Anda di halaman 1dari 104

1

SKRIPSI

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK


Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA
TAHUN 2019

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Aceh

FITRIANI

NPM : 1607110053

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
2020
SKRIPSI

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK


Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA
TAHUN 2019

FITRIANI

NPM : 1607110053

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
2020

2
Universitas Muhamadiyah Aceh
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan
Skripsi, Januari 2020
ABSTRAK

NAMA : FITRIANI
NPM : 1607110053

“Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di


Desa Asan Ab Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019”

xv + 76 halaman + 13 tabel + 3 gambar + 7 lampiran

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara Angka Bebas


Jentik (ABJ) di wilayah kerja Puskesmas Lhoksukon ini sangat rendah yaitu 69%.
Maka kondisi kesehatan mereka dapat terancam sewaktu waktu, Salah satu cara
mencegahnya adalah dengan memutus siklus kehidupan nyamuk, khususnya pada
stadium larva/jentik. Tujuan penelitian adalah untuk menggetahui Faktor faktor
yang berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti pada
masyarakat di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Selatan tahun
2019.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional,
populasi pada penelitian ini adalah 231 Kepala Keluarga yang tersebar di Desa Asan
AB Kecamatan Lhoksukon. Dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
Random Sampling. Sampel diambil secara acak (julo-julo), tanpa memperhatikan
tingkatan yang ada dalam populasi baik laki-laki maupun perempuan. Yang
dilaksanakan pada 16 Desember sampai dengan 26 Desember 2019. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan cek list dan kuesioner, selanjutnya dilakukan
uji statistik dengan uji chi-square, data di analisis dengan menggunakan SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 84,1% dirumah responden terdapat
keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti, 89,9% responden tidak menutup tempat
penampungan air, 66,7% responden tidak menguras tempat penampungan air,
63,8% responden tidak mengubur barang bekas, 52,2% suhu rumah responden
tidak memenuhi syarat dan 75,4% kelembaban rumah responden tidak memenuhi
syarat. Dari hasil statistik dapat di simpulkan ada hubungan antara menutup (p-
value 0,002),menguras (p-value 0,003),mengubur (p-value 0,006) dan kelembaban
(p-value 0,001) kecuali variabel suhu tidak ada hubungan (p-value 0,137).
Saran diharapkan Kepada tenaga kesehatan agar lebih sering melakukan
penyuluhan bagi setiap keluarga agar dapat mengurangi keberadaan jentik nyamuk
Aedes Aegypti di dalam ataupun sekitar rumah.
Kata Kunci : Jentik Nyamuk Aedes Aegypti, Menutup, Menguras, Mengubur, Suhu,
Kelembaban, Cross Sectional.
Daftar Kepustakaan : 46 buah (2000-2018)

3
BIODATA PENULIS

Nama : Fitriani

Tempat/Tanggal Lahir : Geulumpang Panah 04 Februari 1997

Status Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Dusun Tgk. Dirayek, Berandang Asan

Nama Orang Tua

Nama Ayah : Zakaria

Pekerjaan Ayah : Wirausaha

Nama Ibu : Rohani

Pekerjaan Ibu : PNS

Alamat Orang Tua : Dusun Tgk. Dirayek,Berandang Asan

Pendidikan yang telah ditempuh

1. 2003-2009 : SDN 16 Cot Girek

2. 2009-2012 : MTsN Matang Kuli

3. 2012-2015 : SMKN 1 Lhoksukon

4. 2015-2016 : Akafarma Harapan Bangsa

5. 2016- Sekarang : FKM UNMUHA

Karya Judul

1. FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK


Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA TAHUN 2019.

Banda Aceh, 06 Januari 2020

(Fitriani)

4
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Ini telah di setujui untuk dipertahankan di Hadapan Tim Penguji skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh

Banda Aceh, Maret 2020

Pembimbing I : dr. Syarifuddin Anwar, MPH ( )

Pembimbing II : Suzanna Hasan Basri, MHRM ( )

Penguji I : Tahara Dilla Santi, M.Biomed ( )

Penguji II : Farrah Fahdhienie, SKM, MPH ( )

MENGETAHUI,
DEKAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH

Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM, Msc.HPPF, DLSHTM, Ph.D


NIP: 19710703 1995 03 1 001

5
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Ini telah di setujui untuk dipertahankan di Hadapan Tim Penguji skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh

Banda Aceh, Maret 2020

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Syarifuddin Anwar, MPH Suzanna Hasan Basri, MHRM

MENGETAHUI,
DEKAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH

Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM, Msc.HPPF, DLSHTM, Ph.D


NIP: 19710703 1995 03 1 001

6
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

SKRIPSI

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK


Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN
ACEH UTARA TAHUN 2019

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Aceh

Banda Aceh, Maret 2020

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Syarifuddin Anwar, MPH Suzanna Hasan Basri, MHRM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
DEKAN,

Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM, Msc.HPPF, DLSHTM, Ph.D


NIP: 19710703 1995 03 1 001

7
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Fitriani
NPM : 1607110053
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Kesehatan Lingkungan
Judul Proposal : FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN
JENTIK NYAMUK Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah benar hasil
karya sendiri/ tidak di buat oleh orang lain. Apabila di kemudian hari diketahui
bahwa skripsi ini di buat oleh orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
akademis yang di tetapkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Aceh (FKM UNMUHA) termasuk pembatalan hasil sidang skripsi.
Demikian surat penyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada
paksaan.

Banda Aceh, Maret 2020

(Fitriani)

8
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas

rahmat dan hidayah-Nya penulis telah dapat menyelesaikan Proposal ini, shalawat

dan salam kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa kita dari alam

jahiliyahh ke alam islamiah.

Penulisan ini satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh.

Dengan terwujudnya penulisan akhir ini, maka dengan penuh keihklasan penulis

sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak dr. Syarifuddin

Anwar, MPH dan Ibu Suzanna Hasan Basri, MHRM selaku pembimbing yang telah

memberi petunjuk, arahan, bimbingan, dan dukungan mulai dari awal penulisan

sampai akhir penulisan ini dan terimakasih juga kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan do’a dan semangat dalam

penyelesaiaan Proposal ini.

2. Bapak Dr. H. Aslam Nur, MA selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Aceh.

3. Bapak Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM, M.Sc. HPPF, DLSHTM, Ph.D selaku

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh.

4. Para Dosen Penguji di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh.

5. Para Dosen dan Staf Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh.

6. Semua teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaiaan Skripsi ini.

9
Akhirnya kepada Allah S.W.T kita sepantasnya berserah diri, tiada satupun

yang terjadi tanpa kehendaknya. Harapan penulis, semoga Skripsi ini bermanfaat

bagi penulis sendiri maupun bagi segenap pembaca dan masyarakat .

Banda Aceh, Januari 2020

Fitriani

10
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL DALAM .................................................................................................. i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
LEMBARAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 6
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................. 6
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
1.5.1 Bagi Penelitian ............................................................................ 7
1.5.2 Tempat Penelitian ....................................................................... 8
1.5.3 Institusi Pendidikan ..................................................................... 8
1.5.4 Institusi Dinas .............................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 10
2.1 Definisi ................................................................................................... 10
2.1.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) ........................................................ 12
2.1.2 Etiologi DBD ........................................................................................ 13
2.1.3 Gejala Klinis ......................................................................................... 13
2.1.4 Epidemiologi DBD ............................................................................... 15
2.2 Vektor Penular ....................................................................................... 17
2.2.1 Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti ...................................................... 17
2.2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti .................................................. 17
2.3. Pengendalian Vektor DBD ..................................................................... 22
2.3.1 Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN DBD) .......................................................................................... 22
2.3.2 Pengendalian secara Kimia ................................................................. 24
2.3.3 Pengendalian secara Biologi ............................................................... 25
2.3.4 Manajemen Lingkungan...................................................................... 25
2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik nyamuk
Aedes Aegypti ............................................................................................. 36
2.3.1 Hubungan Menguras dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes
Aegypti ............................................................................................... 38
2.3.1.1 Menguras ........................................................................................ 38

11
2.3.1 Hubungan Menutup dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes
Aegypti .........................................................................................................
2.3.1.1 Menutup .......................................................................................... 38
2.3.1 Hubungan Suhu dan Kelembaban dengan Keberadaan Jentik
Nyamuk Aedes Aegypti ............................................................................... 38
2.3.1.1 Suhu Lembab ................................................................................... 39
2.3.1.1 Ketersediaan Tutup Tempat Penampungan Air .............................. 40
2.4 Kerangka Teori ....................................................................................... 43

BAB III KERANGKA KONSEP .............................................................................. 44


3.1 Konsep Pemikiran .................................................................................. 44
3.2 Variabel Penelitian ................................................................................. 45
3.3 Definisi Operasional ............................................................................... 45
3.4 Cara Pengukuran Variabel ..................................................................... 46
3.5 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 47

BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 49


4.1 Jenis Penelitian....................................................................................... 49
4.2 Populasi Dan Sampel.............................................................................. 49
4.2.1 Populasi ........................................................................................ 49
4.2.2 Sampel ......................................................................................... 49
4.3 Pengumpulan Data................................................................................. 50
4.3.1 Data Primer .................................................................................. 50
4.3.2 Data Sekunder.............................................................................. 51
4.4 Metode Pengambilan Sampel ............................................................... 51
4.5 Waktu Dan Lokasi Penelitian ................................................................. 51
4.5.1 Waktu Penelitian.......................................................................... 51
4.5.2 Lokasi Penelitian .......................................................................... 52
4.6 Instrumen Penelitian.............................................................................. 52
4.7 Cara pengumpulan Data ........................................................................ 53
4.8 Pengolahan Data .................................................................................... 53
4.8.1 Editing .......................................................................................... 53
4.8.2 Coding ......................................................................................... 53
4.8.3 Tabulating .................................................................................... 53
4.9 Analisa Data ........................................................................................... 53
4.9.1 Analisa Univariat .......................................................................... 43
4.9.2 Analisa Bivariat ............................................................................ 54
4.10 Penyajian Data .............................................................................. 54

12
BAB V GAMBARAN UMUM ................................................................................ 55
5.1 Letak Geografis ......................................................................................... 55
5.2 Keadaan Demografis ................................................................................ 55

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................. 57


6.1 Hasil Penelitian....................................................................................... 57
6.2 Pembahasan ........................................................................................... 66

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 76


7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 76
7.2 Saran ...................................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PENELITIAN

13
DAFTAR TABEL

HALAMAN

TABEL 3.1 DEFINISI OPERASIONAL ................................................................................ 45


TABEL 5.3 DISTRIBUSI TENAGA KESEHATAN PUSKESMAS LHOKSUKON KABUPATEN
ACEH UTARA TAHUN 2019 ........................................................................... 57
TABEL 6.1 DISTRIBUSI FREKUENSI KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes Aegypti
DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019 ................................................................................................. 58
TABEL 6.2 DISTRIBUSI FREKUENSI MENUTUP KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes
Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA TAHUN 2019..................................................................................... 59
TABEL 6.3 DISTRIBUSI FREKUENSI MENGURAS KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes
Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA TAHUN 2019..................................................................................... 59
TABEL 6.4 DISTRIBUSI FREKUENSI MENGUBUR KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes
Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA TAHUN 2019..................................................................................... 60
TABEL 6.5 DISTRIBUSI FREKUENSI SUHU KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes
Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA TAHUN 2019..................................................................................... 60
TABEL 6.6 DISTRIBUSI FREKUENSI KELEMBABAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK
Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN
ACEH UTARA TAHUN 2019 .......................................................................... 60
TABEL 6.7 TABULASI SILANG HUBUNGAN MENUTUP DENGAN KEBERADAAN JENTIK
NYAMUK Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON
KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019 ...................................................... 61
TABEL 6.8 TABULASI SILANG HUBUNGAN MENGURAS DENGAN KEBERADAAN
JENTIK NYAMUK Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019................................. 62
TABEL 6.9 TABULASI SILANG HUBUNGAN MENGUBUR DENGAN KEBERADAAN
JENTIK NYAMUK Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019................................. 63
TABEL 6.10 TABULASI SILANG HUBUNGAN SUHU DENGAN KEBERADAAN JENTIK
NYAMUK Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON
KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019 ...................................................... 64
TABEL 6.11 TABULASI SILANG HUBUNGAN KELEMBABAN DENGAN KEBERADAAN
JENTIK NYAMUK Aedes Aegypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019................................. 65

14
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Kuesioner Penelitian.

LAMPIRAN 2 : Tabel Score

LAMPIRAN 3 : Output SPSS

LAMPIRAN 4 : Surat Pengambilan Data Awal Dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

LAMPIRAN 5 : Surat Penelitian Dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Tahun 2019

LAMPIRAN 6 : Surat Balasan Penelitian Dari Puskesmas Lhoksukon

LAMPIRAN 7 : Dokumentasi Penelitian

15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

(DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus

Flavivirus, famili Flaviviridae yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegypti yang terinfeksi virus dengue ke manusia. Virus dengue mempunyai 4 jenis

serotipe, yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Penyakit DBD dapat menyerang

semua orang dan dapat mengakibatkan kematian (Kemenkes RI, 2010).

Dalam epidemiologi terdapat ukuran-ukuran yang dapat menggambarkan

angka kesakitan/angka insiden (IR/Incident Rate) dan angka kematian (CFR/Case

Fatality Rate) kasus DBD. IR merupakan frekuensi penyakit baru yang berjangkit

dalam masyarakat di suatu wilayah/tempat pada waktu tertentu. Sedangkan CFR

merupakan persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,

(Notoatmodjo, 2007).

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang banyak ditemukan di

daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia

menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya,

(Kemenkes RI, 2010). WHO (2007), memperkirakan setiap tahun terdapat sekitar

50-100 juta kasus DBD dengan 500.000 diantaranya memerlukan perawatan di

rumah sakit dan diketahui bahwa DBD merupakan penyebab utama kesakitan dan

kematian di Asia Tenggara dengan 57% dari total kasus DBD di Asia Tenggara terjadi

di Indonesia. Sementara itu, WHO dalam Kemenkes RI (2010) juga mencatat sejak

16
tahun 1968 hingga tahun 2009 Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD

tertinggi di Asia Tenggara.

Data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009) dalam Kemenkes RI (2010),

menunjukkan angka insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 1968-

2009 terjadi tren yang terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi peningkatan kasus termasuk lemahnya upaya program

pengendalian DBD, sehingga upaya program pengendalian DBD perlu mendapat

perhatian lebih terutama pada tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas. Berdasarkan

data dalam Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, dari jumlah penduduk Indonesia

265.256.872 jiwa terjadi kasus DBD sebanyak 65.602 jiwa dan jumlah kasus

meninggal 462 dengan CFR 0,70% dan IR per 100.000 penduduk adalah 24,73.

Sementara itu, target nasional untuk IR adalah <53 per 100.000 penduduk.

Provinsi Aceh dengan jumlah penduduk 5.281.314 jiwa terdapat jumlah

kasus 1.533 jiwa dan jumlah kasus meninggal 6 kasus dengan CFR 0,39% dan IR per

100.000 penduduk adalah 29,03. Angka IR di atas masih di bawah standar nasional,

sehingga Indonesia dan Provinsi Aceh masih merupakan daerah endemis DBD. Hal

ini dikarenakan penyakit DBD di wilayah Indonesia dan Aceh sering terjadi pada

populasi secara konstan dalam jumlah sedikit atau sedang.

Aceh utara merupakan salah satu kabupaten endemis DBD di Provinsi Aceh.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh utara (2015), Kasus DBD terjadi

peningkatan di tahun 2014 sebanyak 71 kasus di banding tahun 2013 sebanyak 21

kasus. Begitu juga dengan IR DBD naik 9 % dari tahun 2013, Target Nasional

pencapaian incidence rate (IR) DBD adalah ≤ 51 per 100 ribu penduduk. Tetapi

17
tahun 2014 tidak ada kasus kematian karena DBD. Besaran kasus DBD antara jenis

kelamin Laki-laki dan perempuan hampir sama banyak, hanya selisih 3 angka saja.

Pada tahun 2016 Kasus DBD di Kabupaten Aceh Utara meningkat menjadi 108

kasus, Namun pada Tahun 2017 kasus DBD di Kabupaten Aceh Utara turun menjadi

59 kasus sampai pada Desember 2018 kasus DBD di Kabupaten Aceh Utara hanya

tinggal 43 Kasus, Dari kebanyakan kasus DBD yang terjadi di Kabupaten Aceh Utara,

di wilayah kerja Puskesmas Lhoksukon Terpantau menyumbangkan kasus DBD

paling banyak (Dinkes Aceh Utara, 2018). Pada tahun 2016 tercatat jumlah kasus

DBD di Puskesmas Lhoksukon mencapai 13 kasus, turun menjadi 10 kasus pada

Tahun 2017, Kemudian meningkat kembali menjadi 16 kasus pada Tahun 2018

(Profil Kesehatan Puskesmas Lhoksukon, 2018).

Data curah hujan yang di dapatkan dari BMKG Aceh Utara dalam rentang

waktu 2014, 2015, 2016, 2017 dan 2018 menunjukkan bahwa semakin tinggi curah

hujan Di Wilayah Kabupaten Aceh Utara maka semakin banyak kasus terjadinya

DBD pada masyarakat, seperti yang terlihat pada grafik berikut ini :

Curah Hujan
160
Curah hujan diukur dalam satuan (mm)

Januari
140
Februari
120
Maret
100
April
80
Mei
60
Juni
40
Juli
20
Agustus
0 September
2016 2017 2018

Sumber Data : Stasiun Klimatologi Aceh Utara,2019

18
120 108

100

80

59
60
43
40

20

0
2016 2017 2018

KASUS DBD

Sumber Data : Profil Kesehatan Aceh Utara Tahun, 2019

Dari kedua grafik di atas dapat dilihat bahwa curah hujan yang terjadi pada

tahun 2016 mencapai 136 (mm) sehingga menyebabkan 108 kasus tarjadi di wilayah

Kabupaten Aceh Utara, pada tahun 2017 curah yang terhitung di wilayah tersebut

menurun menjadi 112 (mm) sehingga kasus DBD pun menjadi turun menjadi 59

kasus, kemudian pada tahun 2018 terpantau curah hujan kian menurun menjadi 95

(mm) sehingga dampak positif yang dapat di rasakan adalah menurunnya kasus DBD

menjadi 43 kasus, dari semua kasus DBD yang terjadi di Kabupaten Aceh Utara di

dominasi oleh masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Lhoksukon

sebanyak 8 kasus.

Desa Asan AB merupakan salah satu Desa di Kecamatan Lhoksukon dengan

jumlah penduduk laki laki dan perempuan mencapai 6,739 jiwa. Data yang di

peroleh dari Puskesmas Lhoksukon tercatat 4 kasus DBD pada tahun 2016, dan

19
turun menjadi 2 kasus pada tahun 2017 kemudian naik kembali pada tahun 2018

menjadi 8 kasus DBD (Profil Desa Asan AB, 2018).

Memutus mata rantai penularan DBD adalah cara yang tepat untuk

mencegah terjadinya penyakit ini. Kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk

Aedes Aegypti hidup merupakan faktor yang mendorong adanya kejadian

DBD. Memberantas jentik-jentik/larva nyamuknya adalah cara yang tepat untuk

mencegah kejadian DBD (Kemenkes RI, 2018).

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Tahun 2005 menetapkan bahwa standar nasional untuk Angka Bebas Jentik (ABJ)

yaitu 95%. Namun, yang sangat penting diperhatikan adalah peningkatan

pemahaman, sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap penyakit ini akan

sangat mendukung percepatan untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit

DBD (Ginanjar, 2008).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara Angka Bebas

Jentik (ABJ) di wilayah kerja Puskesmas Lhoksukon ini sangat rendah yaitu 69%.

Studi pendahulan yang dilakukan peneliti pada 10 rumah di wilayah kerja

Puskesmas Lhoksukon ditemukan 40% rumah dengan jentik nyamuk. Hal ini

menandakan kurangnya perilaku untuk hidup bersih dan sehat di masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, penyebab terjadinya DBD bukan hanya terjadi

karena adanya vektor pembawa virus DBD saja, namun ada faktor lain seperti

perilaku masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk atau yang dikenal

PSN DBD dengan kegiatan 3M (mengubur, menutup dan menguras tempat

penampungan air/TPA) serta lingkungan yang mempengaruhi keberadaan vektor

20
tersebut yang menyebabkan keberadaan vektor tetap ada. Oleh karena itu, peneliti

ingin meneliti mengenai faktor faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik

nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh

Utara Tahun 2019.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dari data awal yang peneliti

dapatkan di Puskesmas Lhoksukon kasus DBD masih tertinggi dibandingkan dengan

Puskesmas yang lain yang ada di Kabupaten Aceh Utara, berdasarkan data Dinas

Kesehatan Kabupaten Aceh Utara Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah kerja

Puskesmas Lhoksukon ini sangat rendah yaitu 69% dibandingkan dengan pencapain

yang telah ditetapkan secara Nasional yaitu 95%, yang menyebabkan pada tahun

2018 terjadi 8 kasus DBD di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon. Desa Asan AB

adalah desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas lhoksukon dengan kasus DBD

paling tinggi pada tahun 2018 dibandingkan dengan Desa Desa lain yang ada di

Kecamatan Lhoksukon.

1.3 Ruang lingkup penelitian

Untuk memperjelas arah penulisan dan menghindari luasnya permasalahan

yang timbul di lapangan, terbatasnya waktu dan biaya maka penulis hanya bisa

membahas sesuai dengan variabel. Adapun Variabel dari penelitian ini yaitu

Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti, menutup, menguras, mengubur, suhu,

dan kelembaban.

21
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan

dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

1.4.2 Tujuan khusus

Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan menutup tempat penampungan air dengan

keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

2. Untuk mengetahui hubungan menguras tempat penampungan air dengan

keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

3. Untuk mengetahui hubungan mengubur barang bekas dengan keberadaan

jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2019.

4. Untuk mengetahui hubungan suhu dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes

Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun

2019.

5. Untuk mengetahui hubungan kelembaban dengan keberadaan jentik nyamuk

Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

Tahun 2019.

22
1.6 Manfaat penelitian

1.6.1 Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk mengembangkan

kemampuan, menambah pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dalam

melakukan penelitian sehingga penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai

dasar dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pada

masyarakat, Agar kualitas hidup masyarakat semakin meningkat.

1.6.2 Tempat penelitian

Untuk meningkatkan kinerja dan intervensi dalam program pencegahan dan

penanggulangan penyakit DBD melalui Puskesmas.

1.6.3 Institusi pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang Faktor-

faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti bagi

institusi pendidikan khususnya Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh.

1.6.4 Institusi dinas

Untuk memberikan masukan bagi pengambil keputusan dan pengelola program

pada Dinas Kesehatan dalam melakukan intervensi yang tepat untuk program

pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD.

23
24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Pengertian Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

Nyamuk mempunyai metamorfosis sempurna yaitu telur, jentik, pupa

kemudian menjadi dewasa. Jentik merupakan larva dari siklus hidup nyamuk. Telur

berkembang menjadi jentik dan jentik mendapat makanan dari bahan-bahan

organik yang terdapat di dalam air. Jentik nyamuk bernafas dengan sifon (Wulan,

2016).

2.1.2 Morfologi dan Karakteristik Jentik Nyamuk

1. Morfologi Jentik nyamuk pada umumnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 :

Gambar 2.1 Jentik nyamuk (Gede, 2010)

Jentik nyamuk bisa disebut pula dengan istilah cuk atau uget-uget (Bahasa

Jawa). Tubuh jentik nyamuk terlihat berulir dan berwarna kelabu kehitaman.

Adapun panjang tubuhnya berkisar 10-25 mm. siklus hidup jentik nyamuk sejak

menetas hingga menjadi nyamuk dewasa sekitar 5-6 hari. Terdapat beberapa jenis

jentik nyamuk, tergantung jenis nyamuk induknya, tubuh jentik nyamuk terkandung

protein, lemak, serat dan abu (Joti, 2009).


Jentik nyamuk akan mengalami mengalami 4 masa perubahan (instar IV).

Jentik instar I berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada dan corong

pernafasan pada siphon belum jelas, jentik instar II berukuran 2,5-3,5 mm, duri- duri

belum jelas, corong kepala mulai menghitam, jentik instar III berukuran 4-5 mm,

duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman dan

jentik instar IV berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap (Zumrotus, 2009).

Jentik nyamuk hidup di tempat yang berbeda-beda sesuai dengan spesies

nyamuk tersebut seperti Aedes dapat bertahan hidup pada media perindukan dari

air got, Sungai Gali (SGL), dan Perusahaan Air Minum (PAM), dan mati pada air

limbah sabun mandi. Jentik Aedes dapat hidup dan tumbuh normal dengan masa

stadium larva dan pupa yang wajar, hanya pada perindukan berisi air got, bahkan

tumbuh sedikit lebih cepat, sedangkan pada air SGL dan PAM hanya sedikit larva

yang bertahan hidup dan akhirnya mati setelah melalui masa jentik yang panjang

dan menjadi pupa yang tidak normal. Artinya, daya dukung air got terhadap

ketahanan hidup dan pertumbuhan jentik Aedes cukup baik, dan sebaliknya pada

air SGL dan PAM (Sayuno,2011).

2. Karakteristik Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

Tubuh terdiri dari kepala, thorax, abdomen, sifon dan anal segmen. Duri-

duri pada ujung abdomen (Combteeth) pada ujung abdomen hanya satu baris. sifon

gemuk dan pendek, bulu-bulu sifon hanya satu pasang. Morfologi jentik nyamuk

Aedes dapat dilihat pada Gambar 2.2 :

25
Gambar 2.2 Jentik Nyamuk Aedes (Stephen,2002).

Jentik hidup di air yang stadianya terdiri atas empat instar. Jentik

mengalami empat kali menyilih (molting) sebelum menjadi pupa. Setiap kali molting

inilah yang menunjukkan tingkatan jentik yang disebut dengan instar. Keempat

instar tersebut berlangsung selama 4 hari-2 minggu tergantung keadaan lingkungan

seperti suhu air persediaan makanan. Pada kondisi suhu air yang rendah

perkembangan jentik lebih lambat, dengan demikian juga keterbatasan persediaan

makanan juga menghambat perkembangan jentik. Pada masa jentik, jentik akan

bergerak sangat aktif untuk memperoleh makanan. Keterbatasan makanan dalam

suatu wadah dapat mempengaruhi perkembangan jentik terjadinya kompetisi,

kemampuan bertahan hidup dan pada akhirnya menentukan populasi nyamuk

dewasa yang dihasilkan (Elita, 2015).

2.1.3 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorraghic Fever) merupakan penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri

otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, diatesis

hemoragik dan perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh, (Nisa, 2007).

26
2.1.4 Etiologi DBD

Virus dengue memiliki 4 tipe virus penyebab DBD, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3,

dan DEN-4. Tiap virus dapat dibedakan melalui isolasi virus di laboratorium. Infeksi

oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap

infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang. Namun hanya memberikan

imunitas sementara dan parsial terhadap infeksi tipe virus lainnya, (Ginanjar, 2008).

Virus yang ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti

memerlukan 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung

sampai kelenjar ludah nyamuk tersebut. Sebelum demam muncul pada penderita,

virus ini sudah terlebih dulu berada dalam darah 1-2 hari. Setelahnya penderita

berada dalam kondisi virenia selama 4-7 hari, (Ginanjar, 2008).

2.1.5 Gejala Klinis

Gejala klinis yang mungkin timbul pasca-infeksi virus dengue sangat beragam,

mulai dari demam tidak spesifik (sindrom infeksi demam virus), demam dengue,

demam berdarah dengue (DBD), hingga yang terberat yaitu sindrom syok dengue,

(Ginanjar, 2008).

Pada penderita penyakit DBD dapat ditemukan gejala-gejala klinis dan

laboratoris, sebagai berikut, (Tumbelaka, 2004):

a. Kriteria Klinis

1) Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, antara 2-7 hari, yang dapat

mencapai 40°C. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu

makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang serta rasa sakit

di daerah bola mata (retro orbita) dan wajah yang kemerah-merahan (flusing).

27
2) Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi,

perdarahan pada kulit seperti tes Rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta

buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).

3) Pembesaran organ hati (hepatomegali).

4) Kegagalan sirkulasi darah yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah

dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan

kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.

b. Kriteria Laboratoris

Diagnosis penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis

atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratoris. Kriteria

laboratoris meliputi:

1) Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) ≤ 100.000/mm³.

2) Peningkatan kadar hematokrit >20% dari normal.

c. Derajat Keparahan/Besar Penyakit DBD

Derajat keparahan penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat

keparahannya. Tingkat keparahan penyakit DBD terbagi menjadi:

1) Derajat 1 : Badan panas selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas.

2) Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai pendarahan spontan pada kulit berupa

ptekiae dan ekimosis, mimisan (epistaksis), muntah darah

(hematemesis), buang air besar berdarah berwarna merah

kehitaman (melena), perdarahan gusi, perdarahan rahim (uterus),

telinga dan sebagainya.

28
3) Derajat 3 : Ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti denyut nadi

teraba lemah dan cepat (>120x/menit), tekanan nadi (selisih antara

tekanan darah sistolik dan diastolik) menyempit (<20 mmHg). DBD

derajat 3 merupakan peringatan awal yang mengarah pada

terjadinya renjatan (syok).

4) Derajat 4 : Denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung

>140x/menit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, tubuh

berkeringat, kulit membiru. DBD derajat 4 merupakan manifestasi

syok, yang sering kali berakhir dengan kematian.

2.1.6 Epidemiologi DBD.

a. Distribusi penyakit DBD menurut orang.

Menurut WHO (1998), DBD dapat menyerang semua umur walaupun sampai

sampai saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade

terakhir DBD terlihat kecendrungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa,

karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan

dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan

tertularnya virus dengue lebih besar.

Pada awal epidemi, jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata antara

anak laki-laki dan perempuan. Beberapa negara melaporkan banyak kelompok

wanita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) menunjukkan angka kematian yang

tinggi daripada laki-laki. Singapura dan Malaysia pernah mencatat adanya

perbedaan angka kejadian infeksi di antara kelompok etnik. Penduduk Cina banyak

terserang DBD dari pada yang lain (Soegijanto, 2003).

29
b. Distribusi penyakit DBD menurut tempat

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat- tempat

dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi

dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes Aegypti tidak sempurna,

(Depkes RI, 2007).

Depkes (2005), menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun sejak

ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah

penderita maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Hingga saat ini

DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 200 kota telah

melaporkan adanya kejadian luar biasa dengan IR meningkat dari 0,005 per 100.000

penduduk pada tahun 1968 menjadi 6-27 per 100.000 penduduk pada tahun 2004.

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit

disebablan karena semakin baiknya sarana transportasi, adanya pemukiman baru

dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh wilayah di Indonesia (Depkes RI,

2003).

c. Distribusi penyakit DBD menurut waktu

Menurut Djunaedi (2006), menyebutkan bahwa epidemi DBD di negara-

negara 4 musim, berlangsung pada musim panas walaupun ditemukan kasus DBD

yang sporadis pada musim dingin. Negara-negara kawasan Asia Tenggara, epidemik

DBD terutama terjadi pada musim hujan. Epidemi DBD yang berlangsung pada

musim hujan, erat kaitannya dengan kelembaban yang tinggi pada musim hujan.

Kelembaban yang tinggi merupakan lingkungan yang optimal bagi masa inkubasi

30
(dapat mempersingkat masa inkubasi) dan juga dapat meningkatkan aktivitas vektor

penular virus DBD.

2.2 Vektor Penular

2.2.1 Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti

Nyamuk Aedes Aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam

kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes Aegypti betina antara 3-4 cm dengan

mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-

garis putih keperakan. Di bagian dorsal (punggung) tubuhnya tampak dua garis

melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari nyamuk Aedes

Aegypti (Ginanjar, 2008).

Sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok dan terlepas

sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna

nyamuk Aedes Aegypti kerap berbeda antarpopulasi, tergantung pada kondisi

lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan (Ginanjar,

2008).

Dalam hal ukuran nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan

nyata. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil dari pada betina dan

terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat

diamati dengan mata telanjang (Ginanjar, 2008).

2.2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Nyamuk termasuk hewan yang bermetamorfosis sempurna atau

holometabola. Masa pertumbuhan dan perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti

31
dibagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa,

(Soegijanto, 2006).

a. Stadium Telur

Telur nyamuk Aedes Aegypti berbentuk elips atau oval memanjang, berwarna

hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, tidak memiliki alat pelampung dan terpisah satu

dengan yang lain. Nyamuk Aedes Aegypti meletakkan telur pada permukaan air

bersih secara individual dan meletakkan telur- telurnya satu per satu pada

permukaan air, biasanya pada tepi air di kontainer/tempat penampungan air (TPA)

bersih dan sedikit di atas permukaan air. Setiap hari nyamuk Aedes Aegypti betina

dapat bertelur rata-rata 100 butir apabila telah menghisap darah manusia. Telur

pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan hingga 6 bulan. Telur-telur menetas

dalam satu sampai dua hari menjadi larva/jentik (Herms, 2006).

b. Stadium Larva

Larva nyamuk Aedes Aegypti mempunyai ciri khas yakni memiliki siphon

yang pendek, besar dan berwarna hitam. Tubuh larva ini langsing, bergerak sangat

lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat membentuk sudut

hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva menuju ke permukaan air dalam

waktu kira-kira setiap ½-1 menit, guna mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva

nyamuk Aedes Aegypti dapat berkembang selama 6-8 hari (Herms, 2006).

Larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi

larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang

dihasilkan. Contohnya, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan

32
menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam menghisap darah

(Ginanjar, 2008).

Menurut Depkes RI (2005) terdapat empat tahapan pada perkembangan

larva yang disebut instar. Pertumbuhan larva tersebut yaitu:

1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

2) Instar II : 2,5-3,8 mm

3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

4) Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5 mm

Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar

lima hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah menjadi pupa dimana

larva memasuki masa dorman (inaktif/tidur) (Ginanjar, 2008).

c. Stadium Pupa

Pupa nyamuk Aedes Aegypti mempunyai bentuk bengkok dengan bagian

kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya

sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Tahap pupa pada nyamuk Aedes

Aegypti umumnya berlangsung selama 2-4 hari. Pupa akan naik ke permukaan dan

berbaring sejajar dengan permukaan air saat nyamuk dewasa akan melengkapi

perkembangannya dalam cangkang pupa untuk persiapan munculnya nyamuk

dewasa (Achmadi, 2011).

d. Nyamuk Dewasa

Nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode singkat

di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan menguat

sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan

33
perbandingan jumlah 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina,

menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan

kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama

nyamuk betina makan sari buah dan tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian

kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3

bulan :

a. Tempat Perkembangbiakan Vektor

Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes Aegypti adalah tempat

penampungan air bersih di dalam atau sekitar rumah, berupa genangan air yang

tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak mandi, tempayan, tempat

minum burung dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang dapat

terisi air pada waktu hujan.

Nyamuk Aedes Aegypti tidak dapat berkembangbiak pada genangan air yang

berhubungan langsung dengan tanah (Depkes RI, 2005). Pernyataan ini diperkuat

dengan penelitian Nelson (1976) dikutip Falah (2012), bahwa tempat perindukan

nyamuk Aedes Aegypti di Jakarta sebagian besar terletak di rumah. Sedangkan

penelitian Chan (1971) dikutip Nisa (2007) 95% tempat perindukan Aedes Aegypti

adalah di rumah. Serta penelitian Suzuki (1976) dikutip Febrianto (2012)

menunjukkan bahwa 70% bejana penyimpanan air di dalam rumah merupakan

tempat berkembangbiaknya Aedes Aegypti.

Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (2005) jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti dapat

dikelompokkan menjadi:

34
1) Tempat penampunga air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki

reservoir, bak mandi/wc, tempayan dan ember.

2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non TPA), seperti

tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas

(ban, botol, kaleng, dan lain-lain).

3) Tempat penampungan air alamiah, seperti: lubang pohon, lubang batu, potongan

bambu dan lain-lain.

b. Tempat Mencari Makan Vektor

Nyamuk Aedes Aegypti memiliki kebiasaan yang disebut dengan endophagic,

artinya golongan nyamuk yang lebih senang mencari makan di dalam rumah

(Sumantri, 2010). Selain itu nyamuk Aedes Aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada

pagi dan sore hari, biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 (Ginanjar,

2008). Berdasarkan data Depkes RI (2004) nyamuk betina membutuhkan protein

untuk memproduksi telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina

memerlukan darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnnya. Nyamuk betina

menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali. Untuk mendapatkan darah yang

cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap

darah nyamuk Aedes Aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak

terbang nyamuk ini sekitar 100 meter.

c. Tempat Istirahat Vektor

Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3

hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes Aegypti hidup domestik, artinya

lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat-tempat

35
yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur dan WC adalah tempat-

tempat beristirahat yang disenangi nyamuk. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat

di baju-baju yang digantung, kelambu dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini

beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004).

2.3. Pengendalian Vektor DBD

2.3.1 Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD)

Salah satu program pemerintah Republik Indonesia untuk mengontrol

keberadaan vektor DBD dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk

Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Indikator keberhasilan PSN DBD dapat diukur

dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Jika ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan

penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.

Apabila kegiatan PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka

populasi nyamuk Aedes Aegypti dapat ditekan sehingga penyakit DBD tidak terjadi

lagi. Oleh karena itu, upaya penyuluhan dan Menguras kepada masyarakat harus

dilakukan secara terus-menurus karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat

dengan prilaku masyarakat (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan, 2005).

PSN DBD dalam program kesehatan dikenal dengan istilah 3M. Pelaksanaan

3M meliputi, (WHO, 2009):

a. Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, bak WC dan

lain-lain.

Praktek ini merupakan banyaknya jumlah pengurasan yang dilaku- kan oleh

masyarakat dalam 1 minggu. Dikatakan baik adalah jika responden menguras lebih

36
atau sama dengan 1 kali per minggu (≥ 1x minggu), dan tidak baik jika melakukan

pengurasan kurang dari 1 kali per minggu (< 1x minggu) (Rahman, 2012).

b. Menutup rapat tempat-tempat penampungan air, seperti tong, gendi, drum

maupun yang lainnya yang ada di luar maupun di dalam rumah.

Praktek ini merupakan prilaku masyarakat yang memperlakukan tempat

penampungan air dengan baik, yaitu dengan memberikan tutup pada tempat

penampungan air sehingga nyamuk tidak dapat berkem- bangbiak di dalamnya

(Rahman, 2012).

c. Mengubur, memusnahkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air seperti kaleng bekas dan plastik bekas.

Praktek ini merupakan kebiasaan masyarakat dalam memperlakukan

sampah rumah tangga ataupun barang bekas yang ada disekitar rumahnya

seperti plastik, kaleng bekas, pecahan kaca, ember bekas dan lainnya yang

memungkinkan menjadi tempat berkem- bangbiakkan nyamuk dengan cara

dikubur (Rahman, 2012).

Kegiatan diatas dapat menjadikan tempat perindukan nyamuk Aedes

Aegypti tidak ada, sehingga dapat memutus mata rantai perkembangbiakan

nyamuk. Selain kegiatan 3M, kegiatan PSN DBD ditambah dengan tindakan plus

yaitu:

a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya

yang sejenis seminggu sekali.

b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.

37
c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dan lain-lain, seperti

dengan tanah.

d. Menaburkan bubuk larvasida, misalnya pada tempat-tempat yang sulit dikuras

atau di daerah yang sulit air.

e. Memasang kawat kasa.

f. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air.

g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian.

h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.

i. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.

j. Menggunakan kelambu.

Berdasarkan penelitian Ayubi dan Hasan (2007) menemukan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara kebiasaan melakukan PSN DBD dengan kejadian

DBD di Kota Bandar Lampung. Individu yang tidak melakukan dan melakukan 1M

(menguras atau menutup atau mengubur saja) berisiko 2,22 kali dan 5,85 kali lebih

besar untuk menderita DBD dari pada yang melakukan PSN (2M atau 3M). Selain

itu, penelitian Setyobudi (2011) menunjukkan bahwa partisipasi PSN memiliki

hubungan yang bermakna dengan keberadaan jentik nyamuk dengan nilai p value =

0,0001.

2.3.2 Pengendalian secara Kimia

Pengendalian secara kimiawi masih paling sering digunakan baik bagi program

pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian

vektor DBD bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Insektisida jika digunakan

secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan akan mampu

38
mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan

organisme yang bukan sasaran. Penggunaan insektisida dalam jangka tertentu

secara akan menimbulkan resistensi vektor.

Insektisida untuk pengendalian DBD harus digunakan dengan bijak dan

merupakan media yang ampuh untuk pengendalian vektor (Sukowati, 2010).

2.3.3 Pengendalian secara Biologi

Pengendalian secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi

untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan

terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DBD adalah dari kelompok

bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda) (Sukowati,

2010).

2.3.4 Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk

mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor

sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan

berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang

kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan (Sukowati,

2010).

a. Predator

Cukup banyak predator larva di alam, namun yang bisa digunakan untuk

pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya dan yang paling mudah

didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik.

Ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan biasa digunakan di

39
Indonesia adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik yang

terbukti efektif dan telah digunakan untuk pengendalian larva DBD adalah ikan

cupang. Meskipun terbukti efektif untuk pengendalian larva Aedes Aegypti, namun

sampai sekarang belum digunakan oleh masyarakat secara luas dan

berkesinambungan.

Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu

mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini

merupakan jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Beberapa spesies sudah diuji

coba dan efektif, antara lain Mesocyclops aspericornis diuji coba di Vietnam, Tahiti

dan juga di Balai Besar Penelitian Vektor dan Reservoir, Salatiga. Peran Copepoda

dalam pengendalian larva DBD masih harus diuji coba lebih rinci ditingkat

operasional.

b. Bakteri

Kelompok bakteri merupakan agen biologis yang sudah dibuat secara

komersial dan digunakan untuk larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva

vektor. Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu

membunuh larva adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B.

spaericus (BS). Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora harus

masuk ke dalam saluran pencernaan larva.

Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap

lingkungan dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus dilakukan

secara berulang dan sampai sekarang masih harus disediakan oleh pemerintah

40
melalui sektor kesehatan. Karena endotoksin berada di dalam spora bakteri,

bilamana spora telah berkecambah maka agent tersebut tidak efektif lagi.

5. Kepadatan Vektor

Menurut WHO-South East Region (2010), kepadatan vektor DBD dapat

diketahui dengan melakukan surveilans nyamuk Aedes Aegypti. Kegiatan ini dapat

memperoleh distribusi, kepadatan vektor, habitat utama vektor serta faktor resiko

lainnya seperti tempat dan waktu yang berhubungan dengan transmisi virus dengue

dan level insektisida yang rentan atau resisten untuk menentukan wilayah dan

musim yang menjadi prioritas kegiatan pengendalian vektor.

Suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi dan memonitoring

populasi larva nyamuk yaitu dengan melakukan metode survey larva atau jentik.

Metode ini paling sering digunakan dibandingkan dengan metode survei telur

maupun nyamuk dewasa karena lebih praktis dibandingkan metode lainnya.

Tempat pengambilan sampelnya adalah rumah atau tempat yang dilakukan

penyelidikan tempat penampungan air atau kontainer vektor (WHO-South East

Region, 2010). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (2005) pemeriksaan jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Memeriksa keberadaan jentik nyamuk pada semua TPA atau kontainer di rumah

tangga yang berpotensi menjadi tempat perkembang biakan nyamuk Aedes

Aegypti. Pemeriksaan dilakukan dengan mata telanjang.

b. Pemeriksaan pada TPA yang berukuran besar (bak mandi, drum dan lain- lain),

jika pada pandangan pertama tidak menemukan jentik maka tunggu kira-kira ½ - 1

menit untuk memastikan bahwa jentik benar-benar tidak ada.

41
c. Pemeriksaan pada TPA berukuran kecil (vas bunga, air tampungan kulkas, tempat

minum burung dan lain-lain), airnya harus dipindahkan dahulu ke tempat lain.

d. Pemeriksaan pada tempat yang agak gelap atau airnya keruh dapat

menggunakan senter.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2005)

menyebutkan bahwa terdapat 2 metode yang digunakan pada survei jentik, yaitu:

a. Single larva, dimana dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat

genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.

b. Visual, cukup dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan

air tanpa mengambil jentiknya.

2.3.4. Tata Cara Mengamati Jentik Nyamuk

Menurut Robby Indra Wahyudi dkk (2013) cara untuk mengamati keberadaan jentik

dilakukan menggunakan lembar observasi dengan metode visual yaitu :

1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang biakan

nyamuk Aedes Aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

2. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti:

bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada

pandangan (penglihatan) pertama tidak di temukan jentik, tunggu kira-kira ½

-1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

3. Untuk memeriksa tempat-tempat perkebangbiakan yang kecil, seperti: vas

bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, maka airnya perlu di

pindahkan ke tempat lain.

42
4. Untuk pemeriksaan jentik di tempat gelap, atau airnya keruh, biasanya di

gunakan senter.

5. Untuk meningkatkan ukuran jentik agar terlihat lebih jelas bisa menggunaka

kaca pembesar atau mikroskop.

Menurut Depkes RI (1996) alat untuk survei jentik visual adalah lampu senter,

lembar observasi dan alat tulis untuk mencatat hasil observasi. Sasaran survei

adalah tempat-tempat yang memungkinkan air tergenang, karena merupakan

tempat biasa nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak. Nyamuk Aedes Aegypti

betina selalu meletakkan telur di dinding tempat penampungan air atau barang-

barang yang memungkinkan air tergenang.

Survei yang dilaksanakan kelompok Dawis didampingi mahasiswa FKM UNDIP Tahun

2013 menggukan cara pelaksanaan survei jentik sebagai berikut :

1. Membuka tutup kontainer air apabila ada;

2. Mengamati secara langsung ada tidaknya jentik di dalam kontainer, Lampu

senter digunakan untuk membantu pengamatan kontainer di tempat kurang

cahaya, dengan cara mengarahkan cahaya senter ke dalam kontainer,

tunggu beberapa saat apakah ada jentik yang terlihat;

3. Menghitung jumlah total tempat penampungan air dan jumlah tempat

penampungan air yang positif jentik;

4. Mencatat hasil pengamatan ke dalam lembar observasi.

Selain itu juga bisa menggunakan unit sampel rumah dengan

mengidentifikasi karakteristik dari tempat perkembangbiakan menurut jenis, letak,

bahan, ukuran, kebersihan air, keadaan tutup dan warna, penelitian ini juga

43
disertakan lembar wawancara mengenai kegiatan PSN DBD yang dilakukan oleh

penghuni yang tinggal di rumah tersebut baik Bapak/Ibu yang mewakili sebagai

Kepala Keluarga (Depkes RI, 2005).

2.3.5 3M (Menutup, Menguras, Mengubur)

Upaya pemberantasan penyakit DBD yang paling penting adalah upaya

membasmi larva nyamuk penularannya di tempat perindukannya dengan

melakukan 3M yaitu salah satunya menguras tempat penampungan air sekurang-

kurangnya seminggu sekali dengan cara menyikat dinding penampungan air dengan

baik dan benar. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) merupakan cara

pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu, kebijakan

pemerintah dalam pengendalian vektor DBD lebih menitikberatkan pada program

ini, walaupun cara ini sangat tergantung pada peran serta masyarakat (Chadijah,

2011).

Hasil observasi peneliti sebelumnya di temukan bahwa jenis TPA (Tempat

Penampungan Air) sehari-hari yang paling banyak ditemukan larva yaitu bak mandi

sebanyak 19 buah dan yang paling sedikit ditemukan yaitu ban karet ada 2 buah.

Hal ini disebabkan karena pada waktu dilakukan pengamatan sebagian pada tempat

penampungan air tersebut ditemukan bak mandi yang berlumut, kotor, dan airnya

agak keruh. Hal ini sejalan dengan penelitian Ni Nyoman, yang memperlihatkan

bahwa jenis TPA (Tempat Penampungan Air) sehari-hari yang paling banyak

ditemukan larva adalah bak mandi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

membersihkan atau menguras belum menjadi kebiasaan yang kontinyu, teknik

pengurasan yang tidak tepat, waktu pengurasan yang lebih dari satu minggu dan

44
kondisi lingkungan ruang maupun air yang mendukung perkembangbiakan nyamuk

(Ninyoman, 2008).

Selain itu, bahan dari semen mudah berlumut, permukaannya kasar dan

berpori-pori pada dindingnya. Permukaan kasar memiliki kesan sulit dibersihkan

mudah ditumbuhi lumut, dan mempunyai refleksi cahaya yang rendah. Refleksi

cahaya yang rendah dan permukaan dinding yang berpori mengakibatkan suhu

dalam air menjadi rendah, sehingga jenis bahan TPA (Tempat Penampungan Air)

yang demikian akan disukai oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai tempat

perkembangbiakannya (Ninyoman, 2008).

Bila pelaksanaan menguras ini dikaitkan dengan kepadatan larva pada

penelitian ini untuk rumah yang melakukan pengurasan dengan densitas larva tinggi

sebanyak 33 rumah sedangkan untuk rumah yang tidak melakukan pengurasan

dengan densitas larva tinggi ada 16 rumah. Hal ini didapatkan dari jumlah kontainer

yang terdapat larva dibagi dengan jumlah kontainer yang telah diperiksa. Oleh

karena itu keberadaaan tempat penampungan air sangat berperan dalam

menentukan kepadatan vektor nyamuk Aedes Aegypti, karena semakin banyak

tempat penampungan air akan semakin banyak tempat perindukan dan akan

semakin padat populasi nyamuk Aedes Aegypti, maka semakin tinggi pula risiko

terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus

penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhinya mengakibatkan terjadinya KLB

(Kejadian Luar Biasa) (Ninyoman, 2008).

45
2.3.6 Kebersihan Lingkungan Menurut Agama Islam

Agama Islam menuntun umat manusia ke arah kesempurnaan, kebahagiaan

dan kesejahteraanhidup lahir bathin, baik di dunia sekarang ini maupun di akhirat

nanti. Agama Islam memberi petunjuk kepada umat manusia dalam upaya

mengantisipasi cobaan dan tantangan hidup, termasuk dalam menghadapi penyakit

yang merupakan sebab kesengsaraan dan penderitaan. Agama Islam mendorong

umat manusia untuk menjaga dan memelihara kesehatan, karena pemeliharaan

kesehatan adalah suatu upaya yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan

manusia. Hasil usaha pemeliharaan kesehatan, tidak hanya terbatas pada terjadinya

keadaan sehat, akan tetapi mempunyai dampak jauh lebih luas pada peningkatan

makna hidup dan kehidupan itu sendiri baik perorangan maupun masyarakat, baik

aspek duniawi maupun ukhrawi (Majelis Ulama Indonesia, 2015).

Ajaran Islam tentang ibadat ataupun mu’amalat erat kaitannya dengan

pemeliharaan kesehatan, begitu pula sebaliknya, pemeliharaan kesehatan berkaitan

dengan ibadah. Pemeliharaan kesehatan dengan segala aspeknya adalah amal

kebajikan dari setiap amal kebajikan yang didasari iman dikategorikan amal shaleh

yang akan mendapat balasan berupa kehidupan yang lebih baik (Majelis Ulama

Indonesia, 2015).

Dalam upaya mengamalkan dan memasyarakatkan ajaran Islam tentang air

bersih, kebersihan dan kesehatan lingkungan para ulama memegang peranan yang

amat penting. Ulama selaku pewaris para Nabi mempunyai tanggung jawab untuk

menuntun dan membimbing umat, amar ma’ruf nahi munkar, yang salah satunya

memasyarakatkan air bersih dan kesehatan lingkungan dalam rangka meningkatkan

46
kualitas umat di bidang kesehatan. Memelihara air bersih dan kesehatan lingkungan

merupakan aspek amar ma’ruf. Mencegah pencemaran air serta merusak kesehatan

lingkungan merupakan aspek nahi munkar. Firman Allah SWT yang artinya :

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.

Merekalah orang-orang yang beruntung” (Ali Imran *3+:104).

Dalam memasyarakatkan air bersih, sanitasi dan kesehatan lingkungan, para

ulama dapat menggunakan beberapa cara pendekatan, di antaranya:

1. Menyebarluaskan pengetahuan dan pemahaman tentang air bersih, sanitasi

dan kesehatan lingkungan melalui ceramah dalam kegiatan pengajian,

tabligh, khutbah jum’at, ceramah agama, majelis taklim dan pada setiap

kesempatan di mana para ulama berbicara.

2. Memberikan contoh dan keteladanan yang baik dalam usaha pemeliharaan

air bersih, sanitasi dan kesehatan yang dimulai dari dirinya sendiri, rumah

tangga, lingkungan tempat ibadah(masjid/mushalla), lingkungan pendidikan

(madrasah/pesantren) dan sebagainya. keadaan sehat, akan tetapi

mempunyai dampak jauh lebih luas pada peningkatan makna hidup dan

kehidupan itu sendiri baik perorangan maupun masyarakat, baik aspek

duniawi maupun ukhrawi (Majelis Ulama Indonesia, 2015).

Untuk dapat terlaksananya semua ini, perlu ada kerjasama yang baik antara

ulama dan ormas-ormas Islam dengan umara serta lembaga-lembaga lain yang

terkait, antara lain Kementrian Agama, Kementrian Kesehatan, Kementrian

47
Pekerjaan Umum dan Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan (Majelis Ulama

Indonesia, 2015).

2.3.7 Gejala Klinis Demam Berdarah DBD

Berikut ini adalah gejala klinis DBD menurut Hospital Care for Children (2018) yaitu :

 Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari

 Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :

1. Uji bendung positif

2. Petekie, Ekimosis, Purpura

3. Perdarahan mukosa, Epistaksis, perdarahan gusi

4. Hematemesis dan atau melena

5. Pembesaran hati

6. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan

tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan

dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien

tampak gelisah.

2.3.8 Program Penanggulangan DBD

Menurut Dinas kesehatan Aceh Tahun 2019 program penanggulangan DBD

yaitu PSN dan 4M Plus. Dalam penanganan DBD ini peran serta masyarakat untuk

menekan kasus ini sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 4M Plus perlu terus dilakukan secara

berkelanjutan sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan.

48
Program PSN , yaitu: 1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering

dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat

penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain 2) Menutup, yaitu

menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren

air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang

bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular

Demam Berdarah, 4). Memantau wadah penampungan air dan bak sampah (Dinkes

Aceh, 2019).

Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan

pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air

yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3)

Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5)

Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam

rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa

menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. Setiap rumah juga dihimbau untuk

punya satu orang pemantau jentik (jumantik) sampah (Dinkes Aceh, 2019).

Periksa wadah atau tanaman yang bisa menampung air (vas bunga, tempat

minum burung, wadah penampungan air ditempat dispenser), dan memperbaiki

saluran dan talang air yang tidak lancar. Jangan menggantung pakaian bekas pakai,

memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa pada ventilasi rumah,

menanam tanaman pengusir nyamuk (selasih, serai, lavender, dan geranium), serta

memakai lotion/spray antinyamuk sampah (Dinkes Aceh, 2019).

49
PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba,

karena meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan

kejadian luar biasa (KLB) terutama pada saat musim penghujan sampah (Dinkes

Aceh, 2019).

2.3.9 Observasi

Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap suatu objek yang ada

di lingkungan yang sedang di amati meliputi berbagai aktivitas perhatian terhadap

kajian objek dengan menggunakan pengindraan (Arikunto, 2013). Menurut Sudjana

(2010) pengertian observasi adalah metode penelitian untuk mengukur tindakan

dan proses individu dalam sebuah peristiwa yang diamati.

Berikut ini beberapa peralatan yang di gunakan peneliti untuk proses observasi

jentik antaranya :

1. Cawan Porsele Penampung jentik Nyamuk Aedes Aegypti

2. Senter dengan merek tesla yang di produksi tahun 2018

3. Kaca Pembesar dengan tingkat pembesaran 6X.

2.4 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik nyamuk Aedes


Aegypti
2.4.1 Hubungan Menutup dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti
Penggunaan tutup pada tempat penampungan air dengan benar memiliki

dampak yang signifikan untuk mengurangi keberadaan larva dan pupa nyamuk

Aedes Aegypti dibandingkan dengan penampungan tanpa penutup (Tsuzuki, 2009).

Penelitian Arsin (2004) mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

kejadian DBD di Kota Makasar menunjukkan bahwa keberadaan tutup pada

50
kontainer/penampungan berhubungan dengan keberadaan vektor DBD. Dengan

adanya tutup berarti tempat hidup bagi nyamuk Aedes Aegypti tidak tersedia.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sandra (2010), menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara ketersediaan tutup pada TPA (p=0,009) dengan kejadian

DBD di Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong.

Hasil analisis Ramlawati (2015) pada variabel tindakan menutup tempat

penampungan air tidak berhubungan dengan densitas larva Aedes Aegypti. Tidak

adanya hubungan antara praktik menutup TPA (Tempat Penampungan Air) dengan

densitas larva Aedes Aegypti, disebabkan karena sebagian besar rumah tergolong

buruk dalam pelaksanaan praktik menutup TPA (Tempat Penampungan Air). Hasil

observasi menunjukkan banyak penampungan air yang tidak memiliki penutup

seperti bak mandi dan sebagian ember. Faktor lain yang mungkin berpengaruh

adalah sifat nyamuk Aedes Aegypti yang lebih menyukai TPA (Tempat

Penampungan Air) yang tertutup tetapi dalam keadaan longgar daripada TPA

(Tempat Penampungan Air) yang tidak tertutup sama sekali. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nurjannah menyatakan bahwa praktik menutup TPA

(Tempat Penampungan Air) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

kejadian DBD (Nurjannah, 2013). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ahmad Riyadi yang menyatakan bahwa ada hubungan antara

tindakan PSN DBD (p = 0,000) dengan densitas larva Aedes Aegypti (Riyadi, 2012).

Penelitian lain, Setiawan (2002) menunjukkan ada hubungan antara letak

TPA/tempat penampungan air, tutup TPA dan frekuensi pembersihan TPA. Selain itu

penelitian Damyanti (2009) mengenai hubungan pengetahuan, sikap dan praktek

51
3M (menutup, mengubur dan menguras) dengan keberadaan jentik Aedes Aegypti

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, praktek

menguras tempat penampungan air dan praktek mengubur atau menyingkirkan

barang-barang bekas dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Kelurahan

Kepolorejo, Magetan.

2.4.2 Hubungan Menguras dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti


Pengurasan tanpa penyikatan dan sabun tidak menghilangkan telur-telur

yang menempel di dinding tempat penampungan air. Responden yang tidak

menguras bak mandi bisa terjadi karena bak memiliki volume yang cukup besar.

Ukuran yang besar menyebabkan responden malas dan jarang membersihkan.

Pengurasan dilakukan minimal seminggu sekali untuk mengurangi kesempatan

nyamuk bertahan hidup dalam waktu beberapa bulan (Depkes RI, 2005).

Perkembangan jentik membutuhkan asupan makanan. Mikroorganisme yang

tumbuh pada dinding tempat penampungan air merupakan sumber makanan bagi

jentik. Kegiatan menguras juga dapat mengurangi asupan makanan bagi jentik

(Hadi, 2006).

Hal ini baik untuk pertumbuhan jentik karena terdapat mikro-organisma

sebagai asupan makanan jentik (Hadi, 2006). Responden tidak mengubur barang

bekas karena masih menyimpan dan menggunakan kembali. Penyebab laiannya

karena tidak adanya lahan kosong untuk membuangnya. Responden yang

mengubur kontainer berisiko terhadap jentik, karena penguburan tidak dilakukan

secara tepat (masih terdapat lubang pada tanah) sehingga dapat menampung air

hujan yang menyebabkan pembiakan jentik nyamuk (Mubarokah, 2012).

52
Penelitian Dewi, dkk (2013) didapatkan bahwa ada hubungan antara

menguras tempat dengan keberadaan larva Aedes Aegypti. Menguras tempat

penampungan air minimal seminggu sekali dapat mengurangi tempat berkembang

biaknya larva Aedes Aegypti. Karena dalam siklus hidup nyamuk diketahui bahwa

larva Aedes Aegypti dapat berkembang biak selama 6-8 hari (Sulina, 2012). Oleh

karena itu, pelaksanaan menguras TPA seminggu sekali berpengaruh dalam

kemungkinan terjadinya DBD.

2.4.3 Hubungan Mengubur dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti


Menurut Soeroso (2000) kaleng bekas, ban bekas, botol bekas dapat

memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap bertambahnya larva Aedes

Aegypti yang otomatis membuka peluang terhadap kejadian DBD. Ban mobil bekas

merupakan tempat perkembang biakan utama Aedes Aegypti daerah perkotaan.

Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat menampung air merupakan

sarana yang memungkinkan untuk tempat perkembang biakan nyamuk. Semakin

banyak barang bekas yang dapat menampung air, maka semakin banyak pula

tempat bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga makin

meningkat pula risiko kejadian DBD.

Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pancana masih ditemukan warga

yang tidak mengubur barang bekas dikarenakan mereka masih menyimpan barang

bekas tersebut di lingkungan permukiman dengan alasan akan dipergunakan

kembali dan tidak ada lahan kosong untuk mengubur maupun membakarnya. Jika

hal ini dibiarkan maka keberadaan barang-barang bekas di rumah maupun

disekitarnya dapat menajdi tempat perkembang biakan jentik nyamuk Aedes

Aegypti karena barang bekas tersebut dapat menjadi wadah tergenangnya air.

53
Sebagaimana nyamuk Aedes Aegypti sangat me- nyukai keadaan air yang bersih dan

tidak bersentu- han langsung dengan tanah. Hasil penelitian ini se- jalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Wati (2009) menunjukkan terdapat hubungan antara

mengubur barang bekas dengan keberadaan larva Aedes Aegypti di Tempat

penampungan air dengan kejadian DBD.

2.4.4 Hubungan Suhu dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti


Menurut Michael (2006) dalam Kemenkes RI (2010), perubahan iklim dapat

menyebabkan perubahan suhu, kelembaban, curah hujan, arah udara sehingga

berpengaruh terhadap ekosistem daratan dan lautan serta kesehatan terutama

pada perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes dan lainnya. Hampir

sama dengan pernyataan Achmadi (2011), bahwa suhu lingkungan dan kelembaban

akan mempengaruhi bionomik nyamuk, seperti perilaku menggigit, perilaku

perkawinan, lama menetas telur dan lain sebagainya.

Menurut KEPMENKES 829 Tahun 1999, nyamuk pada umumnya akan

meletakkan telurnya pada kelembaban sekitar 40% sampai 70%. Toleransi terhadap

suhu tergantung pada spesies nyamuk, suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk

Aedes Aegypti berkisar antara 18°C sampai 30°C dan pertumbuhan akan terhenti

pada suhu kurang dari 10°C atau di atas 40°C (KEPMENKES RI, 1999).

Hasil penelitian Ririh (2005) menunjukkan tidak adanya hubungan yang

bermakna antara suhu udara dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di

Kelurahan Wonokusumo. Sedangkan penelitian Nugrahaningsih (2010),

menunjukkan ada hubungan antara kelembaban udara dengan keberadaan jentik

nyamuk penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara. Penelitian Ririh (2005)

54
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kelembaban udara

dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Kelurahan Wonokusumo.

2.4.5 Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herdianti (2017) selama 30

hari menunjukkan bahwa kelembaban yang optimal bagi keberadaan jentik nyamuk

Aedes Aegypti yaitu ditemukan pada 18 hari (60%) sedangkan kelembaban yang

tidak optimal bagi keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti ditemukan pada 12 hari

(40%). Selanjutnya dari hasil analisis linear anova antara kelembaban dengan

keberadaan jentik Aedes Aegypti diperoleh nilai r=0,609, dengan kata lain hasil

tersebut adalah hubungan kelembaban dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes

Aegypti menunjukkan hubungan yang kuat. Nilai koefisien determinasi 0,371

(37,1%) atinya persamaan garis regresi yang diperoleh dapat menerangkan variasi

kelembaban.

Hasil uji statistik didapatkan p- value = 0,000 < alpha (0,05). Maka Ho ditolak,

dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan

keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di RT 45 Kelurahan Kenali Besar. Menurut

Kurtubi Kelembaban udara adalah banyak sedikit-nya uap air di udara. Uap air

diudara berasal dari penguapan di permukaan bumi, air laut, dan air pada tumbuh-

tumbuhan. Kandungan uap air diudara berubah- ubah, berantung pada

temperaturnya. Kelembaban mempengaruhi distribusi dan lama hidup nyamuk6.

Untuk mengukur kelembaban udara digunakan hygrometer, yang dilengkapi dengan

jarum penunjuk angka relatif kelembaban (Widiyanto, 2007).

55
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ririh (2005) menunjukkan

terdapat hubungan antara kelembaban udara, jenis kontainer, pengetahuan dan

sikap terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Kelurahan

Wonokusumo, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya. Penelitian Suyasa (2008),

menunjukkan ada hubungan antara kepadatan penghuni, keberadaan tempat

ibadah, keberadaan pot tanaman hias, saluran air hujan, mobilitas penduduk,

keberadaan kontainer, tindakan dan kebiasaan menggantung pakaian

dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas I

Denpasar Selatan.

KEPMENKES RI 829 Tahun 1999 menyatakan bahwa kelembaban udara yang

berkisar 40% - 70% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi

dan ketahanan hidup embrio. Kelembaban optimal vektor adalah 70% -80%

(Yudhastuti, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian Ika dan Zainal yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan keberadaan larva

Aedes Aegypti dengan nilai p-value = 0,000. Dari hasil tersebut dapat dikatakan

bahwa kelembaban yang optimal untuk menjamin keberadaan larva dalam sebuah

lingkungan jika dibandingkan dengan kelembaban tidak optimal (Novitasari,

2013). Penelitian Asrinti, dkk juga menyatakan bahwa ada hubungan kelembaban

dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti dengan nilai p- value = 0,0145.

Untuk mengurangi risiko keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti yang

dipengaruhi oleh kelembaban dapat dilakukan dengan membuat ventilasi pada

setiap ruangan dirumah dan menyesuaikannya dengan luas ruangan, serta

56
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk selalu melakukan upaya pencegahan

agar tidak ditemukannya tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti.

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang dikemukakan dalam tinjauan pustaka maka dapat

disimpulkan kerangka teoritis dalam penelitian ini sebagai berikut:

Achmady (2011)

1. Pengetahuan
2. Praktek menguras tempat
penampungan air

WHO (2009)

1. Praktek mengubur barang


barang bekas
Keberadaan Jentik
2.Sikap
Nyamuk Aedes
Aegepty
Arsin (2004)

1. Suhu Dan Kelembaban


2. Lingkungan

Nugrahaningsih (2010)

1. Praktek menutup tempat


Penampungan Air
2. Prilaku

Gambar 2.1 Kerangka teori

57
58

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Konsep Pemikiran

Berdasarkan kerangka teori yang telah disebutkan, terdapat banyak faktor yang

berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Peneliti hanya ingin

meneliti beberapa faktor saja, sehingga di buatlah kerangka konsep mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti,

kerangka konsep ini terdiri dari variabel-variabel independen dan variabel

dependen.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Keberadaan Jentik Nyamuk

Aedes Aegypti. Sedangkan variabel independennya adalah Menutup, Menguras

tempat penampungan air mengubur barang barang bekas. Hubungan antar variabel

dapat dilihat dari bagan berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Menutup Tempat Penampungan


Air

Menguras Tempat Penampungan


Air

Mengubur Barang Barang Bekas


Keberadaan Jentik Nyamuk
Suhu Aedes Aegypti

Kelembaban

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


3.2 Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen (terikat) yaitu Keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti.

2. Variabel Independen (bebas) yaitu menutup, menguras, mengubur, suhu dan

kelembaban.

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel yang diamati atau di teliti (Notoatmodjo, 2010).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

NO Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel Dependen (Terikat)
1 Keberadaan Larva nyamuk Obser Cek 1. Ada Jentik Ordinal
larva Aedes Aedes Aegypti vasi List 2. Tidak ada Jentik
Aegypti yang ditemukan menggun
dari hasil survei akan kaca
jentik secara visual pembesar
di tempat senter
penampungan air dan
yang dapat cawan
menjadi tempat porsele
perkembang untuk
biakan nyamuk menampu
Aedes Aegypti baik ng
di dalam maupun jentik
di
luar rumah
responden.
Variabel Independen (Bebas)
2 Menutup Perilaku responden Obser Cek 1.Ada Menutup Ordinal
yang menjaga vasi List
2.Tidak Ada Menutup
tempat
penampungan air
dengan baik yaitu
dengan memberikan
tutup pada tempat
penampungan air
sehingga nyamuk
tidak dapat
berkembangbiak
didalamnya

3 Menguras Banyaknya Jumlah Wawan Kuisioner 1. Dilakukan Ordinal

59
Pengurasan yang cara 2. Tidak Dilakukan
dilakukan oleh
responden dalam 1
minggu
4 Mengubur Mengubur barang- Wawan Kuisioner 1. Ada Mengubur Ordinal
barang bekas di cara 2. Tidak Ada
rumah maupun Mengubur
disekitarnya dapat
menjadi tempat
perkembang biakan
jentik nyamuk Aedes
Aegypti.
5 Suhu Suhu dirumah Obser Cek 1. Memenuhi Syarat Ordinal
responden pada saat Vasi List 2. Tidak Memenuhi
penelitian ini Menggun Syarat
dilakukan akan alat
yaitu
Hygro
meter
7 Kelembaban Kelembaban di Obser Cek 1. Memenuhi Syarat Ordinal
rumah responden Vasi List 2. Tidak Memenuhi
saat penelitian ini Menggun Syarat
dilakukan akan alat
yaitu
Hygro
meter

3.4 Cara Pengukuran Variabel

3.4.1 Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

1. Ada Jentik Aedes Aegypti dengan pemeriksaan menggunakan kaca pembesar,

senter dan wadah penampungan jentik.

2. Tidak Ada Jentik Aedes Agypti dengan pemeriksaan menggunakan kaca

pembesar, senter LED merk Joyko FL-85 dan cawan porsele untuk

menampung jentik.

3.4.2 Menutup

1. Ada Menutup : Jika Nilai Skor = 2

2. Tidak Ada Menutup : Jika Nilai Skor < 2

60
3.4.3 Menguras

1. Dilakukan : Jika Nilai skor ≥ 2,5.

2. Tidak Dilakukan : Jika Nilai skor < 2,5.

3.4.4 Mengubur

1. Ada Mengubur : Jika Nilai skor = 1.

2. Tidak Ada Mengubur : Jika Nilai skor < 1.

3.4.5 Suhu (KEPMENKES RI, 1999)

1. Memenuhi Syarat : Jika Suhu 18°C - 30°C.

2. Tidak Memenuhi Syarat : Jika Suhu < 18°C dan >30°C.

3.4.6 Kelembaban (KEPMENKES RI, 1999)

1. Memenuhi Syarat : Jika kelembaban udara 40% - 70%

2. Tidak Memenuhi Syarat : Jika Kelembaban udara <40% dan >70%.

3.5 Hipotesis Penelitian

1. Ha : Ada hubungan antara menutup dengan keberadaan jentik

nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

2. Ha : Ada hubungan antara menguras dengan keberadaan jentik

nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

3. Ha : Ada hubungan antara mengubur dengan keberadaan jentik

nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

61
4. Ha : Ada hubungan antara suhu dengan keberadaan jentik nyamuk

Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2019.

5. Ha : Ada hubungan antara Kelembaban dengan keberadaan jentik

nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

62
63

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif

analitik ataupun pendekatan cross-sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan

satu waktu yang bertujuan untuk melihat hubungan variabel independen (menutup,

menguras, mengubur, suhu dan kelembaban) dengan variabel dependen

(Keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti) di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2013) adalah objek atau subjek yang memiliki

karakteristik tertentu yang memiliki wilayah generalisasi yang ditetapkan oleh

peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Nursalam

(2008) populasi yaitu objek atau subjek yang berada dalam suatu wilayah dan

memiliki syarat-syarat tertentu mengenai dengan masalah penelitian. Jumlah

populasi dalam penelitian ini 1138 masyarakat dengan 231 Kepala Keluarga terdiri

dari laki laki dan perempuan yang berdomisili sebagai masyarakat Desa Asan AB.

4.2.3 Sampel

Menurut Sugiyono (2013) sampel adalah sebagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Nursalam (2008)

sampel adalah bagian dari populasi yang diambil dari sumber data serta memiliki

ciri-ciri yang akan diteliti dan mewakili seluruh populasi.


Maka penentuan jumlah sampel berdasarkan rumus Slovin dengan toleransi

tingkat kesalahan 10%, yang akan di uraikan sebagai berikut (Notoatmojo, 2007).

( )

Dimana

Dengan demikian

( )

( )

( )

Maka sampel dari penelitian ini berjumlah 69 responden (Kepala Keluarga).

Sampel ini juga meliputi jenis kelamin masyarakat laki-laki dan perempuan dengan

pengambilan sampel menggunakan tehknik random sampling dimana sampel di

ambil secara acak dan setiap masyarakat berkesempatan untuk menjadi sampel

dalam penelitian ini.

4.3 Pengumpulan Data

4.3.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh peneliti ke lapangan

dengan cara observasi dan menggunakan kuesioner yang meliputi keberadaan

64
jentik nyamuk Aedes Aegypti, menutup tutup tempat penampungan air, menguras

tutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas, suhu dan kelembaban.

4.3.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang peroleh dari kementrian kesehatan Republik

indonesia Tentang DBD, dinas kesehatan Provinsi Aceh tentang DBD, profil

kesehatan Aceh Utara tentang DBD dan catatan Puskesmas Lhoksukon tentang

keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

4.4 Metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan probability

sampling. Menurut Sugiyono (2017) “probability sampling adalah teknik

pengambilan sampel yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi

setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel”.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan simple random sampling, kemudian

menurut Sugiyono (2017) Simple Random Sampling adalah pengambilan anggota

sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang

ada dalam populasi itu.

4.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian


4.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2019.

4.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16 sampai 26 Desember Tahun 2019.

65
4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan Observasi.

4.7 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang dilakukan

bertahap, yaitu terdiri atas :

a. Tahap Persiapan Pengumpulan Data

Tahap persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi

dengan cara mendapatkan izin dari Dekan Fakultas Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh, selanjutnya peneliti menyiapkan kuisioner penelitian.

b. Tahap Pengumpulan data

Adapun tahap pengumpulan data adalah :

1). Peneliti meminta izin kepada kepala Puskesmas Lhoksukon kabupaten Aceh

Utara.

2). Responden yang dipilih adalah masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

3). Setiap Responden diwawancarai dengan mengajukan pertanyaan yang sesuai

dengan kuisioner.

4). Penelitian melakukan pengecekan setiap kuisioner meliputi kelangkapan dan

kesesuaian isi kuisioner sesuai harapan.

5). Setelah data terkumpul, peneliti melapor kepada kepala Puskesmas Lhoksukon

untuk mendapatkan surat keterangan selesai melakukan penelitian di wilayah

kerja puskesmas tersebut dan meminta surat balasan.

66
4.8 Pengolahan Data

Data yang sudah didapat selanjutnya diolah secara komputerisasi dengan

mendeskripsikan semua variabel melalui tabel distribusi frekuensi terhadap semua

data yang di peroleh dari lapangan melalui langkah sebagai berikut:

4.8.1 Editing

Setelah pengumpulan data, dilakukan pemeriksaan kembali terhadap hasil

dari instrumen data (kuesioner), yang meliputi kelengkapan identitas responden

dan kelengkapan pengisian yang dilakukan oleh peneliti sehingga tidak terjadi

ketidaklengkapan pengisian kuesioner.

4.8.2 Coding

Yaitu peneliti memberikan kode berupa angka yang telah disiapkan guna

mempermudah pengenalan serta pengelolaan data. Kode data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kode responden yang diawali dengan 01 untuk

responden pertama sampai 69 untuk responden terakhir dan kode yang diberikan

untuk item pertanyaaan pada kuesioner.

4.8.3 Tabulating

Pada tahapan ini penulis melakukan pengelompokan data sesuai dengan

katagori yang telah di buat untuk tiap-tiap sub variabel yang diukur dan selanjutnya

dimasukkan ke dalam tabel frekuensi dan tabel silang.

4.9 Analisa Data


4.9.1 Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk

melihat distribusi frekuensi variabel-variabel yang diteliti, baik independen maupun

67
dependen yang bertujuan untuk melihat besarnya masalah. Untuk analisa ini semua

tabel dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

4.9.2 Analisa Bivariat

Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan

hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui uji statistik Chi-square (x2).

Dalam penelitian ini analisis Chi-square dilakukan dengan menggunakan SPSS

(statistical product and service solutions) dengan kaidah pengambilan yang

diinterprestasi jika p-value < (α=0,05) maka Ho diterima. Jika Ho diterima maka

terdapat hubungan antara variabel Independen dengan variabel dependen.

Ketentuan yang digunakan dalam uji Chi-Square adalah sel yang mempunyai nilai

expected kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat Chi-Square tidak

terpenuhi maka di pakai uji alternatifnya yaitu:

1. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel 2x2 adalah uji fisher

2. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 adalah uji kolmograv-Smirnov.

3. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 dan 2x2 adalah dengan melakukan

penggabungan seluntuk kembali diuji dengan uji Chi-Square (Dahlan, 2012).

4.10 Penyajian Data

Data yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan program SPSS

(statistical product and service solutions) versi 24,0 kemudian disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang serta menggunakan narasi

untuk penjelasan dengan jumlah tabel 9 terbagi menjadi dua yaitu tabel Bivariat

dan tabel Univariat.

68
69

BAB V

GAMBARAN UMUM

5.1. Letak Geografis Puskesmas Lhoksukon

UPTD Puskesmas Lhoksukon mempunyai wilayah kerja di sebagian

kecamatan Lhoksukon dalam Kabupaten Aceh Utara mempunyai luas wilayah

24.300 km2 sedangkan luas wilayah kerja UPTD Puskesmas Lhoksukon 13.037 Km2

dengan batas wilayah kerja sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lapang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cot Girek

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Matangkuli, Tanah Luas

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Baktiya Barat.

5.2 Demografi Puskesmas Lhoksukon

Jumlah Desa di kecamatan Lhoksukon sebanyak 75 Desa terdiri dari 4

Kemukiman. Luas UPTD Puskesmas Lhoksukon ± 9.999 m². Sedangkan wilayah kerja

UPTD Puskesmas Lhoksukon terdiri dari 42 desa dan 142 dusun.Aktifitas penduduk

di Kecamatan Lhoksukon meliputi pegawai negeri sipil, pegawai perusahaan swasta,

pekerja kontruksi, pedagang, jasatransportasi, usaha pertanian, perkebunan dan

lain-lain.

Jumlah Penduduk Kecamatan Lhoksukon pada Tahun 2018 berjumlah 34.396

jiwa terdiri dari 17.099(49%) laki-laki dan 17.297 (51%) perempuan dengan jumlah

kepala keluarga 8.242.


5.3. Visi Misi Dan Motto Puskesmas Lhoksukon

5.3.1. Visi Puskesmas Lhoksukon

“Terwujudnya pelayanan yang bermutu dan terjangkau menuju masyarakat

Lhoksukon sehat dan mandiri di Tahun 2023”.

5.3.2. Misi Puskesmas Lhoksukon

1. Meningkatkan pengelolaan sumber daya UPTD Puskesmas yang bermutu.

2. Meningkatkan pengelolaan tertib administrasi dan sistem informasi UPTD

Puskesmas yang efektif dan efisien.

3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu , merata

dan terjangkau

4. Mendorong kemandirian individu, kelompok dan masyarakat dalam

berperilaku hidup bersih dan sehat.

5.3.3 Kegiatan Yang di Lakukan di Desa Asan AB

1. Foging dilakukan saat sesudah kejadian DBD di Desa Asan AB.

2. Penyuluhan praktek 3M

5.3.3. Motto Puskesmas Lhoksukon

“IKHLAS DALAM MELAYANI”

5.4 Gambar Letak Puskesmas Lhoksukon

70
71

BAB VI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara yang dimulai dari tanggal 16 Desember sampai dengan 26

Desember Tahun 2019 dengan jumlah sampel sebanyak 69 responden di Desa Asan

AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, maka diperoleh hasil sebagai

berikut:

6.1.1 Analisis Univariat

Analisis univariat menggambarkan secara deskriptif untuk melihat distribusi

frekuensi berdasarkan variabel dependen maupun independen sebagai berikut:

6.1.1.1 Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, distribusi frekuensi keberadaan jentik nyamuk

Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dapat

dilihat pada tabel 6.1 dibawah ini :

TABEL 6.1
DISTRIBUSI FREKUENSI KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTI DI DESA
ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019
No Keberadaan Jentik Nyamuk N %
1 Ada Jentik 58 84,1
2 Tidak Ada Jentik 11 15,9
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)
Berdasarkan tabel 6.1 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang di

rumahnya terdapat jentik nyamuk lebih tinggi 84,1% bila dibandingkan dengan

proporsi responden yang tidak terdapat jentik nyamuk hanya 15,9%.

6.1.1.2 Menutup

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, distribusi frekuensi menutup tempat

penampungan air di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

dapat dilihat pada tabel 6.2 dibawah ini :

TABEL 6.2
DISTRIBUSI FREKUENSI MENUTUP TEMPAT PENEMPUNGAN AIR DI DESA ASAN AB
KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019
No Menutup N %
1 Ada Menutup 7 10,1
2 Tidak Ada Menutup 62 89,9
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)

Berdasarkan tabel 6.2 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang

tidak menutup tempat penampungan air lebih tinggi 89,9% bila dibandingkan

dengan proporsi responden yang menutup tempat penampungan air hanya 10,1%.

6.1.1.3 Menguras

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan

AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, distribusi frekuensi menguras

tempat penampungan air di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh

Utara dapat dilihat pada tabel 6.3 di bawah ini :

72
TABEL 6.3
DISTRIBUSI FREKUENSI MENGURAS TEMPAT PENEMPUNGAN AIR DI DESA ASAN
AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019

No Menguras N %
1 Dilakukan 23 33,3
2 Tidak Dilakukan 46 66,7
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)

Berdasarkan tabel 6.3 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang

tidak melakukan pengurasan tempat penampungan air lebih tinggi 66,7% bila

dibandingkan dengan proporsi responden yang melakukan pengurasan tempat

penampungan air hanya 33,3%.

6.1.1.4 Status Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, distribusi frekuensi mengubur tempat barang

bekas di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dapat dilihat

pada tabel 6.3 di bawah ini :

TABEL 6.4
DISTRIBUSI FREKUENSI MENGUBUR BARANG BEKAS DI DESA ASAN AB
KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019

No Mengubur N %
1 Ada Mengubur 25 36,2
2 Tidak Ada Mengubur 44 63,8
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)

Berdasarkan tabel 6.4 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang

tidak ada mengubur barang bekas lebih tinggi 63,8% bila dibandingkan dengan

proporsi responden yang ada mengubur barang bekas hanya 36,2%.

73
6.1.1.5 Suhu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan

AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, distribusi frekuensi suhu di Desa

Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dapat dilihat pada tabel 6.5

di bawah ini :

TABEL 6.5
DISTRIBUSI FREKUENSI SUHU DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON
KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019

No Suhu N %
1 Memenuhi Syarat (18°C-30°C) 33 47,8
2 Tidak Memenuhi Syarat (<18°C dan > 30°C) 36 52,2
Jumlah 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)

Berdasarkan tabel 6.5 di atas menunjukkan bahwa proporsi suhu yang tidak

memenuhi syarat di Desa Asan AB lebih tinggi 52,2% bila dibandingkan dengan

proporsi Suhu yang memenuhi syarat hanya 47,8%.

6.1.1.6 Kelembaban

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan

AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, distribusi frekuensi peran tenaga

kesehatan di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dapat

dilihat pada tabel 6.6 di bawah ini :

TABEL 6.6
DISTRIBUSI FREKUENSI KELEMBABAN DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON
KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2019

No Kelembaban N %
1 Memenuhi Syarat (40% - 70%) 17 24,6
2 Tidak Memenuhi Syarat (< 40% dan > 70%) 52 75,4
Jumlah 69 100

74
Berdasarkan tabel 6.6 di atas menunjukkan bahwa proporsi kelembaba di

Desa Asan Ab yang tidak memenuhi syarat menjawab lebih tinggi 75,4% bila

dibandingkan dengan proporsi kelembaban yang memenuhi syarat hanya 24,6%.

6.1.2 Analisa Bivariat

Untuk menunjukkan adanya hubungan antara variabel dependen yang diduga

mempunyai hubungan terhadap variabel independen, maka akan dilakukan analisa

statistik dengan menggunakan uji Chi-Square (X2). Variabel yang diuji adalah

menutup, menguras, mengubur, suhu, dan kelembaban.

6.1.2.1 Hubungan Menutup dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di

Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon, hubungan menutup tempat penempungan air dengan keberadaan

jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat

pada tabel 6.8 di bawah ini :

TABEL 6.7
TABULASI SILANG HUBUNGAN MENUTUP TEMPAT PENAMPUNGAN AIR DENGAN
KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019

Keberadaan Jentik Nyamuk


Aedes Aegypti
Total
No Menutup Tidak Ada p-value
Ada Jentik
Jentik
n % n % N %
1 Tidak Ada Menutup 55 88,7 7 11,3 62 100
2 Ada Menutup 3 42,9 4 57,1 7 100 0,002
Jumlah 58 84,1 11 15,9 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)

Dari tabel 6.8 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik

nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 88,7% pada kelompok responden yang

75
tidak ada menutup tempat penampungan air. Dibandingkan dengan kelompok

responden yang ada menutup tempat penempungan air hanya 42,9%. Sebaliknya

proporsi responden yang tidak ada jentik dengan ada menutup sebesar 57,1% lebih

tinggi apabila dibandingkan dengan proporsi responden yang tidak menutup hanya

11,3%. Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,002, berarti hipotesis

nol (Ho) ditolak mengindikasikan ada hubungan yang bermakna antara menutup

tempat penampungan air dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti.

6.1.2.2 Hubungan Menguras dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di

Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon, hubungan menguras tempat penempungan air dengan keberadaan

jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat

pada tabel 6.9 di bawah ini :

TABEL 6.8
TABULASI SILANG HUBUNGAN MENGURAS TEMPAT PENAMPUNGAN AIR DENGAN
KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019

Keberadaan Jentik Nyamuk


Aedes Aegypti
Total
No Menguras Tidak Ada p value
Ada Jentik
Jentik
n % n % N %
1 Tidak Dilakukan 43 93,5 3 6,5 46 100
2 Dilakukan 15 65,2 8 34,8 23 100 0,003
Jumlah 58 84,1 11 15,9 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)

Dari tabel 6.9 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik

nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 93,5% pada kelompok responden yang

tidak ada menguras tempat penampungan air. Dibandingkan dengan kelompok

76
responden yang ada menguras tempat penempungan air hanya 65,2%. Sebaliknya

proporsi responden yang tidak ada jentik pada kelompok menguras sebesar 34,8%

lebih tinggi apabila dibandingkan dengan proporsi responden yang tidak menguras

hanya 6,5%. Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,003, berarti

hipotesis nol (Ho) ditolak mengindikasikan ada hubungan yang bermakna antara

menguras tempat penampungan air dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes

Aegypti.

6.1.2.3 Hubungan Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Jentik Nyamuk

Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon, hubungan mengubur barang bekas dengan Keberadaan Jentik Nyamuk

Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat pada tabel 6.10

di bawah ini :

TABEL 6.9
TABULASI SILANG HUBUNGAN MENGUBUR BARANG BEKAS DENGAN
KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019

Keberadaan Jentik Nyamuk


Aedes Aegypti
Total
No Mengubur Tidak Ada p value
Ada Jentik
Jentik
n % n % N %
1 Tidak Ada Mengubur 41 93,2 3 6,8 44 100
2 Ada Mengubur 17 68,0 8 32,0 25 100 0,006
Jumlah 39 84,1 11 15,9 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)

Dari tabel 6.10 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik

nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 93,2% pada kelompok responden yang

tidak ada mengubur barang bekas. Dibandingkan dengan kelompok responden yang

77
ada mengubur barang bekas hanya 68,0%. Sebaliknya proporsi responden yang

tidak ada jentik dengan ada mengubur sebesar 32,0% lebih tinggi apabila

dibandingkan dengan proporsi responden yang tidak ada mengubur hanya 6,8%.

Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,006, berarti hipotesis nol

(Ho) ditolak mengindikasikan ada hubungan yang bermakna antara mengubur

barang bekas dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti.

6.1.2.4 Hubungan Suhu dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa

Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon, hubungan suhu dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di

Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat pada tabel 6.11 di bawah ini :

TABEL 6.10
TABULASI SILANG HUBUNGAN SUHU DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK
Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA TAHUN 2019

Keberadaan Jentik Nyamuk


Aedes Aegypti
Total
No Tidak Ada p value
Suhu Ada Jentik
Jentik
n % n % N %
Tidak Memenuhi
1
Syarat 28 77,8 8 22,2 36 100
0,137
2 Memenuhi Syarat 30 90,9 3 9,1 33 100
Jumlah 58 84,1 11 15,9 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2020)

Dari tabel 6.11 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik

nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 90,9% pada kelompok responden yang

suhu rumahnya memenuhi syarat. Dibandingkan dengan kelompok responden yang

suhu rumahnya tidak memenuhi syarat hanya 77,8%. Sebaliknya proporsi

78
responden yang tidak ada jentik pada kelompok suhu memenuhi syarat hanya 9,1%

lebih rendah apabila dibandingkan dengan proporsi kelompok responden suhu yang

tidak memenuhi syarat sebesar 22,2%. Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh nilai

p value 0,137, berarti hipotesis nol (Ho) diterima mengindikasikan tidak ada

hubungan yang bermakna antara suhu rumah responden dengan Keberadaan Jentik

Nyamuk Aedes Aegypti.

6.1.2.5 Hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon, hubungan Kelembaban dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes

Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dapat dilihat pada tabel 6.12 di

bawah ini :

TABEL 6.11
TABULASI SILANG HUBUNGAN KELEMBABAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK
NYAMUK Aedes Agypti DI DESA ASAN AB KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN
ACEH UTARA TAHUN 2019

Keberadaan Jentik Nyamuk


Aedes Aegypti Total
No Kelembaban p value
Ada Jentik Tidak Ada Jentik
n % n % N %
Tidak Memenuhi
1
Syarat 48 92,3 4 7,7 52 100
0,001
2 Memenuhi Syarat 10 58,8 7 41,2 17 100
Jumlah 58 84,1 11 15,9 69 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2018)

Dari tabel 6.12 menunjukkan bahwa proporsi responden yang ada jentik

nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya sebesar 92,3% pada kelompok responden yang

kelembaban rumahnya tidak memenuhi syarat. Dibandingkan dengan kelompok

responden yang kelembaban rumahnya memenuhi syarat hanya 58,8%. Sebaliknya

79
proporsi responden yang tidak ada jentik dengan kelembaban memenuhi syarat

sebesar 41,2% lebih tinggi apabila dibandingkan dengan proporsi responden suhu

yang tidak memenuhi syarat hanya 7,7%. Berdasarakan hasil uji statistik diperoleh

nilai p value 0,001, berarti hipotesis nol (Ho) ditolak mengindikasikan ada hubungan

yang bermakna antara kelembaban rumah responden dengan Keberadaan Jentik

Nyamuk Aedes Aegypti.

6.2 PEMBAHASAN

Pembahaan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi berdasarkan

hasil yang diperoleh. Penjabaran dari pembahasan sesuai dengan tujuan dari

penelitian yang terdiri dari faktor-faktor yang berhubungan dengan Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti.

6.2.1 Hubungan Menutup Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

menutup tempat penampungan air dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes

Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dengan nilai p value 0,002.

Berdasarkan hasil penelitian Mentari Putri (2013) dapat diketahui bahwa

responden yang melakukan praktek menutup tempat penampungan air dan

ditemukan larva Aedes Aegypti di rumahnya adalah sebesar 38 dari 63 responden

(60,3%). Sedangkan responden yang tidak melakukan praktek menutup tempat

penampungan air dan ditemukan larva Aedes Aegypti dirumahnya adalah sebesar 6

dari 17 responden (35,3%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Damyanti (2009), yang

menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek

80
menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes Aegypti di

Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan dengan p value

sebesar 0,130. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mahardika (2009) yang

menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek

menutup tempat penampungan air dengan kejadian DBD (p value = 0,002) di

wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepirin Kabupaten Kendal 2009.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya oleh Kautsar (2013), responden yang berpengetahuan rendah adalah

sebesar 63,5%, sedangkan responden yang berpengetahuan tinggi sebesar 35,5%

dengan hasil statistik ada hubungan pengetahuan dengan Keberadaan Jentik

Nyamuk Aedes Aegypti dengan P value 0,003.

6.2.2 Hubungan Menguras Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

Menguras tempat penempungan air dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes

Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon dengan nilai P value 0,003.

Menurut peneliti adanya hubungan antara Menguras dengan Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti disebabkan oleh semakin banyak responden yang

menguras tempat penempungan air maka semakin rendah persentase Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti, sebaliknya semakin banyak responden yang tidak

Menguras maka semakin tinggi persentase Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes

Aegypti.

Berdasarkan hasil penelitian Mentari Putri (2013) dapat diketahui bahwa

responden yang melakukan praktek menguras tempat penampungan air dengan

81
frekuensi <1 x seminggu dan ditemukan larva Aedes Aegypti di rumahnya sebanyak

25 dari 35 (71,4%). Sedangkan responden yang melakukan praktek menguras

tempat penampungan air dengan frekuensi ≥1 x seminggu sebanyak 19 dari 45

(42,2%).

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh nilai p-value sebesar 0,013 (p-

value < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

secara statistik antara praktek menguras tempat penampungan air sebanyak <1 x

seminggu dengan adanya keberadaan larva Aedes Aegypti pada rumah responden

di Kelurahan Sawah Lama. Dari hasil uji statistik juga diperoleh nilai OR (odd ratio)

sebesar 3,421, artinya responden yang melakukan praktek menguras tempat

penampungan air sebanyak <1 x seminggu memiliki peluang 3,421 kali untuk

adanya keberadaan larva Aedes Aegypti di rumahnya dibandingkan dengan

responden yang melakukan praktek menguras tempat penampungan air sebanyak

<1 x seminggu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Damyanti (2009), yang

menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek

menguras tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes Aegypti di

Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan dengan p value

sebesar 0,003. Selain itu, penelitian Adam (2008), menunjukkan ada hubungan yang

bermakna secara statistik antara praktek menguras tempat penampungan air

dengan kejadian demam berdarah dengue di Puskesmas Sukomoro Kabupaten

Magetan tahun 2008.

82
Penelitian Falah (2010) juga menunjukkan ada hubungan secara statistik

antara praktek menguras tempat penampungan air dengan kejadian demam

berdarah di Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang dengan dengan p

value sebesar 0,015. Penelitian Mahardika (2009) juga menunjukkan ada hubungan

yang bermakna secara statistik antara praktek menguras tempat penampungan air

dengan kejadian DBD (p value = 0,004) di wilayah kerja Puskesmas Cepiring

Kecamatan Cepirin Kabupaten Kendal tahun 2009.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori, bahwa Pemberantasan Sarang

Nyamuk harus dilakukan secara berkesinambungan untuk memberantas tempat-

tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypti agar tidak berkembangbiak salah

satunya yaitu dengan membersihkan tempat penampungan air dengan menguras,

menyikat dindingnya dan mengganti airnya seminggu sekali (Dinkes Jawa Tengah,

2006).

Sebaiknya masyarakat tetap melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) di rumah dan lingkungannya. Salah satunya adalah dengan

melakukan praktek menguras tempat penampungan air paling sedikit seminggu

sekali. Praktek ini pun harus dilakukan dengan cara yang benar yaitu dengan cara

menyikat dindingnya dan mengganti airnya, sehingga siklus kehidupan nyamuk

dapat dihentikan. Pihak Puskesmas dapat memberikan program penyuluhan kepada

masyarakat secara kontinyu mengenai praktek menguras tempat penampungan air

yang benar dan dapat memotivasi masyarakat agar dapat mempraktekkannya

dengan frekuensi yang benar, yaitu ≥ 1 kali dalam 1 minggu.

83
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Sri (2017), menyatakan bahwa adanya hubungan menguras tempat penampungan

oleh responden yang ada adalah sebesar 42,2%, sedangkan responden yang tidak

ada menguras sebesar 57,8% dengan hasil yang diperoleh p value 0,003. Penelitian

ini juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017), yang menyatakan

bahwa responden yang tidak ada Menguras sebesar 57,5% sedangkan responden

yang ada Menguras sebesar 42,5% dengan hasil yang diperoleh p value 0,001.

6.2.3 Hubungan Mengubur Barang Bekas Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk

Aedes Aegypti

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

mengubur barang bekas dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa

Asan AB Kecamatan Lhoksukon dengan nilai P value 0,006.

Praktek mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

penampungan air juga merupakan salah satu dari praktek Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN). Dalam penelitian ini praktek mengubur barang-barang bekas yang

dapat menjadi tempat penampungan air diukur dengan frekuensi dalam satu

minggu yang dilakukan oleh responden. Keadaan yang dikatakan baik adalah jika

responden melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air lebih dari satu kali dalam seminggu.

Berdasarkan hasil penelitian Mentari Putri (2013) dapat diketahui bahwa

responden yang melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu dan ditemukan larva

Aedes Aegypti di rumahnya adalah sebesar 34 dari 53 responden (64,2%).

84
Sedangkan responden yang melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas

yang dapat menjadi tempat penampungan air sebanyak ≥1 x seminggu dan

ditemukan larva Aedes Aegypti dirumahnya adalah sebesar 10 dari 27 responden

(37%).

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh bahwa nilai probabilitas (p-

value) sebesar 0,032, artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna

secara statistik antara praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu dengan adanya

keberadaan larva Aedes Aegypti. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR (Odd Ratio)

= 3,042, artinya responden yang melakukan praktek menyingkirkan barang-barang

bekas yang dapat menjadi tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu

memiliki peluang 3,042 kali untuk ditemukannya larva Aedes Aegypti di rumahnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Damyanti (2009), yang

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara

praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

penampungan air dengan keberadaan larva Aedes Aegypti di Kelurahan Kepolorejo

Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan dengan p value sebesar 0,007. Penelitian

Falah (2010) juga menunjukkan ada hubungan secara statistik antara praktek

mengubur barang-barang bekas dengan kejadian demam berdarah di

Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang dengan dengan p value

sebesar 0,0001.

Depkes RI (1995), menyatakan bahwa salah satu cara untuk mencegah dan

memberantas nyamuk Aedes Aegypti adalah dengan mengubur barang- barang

85
bekas dan sampah-sampah lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak

menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.

Sebaiknya masyarakat tetap melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) di rumah dan lingkungannya. Salah satunya adalah dengan

melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

penampungan air paling sedikit seminggu sekali. Praktek ini dapat dilakukan dengan

cara mengubur, memberikan ke tukang sampah/loak, membuat kerajinan dan cara

lainnya, sehingga siklus kehidupan nyamuk dapat dihentikan.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Kautsar (2013), yang menyatakan bahwa adanya hubungan mengubur barang bekas

dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti, responden yang tidak mengubur

barang bekas sebesar 61,6%, sedangkan responden yang mengubur barang bekas

hanya 38,4% dengan hasil statistik yang diperoleh p value 0,0001.

6.2.4 Hubungan Suhu Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara suhu dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB

Kecamatan Lhoksukon dengan nilai P value 0,137.

Menurut peneliti tidak adanya hubungan antara Suhu dengan Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti karena persentase responden dengan suhu rumah

yang memenuhi syarat tetap mendapatkan persentase keberadaan jentik nyamuk

Aedes Aegypti tinggi.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Sri (2017), Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti pada suhu rumah yang

86
memenuhi syarat adalah sebesar 55,6%, sedangkan Keberadaan Jentik Nyamuk

Aedes Aegypti pada suhu rumah responden yang tidak memenuhi syarat hanya

44,4% dengan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara Pendidikan dengan

Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti dengan hasil yang diperoleh p value

0,092. Dan penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Sugma (2015), dengan hasil

uji statistik diperoleh nilai P value 0,203. Dari pernyataan tersebut disimpulkan

bahwa suhu rumah yang memenuhi syarat tidak menurunkan persentase

Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes.

6.2.6 Hubungan Kelembaban Dangan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

Kelembaban dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB

Kecamatan Lhoksukon dengan nilai P value 0,001. Menurut peneliti adanya

hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan Keberadaan Jentik Nyamuk

Aedes Aegypti karena ketika situasi lembab di rumah responden akan menunjukkan

persentase Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti lebih tinggi dibandingkan saat

situasi rumah responden tidak dalam keadaan lembab.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Rabiatunnisa (2017), menunjukkan persentase Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes

Aegypti pada situasi rumah responden yang lembab adalah sebesar 51,1%,

sedangkan persentase Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti pada situasi

rumah responden yang tidak lembab hanya 48,9% dengan hasil uji statistik

didapatkan ada hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti dengan hasil yang diperoleh p value 0,002. Hal ini

87
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Amanda (2012) yang menyatakan bahwa

kelembaban merupakan salah satu faktor yang berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti dengan nilai p value 0,0001.

88
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor – faktor yang

berhubungan dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB

Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019. Berdasarkan menutup,

menguras, mengubur, suhu dan kelembaban. Maka peneliti menarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara menutup tempat penampungan air dengan

Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 dengan nilai p Value = 0,002.

Artinya dapat disimpulkan bahwa semakin banyak responden yang tidak

menutup tempat penampungan air, maka semakin meningkat pula angka

keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

2. Ada hubungan antara menguras tempat penampungan air dengan

Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 dengan nilai p Value = 0,003.

Artinya dapat disimpulkan bahwa semakin banyak responden yang tidak

menguras tempat penampungan air, maka semakin meningkat pula angka

keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.

89
3. Ada hubungan antara mengubur barang barang bekas dengan Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 dengan nilai p Value = 0,006. Artinya

dapat disimpulkan bahwa semakin banyak responden yang tidak mengubur

barang barang, maka semakin meningkat pula angka keberadaan jentik

nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2019.

4. Tidak Ada hubungan antara suhu rumah responden dengan Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 dengan nilai p Value = 0,137.

5. Ada hubungan antara kelembaban rumah responden dengan Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 dengan nilai p Value = 0,001. Artinya

dapat disimpulkan bahwa semakin lembab situasi di rumah responden,

maka semakin meningkat pula angka keberadaan jentik nyamuk Aedes

Aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

Tahun 2019.

90
7.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan tersebut, maka

disarankan beberapa hal tersebut :

1. Diharapkan kepada Pihak Puskesmas di unit kesehatan lingkungan agar

lebih banyak memberikan pembinaan dan pelatihan program kesehatan

kepada perangkat Desa guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

bagi para masyarakat dalam memberantas Keberadaan Jentik Nyamuk

Aedes Aegypti.

2. Kepada juru jentik (jumantik) disarankan agar lebih sering melakukan

penyuluhan bagi setiap keluarga agar dapat mengurangi angka Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di dalam rumah masyarakat.

3. Bagi peneliti selanjutnya di sarankan agar dapat meneliti mengenai variabel

yang lainnya seperti Lingkungan, letak wilayah, status ekonomi serta

variabel-variabel lain yang belum diteliti.

91
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, UF. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali


Pers.

Adam, Arifin Al-Ghazali.,Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Rumah Dan Praktik 3M


dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Puskesmas Sukomoro
Kabupaten Magetan Tahun 2008.

Amran, Yuli., Pengolahan Dan Analisis Data Statistik Bidang Kesehatan.2012.

Arifin B., Penggunaan Abu Batu Bara PLTU Mpanau Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah
Lempung. Jurnal Smartek. 7(4): 219-228.2012.

Arsin A.A dan Wahiddudin., Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Demam Berdarah Dengue di Kota Makasar. Jurnal Kedokteran Yarsi.
ISSN:0854-1159 Vol. 12 No. 2. Mei-Agustus 2004.

Ayubi D, Hasan A., Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kejadian
Demam Berdarah Dengue di Kota Bandar, Lampung. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 2007;2(2) Oktober.

Barrera, Roberto., Manuel A., & Andrew J.M., Population Dynamics of Aedes aegypti
and Dengue as Influenced by Weather and Human Behavior in San Juan,
Puerto Rico. Plos Neglected Tropical Diseases, 5 (12): 1-9.2011.

Benthem, BHB van., Khantikul, N., Panart, K., et al. 2002. Knowledge and Use of
Prevention Measure Related to Dengue in Northern Thailand. Tropical
Medicine and International Health, 7 (11): 993-1000.

Brunkard, J.M., Lopez, J.L.R., Ramirez, J. et al. 2007. Dengue Fever Seroprevalence
And Risk Factors, Texas-Mexico Border, 2004. Emerging Infectious Diseases,
13 (10): 1477-1483.

Chan, YC.BC dan K.L. Chan. 1971. Aedes Aegypti and Aedes Albopictus (Skuse) in
Singapore City, Larva Habitat. Bulletin WHO 44. Culicidae) Larva Habitats In
An Urban Area Of Costa Rica With A History Of Mosquito Control. J Vector
Ecology; 33(1), 76-88.

Chadijah, dkk. Peningkatan Peranserta Masyarakat dalam Pelaksanaan


Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) di Dua Kelurahan di Kota
Palu, Sulawesi Tengah. Jurnal Litbang Kesehatan. 2011; 21 (4): 1-8.

Damyanti., Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Praktek 3M Dengan Keberadaan


Jentik Aedes Aegypti Pada Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Di
Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan. Skripsi:
Undip.2009.

92
Depkes RI., Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta.2003.

., 2005. Penemuan dan Tatalaksana Penderita DBD. Direktorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. 2005.

., 2007. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN


DBD) oleh Juru Pemantau Jentik. Jakarta.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2006. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2006. Semarang: Dinkes Jateng.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2005.


Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Falah, Miftakhul. 2010. Faktor-Faktor Yang Behubungan Dengan Kejadian Demam


Berdarah (DBD) di Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang.
Skripsi. Undip.

Fathi., Keman, S., & Wahyuni, C.U. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku
terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 2 (1): 1-10.

Febrianto., Muhammad Rizki. 2012. Analisis Spasiotemporal Kasus Demam


Berdarah Dengue Di Kecamatan Ngaliyan Bulan Januari-Mei 2012. Karya
Tulis Ilmiah: Undip.

Ginanjar, Genis. 2008. Apa Yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam
Berdarah. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.

Green, L. W. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach Mayfield


Publishing Company. USA

Hairi, F., Ong, CH., Suhaimai, a. et al. 2003. A Knowledge, Attitude and Practice
(KAP) Study on Dengue Among Selected Rural Communities in The Kuala
Kangsar District. Asia Pasific Journal Public Health, 15 (1): 37-43.

Herms, W., 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States of
America. Jakarta.Jakarta: UIN Jakarta. Keberadaan Vektor Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan.
Ecotrophic. 3 (1) : 1 - 6

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Buletin Jendela


Epidemioogi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia


Tahun 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun


2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.2018.

93
Keraf, A. S. Dan Dua M. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada


Jakarta Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik
Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Kuta Utara. Ecotropic, 5 (2): 93-97.

Mar’at. 1984. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Ghalia Indonesia.

Medronho, R.A., Macrini, L., Novellino, D.M. et al. 2009. Aedes aegypti Immatures
Forms Distribution According to Type of Breeding Site. The American
Society of Tropical Medicine and Hygiene, 80: 401-404.

Nelson, M.J. et al., 1972. Seasonal Abudance of Adult and Immature Aedes Aegypti
in Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 4 (1).

Ni Nyoman, dkk. Pengamatan Indeks Jentik dan Tempat Perkembangbiakan Aedes


aegypti di Kota Palu. Jurnal Vektor Penyakit. 2008; 2 (1): 1-7.

Nisa, Hoirun. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta Nugrahaningsih, M., Putra, N.A., Aryanta, I.W.R.
2010. Hubungan Faktor

Nurjanah. Hubungan Praktik PSN dan Akses Air Bersih dengan Kejadian DBD pada
Siswa SD di Kecamatan Palu Selatan [Skripsi]. Makassar: Universitas
Hasanuddin; 2013.

Rahman., Deni Abdul. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dan Praktik 3m
Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Blora Kabupaten Blora. Unnes Journal Of Public Health 2 (1).

Rajab,. Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa


Kebidanan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Respati, Yunita Ken dan Soedjajadi Keman. (2007). Perilaku 3M, Abatisasi dan
Keberadaan Jentik Aedes Hubungannya dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3 (2): 107-118.

Ririh, Y., dan Anny, V. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer dan Perilaku
Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah
Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan
I (2) : 170 -182.

Riyadi, Akhmad. Pemetaan Densitas Larva Aedes Aegypti Berdasarkan Tindakan


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD di Kelurahan Ballaparang

94
Kecamatan Rappocini Kota Makassar [Skripsi]. Makassar: Universitas
Hasanuddin; 2012.

Sandra., Mariana Ivoretty. 2010. Hubungan karakteristik individu dan kondisi


tempat penampungan air (TPA) dengan kejadian Demam Berdarah (DBD)
Di Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong Tahun 2010. Skripsi: UI

Santoso & Anif, B. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Prilaku (PSP)
Masyarakat terhadap vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera
Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan, 7 (2): 732-739.

Setiawan. 2002. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Aedes


Pada TPA Rumah Tangga Di Kecamatan Bekasi Selatan Tahun Tahun 2001.
Thesis: UI.

Setyobudi,. Agus. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan


Jentik Nyamuk Di Daerah Endemik DBD Di Kelurahan Sananwetan
Kecamatan Sananwetan Kota Blitar. Prosiding Seminar Nasional, “Peran
Kesehatan Masyarakat Dalam Pencapaian MDG’s Di Indonesia”.

Soegijanto. S., 2003. Demam Bedarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2003. Airlangga University Press, Surabaya.

Sukowati, Supratman. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Pengendaliannya di Indonesia. Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan.
Kementrian Kesehatan.

Sumantri., Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta. Kencana
Susanna, D dan Terang U.J.S. 2011. Entomologi Kesehatan. Jakarta: UI
Press Suyasa. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat.

Tumbelaka. A.R. 2004. Diagnosis Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue.


Dalam: Hadinegoro dan Satari. Demam Berdarah Dengue (Naskah Lengkap)

WHO. 2010. South East Region Dengue. WHO. 2012. Case Dengue Fever.

Yogyakarta: Kanisius

Yotopranoto, S., Sri Subekti, Rosmanida, Sulaiman., Dinamika Populasi Vektor Pada
Lokasi Dengan K Asus Demam Berdarah Dengue Yang Tinggi Di Kotamadya
Surabaya. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia.1998.

95
INFORMASI KEPADA RESPONDEN

Assalammu’alaikum Wr. Wb.,

Saya Fitriani, atas nama peneliti; mahasiswa tingkat akhir pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh bermaksud mengadakan
penelitian mengenai faktor faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik
nyamuk aedes aegypti di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh
Utara Tahun 2019.
Dengan penelitian ini diharapkan akan diketahui faktor faktor yang
berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti di wilayah kerja
Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019. Hasil dari penelitian
diharapkan dapat dijadikan dasar informasi tentang keberadaan Jentik nyamuk
aedes aegypti pada di Desa Asan AB Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2019.
Keikutsertaan Bpk/Ibu/Sdr (i) dalam penelitian ini adalah secara sukarela
dan menguntungkan semua pihak baik responden, peneliti, pelayan kesehatan dan
masyarakat luas. Setelah anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan
menandatangani pernyataan persetujuan responden, maka anda akan
diwawancarai oleh saya sebagai peneliti.
Semua data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dirahasiakan oleh
tim peneliti dan tidak terbuka bagi masyarakat atau pihak lain tanpa persetujuan
peneliti. Laporan yang akan dihasilkan dari penelitian ini tidak akan mencantumkan
identitas responden yang bersangkutan.
Demikian informasi kami sampaikan, terima kasih atas kehadiran anda
menjadi responden.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.,

96
TABEL SKOR

Variabel Yang di Nomor


teliti Urut Tidak/SS Ya/S Rentang

Keberadan Jentik 1 0 1
Nyamuk Aedes 2 0 1 1. Ada Jentik Apabila
Aegypti 3 0 1 skor = 1
4 0 1 2. Tidak Ada Jentik
Apabila skor < 1
1 0 1 1. Ada Menutup
Menutup 2 0 1 Apabila skor = 2
2. Tidak Ada Menutup
Apabila Skor < 2
1 0 1
2 0 1 1. Dilakukan apabila
Menguras 3 0 1 skor > 2,5 (median)
4 0 1 2. Tidak Dilakukan
apabila skor < 2,5
(median)
1. Ada Mengubur
Mengubur 1 0 1 apabila skor = 1
2. Tidak Ada
Mengubur apabila
skor < 1
1 0 1 1. Memenuhi Syarat
Suhu apabila 18°C - 30° C
2. Tidak Memenuhi
Syarat apabila < 18°C
dan > 30° C
1. Memenuhi Syarat
Kelembaban 1 0 1 40% - 70 %
2. Tidak Memenuhi
Syarat < 40% dan > 70
%

97
KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK


Aedes Aegypti DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LHOKSUKON KABUPATEN ACEH
UTARA
TAHUN 2019

Nama Peneliti : Fitriani

1. Data Demografi
No. Responden : ..............
Inisial Responden : ..............
Umur : ..............
Jenis Kelamin : ..............
Pendidikan Terakhir : ..............
A. Keberadaan Jentik Nyamuk (Diisi Peneliti)

No Cek List Ada Tidak Ada

1 Bak Mandi

2 Drum

3 Penampung air kulkas

4 Penampungan Dispenser

B. Menutup (Diisi Peneliti)


No Cek List Ada Tidak Ada
Menutup Menutup
1 Bak Mandi

2 Ember

98
C. Menguras

1. Apakah menguras Tempat Penampungan Air seminggu sekali ?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda selalu menguras bak mandi minimal 1 kali dalam seminggu
?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda menggunakan sabun setiap kali menyikat bak mandi ?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda menguras tempat penampungan air pada kulkas ?
a. Ya
b. Tidak

D. Mengubur

1. Apakah anda mengubur barang barang bekas yang dapat menampung


air di rumah anda ?
a. Ya
b. Tidak

E. Suhu (Diisi Peneliti)


No Cek List °C
1 Suhu dalam rumah

2 Suhu luar rumah


3 Suhu rata rata

F. Kelembaban (Diisi Peneliti)

No Cek List %
1 Kelembaban Ruangan

99
Semua foto yang di tampilkan dalam skripsi ini sudah mendapatkan persetujuan
dari responden yang bersangkutan.

1. Wawancara dengan Sekretaris Desa Asan AB

2. Wawancara dengan responden

3. Wawancara dengan responden

100
4. Wawancara dengan responden

5. Observasi Jentik Nyamuk Aedes Agypti

6. Observasi Jentik Nyamuk Aedes Agypti

101
7. Suhu dan Kelembaban Rumah Responden

1. Suhu dan Kelembaban Rumah Responden

2. Penampungan Air responden yang tidak ada penutup

102
10. Penampungan Air responden yang tidak ada penutup

11. Penampungan Air responden yang tidak ada penutup

12. Barang Bekas disekitar rumah responden

103
13. Barang Bekas disekitar rumah responden

14. Barang Bekas disekitar rumah responden

15. Barang Bekas disekitar rumah responden

16. Jentik Nyamuk Nyamuk Aedes Agypti

104

Anda mungkin juga menyukai