SKRIPSI
FITRIANI
NPM : 1607110053
FITRIANI
NPM : 1607110053
2
Universitas Muhamadiyah Aceh
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan
Skripsi, Januari 2020
ABSTRAK
NAMA : FITRIANI
NPM : 1607110053
3
BIODATA PENULIS
Nama : Fitriani
Agama : Islam
Karya Judul
(Fitriani)
4
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Ini telah di setujui untuk dipertahankan di Hadapan Tim Penguji skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh
MENGETAHUI,
DEKAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
5
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Ini telah di setujui untuk dipertahankan di Hadapan Tim Penguji skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh
Pembimbing I Pembimbing II
MENGETAHUI,
DEKAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
6
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
SKRIPSI
Pembimbing I Pembimbing II
7
LEMBAR PERNYATAAN
Nama : Fitriani
NPM : 1607110053
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Kesehatan Lingkungan
Judul Proposal : FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN
JENTIK NYAMUK Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah benar hasil
karya sendiri/ tidak di buat oleh orang lain. Apabila di kemudian hari diketahui
bahwa skripsi ini di buat oleh orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
akademis yang di tetapkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Aceh (FKM UNMUHA) termasuk pembatalan hasil sidang skripsi.
Demikian surat penyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada
paksaan.
(Fitriani)
8
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis telah dapat menyelesaikan Proposal ini, shalawat
dan salam kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa kita dari alam
Dengan terwujudnya penulisan akhir ini, maka dengan penuh keihklasan penulis
sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak dr. Syarifuddin
Anwar, MPH dan Ibu Suzanna Hasan Basri, MHRM selaku pembimbing yang telah
memberi petunjuk, arahan, bimbingan, dan dukungan mulai dari awal penulisan
1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan do’a dan semangat dalam
3. Bapak Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM, M.Sc. HPPF, DLSHTM, Ph.D selaku
Muhammadiyah Aceh.
Muhammadiyah Aceh.
9
Akhirnya kepada Allah S.W.T kita sepantasnya berserah diri, tiada satupun
yang terjadi tanpa kehendaknya. Harapan penulis, semoga Skripsi ini bermanfaat
Fitriani
10
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL DALAM .................................................................................................. i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
LEMBARAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................ v
11
2.3.1 Hubungan Menutup dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes
Aegypti .........................................................................................................
2.3.1.1 Menutup .......................................................................................... 38
2.3.1 Hubungan Suhu dan Kelembaban dengan Keberadaan Jentik
Nyamuk Aedes Aegypti ............................................................................... 38
2.3.1.1 Suhu Lembab ................................................................................... 39
2.3.1.1 Ketersediaan Tutup Tempat Penampungan Air .............................. 40
2.4 Kerangka Teori ....................................................................................... 43
12
BAB V GAMBARAN UMUM ................................................................................ 55
5.1 Letak Geografis ......................................................................................... 55
5.2 Keadaan Demografis ................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PENELITIAN
13
DAFTAR TABEL
HALAMAN
14
DAFTAR LAMPIRAN
15
BAB I
PENDAHULUAN
(DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti yang terinfeksi virus dengue ke manusia. Virus dengue mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Penyakit DBD dapat menyerang
Fatality Rate) kasus DBD. IR merupakan frekuensi penyakit baru yang berjangkit
(Notoatmodjo, 2007).
daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia
(Kemenkes RI, 2010). WHO (2007), memperkirakan setiap tahun terdapat sekitar
rumah sakit dan diketahui bahwa DBD merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian di Asia Tenggara dengan 57% dari total kasus DBD di Asia Tenggara terjadi
di Indonesia. Sementara itu, WHO dalam Kemenkes RI (2010) juga mencatat sejak
16
tahun 1968 hingga tahun 2009 Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
menunjukkan angka insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 1968-
2009 terjadi tren yang terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang
data dalam Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, dari jumlah penduduk Indonesia
265.256.872 jiwa terjadi kasus DBD sebanyak 65.602 jiwa dan jumlah kasus
meninggal 462 dengan CFR 0,70% dan IR per 100.000 penduduk adalah 24,73.
Sementara itu, target nasional untuk IR adalah <53 per 100.000 penduduk.
kasus 1.533 jiwa dan jumlah kasus meninggal 6 kasus dengan CFR 0,39% dan IR per
100.000 penduduk adalah 29,03. Angka IR di atas masih di bawah standar nasional,
sehingga Indonesia dan Provinsi Aceh masih merupakan daerah endemis DBD. Hal
ini dikarenakan penyakit DBD di wilayah Indonesia dan Aceh sering terjadi pada
Aceh utara merupakan salah satu kabupaten endemis DBD di Provinsi Aceh.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh utara (2015), Kasus DBD terjadi
kasus. Begitu juga dengan IR DBD naik 9 % dari tahun 2013, Target Nasional
pencapaian incidence rate (IR) DBD adalah ≤ 51 per 100 ribu penduduk. Tetapi
17
tahun 2014 tidak ada kasus kematian karena DBD. Besaran kasus DBD antara jenis
kelamin Laki-laki dan perempuan hampir sama banyak, hanya selisih 3 angka saja.
Pada tahun 2016 Kasus DBD di Kabupaten Aceh Utara meningkat menjadi 108
kasus, Namun pada Tahun 2017 kasus DBD di Kabupaten Aceh Utara turun menjadi
59 kasus sampai pada Desember 2018 kasus DBD di Kabupaten Aceh Utara hanya
tinggal 43 Kasus, Dari kebanyakan kasus DBD yang terjadi di Kabupaten Aceh Utara,
paling banyak (Dinkes Aceh Utara, 2018). Pada tahun 2016 tercatat jumlah kasus
Tahun 2017, Kemudian meningkat kembali menjadi 16 kasus pada Tahun 2018
Data curah hujan yang di dapatkan dari BMKG Aceh Utara dalam rentang
waktu 2014, 2015, 2016, 2017 dan 2018 menunjukkan bahwa semakin tinggi curah
hujan Di Wilayah Kabupaten Aceh Utara maka semakin banyak kasus terjadinya
DBD pada masyarakat, seperti yang terlihat pada grafik berikut ini :
Curah Hujan
160
Curah hujan diukur dalam satuan (mm)
Januari
140
Februari
120
Maret
100
April
80
Mei
60
Juni
40
Juli
20
Agustus
0 September
2016 2017 2018
18
120 108
100
80
59
60
43
40
20
0
2016 2017 2018
KASUS DBD
Dari kedua grafik di atas dapat dilihat bahwa curah hujan yang terjadi pada
tahun 2016 mencapai 136 (mm) sehingga menyebabkan 108 kasus tarjadi di wilayah
Kabupaten Aceh Utara, pada tahun 2017 curah yang terhitung di wilayah tersebut
menurun menjadi 112 (mm) sehingga kasus DBD pun menjadi turun menjadi 59
kasus, kemudian pada tahun 2018 terpantau curah hujan kian menurun menjadi 95
(mm) sehingga dampak positif yang dapat di rasakan adalah menurunnya kasus DBD
menjadi 43 kasus, dari semua kasus DBD yang terjadi di Kabupaten Aceh Utara di
sebanyak 8 kasus.
jumlah penduduk laki laki dan perempuan mencapai 6,739 jiwa. Data yang di
peroleh dari Puskesmas Lhoksukon tercatat 4 kasus DBD pada tahun 2016, dan
19
turun menjadi 2 kasus pada tahun 2017 kemudian naik kembali pada tahun 2018
Memutus mata rantai penularan DBD adalah cara yang tepat untuk
Tahun 2005 menetapkan bahwa standar nasional untuk Angka Bebas Jentik (ABJ)
pemahaman, sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap penyakit ini akan
Jentik (ABJ) di wilayah kerja Puskesmas Lhoksukon ini sangat rendah yaitu 69%.
Puskesmas Lhoksukon ditemukan 40% rumah dengan jentik nyamuk. Hal ini
karena adanya vektor pembawa virus DBD saja, namun ada faktor lain seperti
20
tersebut yang menyebabkan keberadaan vektor tetap ada. Oleh karena itu, peneliti
ingin meneliti mengenai faktor faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dari data awal yang peneliti
Puskesmas yang lain yang ada di Kabupaten Aceh Utara, berdasarkan data Dinas
Kesehatan Kabupaten Aceh Utara Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah kerja
Puskesmas Lhoksukon ini sangat rendah yaitu 69% dibandingkan dengan pencapain
yang telah ditetapkan secara Nasional yaitu 95%, yang menyebabkan pada tahun
2018 terjadi 8 kasus DBD di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon. Desa Asan AB
adalah desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas lhoksukon dengan kasus DBD
paling tinggi pada tahun 2018 dibandingkan dengan Desa Desa lain yang ada di
Kecamatan Lhoksukon.
yang timbul di lapangan, terbatasnya waktu dan biaya maka penulis hanya bisa
membahas sesuai dengan variabel. Adapun Variabel dari penelitian ini yaitu
dan kelembaban.
21
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah:
2019.
Tahun 2019.
22
1.6 Manfaat penelitian
dasar dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pada
faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti bagi
Muhammadiyah Aceh.
pada Dinas Kesehatan dalam melakukan intervensi yang tepat untuk program
23
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
kemudian menjadi dewasa. Jentik merupakan larva dari siklus hidup nyamuk. Telur
organik yang terdapat di dalam air. Jentik nyamuk bernafas dengan sifon (Wulan,
2016).
1. Morfologi Jentik nyamuk pada umumnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 :
Jentik nyamuk bisa disebut pula dengan istilah cuk atau uget-uget (Bahasa
Jawa). Tubuh jentik nyamuk terlihat berulir dan berwarna kelabu kehitaman.
Adapun panjang tubuhnya berkisar 10-25 mm. siklus hidup jentik nyamuk sejak
menetas hingga menjadi nyamuk dewasa sekitar 5-6 hari. Terdapat beberapa jenis
jentik nyamuk, tergantung jenis nyamuk induknya, tubuh jentik nyamuk terkandung
Jentik instar I berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada dan corong
pernafasan pada siphon belum jelas, jentik instar II berukuran 2,5-3,5 mm, duri- duri
belum jelas, corong kepala mulai menghitam, jentik instar III berukuran 4-5 mm,
duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman dan
jentik instar IV berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap (Zumrotus, 2009).
nyamuk tersebut seperti Aedes dapat bertahan hidup pada media perindukan dari
air got, Sungai Gali (SGL), dan Perusahaan Air Minum (PAM), dan mati pada air
limbah sabun mandi. Jentik Aedes dapat hidup dan tumbuh normal dengan masa
stadium larva dan pupa yang wajar, hanya pada perindukan berisi air got, bahkan
tumbuh sedikit lebih cepat, sedangkan pada air SGL dan PAM hanya sedikit larva
yang bertahan hidup dan akhirnya mati setelah melalui masa jentik yang panjang
dan menjadi pupa yang tidak normal. Artinya, daya dukung air got terhadap
ketahanan hidup dan pertumbuhan jentik Aedes cukup baik, dan sebaliknya pada
Tubuh terdiri dari kepala, thorax, abdomen, sifon dan anal segmen. Duri-
duri pada ujung abdomen (Combteeth) pada ujung abdomen hanya satu baris. sifon
gemuk dan pendek, bulu-bulu sifon hanya satu pasang. Morfologi jentik nyamuk
25
Gambar 2.2 Jentik Nyamuk Aedes (Stephen,2002).
Jentik hidup di air yang stadianya terdiri atas empat instar. Jentik
mengalami empat kali menyilih (molting) sebelum menjadi pupa. Setiap kali molting
inilah yang menunjukkan tingkatan jentik yang disebut dengan instar. Keempat
seperti suhu air persediaan makanan. Pada kondisi suhu air yang rendah
makanan juga menghambat perkembangan jentik. Pada masa jentik, jentik akan
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, diatesis
26
2.1.4 Etiologi DBD
Virus dengue memiliki 4 tipe virus penyebab DBD, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Tiap virus dapat dibedakan melalui isolasi virus di laboratorium. Infeksi
oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap
infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang. Namun hanya memberikan
imunitas sementara dan parsial terhadap infeksi tipe virus lainnya, (Ginanjar, 2008).
Virus yang ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
memerlukan 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung
sampai kelenjar ludah nyamuk tersebut. Sebelum demam muncul pada penderita,
virus ini sudah terlebih dulu berada dalam darah 1-2 hari. Setelahnya penderita
Gejala klinis yang mungkin timbul pasca-infeksi virus dengue sangat beragam,
mulai dari demam tidak spesifik (sindrom infeksi demam virus), demam dengue,
demam berdarah dengue (DBD), hingga yang terberat yaitu sindrom syok dengue,
(Ginanjar, 2008).
a. Kriteria Klinis
1) Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, antara 2-7 hari, yang dapat
mencapai 40°C. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu
makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang serta rasa sakit
di daerah bola mata (retro orbita) dan wajah yang kemerah-merahan (flusing).
27
2) Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi,
perdarahan pada kulit seperti tes Rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta
4) Kegagalan sirkulasi darah yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah
dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan
b. Kriteria Laboratoris
atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratoris. Kriteria
laboratoris meliputi:
1) Derajat 1 : Badan panas selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas.
28
3) Derajat 3 : Ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti denyut nadi
4) Derajat 4 : Denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung
Menurut WHO (1998), DBD dapat menyerang semua umur walaupun sampai
sampai saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade
karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan
Pada awal epidemi, jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata antara
wanita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) menunjukkan angka kematian yang
perbedaan angka kejadian infeksi di antara kelompok etnik. Penduduk Cina banyak
29
b. Distribusi penyakit DBD menurut tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat- tempat
dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi
dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes Aegypti tidak sempurna,
penderita maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Hingga saat ini
DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 200 kota telah
melaporkan adanya kejadian luar biasa dengan IR meningkat dari 0,005 per 100.000
penduduk pada tahun 1968 menjadi 6-27 per 100.000 penduduk pada tahun 2004.
dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh wilayah di Indonesia (Depkes RI,
2003).
negara 4 musim, berlangsung pada musim panas walaupun ditemukan kasus DBD
yang sporadis pada musim dingin. Negara-negara kawasan Asia Tenggara, epidemik
DBD terutama terjadi pada musim hujan. Epidemi DBD yang berlangsung pada
musim hujan, erat kaitannya dengan kelembaban yang tinggi pada musim hujan.
Kelembaban yang tinggi merupakan lingkungan yang optimal bagi masa inkubasi
30
(dapat mempersingkat masa inkubasi) dan juga dapat meningkatkan aktivitas vektor
kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes Aegypti betina antara 3-4 cm dengan
mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-
garis putih keperakan. Di bagian dorsal (punggung) tubuhnya tampak dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari nyamuk Aedes
Sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok dan terlepas
2008).
Dalam hal ukuran nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan
nyata. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil dari pada betina dan
terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat
31
dibagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa,
(Soegijanto, 2006).
a. Stadium Telur
Telur nyamuk Aedes Aegypti berbentuk elips atau oval memanjang, berwarna
hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, tidak memiliki alat pelampung dan terpisah satu
dengan yang lain. Nyamuk Aedes Aegypti meletakkan telur pada permukaan air
bersih secara individual dan meletakkan telur- telurnya satu per satu pada
permukaan air, biasanya pada tepi air di kontainer/tempat penampungan air (TPA)
bersih dan sedikit di atas permukaan air. Setiap hari nyamuk Aedes Aegypti betina
dapat bertelur rata-rata 100 butir apabila telah menghisap darah manusia. Telur
pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan hingga 6 bulan. Telur-telur menetas
b. Stadium Larva
Larva nyamuk Aedes Aegypti mempunyai ciri khas yakni memiliki siphon
yang pendek, besar dan berwarna hitam. Tubuh larva ini langsing, bergerak sangat
lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat membentuk sudut
hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva menuju ke permukaan air dalam
waktu kira-kira setiap ½-1 menit, guna mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva
nyamuk Aedes Aegypti dapat berkembang selama 6-8 hari (Herms, 2006).
32
menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam menghisap darah
(Ginanjar, 2008).
2) Instar II : 2,5-3,8 mm
lima hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah menjadi pupa dimana
c. Stadium Pupa
kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya
sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Tahap pupa pada nyamuk Aedes
Aegypti umumnya berlangsung selama 2-4 hari. Pupa akan naik ke permukaan dan
berbaring sejajar dengan permukaan air saat nyamuk dewasa akan melengkapi
d. Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode singkat
di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan menguat
sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan
33
perbandingan jumlah 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina,
menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan
kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama
nyamuk betina makan sari buah dan tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian
kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3
bulan :
penampungan air bersih di dalam atau sekitar rumah, berupa genangan air yang
tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak mandi, tempayan, tempat
minum burung dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang dapat
Nyamuk Aedes Aegypti tidak dapat berkembangbiak pada genangan air yang
berhubungan langsung dengan tanah (Depkes RI, 2005). Pernyataan ini diperkuat
dengan penelitian Nelson (1976) dikutip Falah (2012), bahwa tempat perindukan
penelitian Chan (1971) dikutip Nisa (2007) 95% tempat perindukan Aedes Aegypti
dikelompokkan menjadi:
34
1) Tempat penampunga air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non TPA), seperti
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas
3) Tempat penampungan air alamiah, seperti: lubang pohon, lubang batu, potongan
artinya golongan nyamuk yang lebih senang mencari makan di dalam rumah
(Sumantri, 2010). Selain itu nyamuk Aedes Aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada
pagi dan sore hari, biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 (Ginanjar,
untuk memproduksi telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina
menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali. Untuk mendapatkan darah yang
cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap
darah nyamuk Aedes Aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak
Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3
hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes Aegypti hidup domestik, artinya
35
yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur dan WC adalah tempat-
tempat beristirahat yang disenangi nyamuk. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat
di baju-baju yang digantung, kelambu dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini
beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004).
Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Indikator keberhasilan PSN DBD dapat diukur
dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Jika ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan
populasi nyamuk Aedes Aegypti dapat ditekan sehingga penyakit DBD tidak terjadi
lagi. Oleh karena itu, upaya penyuluhan dan Menguras kepada masyarakat harus
PSN DBD dalam program kesehatan dikenal dengan istilah 3M. Pelaksanaan
lain-lain.
Praktek ini merupakan banyaknya jumlah pengurasan yang dilaku- kan oleh
masyarakat dalam 1 minggu. Dikatakan baik adalah jika responden menguras lebih
36
atau sama dengan 1 kali per minggu (≥ 1x minggu), dan tidak baik jika melakukan
pengurasan kurang dari 1 kali per minggu (< 1x minggu) (Rahman, 2012).
penampungan air dengan baik, yaitu dengan memberikan tutup pada tempat
(Rahman, 2012).
sampah rumah tangga ataupun barang bekas yang ada disekitar rumahnya
seperti plastik, kaleng bekas, pecahan kaca, ember bekas dan lainnya yang
nyamuk. Selain kegiatan 3M, kegiatan PSN DBD ditambah dengan tindakan plus
yaitu:
a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya
37
c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dan lain-lain, seperti
dengan tanah.
j. Menggunakan kelambu.
hubungan yang bermakna antara kebiasaan melakukan PSN DBD dengan kejadian
DBD di Kota Bandar Lampung. Individu yang tidak melakukan dan melakukan 1M
(menguras atau menutup atau mengubur saja) berisiko 2,22 kali dan 5,85 kali lebih
besar untuk menderita DBD dari pada yang melakukan PSN (2M atau 3M). Selain
hubungan yang bermakna dengan keberadaan jentik nyamuk dengan nilai p value =
0,0001.
Pengendalian secara kimiawi masih paling sering digunakan baik bagi program
secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan akan mampu
38
mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan
untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan
terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DBD adalah dari kelompok
bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda) (Sukowati,
2010).
berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang
2010).
a. Predator
Cukup banyak predator larva di alam, namun yang bisa digunakan untuk
pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya dan yang paling mudah
didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik.
Ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan biasa digunakan di
39
Indonesia adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik yang
terbukti efektif dan telah digunakan untuk pengendalian larva DBD adalah ikan
cupang. Meskipun terbukti efektif untuk pengendalian larva Aedes Aegypti, namun
berkesinambungan.
mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini
merupakan jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Beberapa spesies sudah diuji
coba dan efektif, antara lain Mesocyclops aspericornis diuji coba di Vietnam, Tahiti
dan juga di Balai Besar Penelitian Vektor dan Reservoir, Salatiga. Peran Copepoda
dalam pengendalian larva DBD masih harus diuji coba lebih rinci ditingkat
operasional.
b. Bakteri
komersial dan digunakan untuk larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva
vektor. Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu
membunuh larva adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B.
spaericus (BS). Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora harus
lingkungan dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus dilakukan
secara berulang dan sampai sekarang masih harus disediakan oleh pemerintah
40
melalui sektor kesehatan. Karena endotoksin berada di dalam spora bakteri,
bilamana spora telah berkecambah maka agent tersebut tidak efektif lagi.
5. Kepadatan Vektor
diketahui dengan melakukan surveilans nyamuk Aedes Aegypti. Kegiatan ini dapat
memperoleh distribusi, kepadatan vektor, habitat utama vektor serta faktor resiko
lainnya seperti tempat dan waktu yang berhubungan dengan transmisi virus dengue
dan level insektisida yang rentan atau resisten untuk menentukan wilayah dan
populasi larva nyamuk yaitu dengan melakukan metode survey larva atau jentik.
Metode ini paling sering digunakan dibandingkan dengan metode survei telur
a. Memeriksa keberadaan jentik nyamuk pada semua TPA atau kontainer di rumah
b. Pemeriksaan pada TPA yang berukuran besar (bak mandi, drum dan lain- lain),
jika pada pandangan pertama tidak menemukan jentik maka tunggu kira-kira ½ - 1
41
c. Pemeriksaan pada TPA berukuran kecil (vas bunga, air tampungan kulkas, tempat
minum burung dan lain-lain), airnya harus dipindahkan dahulu ke tempat lain.
d. Pemeriksaan pada tempat yang agak gelap atau airnya keruh dapat
menggunakan senter.
menyebutkan bahwa terdapat 2 metode yang digunakan pada survei jentik, yaitu:
a. Single larva, dimana dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat
b. Visual, cukup dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan
Menurut Robby Indra Wahyudi dkk (2013) cara untuk mengamati keberadaan jentik
1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang biakan
bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada
42
4. Untuk pemeriksaan jentik di tempat gelap, atau airnya keruh, biasanya di
gunakan senter.
5. Untuk meningkatkan ukuran jentik agar terlihat lebih jelas bisa menggunaka
Menurut Depkes RI (1996) alat untuk survei jentik visual adalah lampu senter,
lembar observasi dan alat tulis untuk mencatat hasil observasi. Sasaran survei
tempat biasa nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak. Nyamuk Aedes Aegypti
betina selalu meletakkan telur di dinding tempat penampungan air atau barang-
Survei yang dilaksanakan kelompok Dawis didampingi mahasiswa FKM UNDIP Tahun
bahan, ukuran, kebersihan air, keadaan tutup dan warna, penelitian ini juga
43
disertakan lembar wawancara mengenai kegiatan PSN DBD yang dilakukan oleh
penghuni yang tinggal di rumah tersebut baik Bapak/Ibu yang mewakili sebagai
kurangnya seminggu sekali dengan cara menyikat dinding penampungan air dengan
pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu, kebijakan
ini, walaupun cara ini sangat tergantung pada peran serta masyarakat (Chadijah,
2011).
Penampungan Air) sehari-hari yang paling banyak ditemukan larva yaitu bak mandi
sebanyak 19 buah dan yang paling sedikit ditemukan yaitu ban karet ada 2 buah.
Hal ini disebabkan karena pada waktu dilakukan pengamatan sebagian pada tempat
penampungan air tersebut ditemukan bak mandi yang berlumut, kotor, dan airnya
agak keruh. Hal ini sejalan dengan penelitian Ni Nyoman, yang memperlihatkan
bahwa jenis TPA (Tempat Penampungan Air) sehari-hari yang paling banyak
ditemukan larva adalah bak mandi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
pengurasan yang tidak tepat, waktu pengurasan yang lebih dari satu minggu dan
44
kondisi lingkungan ruang maupun air yang mendukung perkembangbiakan nyamuk
(Ninyoman, 2008).
Selain itu, bahan dari semen mudah berlumut, permukaannya kasar dan
mudah ditumbuhi lumut, dan mempunyai refleksi cahaya yang rendah. Refleksi
cahaya yang rendah dan permukaan dinding yang berpori mengakibatkan suhu
dalam air menjadi rendah, sehingga jenis bahan TPA (Tempat Penampungan Air)
yang demikian akan disukai oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai tempat
penelitian ini untuk rumah yang melakukan pengurasan dengan densitas larva tinggi
dengan densitas larva tinggi ada 16 rumah. Hal ini didapatkan dari jumlah kontainer
yang terdapat larva dibagi dengan jumlah kontainer yang telah diperiksa. Oleh
tempat penampungan air akan semakin banyak tempat perindukan dan akan
semakin padat populasi nyamuk Aedes Aegypti, maka semakin tinggi pula risiko
terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus
penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhinya mengakibatkan terjadinya KLB
45
2.3.6 Kebersihan Lingkungan Menurut Agama Islam
dan kesejahteraanhidup lahir bathin, baik di dunia sekarang ini maupun di akhirat
nanti. Agama Islam memberi petunjuk kepada umat manusia dalam upaya
kesehatan adalah suatu upaya yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan
manusia. Hasil usaha pemeliharaan kesehatan, tidak hanya terbatas pada terjadinya
keadaan sehat, akan tetapi mempunyai dampak jauh lebih luas pada peningkatan
makna hidup dan kehidupan itu sendiri baik perorangan maupun masyarakat, baik
kebajikan dari setiap amal kebajikan yang didasari iman dikategorikan amal shaleh
yang akan mendapat balasan berupa kehidupan yang lebih baik (Majelis Ulama
Indonesia, 2015).
bersih, kebersihan dan kesehatan lingkungan para ulama memegang peranan yang
amat penting. Ulama selaku pewaris para Nabi mempunyai tanggung jawab untuk
menuntun dan membimbing umat, amar ma’ruf nahi munkar, yang salah satunya
46
kualitas umat di bidang kesehatan. Memelihara air bersih dan kesehatan lingkungan
merupakan aspek amar ma’ruf. Mencegah pencemaran air serta merusak kesehatan
lingkungan merupakan aspek nahi munkar. Firman Allah SWT yang artinya :
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
tabligh, khutbah jum’at, ceramah agama, majelis taklim dan pada setiap
air bersih, sanitasi dan kesehatan yang dimulai dari dirinya sendiri, rumah
mempunyai dampak jauh lebih luas pada peningkatan makna hidup dan
Untuk dapat terlaksananya semua ini, perlu ada kerjasama yang baik antara
ulama dan ormas-ormas Islam dengan umara serta lembaga-lembaga lain yang
47
Pekerjaan Umum dan Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan (Majelis Ulama
Indonesia, 2015).
Berikut ini adalah gejala klinis DBD menurut Hospital Care for Children (2018) yaitu :
Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
5. Pembesaran hati
6. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien
tampak gelisah.
yaitu PSN dan 4M Plus. Dalam penanganan DBD ini peran serta masyarakat untuk
Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 4M Plus perlu terus dilakukan secara
48
Program PSN , yaitu: 1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering
dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat
penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain 2) Menutup, yaitu
air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang
bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular
Demam Berdarah, 4). Memantau wadah penampungan air dan bak sampah (Dinkes
Aceh, 2019).
menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. Setiap rumah juga dihimbau untuk
punya satu orang pemantau jentik (jumantik) sampah (Dinkes Aceh, 2019).
Periksa wadah atau tanaman yang bisa menampung air (vas bunga, tempat
saluran dan talang air yang tidak lancar. Jangan menggantung pakaian bekas pakai,
memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa pada ventilasi rumah,
menanam tanaman pengusir nyamuk (selasih, serai, lavender, dan geranium), serta
49
PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba,
kejadian luar biasa (KLB) terutama pada saat musim penghujan sampah (Dinkes
Aceh, 2019).
2.3.9 Observasi
Berikut ini beberapa peralatan yang di gunakan peneliti untuk proses observasi
jentik antaranya :
dampak yang signifikan untuk mengurangi keberadaan larva dan pupa nyamuk
50
kontainer/penampungan berhubungan dengan keberadaan vektor DBD. Dengan
adanya tutup berarti tempat hidup bagi nyamuk Aedes Aegypti tidak tersedia.
terdapat hubungan antara ketersediaan tutup pada TPA (p=0,009) dengan kejadian
penampungan air tidak berhubungan dengan densitas larva Aedes Aegypti. Tidak
adanya hubungan antara praktik menutup TPA (Tempat Penampungan Air) dengan
densitas larva Aedes Aegypti, disebabkan karena sebagian besar rumah tergolong
buruk dalam pelaksanaan praktik menutup TPA (Tempat Penampungan Air). Hasil
seperti bak mandi dan sebagian ember. Faktor lain yang mungkin berpengaruh
adalah sifat nyamuk Aedes Aegypti yang lebih menyukai TPA (Tempat
Penampungan Air) yang tertutup tetapi dalam keadaan longgar daripada TPA
(Tempat Penampungan Air) yang tidak tertutup sama sekali. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nurjannah menyatakan bahwa praktik menutup TPA
kejadian DBD (Nurjannah, 2013). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ahmad Riyadi yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
tindakan PSN DBD (p = 0,000) dengan densitas larva Aedes Aegypti (Riyadi, 2012).
TPA/tempat penampungan air, tutup TPA dan frekuensi pembersihan TPA. Selain itu
51
3M (menutup, mengubur dan menguras) dengan keberadaan jentik Aedes Aegypti
Kepolorejo, Magetan.
menguras bak mandi bisa terjadi karena bak memiliki volume yang cukup besar.
nyamuk bertahan hidup dalam waktu beberapa bulan (Depkes RI, 2005).
tumbuh pada dinding tempat penampungan air merupakan sumber makanan bagi
jentik. Kegiatan menguras juga dapat mengurangi asupan makanan bagi jentik
(Hadi, 2006).
sebagai asupan makanan jentik (Hadi, 2006). Responden tidak mengubur barang
secara tepat (masih terdapat lubang pada tanah) sehingga dapat menampung air
52
Penelitian Dewi, dkk (2013) didapatkan bahwa ada hubungan antara
biaknya larva Aedes Aegypti. Karena dalam siklus hidup nyamuk diketahui bahwa
larva Aedes Aegypti dapat berkembang biak selama 6-8 hari (Sulina, 2012). Oleh
Aegypti yang otomatis membuka peluang terhadap kejadian DBD. Ban mobil bekas
Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat menampung air merupakan
banyak barang bekas yang dapat menampung air, maka semakin banyak pula
tempat bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga makin
yang tidak mengubur barang bekas dikarenakan mereka masih menyimpan barang
kembali dan tidak ada lahan kosong untuk mengubur maupun membakarnya. Jika
Aegypti karena barang bekas tersebut dapat menjadi wadah tergenangnya air.
53
Sebagaimana nyamuk Aedes Aegypti sangat me- nyukai keadaan air yang bersih dan
tidak bersentu- han langsung dengan tanah. Hasil penelitian ini se- jalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wati (2009) menunjukkan terdapat hubungan antara
pada perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes dan lainnya. Hampir
sama dengan pernyataan Achmadi (2011), bahwa suhu lingkungan dan kelembaban
meletakkan telurnya pada kelembaban sekitar 40% sampai 70%. Toleransi terhadap
suhu tergantung pada spesies nyamuk, suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk
Aedes Aegypti berkisar antara 18°C sampai 30°C dan pertumbuhan akan terhenti
pada suhu kurang dari 10°C atau di atas 40°C (KEPMENKES RI, 1999).
bermakna antara suhu udara dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di
nyamuk penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara. Penelitian Ririh (2005)
54
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kelembaban udara
hari menunjukkan bahwa kelembaban yang optimal bagi keberadaan jentik nyamuk
Aedes Aegypti yaitu ditemukan pada 18 hari (60%) sedangkan kelembaban yang
tidak optimal bagi keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti ditemukan pada 12 hari
(40%). Selanjutnya dari hasil analisis linear anova antara kelembaban dengan
keberadaan jentik Aedes Aegypti diperoleh nilai r=0,609, dengan kata lain hasil
(37,1%) atinya persamaan garis regresi yang diperoleh dapat menerangkan variasi
kelembaban.
Hasil uji statistik didapatkan p- value = 0,000 < alpha (0,05). Maka Ho ditolak,
dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan
Kurtubi Kelembaban udara adalah banyak sedikit-nya uap air di udara. Uap air
diudara berasal dari penguapan di permukaan bumi, air laut, dan air pada tumbuh-
55
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ririh (2005) menunjukkan
ibadah, keberadaan pot tanaman hias, saluran air hujan, mobilitas penduduk,
Denpasar Selatan.
berkisar 40% - 70% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi
dan ketahanan hidup embrio. Kelembaban optimal vektor adalah 70% -80%
(Yudhastuti, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian Ika dan Zainal yang
Aedes Aegypti dengan nilai p-value = 0,000. Dari hasil tersebut dapat dikatakan
bahwa kelembaban yang optimal untuk menjamin keberadaan larva dalam sebuah
2013). Penelitian Asrinti, dkk juga menyatakan bahwa ada hubungan kelembaban
dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti dengan nilai p- value = 0,0145.
56
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk selalu melakukan upaya pencegahan
Achmady (2011)
1. Pengetahuan
2. Praktek menguras tempat
penampungan air
WHO (2009)
Nugrahaningsih (2010)
57
58
BAB III
KERANGKA KONSEP
Berdasarkan kerangka teori yang telah disebutkan, terdapat banyak faktor yang
berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Peneliti hanya ingin
dependen.
tempat penampungan air mengubur barang barang bekas. Hubungan antar variabel
Kelembaban
kelembaban.
NO Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel Dependen (Terikat)
1 Keberadaan Larva nyamuk Obser Cek 1. Ada Jentik Ordinal
larva Aedes Aedes Aegypti vasi List 2. Tidak ada Jentik
Aegypti yang ditemukan menggun
dari hasil survei akan kaca
jentik secara visual pembesar
di tempat senter
penampungan air dan
yang dapat cawan
menjadi tempat porsele
perkembang untuk
biakan nyamuk menampu
Aedes Aegypti baik ng
di dalam maupun jentik
di
luar rumah
responden.
Variabel Independen (Bebas)
2 Menutup Perilaku responden Obser Cek 1.Ada Menutup Ordinal
yang menjaga vasi List
2.Tidak Ada Menutup
tempat
penampungan air
dengan baik yaitu
dengan memberikan
tutup pada tempat
penampungan air
sehingga nyamuk
tidak dapat
berkembangbiak
didalamnya
59
Pengurasan yang cara 2. Tidak Dilakukan
dilakukan oleh
responden dalam 1
minggu
4 Mengubur Mengubur barang- Wawan Kuisioner 1. Ada Mengubur Ordinal
barang bekas di cara 2. Tidak Ada
rumah maupun Mengubur
disekitarnya dapat
menjadi tempat
perkembang biakan
jentik nyamuk Aedes
Aegypti.
5 Suhu Suhu dirumah Obser Cek 1. Memenuhi Syarat Ordinal
responden pada saat Vasi List 2. Tidak Memenuhi
penelitian ini Menggun Syarat
dilakukan akan alat
yaitu
Hygro
meter
7 Kelembaban Kelembaban di Obser Cek 1. Memenuhi Syarat Ordinal
rumah responden Vasi List 2. Tidak Memenuhi
saat penelitian ini Menggun Syarat
dilakukan akan alat
yaitu
Hygro
meter
pembesar, senter LED merk Joyko FL-85 dan cawan porsele untuk
menampung jentik.
3.4.2 Menutup
60
3.4.3 Menguras
3.4.4 Mengubur
61
4. Ha : Ada hubungan antara suhu dengan keberadaan jentik nyamuk
62
63
BAB IV
METODE PENELITIAN
satu waktu yang bertujuan untuk melihat hubungan variabel independen (menutup,
4.2.1 Populasi
Populasi menurut Sugiyono (2013) adalah objek atau subjek yang memiliki
(2008) populasi yaitu objek atau subjek yang berada dalam suatu wilayah dan
populasi dalam penelitian ini 1138 masyarakat dengan 231 Kepala Keluarga terdiri
dari laki laki dan perempuan yang berdomisili sebagai masyarakat Desa Asan AB.
4.2.3 Sampel
sampel adalah bagian dari populasi yang diambil dari sumber data serta memiliki
tingkat kesalahan 10%, yang akan di uraikan sebagai berikut (Notoatmojo, 2007).
( )
Dimana
Dengan demikian
( )
( )
( )
Sampel ini juga meliputi jenis kelamin masyarakat laki-laki dan perempuan dengan
ambil secara acak dan setiap masyarakat berkesempatan untuk menjadi sampel
64
jentik nyamuk Aedes Aegypti, menutup tutup tempat penampungan air, menguras
tutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas, suhu dan kelembaban.
Data sekunder yaitu data yang peroleh dari kementrian kesehatan Republik
indonesia Tentang DBD, dinas kesehatan Provinsi Aceh tentang DBD, profil
kesehatan Aceh Utara tentang DBD dan catatan Puskesmas Lhoksukon tentang
pengambilan sampel yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi
sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang
65
4.6 Instrumen Penelitian
data. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan Observasi.
1). Peneliti meminta izin kepada kepala Puskesmas Lhoksukon kabupaten Aceh
Utara.
2). Responden yang dipilih adalah masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas
dengan kuisioner.
5). Setelah data terkumpul, peneliti melapor kepada kepala Puskesmas Lhoksukon
66
4.8 Pengolahan Data
4.8.1 Editing
dan kelengkapan pengisian yang dilakukan oleh peneliti sehingga tidak terjadi
4.8.2 Coding
Yaitu peneliti memberikan kode berupa angka yang telah disiapkan guna
dalam penelitian ini adalah kode responden yang diawali dengan 01 untuk
responden pertama sampai 69 untuk responden terakhir dan kode yang diberikan
4.8.3 Tabulating
katagori yang telah di buat untuk tiap-tiap sub variabel yang diukur dan selanjutnya
67
dependen yang bertujuan untuk melihat besarnya masalah. Untuk analisa ini semua
hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui uji statistik Chi-square (x2).
diinterprestasi jika p-value < (α=0,05) maka Ho diterima. Jika Ho diterima maka
Ketentuan yang digunakan dalam uji Chi-Square adalah sel yang mempunyai nilai
expected kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat Chi-Square tidak
2. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 adalah uji kolmograv-Smirnov.
3. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 dan 2x2 adalah dengan melakukan
(statistical product and service solutions) versi 24,0 kemudian disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang serta menggunakan narasi
untuk penjelasan dengan jumlah tabel 9 terbagi menjadi dua yaitu tabel Bivariat
68
69
BAB V
GAMBARAN UMUM
24.300 km2 sedangkan luas wilayah kerja UPTD Puskesmas Lhoksukon 13.037 Km2
Kemukiman. Luas UPTD Puskesmas Lhoksukon ± 9.999 m². Sedangkan wilayah kerja
UPTD Puskesmas Lhoksukon terdiri dari 42 desa dan 142 dusun.Aktifitas penduduk
lain-lain.
jiwa terdiri dari 17.099(49%) laki-laki dan 17.297 (51%) perempuan dengan jumlah
dan terjangkau
2. Penyuluhan praktek 3M
70
71
BAB VI
Kabupaten Aceh Utara yang dimulai dari tanggal 16 Desember sampai dengan 26
Desember Tahun 2019 dengan jumlah sampel sebanyak 69 responden di Desa Asan
berikut:
Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dapat
TABEL 6.1
DISTRIBUSI FREKUENSI KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTI DI DESA
ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019
No Keberadaan Jentik Nyamuk N %
1 Ada Jentik 58 84,1
2 Tidak Ada Jentik 11 15,9
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)
Berdasarkan tabel 6.1 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang di
rumahnya terdapat jentik nyamuk lebih tinggi 84,1% bila dibandingkan dengan
6.1.1.2 Menutup
TABEL 6.2
DISTRIBUSI FREKUENSI MENUTUP TEMPAT PENEMPUNGAN AIR DI DESA ASAN AB
KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019
No Menutup N %
1 Ada Menutup 7 10,1
2 Tidak Ada Menutup 62 89,9
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)
tidak menutup tempat penampungan air lebih tinggi 89,9% bila dibandingkan
dengan proporsi responden yang menutup tempat penampungan air hanya 10,1%.
6.1.1.3 Menguras
72
TABEL 6.3
DISTRIBUSI FREKUENSI MENGURAS TEMPAT PENEMPUNGAN AIR DI DESA ASAN
AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019
No Menguras N %
1 Dilakukan 23 33,3
2 Tidak Dilakukan 46 66,7
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)
tidak melakukan pengurasan tempat penampungan air lebih tinggi 66,7% bila
bekas di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dapat dilihat
TABEL 6.4
DISTRIBUSI FREKUENSI MENGUBUR BARANG BEKAS DI DESA ASAN AB
KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019
No Mengubur N %
1 Ada Mengubur 25 36,2
2 Tidak Ada Mengubur 44 63,8
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)
tidak ada mengubur barang bekas lebih tinggi 63,8% bila dibandingkan dengan
73
6.1.1.5 Suhu
Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dapat dilihat pada tabel 6.5
di bawah ini :
TABEL 6.5
DISTRIBUSI FREKUENSI SUHU DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON
KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019
No Suhu N %
1 Memenuhi Syarat (18°C-30°C) 33 47,8
2 Tidak Memenuhi Syarat (<18°C dan > 30°C) 36 52,2
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)
Berdasarkan tabel 6.5 di atas menunjukkan bahwa proporsi suhu yang tidak
memenuhi syarat di Desa Asan AB lebih tinggi 52,2% bila dibandingkan dengan
6.1.1.6 Kelembaban
TABEL 6.6
DISTRIBUSI FREKUENSI KELEMBABAN DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON
KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019
No Kelembaban N %
1 Memenuhi Syarat (40% - 70%) 17 24,6
2 Tidak Memenuhi Syarat (< 40% dan > 70%) 52 75,4
Jumlah 69 100
74
Berdasarkan tabel 6.6 di atas menunjukkan bahwa proporsi kelembaba di
Desa Asan Ab yang tidak memenuhi syarat menjawab lebih tinggi 75,4% bila
statistik dengan menggunakan uji Chi-Square (X2). Variabel yang diuji adalah
jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat
TABEL 6.7
TABULASI SILANG HUBUNGAN MENUTUP TEMPAT PENAMPUNGAN AIR DENGAN
KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019
Dari tabel 6.8 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik
nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 88,7% pada kelompok responden yang
75
tidak ada menutup tempat penampungan air. Dibandingkan dengan kelompok
responden yang ada menutup tempat penempungan air hanya 42,9%. Sebaliknya
proporsi responden yang tidak ada jentik dengan ada menutup sebesar 57,1% lebih
tinggi apabila dibandingkan dengan proporsi responden yang tidak menutup hanya
11,3%. Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,002, berarti hipotesis
nol (Ho) ditolak mengindikasikan ada hubungan yang bermakna antara menutup
jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat
TABEL 6.8
TABULASI SILANG HUBUNGAN MENGURAS TEMPAT PENAMPUNGAN AIR DENGAN
KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019
Dari tabel 6.9 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik
nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 93,5% pada kelompok responden yang
76
responden yang ada menguras tempat penempungan air hanya 65,2%. Sebaliknya
proporsi responden yang tidak ada jentik pada kelompok menguras sebesar 34,8%
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan proporsi responden yang tidak menguras
hanya 6,5%. Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,003, berarti
hipotesis nol (Ho) ditolak mengindikasikan ada hubungan yang bermakna antara
Aegypti.
Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat pada tabel 6.10
di bawah ini :
TABEL 6.9
TABULASI SILANG HUBUNGAN MENGUBUR BARANG BEKAS DENGAN
KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019
Dari tabel 6.10 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik
nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 93,2% pada kelompok responden yang
tidak ada mengubur barang bekas. Dibandingkan dengan kelompok responden yang
77
ada mengubur barang bekas hanya 68,0%. Sebaliknya proporsi responden yang
tidak ada jentik dengan ada mengubur sebesar 32,0% lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan proporsi responden yang tidak ada mengubur hanya 6,8%.
Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,006, berarti hipotesis nol
6.1.2.4 Hubungan Suhu dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa
Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat pada tabel 6.11 di bawah ini :
TABEL 6.10
TABULASI SILANG HUBUNGAN SUHU DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK
Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA TAHUN 2019
Dari tabel 6.11 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik
nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 90,9% pada kelompok responden yang
78
responden yang tidak ada jentik pada kelompok suhu memenuhi syarat hanya 9,1%
lebih rendah apabila dibandingkan dengan proporsi kelompok responden suhu yang
tidak memenuhi syarat sebesar 22,2%. Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh nilai
p value 0,137, berarti hipotesis nol (Ho) diterima mengindikasikan tidak ada
hubungan yang bermakna antara suhu rumah responden dengan Keberadaan Jentik
Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat pada tabel 6.12 di
bawah ini :
TABEL 6.11
TABULASI SILANG HUBUNGAN KELEMBABAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK
NYAMUK Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN
ACEH UTARA TAHUN 2019
Dari tabel 6.12 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik
nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 92,3% pada kelompok responden yang
79
proporsi responden yang tidak ada jentik dengan kelembaban memenuhi syarat
sebesar 41,2% lebih tinggi apabila dibandingkan dengan proporsi responden suhu
yang tidak memenuhi syarat hanya 7,7%. Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh
nilai p value 0,001, berarti hipotesis nol (Ho) ditolak mengindikasikan ada hubungan
6.2 PEMBAHASAN
hasil yang diperoleh. Penjabaran dari pembahasan sesuai dengan tujuan dari
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
penampungan air dan ditemukan larva Aedes Aegypti dirumahnya adalah sebesar 6
80
menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes Aegypti di
sebesar 0,130. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mahardika (2009) yang
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
Jentik Nyamuk Aedes Aegypti disebabkan oleh semakin banyak responden yang
Jentik Nyamuk Aedes Aegypti, sebaliknya semakin banyak responden yang tidak
Aegypti.
81
frekuensi <1 x seminggu dan ditemukan larva Aedes Aegypti di rumahnya sebanyak
(42,2%).
Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh nilai p-value sebesar 0,013 (p-
value < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara praktek menguras tempat penampungan air sebanyak <1 x
seminggu dengan adanya keberadaan larva Aedes Aegypti pada rumah responden
di Kelurahan Sawah Lama. Dari hasil uji statistik juga diperoleh nilai OR (odd ratio)
penampungan air sebanyak <1 x seminggu memiliki peluang 3,421 kali untuk
<1 x seminggu.
sebesar 0,003. Selain itu, penelitian Adam (2008), menunjukkan ada hubungan yang
82
Penelitian Falah (2010) juga menunjukkan ada hubungan secara statistik
value sebesar 0,015. Penelitian Mahardika (2009) juga menunjukkan ada hubungan
yang bermakna secara statistik antara praktek menguras tempat penampungan air
menyikat dindingnya dan mengganti airnya seminggu sekali (Dinkes Jawa Tengah,
2006).
sekali. Praktek ini pun harus dilakukan dengan cara yang benar yaitu dengan cara
83
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
oleh responden yang ada adalah sebesar 42,2%, sedangkan responden yang tidak
ada menguras sebesar 57,8% dengan hasil yang diperoleh p value 0,003. Penelitian
ini juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017), yang menyatakan
bahwa responden yang tidak ada Menguras sebesar 57,5% sedangkan responden
yang ada Menguras sebesar 42,5% dengan hasil yang diperoleh p value 0,001.
Aedes Aegypti
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
mengubur barang bekas dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa
penampungan air juga merupakan salah satu dari praktek Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN). Dalam penelitian ini praktek mengubur barang-barang bekas yang
dapat menjadi tempat penampungan air diukur dengan frekuensi dalam satu
minggu yang dilakukan oleh responden. Keadaan yang dikatakan baik adalah jika
menjadi tempat penampungan air lebih dari satu kali dalam seminggu.
menjadi tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu dan ditemukan larva
84
Sedangkan responden yang melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas
(37%).
value) sebesar 0,032, artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna
keberadaan larva Aedes Aegypti. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR (Odd Ratio)
bekas yang dapat menjadi tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu
memiliki peluang 3,042 kali untuk ditemukannya larva Aedes Aegypti di rumahnya.
Falah (2010) juga menunjukkan ada hubungan secara statistik antara praktek
sebesar 0,0001.
Depkes RI (1995), menyatakan bahwa salah satu cara untuk mencegah dan
85
bekas dan sampah-sampah lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak
penampungan air paling sedikit seminggu sekali. Praktek ini dapat dilakukan dengan
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Kautsar (2013), yang menyatakan bahwa adanya hubungan mengubur barang bekas
dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti, responden yang tidak mengubur
barang bekas sebesar 61,6%, sedangkan responden yang mengubur barang bekas
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara suhu dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB
Jentik Nyamuk Aedes Aegypti karena persentase responden dengan suhu rumah
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Sri (2017), Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti pada suhu rumah yang
86
memenuhi syarat adalah sebesar 55,6%, sedangkan Keberadaan Jentik Nyamuk
Aedes Aegypti pada suhu rumah responden yang tidak memenuhi syarat hanya
44,4% dengan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara Pendidikan dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti dengan hasil yang diperoleh p value
0,092. Dan penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Sugma (2015), dengan hasil
uji statistik diperoleh nilai P value 0,203. Dari pernyataan tersebut disimpulkan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
Aedes Aegypti karena ketika situasi lembab di rumah responden akan menunjukkan
persentase Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti lebih tinggi dibandingkan saat
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Aegypti pada situasi rumah responden yang lembab adalah sebesar 51,1%,
rumah responden yang tidak lembab hanya 48,9% dengan hasil uji statistik
Jentik Nyamuk Aedes Aegypti dengan hasil yang diperoleh p value 0,002. Hal ini
87
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Amanda (2012) yang menyatakan bahwa
kelembaban merupakan salah satu faktor yang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti dengan nilai p value 0,0001.
88
BAB VII
7.1 Kesimpulan
Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 dengan nilai p Value = 0,002.
Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 dengan nilai p Value = 0,003.
89
3. Ada hubungan antara mengubur barang barang bekas dengan Keberadaan
Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 dengan nilai p Value = 0,006. Artinya
Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 dengan nilai p Value = 0,001. Artinya
Tahun 2019.
90
7.2. Saran
Aedes Aegypti.
91
DAFTAR PUSTAKA
Arifin B., Penggunaan Abu Batu Bara PLTU Mpanau Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah
Lempung. Jurnal Smartek. 7(4): 219-228.2012.
Ayubi D, Hasan A., Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kejadian
Demam Berdarah Dengue di Kota Bandar, Lampung. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 2007;2(2) Oktober.
Barrera, Roberto., Manuel A., & Andrew J.M., Population Dynamics of Aedes aegypti
and Dengue as Influenced by Weather and Human Behavior in San Juan,
Puerto Rico. Plos Neglected Tropical Diseases, 5 (12): 1-9.2011.
Benthem, BHB van., Khantikul, N., Panart, K., et al. 2002. Knowledge and Use of
Prevention Measure Related to Dengue in Northern Thailand. Tropical
Medicine and International Health, 7 (11): 993-1000.
Brunkard, J.M., Lopez, J.L.R., Ramirez, J. et al. 2007. Dengue Fever Seroprevalence
And Risk Factors, Texas-Mexico Border, 2004. Emerging Infectious Diseases,
13 (10): 1477-1483.
Chan, YC.BC dan K.L. Chan. 1971. Aedes Aegypti and Aedes Albopictus (Skuse) in
Singapore City, Larva Habitat. Bulletin WHO 44. Culicidae) Larva Habitats In
An Urban Area Of Costa Rica With A History Of Mosquito Control. J Vector
Ecology; 33(1), 76-88.
92
Depkes RI., Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta.2003.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2006. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2006. Semarang: Dinkes Jateng.
Fathi., Keman, S., & Wahyuni, C.U. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku
terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 2 (1): 1-10.
Ginanjar, Genis. 2008. Apa Yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam
Berdarah. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.
Hairi, F., Ong, CH., Suhaimai, a. et al. 2003. A Knowledge, Attitude and Practice
(KAP) Study on Dengue Among Selected Rural Communities in The Kuala
Kangsar District. Asia Pasific Journal Public Health, 15 (1): 37-43.
Herms, W., 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States of
America. Jakarta.Jakarta: UIN Jakarta. Keberadaan Vektor Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan.
Ecotrophic. 3 (1) : 1 - 6
93
Keraf, A. S. Dan Dua M. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis.
Medronho, R.A., Macrini, L., Novellino, D.M. et al. 2009. Aedes aegypti Immatures
Forms Distribution According to Type of Breeding Site. The American
Society of Tropical Medicine and Hygiene, 80: 401-404.
Nelson, M.J. et al., 1972. Seasonal Abudance of Adult and Immature Aedes Aegypti
in Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 4 (1).
Nisa, Hoirun. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta Nugrahaningsih, M., Putra, N.A., Aryanta, I.W.R.
2010. Hubungan Faktor
Nurjanah. Hubungan Praktik PSN dan Akses Air Bersih dengan Kejadian DBD pada
Siswa SD di Kecamatan Palu Selatan [Skripsi]. Makassar: Universitas
Hasanuddin; 2013.
Rahman., Deni Abdul. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dan Praktik 3m
Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Blora Kabupaten Blora. Unnes Journal Of Public Health 2 (1).
Respati, Yunita Ken dan Soedjajadi Keman. (2007). Perilaku 3M, Abatisasi dan
Keberadaan Jentik Aedes Hubungannya dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3 (2): 107-118.
Ririh, Y., dan Anny, V. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer dan Perilaku
Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah
Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan
I (2) : 170 -182.
94
Kecamatan Rappocini Kota Makassar [Skripsi]. Makassar: Universitas
Hasanuddin; 2012.
Santoso & Anif, B. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Prilaku (PSP)
Masyarakat terhadap vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera
Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan, 7 (2): 732-739.
Soegijanto. S., 2003. Demam Bedarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2003. Airlangga University Press, Surabaya.
Sukowati, Supratman. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Pengendaliannya di Indonesia. Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan.
Kementrian Kesehatan.
Sumantri., Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta. Kencana
Susanna, D dan Terang U.J.S. 2011. Entomologi Kesehatan. Jakarta: UI
Press Suyasa. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat.
WHO. 2010. South East Region Dengue. WHO. 2012. Case Dengue Fever.
Yogyakarta: Kanisius
Yotopranoto, S., Sri Subekti, Rosmanida, Sulaiman., Dinamika Populasi Vektor Pada
Lokasi Dengan K Asus Demam Berdarah Dengue Yang Tinggi Di Kotamadya
Surabaya. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia.1998.
95
INFORMASI KEPADA RESPONDEN
Saya Fitriani, atas nama peneliti; mahasiswa tingkat akhir pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh bermaksud mengadakan
penelitian mengenai faktor faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik
nyamuk aedes aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh
Utara Tahun 2019.
Dengan penelitian ini diharapkan akan diketahui faktor faktor yang
berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti di wilayah kerja
Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019. Hasil dari penelitian
diharapkan dapat dijadikan dasar informasi tentang keberadaan Jentik nyamuk
aedes aegypti pada di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2019.
Keikutsertaan Bpk/Ibu/Sdr (i) dalam penelitian ini adalah secara sukarela
dan menguntungkan semua pihak baik responden, peneliti, pelayan kesehatan dan
masyarakat luas. Setelah anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan
menandatangani pernyataan persetujuan responden, maka anda akan
diwawancarai oleh saya sebagai peneliti.
Semua data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dirahasiakan oleh
tim peneliti dan tidak terbuka bagi masyarakat atau pihak lain tanpa persetujuan
peneliti. Laporan yang akan dihasilkan dari penelitian ini tidak akan mencantumkan
identitas responden yang bersangkutan.
Demikian informasi kami sampaikan, terima kasih atas kehadiran anda
menjadi responden.
96
TABEL SKOR
Keberadan Jentik 1 0 1
Nyamuk Aedes 2 0 1 1. Ada Jentik Apabila
Aegypti 3 0 1 skor = 1
4 0 1 2. Tidak Ada Jentik
Apabila skor < 1
1 0 1 1. Ada Menutup
Menutup 2 0 1 Apabila skor = 2
2. Tidak Ada Menutup
Apabila Skor < 2
1 0 1
2 0 1 1. Dilakukan apabila
Menguras 3 0 1 skor > 2,5 (median)
4 0 1 2. Tidak Dilakukan
apabila skor < 2,5
(median)
1. Ada Mengubur
Mengubur 1 0 1 apabila skor = 1
2. Tidak Ada
Mengubur apabila
skor < 1
1 0 1 1. Memenuhi Syarat
Suhu apabila 18°C - 30° C
2. Tidak Memenuhi
Syarat apabila < 18°C
dan > 30° C
1. Memenuhi Syarat
Kelembaban 1 0 1 40% - 70 %
2. Tidak Memenuhi
Syarat < 40% dan > 70
%
97
KUESIONER PENELITIAN
1. Data Demografi
No. Responden : ..............
Inisial Responden : ..............
Umur : ..............
Jenis Kelamin : ..............
Pendidikan Terakhir : ..............
A. Keberadaan Jentik Nyamuk (Diisi Peneliti)
1 Bak Mandi
2 Drum
4 Penampungan Dispenser
2 Ember
98
C. Menguras
D. Mengubur
No Cek List %
1 Kelembaban Ruangan
99
Semua foto yang di tampilkan dalam skripsi ini sudah mendapatkan persetujuan
dari responden yang bersangkutan.
100
4. Wawancara dengan responden
101
7. Suhu dan Kelembaban Rumah Responden
102
10. Penampungan Air responden yang tidak ada penutup
103
13. Barang Bekas disekitar rumah responden
104