Anda di halaman 1dari 107

SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA KRUENG KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Aceh

OLEH:

NIDAUL FITRIA
NPM : 2007110027

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
ACEH2024
SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA KRUENG KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023

OLEH:

NIDAUL FITRIA
NPM : 2007110027

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
ACEH2024
Universitas Muhamadiyah Aceh
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP)
Skripsi, Januari 2024
ABSTRAK

Nama : Nidaul Fitria


NPM : 2007110027

“Hubungan Status Gizi Dan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Krueng
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023”
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian
bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. Balita menjadi
kelompok yang sering terkena ISPA, gejala yang dialami pada umumnya berbeda-
beda tergantung jenis infeksi yang diderita oleh balita, dampak yang ditimbulkan
dapat berupa gangguan pada tumbuh kembang balita. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan case control.
Populasi pada penelitian ini seluruh ibu yang memiliki balita balita di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Krueng Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023. Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik proportional sampling dan diperoleh sampel sebanyak
192 responden yang terbagi 96 kasus dan 96 kontrol. Penelitian ini telah dilakukan
pada tanggal 15 - 22 Januari 2024. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
dan observasi dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi sebagai
instrumen penelitian, selanjutnya dilakukan uji statistik dengan uji chi-square
menggunakan aplikasi SPSS.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa 49,0% status gizi balita kurang,
33,3% ada paparan asap rokok, 29,7% tidak ada pemberian ASI Ekslusif dan 41,1%
pengetahuan ibu kurang baik. Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ada
hubungan antara status gizi (p-value 0,000;OR 95%CI 9,014), paparan asap rokok (p-
value=0,006;OR 95%CI 2,366), pemberian ASI Ekslusif (p-value=0,003;OR 95%CI
2,655), pengetahuan ibu (p-value=0,013;OR 95%CI 2,097) dengan kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 202.
Posyandu yang diselenggarakan sudah sangat maksimal dengan
diberikann berbagai jenis makanan yang sehat seperti jus, bubur, dan buah-
buahan. Namun, diharapkan orang tua balita juga menjaga status gizi balita
dengan baik di rumah dengan memberikan makanan yang memiliki
kandungan 4 sehat 5 sempurna secara rutin,tidak merokok di dalam rumah
ataupun di dekat balita, memberikan Asi eksklusif dan meningkatkan
pengetahuan tentang bahaya ISPA pada balita.

Kata Kunci :Kejadian ISPA Pada Balita, Status Gizi, Paparan Asap Rokok,
Pembertian ASI Ekslusif, Pengetahuan Ibu.
Daftar Kepustakaan :64 buah (2010-2022)
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Ini telah disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Tim Penguji skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh

Banda Aceh, Januari 2024

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Fauzi Ali Amin, M.Kes Hanifah Hasnur, S.Pd, SKM, MKM

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Aceh

Dr. Basri Aramico.Ib, SKM, MPH


NIK: 19811029 2006 03 1 001
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Nidaul Fitria


NPM : 2007110027
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP)
Judul Skripsi : HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN
KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah benar hasil

karya sendiri/ tidak di buat oleh orang lain. Apabila di kemudian hari diketahui

bahwa skripsi ini di buat oleh orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

akademis yang di tetapkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh (FKM UNMUHA) termasuk pembatalan hasil sidang skripsi.

Demikian surat penyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada

paksaan.

Banda Aceh, Januari 2024

Nidaul Fitria
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas

rahmat dan hidayah-Nya penulis telah dapat menyelesaikan Skripsi ini, shalawat

dan salam kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa kita dari alam

jahiliyahh ke alam islamiah. Penulisan skripsi ini satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh.

Dengan terwujudnya penulisan akhir ini, maka dengan penuh keihklasan

penulis sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Drs.

Fauzi Ali Amin, M.Kes dan Ibu Hanifah Hasnur, S.Pd, SKM, MKM selaku

pembimbing yang telah memberi petunjuk, arahan, bimbingan, dan dukungan mulai

dari awal penulisan sampai akhir penulisan ini dan terimakasih juga kepada :

1. Bapak Rektor Dr. H. Aslam Nur, MA Universitas Muhammadiyah Aceh.

2. Bapak Dr. Basri Aramico.Ib, SKM, MPH selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh.

3. Para Dosen Penguji di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh.

4. Para Dosen dan Staf Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh.

5. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan do’a dan semangat dalam

penyelesaiaan Skripsi ini.

6. Semua teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaiaan Skripsi ini.


Akhirnya kepada Allah S.W.T kita sepantasnya berserah diri, tiada satupun

yang terjadi tanpa kehendaknya. Harapan penulis, semoga Skripsi ini bermanfaat

bagi penulis sendiri maupun bagi segenap pembaca dan masyaraka .

Banda Aceh, Januari 2024

Nidaul Fitria
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
ABSTRAK
PERNYATAAN PERSETUJUAN
LEMBARAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 6
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.5.1 Bagi Penelitian ........................................................................................ 7
1.5.2 Tempat Penelitian .................................................................................. 7
1.5.3 Institusi Pendidikan ................................................................................ 7
1.5.4 Institusi Dinas ......................................................................................... 7
1.6 Sistematika penulisan ............................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9


2.1 ISPA............................................................................................................. 9
2.1.1 Pengertian ISPA....................................................................................... 9
2.1.2. Etiologi ISPA ........................................................................................... 10
2.1.3. Faktor Resiko ISPA.................................................................................. 10
2.1.4. Tanda dan Gejala ISPA ........................................................................... 10
2.1.5 Dampak ISPA Pada Balita ........................................................................ 13
2.1.6 Kejadian ISPA.......................................................................................... 14
2.2 Faktor Risiko ISPA....................................................................................... 16
2.3 Balita........................................................................................................... 16
2.3.1 Pengertian Balita ..................................................................................... 22
2.3.2 Tahap Perkembangan Manusia .............................................................. 22
2.4 Status Gizi................................................................................................... 24
2.4.1 Pengertian Status Gizi ............................................................................. 24
2.4.2 Asupan Zat Gizi........................................................................................ 25
2.4.3 Penilaian Status Gizi ................................................................................ 27
2.4.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi....................................... 29
2.5 Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita ...... 30
2.5.1 Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita....................... 30
2.5.2 Hubungan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA.......................... 32
2.5.2 Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian ISPA ...................... 33
2.5.2 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian ISPA ............................... 34
2.6 Kerangka Teori .......................................................................................... 35
BAB III KERANGKA KONSEP ....................................................................... 36
3.1 Konsep Pemikiran....................................................................................... 36
3.2 Variabel Penelitian ..................................................................................... 36
3.3 Definisi Operasional ................................................................................... 36
3.4 Cara Pengukuran Variabel.......................................................................... 37
3.5 Hipotesis Penelitian.................................................................................... 38

BAB IV METODE PENELITIAN..................................................................... 39


4.1 Jenis Penelitian........................................................................................... 39
4.2 Populasi Dansampel ................................................................................... 39
4.2.1 Populasi ................................................................................................... 39
4.2.2 Sampel .................................................................................................... 39
4.3 Pengumpulan Data..................................................................................... 41
4.3.1 Data Primer ............................................................................................. 41
4.3.2 Data Sekunder......................................................................................... 42
4.5 Waktu Dan Lokasi Penelitian...................................................................... 42
4.5.1 Waktu Penelitian..................................................................................... 42
4.5.2 Lokasi Penelitian...................................................................................... 42
4.6 Instrumen Penelitian.................................................................................. 42
4.7 Metode pengumpulan Data....................................................................... 42
4.8 Pengolahan Data ........................................................................................ 43
4.8.1 Editing .................................................................................................... 43
4.8.2 Coding ................................................................................................ 44
4.8.3 Tabulating................................................................................................ 44
4.9 Analisa Data................................................................................................ 44
4.9.1 Analisa Univariat ..................................................................................... 44
4.9.2 Analisa Bivariat........................................................................................ 44
4.10 Penyajian Data ......................................................................................... 45

BAB V GAMBARAN UMUM ....................................................................... 42


5.1 Profil Profil Puskesmas ............................................................................... 42
5.2 Visi Misi Puskesmas.................................................................................... 41

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 44


6.1 Hasil Penelitian........................................................................................... 44
6.2 Pembahasan ............................................................................................... 51

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 60


7.1 Kesimpulan ................................................................................................. 60
7.2 Saran........................................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PENELITIAN
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Kuesioner Penelitian.

LAMPIRAN 2 : Tabel Score

LAMPIRAN 3 : Output SPSS

LAMPIRAN 4 : Surat Penelitian Dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

LAMPIRAN 5 : Surat Balasan Dari Puskesmas

LAMPIRAN 6 : Dokumentasi Penelitian

LAMPIRAN 7 : Master Tabel


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan

organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi

ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila

ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Bayi di bawah lima tahun (Balita) adalah

kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap

berbagai penyakit. ISPA merupakan penyakit yang mudah sekali menular (Probowo,

2017).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2021, sebesar 68% balita

yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA, khususnya

pneumonia. ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara

maju dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian

balita akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2,1 juta balita pada tahun 2020 (Fitri,

2021). Beberapa negara seperti India, Bangladesh, Indonesia, dan Myanmar

merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak. Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian pada

anak di negara sedang berkembang. ISPA ini menyebabkan 4 dari 15 juta kematian

pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya (Usman, 2017).

Di Indonesia, ISPA menduduki peringkat ke-9 sebagai penyakit yang paling

banyak diderita masyarakat, khususnya anak-anak. Tercatat, rata-rata balita di

Indonesia mengalami sakit batuk pilek setidaknya tiga hingga enam kali per

1
tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan bahwa

angka kejadian pneumonia pada balita di Indonesia cukup tinggi, yakni 10-20% per

tahun. ISPA menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi

dan balita di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% dengan

morbiditas pneumonia pada bayi 2,2% dan pada balita 3,0%, sedangkan mortalitas

pada bayi 23,8% dan balita 15,5% (Kemenkes RI, 2020).

Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia

pada akhir tahun 2018 sebanyak lima kasus diantara 1.000 balita (Kemenkes RI,

2020). ISPA disebabkan oleh virus atau bakteri, penyakit ini diawali dengan panas

disertai salah satu atau lebih gejala lainnya seperti tenggorokan sakit atau nyeri

telan, pilek, batuk kering atau berdahak, periode prevalence ISPA dihitung dalam

kurun waktu 1 bulan terakhir (Usman, 2017).

Provinsi Aceh berada pada posisi ke-3 kasus ISPA tertinggi Indonesia yaitu

30,0% (Riskesdas RI, 2018). Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (2018) diketahui

beberapa kabupatan di Provinsi Aceh dengan kasus ISPA tertinggi salah satunya

adalah Kabupaten Pidie Jaya sebanyak 7,84%. Dari 8 Kecamatan yang ada di

Kabupaten Pidie Jaya, kecamatan dengan jumlah kasus ISPA terbanyak adalah

Kecamatan Bandar Dua (Dinkes Pidie Jaya, 2022). Berikut ini Grafik 1.1 yang

menunjukkan data kunjungan kasus ISPA pada balita tahun 2020 - 2022 di

Kecamatan Bandar Dua :

2
Grafik 1.1
Jumlah kunjungan ISPA pada balita di Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar
Dua tahun 2020 - 2022
2020 2021 2022

192
152
136

Kunjungan ISPA Pada Balita


Sumber : Puskesmas Kuta Krueng (2023)

Berdasarkan Grafik 1.1 jumlah kunjungan ISPA di Puskesmas Kuta Krueng

Kecamatan Bandar Dua tahun 2020 sebanyak 136 kasus. Pada tahun 2021

meningkat menjadi 152 kasus. Pada tahun 2022 kunjungan ISPA balita sebanyak 192

kasus (Puskesmas Kuta Krueng, 2023). Balita menjadi kelompok yang sering terkena

ISPA, gejala yang dialami pada umumnya berbeda-beda tergantung jenis infeksi

yang diderita oleh balita, dampak yang ditimbulkan dapat berupa gangguan pada

tumbuh kembang balita. Hal ini disebabkan oleh infeksi pada bagian-bagian

tertentu sehingga mengganggu asupan nutrisi pada balita (Atikah, 2022).

Tindakan yang tidak kalah penting adalah kejadian non-imunisasi seperti

nutrisi, keadaan lingkungan, dan pemberian ASI Eksklusif. Balita dengan gizi yang

kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal

karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Asap rokok dan asap hasil

pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak

mekanisme pertahanan paru-paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA

(Muslikha, 2017).

3
Zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan memiliki efek kuat untuk reaksi

kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Kondisi kurang energi protein

dapat menyebabkan ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat

sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,

sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan

tersebut adalah status gizi (Marimbi, 2020).

Dampak yang dialami balita apabila terkena ISPA, berat badan anak dapat

mengalami penurunan sampai 10%. Kalau berat badan anak balita hanya 15 kg,

maka sekali terkena ISPA, beratnya bisa turun menjadi 13 kg. Artinya, pertumbuhan

anak akan terganggu, akibat dari penurunan berat badan tersebut. Belum lagi anak

akan menjadi susah tidur. Kalau kurang istirahat, anak jadi terganggu

perkembangan anggota tubuh termasuk perkembangan otak, sehingga dapat

menurunkan IQ (Budhyanti, 2021).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hungu (2018)

bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kejadian ISPA sekitar

55,7% (73 jiwa) sedangkan jenis kelamin laki-laki sekitar 44,3% (58 jiwa), hal ini

menunjukkan bahwa balita dengan jenis kelamin perempuan lebih rentan terkena

ISPA dibandingkan dengan balita jenis kelamin laki-laki. Menurut penelitian

Ningrum tahun (2019) bahwa salah satu penyebab kejadian ISPA pada balita ialah

kepadatan hunian, dimana rumah harus menjamin kesehatan penghuninya, salah

satu syarat rumah sehat adalah memenuhi kebutuhan fisiologis seperti

kenyamanan. Penelitian dilakukan di Puskesmas Sungai Pinang menunjukkan bahwa

kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita sebesar 43,4% (53 jiwa)

4
dibandingkan dengan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dengan

kejadian ISPA pada balita sebesar 56,5% (69 jiwa), semakin banyak jumlah penghuni

rumah, maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau

bakteri yang dapat mengganggu kesehatan (Ningrum, 2019).

Melihat dari pemaparan penjelasan dalam latar belakang diatas peneliti

tertarik untuk melakukan kajian lebih lanjut terkait dengan kejadian ISPA pada

balita, sehingga di buatkanlah penelitian dengan judul “hubungan status gizi dan

paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang terdapat di latar belakang maka kondisi ini

menggambarkan bahwa kejadian ISPA merupakan salah satu penyakit yang angka

kejadiannya terus meningkat, bahkan ISPA juga terjadi pada anak bawah lima tahun

(balita). Dari data awal yang diperoleh peneliti di Puskesmas Kuta Krueng bahwa

terdapat 192 kasus ISPA pada balita di puskesmas tersebut di tahun 2022. Berbagai

macam dampak yang dapat di timbulkan oleh ISPA pada balita seperti nafsu makan

menurun, badan lesu, perasaan sakit (malaise), sakit kepala, influenza dan dapat

menyebatkan kematian. Oleh sebab itu, penulis merasa perlu dan tertarik untuk

melakukan kajian lebih lanjut tentang kejadian ISPA pada balita dengan judul

penelitian “hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023”.

5
1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian, maka penulis hanya membahas

variabel dependen (kejadian ISPA pada balita) dan variabel independen (status gizi,

paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu).

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan

kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan

Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023.

1.4.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie

Jaya Tahun 2023.

2. Untuk mengetahui hubungan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023.

3. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023.

4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie

Jaya Tahun 2023.

6
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk mengembangkan

kemampuan, menambah pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dalam

melakukan penelitian tentang ISPA sehingga penelitian ini diharapkan dapat dipakai

sebagai dasar dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang

diberikan pada masyarakat, agar kualitas hidup masyarakat semakin meningkat.

1.5.2 Tempat Penelitian

Sebagai bahan masukan dan informasi mengenai pentingnya pemantauan

kejadian ISPA pada balita sehingga nanti dapat dilakukan penanganan yang lebih

efektif diwilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kabupaten Pidie Jaya.

1.5.3 Institusi pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang

hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita

khususnya bagi institusi pendidikan khususnya Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muhammadiyah Aceh.

1.5.4 Institusi Dinas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Dinas

Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya tentang pentingnya dilakukan pencegahan

terhadap kejadian ISPA pada balita di dalam keluarga secara rutin dan menyeluruh.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep ISPA

2.1.1 Pengertian ISPA

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini

dalam bahasa inggris Acute respiratory infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga

unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut dengan pengertian sebagai berikut

(Yasir, 2019) :

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh Manusia

dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli berserta organ

adneskanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara

anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian

bawah (termasuk jaringan jaringan paru-paru) dan organ adneska dalam saluran

pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran

pernafasan (respiratory tract).

3. Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari, batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang

dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang

komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA

terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur. Virus penyebab

8
ISPA antara lain golongan mikrovirus (termasuk di dalamnya virus influensa, virus

para-influensa dan virus campak) (Yasir, 2019).

2.1.2. Etiologi ISPA

Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran

pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung, biasanya bakteri tersebut

menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan

musim panas ke musim hujan. Untuk golongan virus penyabab ISPA antara lain

golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa dan

virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar

dari sindrom batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian

atas. Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya sindrom saluran

pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada balita dan anak-anak, virus-

virus influensa merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas

bagian atas dari pada saluran bagian bawah (Yasir, 2019).

2.1.3. Faktor Resiko ISPA

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat ISPA adalah umur

di bawah dua bulan, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu

rendah, rendahnya tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan, lingkungan

rumah, imunisasi yang tidak memadai dan menderita penyakit kronis (Yasir, 2019).

2.1.4. Tanda dan Gejala ISPA

Sebagian besar anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas memberikan

gejala yang penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan

beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua ibu

9
dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan

mudah (Suyudi, 2019). Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dikenali yaitu flu,

demam dan suhu badan anak meningkat lebih dari 38,5° celsius dan disertai sesak

nafas. Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan

menurut Suyudi (2019) yaitu ISPA ringan bukan pneumonia, ISPA sedang,

pneumonia dan ISPA berat, pneumonia berat.

Khusus untuk balita, hanya dikenal ISPA berat dan ISPA ringan (tidak ada

ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk balita adalah bila frekuensi nafasnya cepat

(60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding dada yang kuat. Pada

dasarnya ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika

keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan atau

daya tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah

diketahui orang awam sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa

pengamatan sederhana (Suyudi, 2019).

1. Gejala ISPA ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai

berikut:

a. Batuk.

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya

pada waktu berbicara atau menangis).

c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak diraba dengan

punggung tangan terasa panas. Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan

10
cukup dilakukan di rumah tidak perlu dibawa ke dokter atau puskesmas. Di

rumah dapat diberi obat penurun panas yang dijual bebas di toko-toko atau

apotik tetapi jika dalam dua hari gejala belum hilang, anak harus segera di bawa

ke dokter atau puskesmas terdekat (Suyudi, 2019).

2. Gejala ISPA sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA

ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :

a. Pernafasan lebih dari 50 kali/menit pada anak umur kurang dari satu tahun

atau lebih dari 40 kali/menit pada anaksatu tahun atau lebih.

b. Suhu lebih dari 39˚C.

c. Tenggorokan berwarna merah

d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.

e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.

g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

Dari gejala ISPA sedang ini, orang tua perlu hati-hati karena jika anak

menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari 39°C, gizinya kurang,

umurnya empat bulan atau kurang maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan

harus mendapat pertolongan petugas kesehatan (Yasir, 2019).

3. Gejala ISPA berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan

atau sedang disertai satu lebih gejala yaitu bibir atau kulit membiru, lubang hidung

kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas, anak tidak sadar atau

11
kesadarannya menurun, pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah,

pernafasan menciut dan anak tampak gelisah, sela iga tertarik kedalam pada waktu

bernapas, nadi cepat lebih dari 60x/menit atau tidak teraba, tenggorokan berwarna

merah. Pasien ISPA berat harus dirawat dirumah sakit atau puskesmas karena perlu

mendapatkan perawatan dengan peralatan khusus seperti Oksigen dan infus

(Suyudi, 2019).

2.1.5 Dampak ISPA Pada Balita

Dampak dari ISPA yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan

beberapa hal sebagai berikut :

a. Infeksi pada paru

Kuman penyebab ISPA akan masuk lebih dalam kesaluran pernapasan yaitu

bronkus dan alveoli sehingga menginfeksi bronkus dan alveoli sehingga pasien

akan sulit bernapas kerena adanya sumbatan jalan napas oleh penumpukan

secret hasil produksi kuman pada rongga paru.

b. Infeksi selaput otak

Kuman juga mampu menjangkau selaput otak sehingga menginfeksi selaput

otak dengan menumpukan cairan yang mampu berakibat meningitis.

c. Penurunan Kesadaran

Infeksi dan penumpukan cairan pada selaput otak menyebabkan terhambatnya

suplay oksigen dan darah ke otak sehingga otak kekurangan oksigen dan terjadi

hipoksia pada jaringan otak.

12
d. Kematian

Penangganan yang lama dan tidak tepat pada pasien ISPA mampu

memperlambat dan merusak seluruh fungsi tubuh oleh kuman sehingga pasien

akan mengalami henti napas dan henti jantung (Widoyono, 2019).

2.1.6 Kejadian ISPA

Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang penting bagi

kejadian ISPA. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah

sebagai berikut (Yasir, 2019):

1. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik.

a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling

baik untuk bayi.

b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.

c. Pada balita makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup

protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.

d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat

di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi dan jagung,lemak dari

kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran dan buah-

buahan.

e. Balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya

sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang

menghambat pertumbuhan.

2. Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi, agar anak memperoleh

kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT

13
(Kemenkes RI, 2018). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah

penyakit pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Yasir,

2019).

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat

merupakan modal utama bagi kejadian penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang

tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku

ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan

lingkungan sehat (Suyudi, 2019).

4. Pengobatan segera, apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang

tua tidak memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada

tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung vetsin atau

rasa gurih, bahan pewarna, pengawet, dan makanan yang terlalu manis. Anak

yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (Yasir, 2019):

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus,

diberi oksigen dan sebagainya.

b. Pneumonia : diberi obat antibiotik melalui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol,

jika terjadi alergi/tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.

c. Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di

rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain

yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun

panas yaitu parasentamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada

pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran

14
kelenjar getah bening di leher, dianggap sebagai radang tengggorokan oleh

kuman dan harus diberi antibiotik selama 10 hari (Yasir, 2019).

2.2 Faktor Faktor Risiko ISPA

Penyebaran dan dampak penyakit ISPA berkaitan dengan beberapa faktor

yaitu sebagai berikut :

1. Kondisi Lingkungan (misalnya polutan udara, kepadatan anggota keluarga,

kelembaban, kebersihan, musim, dan temperatur)

2. Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah kejadian infeksi

untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas

pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi)

3. Faktor pejamu seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu

menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi

serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan

4. Karakteristik patogen seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi

(misalnya gen penyandi toksin) dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran

inokulasi) (WHO, 2021).

2.3 Balita

2.3.1 Pengertian Balita

Balita yaitu anak yang berusia di bawah 5 tahun yaitu 0-1 tahun adalah bayi,

1-3 tahun adalah batita dan 3-5 tahun adalah balita yang merupakan generasi yang

perlu mendapatkan perhatian, karena balita merupakan generasi penerus dan

modal dasar untuk kelangsungan hidup bangsa, balita amat peka terhadap penyakit,

tingkat kematian balita masih tinggi. Balita diharapkan tumbuh dan berkembang

15
dalam keadaan sehat jasmani, sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit dan

kelemahan. Masalah kesehatan balita merupakan masalah nasional, menginggat

angka kesakitan dan angka kematian pada balita masih cukup tinggi. Angka

kesakitan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya karena penyebab utamanya

berhubungan dengan faktor lingkungan antara lain: asap dapur, penyakit infeksi

dan pelayanan kesehatan (Supartini, 2018).

Salah satu faktor penyebab kematian maupun yang berperan dalam proses

tumbuh kembang balita yaitu ISPA. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap balita antara pemeriksaan

perkembangan dan pertumbuhan fisiknya, pemeriksaan perkembangan kecerdasan,

pemeriksaaan penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan

pada orang tua (Supartini, 2018).

2.3.2 Tahap Perkembangan Manusia

Menurut teori perkembangan psikososial Erik Erikson dikutip oleh Whaley

dan Wong’s (2019), tahap perkembangan manusia menurut umur dibagi kedalam

delapan tahapan, yaitu :

1. Infancy (0-1 tahun)

Masa bayi yaitu dalam tahun pertama kehidupan, hubungan sosial anak masih

terbatas denagn orang terdekatnya (ibu/pengganti ibu). Karakteristik dari krisis

psikososial yang terjadi pada masa ini adalah ”kepercayaan vs ketidakpercayaan”, di

mana apabila masa ini dapat dilewati dengan baik maka akan terbentuk sikap

optimisme dan kepercayaan diri yang meningkat.

16
2. Toddler hood (1-3 tahun)

Pada masa toddler ini, hubungan sosial anak masih terbatas pada orang tua

dan keluarga dekat. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini

adalah ”otonomi vs keraguan”, di mana masa ini dapat dilewati dengan baik akan

meningkatkan kesadaran akan pengendalian diri dan kepuasan akan hal yang

berkecukupan.

3. Early child hood (3-6 tahun)

Pada masa pra sekolah ini, hubungan sosial anak masih terbatas pada

orang tua dan keluarga serta orang-orang terdekat disekitarnya. Karakteristik

dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini adalah ”inisiatif vs kesalahan”, di

mana masa ini dapat dilewati dengan baik akan menentukan tujuan, arah,

kemampuan berinisiatif dan keaktifan seseorang.

4. Middle child hood (6-12 tahun)

Pada masa sekolah ini, hubungan sosial anak sudah lebih luas yaitu lingkungan

tetangga dan sekolah. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini

adalah ”rajin vs rendah diri”, di mana masa ini dapat dilewati dengan baik akan

meningkatkan kompetensi dan kemampuan intelektual, sosial dan fisik.

5. Adolescence (13-20 tahun)

Pada masa dewasa muda ini, hubungan sosial utama bagi anak sudah beralih

pada kelompok sebaya dan kelompok luar yang seide dengannya. Karakteristik dari

krisi psikososial yang terjai pada masa ini adalah ”identitas vs kebingungan” di mana

masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kesadaran akan gambaran

diri yang utuh sebagai manusia yang unik.

17
6. Early adult hood (21-35 tahun)

Pada masa dewasa awal ini, hubungan sosial utama seseorang sudah terfokus

pada patner dalam hubungan teman dan seks (perkawinan). Karakteristik dari krisis

psikososial yang terjadi pada masa ini adalah ”keintiman vs isolasi”, di mana masa

ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kemampuan membentuk

hubungan dekat dan membuat komitmen tentang kehidupan.

7. Young and middle adult hood (36-60 tahun)

Pada masa dewasa pertengahan ini, hubungan seseorang terfokus pada

pembagian tugas antara bekerja dengan rumah tangga dan pada masa ini emosi

sudah mulai stabil. Karakteristik dari krisi psikososial yang terjadi pada masa kini

adalah ”generativitas vs konsentrasi diri”, di mana bila masa ini dapat dilewati

denga baik akan meningkatkan kemampuan dalam memikirkan keluarga,

masyarakat dan generasi mendatang.

8. Later adult hood ( > 60 tahun)

Pada masa dewasa akhir ini, hubungan sosial seseorang beralih dan terfokus

pada hubungan kemasyarakatan dalam kelompoknya. Pada masa ini emosi

seseorang cenderung relatif stabil dengan motivasi untuk hidup dan berkarir serta

membantu sesama sangat baik. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada

masa ini adalah ” keutuhan vs keputusasaan”, di mana bila masa ini dapat dilewati

dengan baik akan meningkatkan kesadaran akan terpenuhinya

kebutuhan/kehidupan seseorang dari perasaan puas dan siap menghadapi masa

lanjut usia serta kematian (Whaley, 2019).

18
2.4 Status Gizi

2.4.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu

(Supariasa, 2016). Sedangkan menurut Sudargo (2018), status gizi adalah suatu

keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

Status gizi juga dinyatakan sebagai keadaan tubuh yang merupakan akibat dari

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dengan 4 klasifikasi, yaitu status gizi

buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2021).

Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan, tubuh

manusia dan lingkungan hidup manusia. Status gizi merupakan hasil keseimbangan

antara zat- zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

(Soekirman, 2015). Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi

kurang, dan gizi lebih. Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan

sumber daya manusia dan kualitas hidup. Untuk itu program perbaikan gizi

bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan

status gizi masyarakat (Muchtadi, 2021).

2.4.2 Asupan Zat Gizi

Definisi asupan zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di kalangan

balita ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat kekurangan konsumsi makanan

dan hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai

sumber tenaga yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein

19
yang digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel

tubuh. Kekurangan zat gizi pada disebabkan karena mendapat makanan yang tidak

sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan atau adanya ketidakseimbangan

antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif

(Irianton, 2020).

Asupan makan yang tidak adekuat merupakan penyebab langsung terjadinya

stunting pada balita. Kurangnya asupan energi dan protein menjadi penyebab gagal

tumbuh telah banyak diketahui. Kurangnya beberapa mikronutrien juga

berpengaruh terhadap terjadinya retardasi pertumbuhan linear. Kekurangan

mikronutrien dapat terjadi karena rendahnya asupan bahan makanan sumber

mikronutrien tersebut dalam konsumsi balita sehari-hari serta disebabkan karena

bioavailabilitas yang rendah (Mikhail, 2018).

Beberapa faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi pada balita menurut

beberapa ahli adalah sebagai berikut :

1. Daya beli keluarga, daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat

pendapatan keluarga. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian

besar pendapatannya untuk makanan. Rendahnya pendapatan merupakan

rintangan yang menyebabkan orang orang tidak mampu membeli pangan dalam

jumlah yang dibutuhkan. Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai

penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi (Irianton,

2020). Pada umumnya tingkat pendapatan naik jumlah dan jenis makanan

cenderung untuk membaik tetapi mutu makanan tidak selalu membaik

(Aditianti, 2020). Anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan

20
terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan yang paling kecil

biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga

mempengaruhi keadaan gizi (Welassih, 2022).

2. Tingkat pendidikan ibu, pendidikan ibu merupakan modal utama dalam

menunjang ekonomi keluarga juga berperan dalam penyusunan makan

keluarga, serta pengasuhaan dan perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat

pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan

khususnya dibidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan

mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari (Kemenkes RI, 2022). Tingkat

pendidikan yang dimiliki wanita bukan hanya bermanfaat bagi penambahan

pengetahuan dan peningkatan kesempatan kerja yang dimilikinya, tetapi juga

merupakan bekal atau sumbangan dalam upaya memenuhi kebutuhan dirinya

serta mereka yang tergantung padanya.Wanita dengan tingkat pendidikan yang

lebih tinggi cenderung lebih baik taraf kesehatannya (Pramudtya, 2020). Jika

pendidikan ibu dan pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak mampu untuk

memilih hingga menyajikan makanan untuk keluarga memenuhi syarat gizi

seimbang (UNICEF, 2020). Hal ini senada dengan hasil penelitian di Meksiko

bahwa pendidikan ibu sangat penting dala hubungannya dengan pengetahuan

gizi dan pemenuhan gizi keluarga khususnya anak, karena ibu dengan

pendidikan rendah antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga dapat

berisiko mengalami resiko stunting (Hizni, 2020).

3. Pengetahuan gizi ibu, gizi kurang banyak menimpa balita sehingga golongan ini

disebut golongan rawan. Masa peralihan antara saat disapih dan mengikuti pola

21
makan orang dewasa atau bukan anak, merupakan masa rawan karena ibu atau

pengasuh mengikuti kebiasaan yang keliru. Penyuluhan gizi dengan bukti-bukti

perbaikan gizi pada dapat memperbaiki sikap ibu yang kurang menguntungkan

pertumbuhan anak (Rahayu, 2019). Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Di samping pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial dan

frekuensi kontak dengan media masa juga mempengaruhi pengetahuan gizi.

Salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan

gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam

kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2019). Tingkat pengetahuan gizi seseorang

besar pengaruhnya bagi perubahan sikap dan perilaku di dalam pemilihan bahan

makanan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada keadaan gizi individu

yang bersangkutan. Keadaan gizi yang rendah di suatu daerah akan menentukan

tingginya angka kurang gizi secara nasional (Mulyati, 2019). Hasil Penelitian

Taufiqurrahman (2018) dan Pormes dkk (2019) yang menyatakan bahwa

pengetahuan orang tua tentang pemenuhan gizi berpengaruh dengan status gizi

balita.

2.4.3 Penilaian Status Gizi

Menurut Muchtadi (2021), penilaian status gizi antara lain :

1. Penilaian status gizi secara langsung

a. Indeks Massa Tubuh (IMT), Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang

menyatakan komposisi tubuh, perimbangan antara berat badan dengan

tinggi badan. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung BB/TB2 dimana

22
BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam

meter.

b. Antropometri, Antropometri adalah suatu pengukuran yang berhubungan

dengan berbagai macam dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.

c. Klinis, Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai

status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan

yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.

d. Biokimia, Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen

yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan

tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga

beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

e. Biofisik, Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan

melihat perubahan struktur dan jaringan.

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung

a. Survei Konsumsi Makanan, Survei konsumsi makanan adalah metode

penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis

zat gizi yang dikonsumsi.

b. Statistik Vital, Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian

23
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu

dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

c. Faktor Ekologi, Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi

beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang

tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi,

dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk

mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk

melakukan program intervensi gizi (Muchtadi, 2021). Sedangkan menurut

Sudargo (2018), penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, BB/TB

(z-score) seperti yang terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1
Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB (z- score)
No Indeks Yang Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi
Dipakai
1 BB/U < -3 SD Gizi Buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi Kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi Baik
> +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Sumber : Sudargo (2018)

2.4.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut Azwar (2019), status gizi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

faktor langsung dan tidak langsung, yaitu :

24
1. Faktor Langsung

Faktor langsung yaitu pola konsumsi dan penyakit infeksi. Konsumsi makanan

adalah makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh untuk pemenuhan

kebutuhan zat gizi sehari individu. Penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang

disebabkan oleh sebuah agen biologis seperti virus, bakteri atau parasit, bukan

disebabkan oleh faktor fisik seperti luka bakar atau keracunan.

2. Faktor Tidak Langsung

Faktor tidak langsung yang mempengaruhi pola konsumsi adalah zat gizi dalam

makanan, ada tidaknya program pemberian makan diluar keluarga, kebiasaan

makan, dan faktor tidak langsung yang mempengaruhi penyakit infeksi adalah

penyakit infeksi adalah daya beli keluarga, kebiasaan makan, pemeliharaan

kesehatan, lingkungan fisik dan sosial.

Menurut Almatsier (2021), masalah-masalah pokok pada masyarakat

menyebabkan 3 (tiga) hal sebagai penyebab tidak langsung kurang gizi, yaitu:

1. Tidak cukup persediaan pangan,

2. Pola asuh anak tidak memadai, dan

Sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak memadai. Timbulnya ketiga

masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak seimbang serta menimbulkan

penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang gizi.

25
2.5 Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di wilayah

Kerja Puskesmas Kuta Krueng

2.5.1 Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Menurunnya imunitas dan kerusakan mukosa memegang peranan utama

dalam proses patogenesis penyakit ISPA. Hal tersebut akan mempermudah agen-

agen infeksius memasuki sistem pertahanan tubuh. Keadaan gizi yang baik, tubuh

mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit

infeksi sedangkan pada keadaan gizi semakin memburuk reaksi kekebalan tubuh

akan melemah yang menyebabkan penurunan kemampuan tubuh untuk

mempertahankan diri serta gangguan pertumbuhan, menurunnya imunitas dan

kerusakan mukosa, termasuk mukosa saluran nafas (Tary, 2022).

Hasil dan teori penelitian ini sama dengan Prasiwi (2021) yang di dapatkan,

berdasarkan hasil uji chi square terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi

dengan kejadian ISPA pada balita dengan p value 0,049 yang menunjukkan bahwa

sebagian besar balita di desa padasan kecamatan kerek memiliki status gizi baik

yaitu sebesar 38 balita (55,07%) dan sebagian kecil balita memiliki gizi buruk yaitu

sebesar 3 balita (4,35%). Hal ini memberi gambaran bahwa ibu-ibu tahu pentingnya

status gizi untuk balitanya. Gizi membuat balita lebih kuat daya tahan tubuhnya

terhadap penyakit.

Selanjutnya ada beberapa penelitian terkait status gizi kurang yang

didapatkan kemungkinan 3,776 kali mengalami ISPA. Sementara, balita dengan

status gizi lebih mempunyai kemungkinan 0,417 kali untuk mengalami ISPA. Namun,

pada status gizi lebih tidak dapat dipercayai karena tidak terdapat hubungan yang

26
signifikan antara status gizi lebih dengan angka kejadian ISPA (Widyawati, 2019).

Pada penelitian yang dilakukan Wahyu (2014) menjelaskan bahwa balita dengan

status gizi yang rendah akan mempengaruhi frekuensi saluran pernapasan yang

mudah terpapar dengan dunia luar. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pertahanan

yang efektif dan efisien untuk mengatasi terjadinya ISPA pada balita.

Sejalan dengan penelitian Aslina & Suryani (2018) yang menyatakan

kemungkinan besar untuk penderita ISPA pada balita dikarenakan memiliki status

gizi kurang sehingga memperlemah daya tahan tubuh dan menimbulkan penyakit

terutama yang disebabkan oleh infeksi. Salah satu faktor yang berperan dalam

tumbuh kembang anak yaitu pada pola pengasuhan orang tua serta pelayanan

kesehatan (Widyawati, 2019).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunarni (2013) mengenai

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Margaharja Sukadana Ciamis yang nilai p value 0,000, dimana faktor yang

mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada anak dan balita yaitu status gizi. Hasil

penelitian ini juga didukung oleh Sukmawati (2014) yang berjudul Hubungan Status

gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi, dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kabupaten Maros

didapatkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA

dengan nilai p value 0,031.

Sama halnya dengan penelitian dari Yuliastuti (2014) yang berjudul Hubungan

Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita, hasil analisis

bivariat dengan uji chi-square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara

27
status gizi dengan kejadian ISPA. Hasil ini sejalan dengan teori yang mengatakan gizi

merupakan satu penentu kualitas sumber daya manusia. Gangguan gizi akan

menurunkan imunitas seluler, kelenjar timus dan tonsil menjadi atrofik serta jumlah

T-limfosit berkurang, sehingga tubuh akan menjadi lebih rentan terhadap terjadinya

penyakit atau infeksi (Wahyu, 2014). Penyakit infeksi disebabkan oleh daya tahan

tubuh yang lemah sehingga berdampak terhadap masalah kesehatan yang

diakibatkan kekebalan tubuh terhadap invasi patogen menurun (Widia, 2017).

2.5.2 Hubungan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Keterpaparan dengan asap rokok, khususnya anak balita dapat

meningkatkan resiko untuk mengalami ISPA dan gangguan paru-paru di masa

mendatang. Anak balita dan anggota keluarga dari perokok lebih mudah dan lebih

sering menderita gangguan pernafasan dibandingkan anak balita dan anggota

keluarga yang bukan perokok. Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah

akan memperbesar resiko anggota keluarga menderita sakit gangguan pernafasan

khusus nya pada anak balita (Ahmad, 2021).

Menurut Aisyah dkk (2023) bahwa salah satu penyakit ISPA pada anak balita

disebabkan oleh keterpaparan asap rokok karena sebagian besar penghuni rumah

merokok di dalam rumah dimana balita dengan cepat terpapar oleh asap rokok

sehingga penyebab penyakit ISPA pada balita diakibatkan oleh keterpaparan asap

rokok secara langsung sehingga mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada anak

Balita.

Kebiasaan merokok orang tua di rumah membuat anak kecil menjadi

perokok pasif, dan mereka selalu terpapar asap rokok. WHO menyatakan bahwa

28
efek buruk asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif.

Ketika seorang perokok membakar sebatang rokok dan menghirupnya, asap yang

dihisap si perokok disebut asap utama, dan asap yang keluar dari ujung (bagian

pembakaran) rokok disebut asap sampingan. Fakta membuktikan bahwa asap

sampingan ini lebih banyak mengandung hasil pembakaran tembakau dibandingkan

asap utama. Asap ini mengandung karbon monoksida 5 kali lipat, tar dan nikotin 3

kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamin sebagai konsentrasi

karsinogenik (Umami, 2020).

Penelitian Fillacano (2018) mendapatkan bahwa orang tua yang mempunyai

kebiasaan merokok di rumah meningkatkan peluang kejadian ISPA pada balita

sebesar 7,83 kali bila dibandingkan dengan orang tua tidak merokok di dalam

rumah. Asap rokok yang dihirup dapat menyebabkan gangguan fungsi silia,

peningkatan volume lendir, perubahan antigen cairan tubuh, dan perubahan

kuantitatif dan kualitatif pada komponen seluler. Beberapa perubahan mekanisme

pertahanan tersebut dapat kembali normal jika telah terbebas dari pajanan asap

rokok. Oleh karena itu, selama pasien ISPA masih terpapar asap rokok, pertahanan

tubuh terhadap infeksi tetap terganggu (Baladiah, 2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Miswan (2018)

menunjukkan bahwa responden yang terpapar asap rokok menderita ISPA berat

(78,6%) dan responden yang terpapar asap rokok menderita ISPA ringan (73,7%)

dan responden yang tidak terpapar asap rokok menderita ISPA berat (21,4%) dan

responden yang tidak terpapar asap rokok menderita ISPA ringan (26,3%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindawati (2020) yang

29
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan asap rokok

dengan kejadian penyakit ISPA.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syahrena (2019)

diketahui bahwa anggota keluarga yang perokok merupakan faktor utama yang

sering menjadi indikator utama dalam penyebab terjadinya penyakit ISPA di

masyarakat hal ini ditunjukkan dari hasil survey sebanyak 51 responden yang

menyatakan hal tersebut dari 60 responden yang diteliti atau sebanding dengan

85%, tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian Putri dkk (2019) yang

menyatakan bahwa asap rokok bukan merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada

anak balita.

2.5.3 Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Bayi lebih rentan mengalami infeksi dibandingkan orang dewasa karena

sistem imun masih belum terbentuk secara optimal sehingga bayi memerlukan ASI

Eksklusif sebagai pendukung sistem imun tubuhnya yang merupakan makanan

paling sempurna secara kualitas maupun kuantitas sehingga dapat mencukupi

kebutuhan gizi yang kaya akan antibodi untuk mencegah berbagai macam infeksi

serta untuk pertumbuhan dan perkembangan (Wahyuni, 2020). Faktor protektif

serta nutrien yang dimiliki ASI bisa melindungi bayi dari terjadinya ISPA sehingga

anak yang diberikan ASI sampai umur 4 bulan saja dikatakan mempunyai imum

lebih baik ketimbang yang tak diberi ASI (Kristianingsih, 2019). ASI eksklusif

memiliki kandungan yang paling penting yaitu kolostrum yang mengandung sekitar

8 juta sel dan nutrisi lainnya seperti 8,5% protein, 2,5% lemak, 3,5% karbohidrat,

0,4% garam dan mineral, dan 85,1% air (Wibawa, 2019).

30
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ni Putu Eka Gloria

Puspawan (2021) dapat dilihat bahwa ada korelasi bermakna antara pemberian ASI

dan ISPA bagi anak umur 4-6 bulan yang ada pada RSUD Sanjiwani Gianyar dan

BRSUD Tabanan dengan nilai p-value 0,048. Hasil tersebut mendukung penelitian

oleh Magdaleni, Irawan, & Sukemi (2020) di Puskesmas Karang Asam, Kota

Samarinda pada anak dibawah lima tahun (balita), didapatkan hasil bahwa dari 87

balita yang diteliti diperoleh nilai p-value 0,005.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wafi (2020) terhadap 65 anak

dibawah lima tahun (balita) sebagai responden yang ada pada Puskesmas Junrejo

Kota Batu dengan p-value 0,005, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Andayani, Nauval, & Zega (2020) pada 63 balita di wilayah kerja Puskesmas

Kopelma Darussalam Kabupaten Aceh Barat Daya dengan p-value 0,008, Selaras

pula dengan penelitian terdahulu oleh Maria (2020) yang dilaksanakan pada

Puskesmas Simalingkar, Medan, Sumatera Utara bahwa dari 100 balita yang

menjadi subjek diperoleh p-value 0,002.

2.5.4 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Karena itu dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku

31
baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, menurut

(Notoatmodjo, 2012) awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari

dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), interest (meras

tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap sudah mulai terbentuk,

evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi, trial, dimana

subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

stimulus. adaption, dimana subjek telah berperilaku baru dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Menurut hasil penelitian Martiningsih (2018) didapati bahwa pendidikan

kesehatan memberi pengaruh terhadap pertambahan pengetahuan, semakin

banyak penyuluhan tentang pendidikan kesehatan mengenai ISPA di terima,

semakin tinggi pula pengetahuan seseorang tentang kejadian ISPA, dan hal ini

sejalan dengan sikap respon positif terhadap upaya kejadian ISPA dengan di tandai

dengan bersedia mengurangi merokok.

Selain itu berdasarkan penelitian Ita Puspita Sari (2020) menunjukkan hasil

bahwa 45 balita (56,3%) yang mengalami ISPA dan 35 balita (43,8%) yang tidak

mengalami ISPA, 39 responden (48,8%) berpengetahuan baik, dan 41 responden

(51,3%) berpengetahuan kurang baik. Hasil uji hipotesis penelitian menunjukan P=

value 0,007, OR 0,288 dan 95% CL = 0,114-0,728 yang disimpulkan terdapat

hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kejadian

ISPA pada balita di Wilayah Posyandu X.

32
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ade Syahrena Lubis (2019)

diketahui bahwa dari 60 responden masyarakat yang memiliki pengetahuan baik

ada sebanyak 33 orang (55%) dimana mayoritas tidak terjadi ISPA yaitu sebanyak 25

orang (41,7%) dan minoritas terjadi ISPA yaitu sebanyak 8 orang (13,3%).

Masyarakat yang memiliki pengetahuan tidak baik ada sebanyak 27 orang (45%)

dimana mayoritas Terjadi ISPA yaitu sebanyak 14 orang (23,3%) dan minoritas tidak

terjadi ISPA yaitu sebanyak 13 orang (21,7%). Maka dapat di ambil keputusan yaitu

probabilitas (Asym Sig) dari uji chisquare yaitu veriabel pengetahuan dengan

Kejadian ISPA di wilayah Puskesmas X = 0,027 < dari tingkat kesalahan 0,05.

Berdasarkan kriteria tersebut berarti ada hubungan pengetahuan orang tua dengan

kejadian ISPA di Wilayah Puskesmas X.

33
2.6 Kerangka Teoritis

Dari teori yang telah di sampaikan di atas mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita, maka secara teoritis dapat di

gambarkan sebagai berikut:

Vina Lindawati Simarangkir (2018)

1. Status Gizi
2. Pemberian Kolostrum
3. Pemberian Asi Eksklusif
4. Pemberian Imunisasi

Ade Syahrena Lubis (2019)

1. Pengetahuan Ibu Kejadian ISPA Pada


2. Pendidikan Ibu Balita
3. Kebersihan lingkungan
4. Informasi kesehatan

Novia Aristatia dkk (2021)

1. Kondisi Hunian
2. Ventilasi
3. Jenis dinding, lantai dan atap
4. Paparan Asap Rokok

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Vina Lindawati Simarangkir (2018), Ade Syahrena Lubis (2019), Novia
Aristatia dkk (2021)

34
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang telah disebutkan, terdapat banyak faktor

yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. Peneliti hanya ingin meneliti

beberapa hubungan saja, sehingga dibuatlah kerangka konsep mengenai faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. Kerangka konsep ini

terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita. Sedangkan variabel independennya

adalah status gizi, paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu.

Hubungan antar variabel dapat dilihat dari bagan berikut:

Variable Independen Variabel Dependen

Status Gizi

Paparan Asap
Rokok Kejadian
Pemberian ASI IS
Ekslusif P
A
Pengetahuan Ibu Pa
da
B
Gambar 3.1 Kerangka
ali Konsep
ta

35
3.2 Variabel Penelitian

1. Variabel Independen (bebas) yaitu status gizi, paparan asap rokok, pemberian

ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu.

2. Variabel dependen (terikat) adalah kejadian ISPA pada balita.

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian

variabel-variabel yang diamati atau di teliti.

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
Variabel Dependen (Terikat)
1 Kejadian ISPA Suatu keadaan Observasi Rekam 1. ISPA Ordinal
Pada Balita dimana balita Medik (Kasus)
didiagnosis oleh 2. Tidak ISPA
dokter menderita ISPA (Kontrol)
dan tercatat dalam
data rekam medik
pasien minimal sudah
terjadi 2 kali.
Variabel Independen (Bebas)
2 Status Gizi Gizi merupakan hal Menimbang Timbangan 1. Gizi Buruk Ordinal
penting untuk BB/U BB 2. Gizi Kurang
menunjang 3. Gizi Baik
pertumbuhan dan 4. Gizi Lebih
perkembangan balita.
Apabila status gizi
balita tidak tercukupi,
maka dapat terjadi
komplikasi pada
kesehatannya. Status
gizi yang erat
kaitannya dengan
kejadian ISPA pada
adalah BB/U.
3 Paparan Asap Kebiasaan keluarga Wawan Kuesioner 1. Ada Ordinal
Rokok balita merokok cara 2. Tidak Ada
didalam rumah
ataupun dekat dengan
balita.

36
4 Pemberian Pemberian ASI pada Wawan Kuesioner 1. Ada Ordinal
ASI Ekslusif balta tanpa tambahan cara 2. Tidak Ada
makanan apapun
diukur oleh lamanya
pemberian ASI tanpa
tambahan makanan
minimal selama 6
bulan sejak awal
kelahiran.
5 Pengetahuan Kemampuan Wawan Kuesioner 1. Baik Ordinal
Ibu responden dalam cara 2. Kurang Baik
memahami penyakit
ISPA pada balita
meliputi gejala/tanda-
tanda, dampak dan
cara kejadian nya.

3.4 Pengukuran Variabel

3.4.1 Kejadian ISPA pada Balita (Justifikasi)

a. ISPA : Kasus (Observasi Rekam Medik).

b. Tidak ISPA : Kontrol.

3.4.2 Status Gizi (BB/U) (Kemenkes RI, 2020)


a. Gizi Buruk : Apabila Nilai Z-score < - 3SD

b. Gizi Kurang : Apabila Nilai Z-score -3 sampai <-2 SD

c. Gizi Baik : Apabila Nilai Z-score -2 SD sampai 2 SD

d.Gizi Lebih : Apabila Nilai Z-score >2 SD

3.4.4 Paparan Asap Rokok (Justifikasi)

a. Ada : Apabila skor diperoleh ≥ 1.

b. Tidak Ada : Apabila skor diperoleh < 1.

3.4.4 Pemberian ASI Ekslusif (Justifikasi)

a. Ada : Apabila skor diperoleh = 1

b. Tidak Ada : Apabila skor diperoleh = 0.

37
3.4.4 Pengetahuan Ibu (Duma Rotua Valensia Sihite, 2019)

a. Baik : Apabila Nilai Skor diperoleh ≥ 8 (Median)

b. Kurang Baik : Apabila Nilai Skor diperoleh < 8 (Median).

3.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ha : Ada hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kabupaten Pidie Jaya Tahun

2023.

2. Ha : Ada hubungan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kabupaten Pidie

Jaya Tahun 2023.

3. Ha : Ada hubungan pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kabupaten Pidie

Jaya Tahun 2023.

4. Ha : Ada hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2023.

38
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif

ataupun pendekatan case control yaitu studi analitik yang menganalisis hubungan

kausal dengan menggunakan logika terbalik, yaitu menentukan penyakit (outcome)

terlebih dahulu kemudian mengidentifikasi penyebab (faktor risiko) (Swarjana,

2015) yang bertujuan untuk melihat hubungan variabel independen (status gizi,

paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu) dengan variabel

dependen (kejadian ISPA pada balita) di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023.

4.2 Populasi Dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2013) adalah objek atau subjek yang memiliki

karakteristik tertentu yang memiliki wilayah generalisasi yang ditetapkan oleh

peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Nursalam

(2008) populasi yaitu objek atau subjek yang berada dalam suatu wilayah dan

memiliki syarat-syarat tertentu mengenai dengan masalah penelitian. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu diwilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023 yang memiliki balita berjumlah 792 orang, dengan

jumlah kunjungan ISPA mencapai 192 kasus (Puskesmas Kuta Krueng, 2023).

39
4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dihasilkan, pemilihan sample

dilakukan untuk mempermudah peneliti melakukan penelitian seperti menghindari

masalah keterbatasan waktu, tenaga dan dana (Swarjana, 2015). Menurut

Manaroinsong (2019) bahwa Lemeshow adalah rumus yang digunakan untuk

menentukan jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian, jika populasi

tidak diketahui jumlahnya dan dapat bertambah atau berkurang setiap saat.

Dikarenakan jumlah populasi kasus dalam penelitian ini dapat berubah-ubah setiap

saat, maka penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus

Lemeshow sebagai berikut :

N = Z2 x P x Q / L2

Dimana :
n : Jumlah sampel minimal
2
Z : Nilai Standar dari distribusi normal sesuai tingkat kepercayaan (95% = 1,96)
P : Prevalensi outcome atau proporsi populasi (50%)
Q : Komplementer dari P, yaitu (Q = 1 - P)
2
L : Tingkat ketelitian atau margin of error yang diizinkan (misalnya, 10%)

Dengan demikian :

n = Z2 x P x Q / L2

n = (1,96)2 x (0,5) x (1 - 0,5) / (0,1)2

n = (3,8416) x (0,5) x (0,5) / (0,01)

n = 96,04

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi

dengan perbandingan sampel kasus & sampel control 1 : 1, dimana sampel kasus

40
sebanyak 96 responden dan sampel kontrol sebanyak 96 responden yang dipilih

menggunakan teknik proportional sampling.

4.2.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

Pengambilan sampel dilakukan secara proportional sampling. Adapun definisi

proportional sampling yang dikemukakan oleh Sugiyono atau sampling berimbang

(2017), yaitu dalam menentukan sampel, peneliti mengambil wakil-wakil dari tiap-

tiap kelompok yang ada dalam populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah

anggota subjek yang ada di dalam masing-masing kelompok tersebut. Adapun

jumlah sampel dalam penelitian setelah dihitung menggunakan rumus proporsional

sampling untuk setiap desa pada kelompok kasus dan kontrol dapat di lihat pada

tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1
Jumlah Sampel balita Untuk Kelompok Kasus Dan Kontrol
Jumlah Sampel Balita yang
diambil setelah menggunakan
TOTAL rumus proporsional sampling
NO NAMA DESA KASUS untuk kelompok kasus KONTROL
BALITA
Jumlah Balita Stunting x 100
Jumlah Total Balita Stunting
29
1 Meurandeh Alue 119 29 𝑥96 = 14,5 15
192
15
2 Meugit Sagoe 66 15 𝑥96 = 7,50 8
192
3 Meugit Kayee 54 11 11 5
𝑥96 = 5,00
Panyang 192
14
4 Adan 57 14 𝑥96 = 7,00 7
192
11 𝑥96 = 5,00
5 Peulakan Tunong 42 11 192 5
17
6 Meuko Kuthang 93 17 𝑥96 = 8,00 8
192
13
7 Meuko Dayah 40 13 𝑥96 = 6,50 7
192
9 𝑥96 = 4,50
8 Meuko Buloh 35 9 192 5
13
9 Peulakan Cibrek 47 13 𝑥96 = 6,00 6
192
6 𝑥96 = 3,00
10 Peulakan Tambo 17 6 192 3
18
11 Kuta Krueng 85 18 𝑥96 = 9,00 9
192

41
14
12 Meuko Baroh 52 14 𝑥96 = 7,00 7
192
15 𝑥96 = 7,00
13 Paya Baroh 46 15 192 7
7
14 Paya Tunong 38 7 𝑥96 = 3,50 4
192
TOTAL 792 192 96 96
96 + 96 = 192
4.2.4 Kriteria Sampel

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasi yang diinginkan

peneliti, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria

inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria yang perlu dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi

adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sampel. Adapun kriteria

inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Ibu yang memiliki balita diwilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng (kontrol)

b. Ibu yang memiliki balita menderita ISPA minimal 2 kali diwilayah kerja

Puskesmas Kuta Krueng (Kasus)

c. Bersedia menjadi responden

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah :

a. Tidak ada selama penelitian dilakukan.

b. Dalam Keadaan Emergency.

42
4.3 Pengumpulan Data

4.3.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh peneliti ke lapangan dengan

menggunakan kuesioner, rekam medik dan lembar pengukuran status gizi yang

meliputi kejadian ISPA pada balita, paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan

pengetahuan ibu.

4.3.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang peroleh dari kementrian kesehatan Republik

indonesia tentang ISPA pada balita, dinas kesehatan Provinsi Aceh tentang ISPA

pada balita, Profil Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya tentang ISPA pada balita dan

catatan Puskesmas Kuta Krueng tentang ISPA pada balita.

4.4 Lokasi Dan Waktu Penelitian

4.4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan

Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya.

4.4.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah selasai dilakukan pada tanggal 15 sampai dengan 22

Januari tahun 2024 bulan Januari tahun 2024.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, rekam medik

dan lembar pengukuran status gizi.

43
4.6 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang

dilakukan bertahap, yaitu terdiri atas :

a. Tahap Persiapan Pengumpulan Data

Tahap persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi

dengan cara mendapatkan izin dari Dekan Fakultas Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh, selanjutnya peneliti menyiapkan kuesioner dan lembar

pengukuran status gizi.

b. Tahap Pengumpulan data

Adapun tahap pengumpulan data adalah :

1). Peneliti meminta izin kepada Kepala Puskesmas Kuta Krueng Kabupaten Pidie

Jaya.

2). Setiap Responden diwawancarai dengan mengajukan pertanyaan yang sesuai

dengan kuesioner.

3). Penelitian melakukan pengecekan setiap kuesioner meliputi kelangkapan dan

kesesuaian isi kuesioner sesuai harapan.

4). Setelah data terkumpul, peneliti melapor kepada Kepala Puskesmas Kuta Krueng

Kabupaten Pidie Jaya untuk mendapatkan surat keterangan selesai melakukan

penelitian di wilayah kerja puskesmas tersebut.

4.8 Pengolahan Data

Data yang sudah didapat selanjutnya diolah secara komputerisasi dengan

mendeskripsikan semua variabel melalui tabel distribusi frekuensi terhadap semua

data yang di peroleh dari lapangan melalui langkah sebagai berikut:

44
4.8.1 Editing

Setelah pengumpulan data, dilakukan pemeriksaan kembali terhadap hasil

dari instrumen data (kuesioner), yang meliputi kelengkapan identitas responden

dan kelengkapan pengisian yang dilakukan oleh peneliti sehingga tidak terjadi

ketidaklengkapan pengisian kuesioner.

4.8.2 Coding

Coding adalah peneliti memberikan kode berupa angka yang telah disiapkan

guna memperproduktifh pengenalan serta pengelolaan data. Kode data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kode responden yang diawali dengan 01

untuk responden pertama sampai 95 untuk responden terakhir dan kode yang

diberikan untuk item pertanyaaan pada kuesioner.

4.8.3 Tabulating

Pada tahapan ini penulis melakukan pengelompokan data sesuai dengan

katagori yang telah di buat untuk tiap-tiap sub variabel yang diukur dan selanjutnya

dimasukkan ke dalam tabel frekuensi dan tabel silang.

4.9 Analisa Data

4.9.1 Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk

melihat distribusi frekuensi variabel-variabel yang diteliti, baik independen maupun

dependen yang bertujuan untuk melihat besarnya masalah. Untuk analisa ini semua

tabel dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

45
4.9.2 Analisa Bivariat

Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan

hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui uji statistik Chi-square (x2).

Dalam penelitian ini analisis Chi-square dilakukan dengan menggunakan SPSS

(statistical product and service solutions) dengan kaidah pengambilan yang

diinterprestasi dengan jika p-value ≤ (0,05) maka Ha diterima. Ketentuan yang

digunakan dalam uji Chi-Square adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang

dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat Chi-Square tidak terpenuhi maka di

pakai uji alternatifnya yaitu:

1. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel 2x2 adalah uji fisher

2. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 adalah uji kolmograv-Smirnov.

3. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 dan 2xK adalah dengan

melakukan penggabungan seluntuk kembali diuji dengan uji Chi-Square

(Dahlan, 2012).

4.10 Penyajian Data

Data yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan program SPSS

(statistical product and service solutions) versi 24.0 kemudian disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang serta menggunakan narasi

untuk penjelasan.

46
BAB V

GAMBARAN UMUM

5.1 Profil Puskesmas Kuta Krueng

5.1.2 Geografi Puskesmas

Puskesmas Kuta Krueng dengan lokasi berada di Ulee Gle tepatnya di jalan

Darul munawwarah kecamatan Bandar Dua kabupaten Pidie Jaya. Terdiri dari 14

desa dengan luas kerja Puskesmas Kuta Krueng adalah 16,15 km2 waktu tempuh

menuju puskesmas 10 – 20 menit. Jalan yang ditempuh ke puskesmas dapat di lalui

oleh kendaraan (tidak ada kendala untuk menjangkau puskesmas tersebut). Batas-

batas wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng yaitu :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kuta Baroh.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Asan Kumbang.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Persawahan.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lueng Tengoh.

5.1.3 Kependudukan

Berdasarkan data profil Puskesmas Kuta Krueng, jumlah penduduk wilayah

kerja Puskesmas Kuta Krueng tahun 2022 adalah 9.951 jiwa dengan jumlah

penduduk laki-laki 4.596 jiwa dan perempuan 5.355 jiwa dengan jumlah Kepala

Keluarga adalah 2.545 KK, jumlah balita berjumlah 792 orang dari 14 desa seperti

yang terlihat pada Tabel %.1 berikut ini :

Tabel 5.1
Jumlah Sampel balita di Seluruh Desa
NO NAMA DESA TOTAL BALITA
1 Meurandeh Alue 119
2 Meugit Sagoe 66

47
3 Meugit Kayee Panyang 54
4 Adan 57
5 Peulakan Tunong 42
6 Meuko Kuthang 93
7 Meuko Dayah 40
8 Meuko Buloh 35
9 Peulakan Cibrek 47
10 Peulakan Tambo 17
11 Kuta Krueng 85
12 Meuko Baroh 52
13 Paya Baroh 46
14 Paya Tunong 38
TOTAL 792
Sumber : Profil Puskesmas Kuta Krueng (2023)

5.1.3 Jenis Pelayanan Kesehatan Puskesmas Kuta Krueng

Puskesmas harus mampu mendiaknosis masalah kesehatan dan

mengidentifikasi potensi yang tersedia di wilayah kerja. Pelayanan di puskesmas di

selengarakan dengan prinsip konperhensip, integrative, berkesinambungan, dan

adanya system rujukan yang berurutan. Pelayanan yang diberikan berupa upaya

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif),

dan pemulihan (rehabilitative).

5.2 Visi dan Misi Puskesmas Kuta Krueng

5.2.1 Visi Puskesmas Kuta Krueng

Menjadikan Puskesmas Kuta Krueng sebagai pusat ppelayanan kesehatan

yang berkualitas prima.

5.2.2 Misi Puskesmas Kuta Krueng

1. Menjadikan puskesmas sebagai pusat informasi kesehatan.

2. Meningkatkan profesionalisme tenaga kerja.

3. Memberikan pelayanan secara prima.

48
4. Menjalin kerjasama yang baik dengan lintas sektor dalam rangka mendukung

peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

5.3 Peta Wilayah Puskesmas Kuta Krueng

Sumber : Profil Puskesmas Kuta Krueng, 2023

49
BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mulai dari tanggal 15 sampai dengan

22 Januari tahun 2024 dengan jumlah responden 96 Kasus dan 96 Kontrol,

responden dalam penelitian ini adalah ibu dan balita yang berada diwilayah kerja

Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, maka

diperoleh hasil sebagai berikut:

6.2 Analisis Univariat

6.2.1 Kejadian ISPA Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi

frekuensi kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng

Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.1.

TABEL 6.1
DISTRIBUSI FREKUENSI KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA
TAHUN 2023
No Kejadian ISPA Pada Balita F %
1 ISPA (Kasus) 96 50,0
2 Tidak ISPA (Kontrol) 96 50,0
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)

Berdasarkan tabel 6.1 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden kasus

sebanyak 50,0% dan proporsi responden kontrol sebanyak 50,0%.

50
6.2.2 Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi

frekuensi status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan

Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.2.

TABEL 6.2
DISTRIBUSI FREKUENSI STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA
KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
No Status Gizi Balita F %
1 Gizi Kurang 94 49,0
2 Gizi Baik 98 51,0
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)

Berdasarkan tabel 6.2 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang

memiliki gizi kurang sebanyak 49,0%, sedangkan proporsi responden yang memiliki

status gizi baik yaitu 51,0%.

6.2.3 Paparan Asap Rokok

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi

frekuensi paparan asap rokok di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan

Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.3.

TABEL 6.3
DISTRIBUSI FREKUENSI PAPARAN ASAP ROKOK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
No Paparan Asap Rokok F %
1 Ada 64 33,3
2 Tidak Ada 128 66,7
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)

51
Berdasarkan tabel 6.3 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang

ada terpapar asap rokok hanya 33,3%, sedangkan proporsi responden yang tidak

ada terpapar asap rokok sebesar 66,7%.

6.2.4 Pemberian ASI Ekslusif

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi

frekuensi pemberian ASI Ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng

Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.4.

TABEL 6.4
DISTRIBUSI FREKUENSI PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
No Pemberian ASI Ekslusif F %
1 Tidak Ada 57 29,7
2 Ada 135 70,3
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)

Berdasarkan tabel 6.4 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang

tidak ada pemberian ASI Ekslusif hanya 29,7%, sedangkan proporsi responden yang

ada pemberian ASI Ekslusif sebesar 70,3%.

6.2.5 Pengetahuan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi

frekuensi pengetahuan ibu di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan

Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.5.

52
TABEL 6.5
DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN IBU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA
KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
No Pengetahuan Ibu F %
1 Kurang Baik 79 41,1
2 Baik 113 58,9
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)

Berdasarkan tabel 6.4 di atas menunjukkan bahwa proporsi pengetahuan ibu

kurang baik hanya 41,1%, sedangkan proporsi pengetahuan ibu baik sebesar 58,9%.

6.3 Analisis Bivariat

Untuk menunjukkan adanya hubungan antara variabel dependen yang diduga

mempunyai hubungan terhadap variabel independen, maka akan dilakukan analisis

statistik dengan menggunakan uji Chi-Square (X2). Variabel yang diuji adalah status

gizi balita, paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu.

6.3.1 Hubungan Status Gizi Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini hubungan

antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta

Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, dapat dilihat pada tabel 6.6.

TABEL 6.6
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2024
Kejadian ISPA
OR
No Status Gizi Kasus Kontrol P value
(95%CI)
n % n %
1 Gizi Kurang 71 74,0 23 24,0
9,014
2 Gizi Baik 25 26,0 73 76,0 0,000
(4,688-17,332)
Total 96 100 96 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)

53
Dari tabel 6.6 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden pada

kelompok kasus dengan status gizi kurang lebih tinggi sebesar 74,0% bila

dibandingkan dengan status gizi kurang pada kelompok kontrol hanya 24,0%.

Sebaliknya proporsi responden pada kelompok kontrol dengan status gizi baik lebih

tinggi sebesar 76,0% bila dibandingkan dengan status gizi baik pada kelompok kasus

hanya 26,0%. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai P value 0,000 < (0,05),

artinya ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten

Pidie Jaya. Hasil perhitungan OR diketahui bahwa balita yang memiliki status gizi

kurang 9,014 kali lebih berisiko untuk menderita ISPA dibandingkan dengan balita

yang memiliki status gizi baik (95%CI ; 4,688-17,332).

6.3.2 Hubungan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini hubungan

antara paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, dapat dilihat

pada tabel 6.7.

TABEL 6.7
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN
BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2024
Kejadian ISPA
Paparan Asap OR
No Kasus Kontrol p-value
Rokok (95%CI)
n % n %
1 Ada 41 42,7 23 24,0
2,366
2 Tidak Ada 55 57,3 73 76,0 0,006
(1,274-4,394)
Total 96 100 96 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)

54
Dari tabel 6.9 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden pada kelompok

kasus dengan ada paparan asap rokok lebih tinggi sebesar 42,7% bila dibandingkan

dengan ada paparan asap rokok pada kelompok kontrol hanya 24,0%. Sebaliknya

proporsi responden pada kelompok kontrol dengan tidak ada paparan asap rokok

lebih tinggi sebesar 76,0% bila dibandingkan dengan tidak ada paparan asap rokok

pada kelompok kasus hanya 57,3%. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai P

value 0,006 < (0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara paparan asap

rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng

Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya. Hasil perhitungan OR diketahui

bahwa balita yang terpapar asap rokok 2,366 kali lebih berisiko untuk menderita

ISPA dibandingkan dengan balita yang tidak terpapar asap rokok (95%CI ; 1,274-

4,394).

6.3.3 Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini hubungan

antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, dapat dilihat

pada tabel 6.8.

TABEL 6.8
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN
BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2024
Kejadian ISPA
Pemberian ASI OR
No Kasus Kontrol p-value
Ekslusif (95%CI)
n % n %
1 Tidak Ada 38 39,6 19 19,8
2,655
2 Ada 58 60,4 77 80,2 0,003
(1,389-5,074)
Total 96 100 96 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024) 55
Dari tabel 6.8 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden pada kelompok

kasus dengan tidak ada pemberian ASI Ekslusif lebih tinggi sebesar 39,6% bila

dibandingkan dengan tidak ada pemberian ASI Ekslusif pada kelompok kontrol

hanya 19,8%. Sebaliknya proporsi responden pada kelompok kontrol dengan ada

pemberian ASI Ekslusif lebih tinggi sebesar 80,2% bila dibandingkan dengan ada

pemberian ASI Ekslusif pada kelompok kasus hanya 60,4%. Berdasarkan hasil uji chi-

square diperoleh nilai P value 0,003 < (0,05), artinya ada hubungan yang bermakna

antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya. Hasil

perhitungan OR diketahui bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI Ekslusif 2,655

kali lebih berisiko untuk menderita ISPA dibandingkan dengan balita yang

mendapatkan ASI Ekslusif (95%CI ; 1,389-5,074).

6.3.4 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini hubungan

antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, dapat dilihat

pada tabel 6.10.

TABEL 6.10
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
Kejadian ISPA
OR
No Pengetahuan Ibu Kasus Kontrol p-value
(95%CI)
n % n %
1 Kurang Baik 48 50,0 31 32,3
2,097
2 Baik 48 50,0 65 67,7 0,013
(1,167-3,766)
Total 96 100 96 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024) 56
Dari tabel 6.11 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden pada

kelompok kasus dengan pengetahuan ibu kurang baik lebih tinggi sebesar 50,0%

bila dibandingkan dengan pengetahuan ibu kurang baik pada kelompok kontrol

hanya 32,3%. Sebaliknya proporsi responden pada kelompok kontrol dengan

pengetahuan ibu baik lebih tinggi sebesar 67,7% bila dibandingkan dengan

pengetahuan ibu baik pada kelompok kasus hanya 50,0%. Berdasarkan hasil uji chi-

square diperoleh nilai P value 0,013 < (0,05), artinya ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya. Hasil

perhitungan OR diketahui bahwa balita yang memiliki pengetatuan ibu kurang baik

2,097 kali lebih berisiko untuk menderita ISPA dibandingkan dengan pengetahuan

ibu balita baik (95%CI ; 1,167-3,766).

6.4 Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi berdasarkan

hasil yang di peroleh. Penjabaran dari pembahasan sesuai dengan tujuan dari

penelitian yang terdiri dari hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan

kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan

Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023, yang menjadi responden pada

penelitian ini seluruh ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta

Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya berjumlah 96 kasus dan 96

kontrol.

57
6.4.1 Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng

Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya dengan nilai p-value 0,000 dan OR

9,014.

Sejalan dengan penelitian Aslina & Suryani (2018) yang menyatakan

kemungkinan besar untuk penderita ISPA pada balita dikarenakan memiliki status

gizi kurang sehingga memperlemah daya tahan tubuh dan menimbulkan penyakit

terutama yang disebabkan oleh infeksi. Salah satu faktor yang berperan dalam

tumbuh kembang anak yaitu pada pola pengasuhan orang tua serta pelayanan

kesehatan (Widyawati, 2019).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunarni (2013) mengenai

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Margaharja Sukadana Ciamis yang nilai p value 0,000, dimana faktor yang

mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada anak dan balita yaitu status gizi. Hasil

penelitian ini juga didukung oleh Sukmawati (2014) yang berjudul Hubungan Status

gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi, dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kabupaten Maros

didapatkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA

dengan nilai p value 0,031.

Sama halnya dengan penelitian dari Yuliastuti (2014) yang berjudul Hubungan

Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita, hasil analisis

bivariat dengan uji chi-square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara

58
status gizi dengan kejadian ISPA. Hasil ini sejalan dengan teori yang mengatakan gizi

merupakan satu penentu kualitas sumber daya manusia. Gangguan gizi akan

menurunkan imunitas seluler, kelenjar timus dan tonsil menjadi atrofik serta jumlah

T-limfosit berkurang, sehingga tubuh akan menjadi lebih rentan terhadap terjadinya

penyakit atau infeksi (Wahyu, 2014). Penyakit infeksi disebabkan oleh daya tahan

tubuh yang lemah sehingga berdampak terhadap masalah kesehatan yang

diakibatkan kekebalan tubuh terhadap invasi patogen menurun (Widia, 2017).

Menurunnya imunitas dan kerusakan mukosa memegang peranan utama

dalam proses patogenesis penyakit ISPA. Hal tersebut akan mempermudah agen-

agen infeksius memasuki sistem pertahanan tubuh. Keadaan gizi yang baik, tubuh

mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit

infeksi sedangkan pada keadaan gizi semakin memburuk reaksi kekebalan tubuh

akan melemah yang menyebabkan penurunan kemampuan tubuh untuk

mempertahankan diri serta gangguan pertumbuhan, menurunnya imunitas dan

kerusakan mukosa, termasuk mukosa saluran nafas (Tary, 2022).

Hasil dan teori penelitian ini sama dengan Prasiwi (2021) yang di dapatkan,

berdasarkan hasil uji chi square terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi

dengan kejadian ISPA pada balita dengan p value 0,049 yang menunjukkan bahwa

sebagian besar balita di desa padasan kecamatan kerek memiliki status gizi baik

yaitu sebesar 38 balita (55,07%) dan sebagian kecil balita memiliki gizi buruk yaitu

sebesar 3 balita (4,35%). Hal ini memberi gambaran bahwa ibu-ibu tahu pentingnya

status gizi untuk balitanya. Gizi membuat balita lebih kuat daya tahan tubuhnya

terhadap penyakit.

59
Selanjutnya ada beberapa penelitian terkait status gizi kurang yang

didapatkan kemungkinan 3,776 kali mengalami ISPA. Sementara, balita dengan

status gizi lebih mempunyai kemungkinan 0,417 kali untuk mengalami ISPA. Namun,

pada status gizi lebih tidak dapat dipercayai karena tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara status gizi lebih dengan angka kejadian ISPA (Widyawati, 2019).

Pada penelitian yang dilakukan Wahyu (2014) menjelaskan bahwa balita dengan

status gizi yang rendah akan mempengaruhi frekuensi saluran pernapasan yang

mudah terpapar dengan dunia luar. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pertahanan

yang efektif dan efisien untuk mengatasi terjadinya ISPA pada balita.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa balita di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng masih memiliki status gizi kurang, hal ini akan berdampak pada daya

tahan tubuh balita terhadap serangan penyakit seperti ISPA. Kurangnya status gizi

balita disebabkan oleh beberapa hal seperti jenis dan sumber makanan yang

didapatkan oleh balita masih belum memenuhi standar kesehatan. Keadaan

tersebut di perparah oleh kondisi ekonomi dari beberapa orang tua balita yang

masih menengah kebawah, jumlah anak yang ditanggung dalam satu keluarga

terlalu banyak dan lain sebagainya.

6.4.2 Hubungan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya dengan nilai p-value

0,006 dan OR 2,366.

60
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fillacano (2018) mendapatkan

bahwa orang tua yang mempunyai kebiasaan merokok di rumah meningkatkan

peluang kejadian ISPA pada balita sebesar 7,83 kali bila dibandingkan dengan orang

tua tidak merokok di dalam rumah. Asap rokok yang dihirup dapat menyebabkan

gangguan fungsi silia, peningkatan volume lendir, perubahan antigen cairan tubuh,

dan perubahan kuantitatif dan kualitatif pada komponen seluler. Beberapa

perubahan mekanisme pertahanan tersebut dapat kembali normal jika telah

terbebas dari pajanan asap rokok. Oleh karena itu, selama pasien ISPA masih

terpapar asap rokok, pertahanan tubuh terhadap infeksi tetap terganggu (Baladiah,

2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Miswan (2018)

menunjukkan bahwa responden yang terpapar asap rokok menderita ISPA berat

(78,6%) dan responden yang terpapar asap rokok menderita ISPA ringan (73,7%)

dan responden yang tidak terpapar asap rokok menderita ISPA berat (21,4%) dan

responden yang tidak terpapar asap rokok menderita ISPA ringan (26,3%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindawati (2020) yang

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan asap rokok

dengan kejadian penyakit ISPA.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syahrena (2019)

diketahui bahwa anggota keluarga yang perokok merupakan faktor utama yang

sering menjadi indikator utama dalam penyebab terjadinya penyakit ISPA di

masyarakat hal ini ditunjukkan dari hasil survey sebanyak 51 responden yang

menyatakan hal tersebut dari 60 responden yang diteliti atau sebanding dengan

61
85%, tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian Putri dkk (2019) yang

menyatakan bahwa asap rokok bukan merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada

anak balita.

Keterpaparan dengan asap rokok, khususnya anak balita dapat meningkatkan

resiko untuk mengalami ISPA dan gangguan paru-paru di masa mendatang. Anak

balita dan anggota keluarga dari perokok lebih mudah dan lebih sering menderita

gangguan pernafasan dibandingkan anak balita dan anggota keluarga yang bukan

perokok. Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar

resiko anggota keluarga menderita sakit gangguan pernafasan khusus nya pada

anak balita (Ahmad, 2021).

Menurut Aisyah dkk (2023) bahwa salah satu penyakit ISPA pada anak balita

disebabkan oleh keterpaparan asap rokok karena sebagian besar penghuni rumah

merokok di dalam rumah dimana balita dengan cepat terpapar oleh asap rokok

sehingga penyebab penyakit ISPA pada balita diakibatkan oleh keterpaparan asap

rokok secara langsung sehingga mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada anak

Balita.

Kebiasaan merokok orang tua di rumah membuat anak kecil menjadi perokok

pasif, dan mereka selalu terpapar asap rokok. WHO menyatakan bahwa efek buruk

asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika

seorang perokok membakar sebatang rokok dan menghirupnya, asap yang dihisap si

perokok disebut asap utama, dan asap yang keluar dari ujung (bagian pembakaran)

rokok disebut asap sampingan. Fakta membuktikan bahwa asap sampingan ini lebih

banyak mengandung hasil pembakaran tembakau dibandingkan asap utama. Asap

62
ini mengandung karbon monoksida 5 kali lipat, tar dan nikotin 3 kali lipat, amonia

46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamin sebagai konsentrasi karsinogenik

(Umami, 2020).

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa balita di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng masih ada beberapa yang terpapar dengan asap rokok dari orang-

orang terdekatnya terutama ayah. Kurangnya kesadaran orang tua dalam menjaga

balita dari paparan asap rokok akan menimbulkan beberapa gangguan kesehatan

pada balita seperti penyakit ISPA.

6.4.3 Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya dengan nilai p-value

0,003 dan OR 2,655.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ni Putu Eka Gloria

Puspawan (2021) dapat dilihat bahwa ada korelasi bermakna antara pemberian ASI

dan ISPA bagi anak umur 4-6 bulan yang ada pada RSUD Sanjiwani Gianyar dan

BRSUD Tabanan dengan nilai p-value 0,048. Hasil tersebut mendukung penelitian

oleh Magdaleni, Irawan, & Sukemi (2020) di Puskesmas Karang Asam, Kota

Samarinda pada anak dibawah lima tahun (balita), didapatkan hasil bahwa dari 87

balita yang diteliti diperoleh nilai p-value 0,005.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wafi (2020) terhadap 65 anak

dibawah lima tahun (balita) sebagai responden yang ada pada Puskesmas Junrejo

Kota Batu dengan p-value 0,005, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

63
Andayani, Nauval, & Zega (2020) pada 63 balita di wilayah kerja Puskesmas

Kopelma Darussalam Kabupaten Aceh Barat Daya dengan p-value 0,008, Selaras

pula dengan penelitian terdahulu oleh Maria (2020) yang dilaksanakan pada

Puskesmas Simalingkar, Medan, Sumatera Utara bahwa dari 100 balita yang

menjadi subjek diperoleh p-value 0,002.

Balita lebih rentan mengalami infeksi dibandingkan orang dewasa karena

sistem imun masih belum terbentuk secara optimal sehingga bayi memerlukan ASI

Eksklusif sebagai pendukung sistem imun tubuhnya yang merupakan makanan

paling sempurna secara kualitas maupun kuantitas sehingga dapat mencukupi

kebutuhan gizi yang kaya akan antibodi untuk mencegah berbagai macam infeksi

serta untuk pertumbuhan dan perkembangan (Wahyuni, 2020).

Faktor protektif serta nutrien yang dimiliki ASI bisa melindungi bayi dari

terjadinya ISPA sehingga anak yang diberikan ASI sampai umur 4 bulan saja

dikatakan mempunyai imum lebih baik ketimbang yang tak diberi ASI (Kristianingsih,

2019). ASI eksklusif memiliki kandungan yang paling penting yaitu kolostrum yang

mengandung sekitar 8 juta sel dan nutrisi lainnya seperti 8,5% protein, 2,5% lemak,

3,5% karbohidrat, 0,4% garam dan mineral, dan 85,1% air (Wibawa, 2019).

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa balita di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng masih ada beberapa yang belum mendapatkan Asi Ekslusif dari ibunya.

Kurangnya kesadaran orang tua dalam memberikan Asi Ekslusif kepada balita akan

menimbulkan menurunnya imunitas balita yang berdampak pada gangguan

kesehatan seperti terjangkit penyakit ISPA. Beberapa penyebab dari ibu balita yang

tidak memberikan Asi Ekslusif seperti : kurangnya Asi sejak pertama bayi lahir, Asi

64
tidak lancar, kebiasaan turun temurun memberikan makanan lain seperti pisang

yang dihaluskan, sibuk bekerja dan lainya sebagainya.

6.4.4 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta

Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya dengan nilai p-value 0,013 dan

OR 2,097.

Sejalan dengan penelitian Ita Puspita Sari (2020) menunjukkan hasil bahwa 45

balita (56,3%) yang mengalami ISPA dan 35 balita (43,8%) yang tidak mengalami

ISPA, 39 responden (48,8%) berpengetahuan baik, dan 41 responden (51,3%)

berpengetahuan kurang baik. Hasil uji hipotesis penelitian menunjukan P= value

0,007, OR 0,288 dan 95% CI 0,114-0,728 yang disimpulkan terdapat hubungan yang

bermakna antara pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di

Wilayah Posyandu X.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ade Syahrena Lubis (2019)

diketahui bahwa dari 60 responden masyarakat yang memiliki pengetahuan baik

ada sebanyak 33 orang (55%) dimana mayoritas tidak terjadi ISPA yaitu sebanyak 25

orang (41,7%) dan minoritas terjadi ISPA yaitu sebanyak 8 orang (13,3%).

Masyarakat yang memiliki pengetahuan tidak baik ada sebanyak 27 orang (45%)

dimana mayoritas Terjadi ISPA yaitu sebanyak 14 orang (23,3%) dan minoritas tidak

terjadi ISPA yaitu sebanyak 13 orang (21,7%). Maka dapat di ambil keputusan yaitu

probabilitas dari uji chi-square yaitu ada hubungan pengetahuan orang tua dengan

kejadian ISPA di Wilayah Puskesmas X.

65
Menurut hasil penelitian Martiningsih (2018) didapati bahwa pendidikan

kesehatan memberi pengaruh terhadap pertambahan pengetahuan, semakin

banyak penyuluhan tentang pendidikan kesehatan mengenai ISPA di terima,

semakin tinggi pula pengetahuan seseorang tentang kejadian ISPA, dan hal ini

sejalan dengan sikap respon positif terhadap upaya kejadian ISPA dengan di tandai

dengan bersedia mengurangi merokok.

Pengetahuan ibu merupakan hasil ibu tentang sesuatu yang menyangkut

dengan ISPA dan ini terjadi setelah ibu melakukan ataupun mengikuti pembelajaran

tertentu baik secara formal maupun informal. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena

itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan, menurut (Notoatmodjo, 2012) awareness

(kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulus (objek), interest (meras tertarik) terhadap stimulus atau

objek tersebut. Disini sikap sudah mulai terbentuk, evaluation (menimbang-

nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti

sikap responden sudah lebih baik lagi, trial, dimana subjek mulai mencoba

melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. adaption,

dimana subjek telah berperilaku baru dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya

terhadap stimulus.

66
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan ibu balita di wilayah

kerja Puskesmas Kuta Krueng masih ada beberapa yang kurang baik. Kurangnya

pengetahuan ataupun pemahaman ibu dalam menjaga dan merawat anaknya

sangat penting diperhatikan, dengan kurangnya pengetahuan ibu akan berdampak

pada hal-hal penting yang seharusnya di jalan namun tidak dilakukan seperti :

membawa anak ke posyandu, memilih tempat berobat yang tepat untuk balita,

memilih makan yang sehat untuk balita dan lain sebagainya.

67
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hubungan status gizi dan

paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023. Berdasarkan

status gizi, paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu. Maka

peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2023 dengan p-value 0,000.

2. Ada hubungan antara paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie

Jaya Tahun 2023 dengan p-value 0,006.

3. Ada hubungan antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2023 dengan p-value 0,003.

4. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie

Jaya Tahun 2023 dengan p-value 0,013.

68
7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan diatas, maka

disarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Disarankan kepada Puskesmas Kuta Krueng agar melakukan penyuluhan tentang

bahaya ISPA pada balita secara rutin kepada masyarakat seperti dalam setiap

kegiatan posyandu yang bertujuan untuk menurunkan risiko balita terkena

penyakit ISPA diwilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng.

2. Disarankan kepada orang tua balita agar menjaga status gizi balita selalu baik

dengan memberikan makanan yang memiliki kandungan 4 sehat 5 sempurna

secara rutin, tidak merokok didalam rumah ataupun didekat balita, memberikan

Asi Ekslusif dan meningkatkan pengetahuan tentang bahaya ISPA pada balita.

3. Pentingnya untuk membawa balita ke posyadu setiap bulan secara rutin, agar

dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan status gizi balita.

4. Pentingnya belajar untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam menjaga dan

merawat balita khususnya ketika sedang terjangkit oleh suatu penyakit yang

berbahaya.

5. Pentingnya mengkonsumi makanan sehat dan bergizi bagi ibu ibu yang masih

menyusui agar dapat menyediakan komposisi Asi yang cukup dan sehat bagi

balita.

6. Bagi peneliti selanjutnya di sarankan agar dapat meneliti mengenai variabel

yang lainnya seperti peran petugas kesehatan, lingkungan, status ekonomi serta

variabel-variabel lain yang belum diteliti.

69
DAFTAR PUSTAKA

Ade, Syahrena, L., Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Di


Wilayah Puskesmas Sentosa Baru Medan. Diss. Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara. 2019.

Ahmad, Zaki., Hubungan Terdapatnya Anggota Keluarga Yang Merokok Dengan


Kejadian ISPA Pada Balita: Sebuah Tinjauan Sistematis. Diss. Universitas
Andalas. 2021.

Aisyah, Siti And Hazairin Efendi., "Sosialisasi Peningkatan Pengetahuan Ibu Terhadap
Pencegahan Penyakit ISPA Pada Balita." Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat Inovasi Teknologi. 2023.

Andayani, N, Nauval I, Zega Ts. Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Atas Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kopelma Darussalam. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2020.

Aslina, A., & Suryani, I., Hubungan Status Gizi Terhadap Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
Kota Pekanbaru Tahun 2018.

Atikah, Miswarti, Et Al. "Determinan Yang Berhubungan Dengan Penyakit Infeksi


Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam Iskandar Muda Kota
Banda Aceh Tahun 2021." Jurnal Impresi Indonesia. 2022.

Baladiah, Bella, Juliana. "Kebiasaan Merokok Dan Status Gizi Kurang Sebagai Faktor
Risiko Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Kemiling Bandarlampung."
2019.

Budhyanti, Weeke, Lisnaini Lisnaini, And Meliana Chandra., "Penanganan Infeksi


Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Anak." 2021.

Erikson, Erik H., And Joan M. Erikson. The Life Cycle Completed (Extended Version).
Ww Norton & Company, 1998.

Fitri, Misnadiarly., Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia Pada Anak Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer. 2021.

Hanum., Tumbuh Kembang, Status Gizi Dan Imunisasi Dasar Pada Balita.
Yogyakarta: Nusa Medika. 2020.
Hayati, Rizki, Zahrotul., Hubungan Konsentrasi PM10 Dan Faktor Lingkungan Dalam
Rumah Dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di
Puskesmas Rawa Terate Kecamatan Cakung Tahun 2017. Bs Thesis. Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. 2017.

Hidayat, R., Siswanto, A., Dan Bangun, B.N., Dinamika Perkembangan Kurikulum Di
Indonesia: Rentjana Pembelajaran 1947 Hingga Kurikulum 2013 (Pdf). Jakarta:
Penerbit Labsos. 2017.

Istiyaningrum, Ln., Hubungan Pemberian Asi Dan Pola Asuh Makan Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Dan Diare Serta Tumbuh Kembang
Baduta. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institusi
Pertanian Bogor. 2015.

Kaelen, Harris, Robin L.,"Psilocybin For Treatment-Resistant Depression: Fmri-


Measured Brain Mechanisms." Scientific Reports. 2017.

Kementerian Kesehatan Ri., Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian Kesehatan. 2020.

Krismeandari, Syafira, Nuralifa., Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dengan


Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukmajaya Kota Depok.
Diss. Universitas Siliwangi. 2015.

Kristianingsih, A. Anggraini R., Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian


Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Bayi Usia 7-24 Bulan. Wellness
And Healthy Magazine. 2019.

Kusno, H. J., Kebiasaan Merokok, Pencemaran Udara Dan Pengaruhnya Terhadap


Gangguan Saluran Pernafasan. Surabaya: Erlangga. 2018.

Lindawati., Pengaruh Pemberian Asi Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan


Akut (ISPA) Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Rab Rsu Dr. Soekardjo Kota
Tasikmalaya: Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 2020.

Magdaleni, Ar. Irawan Db, Sukemi S. Relationship Of Low Birth Weight, Nutritional
Status And Exclusive Breast-Feeding With Ari In Infants Aged 6-23 Months In
Karang Asam Public Health Center, Samarinda City In 2018. Jurnal Atomik.
2020.

Mahendrayasa, I. Gusti Agung Putu. "Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Pada Balita Di Surabaya." Jurnal
Berkala Epidemiologi. 2018.
Maria L, Simanjuntak M, Silangit T, Siahaan Jm. Determinants Of Acute Respiratory
Infection In Children Under Five In Simalingkar, Medan, North Sumatera.
Journal Of Epidemiology Public Health. 2020.

Marimbi, H., Tumbuh Kembang, Status Gizi Dan Imunisasi Dasar Pada Balita.
Yogyakarta : Nusa Medika. 2020.

Martiningsih, Sri Wahjuni Dyah. Analisis Penggunaan Obat Yang Rasional Pada Kasus
ISPA Bukan Pnemoni Dan Diare Akut Non Spesifik Dalam Rangka
Meningkatkan Mutu Pelayanan Puskesmas Di Kabupaten Probolinggo. Diss.
Universitas Airlangga. 2018.

Mika, Mm. The Correlation Of Exclusive Breastfeeding With The Incidence Of Acute
Respiration Infection Among Babies 6-12 Month. Jurnal Kebidanan. 2020.

Miswan, And Zhanaz Tasya. "Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Balita Di Desa Taopa Wilayah Kerja Puskesmas Taopa Kabupaten
Parigi Moutong." Jurnal Kolaboratif Sains. 2018.

Muslikha, Herdiana., Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Infeksi Saluran


Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pajang: Surakarta. 2017.

Ningrum., Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian
ISPA Non Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Pinang.
Jurnal Kesehatan : Universitas Lambung Mangkurat. 2019.

Notoatmodjo, Soekidjo., Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.


2012.

Novia Aristatia, And Vera Yulyani. "Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di
Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung." Jurnal Kesehatan : Universitas
Lampung. 2021.

Potter, Perry A., Et Al., Fundamentals Of Nursing. Elsevier Mosby. 2018.

Prabowo, Bagus., Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Infeksi Saluran


Pernafasan. Yogyakarta: Nuha Medika. 2017.

Prasiwi, N., Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita. Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia. 2021.

Puspawan, Ni Putu Eka Gloria, Ni Kadek Elmy Saniathi, And Komang Trisna
Sumadewi. "Hubungan Pemberian Asi Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 4-
6 Bulan Di Rsud Sanjiwani Gianyar Dan Brsud Tabanan Tahun 2016-2020." Amj
(Aesculapius Medical Journal). 2021.
Puspitasari, Ita, & Sri Subiyatun., Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Ibu
Balita Ke Posyandu Kencursari I Di Dukuh Tegaltandan Desa Banguntapan
Kapubaten Bantul. Diss. Stikes'aisyiyah Yogyakarta. 2020.

Putri, Prima, And Melani Rakhmi Mantu., "Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah
Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita Di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon
Periode Juli-Agustus 2016." Tarumanagara Medical Journal. 2019.

Rahmawati, Anita, Dwi., Hubungan Pemberian Asi Dan Status Gizi Terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Ringan Pada Balita Usia 1-5
Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek. Diss.
Universitas Airlangga. 2020.

Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia: Badan Penelitian Dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2018.

Rizkilla, Fadhita, And Riski Novera Yenita., "Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku
Keluargadengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut." Jurnal Endurance:
Kajian Ilmiah Problema Kesehatan. 2018.

Santoso, Eko Budi, And Hairil Akbar., "Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Juntinyuat." Jurnal Hibualamo:
Seri Ilmu-Ilmu Alam Dan Kesehatan. 2018.

Sihite, Duma Rotua Valensia., Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu
Dalam Pencegahan ISPA Pada Balita. Diss. Stik Sint Carolus, 2019.

Sofia, Sofia., "Faktor Risiko Lingkungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar." Action: Aceh Nutrition
Journal. 2017.

Sugiyono, Dr. Prof., Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, Dan R & D. Alfabeta: Bandung. 2017.

Supartini., Buku Kebidanan. Jakarta : Karya Cipta. 2018.

Suyudi, Utomo., Determinan Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Anak.
Jogjakarta : Banguntapan Yogjakarta. 2019.

Syahrena, A.L., Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Di Wilayah


Puskesmas Sentosa Baru Medan. Diss. Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara. 2019.

Tary M. Girotha., Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di
Puskesmas Tompaso Kabupaten Minahasa. Universitas Sam Ratulangi,
Indonesia. 2022.
Umami, Lega. "Pengaruh, Asap Rokok & Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Insidensi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Bareng Kotamadya Malang." Majalah Kesehatan. 2020.

Usman, Agit., "Hubungan Riwayat ISPA, Riwayat Diare, Dan Riwayat Malaria Dengan
Kejadian Stunting Pada Baduta Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kelapa Lima
Kabupaten Merauke Papua." Journal Of Syntax Literate. 2022.

Usman., Analisis Faktor Yang Memepengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita. 2017.

Vina, Lindawati, Simarangkir., "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Pada Balita Di Puskesmas Ambarita
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Tahun 2018.

Wafi, Mf., Hubungan Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Di Puskesmas Junrejo Kota Batu Tahun
2020. Program Studi Pendidikan Dokter, Fkik Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang. 2020.

Wahyu, F., Mahfoedz, I., Mulyanti., Status Gizi Berhubungan Dengan Kejadian ISPA
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Wonosari I Kabupaten Gunung Kidul.
Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia. 2014.

Wahyuni, F, Mariati U, Zuriati Ts., Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dan


Kelengkapan Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 12- 24 Bulan.
Jurnal Ilmu Keperawatan Anak. 2020.

Wahyuningsih, Sri, Sitti Raodhah, And Syahrul Basri., "Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar
Kabupaten Bima." Higiene: Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2017.

Whaley, J., & Wong, Y. B., Starch Swelling Behavior And Texture Development In
Stirred Yogurt. Food Hydrocolloids. 2019.

Wibawa, Samuel Raditya, Yetty Movieta Nency, And Ferdy Kurniawan Cayami.,
Pengaruh Pemberian Asi Terhadap Kejadian ISPA Pada Anak. Diss. Faculty Of
Medicine Diponegoro University, 2019.

Widia, L., Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita. Jurnal
Darul Azhar. 2017.

Widoyono, M. P. H., "Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasan." Jakarta: Penerbit Erlangga Indonesia. 2021.
Widyawati, W., Hidayah, D., Andarini., Hubungan Status Gizi Dengan Angka Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Usia 1-5 Tahun Di
Surakarta. Smart Medical Journal. 2019.

World, Health, Organisation., Global Health Risks: Mortality And Burden Of Disease
Atributable To Selected Major Risk. Switzerland. 2021.

Yasir, Roesli., Mengenal Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pustaka


Pembangunan Swadaya Nusantara. 2019.

Yuliastuti, E., Hubungan Status Gizi Dan Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita. Dinamika Kesehatan. 2014.
INFORMASI KEPADA RESPONDEN

Assalammu’alaikum Wr. Wb.,

Saya Nidaul Fitria, atas nama peneliti mahasiswa tingkat akhir pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh bermaksud mengadakan
penelitian mengenai hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian
ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023. Dengan penelitian ini diharapkan akan diketahui
mengenai hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten
Pidie Jaya Tahun 2023. Hasil dari penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar
informasi tentang hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian
ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023.

Keikutsertaan Ibu dalam penelitian ini adalah secara sukarela dan


menguntungkan semua pihak baik responden, peneliti, pelayan kesehatan dan
masyarakat luas. Setelah anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan
menandatangani pernyataan persetujuan responden, maka anda akan
diwawancarai oleh saya sebagai peneliti. Semua data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini akan dirahasiakan oleh tim peneliti dan tidak terbuka bagi masyarakat
atau pihak lain tanpa persetujuan peneliti. Laporan yang akan dihasilkan dari
penelitian ini tidak akan mencantumkan identitas responden yang bersangkutan.

Demikian informasi kami sampaikan, terima kasih atas kehadiran anda


menjadi responden.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.,


Pernyataan Persetujuan Responden

PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia menjadi responden

pada penelitian ini dan apabila di kemudian hari terdapat kekurangan, maka saya

bersedia dihubungi kembali.

Pidie Jaya, / /2024

Responden

Nama : .........................................................
Tanda tangan :

Peneliti
Nama :.........................................................

Tanda Tangan :
TABEL SKOR

No Variabel Penelitian Rentang


Kejadian ISPA Pada 1. ISPA : Kasus (Hasil Rekam Medik)
1
Balita 2. Tidak ISPA : Kontrol
2 Status Gizi 1. Gizi Buruk : Apabila Nilai Z-score < - 3SD
2. Gizi Kurang : Apabila Nilai Z-score -3 sampai <-2 SD
3. Gizi Baik : Apabila Nilai Z-score -2 SD sampai 2 SD
4. Gizi Lebih : Apabila Nilai Z-score >2 SD
No Variabel Penelitian No Urut Ya Tidak Rentang
3 Paparan Asap 1 0 1 1. Ada Apabila skor
Rokok 2 0 1 diperoleh ≥ 1.
2. Tidak Ada skor
diperoleh < 1.
No Variabel Penelitian No Urut Ya Tidak Rentang
4 Pemberian ASI 1 1 0 1. Ada Apabila Skor = 1
eksklusif 2. Tidak Ada Apabila
Skor = 0
No Variabel Penelitian No Urut Ya Tidak Rentang
5 Pengetahuan Ibu 1 1 0 1. Baik Apabila Skor ≥ 8
2 1 0 (Median)
3 1 0 2. Kurang Baik Apabila
Skor < 8 (Median)
4 1 0
5 1 0
6 1 0
7 1 0
8 1 0
9 1 0
10 1 0
11 1 0
12 1 0
13 1 0
14 1 0
15 1 0
KUESIONER
HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DIWILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA KRUENG KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023

Identitas Responden
a. Nama :
b. No. Responden :

c. Pendidikan Ibu : Tidak Ada SD SMP SMA PT

d. Alamat :
I. Kejadian ISPA Pada Balita (Justifikasi)

Rekam Medik (√)


ISPA Tidak ISPA

II. Paparan Asap Rokok (Justifikasi)


Jawablah pernyataan berikut ini yang menurut anda tepat dengan memberi
tanda (X) pada salah satu pilihannya!

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah Anggota Keluarga Balita Seorang Perokok ? Jika Ya
Lanjut Pertanyaan Berikutnya
2 Apakah Anggota Keluarga Tetap Merokok Walaupun Di
Samping Balita ?
2 Sudah Berapa Lama Anggota Keluarga Balita Merokok ? a. 0 - 11 Bulan
b. 1 - 10 Tahun
c. 11 - 20
Tahun
d. > 20 Tahun
3 Berapa Banyak Rokok Yang Dihabiskan Anggota Keluarga a. 1-10 Batang
Balita Setiap Hari ? b. 11-20
Batang
c. 21-30
Batang
4 Dimana Biasanya Anggota Keluarga Balita Merokok ? a. Rumah
b. Tempat
Kerja
c. Tempat
Umum
d. Lainnya
5 Kapan Biasanya Anggota Keluarga Balita Merokok ? a. Pagi Hari
b. Setelah
Makan
c. Setiap Ada
Kesempatan

III. Pemberian Asi Eksklusif (Justifikasi)


1. Apakah ibu memberikan ASI Eksklusif untuk anak ibu minimal 6 bulan
setelah kelahiran ?
a. Ya
b. Tidak

IV. Pengetahuan Ibu (Duma Rotua Valensia Sihite, 2019)


Jawablah pernyataan berikut ini yang menurut anda tepat dengan memberi
tanda (X) pada salah satu pilihannya!
No Pernyataan Benar Salah
1 Agar anak terhindar dari penyakit anak harus diberikan
makanan yang bergizi.
2 Balita dengan gizi buruk mudah terkena infeksi saluran
pernafasan.
3 Balita dengan gizi baik tidak mudah terkena infeksi
saluran pernafasan.
4 Asi eksklusif penting untuk kekebelan tubuh anak.

5 Asi ekslusif diberikan sejak anak baru lahir sampai


minimal 6 bulan.
6 Anak yang diberikan imunisasi akan lebih kebal terhadap
penyakit dibandingkan anak yang tidak mendapat
imunisasi.
7 Imunisasi pada anak tidak harus diberikan secara lengkap.

8 Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran pernafasan


pada anak, maka anak harus diberikan imuniasi dpt dan
campak.
9 Membuka jendela pada pagi hari agar cahaya matahari
Masuk ke dalam ruangan rumah yang dapat membunuh
Kuman dan terjadinya pertukaran udara.
10 Membersihkan rumah dapat menghindari dari debu Dan
menjauhkan penyakit pernafasan pada anak.
11 Polusi udara dapat meningkatkan risiko terkena batuk
Dan pilek pada anak.
12 Asap rokok tidak berbahaya bagi saluran pernafasan Pada
anak.
13 Asap kendaraan tidak berbahaya bagi saluran Pernafasan
pada anak.
14 ISPA menyebar melalui air liur, maka seharusnya anak
Harus dijauhkan dari orang yang sedang batuk pilek.
15 Ketika bersin atau batuk perlu menutup mulut
Menggunakan tissue atau lengan atas.
LEMBAR PENGUKURAN STATUS GIZI

Data Anak
Jenis Umur BB TB IMT/U Z-Score Kategori
Kelamin

Rumus Z-Score (IMT/U)

1. Jika IMT Balita < Median

Maka :
IMT Balita−IMT Median
(BB/U) =
IMT Median−(Tabel−1SD)

2. Jika IMT Balita > Median

Maka :
IMT Balita−IMT Median
(BB/U) =
(Tabel+1SD)−IMT Median
Frequency Table (Univariat)
Kejadian_ISPA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kasus 96 50.0 50.0 50.0


Kontrol 96 50.0 50.0 100.0
Total 192 100.0 100.0
Status_Gizi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gizi Kurang 94 49.0 49.0 49.0
Gizi Baik 98 51.0 51.0 100.0
Total 192 100.0 100.0
Paparan_Asap_Rokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada 64 33.3 33.3 33.3


Tidak Ada 128 66.7 66.7 100.0
Total 192 100.0 100.0
Pemberian_ASI_Ekslusif
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Ada 57 29.7 29.7 29.7


Ada 135 70.3 70.3 100.0
Total 192 100.0 100.0
Pengetahuan_Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Baik 79 41.1 41.1 41.1
Baik 113 58.9 58.9 100.0
Total 192 100.0 100.0

/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs (Bivariat)

Status_Gizi * Kejadian_ISPA

Crosstab
Kejadian_ISPA
Kasus Kontrol Total

Status_Gizi Gizi Kurang Count 71 23 94


% within Kejadian_ISPA 74.0% 24.0% 49.0%
Gizi Baik Count 25 73 98
% within Kejadian_ISPA 26.0% 76.0% 51.0%
Total Count 96 96 192
% within Kejadian_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 48.021 1 .000
b
Continuity Correction 46.041 1 .000
Likelihood Ratio 50.260 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 47.771 1 .000
N of Valid Cases 192

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 47.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Status_Gizi 9.014 4.688 17.332
(Gizi Kurang / Gizi Baik)
For cohort Kejadian_ISPA = 2.961 2.071 4.233
Kasus
For cohort Kejadian_ISPA = .328 .226 .477
Kontrol
N of Valid Cases 192
Paparan_Asap_Rokok * Kejadian_ISPA

Crosstab
Kejadian_ISPA
Kasus Kontrol Total
Paparan_Asap_Rokok Ada Count 41 23 64
% within Kejadian_ISPA 42.7% 24.0% 33.3%

Tidak Ada Count 55 73 128


% within Kejadian_ISPA 57.3% 76.0% 66.7%
Total Count 96 96 192
% within Kejadian_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 7.594 1 .006
b
Continuity Correction 6.773 1 .009
Likelihood Ratio 7.671 1 .006
Fisher's Exact Test .009 .004
Linear-by-Linear Association 7.554 1 .006
N of Valid Cases 192

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 2.366 1.274 4.394
Paparan_Asap_Rokok (Ada /
Tidak Ada)
For cohort Kejadian_ISPA = 1.491 1.137 1.955
Kasus
For cohort Kejadian_ISPA = .630 .440 .903
Kontrol
N of Valid Cases 192
Pemberian_ASI_Ekslusif * Kejadian_ISPA

Crosstab
Kejadian_ISPA
Kasus Kontrol Total
Pemberian_ASI_Ekslusif Tidak Ada Count 38 19 57
% within Kejadian_ISPA 39.6% 19.8% 29.7%

Ada Count 58 77 135


% within Kejadian_ISPA 60.4% 80.2% 70.3%
Total Count 96 96 192
% within Kejadian_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 9.007 1 .003
b
Continuity Correction 8.084 1 .004
Likelihood Ratio 9.139 1 .003
Fisher's Exact Test .004 .002
Linear-by-Linear Association 8.960 1 .003
N of Valid Cases 192

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 2.655 1.389 5.074
Pemberian_ASI_Ekslusif
(Tidak Ada / Ada)
For cohort Kejadian_ISPA = 1.552 1.188 2.027
Kasus
For cohort Kejadian_ISPA = .584 .394 .868
Kontrol
N of Valid Cases 192
Pengetahuan_Ibu * Kejadian_ISPA

Crosstab
Kejadian_ISPA
Kasus Kontrol Total
Pengetahuan_Ibu Kurang Baik Count 48 31 79
% within Kejadian_ISPA 50.0% 32.3% 41.1%

Baik Count 48 65 113


% within Kejadian_ISPA 50.0% 67.7% 58.9%
Total Count 96 96 192
% within Kejadian_ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 6.216 1 .013
b
Continuity Correction 5.506 1 .019
Likelihood Ratio 6.254 1 .012
Fisher's Exact Test .019 .009
Linear-by-Linear Association 6.183 1 .013
N of Valid Cases 192

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 2.097 1.167 3.766
Pengetahuan_Ibu (Kurang
Baik / Baik)
For cohort Kejadian_ISPA = 1.430 1.083 1.889
Kasus
For cohort Kejadian_ISPA = .682 .497 .936
Kontrol
N of Valid Cases 192
MASTER TABEL
Kejadian ISPA Status Gizi Paparan Asap Rokok Pemberian ASI Eksklusif Pengetahuan Ibu Tot al
No. Re sponden KODE Keterangan KODE Keterangan KODE Keterangan KODE Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Skor Keterangan KODE
1 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12 Baik 1
2 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 5 Kurang Baik 0
3 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
4 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
5 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 12 Baik 1
6 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 5 Kurang Baik 0
7 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 8 Baik 1
8 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
9 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
10 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 12 Baik 1
11 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 13 Baik 1
12 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
13 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 5 Kurang Baik 0
14 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 11 Baik 1
15 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
16 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
17 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 0
18 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 14 Baik 1
19 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
20 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 Kurang Baik 0
21 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
22 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
23 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 7 Kurang Baik 0
24 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
25 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 9 Baik 1
26 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 10 Baik 1
27 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
28 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 12 Baik 1
29 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Baik 1
30 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
31 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
32 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik 1
33 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
34 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
35 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
36 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 6 Kurang Baik 0
37 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12 Baik 1
38 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 13 Baik 1
39 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
40 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
41 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
42 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 0
43 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 11 Baik 1
44 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 9 Baik 1
45 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
46 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kurang Baik 0
47 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
48 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
49 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 11 Baik 1
50 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
51 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
52 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
53 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Baik 1
54 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 12 Baik 1
55 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 6 Kurang Baik 0
56 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
57 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 12 Baik 1
58 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 11 Baik 1
59 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
60 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
61 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 11 Baik 1
62 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
63 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
64 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
65 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 Baik 1
66 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 12 Baik 1
67 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 12 Baik 1
68 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
69 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 12 Baik 1
70 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
71 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 9 Baik 1
72 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
73 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 11 Baik 1
74 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 10 Baik 1
75 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 9 Baik 1
76 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
77 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 7 Kurang Baik 0
78 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
79 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 12 Baik 1
80 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 10 Baik 1
81 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 12 Baik 1
82 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 11 Baik 1
83 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
84 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
85 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 8 Baik 1
86 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 6 Kurang Baik 0
87 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
88 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 10 Baik 1
89 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
90 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
91 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 0
92 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 10 Baik 1
93 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 8 Baik 1
94 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 7 Kurang Baik 0
95 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
96 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 9 Baik 1
97 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 11 Baik 1
98 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 10 Baik 1
99 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 8 Baik 1
100 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 9 Baik 1
101 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
102 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 12 Baik 1
103 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 Baik 1
104 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 13 Baik 1
105 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 10 Baik 1
106 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 11 Baik 1
107 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
108 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 9 Baik 1
109 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
110 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 0
111 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 9 Baik 1
112 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 9 Baik 1
113 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 7 Kurang Baik 0
114 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
115 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 11 Baik 1
116 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 6 Kurang Baik 0
117 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 10 Baik 1
118 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
119 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 9 Baik 1
120 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 12 Baik 1
121 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 11 Baik 1
122 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
123 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 8 Baik 1
124 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 8 Baik 1
125 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 13 Baik 1
126 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 Baik 1
127 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 11 Baik 1
128 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 11 Baik 1
129 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 11 Baik 1
130 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
131 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 11 Baik 1
132 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
133 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 10 Baik 1
134 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 10 Baik 1
135 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 11 Baik 1
136 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
137 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 7 Kurang Baik 0
138 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 13 Baik 1
139 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 7 Kurang Baik 0
140 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
141 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 9 Baik 1
142 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
143 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 10 Baik 1
144 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 10 Baik 1
145 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 10 Baik 1
146 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
147 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
148 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik 1
149 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 11 Baik 1
150 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik 1
151 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 6 Kurang Baik 0
152 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 9 Baik 1
153 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 8 Baik 1
154 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 7 Kurang Baik 0
155 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 Baik 1
156 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 9 Baik 1
157 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 Baik 1
158 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 11 Baik 1
159 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 Baik 1
160 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 6 Kurang Baik 0
161 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
162 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 7 Kurang Baik 0
163 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
164 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14 Baik 1
165 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 5 Kurang Baik 0
166 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 10 Baik 1
167 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 4 Kurang Baik 0
168 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
169 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 11 Baik 1
170 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 7 Kurang Baik 0
171 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 5 Kurang Baik 0
172 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 9 Baik 1
173 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 5 Kurang Baik 0
174 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 7 Kurang Baik 0
175 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 8 Baik 1
176 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 12 Baik 1
177 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 12 Baik 1
178 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 Baik 1
179 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 5 Kurang Baik 0
180 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 12 Baik 1
181 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik 1
182 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 13 Baik 1
183 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 7 Kurang Baik 0
184 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
185 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 6 Kurang Baik 0
186 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 9 Baik 1
187 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 7 Kurang Baik 0
188 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 8 Baik 1
189 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 9 Baik 1
190 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 11 Baik 1
191 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 7 Kurang Baik 0
192 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 Baik 1
Ket : Ket : Ket : Ket : Ket :
Kejadian ISPA Status Gizi Paparan Asap Rokok Pemberian ASI eksklusif Pengetahuan Ibu
Kasus ISPA = 0 Gizi Buruk = 0 Ada = 0 Ada = 1 Baik = 1
Kontrol Tidak ISPA = 1 Gizi Kurang = 1 Tidak Ada = 1 Tidak Ada = 0 Kurang Baik = 0
Gizi Baik = 2
Gizi Lebih = 3
DOKUMENTASI PENELITIAN

PENGUKURAN STATUS GIZI BALITA DAN WAWANCARA


DOKUMENTASI PENELITIAN

PENGUKURAN STATUS GIZI BALITA DAN WAWANCARA


DOKUMENTASI PENELITIAN

PENGUKURAN STATUS GIZI BALITA DAN WAWANCARA


DOKUMENTASI PENELITIAN
PENGUKURAN STATUS GIZI BALITA DAN WAWANCARA
DOKUMENTASI PENELITIAN

REKAM MEDIK
DOKUMENTASI PENELITIAN
DOKUMENTASI PENELITIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
TERAKREDITASI “UNGGUL” LAM-PTKes SK No. 0831/LAM-PTKes/Akr/Sar/IX/2022
Jln. Kampus Muhammadiyah No. 93, Batoh, Lueng Bata, Banda Aceh, 23245
Telp/Fax: 0651-31054/0651-31053
Website: http://fkm.unmuha.ac.id – Email: fkm@unmuha.ac.id

No : 269.d/UM.FKM.M/I/2024
Lamp : -
Hal : Permohonan Izin Penelitian

Kepada Yth.
Kepala Puskesmas Kuta Krueng, Kecamatan Banda Dua, Kabupaten Pidie Jaya
di

Tempat

Dengan Hormat,
1. Sehubungan dengan proses penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat
kelulusan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh,
maka kami mengharapkan bantuan Bapak/Ibu untuk dapat memberikan izin
pengambilan data penelitian terhadap mahasiswa yang tersebut di bawah ini :
Nama : Nidaul Fitria
NPM : 2007110027
Peminatan : Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku (PKIP)
Judul Skripsi : “HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ASAP
ROKOK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG
TAHUN 2023”
2. Demikianlah kami sampaikan, atas bantuan dan perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.

Banda Aceh, 15 Januari 2024


Dekan,

Dr. Basri Aramico Ib, SKM., MPH


NIK: 19811029 200603 1001

Anda mungkin juga menyukai