HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA KRUENG KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
OLEH:
NIDAUL FITRIA
NPM : 2007110027
HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA KRUENG KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
OLEH:
NIDAUL FITRIA
NPM : 2007110027
“Hubungan Status Gizi Dan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Krueng
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023”
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian
bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. Balita menjadi
kelompok yang sering terkena ISPA, gejala yang dialami pada umumnya berbeda-
beda tergantung jenis infeksi yang diderita oleh balita, dampak yang ditimbulkan
dapat berupa gangguan pada tumbuh kembang balita. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan case control.
Populasi pada penelitian ini seluruh ibu yang memiliki balita balita di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Krueng Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023. Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik proportional sampling dan diperoleh sampel sebanyak
192 responden yang terbagi 96 kasus dan 96 kontrol. Penelitian ini telah dilakukan
pada tanggal 15 - 22 Januari 2024. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
dan observasi dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi sebagai
instrumen penelitian, selanjutnya dilakukan uji statistik dengan uji chi-square
menggunakan aplikasi SPSS.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa 49,0% status gizi balita kurang,
33,3% ada paparan asap rokok, 29,7% tidak ada pemberian ASI Ekslusif dan 41,1%
pengetahuan ibu kurang baik. Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ada
hubungan antara status gizi (p-value 0,000;OR 95%CI 9,014), paparan asap rokok (p-
value=0,006;OR 95%CI 2,366), pemberian ASI Ekslusif (p-value=0,003;OR 95%CI
2,655), pengetahuan ibu (p-value=0,013;OR 95%CI 2,097) dengan kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 202.
Posyandu yang diselenggarakan sudah sangat maksimal dengan
diberikann berbagai jenis makanan yang sehat seperti jus, bubur, dan buah-
buahan. Namun, diharapkan orang tua balita juga menjaga status gizi balita
dengan baik di rumah dengan memberikan makanan yang memiliki
kandungan 4 sehat 5 sempurna secara rutin,tidak merokok di dalam rumah
ataupun di dekat balita, memberikan Asi eksklusif dan meningkatkan
pengetahuan tentang bahaya ISPA pada balita.
Kata Kunci :Kejadian ISPA Pada Balita, Status Gizi, Paparan Asap Rokok,
Pembertian ASI Ekslusif, Pengetahuan Ibu.
Daftar Kepustakaan :64 buah (2010-2022)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Ini telah disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Tim Penguji skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Fauzi Ali Amin, M.Kes Hanifah Hasnur, S.Pd, SKM, MKM
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Aceh
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah benar hasil
karya sendiri/ tidak di buat oleh orang lain. Apabila di kemudian hari diketahui
bahwa skripsi ini di buat oleh orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
Demikian surat penyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada
paksaan.
Nidaul Fitria
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis telah dapat menyelesaikan Skripsi ini, shalawat
dan salam kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa kita dari alam
jahiliyahh ke alam islamiah. Penulisan skripsi ini satu syarat untuk memperoleh
Muhammadiyah Aceh.
penulis sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Drs.
Fauzi Ali Amin, M.Kes dan Ibu Hanifah Hasnur, S.Pd, SKM, MKM selaku
pembimbing yang telah memberi petunjuk, arahan, bimbingan, dan dukungan mulai
dari awal penulisan sampai akhir penulisan ini dan terimakasih juga kepada :
2. Bapak Dr. Basri Aramico.Ib, SKM, MPH selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Muhammadiyah Aceh.
Muhammadiyah Aceh.
5. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan do’a dan semangat dalam
yang terjadi tanpa kehendaknya. Harapan penulis, semoga Skripsi ini bermanfaat
Nidaul Fitria
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
ABSTRAK
PERNYATAAN PERSETUJUAN
LEMBARAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 6
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.5.1 Bagi Penelitian ........................................................................................ 7
1.5.2 Tempat Penelitian .................................................................................. 7
1.5.3 Institusi Pendidikan ................................................................................ 7
1.5.4 Institusi Dinas ......................................................................................... 7
1.6 Sistematika penulisan ............................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PENELITIAN
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi
ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila
ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Bayi di bawah lima tahun (Balita) adalah
kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap
berbagai penyakit. ISPA merupakan penyakit yang mudah sekali menular (Probowo,
2017).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2021, sebesar 68% balita
balita akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2,1 juta balita pada tahun 2020 (Fitri,
merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak. Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian pada
anak di negara sedang berkembang. ISPA ini menyebabkan 4 dari 15 juta kematian
pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya (Usman, 2017).
Indonesia mengalami sakit batuk pilek setidaknya tiga hingga enam kali per
1
tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan bahwa
angka kejadian pneumonia pada balita di Indonesia cukup tinggi, yakni 10-20% per
tahun. ISPA menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi
morbiditas pneumonia pada bayi 2,2% dan pada balita 3,0%, sedangkan mortalitas
pada akhir tahun 2018 sebanyak lima kasus diantara 1.000 balita (Kemenkes RI,
2020). ISPA disebabkan oleh virus atau bakteri, penyakit ini diawali dengan panas
disertai salah satu atau lebih gejala lainnya seperti tenggorokan sakit atau nyeri
telan, pilek, batuk kering atau berdahak, periode prevalence ISPA dihitung dalam
Provinsi Aceh berada pada posisi ke-3 kasus ISPA tertinggi Indonesia yaitu
30,0% (Riskesdas RI, 2018). Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (2018) diketahui
beberapa kabupatan di Provinsi Aceh dengan kasus ISPA tertinggi salah satunya
adalah Kabupaten Pidie Jaya sebanyak 7,84%. Dari 8 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Pidie Jaya, kecamatan dengan jumlah kasus ISPA terbanyak adalah
Kecamatan Bandar Dua (Dinkes Pidie Jaya, 2022). Berikut ini Grafik 1.1 yang
menunjukkan data kunjungan kasus ISPA pada balita tahun 2020 - 2022 di
2
Grafik 1.1
Jumlah kunjungan ISPA pada balita di Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar
Dua tahun 2020 - 2022
2020 2021 2022
192
152
136
Kecamatan Bandar Dua tahun 2020 sebanyak 136 kasus. Pada tahun 2021
meningkat menjadi 152 kasus. Pada tahun 2022 kunjungan ISPA balita sebanyak 192
kasus (Puskesmas Kuta Krueng, 2023). Balita menjadi kelompok yang sering terkena
ISPA, gejala yang dialami pada umumnya berbeda-beda tergantung jenis infeksi
yang diderita oleh balita, dampak yang ditimbulkan dapat berupa gangguan pada
tumbuh kembang balita. Hal ini disebabkan oleh infeksi pada bagian-bagian
nutrisi, keadaan lingkungan, dan pemberian ASI Eksklusif. Balita dengan gizi yang
kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal
karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Asap rokok dan asap hasil
pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak
(Muslikha, 2017).
3
Zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan memiliki efek kuat untuk reaksi
kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Kondisi kurang energi protein
dapat menyebabkan ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat
Dampak yang dialami balita apabila terkena ISPA, berat badan anak dapat
mengalami penurunan sampai 10%. Kalau berat badan anak balita hanya 15 kg,
maka sekali terkena ISPA, beratnya bisa turun menjadi 13 kg. Artinya, pertumbuhan
anak akan terganggu, akibat dari penurunan berat badan tersebut. Belum lagi anak
akan menjadi susah tidur. Kalau kurang istirahat, anak jadi terganggu
bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kejadian ISPA sekitar
55,7% (73 jiwa) sedangkan jenis kelamin laki-laki sekitar 44,3% (58 jiwa), hal ini
menunjukkan bahwa balita dengan jenis kelamin perempuan lebih rentan terkena
Ningrum tahun (2019) bahwa salah satu penyebab kejadian ISPA pada balita ialah
kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita sebesar 43,4% (53 jiwa)
4
dibandingkan dengan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dengan
kejadian ISPA pada balita sebesar 56,5% (69 jiwa), semakin banyak jumlah penghuni
rumah, maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau
tertarik untuk melakukan kajian lebih lanjut terkait dengan kejadian ISPA pada
balita, sehingga di buatkanlah penelitian dengan judul “hubungan status gizi dan
paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023”.
menggambarkan bahwa kejadian ISPA merupakan salah satu penyakit yang angka
kejadiannya terus meningkat, bahkan ISPA juga terjadi pada anak bawah lima tahun
(balita). Dari data awal yang diperoleh peneliti di Puskesmas Kuta Krueng bahwa
terdapat 192 kasus ISPA pada balita di puskesmas tersebut di tahun 2022. Berbagai
macam dampak yang dapat di timbulkan oleh ISPA pada balita seperti nafsu makan
menurun, badan lesu, perasaan sakit (malaise), sakit kepala, influenza dan dapat
menyebatkan kematian. Oleh sebab itu, penulis merasa perlu dan tertarik untuk
melakukan kajian lebih lanjut tentang kejadian ISPA pada balita dengan judul
penelitian “hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua
5
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
variabel dependen (kejadian ISPA pada balita) dan variabel independen (status gizi,
Untuk mengetahui hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan
kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan
Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie
2. Untuk mengetahui hubungan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada
3. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada
4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie
6
1.5 Manfaat Penelitian
melakukan penelitian tentang ISPA sehingga penelitian ini diharapkan dapat dipakai
kejadian ISPA pada balita sehingga nanti dapat dilakukan penanganan yang lebih
hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita
terhadap kejadian ISPA pada balita di dalam keluarga secara rutin dan menyeluruh.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini
dalam bahasa inggris Acute respiratory infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga
unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut dengan pengertian sebagai berikut
(Yasir, 2019) :
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli berserta organ
adneskanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
bawah (termasuk jaringan jaringan paru-paru) dan organ adneska dalam saluran
3. Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari, batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA
terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur. Virus penyebab
8
ISPA antara lain golongan mikrovirus (termasuk di dalamnya virus influensa, virus
Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung, biasanya bakteri tersebut
musim panas ke musim hujan. Untuk golongan virus penyabab ISPA antara lain
dari sindrom batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian
atas. Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya sindrom saluran
pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada balita dan anak-anak, virus-
virus influensa merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas
di bawah dua bulan, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu
rumah, imunisasi yang tidak memadai dan menderita penyakit kronis (Yasir, 2019).
Sebagian besar anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas memberikan
gejala yang penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan
beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua ibu
9
dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan
mudah (Suyudi, 2019). Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dikenali yaitu flu,
demam dan suhu badan anak meningkat lebih dari 38,5° celsius dan disertai sesak
nafas. Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan
menurut Suyudi (2019) yaitu ISPA ringan bukan pneumonia, ISPA sedang,
Khusus untuk balita, hanya dikenal ISPA berat dan ISPA ringan (tidak ada
ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk balita adalah bila frekuensi nafasnya cepat
(60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding dada yang kuat. Pada
dasarnya ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika
daya tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah
diketahui orang awam sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai
berikut:
a. Batuk.
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak diraba dengan
punggung tangan terasa panas. Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan
10
cukup dilakukan di rumah tidak perlu dibawa ke dokter atau puskesmas. Di
rumah dapat diberi obat penurun panas yang dijual bebas di toko-toko atau
apotik tetapi jika dalam dua hari gejala belum hilang, anak harus segera di bawa
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA
a. Pernafasan lebih dari 50 kali/menit pada anak umur kurang dari satu tahun
Dari gejala ISPA sedang ini, orang tua perlu hati-hati karena jika anak
menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari 39°C, gizinya kurang,
umurnya empat bulan atau kurang maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan
atau sedang disertai satu lebih gejala yaitu bibir atau kulit membiru, lubang hidung
kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas, anak tidak sadar atau
11
kesadarannya menurun, pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah,
pernafasan menciut dan anak tampak gelisah, sela iga tertarik kedalam pada waktu
bernapas, nadi cepat lebih dari 60x/menit atau tidak teraba, tenggorokan berwarna
merah. Pasien ISPA berat harus dirawat dirumah sakit atau puskesmas karena perlu
(Suyudi, 2019).
Kuman penyebab ISPA akan masuk lebih dalam kesaluran pernapasan yaitu
bronkus dan alveoli sehingga menginfeksi bronkus dan alveoli sehingga pasien
akan sulit bernapas kerena adanya sumbatan jalan napas oleh penumpukan
c. Penurunan Kesadaran
suplay oksigen dan darah ke otak sehingga otak kekurangan oksigen dan terjadi
12
d. Kematian
Penangganan yang lama dan tidak tepat pada pasien ISPA mampu
memperlambat dan merusak seluruh fungsi tubuh oleh kuman sehingga pasien
Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang penting bagi
kejadian ISPA. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah
a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling
c. Pada balita makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup
d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat
di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi dan jagung,lemak dari
kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran dan buah-
buahan.
sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang
menghambat pertumbuhan.
13
(Kemenkes RI, 2018). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah
penyakit pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Yasir,
2019).
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat
merupakan modal utama bagi kejadian penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang
ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan
4. Pengobatan segera, apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang
tua tidak memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada
rasa gurih, bahan pewarna, pengawet, dan makanan yang terlalu manis. Anak
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus,
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun
panas yaitu parasentamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
14
kelenjar getah bening di leher, dianggap sebagai radang tengggorokan oleh
menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi
serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan
(misalnya gen penyandi toksin) dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran
2.3 Balita
Balita yaitu anak yang berusia di bawah 5 tahun yaitu 0-1 tahun adalah bayi,
1-3 tahun adalah batita dan 3-5 tahun adalah balita yang merupakan generasi yang
modal dasar untuk kelangsungan hidup bangsa, balita amat peka terhadap penyakit,
tingkat kematian balita masih tinggi. Balita diharapkan tumbuh dan berkembang
15
dalam keadaan sehat jasmani, sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit dan
angka kesakitan dan angka kematian pada balita masih cukup tinggi. Angka
berhubungan dengan faktor lingkungan antara lain: asap dapur, penyakit infeksi
Salah satu faktor penyebab kematian maupun yang berperan dalam proses
tumbuh kembang balita yaitu ISPA. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
dan Wong’s (2019), tahap perkembangan manusia menurut umur dibagi kedalam
Masa bayi yaitu dalam tahun pertama kehidupan, hubungan sosial anak masih
mana apabila masa ini dapat dilewati dengan baik maka akan terbentuk sikap
16
2. Toddler hood (1-3 tahun)
Pada masa toddler ini, hubungan sosial anak masih terbatas pada orang tua
dan keluarga dekat. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini
adalah ”otonomi vs keraguan”, di mana masa ini dapat dilewati dengan baik akan
meningkatkan kesadaran akan pengendalian diri dan kepuasan akan hal yang
berkecukupan.
Pada masa pra sekolah ini, hubungan sosial anak masih terbatas pada
dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini adalah ”inisiatif vs kesalahan”, di
mana masa ini dapat dilewati dengan baik akan menentukan tujuan, arah,
Pada masa sekolah ini, hubungan sosial anak sudah lebih luas yaitu lingkungan
tetangga dan sekolah. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini
adalah ”rajin vs rendah diri”, di mana masa ini dapat dilewati dengan baik akan
Pada masa dewasa muda ini, hubungan sosial utama bagi anak sudah beralih
pada kelompok sebaya dan kelompok luar yang seide dengannya. Karakteristik dari
krisi psikososial yang terjai pada masa ini adalah ”identitas vs kebingungan” di mana
masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kesadaran akan gambaran
17
6. Early adult hood (21-35 tahun)
Pada masa dewasa awal ini, hubungan sosial utama seseorang sudah terfokus
pada patner dalam hubungan teman dan seks (perkawinan). Karakteristik dari krisis
psikososial yang terjadi pada masa ini adalah ”keintiman vs isolasi”, di mana masa
pembagian tugas antara bekerja dengan rumah tangga dan pada masa ini emosi
sudah mulai stabil. Karakteristik dari krisi psikososial yang terjadi pada masa kini
adalah ”generativitas vs konsentrasi diri”, di mana bila masa ini dapat dilewati
Pada masa dewasa akhir ini, hubungan sosial seseorang beralih dan terfokus
seseorang cenderung relatif stabil dengan motivasi untuk hidup dan berkarir serta
membantu sesama sangat baik. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada
masa ini adalah ” keutuhan vs keputusasaan”, di mana bila masa ini dapat dilewati
18
2.4 Status Gizi
variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu
(Supariasa, 2016). Sedangkan menurut Sudargo (2018), status gizi adalah suatu
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Status gizi juga dinyatakan sebagai keadaan tubuh yang merupakan akibat dari
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dengan 4 klasifikasi, yaitu status gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan, tubuh
manusia dan lingkungan hidup manusia. Status gizi merupakan hasil keseimbangan
antara zat- zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya
(Soekirman, 2015). Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi
kurang, dan gizi lebih. Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan
sumber daya manusia dan kualitas hidup. Untuk itu program perbaikan gizi
bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan
Definisi asupan zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di kalangan
balita ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat kekurangan konsumsi makanan
dan hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai
sumber tenaga yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein
19
yang digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel
tubuh. Kekurangan zat gizi pada disebabkan karena mendapat makanan yang tidak
antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif
(Irianton, 2020).
stunting pada balita. Kurangnya asupan energi dan protein menjadi penyebab gagal
Beberapa faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi pada balita menurut
1. Daya beli keluarga, daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat
rintangan yang menyebabkan orang orang tidak mampu membeli pangan dalam
2020). Pada umumnya tingkat pendapatan naik jumlah dan jenis makanan
(Aditianti, 2020). Anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan
20
terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan yang paling kecil
keluarga, serta pengasuhaan dan perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat
lebih tinggi cenderung lebih baik taraf kesehatannya (Pramudtya, 2020). Jika
pendidikan ibu dan pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak mampu untuk
seimbang (UNICEF, 2020). Hal ini senada dengan hasil penelitian di Meksiko
gizi dan pemenuhan gizi keluarga khususnya anak, karena ibu dengan
pendidikan rendah antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga dapat
3. Pengetahuan gizi ibu, gizi kurang banyak menimpa balita sehingga golongan ini
disebut golongan rawan. Masa peralihan antara saat disapih dan mengikuti pola
21
makan orang dewasa atau bukan anak, merupakan masa rawan karena ibu atau
perbaikan gizi pada dapat memperbaiki sikap ibu yang kurang menguntungkan
faktor. Di samping pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial dan
besar pengaruhnya bagi perubahan sikap dan perilaku di dalam pemilihan bahan
makanan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada keadaan gizi individu
yang bersangkutan. Keadaan gizi yang rendah di suatu daerah akan menentukan
tingginya angka kurang gizi secara nasional (Mulyati, 2019). Hasil Penelitian
pengetahuan orang tua tentang pemenuhan gizi berpengaruh dengan status gizi
balita.
a. Indeks Massa Tubuh (IMT), Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang
tinggi badan. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung BB/TB2 dimana
22
BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam
meter.
dengan berbagai macam dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
c. Klinis, Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga
penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis
b. Statistik Vital, Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
23
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu
beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi,
Sudargo (2018), penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, BB/TB
Tabel 2.1
Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB (z- score)
No Indeks Yang Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi
Dipakai
1 BB/U < -3 SD Gizi Buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi Kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi Baik
> +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Sumber : Sudargo (2018)
Menurut Azwar (2019), status gizi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
24
1. Faktor Langsung
Faktor langsung yaitu pola konsumsi dan penyakit infeksi. Konsumsi makanan
adalah makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh untuk pemenuhan
kebutuhan zat gizi sehari individu. Penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang
disebabkan oleh sebuah agen biologis seperti virus, bakteri atau parasit, bukan
Faktor tidak langsung yang mempengaruhi pola konsumsi adalah zat gizi dalam
makan, dan faktor tidak langsung yang mempengaruhi penyakit infeksi adalah
menyebabkan 3 (tiga) hal sebagai penyebab tidak langsung kurang gizi, yaitu:
Sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak memadai. Timbulnya ketiga
25
2.5 Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di wilayah
dalam proses patogenesis penyakit ISPA. Hal tersebut akan mempermudah agen-
agen infeksius memasuki sistem pertahanan tubuh. Keadaan gizi yang baik, tubuh
infeksi sedangkan pada keadaan gizi semakin memburuk reaksi kekebalan tubuh
Hasil dan teori penelitian ini sama dengan Prasiwi (2021) yang di dapatkan,
berdasarkan hasil uji chi square terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi
dengan kejadian ISPA pada balita dengan p value 0,049 yang menunjukkan bahwa
sebagian besar balita di desa padasan kecamatan kerek memiliki status gizi baik
yaitu sebesar 38 balita (55,07%) dan sebagian kecil balita memiliki gizi buruk yaitu
sebesar 3 balita (4,35%). Hal ini memberi gambaran bahwa ibu-ibu tahu pentingnya
status gizi untuk balitanya. Gizi membuat balita lebih kuat daya tahan tubuhnya
terhadap penyakit.
status gizi lebih mempunyai kemungkinan 0,417 kali untuk mengalami ISPA. Namun,
pada status gizi lebih tidak dapat dipercayai karena tidak terdapat hubungan yang
26
signifikan antara status gizi lebih dengan angka kejadian ISPA (Widyawati, 2019).
Pada penelitian yang dilakukan Wahyu (2014) menjelaskan bahwa balita dengan
status gizi yang rendah akan mempengaruhi frekuensi saluran pernapasan yang
mudah terpapar dengan dunia luar. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pertahanan
yang efektif dan efisien untuk mengatasi terjadinya ISPA pada balita.
kemungkinan besar untuk penderita ISPA pada balita dikarenakan memiliki status
gizi kurang sehingga memperlemah daya tahan tubuh dan menimbulkan penyakit
terutama yang disebabkan oleh infeksi. Salah satu faktor yang berperan dalam
tumbuh kembang anak yaitu pada pola pengasuhan orang tua serta pelayanan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunarni (2013) mengenai
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Margaharja Sukadana Ciamis yang nilai p value 0,000, dimana faktor yang
mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada anak dan balita yaitu status gizi. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh Sukmawati (2014) yang berjudul Hubungan Status
gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi, dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
didapatkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA
Sama halnya dengan penelitian dari Yuliastuti (2014) yang berjudul Hubungan
Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita, hasil analisis
bivariat dengan uji chi-square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara
27
status gizi dengan kejadian ISPA. Hasil ini sejalan dengan teori yang mengatakan gizi
merupakan satu penentu kualitas sumber daya manusia. Gangguan gizi akan
menurunkan imunitas seluler, kelenjar timus dan tonsil menjadi atrofik serta jumlah
T-limfosit berkurang, sehingga tubuh akan menjadi lebih rentan terhadap terjadinya
penyakit atau infeksi (Wahyu, 2014). Penyakit infeksi disebabkan oleh daya tahan
2.5.2 Hubungan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
mendatang. Anak balita dan anggota keluarga dari perokok lebih mudah dan lebih
keluarga yang bukan perokok. Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah
Menurut Aisyah dkk (2023) bahwa salah satu penyakit ISPA pada anak balita
disebabkan oleh keterpaparan asap rokok karena sebagian besar penghuni rumah
merokok di dalam rumah dimana balita dengan cepat terpapar oleh asap rokok
sehingga penyebab penyakit ISPA pada balita diakibatkan oleh keterpaparan asap
rokok secara langsung sehingga mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada anak
Balita.
perokok pasif, dan mereka selalu terpapar asap rokok. WHO menyatakan bahwa
28
efek buruk asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif.
Ketika seorang perokok membakar sebatang rokok dan menghirupnya, asap yang
dihisap si perokok disebut asap utama, dan asap yang keluar dari ujung (bagian
asap utama. Asap ini mengandung karbon monoksida 5 kali lipat, tar dan nikotin 3
kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamin sebagai konsentrasi
sebesar 7,83 kali bila dibandingkan dengan orang tua tidak merokok di dalam
rumah. Asap rokok yang dihirup dapat menyebabkan gangguan fungsi silia,
pertahanan tersebut dapat kembali normal jika telah terbebas dari pajanan asap
rokok. Oleh karena itu, selama pasien ISPA masih terpapar asap rokok, pertahanan
menunjukkan bahwa responden yang terpapar asap rokok menderita ISPA berat
(78,6%) dan responden yang terpapar asap rokok menderita ISPA ringan (73,7%)
dan responden yang tidak terpapar asap rokok menderita ISPA berat (21,4%) dan
responden yang tidak terpapar asap rokok menderita ISPA ringan (26,3%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindawati (2020) yang
29
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan asap rokok
diketahui bahwa anggota keluarga yang perokok merupakan faktor utama yang
masyarakat hal ini ditunjukkan dari hasil survey sebanyak 51 responden yang
menyatakan hal tersebut dari 60 responden yang diteliti atau sebanding dengan
85%, tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian Putri dkk (2019) yang
menyatakan bahwa asap rokok bukan merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada
anak balita.
2.5.3 Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
sistem imun masih belum terbentuk secara optimal sehingga bayi memerlukan ASI
kebutuhan gizi yang kaya akan antibodi untuk mencegah berbagai macam infeksi
serta nutrien yang dimiliki ASI bisa melindungi bayi dari terjadinya ISPA sehingga
anak yang diberikan ASI sampai umur 4 bulan saja dikatakan mempunyai imum
lebih baik ketimbang yang tak diberi ASI (Kristianingsih, 2019). ASI eksklusif
memiliki kandungan yang paling penting yaitu kolostrum yang mengandung sekitar
8 juta sel dan nutrisi lainnya seperti 8,5% protein, 2,5% lemak, 3,5% karbohidrat,
30
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ni Putu Eka Gloria
Puspawan (2021) dapat dilihat bahwa ada korelasi bermakna antara pemberian ASI
dan ISPA bagi anak umur 4-6 bulan yang ada pada RSUD Sanjiwani Gianyar dan
BRSUD Tabanan dengan nilai p-value 0,048. Hasil tersebut mendukung penelitian
oleh Magdaleni, Irawan, & Sukemi (2020) di Puskesmas Karang Asam, Kota
Samarinda pada anak dibawah lima tahun (balita), didapatkan hasil bahwa dari 87
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wafi (2020) terhadap 65 anak
dibawah lima tahun (balita) sebagai responden yang ada pada Puskesmas Junrejo
Kota Batu dengan p-value 0,005, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Andayani, Nauval, & Zega (2020) pada 63 balita di wilayah kerja Puskesmas
Kopelma Darussalam Kabupaten Aceh Barat Daya dengan p-value 0,008, Selaras
pula dengan penelitian terdahulu oleh Maria (2020) yang dilaksanakan pada
Puskesmas Simalingkar, Medan, Sumatera Utara bahwa dari 100 balita yang
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku
31
baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, menurut
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), interest (meras
tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap sudah mulai terbentuk,
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi, trial, dimana
subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
semakin tinggi pula pengetahuan seseorang tentang kejadian ISPA, dan hal ini
sejalan dengan sikap respon positif terhadap upaya kejadian ISPA dengan di tandai
Selain itu berdasarkan penelitian Ita Puspita Sari (2020) menunjukkan hasil
bahwa 45 balita (56,3%) yang mengalami ISPA dan 35 balita (43,8%) yang tidak
hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kejadian
32
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ade Syahrena Lubis (2019)
ada sebanyak 33 orang (55%) dimana mayoritas tidak terjadi ISPA yaitu sebanyak 25
orang (41,7%) dan minoritas terjadi ISPA yaitu sebanyak 8 orang (13,3%).
Masyarakat yang memiliki pengetahuan tidak baik ada sebanyak 27 orang (45%)
dimana mayoritas Terjadi ISPA yaitu sebanyak 14 orang (23,3%) dan minoritas tidak
terjadi ISPA yaitu sebanyak 13 orang (21,7%). Maka dapat di ambil keputusan yaitu
probabilitas (Asym Sig) dari uji chisquare yaitu veriabel pengetahuan dengan
Kejadian ISPA di wilayah Puskesmas X = 0,027 < dari tingkat kesalahan 0,05.
Berdasarkan kriteria tersebut berarti ada hubungan pengetahuan orang tua dengan
33
2.6 Kerangka Teoritis
berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita, maka secara teoritis dapat di
1. Status Gizi
2. Pemberian Kolostrum
3. Pemberian Asi Eksklusif
4. Pemberian Imunisasi
1. Kondisi Hunian
2. Ventilasi
3. Jenis dinding, lantai dan atap
4. Paparan Asap Rokok
34
BAB III
KERANGKA KONSEP
yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. Peneliti hanya ingin meneliti
faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. Kerangka konsep ini
terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita. Sedangkan variabel independennya
adalah status gizi, paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu.
Status Gizi
Paparan Asap
Rokok Kejadian
Pemberian ASI IS
Ekslusif P
A
Pengetahuan Ibu Pa
da
B
Gambar 3.1 Kerangka
ali Konsep
ta
35
3.2 Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (bebas) yaitu status gizi, paparan asap rokok, pemberian
36
4 Pemberian Pemberian ASI pada Wawan Kuesioner 1. Ada Ordinal
ASI Ekslusif balta tanpa tambahan cara 2. Tidak Ada
makanan apapun
diukur oleh lamanya
pemberian ASI tanpa
tambahan makanan
minimal selama 6
bulan sejak awal
kelahiran.
5 Pengetahuan Kemampuan Wawan Kuesioner 1. Baik Ordinal
Ibu responden dalam cara 2. Kurang Baik
memahami penyakit
ISPA pada balita
meliputi gejala/tanda-
tanda, dampak dan
cara kejadian nya.
37
3.4.4 Pengetahuan Ibu (Duma Rotua Valensia Sihite, 2019)
2023.
Tahun 2023.
38
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
ataupun pendekatan case control yaitu studi analitik yang menganalisis hubungan
2015) yang bertujuan untuk melihat hubungan variabel independen (status gizi,
paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu) dengan variabel
dependen (kejadian ISPA pada balita) di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng
4.2.1 Populasi
Populasi menurut Sugiyono (2013) adalah objek atau subjek yang memiliki
(2008) populasi yaitu objek atau subjek yang berada dalam suatu wilayah dan
dalam penelitian ini adalah seluruh ibu diwilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023 yang memiliki balita berjumlah 792 orang, dengan
jumlah kunjungan ISPA mencapai 192 kasus (Puskesmas Kuta Krueng, 2023).
39
4.2.2 Sampel
menentukan jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian, jika populasi
tidak diketahui jumlahnya dan dapat bertambah atau berkurang setiap saat.
Dikarenakan jumlah populasi kasus dalam penelitian ini dapat berubah-ubah setiap
saat, maka penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus
N = Z2 x P x Q / L2
Dimana :
n : Jumlah sampel minimal
2
Z : Nilai Standar dari distribusi normal sesuai tingkat kepercayaan (95% = 1,96)
P : Prevalensi outcome atau proporsi populasi (50%)
Q : Komplementer dari P, yaitu (Q = 1 - P)
2
L : Tingkat ketelitian atau margin of error yang diizinkan (misalnya, 10%)
Dengan demikian :
n = Z2 x P x Q / L2
n = 96,04
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi
dengan perbandingan sampel kasus & sampel control 1 : 1, dimana sampel kasus
40
sebanyak 96 responden dan sampel kontrol sebanyak 96 responden yang dipilih
(2017), yaitu dalam menentukan sampel, peneliti mengambil wakil-wakil dari tiap-
tiap kelompok yang ada dalam populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah
sampling untuk setiap desa pada kelompok kasus dan kontrol dapat di lihat pada
Tabel 4.1
Jumlah Sampel balita Untuk Kelompok Kasus Dan Kontrol
Jumlah Sampel Balita yang
diambil setelah menggunakan
TOTAL rumus proporsional sampling
NO NAMA DESA KASUS untuk kelompok kasus KONTROL
BALITA
Jumlah Balita Stunting x 100
Jumlah Total Balita Stunting
29
1 Meurandeh Alue 119 29 𝑥96 = 14,5 15
192
15
2 Meugit Sagoe 66 15 𝑥96 = 7,50 8
192
3 Meugit Kayee 54 11 11 5
𝑥96 = 5,00
Panyang 192
14
4 Adan 57 14 𝑥96 = 7,00 7
192
11 𝑥96 = 5,00
5 Peulakan Tunong 42 11 192 5
17
6 Meuko Kuthang 93 17 𝑥96 = 8,00 8
192
13
7 Meuko Dayah 40 13 𝑥96 = 6,50 7
192
9 𝑥96 = 4,50
8 Meuko Buloh 35 9 192 5
13
9 Peulakan Cibrek 47 13 𝑥96 = 6,00 6
192
6 𝑥96 = 3,00
10 Peulakan Tambo 17 6 192 3
18
11 Kuta Krueng 85 18 𝑥96 = 9,00 9
192
41
14
12 Meuko Baroh 52 14 𝑥96 = 7,00 7
192
15 𝑥96 = 7,00
13 Paya Baroh 46 15 192 7
7
14 Paya Tunong 38 7 𝑥96 = 3,50 4
192
TOTAL 792 192 96 96
96 + 96 = 192
4.2.4 Kriteria Sampel
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi
adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sampel. Adapun kriteria
1. Kriteria inklusi
a. Ibu yang memiliki balita diwilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng (kontrol)
b. Ibu yang memiliki balita menderita ISPA minimal 2 kali diwilayah kerja
2. Kriteria eksklusi
42
4.3 Pengumpulan Data
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh peneliti ke lapangan dengan
menggunakan kuesioner, rekam medik dan lembar pengukuran status gizi yang
meliputi kejadian ISPA pada balita, paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan
pengetahuan ibu.
Data sekunder yaitu data yang peroleh dari kementrian kesehatan Republik
indonesia tentang ISPA pada balita, dinas kesehatan Provinsi Aceh tentang ISPA
pada balita, Profil Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya tentang ISPA pada balita dan
data. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, rekam medik
43
4.6 Cara Pengumpulan Data
1). Peneliti meminta izin kepada Kepala Puskesmas Kuta Krueng Kabupaten Pidie
Jaya.
dengan kuesioner.
4). Setelah data terkumpul, peneliti melapor kepada Kepala Puskesmas Kuta Krueng
44
4.8.1 Editing
dan kelengkapan pengisian yang dilakukan oleh peneliti sehingga tidak terjadi
4.8.2 Coding
Coding adalah peneliti memberikan kode berupa angka yang telah disiapkan
digunakan dalam penelitian ini adalah kode responden yang diawali dengan 01
untuk responden pertama sampai 95 untuk responden terakhir dan kode yang
4.8.3 Tabulating
katagori yang telah di buat untuk tiap-tiap sub variabel yang diukur dan selanjutnya
dependen yang bertujuan untuk melihat besarnya masalah. Untuk analisa ini semua
45
4.9.2 Analisa Bivariat
hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui uji statistik Chi-square (x2).
digunakan dalam uji Chi-Square adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang
dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat Chi-Square tidak terpenuhi maka di
2. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 adalah uji kolmograv-Smirnov.
3. Alternatif Uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 dan 2xK adalah dengan
(Dahlan, 2012).
(statistical product and service solutions) versi 24.0 kemudian disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang serta menggunakan narasi
untuk penjelasan.
46
BAB V
GAMBARAN UMUM
Puskesmas Kuta Krueng dengan lokasi berada di Ulee Gle tepatnya di jalan
Darul munawwarah kecamatan Bandar Dua kabupaten Pidie Jaya. Terdiri dari 14
desa dengan luas kerja Puskesmas Kuta Krueng adalah 16,15 km2 waktu tempuh
oleh kendaraan (tidak ada kendala untuk menjangkau puskesmas tersebut). Batas-
5.1.3 Kependudukan
kerja Puskesmas Kuta Krueng tahun 2022 adalah 9.951 jiwa dengan jumlah
penduduk laki-laki 4.596 jiwa dan perempuan 5.355 jiwa dengan jumlah Kepala
Keluarga adalah 2.545 KK, jumlah balita berjumlah 792 orang dari 14 desa seperti
Tabel 5.1
Jumlah Sampel balita di Seluruh Desa
NO NAMA DESA TOTAL BALITA
1 Meurandeh Alue 119
2 Meugit Sagoe 66
47
3 Meugit Kayee Panyang 54
4 Adan 57
5 Peulakan Tunong 42
6 Meuko Kuthang 93
7 Meuko Dayah 40
8 Meuko Buloh 35
9 Peulakan Cibrek 47
10 Peulakan Tambo 17
11 Kuta Krueng 85
12 Meuko Baroh 52
13 Paya Baroh 46
14 Paya Tunong 38
TOTAL 792
Sumber : Profil Puskesmas Kuta Krueng (2023)
adanya system rujukan yang berurutan. Pelayanan yang diberikan berupa upaya
48
4. Menjalin kerjasama yang baik dengan lintas sektor dalam rangka mendukung
49
BAB VI
responden dalam penelitian ini adalah ibu dan balita yang berada diwilayah kerja
Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, maka
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi
frekuensi kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng
Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.1.
TABEL 6.1
DISTRIBUSI FREKUENSI KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA
TAHUN 2023
No Kejadian ISPA Pada Balita F %
1 ISPA (Kasus) 96 50,0
2 Tidak ISPA (Kontrol) 96 50,0
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)
50
6.2.2 Status Gizi Balita
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi
frekuensi status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan
Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.2.
TABEL 6.2
DISTRIBUSI FREKUENSI STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA
KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
No Status Gizi Balita F %
1 Gizi Kurang 94 49,0
2 Gizi Baik 98 51,0
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)
memiliki gizi kurang sebanyak 49,0%, sedangkan proporsi responden yang memiliki
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi
frekuensi paparan asap rokok di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan
Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.3.
TABEL 6.3
DISTRIBUSI FREKUENSI PAPARAN ASAP ROKOK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
No Paparan Asap Rokok F %
1 Ada 64 33,3
2 Tidak Ada 128 66,7
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)
51
Berdasarkan tabel 6.3 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang
ada terpapar asap rokok hanya 33,3%, sedangkan proporsi responden yang tidak
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi
Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.4.
TABEL 6.4
DISTRIBUSI FREKUENSI PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
No Pemberian ASI Ekslusif F %
1 Tidak Ada 57 29,7
2 Ada 135 70,3
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)
tidak ada pemberian ASI Ekslusif hanya 29,7%, sedangkan proporsi responden yang
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini distrbusi
Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya seperti yang terlihat pada tabel 6.5.
52
TABEL 6.5
DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN IBU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA
KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
No Pengetahuan Ibu F %
1 Kurang Baik 79 41,1
2 Baik 113 58,9
Jumlah 192 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)
kurang baik hanya 41,1%, sedangkan proporsi pengetahuan ibu baik sebesar 58,9%.
statistik dengan menggunakan uji Chi-Square (X2). Variabel yang diuji adalah status
gizi balita, paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu.
6.3.1 Hubungan Status Gizi Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini hubungan
antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta
Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, dapat dilihat pada tabel 6.6.
TABEL 6.6
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2024
Kejadian ISPA
OR
No Status Gizi Kasus Kontrol P value
(95%CI)
n % n %
1 Gizi Kurang 71 74,0 23 24,0
9,014
2 Gizi Baik 25 26,0 73 76,0 0,000
(4,688-17,332)
Total 96 100 96 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)
53
Dari tabel 6.6 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden pada
kelompok kasus dengan status gizi kurang lebih tinggi sebesar 74,0% bila
dibandingkan dengan status gizi kurang pada kelompok kontrol hanya 24,0%.
Sebaliknya proporsi responden pada kelompok kontrol dengan status gizi baik lebih
tinggi sebesar 76,0% bila dibandingkan dengan status gizi baik pada kelompok kasus
hanya 26,0%. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai P value 0,000 < (0,05),
artinya ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten
Pidie Jaya. Hasil perhitungan OR diketahui bahwa balita yang memiliki status gizi
kurang 9,014 kali lebih berisiko untuk menderita ISPA dibandingkan dengan balita
6.3.2 Hubungan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini hubungan
antara paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, dapat dilihat
TABEL 6.7
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN
BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2024
Kejadian ISPA
Paparan Asap OR
No Kasus Kontrol p-value
Rokok (95%CI)
n % n %
1 Ada 41 42,7 23 24,0
2,366
2 Tidak Ada 55 57,3 73 76,0 0,006
(1,274-4,394)
Total 96 100 96 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024)
54
Dari tabel 6.9 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden pada kelompok
kasus dengan ada paparan asap rokok lebih tinggi sebesar 42,7% bila dibandingkan
dengan ada paparan asap rokok pada kelompok kontrol hanya 24,0%. Sebaliknya
proporsi responden pada kelompok kontrol dengan tidak ada paparan asap rokok
lebih tinggi sebesar 76,0% bila dibandingkan dengan tidak ada paparan asap rokok
pada kelompok kasus hanya 57,3%. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai P
value 0,006 < (0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara paparan asap
rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng
bahwa balita yang terpapar asap rokok 2,366 kali lebih berisiko untuk menderita
ISPA dibandingkan dengan balita yang tidak terpapar asap rokok (95%CI ; 1,274-
4,394).
6.3.3 Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini hubungan
antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, dapat dilihat
TABEL 6.8
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN
BANDAR DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2024
Kejadian ISPA
Pemberian ASI OR
No Kasus Kontrol p-value
Ekslusif (95%CI)
n % n %
1 Tidak Ada 38 39,6 19 19,8
2,655
2 Ada 58 60,4 77 80,2 0,003
(1,389-5,074)
Total 96 100 96 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024) 55
Dari tabel 6.8 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden pada kelompok
kasus dengan tidak ada pemberian ASI Ekslusif lebih tinggi sebesar 39,6% bila
dibandingkan dengan tidak ada pemberian ASI Ekslusif pada kelompok kontrol
hanya 19,8%. Sebaliknya proporsi responden pada kelompok kontrol dengan ada
pemberian ASI Ekslusif lebih tinggi sebesar 80,2% bila dibandingkan dengan ada
pemberian ASI Ekslusif pada kelompok kasus hanya 60,4%. Berdasarkan hasil uji chi-
square diperoleh nilai P value 0,003 < (0,05), artinya ada hubungan yang bermakna
antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya. Hasil
perhitungan OR diketahui bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI Ekslusif 2,655
kali lebih berisiko untuk menderita ISPA dibandingkan dengan balita yang
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, berikut ini hubungan
antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya, dapat dilihat
TABEL 6.10
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG KECAMATAN BANDAR DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2023
Kejadian ISPA
OR
No Pengetahuan Ibu Kasus Kontrol p-value
(95%CI)
n % n %
1 Kurang Baik 48 50,0 31 32,3
2,097
2 Baik 48 50,0 65 67,7 0,013
(1,167-3,766)
Total 96 100 96 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2024) 56
Dari tabel 6.11 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden pada
kelompok kasus dengan pengetahuan ibu kurang baik lebih tinggi sebesar 50,0%
bila dibandingkan dengan pengetahuan ibu kurang baik pada kelompok kontrol
pengetahuan ibu baik lebih tinggi sebesar 67,7% bila dibandingkan dengan
pengetahuan ibu baik pada kelompok kasus hanya 50,0%. Berdasarkan hasil uji chi-
square diperoleh nilai P value 0,013 < (0,05), artinya ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya. Hasil
perhitungan OR diketahui bahwa balita yang memiliki pengetatuan ibu kurang baik
2,097 kali lebih berisiko untuk menderita ISPA dibandingkan dengan pengetahuan
6.4 Pembahasan
hasil yang di peroleh. Penjabaran dari pembahasan sesuai dengan tujuan dari
penelitian yang terdiri dari hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan
kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan
Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023, yang menjadi responden pada
penelitian ini seluruh ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta
Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya berjumlah 96 kasus dan 96
kontrol.
57
6.4.1 Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng
Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya dengan nilai p-value 0,000 dan OR
9,014.
kemungkinan besar untuk penderita ISPA pada balita dikarenakan memiliki status
gizi kurang sehingga memperlemah daya tahan tubuh dan menimbulkan penyakit
terutama yang disebabkan oleh infeksi. Salah satu faktor yang berperan dalam
tumbuh kembang anak yaitu pada pola pengasuhan orang tua serta pelayanan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunarni (2013) mengenai
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Margaharja Sukadana Ciamis yang nilai p value 0,000, dimana faktor yang
mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada anak dan balita yaitu status gizi. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh Sukmawati (2014) yang berjudul Hubungan Status
gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi, dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
didapatkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA
Sama halnya dengan penelitian dari Yuliastuti (2014) yang berjudul Hubungan
Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita, hasil analisis
bivariat dengan uji chi-square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara
58
status gizi dengan kejadian ISPA. Hasil ini sejalan dengan teori yang mengatakan gizi
merupakan satu penentu kualitas sumber daya manusia. Gangguan gizi akan
menurunkan imunitas seluler, kelenjar timus dan tonsil menjadi atrofik serta jumlah
T-limfosit berkurang, sehingga tubuh akan menjadi lebih rentan terhadap terjadinya
penyakit atau infeksi (Wahyu, 2014). Penyakit infeksi disebabkan oleh daya tahan
dalam proses patogenesis penyakit ISPA. Hal tersebut akan mempermudah agen-
agen infeksius memasuki sistem pertahanan tubuh. Keadaan gizi yang baik, tubuh
infeksi sedangkan pada keadaan gizi semakin memburuk reaksi kekebalan tubuh
Hasil dan teori penelitian ini sama dengan Prasiwi (2021) yang di dapatkan,
berdasarkan hasil uji chi square terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi
dengan kejadian ISPA pada balita dengan p value 0,049 yang menunjukkan bahwa
sebagian besar balita di desa padasan kecamatan kerek memiliki status gizi baik
yaitu sebesar 38 balita (55,07%) dan sebagian kecil balita memiliki gizi buruk yaitu
sebesar 3 balita (4,35%). Hal ini memberi gambaran bahwa ibu-ibu tahu pentingnya
status gizi untuk balitanya. Gizi membuat balita lebih kuat daya tahan tubuhnya
terhadap penyakit.
59
Selanjutnya ada beberapa penelitian terkait status gizi kurang yang
status gizi lebih mempunyai kemungkinan 0,417 kali untuk mengalami ISPA. Namun,
pada status gizi lebih tidak dapat dipercayai karena tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara status gizi lebih dengan angka kejadian ISPA (Widyawati, 2019).
Pada penelitian yang dilakukan Wahyu (2014) menjelaskan bahwa balita dengan
status gizi yang rendah akan mempengaruhi frekuensi saluran pernapasan yang
mudah terpapar dengan dunia luar. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pertahanan
yang efektif dan efisien untuk mengatasi terjadinya ISPA pada balita.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa balita di wilayah kerja Puskesmas
Kuta Krueng masih memiliki status gizi kurang, hal ini akan berdampak pada daya
tahan tubuh balita terhadap serangan penyakit seperti ISPA. Kurangnya status gizi
balita disebabkan oleh beberapa hal seperti jenis dan sumber makanan yang
tersebut di perparah oleh kondisi ekonomi dari beberapa orang tua balita yang
masih menengah kebawah, jumlah anak yang ditanggung dalam satu keluarga
6.4.2 Hubungan Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya dengan nilai p-value
60
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fillacano (2018) mendapatkan
peluang kejadian ISPA pada balita sebesar 7,83 kali bila dibandingkan dengan orang
tua tidak merokok di dalam rumah. Asap rokok yang dihirup dapat menyebabkan
gangguan fungsi silia, peningkatan volume lendir, perubahan antigen cairan tubuh,
terbebas dari pajanan asap rokok. Oleh karena itu, selama pasien ISPA masih
terpapar asap rokok, pertahanan tubuh terhadap infeksi tetap terganggu (Baladiah,
2019).
menunjukkan bahwa responden yang terpapar asap rokok menderita ISPA berat
(78,6%) dan responden yang terpapar asap rokok menderita ISPA ringan (73,7%)
dan responden yang tidak terpapar asap rokok menderita ISPA berat (21,4%) dan
responden yang tidak terpapar asap rokok menderita ISPA ringan (26,3%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindawati (2020) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan asap rokok
diketahui bahwa anggota keluarga yang perokok merupakan faktor utama yang
masyarakat hal ini ditunjukkan dari hasil survey sebanyak 51 responden yang
menyatakan hal tersebut dari 60 responden yang diteliti atau sebanding dengan
61
85%, tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian Putri dkk (2019) yang
menyatakan bahwa asap rokok bukan merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada
anak balita.
resiko untuk mengalami ISPA dan gangguan paru-paru di masa mendatang. Anak
balita dan anggota keluarga dari perokok lebih mudah dan lebih sering menderita
gangguan pernafasan dibandingkan anak balita dan anggota keluarga yang bukan
perokok. Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar
resiko anggota keluarga menderita sakit gangguan pernafasan khusus nya pada
Menurut Aisyah dkk (2023) bahwa salah satu penyakit ISPA pada anak balita
disebabkan oleh keterpaparan asap rokok karena sebagian besar penghuni rumah
merokok di dalam rumah dimana balita dengan cepat terpapar oleh asap rokok
sehingga penyebab penyakit ISPA pada balita diakibatkan oleh keterpaparan asap
rokok secara langsung sehingga mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada anak
Balita.
Kebiasaan merokok orang tua di rumah membuat anak kecil menjadi perokok
pasif, dan mereka selalu terpapar asap rokok. WHO menyatakan bahwa efek buruk
asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika
seorang perokok membakar sebatang rokok dan menghirupnya, asap yang dihisap si
perokok disebut asap utama, dan asap yang keluar dari ujung (bagian pembakaran)
rokok disebut asap sampingan. Fakta membuktikan bahwa asap sampingan ini lebih
62
ini mengandung karbon monoksida 5 kali lipat, tar dan nikotin 3 kali lipat, amonia
46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamin sebagai konsentrasi karsinogenik
(Umami, 2020).
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa balita di wilayah kerja Puskesmas
Kuta Krueng masih ada beberapa yang terpapar dengan asap rokok dari orang-
orang terdekatnya terutama ayah. Kurangnya kesadaran orang tua dalam menjaga
balita dari paparan asap rokok akan menimbulkan beberapa gangguan kesehatan
6.4.3 Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya dengan nilai p-value
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ni Putu Eka Gloria
Puspawan (2021) dapat dilihat bahwa ada korelasi bermakna antara pemberian ASI
dan ISPA bagi anak umur 4-6 bulan yang ada pada RSUD Sanjiwani Gianyar dan
BRSUD Tabanan dengan nilai p-value 0,048. Hasil tersebut mendukung penelitian
oleh Magdaleni, Irawan, & Sukemi (2020) di Puskesmas Karang Asam, Kota
Samarinda pada anak dibawah lima tahun (balita), didapatkan hasil bahwa dari 87
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wafi (2020) terhadap 65 anak
dibawah lima tahun (balita) sebagai responden yang ada pada Puskesmas Junrejo
Kota Batu dengan p-value 0,005, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
63
Andayani, Nauval, & Zega (2020) pada 63 balita di wilayah kerja Puskesmas
Kopelma Darussalam Kabupaten Aceh Barat Daya dengan p-value 0,008, Selaras
pula dengan penelitian terdahulu oleh Maria (2020) yang dilaksanakan pada
Puskesmas Simalingkar, Medan, Sumatera Utara bahwa dari 100 balita yang
sistem imun masih belum terbentuk secara optimal sehingga bayi memerlukan ASI
kebutuhan gizi yang kaya akan antibodi untuk mencegah berbagai macam infeksi
Faktor protektif serta nutrien yang dimiliki ASI bisa melindungi bayi dari
terjadinya ISPA sehingga anak yang diberikan ASI sampai umur 4 bulan saja
dikatakan mempunyai imum lebih baik ketimbang yang tak diberi ASI (Kristianingsih,
2019). ASI eksklusif memiliki kandungan yang paling penting yaitu kolostrum yang
mengandung sekitar 8 juta sel dan nutrisi lainnya seperti 8,5% protein, 2,5% lemak,
3,5% karbohidrat, 0,4% garam dan mineral, dan 85,1% air (Wibawa, 2019).
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa balita di wilayah kerja Puskesmas
Kuta Krueng masih ada beberapa yang belum mendapatkan Asi Ekslusif dari ibunya.
Kurangnya kesadaran orang tua dalam memberikan Asi Ekslusif kepada balita akan
kesehatan seperti terjangkit penyakit ISPA. Beberapa penyebab dari ibu balita yang
tidak memberikan Asi Ekslusif seperti : kurangnya Asi sejak pertama bayi lahir, Asi
64
tidak lancar, kebiasaan turun temurun memberikan makanan lain seperti pisang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta
Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya dengan nilai p-value 0,013 dan
OR 2,097.
Sejalan dengan penelitian Ita Puspita Sari (2020) menunjukkan hasil bahwa 45
balita (56,3%) yang mengalami ISPA dan 35 balita (43,8%) yang tidak mengalami
0,007, OR 0,288 dan 95% CI 0,114-0,728 yang disimpulkan terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di
Wilayah Posyandu X.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ade Syahrena Lubis (2019)
ada sebanyak 33 orang (55%) dimana mayoritas tidak terjadi ISPA yaitu sebanyak 25
orang (41,7%) dan minoritas terjadi ISPA yaitu sebanyak 8 orang (13,3%).
Masyarakat yang memiliki pengetahuan tidak baik ada sebanyak 27 orang (45%)
dimana mayoritas Terjadi ISPA yaitu sebanyak 14 orang (23,3%) dan minoritas tidak
terjadi ISPA yaitu sebanyak 13 orang (21,7%). Maka dapat di ambil keputusan yaitu
probabilitas dari uji chi-square yaitu ada hubungan pengetahuan orang tua dengan
65
Menurut hasil penelitian Martiningsih (2018) didapati bahwa pendidikan
semakin tinggi pula pengetahuan seseorang tentang kejadian ISPA, dan hal ini
sejalan dengan sikap respon positif terhadap upaya kejadian ISPA dengan di tandai
dengan ISPA dan ini terjadi setelah ibu melakukan ataupun mengikuti pembelajaran
itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
dahulu terhadap stimulus (objek), interest (meras tertarik) terhadap stimulus atau
nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti
sikap responden sudah lebih baik lagi, trial, dimana subjek mulai mencoba
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. adaption,
dimana subjek telah berperilaku baru dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
66
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan ibu balita di wilayah
kerja Puskesmas Kuta Krueng masih ada beberapa yang kurang baik. Kurangnya
pada hal-hal penting yang seharusnya di jalan namun tidak dilakukan seperti :
membawa anak ke posyandu, memilih tempat berobat yang tepat untuk balita,
67
BAB VII
7.1 Kesimpulan
paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023. Berdasarkan
status gizi, paparan asap rokok, pemberian ASI Ekslusif dan pengetahuan ibu. Maka
1. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya
2. Ada hubungan antara paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie
3. Ada hubungan antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita
4. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie
68
7.2 Saran
bahaya ISPA pada balita secara rutin kepada masyarakat seperti dalam setiap
2. Disarankan kepada orang tua balita agar menjaga status gizi balita selalu baik
secara rutin, tidak merokok didalam rumah ataupun didekat balita, memberikan
Asi Ekslusif dan meningkatkan pengetahuan tentang bahaya ISPA pada balita.
3. Pentingnya untuk membawa balita ke posyadu setiap bulan secara rutin, agar
merawat balita khususnya ketika sedang terjangkit oleh suatu penyakit yang
berbahaya.
5. Pentingnya mengkonsumi makanan sehat dan bergizi bagi ibu ibu yang masih
menyusui agar dapat menyediakan komposisi Asi yang cukup dan sehat bagi
balita.
yang lainnya seperti peran petugas kesehatan, lingkungan, status ekonomi serta
69
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti And Hazairin Efendi., "Sosialisasi Peningkatan Pengetahuan Ibu Terhadap
Pencegahan Penyakit ISPA Pada Balita." Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat Inovasi Teknologi. 2023.
Andayani, N, Nauval I, Zega Ts. Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Atas Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kopelma Darussalam. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2020.
Aslina, A., & Suryani, I., Hubungan Status Gizi Terhadap Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
Kota Pekanbaru Tahun 2018.
Baladiah, Bella, Juliana. "Kebiasaan Merokok Dan Status Gizi Kurang Sebagai Faktor
Risiko Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Kemiling Bandarlampung."
2019.
Erikson, Erik H., And Joan M. Erikson. The Life Cycle Completed (Extended Version).
Ww Norton & Company, 1998.
Fitri, Misnadiarly., Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia Pada Anak Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer. 2021.
Hanum., Tumbuh Kembang, Status Gizi Dan Imunisasi Dasar Pada Balita.
Yogyakarta: Nusa Medika. 2020.
Hayati, Rizki, Zahrotul., Hubungan Konsentrasi PM10 Dan Faktor Lingkungan Dalam
Rumah Dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di
Puskesmas Rawa Terate Kecamatan Cakung Tahun 2017. Bs Thesis. Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. 2017.
Hidayat, R., Siswanto, A., Dan Bangun, B.N., Dinamika Perkembangan Kurikulum Di
Indonesia: Rentjana Pembelajaran 1947 Hingga Kurikulum 2013 (Pdf). Jakarta:
Penerbit Labsos. 2017.
Istiyaningrum, Ln., Hubungan Pemberian Asi Dan Pola Asuh Makan Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Dan Diare Serta Tumbuh Kembang
Baduta. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institusi
Pertanian Bogor. 2015.
Magdaleni, Ar. Irawan Db, Sukemi S. Relationship Of Low Birth Weight, Nutritional
Status And Exclusive Breast-Feeding With Ari In Infants Aged 6-23 Months In
Karang Asam Public Health Center, Samarinda City In 2018. Jurnal Atomik.
2020.
Mahendrayasa, I. Gusti Agung Putu. "Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Pada Balita Di Surabaya." Jurnal
Berkala Epidemiologi. 2018.
Maria L, Simanjuntak M, Silangit T, Siahaan Jm. Determinants Of Acute Respiratory
Infection In Children Under Five In Simalingkar, Medan, North Sumatera.
Journal Of Epidemiology Public Health. 2020.
Marimbi, H., Tumbuh Kembang, Status Gizi Dan Imunisasi Dasar Pada Balita.
Yogyakarta : Nusa Medika. 2020.
Martiningsih, Sri Wahjuni Dyah. Analisis Penggunaan Obat Yang Rasional Pada Kasus
ISPA Bukan Pnemoni Dan Diare Akut Non Spesifik Dalam Rangka
Meningkatkan Mutu Pelayanan Puskesmas Di Kabupaten Probolinggo. Diss.
Universitas Airlangga. 2018.
Mika, Mm. The Correlation Of Exclusive Breastfeeding With The Incidence Of Acute
Respiration Infection Among Babies 6-12 Month. Jurnal Kebidanan. 2020.
Miswan, And Zhanaz Tasya. "Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Balita Di Desa Taopa Wilayah Kerja Puskesmas Taopa Kabupaten
Parigi Moutong." Jurnal Kolaboratif Sains. 2018.
Ningrum., Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian
ISPA Non Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Pinang.
Jurnal Kesehatan : Universitas Lambung Mangkurat. 2019.
Prasiwi, N., Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita. Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia. 2021.
Puspawan, Ni Putu Eka Gloria, Ni Kadek Elmy Saniathi, And Komang Trisna
Sumadewi. "Hubungan Pemberian Asi Dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 4-
6 Bulan Di Rsud Sanjiwani Gianyar Dan Brsud Tabanan Tahun 2016-2020." Amj
(Aesculapius Medical Journal). 2021.
Puspitasari, Ita, & Sri Subiyatun., Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Ibu
Balita Ke Posyandu Kencursari I Di Dukuh Tegaltandan Desa Banguntapan
Kapubaten Bantul. Diss. Stikes'aisyiyah Yogyakarta. 2020.
Putri, Prima, And Melani Rakhmi Mantu., "Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah
Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita Di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon
Periode Juli-Agustus 2016." Tarumanagara Medical Journal. 2019.
Rahmawati, Anita, Dwi., Hubungan Pemberian Asi Dan Status Gizi Terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Ringan Pada Balita Usia 1-5
Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek. Diss.
Universitas Airlangga. 2020.
Rizkilla, Fadhita, And Riski Novera Yenita., "Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku
Keluargadengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut." Jurnal Endurance:
Kajian Ilmiah Problema Kesehatan. 2018.
Santoso, Eko Budi, And Hairil Akbar., "Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Juntinyuat." Jurnal Hibualamo:
Seri Ilmu-Ilmu Alam Dan Kesehatan. 2018.
Sihite, Duma Rotua Valensia., Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu
Dalam Pencegahan ISPA Pada Balita. Diss. Stik Sint Carolus, 2019.
Sofia, Sofia., "Faktor Risiko Lingkungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar." Action: Aceh Nutrition
Journal. 2017.
Suyudi, Utomo., Determinan Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Anak.
Jogjakarta : Banguntapan Yogjakarta. 2019.
Tary M. Girotha., Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di
Puskesmas Tompaso Kabupaten Minahasa. Universitas Sam Ratulangi,
Indonesia. 2022.
Umami, Lega. "Pengaruh, Asap Rokok & Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Insidensi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Bareng Kotamadya Malang." Majalah Kesehatan. 2020.
Usman, Agit., "Hubungan Riwayat ISPA, Riwayat Diare, Dan Riwayat Malaria Dengan
Kejadian Stunting Pada Baduta Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kelapa Lima
Kabupaten Merauke Papua." Journal Of Syntax Literate. 2022.
Usman., Analisis Faktor Yang Memepengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita. 2017.
Wafi, Mf., Hubungan Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Di Puskesmas Junrejo Kota Batu Tahun
2020. Program Studi Pendidikan Dokter, Fkik Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang. 2020.
Wahyu, F., Mahfoedz, I., Mulyanti., Status Gizi Berhubungan Dengan Kejadian ISPA
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Wonosari I Kabupaten Gunung Kidul.
Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia. 2014.
Wahyuningsih, Sri, Sitti Raodhah, And Syahrul Basri., "Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar
Kabupaten Bima." Higiene: Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2017.
Whaley, J., & Wong, Y. B., Starch Swelling Behavior And Texture Development In
Stirred Yogurt. Food Hydrocolloids. 2019.
Wibawa, Samuel Raditya, Yetty Movieta Nency, And Ferdy Kurniawan Cayami.,
Pengaruh Pemberian Asi Terhadap Kejadian ISPA Pada Anak. Diss. Faculty Of
Medicine Diponegoro University, 2019.
Widia, L., Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita. Jurnal
Darul Azhar. 2017.
World, Health, Organisation., Global Health Risks: Mortality And Burden Of Disease
Atributable To Selected Major Risk. Switzerland. 2021.
Yuliastuti, E., Hubungan Status Gizi Dan Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita. Dinamika Kesehatan. 2014.
INFORMASI KEPADA RESPONDEN
Saya Nidaul Fitria, atas nama peneliti mahasiswa tingkat akhir pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh bermaksud mengadakan
penelitian mengenai hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian
ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023. Dengan penelitian ini diharapkan akan diketahui
mengenai hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten
Pidie Jaya Tahun 2023. Hasil dari penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar
informasi tentang hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian
ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng Kecamatan Bandar Dua
Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2023.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia menjadi responden
pada penelitian ini dan apabila di kemudian hari terdapat kekurangan, maka saya
Responden
Nama : .........................................................
Tanda tangan :
Peneliti
Nama :.........................................................
Tanda Tangan :
TABEL SKOR
Identitas Responden
a. Nama :
b. No. Responden :
d. Alamat :
I. Kejadian ISPA Pada Balita (Justifikasi)
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah Anggota Keluarga Balita Seorang Perokok ? Jika Ya
Lanjut Pertanyaan Berikutnya
2 Apakah Anggota Keluarga Tetap Merokok Walaupun Di
Samping Balita ?
2 Sudah Berapa Lama Anggota Keluarga Balita Merokok ? a. 0 - 11 Bulan
b. 1 - 10 Tahun
c. 11 - 20
Tahun
d. > 20 Tahun
3 Berapa Banyak Rokok Yang Dihabiskan Anggota Keluarga a. 1-10 Batang
Balita Setiap Hari ? b. 11-20
Batang
c. 21-30
Batang
4 Dimana Biasanya Anggota Keluarga Balita Merokok ? a. Rumah
b. Tempat
Kerja
c. Tempat
Umum
d. Lainnya
5 Kapan Biasanya Anggota Keluarga Balita Merokok ? a. Pagi Hari
b. Setelah
Makan
c. Setiap Ada
Kesempatan
Data Anak
Jenis Umur BB TB IMT/U Z-Score Kategori
Kelamin
Maka :
IMT Balita−IMT Median
(BB/U) =
IMT Median−(Tabel−1SD)
Maka :
IMT Balita−IMT Median
(BB/U) =
(Tabel+1SD)−IMT Median
Frequency Table (Univariat)
Kejadian_ISPA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs (Bivariat)
Status_Gizi * Kejadian_ISPA
Crosstab
Kejadian_ISPA
Kasus Kontrol Total
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 47.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Status_Gizi 9.014 4.688 17.332
(Gizi Kurang / Gizi Baik)
For cohort Kejadian_ISPA = 2.961 2.071 4.233
Kasus
For cohort Kejadian_ISPA = .328 .226 .477
Kontrol
N of Valid Cases 192
Paparan_Asap_Rokok * Kejadian_ISPA
Crosstab
Kejadian_ISPA
Kasus Kontrol Total
Paparan_Asap_Rokok Ada Count 41 23 64
% within Kejadian_ISPA 42.7% 24.0% 33.3%
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 2.366 1.274 4.394
Paparan_Asap_Rokok (Ada /
Tidak Ada)
For cohort Kejadian_ISPA = 1.491 1.137 1.955
Kasus
For cohort Kejadian_ISPA = .630 .440 .903
Kontrol
N of Valid Cases 192
Pemberian_ASI_Ekslusif * Kejadian_ISPA
Crosstab
Kejadian_ISPA
Kasus Kontrol Total
Pemberian_ASI_Ekslusif Tidak Ada Count 38 19 57
% within Kejadian_ISPA 39.6% 19.8% 29.7%
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 2.655 1.389 5.074
Pemberian_ASI_Ekslusif
(Tidak Ada / Ada)
For cohort Kejadian_ISPA = 1.552 1.188 2.027
Kasus
For cohort Kejadian_ISPA = .584 .394 .868
Kontrol
N of Valid Cases 192
Pengetahuan_Ibu * Kejadian_ISPA
Crosstab
Kejadian_ISPA
Kasus Kontrol Total
Pengetahuan_Ibu Kurang Baik Count 48 31 79
% within Kejadian_ISPA 50.0% 32.3% 41.1%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 6.216 1 .013
b
Continuity Correction 5.506 1 .019
Likelihood Ratio 6.254 1 .012
Fisher's Exact Test .019 .009
Linear-by-Linear Association 6.183 1 .013
N of Valid Cases 192
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 2.097 1.167 3.766
Pengetahuan_Ibu (Kurang
Baik / Baik)
For cohort Kejadian_ISPA = 1.430 1.083 1.889
Kasus
For cohort Kejadian_ISPA = .682 .497 .936
Kontrol
N of Valid Cases 192
MASTER TABEL
Kejadian ISPA Status Gizi Paparan Asap Rokok Pemberian ASI Eksklusif Pengetahuan Ibu Tot al
No. Re sponden KODE Keterangan KODE Keterangan KODE Keterangan KODE Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Skor Keterangan KODE
1 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12 Baik 1
2 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 5 Kurang Baik 0
3 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
4 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
5 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 12 Baik 1
6 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 5 Kurang Baik 0
7 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 8 Baik 1
8 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
9 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
10 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 12 Baik 1
11 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 13 Baik 1
12 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
13 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 5 Kurang Baik 0
14 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 11 Baik 1
15 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
16 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
17 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 0
18 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 14 Baik 1
19 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
20 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 Kurang Baik 0
21 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
22 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
23 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 7 Kurang Baik 0
24 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
25 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 9 Baik 1
26 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 10 Baik 1
27 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
28 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 12 Baik 1
29 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Baik 1
30 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
31 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
32 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik 1
33 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
34 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
35 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
36 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 6 Kurang Baik 0
37 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12 Baik 1
38 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 13 Baik 1
39 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
40 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
41 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
42 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 0
43 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 11 Baik 1
44 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 9 Baik 1
45 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
46 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kurang Baik 0
47 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
48 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
49 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 11 Baik 1
50 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
51 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
52 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
53 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Baik 1
54 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 12 Baik 1
55 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 6 Kurang Baik 0
56 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
57 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 12 Baik 1
58 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 11 Baik 1
59 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
60 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
61 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 11 Baik 1
62 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
63 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
64 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
65 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 Baik 1
66 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 12 Baik 1
67 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 12 Baik 1
68 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
69 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 12 Baik 1
70 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
71 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 9 Baik 1
72 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
73 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 11 Baik 1
74 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 10 Baik 1
75 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 9 Baik 1
76 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
77 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 7 Kurang Baik 0
78 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
79 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 12 Baik 1
80 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 10 Baik 1
81 0 ISPA (Kasus) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 12 Baik 1
82 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 11 Baik 1
83 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
84 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 6 Kurang Baik 0
85 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 8 Baik 1
86 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 6 Kurang Baik 0
87 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
88 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 10 Baik 1
89 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 Kurang Baik 0
90 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
91 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 0
92 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 10 Baik 1
93 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 8 Baik 1
94 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 7 Kurang Baik 0
95 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
96 0 ISPA (Kasus) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 9 Baik 1
97 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 11 Baik 1
98 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 10 Baik 1
99 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 8 Baik 1
100 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 9 Baik 1
101 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
102 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 12 Baik 1
103 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 Baik 1
104 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 13 Baik 1
105 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 10 Baik 1
106 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 11 Baik 1
107 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
108 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 9 Baik 1
109 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
110 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 0
111 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 9 Baik 1
112 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 9 Baik 1
113 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 7 Kurang Baik 0
114 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
115 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 11 Baik 1
116 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 6 Kurang Baik 0
117 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 10 Baik 1
118 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
119 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 9 Baik 1
120 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 12 Baik 1
121 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 11 Baik 1
122 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
123 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 8 Baik 1
124 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 8 Baik 1
125 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 13 Baik 1
126 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 Baik 1
127 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 11 Baik 1
128 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 11 Baik 1
129 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 11 Baik 1
130 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
131 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 11 Baik 1
132 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 6 Kurang Baik 0
133 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 10 Baik 1
134 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 10 Baik 1
135 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 11 Baik 1
136 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
137 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 7 Kurang Baik 0
138 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 13 Baik 1
139 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 7 Kurang Baik 0
140 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 7 Kurang Baik 0
141 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 9 Baik 1
142 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 0
143 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 10 Baik 1
144 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 10 Baik 1
145 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 10 Baik 1
146 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
147 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
148 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik 1
149 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 11 Baik 1
150 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik 1
151 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 6 Kurang Baik 0
152 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 9 Baik 1
153 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 8 Baik 1
154 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 7 Kurang Baik 0
155 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 Baik 1
156 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 9 Baik 1
157 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 Baik 1
158 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 11 Baik 1
159 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 Baik 1
160 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 6 Kurang Baik 0
161 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
162 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 7 Kurang Baik 0
163 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
164 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14 Baik 1
165 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 5 Kurang Baik 0
166 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 10 Baik 1
167 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 4 Kurang Baik 0
168 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
169 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 11 Baik 1
170 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 7 Kurang Baik 0
171 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 5 Kurang Baik 0
172 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 9 Baik 1
173 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 5 Kurang Baik 0
174 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 7 Kurang Baik 0
175 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 8 Baik 1
176 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 12 Baik 1
177 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 0 Tidak Ada 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 12 Baik 1
178 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 Baik 1
179 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 5 Kurang Baik 0
180 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 12 Baik 1
181 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik 1
182 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 13 Baik 1
183 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 0 Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 7 Kurang Baik 0
184 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Baik 1
185 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 6 Kurang Baik 0
186 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 9 Baik 1
187 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 0 Ada 1 Ada 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 7 Kurang Baik 0
188 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 8 Baik 1
189 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 9 Baik 1
190 1 Tidak ISPA (Kontrol) 1 Gizi Kur ang 1 Tidak Ada 1 Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 11 Baik 1
191 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 0 Tidak Ada 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 7 Kurang Baik 0
192 1 Tidak ISPA (Kontrol) 2 Gizi Baik 1 Tidak Ada 1 Ada 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 Baik 1
Ket : Ket : Ket : Ket : Ket :
Kejadian ISPA Status Gizi Paparan Asap Rokok Pemberian ASI eksklusif Pengetahuan Ibu
Kasus ISPA = 0 Gizi Buruk = 0 Ada = 0 Ada = 1 Baik = 1
Kontrol Tidak ISPA = 1 Gizi Kurang = 1 Tidak Ada = 1 Tidak Ada = 0 Kurang Baik = 0
Gizi Baik = 2
Gizi Lebih = 3
DOKUMENTASI PENELITIAN
REKAM MEDIK
DOKUMENTASI PENELITIAN
DOKUMENTASI PENELITIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
TERAKREDITASI “UNGGUL” LAM-PTKes SK No. 0831/LAM-PTKes/Akr/Sar/IX/2022
Jln. Kampus Muhammadiyah No. 93, Batoh, Lueng Bata, Banda Aceh, 23245
Telp/Fax: 0651-31054/0651-31053
Website: http://fkm.unmuha.ac.id – Email: fkm@unmuha.ac.id
No : 269.d/UM.FKM.M/I/2024
Lamp : -
Hal : Permohonan Izin Penelitian
Kepada Yth.
Kepala Puskesmas Kuta Krueng, Kecamatan Banda Dua, Kabupaten Pidie Jaya
di
Tempat
Dengan Hormat,
1. Sehubungan dengan proses penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat
kelulusan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh,
maka kami mengharapkan bantuan Bapak/Ibu untuk dapat memberikan izin
pengambilan data penelitian terhadap mahasiswa yang tersebut di bawah ini :
Nama : Nidaul Fitria
NPM : 2007110027
Peminatan : Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku (PKIP)
Judul Skripsi : “HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ASAP
ROKOK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KRUENG
TAHUN 2023”
2. Demikianlah kami sampaikan, atas bantuan dan perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.