.

4.3.2. Personal Hygiene

4.3.2.1. Kebersiahan Kulit

Keadaan kebersihan kulit pada masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek

Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.8 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersihan kulit


di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

Kebersihan Kulit Jumlah Persentase (%)


kurang baik 26 52
Baik 24 48
Total 50 100

Pada tabel 4.8 di atas diperoleh bahwa sebagian besar kebersihan kulit

kurang baik yaitu sebesar 52%.

Universitas Sumatera Utara


4.3.2.2. Kebersihan Tangan Dan Kuku

Keadaan kebersihan tangan dan kuku pada masyarakat nelayan di

Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersiahan Tangan


dan Kuku di Kecamatan Mneukek Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2016

Kebersihan tangan dan kuku Jumlah Persentase (%)


kurang baik 29 58
Baik 21 42
Total 50 100

Pada tabel 4.9 di atas diperoleh bahwa sebagian besar kebersihan tangan

dan kuku kurang baik yaitu sebesar 58%.

4.3.2.3. Kebersiahan Pakaian

Keadaan kebersihan pakaian pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.10 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersihan


Pakaian Di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2016

Kebersihan pakaian Jumlah Persentase (%)


Kurang baik 32 64
Baik 18 36
Total 50 100

Pada tabel 4.10 di atas diperoleh bahwa kebersihan pakaian kurang baik

lebih besar dari kebersihan pakian baik yaitu sebesar 64%.

Universitas Sumatera Utara


4.3.2.4. Kebersihan Rambut

Keadaan kebersihan rambut pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.11 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersihan


Rambut Di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

Kebersihan rambut Jumlah Persentase (%)


kurang baik 26 52
Baik 24 48
Total 50 100

Pada tabel 4.11 di atas diperoleh bahwa sebagian besar kebersihan rambut

masyarakat nelayan kurang baik yaitu sebesar 52%.

4.3.3. Kejadiaan Dermatofitosis

Keadaan kejadian dermatofitosis pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016 dari pemeriksaan dokter pada 50

orang responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.12 Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kejadian


Dermatofitosis di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2016

Kejadiaan Dermatofitosis Jumlah Persentase (%)


Dermatofitosis 28 56
tidak Dermatofitosis 22 44
Total 50 100

Pada tabel 4.12 di atas diperoleh bahwa berdasarkan kejadian

dermatofitosis mayoritas sebagian besar responen terkena dermatofitosis yaitu

sebesar 56%.

Universitas Sumatera Utara


4.4. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara variabel indevenden (katagorik) dengan variabel indevenden (katagorik)

dapat digunakan uji kai kuadrat atau chi square. Analisis bivariat menggunakan

uji chi square pada taraf signifikan p <0,05. Untuk menentukan kemaknaan hasil

perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 0,05 dengan demikian p<0,05

≥0,05
maka hasil perhitungan secara statistik bermakna (ada hubungan) dan p

maka perhitungan statistik tidak bermakna (tidak ada hubungan).

4.4.1. Lingkungan Fisik Rumah

Lingkungan fisik rumah dalam penelitian ini mencakup kelembaban, suhu

dan pencahayaan, lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian

dermatofitosis pada masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh

Selatan dapat dilihat pada variabel dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


4.4.1.1. Kelembaban

Keadaan kelembaban dengan kejadian dermatofitosis pada masyarakat

nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.13 Hubungan Variabel Kelembaban terhadap Kejadian


Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2016

Kejadian Dermatofitosis
Tidak Total
Kelembaban Dermatofitosis p
Dermatofitosis
n % n % n %
Tidak Memenuhi Syarat 19 54,3 16 45,7 35 100
0,950
Memenuhi syarat 9 60,0 6 40,0 15 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 4.13 diatas dapat dilihat bahwa kelembaban yang tidak

memenuhi syarat dengan kejadian dermatofitosis sebagian besar terkena

dermatofitosis yaitu sebesar 54,3%, pada kelembaban yang memenuhi syarat juga

sebagian besar tidak dermatofitosis yaitu sebesar 40,0%. Namun secara hasil uji

statistik diperoleh nilai p=0,950 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan kelembaban dengan kejadian dermatofitosis.

Universitas Sumatera Utara


4.4.1.2. Suhu

Keadaan suhu dengan kejadian dermatofitosis pada masyarakat nelayan di

Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.14 Hubungan Variabel Suhu terhadap Kejadian Dermatofitosis pada


Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2016

Kejadian Dermatofitosis
Tidak Total
Suhu Dermatofitosis p
Dermatofitosis
n % n % n %
Tidak Memenuhi Syarat 18 62,1 11 37,9 29 100
0,467
Memenuhi syarat 10 47,6 11 52,4 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 4.14 diatas dapat dilihat bahwa suhu yang tidak

memenuhi syarat dengan kejadian dermatofitosis lebih besar terkena

dermatofitosis yaitu sebesar 62,1%, sedangkan pada suhu yang memenuhi syarat

sebagian besar tidak dermatofitosis yaitu sebesar 52,4%. Namun secara hasil uji

statistik diperoleh nilai p=0,467 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan suhu dengan kejadian dermatofitosis.

Universitas Sumatera Utara


4.4.1.3. Pencahayaan

Keadaan pencahayaan dengan kejadian dermatofitosis pada masyarakat

nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.15 Hubungan Variabel Pencahayaan terhadap Kejadian


Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2016

Kejadian Dermatofitosis
Tidak Total
Pencahayaan Dermatofitosis p
Dermatofitosis
n % n % n %
Tidak Memenuhi Syarat 21 72,4 8 27,6 29 100
0,014
Memenuhi syarat 7 33.3 14 66,7 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa pencahayaan yang tidak

memenuhi syarat dengan kejadian dermatofitosis lebih besar terkena

dermatofitosis yaitu sebesar 72,4%, sedangkan pada pencahayaan yang memenuhi

syarat sebagian besar tidak dermatofitosis yaitu sebesar 52,4%. Namun secara

hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,014 maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan pencahayaan dengan kejadian dermatofitosis.

4.4.2. Personal hygiene

Personal hygiene dalam penelitian ini mencakup kebersihan kulit,

kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pakaian, dan kebersihan rambut.

Personal hygiene yang berhubungan dengan kejadian dermatofitosis pada

Universitas Sumatera Utara


masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat

pada variabel dibawah ini.

4.4.2.1. Kebersiahan Kulit

Keadaan kebersihan kulit dengan kejadian dermatofitosis pada masyarakat

nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.16 Hubungan Variabel Kebersihan Kulit terhadap Kejadian


Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek
Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

Kejadian Dermatofitosis
Tidak Total
Kebersihan Kulit Dermatofitosis p
Dermatofitosis
n % n % n %
Kurang baik 20 76,9 6 23,1 26 100
0,005
Baik 8 33,3 16 66,7 24 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa kebersihan kulit yang kurang

baik dengan kejadian dermatofitosis lebih besar terkena dermatofitosis yaitu

sebesar 76,9%, sedangkan pada kebersihan kulit yang baik juga lebih banyak tidak

dermatofitosis yaitu 66,7%. Namun secara hasil uji statistik diperoleh nilai

p=0,005 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebersihan kulit dengan

kejadian dermatofitosis.

Universitas Sumatera Utara


4.4.2.2. Kebersiahan Tangan dan Kuku

Keadaan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian dermatofitosis

pada masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.17 Hubungan Variabel Kebersihan Tangan dan Kuku terhadap


Kejadian Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan
di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2016

Kejadian Dermatofitosis
Kebersihan tangan Tidak Total
Dermatofitosis p
dan kuku Dermatofitosis
n % n % n %
kurang baik 20 69.0 9 31.0 29 100
0,060
Baik 8 38,.1 13 61.9 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 4.17 diatas dapat dilihat bahwa kebersihan tangan dan

kuku yang kurang baik dengan kejadian dermatofitosis sebagian besar

dermatofitosis yaitu 69,0%, sedangkan pada kebersihan tangan dan kuku yang

baik lebih banyak tidak dermatofitosis yaitu 61,9%. Namun secara hasil uji

statistik diperoleh nilai p=0,060 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian dermatofitosis.

Universitas Sumatera Utara


4.4.2.3. Kebersiahan Pakaian

Keadaan kebersihan pakaian dengan kejadian dermatofitosis pada

masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 4.18 Hubungan Variabel Kebersihan Pakain terhadap Kejadian


Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2016

Kejadian Dermatofitosis
Kebersihan Tidak Total
Dermatofitosis p
Pakaian Dermatofitosis
n % N % n %
kurang baik 23 71,9 9 28.1 32 100
0,007
Baik 5 27,8 13 72,2 18 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 4.18 diatas dapat dilihat bahwa kebersihan pakaian

yang kurang baik dengan kejadian dermatofitosis sebagian besar dermatofitosis

yaitu sebesar 71,9%, sedangkan pada kebersihan pakaian yang baik lebih besar

tidak dermatofitosis yaitu 72,2 Namun secara hasil uji statistik diperoleh nilai

p=0,007 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebersihan kulit dengan

kejadian dermatofitosis.

Universitas Sumatera Utara


4.4.2.4. Kebersihan Rambut

Keadaan kebersihan rambut dengan kejadian dermatofitosis pada

masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 4.19 Hubungan Variabel Kebersihan Rambut terhadap Kejadian


Dermatofitosis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Meukek
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2016

Kejadian Dermatofitosis
Tidak Total
Kebersihan Rambut Dermatofitosis p
Dermatofitosis
n % N % n %
kurang baik 20 74.1 7 25.9 27 100
0,012
Baik 8 34.8 15 62.2 223 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 4.19 diatas dapat dilihat bahwa kebersihan rambut

yang kurang baik dengan kejadian dermatofitosis lebih besar dermatofitosis

74,1%, sedangkan pada kebersihan kulit yang baik juga lebih besar tidak

dermatofitosis yaitu sebesar 62,2%. Namun secara hasil uji statistik diperoleh nilai

p=0,012 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebersihan kulit dengan

kejadian dermatofitosis.

4.5. Analisis Multivariat

Analisa multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel

lingkungan fisik rumah yang meliputi, kelembaban, suhu dan pencahayaan.

Variabel personal hygiene meliputi: Kebersiah kulit, kebersiahan pakaian,

kebersiahan tangan dan kuku, dan kebersihan rambut terhadap kejadian

Universitas Sumatera Utara


dermatofitosis pada masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh

Selatan, maka dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi

logistik berganda dengan menggunakan metode backware stepwise, yaitu dengan

mengeluarkan variabel untuk dimasukkan dalam analisis multivariat satu persatu.

Sebelum melakukan analisa secara multivariat, maka terlebih dahulu

dilakukan seleksi bivariat untuk menentukan variabel independen yang memenuhi

kriteria untuk dimasukkan dalam analisis multivariat. Variabel independen yang

disebut memenuhi syarat untuk dimasukkan pada analisis multivariat, jika nilai

probabilitasnya (p)<0,25. Selanjutnya, variabel yang memiliki probabilitas

(p)<0,05 pada analisa multivariat dan dipertahankan untuk menghasilkan

pemodelan, sedangkan variabel yang memiliki probabilitas (p)>0,05 akan

dikeluarkan dari pemodelan multivariate seperti tabel 4.21 berikut ini:

Tabel 4.20 Rekap Hasil Bivariat Lingkungan Fisik Rumah dan Personal
Hygiene yang berhubungan dengan Kejadian Dermatofitosis

Variabel p
Pencahayaan 0,014
Kebersihan Kulit 0,005
Kebersihan tangan dan kuku 0,060
Kebersihan Pakaian 0,007
Kebersihan Rambut 0,012

Berdasarkan Tabel 4.20 hasil bivariat lingkungan fisik rumah dan personal

hygiene yang berhubungan dengan kejadian dermatofitosis diperoleh bahwa nilai

pencahayaan dengan kejadian dermatofitosis p=0,009, kebersihan kulit responden

dengan kejadian dermatofitosis sebesar p=0,005, Kebersihan tangan dan kuku

kejadian dermatofitosis sebesar p=0,060, Kebersihan pakaian dengan kejadian

Universitas Sumatera Utara


dermatofitosis p=0,007, Kebersihan rambut dengan kejadian dermatofitosis

p=0,012. Nilai probabilitas Kelima variabel tersebut memiliki nilai probabilitas

(p)<0,25 sehingga perlu dimasukkan dalam analisis multivariat dengan analisis

regresi logistik berganda.

Hasil akhir analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik

berganda diperoleh hasil seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.21 Hasil Uji Regresi Logistik Lingkungan Fisik Rumah dan Personal
Hygiene terhadap Kejadian Dermatofitosis Pada Masyarakat Nelayan di
Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016

Variabel Β S.E p Exp(B)


Pencahayaan .804 .786 0,014 2.235
Kebersihan Kulit 1.157 .985 0,005 3.179
Kebersihan tangan dan kuku .022 .841 0,060 1.022
Kebersihan Pakaian .196 1.275 0,007 1.217
Kebersihan Rambut .528 .966 0,012 1.695
Constant -1.509 .552 0,005 .221

Dari hasil tabel 4.21 di atas analisis regresi logistik berganda dapat

dihasilkan probabilitas kejadian dermatofitosis, maka variabel kebersiahan kulit

mempunyai nilai koefisien paling besar yaitu 3,179 artinya responden yang

memiliki kebersihan kurang baik mempunyai peluang 3 kali lebih besar

terhadap kejadian dermatofitosis. Ini menunjukkan bahwa variabel tersebut

merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian dermatofitosis

di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil regresi logistik berganda maka dapat diketahui model

persamaan regresi logistik adalah sebagai berikut:

Z = -1.509 + 0,804 + 1.157 + 0,022 + 0,196 + 0,528


1
p( X ) = − β1 X 1+ β 2 X 2 + β 3 X 3.+.......
1+ e .
1
=
1 + 2,718 −1.196
1
=
1 + 0,287
1
=
1,287
= 0,78 → 78%

Keterangan:

Z = Kejadiaan dermatofitosis

P(X) = Probabilitas Kejadian dermatofitosis

α = Konstanta uji regresi logistic

e = Bilangan natural (2.718)

β = Koefesien regresi variabel

X = Variabel indevenden

Persamaan diatas menyatakan bahwa apabila responden mempunyai

pencahayaan rumah, kebersihan kulit, kebersihan pakaian dan kebersihan rambut

yang tidak baik maka dapat terkena dermatofitosis sampai 78%.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Masyarakat Nelayan

Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh selatan yang berada didaerah pesisir

sebagaian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan. Penduduk yang bekerja

sebagai nelayan tersebut banyak menderita kelainan kulit seperti tinea cruris,

tinea corvoris (kurap), tinia vityriasis visicolor (panu), dan tinea pedis (kutu air).

Masyarakat nelayan didaerah penelitian berdekatan dengan rawa-rawa,

perumahan yang padat dan rapat, juga kurangnya personal hygiene. Banyak

nelayan yang bekerja dengan pakaian yang basah dan lembab sampai kering

waktu mencari ikan dilaut, dari mulai dari pengangkutan es, bahan bakar minyak

dan perlengkapan lain kekapal tanpa menggantinya, hal ini mengakibatkan

masyarakat mengalami gatal-gatal dan terkena penyakit dermatofitosis.

Jumlah penduduk berdasarkan umur pada masyarakat nelayan di

Kecamatan Meukek sedikit lebih banyak pada umur 26-45 tahun yaitu sebesar

40%, hal ini dikarenakan umur diatas 26 tahun masyarakat nelayan sudah

berkeluarga sehingga tuntutan ekonomi mengharuskan mereka untuk melaut.

sedangkan jumlah paling sedikit pada umur 12-25 yaitu sebesar 26%, pada umur

12 tahun keatas mereka hanya membantu orang tuanya mencari uang untuk

kebutuhan sehari-hari dengan bekerja mencuci kapal pencari ikan dan membantu

awak kapal menurunkan hasil tanggkapan ikan jika berlabuh.

88

Universitas Sumatera Utara


Walaupun ekonomi yang menuntut mereka untuk bekerja tingkat

pendidikan masyarakat nelayan sudah mulai membaik, pada tingkat pendidikan

SMA dan PT sebesar 60%. Masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek sudah

mulai memikirkan pendidikan yang lebih baik agar hidup berubah, terlepas dari

itu keluhan penyakit kulit tetap ada, masyarakat nelayan yang keluhan penyakit

kurang baik sedikit lebih banyak yaitu sebesar 56%.

Penelitian Hermia (1983) di Jakarta menunjukkan tinea kruris banyak

terdapat pada golongan umur 25-44 tahun, yakni sebesar 31,6%, pasien laki-laki

71,1%, dan berpendidikan rendah 78,9%. Penelitian tersebut juga mendapatkan

hubungan yang bermakna antara kejadian tinea kruris dengan frekuensi ganti

pakaian; persentase tinea kruris pada subyek yang berganti pakaian 1x sehari

0,14%, sedangkan pada subyek yang berganti pakaian 2x sehari hanya 0,01%.

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2014,

rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat (Ber-PHBS) sebesar 26,9%,

sedangkan rumah tangga yang memenuhi syarat hanya 15,22%. Hal ini

dikarenakan masyarakat nelayan masih kurang menjaga kebersihan perseorangan

dan memiliki banyak rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan

pemeriksaan dokter umum Puskesmas Meukek terdapat sebesar 56% masyarakat

mengalami dermatoftosis dan masyarakat yang tidak menderita dermatofitosis

sebesar 40%.

Universitas Sumatera Utara


5.2. Lingkungan Fisik Rumah

Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan kejadian kejadian dermatofitosis. Adapun lingkungan fisik rumah dalam

penelitian ini adalah kelembaban, suhu dan pencahayaan.

5.2.1. Hubungan Kelembaban terhadap Kejadian Dermatofitosis

Hasil pengukuran rumah responden yang tidak memenuhi syarat dengan

kejadian dermatofitosis sebagian besar terkena dermatofitosis yaitu sebesar

54,3%, pada kelembaban yang memenuhi syarat juga sebagian besar tidak terjadi

dermatofitosis yaitu sebesar 40,0%. Sehingga diperoleh hasil tidak ada hubungan

antara kelembaban dengan kejadian dermatofitosis pada masyarakat nelayan di

Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2016.

Rata-rata kelembaban rumah masyarakat nelayan berkisar antara 70%-

95%, tingginya kelembaban rumah pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek saat pengukuran, sehingga tidak memenuhi persyaratan menurut

indikator pengawasan perumahan. Kelembaban udara yang memenuhi syarat

kesehatan dalam rumah adalah 40-70% dan kelembaban udara yang tidak

memenuhi syarat kesehatan adalah <40% atau >70%. (Gunawan, 2009)

Berdasarkan literatur disebutkan bahwa rumah yang tidak memiliki

kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi

penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan

mikroorganisme, mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui

udara. (Gould dan Brooker, 2003).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Putra (2008) penyakit kulit yang disebabkan oleh penyakit jamur

atau dermatomikosis merupakan penyakit yang sering dijumpai di Negara trofis

yang disebabkan udara yang lembab yang mendukung berkembangnya penyakit

jamur. Udara yang lembab dan panas sepanjang tahun sangat cocok bagi

berkembangnya penyakit jamur. Prevalensi penyakit jamur lebih tinggi pada

daerah tropis.

Menurut petrus (2005) dan utama (2004) faktor yang mempengaruhi

dermatofitosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi

yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik,

penggunaan obat antibiotic, steroid, sitotatika yang tidak terkendali. Tinea kruris

sering terdapat di daerah dengan iklim hangat, lembab, dan faktor predisposisi

meliputi sepatu tertutup dan sering terpapar.

Penelitian lain oleh Permatasari (2010) terdapat menunjukkan ada

pengaruh kelembaban udara terhadap kejadian dermatofitosis di Poliklinik

penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr. Sudiran MS Wonogiri.

5.2.2. Hubungan Suhu terhadap Kejadian dermatofitosis

Hasil pengukuran suhu rumah responden yang tidak memenuhi syarat

dengan kejadian dermatofitosis lebih besar terkena dermatofitosis yaitu sebesar

62,1%, sedangkan pada suhu yang memenuhi syarat hanya sebagian besar tidak

dermatofitosis yaitu sebesar 52,4%. Sehingga didapat tidak ada hubungan antara

suhu dengan kejadian dermatofitosis pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur digital yang bisa

mengukur dua parameter yaitu suhu dan kelembaban, sehingga mempermudah

peneliti saat melakukan pengukuran. Suhu rumah responden rata-rata tidak

memenuhi syarat yaitu berkisar antara 30,20C - 31,60C. Menurut Suyono (2010)

Secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan termometer ruangan.

Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu rumah terutama suhu kamar

yang memenuhi syarat kesehatan adalah antara 220C-30ºC dan yang tidak

memenuhi syarat adalah < 220C atau >300C. Suhu dalam rumah akan membawa

pengaruh bagi penghuninya.

Keadaan suhu dan kelembaban udara dapat berubah-ubah tergantung dari

posisi dan pancaran sinar matahari ke bumi. Sehingga suhu dan kelembaban udara

pada jam-jam berbeda menunjukkan angka yang berbeda-beda. Demikian pula

rata-rata suhu harian dan bulanan merupakan angka yang tidak selalu sama.

Perbedaan suhu dan kelembaban tidak semata-mata dipengaruhi oleh waktu, tetapi

tidak dipengaruhi pula oleh kondisi geografis setempat. Misalnya untuk daerah

pantai mempunyai suhu dan kelembaban udara yang berbeda bila dibandingkan

dengan daerah pegunungan (Daldjoeni, 1992).

Menurut Budimulja (2010), dermatofitosis atau infeksi ringworm termasuk

penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum

pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita.

Penularan dermatofitosis pada manusia terbanyak berasal dari hewan (zoofilik),

Universitas Sumatera Utara


manusia (antropofilik), serta dari tanah (geofilik) ke manusia. Spesies

dermatofitosis yang paling banyak diisolasi adalah T. rubrum.

Adanya koloni jamur dermatofitosis merupakan hal yang paling penting

bagi timbulnya penyakit jamur kulit. Selanjutnya pertumbuhan jamur tersebut

bergantung faktor predisposisinya, seperti : suhu udara yang tinggi, kelembaban

udara yang tinggi, pH kulit setempat, trauma, kegemukan, lama kontak, genetik,

dan lingkungan sosial ekonomi yang buruk (Siswati, 2001)

Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang

disebabkan golongan jamur dermatofita . Distribusi, spesies penyebab, dan bentuk

infeksi yang terjadi bervariasi pada daerah geografis, lingkungan dan budaya yang

berbeda. Dermatofita berkembang pada suhu 25- 28°C, dari timbulnya infeksi

pada kulit manusia didukung oleh kondisi yang panas dan lembab. Karena alasan

ini, infeksi jamur superfisial relatif sering pada negara tropis, pada populasi

dengan status sosioekonomi rendah yang tinggal di lingkungan yang sesak dan

hygiene yang rendah (Havlickova,2008).

Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis.

Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan

kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur,

sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat (Hidayati, 2009).

Menurut Adhiguna (2001) faktor-faktor yang memegang peran untuk

terjadinya dermatomikosis adalah iklim yang panas, hygiene (kebersihan diri)

Universitas Sumatera Utara


masyarakat yang kurang, adanya sumberpenularan disekitarnya, penggunaan obat-

obatan antibiotic, steroid san sitostatika yang meningkat, adanya penyakit kronis

dan penyakit sistemik lainnya. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Permatasari (2010) terdapat pengaruh antara suhu terhadap

kejadian dermatofitosis di Poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr.

Sudiran MS Wonogiri.

5.2.3. Pencahayaan Rumah terhadap Kejadian Dermatofitosis

Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016 ada hubungan antara pencahayaan

dengan kejadian dermatofitosis. Hal ini disebabkan rata-rata rumah dilokasi

penelitian sangat rapat dan berjajaran sehingga rumah tidak ada ventilasinya

akibatnya pencahayaan dalam rumah kurang terang dan tidak memenuhi syarat

kesehatan.

Sebagian besar pencahayaan rumah pada masyarakat nelayan di

Kecamatan Meukek tidak memenuhi syarat, rata-rata pencahayaan rumah

responden <60 lux. Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang

cukup, karena suatu rumah yang tidak mempunyai cahaya selain dapat

menimbulkan perasaan yang kurang nyaman juga dapat menimbulkan penyakit.

Sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan bakteri dan

mikroorganisme lain yang terdapat dilingkungan rumah, khususnya sinar matahari

pagi yang dapat menghambat perkembang biakan bakteri phatogen.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Suyono (2010) Pencahayaan rumah yang memenuhi syarat

sebesar 60 –120 lux, perlu diperhatikan didalam membuat jendela diusahakan agar

sinar matahari dapat langsung masuk kedalam ruangan, tidak terhalang oleh

bangunan lain rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang

cukup, jalan cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 10% sampai 20% dari

luas lantai yang terdapat didalam ruangan rumah.

5.3. Personal Hygiene

Personal hygiene juga merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan kejadian kejadian dermatofitosis. Adapun Personal hygiene dalam

penelitian ini dari kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan

pakaian dan kebersihan rambut dapat dilihat pada ulasan berikut ini:

5.3.1. Hubungan Kebersihan Kulit terhadap Kejadian Dermatofitosis

Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016 ada hubungan antara kebersihan

kulit dengan kejadian dermatofitosis.

Kebersihan kulit merupakan cermin kesehatan yang paling pertama

memberikan kesan seorang itu bersih. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat

terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan

hidup sehari-hari. Dalam pemeliharaan kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang

seharusnya selalu diperhatikan adalah menggunakan barang-barang keperluan

sehari-hari milik sendiri, mandi minimal 2 kali sehari, mandi memakai sabun,

Universitas Sumatera Utara


menjaga kebersihan pakaian, makan yang bergizi terutama banyak sayur dan buah

dan menjaga kebersihan lingkungan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Agsa Sajida (2012) ada hubungan yang

bermakna antara kebersihan kulit responden dengan keluhan penyakit kulit.

Menurut Djuanda, (2013) tingkat kebesihan diri berperan dalam penularan jamur

karena dapat melalui kontak langsung dengan kulit penderita ataupun melalui

perantara secara tidak langsung seperti peralatan mandi dan pakaian.

Menurut Isro’in, (2012) Infeksi penyakit yang disebabkan oleh air dapat

timbul karena kurangnya penyediaan air bersih untuk hygiene perorangan (mandi,

cuci dan sebagainya), selain harus mencukupi dalam arti kuantitas untuk kebutuhan

sehari-hari juga harus memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan baik dari segi

kualitas fisik, bakteriologis, kimia dan radio aktif.

Kebersihan perseorangan adalah cara perawatan diri manusia untuk

memelihara kesehatan mereka kebersihan perseorangan sangat penting untuk

diperhatikan, pemeliharaan kebersihan perseorangan diperlukan untuk

kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan (Petrus,2005).

Menurut Sagita (2015) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara

personal hygiene dengan gangguan kulit pada pemulung di TPA Sukawinatan

Palembang, pemulung dengan personal hygiene tidak baik lebih beresiko untuk

terkena penyakit gangguan kulit dibandingkan pemulung dengan personal hygiene

yang baik.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Seregar (1992), penyakit jamur dipengaruhi oleh kurangnya

kebersihan, hygiene yang kurang, kebersihan yang buruk, dan keadaan yang basah

merupakan predisposisi infeksi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Listautin (2012), menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara personal hygiene diantaranya kebersihan kulit terhadap keluhan

kesehatan. personal hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang

berbagai penyakit kulit dan penyakit infeksi.

Dermatofitosis adalah penyakit jaringan yang mengandung zat tanduk,

misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan

golongan jamur dermatofita. Tinea kruris merupakan dermatofitosis yang sering

ditemukan pada kulit lipat paha,genitalia, daerah pubis, perineum, dan perianal.

Faktor penting yang berperan dalam penyebaran dermatofta ini adalah kondisi

kebersihan lingkungan yang buruk, daerah pedesaan yang padat dan kebiasaan

menggunakan pakaian yang ketat atau lembab. (Djuanda, 2013)

Dermatofitosis akan mengalami pertumbuhan yang abnormal yang

dapat menimbulkan suatu masalah pada kulit, terutama bila kebersihan badan

yang buruk dan terlalu lembab. Dengan keadaan kulit yang lembab dapat

menjadikan pertumbuhan yang cepat bagi jamur. Kelembapan ini biasanya

dikarenakan adanya pengeluaran keringat yang berlebih karena aktivitas atau

cuaca yang panas, yang tidak diimbangi dengan proses menjaga kebersihan

tubuh yang baik. Dilihat dari letak geografis, Kecamatan Meukek yang berada

Universitas Sumatera Utara


di daerah pantai dan dekat dengan pengunungan sehingga cuaca berubah-rubah

sewaktu-waktu.

5.3.2. Hubungan Kebersihan Tangan dan Kuku terhadap Kejadian


Dermatofitosis

Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016 tidak ada hubungan antara

kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian dermatofitosis. Kebersihan tangan

dan kuku sangatlah penting karena apabila penderita memiliki kebersihan

tangan yang buruk dan kuku yang panjang dapat menyebabkan perkembangan

kuman penyakit kulit akibat garukan pada kulit yang infeksi, dermatofitosis dapat

menular secara langsung melalui kontak langsung dengan penderita atau secara

tidak langsung melalui barang atau benda yang telah terinfeksi (Laksmipathy,

2013).

Seperti halnya kulit, tangan kaki, dan kuku harus dipelihara dan ini tidak

terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari.

Tangan, kaki, kuku, yang bersih menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku

dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan

penyakit-penyakit tertentu.untuk menghindari bahaya kontaminasi maka harus

membersihkan tangan sebelum makan, memotong kuku secara teratur,

membersihkan lingkungan, dan mencuci kaki sebelum tidur.

Tangan dan kuku memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi,

penyebaran dermatofitosis, bau, dan cedera pada jaringan. Tetapi sering kali orang

Universitas Sumatera Utara


tidak sadar akan masalah tangan dan kuku sampai terjadi nyeri atau tidak nyaman.

Menjaga kebersihan kuku penting dalam mempertahankan personal hygiene

karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku. Oleh sebab itu,

kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat dan bersih. Perawatan dapat

digabungkan selama mandi atau pada waktu terpisah.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Desi (2005) bahwa

penyakit kulit bisa tejadi akibat kebersihan tangan dan kuku yang kurang baik.

Penelitian lain oleh Listautin (2012), menunjukkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara personal hygiene diantaranya kebersihan

tangan dan kuku terhadap keluhan kesehatan. personal hygiene

5.3.3. Hubungan Kebersihan Pakaian terhadap Kejadian Dermatofitosis

Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016 ada hubungan antara kebersihan

pakaian dengan kejadian dermatofitosis. Masyarakat nelayaan pada saat

penelitian mereka mengatakan jarang menggatikan pakaian jika melaut bahkan

kadang-kadang jarang memakai baju saat melaut diakibatkan suhu air laut panas.

Masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek sudah melakukan personal

hygiene namun dalam penerapannya masih kurang baik seperti mandi setiap hari,

mandi 2x sehari, mandi memakai sabun, mencuci rambut pakai sampo memakai

pakaian, menjaga kebersihan pakaian dan berganti pakaian sehabis mandi, memakai

peralatan mandi dan lain-lain. hal ini dikarenakan mereka bekerja melaut dari pagi

sampai sore bahkan sebulan lamanya.

Universitas Sumatera Utara


Waktu untuk bekerja atau melaut apabila nelayan harus menangkap ikan lebih

jauh lagi tempatnya akan menyita waktu, maka dibuatlah batasan-batasan yaitu untuk

5 (lima) hari melaut yang dilakukan pada jam 12.00 siang mereka menamakan laut

tengah, untuk 1 (satu) bulan melaut dinamakan jalur tengah, sedangkan untuk tiap

hari melaut yang berangkat dari pagi (jam 05.00) sampai sore hari (jam 18.00)

dinamakan jaring ikan, dan untuk 9 (sembilan) hari melaut dinamakan jalur tepi.

Dalam pengamatan waktu nelayan pulang, sesampainya di rumah nelayan

mencuci dan membersihkan perahu atau sampan dengan menggunakan air laut.

nelayan berhubungan langsung dengan air yaitu mulai dari memilah-milah ikan

hingga pada saat mencuci perahu atau sampan.

Penduduk yang bekerja sebagai nelayan tersebut dari hasil wawancara sering

mengalami keluhan kulit seperti gatal-gatal, bentol-bentol, bintik-bintik merah,

karena lingkungan kerja yang selalu berhubungan dengan air laut dan belum

terlaksananya kebersihan perorangan yang dilakukan oleh para nelayan.

Menurut Putra (2014) terdapat pengaruh yang signifikan antara praktik

kebersihan pakaian dengan kejadian tinea kruris. Penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian Agsa Sajida (2012) ada hubungan yang bermakna antara

kebersihan pakaian dengan keluhan penyakit kulit. Pakaian banyak menyerap

keringat dan kotoran yang di keluarkan oleh badan. Pakaian bersentuhan

langsung dengan kulit sehingga apabila pakaian yang yang basah karena

keringat dan kotor akan menjadi tempat berkembangnya bakteri di kulit. Pakaian

yang basah oleh keringat akan menimbulkan bau (Irianto, 2007).

Universitas Sumatera Utara


5.3.4. Hubungan Kebersiahan Rambut terhadap Kejadian Dermatofitosis

Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016 ada hubungan antara kebersihan

rambut dengan kejadian dermatofitosis. Hal ini dikarenakan masyarakat nelayan

jarang mandi apalagi membersihkan rambut diakibatkan mereka melaut berhari-

hari bahkan sampai sebulan lamanya. Mereka mandi saat melaut hanya

membersikan badan dengan air laut tanpa memakai sabun.

Rambut yang tidak hygiene akan menimbulkan berbagai masalah diantaranya

adalah ketombe, Pediculosis capitis (kutu kepala), Pediculosis corporis (kutu badan),

Pediculosis pubis, dan kehilangan rambut (alopesia) (Potter dan Perry, 2005).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Isro’in dan Andarmoyo (2012) kurangnya

kebersihan rambut seseorang akan membuat penampilan tampat kusut, kusam, dan

tidak rapi selain itu dapat menimbulkan permasalahan atau gangguan kesehatan.

Menurut sutanto (2008) yang sering ditemukan pada daerah rambut

kepala serta jarang pada rambut dada dan dagu adalah Piedra. Piedra adalah

infeksi jamur pada rambut ditandai dengan benjolan (nodus) yang keras sepanjang

batang rambut.

5.4. Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah Dan Personal Hygiene terhadap


Kejadian Dermatofitosis

Analisis multivariat dilakukan terhadap beberapa variabel yang memenuhi

persyaratan berdasarkan bivariat (p)<0,25, maka didapat lima variabel yang

masuk sebagai kandidat uji logistik berganda yaitu pencahayaan, Kebersihan

Universitas Sumatera Utara


Kulit, Kebersihan Tangan dan Kuku, Kebersihan Pakaian, dan Kebersihan

Rambut.

Hasil analisis regresi logistik berganda dapat dihasilkan probabilitas

kejadian dermatofitosis, maka variabel kebersihan kulit mempunyai nilai

koefisien paling besar yaitu 3,179 artinya responden yang memiliki kebersihan

kurang baik mempunyai risiko 3 kali lebih besar terhadap kejadian

dermatofitosis. Ini menunjukkan bahwa variabel tersebut merupakan variabel

yang paling dominan mempengaruhi kejadian dermatofitosis di Kecamatan

Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dipaparkan pada

bagian terdahulu, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Bedasarkan pemeriksaan dokter terhadap masyarakat nelayan di

Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun 2016 diperoleh hasil

yaitu sebanyak 56% masyarakat nelayan mengalami dermatofitosis.

2. Ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan, kebersihan kulit,

kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pakaian dan kebersihan rambut

dengan kejadian dermatofitosis

3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban, suhu dan

kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian dermatofitosis

4. Hasil multivariat dengan uji regresi logistik berganda di dapat variabel

yang paling berpengaruh terhadap kejadian dermatofitosis pada

masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan tahun

2016 adalah variabel kebersiahan kulit, mempunyai nilai koefisien paling

besar yaitu 3,179 artinya responden yang memiliki kebersihan kurang

baik mempunyai risiko 3 kali lebih besar terhadap kejadian

dermatofitosis.

103

Universitas Sumatera Utara


6.2. Saran

Dari hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka saran-saran yang

dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat nelayan di Kecamatan Meukek agar menjaga lingkungan

fisik rumah dengan mengatur kelembaban, suhu dan pencahayaan dalam

rumah dengan baik yaitu dengan membuat ventilasi atau jendela agar

matahari dapat masuk kedalam kedalam ruangan rumah.

2. Masyarakat juga perlu menjaga personal hygiene dengan cara menjaga

kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pakaian, dan

kebersihan rambut. sehingga mengurangi resiko terjadinya penyakit

dermatofitosis.

3. Bagi petugas kesehatan perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat dalam pencegahan penyakit dermatofitosis, petugas puskesmas

sebagai tenaga kesehatan yang terdepan dan paling dekat dengan

masyarakat hendaknya member penyuluhan tentang lingkungan fisik

rumah dan personal hygiene terhadap kejadian dermatofitosis

4. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan agar menyediakan

spesialis penyakit kulit di Puskesmas Kecamatan Meukek khususnya dan

Puskesmas Kecamatan yang lain dapat disembuhkan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abbas KA, Mohammed AZ, Mahmoud SI. 2012. Superficial Fungal infections.
Mustansiriya Medical Journal

Adnani, H. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Nuha Medika.


Yogyakarta

Azwar, A. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya.


Jakarta

________ 2007. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya.


Jakarta

Basuki. E, Suriadi. Bramono. K. Prevalensi Tinea Kruris pada Pekerja Usaha


Makanan Seafood Kaki Lima dan Berbagai Faktor yang
Mempengaruhinya. Departemen Ilmu Kedoktoran Komunitas FKUI

Barakbah. J., Poh.S.S,.Sukanto. H., Martodihardjo. S., Agusni. I., Limintang. H.,
Suyoso. S., Hoetomo. M. (2008). Atlas Kulit Dan Kelamin. Bag./RSU
Dr. Soetomo Surabaya.Airlangga University Press. Surabaya

Budimulja, 2010. Dermatomikosis superfisialis: pedoman untuk dokter dan


mahasiswa kedokteran. FKUI . Jakarta

Buku Pedoman Penulisan Proposal Penelitain dan Tesis Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universiatas
Sumatra Utara tahun 2014

Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedoktoran EGC.


Jakarta

__________,.2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedoktoran EGC.


Jakarta

Clayton YM, Moore MK. 2002. Superficial Fungal Infections. Dalam textbook of
Pediatric Dermatolog. Harper. J, oranje A, Prose N 2nd . ED. Oxford;
Blackwell Publishing

Depkes. RI.2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Ditjend PPM dan PL,
Jakarta.

105

Universitas Sumatera Utara


__________, 2009. Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.
929/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan
dan Lingkungan, Jakarta

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.,2013. Imu penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas KedoktoranUniversitas Indonesia, Jakarta

Dinkes Propinsi Aceh, 2011. Profil Kesehatan Propinsi Aceh Tahun 2012, Banda
Aceh.

Direktorat Jenderal cipta karya-Departemen Pekerjaan Umum, 2008. Pedoman


Pelaksanaan 3 R Berbasis Masyarakat di Kawasan Pemukiman,
Dirjen Cipta Karya Departemen PU,Jakarta.

Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Entjang, Indan. 2000.Ilmu Kesehatan Masyarakat.PT . Citra Aditya Bakti,


Bandung.

Frenki. 2011. Hubungan Personal Hygiene Santri dengan Kejadian Penyakit Kulit
Infeksi Skabies dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren Darel
Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011. Skripsi , FKM USU, Medan

Frick, H. Mulani, T.H. 2006. Arsitektur Ekologis. Kanisius. Yogyakarta

Gunawan, R. 2009. Rencana Rumah Sehat. Kanisius, Yogyakarta

Harahap, M, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan Pertama, Penerbit HIpokrates,


Jakarta.

Isro’in, L dan Andarmoyo, S., 2012. Personal Hygiene; Konsep, Proses dan
Aplikasi Praktik Keperawatan, Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Jain, S. 2012. Dermatology. Journal of Ilustrated Study Guide and Comprehensive


Board Review. USA: Springer Science, Bussiness Media. ILC

Kepmenkes RI No 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan


Perumahan , Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Kepmenkes RI, 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010.

Universitas Sumatera Utara


Kep. Menkimpraswil (2002) NO. 403/KPTS/M/2002 Pedoman Teknik
Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs SEHAT), Menteri
Permukiman Dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia

Keman, Soedjajadi, 2005. Kesehatan Perumahn Dan Pemukiman.


Jurnalkesehatan Lingkungan. Universitar Airlangga

Lakshmipathy TD, Kannabiran K. 2013. Review on dermatomycosis:


pathogenesis and treatment. Natural Science. Tersedia pada:
http://www.scirp.org/journal/NS/. Diakses tanggal 21 September
2015.

Martiana. 2006 Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal dan Lingkungan


Perumahan Nelayan di Kabupaten Lombok Timur NTB Tahun 2006 .
http : //www.FkmUnair.com/ Files/Upaya Kesehatan Nelayan, pdf .
Diakses tanggal 10 Januari 2015

Mansjoer, N., Suprohaita, Wardhani, W.I., Setiowulan, W., 2005. Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aeculapius. FKUI. Jakarta

Mulyani, E., 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan dengan


Kejadian Penyakit Dermatomikosis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD
Kajen Kabupaten Pekalongan. Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah,Semarang

Putra, Imam Budi., 2008. Onikomikosis, http: // library.usu.ac.id /index.php?


option = com_journal_review&id = 9960&task = view, diakses
tanggal 20 Maret 2016.

Petrus, 2005. Fundamental Keperawatan. Edisi Keempat, Penerbit Buku


Kedokteran EGC , Jakarta.

Rahardjo, 2002. Nelayan Nusantara Sebuah Falsafah Kehidupan, Makalah


Falsafah Sains-Program Pasca Sarjana IPB.

Rianto, A. 2011. Aplikasi MetodoLogi Penelitian Kesehatan. Nuha Medika.


Yogyakarta

Siregar, R.S. 1992. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Buku Kedoktoran.
EGC. Jakarata

_______,. 2004. Penyakit Jamur Kulit. Buku Kedoktoran. EGC. Jakarata

Universitas Sumatera Utara


Slamet, J. 2004. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.

_______. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Suma’mur. 1998. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan Ketigabelas.


Jakarta

Sumantri,. A 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana


Prenanda Media Group. Jakarta

Swasono, S.E. Hutagalung, A.S. 2013. Ikan Untuk Nelayan. Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Depok

Suyono, dan Budiman. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Kontek


Kesehatan Lingkungan. Jakarta.EGC

Sarwono, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Prilaku. Rinika Cipta. Jakarta

Sutanto, I.; Ismit, I.S.; Sjarifuddin, P.K.; Sungkar, S., 2008. Buku Ajar
Parasitologi Kedoktoran, Fakultas Kedoktoran Universitas Indonesia,
Jakarta

Undang-undang Kesehatan Pasal 1 No. 32 Tahun 2009 http :


//dinkes.palembang.go.id/tampung/dokumen/dokumen-37-35.pdf.
Diakses tanggal 15 Januari 2016

Undang-undang Perikanan Pasal 1 No. 31 Tahun 2004 http :


//www.ditjenphka.go.id// Undang- Undang Perikanan/2004.pdf.
Diakses tanggal 15 Januari 2016

Undang-Undang RI No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman

Wicaksono, A.A. 2009. Menciptakan Rumah Sehat. Naga Swadaya. Jakarta

WHO, 2011. Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2016.


http://www.who.int/nmh/publications/ncd_report_chapter1.pdf

WHO, 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

IDENTITAS RESPONDEN
PENGARUH LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PERSONAL
HYGIENE TERHADAP KEJADIAN DERMATOFITOSIS
PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KECAMATAN
MEUKEK KABUPATEN ACEH SELATAN
TAHUN 2015

No. Responden :
1 Nama
2 Umur
1. Laki-laki
3 Jenis kelamin
2. Perempuan
4 Pendidikan 1. SD
2. SLTP
3. SLTA
4. PT

Keluhan Gangguan Kulit

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda pernah mengalami gatal-gatal 0. Ya
1. Tidak
2 Apakah saat berkeringat anda pernah mengalami 0. Ya
gatal-gatal 1. Tidak
3 Apakah pada kulit permukaan tubuh saudara 0. Ya
muncul bintik-bintik merah/ bentol-bentol/ 1. Tidak
Nanah
4 Apakah saudara mengetahui penyebab penyakit 0. Ya
kulit? 1. Tidak
5 Apakah keluarga anda pernah mengalami 0. Ya
penyakit kulit? 1. Tidak

Keterangan:
Baik : Apabila ≥ 75% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.
Kurang : Apabila < 75% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.

Universitas Sumatera Utara


Lingkungan Fisik Rumah

HASIL
NO JENIS ALAT KETERANGAN
UKUR
1 Kelembaban Higrometer
2 Suhu Termometer
3 Pencahayaan Lux Meter

Personal Hygiene

Hasil
Pertanyaan ya Tidak
No Ukur
1. Kebersihan Kulit
1 Apakah anda mandi 2 kali dalam sehari? 1. Ya
0. Tidak
2 Apakah setelah bekerja atau beraktifitas anda 1. Ya
mandi mengunakan sabun? 0. Tidak
3 Apakah pada saat mandi anda menggosok 1. Ya
badan? 0. Tidak
4 Apakah anda menggunakan handuk setelah 1. Ya
mandi? 0. Tidak
5 Apakah anda menggunakan handuk sendiri? 1. Ya
0. Tidak
2. Kebersihan Tangan dan Kuku
1 Apakah kuku anda selalu dalam keadaan bersih? 1. Ya
0. Tidak
2 Apakah tangan dan kuku anda selalu dalam 1. Ya
keadaan pendek ? 0. Tidak
3 Apakah saat makan anda ada mencucu tangan 1. Ya
pakek sabun? 0. Tidak
4 Apakah setelah bekerja anda ada mencuci 1. Ya
tangan? 0. Tidak
5 Apakah tangan anda dan kuku anda sering 1. Ya
terkena air laut? 0. Tidak

3. Kebersiahan pakaian
1 Apakah anda pernah menggunakan pakaian 1. Ya
orang lain? 0. Tidak
2 Apakah anda mengganti pakaian setelah 1. Ya
berkeringat saat bekerja ? 0. Tidak
3 Apakah setelah mandi anda menggantikan 1. Ya
pakaian ? 0. Tidak

Universitas Sumatera Utara


4 Apakah anda mengganti baju yang telah dipakai 1. Ya
seharian sebelum tidur 0. Tidak
5 Apakah anda menjemur pakaian yang dicuci 1. Ya
dibawah terik matahari? 0. Tidak
4. Kebersihan Rambut
1 Apakah anda ada mencuci rambut saat mandi? 1. Ya
0. Tidak
2 Apakah anda ada mencuci rambut memakai 1. Ya
sampo saat mandi? 0. Tidak
3 Apakah anda mencuci rambut pakai sampo 1. Ya
dalam seminggu 2 kali ? 0. Tidak
4 Setelah berkeringat sehabis berkerja atau 1. Ya
beraktifitas anda ada mencuci rambut? 0. Tidak
5 Apakah anda mencuci rambut pakai air bersih? 1. Ya
0. Tidak

Keterangan:
Baik : Apabila ≥ 75% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.
Kurang : Apabila < 75% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.

Universitas Sumatera Utara


Jenis Penyakit Jamur Diaknosa Keterangan
No
1 Tinea kapitis
a. Gray patch ring worm

b. Black dot ring worm

c. Kerion

d. Tinea favosa

2 Tinea korporis
3 Tinea imbrikata
4 Tinea kruris
5 Tinea manus et pedis
6 Tinea unguium
7 Non Dermatofitosis
1. Piedra
2. Otomikosis
3. Tinea nigra palmaris
4. Tinea pedis
5. Pitiriasis versikolor

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Waktu Pelaksanaan (Tahun 2015/2016)


Kegiatan Des/Jan Peb/Mar Apr/Mei Jun/Jul Agu/Sep
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penelusuran
Pustaka
Konsultasi
Pembimbing
Persiapan
Kolokium
Persiapan Proposal
Pelaksanaan
Penelitian
Analisa Data
Penyusunan Tesis

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Frequencies

[DataSet1] C:\Users\USER\Desktop\SEMESTER III\PENGARUH LINGKUNGAN


FISIK RUMAH DAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP PENYAKIT ERMATOFITOSIS
PADA MASYARAKAT NELAYAN\Proposal tesis Ihsan Murdani SKM. M.Kes\SPSS INPUT
TESIS.sav
Statistics
kebersi
Keluhang Kebersi hantang kebersih kebersih kejadian
umu pendid angguank Kelem Suh pencah han andank anpakai anramb dermato
r ikan ulit baban u ayaan kulit uku an ut fitosis
N Va 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
lid
Mi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ssi
ng

Frequency Table

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 12-25 remaja 13 26,0 26,0 26,0
26-45 dewasa 20 40,0 40,0 66,0
46-55 lansia 17 34,0 34,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 3 6,0 6,0 6,0
SLTP 17 34,0 34,0 40,0
SMA 26 52,0 52,0 92,0
PT 4 8,0 8,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Keluhan gangguan kulit
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 28 56,0 56,0 56,0
1 22 44,0 44,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Kelembaban
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 35 70,0 70,0 70,0
Memenuhi syararat 15 30,0 30,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Suhu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 29 58,0 58,0 58,0
Memenuhi syararat 21 42,0 42,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Pencahayaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 29 58,0 58,0 58,0
Memenuhi syararat 21 42,0 42,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Kebersihankulit
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang baik 26 52,0 52,0 52,0
Baik 24 48,0 48,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Kebersihantangandankuku
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang baik 29 58,0 58,0 58,0
Baik 21 42,0 42,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Kebersihanpakaian
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang baik 32 64,0 64,0 64,0
Baik 18 36,0 36,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Kebersihanrambut
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang baik 27 54,0 54,0 54,0
Baik 23 46,0 46,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

kejadian dermatofitosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dermatofitosis 28 56,0 56,0 56,0
tidak Dermatofitosis 22 44,0 44,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5
CROSSTABS
/TABLES=Kelembaban Suhu pencahayaan Kebersihankulit kebersihantangandankuku
kebersihanpakaian kebersihanrambut BY kejadiandermatofitosis /FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT ROW /COUNT ROUND CELL.

[DataSet1] C:\Users\USER\Desktop\SEMESTER III\PENGARUH LINGKUNGAN


FISIK RUMAH DAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP PENYAKIT ERMATOFITOSIS
PADA MASYARAKAT NELAYAN\Proposal tesis Ihsan Murdani SKM. M.Kes\SPSS INPUT
TESIS.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelembaban * kejadian 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%
dermatofitosis
Suhu * kejadian 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%
dermatofitosis
Pencahaya5n * kejadian 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%
dermatofitosis
Kebersihankulit * kejadian 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%
dermatofitosis
kebersihantangandankuku * 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%
kejadian dermatofitosis
kebersihanpakaian * 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%
kejadian dermatofitosis
kebersihanrambut * 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%
kejadian dermatofitosis

Kelembaban * kejadian dermatofitosis

Crosstab
kejadian dermatofitosis
tidak
Dermatofitosis Dermatofitosis Total
Kelembaban Tidak Memenuhi Syarat Count 19 16 35
% within Kelembaban 54,3% 45,7% 100,0%
Memenuhi syararat Count 9 6 15
% within Kelembaban 60,0% 40,0% 100,0%
Total Count 28 22 50
% within Kelembaban 56,0% 44,0% 100,0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,139a 1 ,709
Continuity Correctionb ,004 1 ,950
Likelihood Ratio ,140 1 ,708
Fisher's Exact Test ,765 ,477
Linear-by-Linear ,136 1 ,712
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,60.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kelembaban ,792 ,232 2,705
(Tidak Memenuhi Syarat /
Memenuhi syararat)
For cohort kejadian ,905 ,542 1,511
dermatofitosis =
Dermatofitosis
For cohort kejadian 1,143 ,558 2,342
dermatofitosis = tidak
Dermatofitosis
N of Valid Cases 50

Suhu * kejadian dermatofitosis


Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1,032a 1 ,310
Continuity Correctionb ,529 1 ,467
Likelihood Ratio 1,032 1 ,310
Fisher's Exact Test ,391 ,233
Linear-by-Linear 1,011 1 ,315
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,24.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Suhu (Tidak 1,800 ,577 5,619
Memenuhi Syarat /
Memenuhi syararat)
For cohort kejadian 1,303 ,766 2,217
dermatofitosis =
Dermatofitosis
For cohort kejadian ,724 ,390 1,345
dermatofitosis = tidak
Dermatofitosis
N of Valid Cases 50

pencahayaan * kejadian dermatofitosis

Crosstab
kejadian dermatofitosis
tidak
Dermatofitosis Dermatofitosis Total
Pencahayaan Tidak Memenuhi Syarat Count 21 8 29
% within pencahayaan 72,4% 27,6% 100,0%
Memenuhi syararat Count 7 14 21
% within pencahayaan 33,3% 66,7% 100,0%
Total Count 28 22 50
% within pencahayaan 56,0% 44,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 7,550a 1 ,006
Continuity Correctionb 6,047 1 ,014
Likelihood Ratio 7,697 1 ,006
Fisher's Exact Test ,009 ,007
Linear-by-Linear 7,399 1 ,007
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,24.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for pencahayaan 5,250 1,551 17,767
(Tidak Memenuhi Syarat /
Memenuhi syararat)
For cohort kejadian 2,172 1,140 4,142
dermatofitosis =
Dermatofitosis
For cohort kejadian ,414 ,213 ,803
dermatofitosis = tidak
Dermatofitosis
N of Valid Cases 50

Kebersihankulit * kejadian dermatofitosis

Crosstab
kejadian dermatofitosis
tidak
Dermatofitosis Dermatofitosis Total
Kebersihankulit kurang baik Count 20 6 26
% within Kebersihankulit 76,9% 23,1% 100,0%
Baik Count 8 16 24
% within Kebersihankulit 33,3% 66,7% 100,0%
Total Count 28 22 50
% within Kebersihankulit 56,0% 44,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,624a 1 ,002
Continuity Correctionb 7,936 1 ,005
Likelihood Ratio 9,950 1 ,002
Fisher's Exact Test ,004 ,002
Linear-by-Linear 9,431 1 ,002
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,56.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 6,667 1,918 23,177
Kebersihankulit (kurang
baik / baik)
For cohort kejadian 2,308 1,262 4,220
dermatofitosis =
Dermatofitosis
For cohort kejadian ,346 ,162 ,738
dermatofitosis = tidak
Dermatofitosis
N of Valid Cases 50

kebersihantangandankuku * kejadian dermatofitosis

Crosstab
kejadian dermatofitosis
tidak
Dermatofitosis Dermatofitosis Total
Kebersihan tangan dan kurang baik Count 20 9 29
kuku % within 69,0% 31,0% 100,0%
kebersihantangandankuku
baik Count 8 13 21
% within 38,1% 61,9% 100,0%
kebersihantangandankuku
Total Count 28 22 50
% within 56,0% 44,0% 100,0%
kebersihantangandankuku

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4,711a 1 ,030
Continuity Correctionb 3,541 1 ,060
Likelihood Ratio 4,759 1 ,029
Fisher's Exact Test ,044 ,030
Linear-by-Linear 4,617 1 ,032
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,24.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 3,611 1,109 11,763
kebersihantangandankuku
(kurang baik / baik)
For cohort kejadian 1,810 ,996 3,290
dermatofitosis =
Dermatofitosis
For cohort kejadian ,501 ,265 ,949
dermatofitosis = tidak
Dermatofitosis
N of Valid Cases 50

kebersihanpakaian * kejadian dermatofitosis


Crosstab
kejadian dermatofitosis
tidak
Dermatofitosis Dermatofitosis Total
Kebersihan pakaian kurang Count 23 9 32
baik % within kebersihanpakaian 71,9% 28,1% 100,0%
baik Count 5 13 18
% within kebersihanpakaian 27,8% 72,2% 100,0%
Total Count 28 22 50
% within kebersihanpakaian 56,0% 44,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,091a 1 ,003
Continuity Correctionb 7,390 1 ,007
Likelihood Ratio 9,298 1 ,002
Fisher's Exact Test ,004 ,003
Linear-by-Linear 8,910 1 ,003
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,92.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 6,644 1,834 24,077
kebersihanpakaian (kurang
baik / baik)
For cohort kejadian 2,588 1,191 5,621
dermatofitosis =
Dermatofitosis
For cohort kejadian ,389 ,209 ,727
dermatofitosis = tidak
Dermatofitosis
N of Valid Cases 50

kebersihanrambut * kejadian dermatofitosis

Crosstab
kejadian dermatofitosis
tidak
Dermatofitosis Dermatofitosis Total
Kebersihan kurang baik Count 20 7 27
rambut % within kebersihanrambut 74,1% 25,9% 100,0%
Baik Count 8 15 23
% within kebersihanrambut 34,8% 65,2% 100,0%
Total Count 28 22 50
% within kebersihanrambut 56,0% 44,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 7,782 1 ,005
Continuity Correctionb 6,269 1 ,012
Likelihood Ratio 7,970 1 ,005
Fisher's Exact Test ,010 ,006
Linear-by-Linear 7,626 1 ,006
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,12.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 5,357 1,589 18,062
kebersihanrambut (kurang
baik / baik)
For cohort kejadian 2,130 1,166 3,890
dermatofitosis =
Dermatofitosis
For cohort kejadian ,398 ,197 ,804
dermatofitosis = tidak
Dermatofitosis
N of Valid Cases 50

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES kejadiandermatofitosis /METHOD=ENTER


pencahayaan Kebersihankulit kebersihantangandankuku kebersihanpakaian kebersihanrambut
/PRINT=CORR CI(95) /CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6

Logistic Regression

[DataSet1] C:\Users\USER\Desktop\SEMESTER III\PENGARUH LINGKUNGAN FISIK


RUMAH DAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP PENYAKIT ERMATOFITOSIS PADA
MASYARAKAT NELAYAN\Proposal tesis Ihsan Murdani SKM. M.Kes\SPSS INPUT
TESIS.sav

Case Processing Summary


Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 50 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 50 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 50 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number
of cases.

Dependent Variable Encoding


Original Value Internal Value
Dermatofitosis 0
tidak Dermatofitosis 1

Block 0: Beginning Block

Classification Table
Observed Predicted
kejadian dermatofitosis
tidak Percentage
Dermatofitosis Dermatofitosis Correct
Step kejadian dermatofitosis Dermatofitosis 28 0 100,0
0 tidak Dermatofitosis 22 0 ,0
Overall Percentage 56,0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -,241 ,285 ,717 1 ,397 ,786

Universitas Sumatera Utara


Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Pencahayaan 7,550 1 ,006
Kebersihankulit 9,624 1 ,002
kebersihantangandankuku 4,711 1 ,030
Kebersihanpakaian 9,091 1 ,003
Kebersihanrambut 7,782 1 ,005
Overall Statistics 12,216 5 ,032

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step 1 Step 12,907 5 ,024
Block 12,907 5 ,024
Model 12,907 5 ,024

Model Summary
Step -2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
likelihood Square Square
1 55,686a ,228 ,305
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea
Observed Predicted
kejadian dermatofitosis
tidak Percentage
Dermatofitosis Dermatofitosis Correct
Step 1 kejadian dermatofitosis Dermatofitosis 22 6 78,6
tidak Dermatofitosis 9 13 59,1
Overall Percentage 70,0
a. The cut value is ,500

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a pencahayaan ,804 ,786 1,047 1 ,306 2,235 ,479 10,432
Kebersihankulit 1,157 ,985 1,380 1 ,240 3,179 ,461 21,904
Kebersihan tangan dan kuku ,022 ,841 ,001 1 ,979 1,022 ,197 5,308
kebersihanpakaian ,196 1,275 ,024 1 ,878 1,217 ,100 14,813
kebersihanrambut ,528 ,966 ,298 1 ,585 1,695 ,255 11,263
Constant -1,509 ,552 7,459 1 ,006 ,221

Universitas Sumatera Utara


Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a pencahayaan ,804 ,786 1,047 1 ,306 2,235 ,479 10,432
Kebersihankulit 1,157 ,985 1,380 1 ,240 3,179 ,461 21,904
Kebersihan tangan dan kuku ,022 ,841 ,001 1 ,979 1,022 ,197 5,308
kebersihanpakaian ,196 1,275 ,024 1 ,878 1,217 ,100 14,813
kebersihanrambut ,528 ,966 ,298 1 ,585 1,695 ,255 11,263
Constant -1,509 ,552 7,459 1 ,006 ,221
a. Variable(s) entered on step 1: pencahayaan, Kebersihankulit, kebersihantangandankuku, kebersihanpakaian,
kebersihanrambut.

Correlation Matrix
Kebersihan
pencahaya Kebersiha tangan dan Kebersiha Kebersiha
Constant an nkulit kuku n pakaian n rambut
Step Constant 1,000 -,202 -,408 -,220 ,294 -,285
1 pencahayaan -,202 1,000 -,061 -,087 -,021 -,341
Kebersihankulit -,408 -,061 1,000 -,137 -,581 ,126
kebersihantangandankuku -,220 -,087 -,137 1,000 -,269 -,069
kebersihanpakaian ,294 -,021 -,581 -,269 1,000 -,487
kebersihanrambut -,285 -,341 ,126 -,069 -,487 1,000

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7

DOKUMENTASI PENELITIAN

Kondisi Puskesmas Pemeriksaan Dermatofitosis

Universitas Sumatera Utara


Kondisi Rumah saat Penelitian

Wawancara dengan Responden

Universitas Sumatera Utara


Pengukuran Pencahayaan, Kelembaban dan Suhu

Kebiasaan Masyarakat Nelayan

Lingkungan Rumah Masyarakat Nelayan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai