Anda di halaman 1dari 86

PENERAPAN PEMAKAIAN HANDSCOON PADA PARA

PETUGAS MEDIS DI PUSKESMAS CEMPAKA KOTA


BANJARMASIN TAHUN 2023

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi


sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:
RASELLA
NPM. 19070262

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA)
MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI
BANJARMASIN
TAHUN 2023
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi oleh Rasella, NPM. 19070262 ini

Telah diperiksa dan disetujui untuk disidangkan

Banjarmasin, Juli 2023

Pembimbing I

M. Bahrul Ilmi, SKM., M. Kes


NIDN. 1112029001

Banjarmasin, Juli 2023

Pembimbing II

Erwin Ernadi, SKM., M. Kes


NIDN. 1101029001

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi oleh Rasella, NPM. 19070262

Telah dipertahankan di depan dewan penguji dan diterima sebagai persyaratan

yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad

Arsyad Al-Banjari Banjarmasin.

Pada tanggal, Juli 2023

Dewan Penguji
Ketua,

M. Bahrul Ilmi, SKM., M. Kes


NIDN. 1112029001

Anggota,

Erwin Ernadi, SKM., M. Kes


NIDN. 1101029001

Anggota,

Hilda Irianty, SKM., M.Kes


NIDN. 1126048903
Mengetahui,
Dekan FKM

Meilya Farika Indah, SKM., M.Sc


NIK. 060709281

iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Rasella
NPM : 19070262

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul:


”PENERAPAN PEMAKAIAN HANDSCOON PADA

PARA PETUGAS MEDIS DI PUSKESMAS CEMPAKA


KOTA BANJARMASIN TAHUN 2023”

Adalah benar hasil karya sendiri, kecuali jika ada pengutipan dari substansi
yang disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan ke instansi manapun,
serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan serta
kebenaran isinya sesuai dengan skripsi yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan
dan paksaan dari pihak manapun serta berdesia mendapatkan sanksi
akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Banjarmasin, Juli 2023

iv
ABSTRAK

PENERAPAN PEMAKAIAN HANDSCOON PADA PARA PETUGAS


MEDIS DI PUSKESMAS CEMPAKA KOTA BANJARMASIN TAHUN
2023

Rasella
Pembimbing 1 : Bahrul Ilmi, SKM., M.Kes
Pembimbing 2 : Erwin Ernadi, SKM., M,Kes

Penggunaan handscoon merupakan sesuatu yang sangat pending penting dalam


dunia medis. Hal tersebut berguna dalam perlindungan baik perawat ataupun
pasien yang mendapat penanganan agar terhindar dari penularan virus. Seperti
misalnya pada Puskesmas, terutama pada poli tindakan dan poli gigi. Penelitian
ini mengambil tempat di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin dengan
menggunakan jenis penelitian kualitatif menggunakan teknik wawancara. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan pemakaian
handscoon bagi para petugas medis di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.
Jumlah informan dalam penelitian ini ada 7 orang yang terbagi atas informan
utama, informan pendukung, dan informan kunci. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara umum para petugas medis sudah menerapkan pemakaian handscoon
sesuai dengan Standar Operasional Layanan. Seperti pada poli tindakan dan poli
gigi. Sedangkan untuk poli umum penggunaan handscoon hanya untuk
penanganan kepada pasien yang bersifat khusus atau pasien yang memerlukan
perlakuan khusus. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan
pertimbangan dan masukan dalam menentukan arah kebijakan yang berkaitan
dengan pemakaian handscoon di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.

Kata kunci : Penerapan, Petugas Medis, Pemakaian Handscoon


Kepustakaan : 40 (2001-2022)

v
ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF THE USE OF HANDSCOON FOR MEDICAL


OFFICERS AT CEMPAKA HEALTH CENTER BANJARMASIN CITY IN
2023

Rasella
Preceptor 1 : Bahrul Ilmi, SKM., M. Kes
Preceptor 2 : Erwin Ernadi, SKM., M. Kes

The use of handscoon is something that is very important in the medical world.
This is useful in protecting both nurses and patients who are receiving treatment
to avoid transmission of the virus. For example in the Puskesmas, especially in
the action poly and dental poly. This research took place at the Cempaka Public
Health Center in Banjarmasin using a qualitative research type using interview
techniques. The purpose of this study was to determine the extent to which the use
of handscoon was used by medical workers at the Cempaka Health Center,
Banjarmasin City. The number of informants in this study were 7 people divided
into key informants, supporting informants and key informants. The results of the
study show that in general medical staff have implemented the use of handscoons
in accordance with Service Operational Standards. As in action poly and dental
poly. Whereas for general polyclinics, the use of handscoon is only for handling
special patients or patients who require special treatment. The research results
are expected to provide material for consideration and input in determining
policy directions related to the use of handscoons at the Cempaka Health Center,
Banjarmasin City.

Keywords: Application, Medical Officers, Use Handscoon


Literature : 40 (2001-2022)

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “PENERAPAN PEMAKAIAN HANDSCOON PADA PARA

PETUGAS MEDIS DI PUSKESMAS CEMPAKA KOTA BANJARMASIN

TAHUN 2023”. Sholawat serta salam tidak lupa saya ucapkan kepada junjungan

kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan orang-

orang yang mengikuti petunjuknya hingga akhir zaman.

Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari. Penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak yang telah bersedia

meluangkan tenaga, pikiran dan waktunya. Oleh karena itu penulis turut

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Ir. Abd. Malik, S.Pt., M.Si., Ph.D., IPU, ASEAN Eng selaku Rektor

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

2. Meilya Farika Indah, SKM., M.Sc selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin.

3. Chandra, SKM., M. Kes, selaku Ketua Program Studi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin.

vii
4. M. Bahrul Ilmi, SKM., M. Kes selaku pembimbing I Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta koreksi dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Erwin Ernadi, SKM., M. Kes selaku pembimbing II Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta koreksi dalam

penyusunan skripsi ini.

6. Hilda Irianty, SKM., M.Kes selaku penguji Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

7. Seluruh staf beserta dosen pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

8. dr. H. Muhammad Fuadi yang telah memberikan izin untuk penelitian di

Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.

9. Seluruh staf dan karyawan Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin yang telah

memberikan dukungan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam

membantu penelitian ini.

10. Suami, kedua orang tua, anak, adik, serta keluarga yang telah memberikan

semangat dan dukungan serta doa kepada penulis dalam membantu kelancaran

penelitian ini.

Skripsi ini tentunya masih terdapat kekurangan untuk itu penulis sangat

terbuka pada kritik dan saran yang membangun sehingga skripsi ini bisa lebih

baik lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat. Terima kasih.

viii
Banjarmasin, Juli 2023

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN........................ iv
ABSTRAK....................................................................................................... v
ABSTRACT...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR.................................................................................... vii
DAFTAR ISI……………………………....................................................... x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR..................…................................................................ xiii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian.................................................................. 9
E. Keaslian Penelitian ................................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum tentang APD (Alat Pelindung Diri)............. 13
B. Tinjauan Umum tentang Handscoon (Sarung Tangan) ......... 18
C. Tinjauan Umum tentang Penerapan........................................ 21
D. Tinjauan Umum tentang Petugas Kesehatan……………….. 25
E. Kerangka Berpikir.................................................................. 29
F. Kerangka Konsep………………………………………….... 29

x
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian....................................................................... 30
B. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................. 30
C. Sumber Informasi................................................................... 31
D. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data........................... 32
E. Instrumen Penelitian............................................................... 33
F. Triangulasi.............................................................................. 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian....................................................................... 37
B. Pembahasan ........................................................................... 59

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 66
B. Saran ................................................................................. 67

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 69


LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................... 10
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Willayah Puskesmas Cempaka
Kota Banjarmasin................................................................................... 38
Tabel 4.2 Daftar Jumlah Karyawan di Puskesmas Cempaka Kota
Banjarmasin............................................................................................ 44

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Handscoon.................................................................................... 16
Gambar 2.2 Masker.......................................................................................... 17
Gambar 2.3 Kacamata...................................................................................... 17
Gambar 2.4 Gaun.............................................................................................. 18
Gambar 2.5 Cara 6 Langkah Cuci Tangan....................................................... 19
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir......................................................................... 29
Gambar 2.7 Kerangka Konsep.......................................................................... 29
Gambar 4.1 Denah Alur Pelayanan…………………………………………. 41
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin…. 42
Gambar 4.3 Wawancara dengan Informan Poli Umum…………………….. 49
Gambar 4.4 Wawancara dengan Informan Poli Tindakan………………….. 51
Gambar 4.5 Wawancara dengan Informan Poli Gigi……………………….. 52
Gambar 4.6 Wawancara dengan Informan Pendukung Poli Umum……….. 54
Gambar 4.7 Wawancara dengan Informan Pendukung Poli Tindakan…….. 55
Gambar 4.8 Wawancara dengan Informan Pendukung Poli Gigi………….. 57
Gambar 4.9 Wawancara dengan Informan Kunci…………………………. 59

xiii
DAFTAR SINGKATAN

AIDS = Acquered Immonudeficiency Syndrome

APD = Alat Pelindung Diri

ICU = Intensive Care Unit

PPD = Perlengkapan perlindungan Diri

PUSKESMAS = Pusat Kesehatan Masyarakat

SDM = Sumber Daya Manusia

SOP = Standar Operasional Prosedur / Standar Operasional Prosedur

WHO = World Health Organisations

5W+1H = What, Who, When, Why, Where, How / Apa, Siapa, Kapan, Mengapa,

Di mana, Bagaimana

IU 1 = Informan Utama 1

IU 2 = Informan Utama 2

IU 3 = Informan Utama 3

IP 1 = Informan Pendukung 1

IP 2 = Informan Pendukung 2

IP 3 = Informan Pendukung 3

IK = Informan Kunci

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lembar Permohonan Menjadi Informan


Informed Consent
Pedoman Wawancara Mendalam Informan Utama/Petugas Medis Poli Umum
Pedoman Wawancara Mendalam Informan Utama/Petugas Medis Poli Tindakan
Pedoman Wawancara Mendalam Informan Utama/Petugas Medis Poli Gigi
Pedoman Wawancara Mendalam Informan Pendukung/Kepala Poli Umum
Pedoman Wawancara Mendalam Informan Pendukung/Kepala Poli Tindakan
Pedoman Wawancara Mendalam Informan Pendukung/Kepala Poli Gigi
Pedoman Wawancara Mendalam Informan Kunci/Kepala Puskesmas
Transkrip Wawancara
SK Pembimbing 1 dan 2
Lembar Konsultasi
Undangan Seminar
Berita Acara Magang
Berita Acara Proposal
Berita Acara Sidang

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai petugas kesehatan dapat melindungi diri mereka sendiri dari

kontak dengan bahan infeksius atau terpajan penyakit menular dengan

memiliki pengetahuan tentang proses infeksi dan perlindungan barier yang

tepat. Penyakit seperti hepatitis B, AIDS dan Tuberculosis telah menyebabkan

perhatian yang lebih besar pada teknik pengontrolan infeksi (WHO, 2017).

Kejadian infeksi nosokomial yang tinggi merupakan indikator

pentingnya suatu usaha pengendalian infeksi dengan menerapkan standar

kewaspadaan infeksi (standard precaution). Standard precaution pada

dasarnya merupakan transformasi dari universal precaution, suatu bentuk

precaution pertama yang bertujuan untuk mencegah infeksi noskomial

(Katherine dan Patricia, 2004).

Penerapan standard precaution meliputi beberapa macam prosedur

salah satunya dengan menerapkan prosedur penggunaan Alat Pelindung Diri

(APD) yang merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk

melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh

tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja (Barbara dalam Pratiwi, 2016). Alat

Pelindung Diri pada perawat meliputi sarung tangan, alat pelindung wajah,

penutup kepala, gaun pelindung atau apron, dan alas kaki atau sepatu (Potter

dan Perry, 2005). Penggunaan APD dasar (handscoon & masker), merupakan

1
2

komponen kunci dalam meminimalkan penularan penyakit serta

mempertahankan lingkungan bebas infeksi sekaligus sebagai upaya

perlindungan diri dan pasien terhadap penularan penyakit (Potter dan Perry,

2005).

Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting untuk dipakai oleh seorang

perawat dalam melaksanakan tugas kesehatan. APD ini digunakan oleh petugas

memiliki dua fungsi yaitu untuk kepentingan penderita dan sekaligus untuk

kepentingan petugas kesehatan itu sendiri. Perlengkapan pelindung diri dalam

praktek kesehariannya lebih banyak berfungsi sebagai “pelindung penderita”

daripada sebagai “pelindung petugas”. Melindungi penderita dari kemungkinan

terjadinya infeksi mikroba merupakan tugas pokok yang dimulai saat penderita

masuk rumah sakit untuk menjalani prosedur tindakan medis serta asuhan

keperawatan sampai tiba saatnya penderita keluar dari rumah sakit (Darmadi,

2008).

Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang

sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara

untuk melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi atau

penyakit. Apabila digunakan dengan benar, APD bertindak sebagai penghalang

antara bahan infeksius (misalnya virus dan bakteri) dan kulit, mulut, hidung,

atau mata (selaput lendir) tenaga kesehatan dan pasien. Penghalang memiliki

potensi untuk memblokir penularan kontaminan dari darah, cairan tubuh, atau

sekresi pernapasan (Kementerian Kesehatan RI, 2020).


3

Menurut WHO (2017), Alat Pelindung Diri (APD) yang dapat

digunakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi meliputi penggunaan

sarung tangan, kaca mata pelindung, masker, apron, gown/glove/handscoon,

sepatu, dan penutup kepala. Pemakaian APD merupakan upaya untuk

menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja yang optimal. Perilaku perawat

dalam menggunakan APD merupakan salah satu faktor penentu penerapan

penggunaan APD di puskesmas.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2020) Rasional penggunaan

sarung tangan ada tiga. Pertama, sarung tangan melindungi tangan jika terdapat

kemungkinan perawat kontak dengan cairan tubuh, misalnya darah, urine,

feses, sputum, membran mukosa dan kulit yang tidak utuh. Kedua, sarung

tangan mengurangi kemungkinan perawat menyebarkan mikroorganisme

endogen mereka kepada individu yang menerima asuhan. Perawat yang

memiliki luka terbuka atau goresan pada tangan harus menggunakan

perlindungan diri sebagai perlindungan diri. Ketiga, sarung tangan mengurangi

kemungkinan tangan perawat menyebarkan mikroorganisme dari satu pasien

atau dari benda tercemar kepada pasien lain. Sarung tangan harus selalu

dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau semua jenis

cairan tubuh sekret dan benda yang terkontaminasi.

Pemakaian handscoon merupakan bagian yang terpenting dari standard

precaution bagi perawat yang sering berinteraksi dengan pasien maupun alat-

alat yang terkontaminasi. Sarung tangan dapat membantu perawat untuk

melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua cairan tubuh, secret,
4

ekskreta, kulit yang tidak utuh , selaput lendir pasien, dan benda yang

terkontaminasi (Kemenkes RI, 2019).

Pada saat studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 26 Mei 2023

didapatkan informasi di poli umum, diambil informan utama berjumlah 2

orang. Berdasarkan pemaparan langsung dari petugas medis yang

bersangkutan. Mereka lebih sering tanpa menggunakan handscoon, karena hal

tersebut dianggap mubazir atau terkesan berlebihan. Akan tetapi di saat wabah

Covid-19 melanda, mereka selalu menggunakannya karena itu merupakan

instruksi langsung dari pusat atau gugus tugas Covid-19 dan Kementerian

Kesehatan RI sebagai bentuk pencegahan penularan wabah Covid-19.

Pada poli tindakan diambil informan utama sejumlah 2 orang.

Berdasarkan pengakuannya, dapat diketahui bahwa pemakaian handscoon di

poli tindakan merupakan sesuatu hal yang wajib untuk dilakukan. Akan tetapi

mereka juga pernah tidak menggunakan handscoon dalam melakukan

penanganan pasien. Hal tersebut dikarenakan terjadi Human Error misalnya

karena faktor lupa, pasien takut, dan juga terkadang disebabkan oleh faktor si

perawat itu sendiri dalam kondisi yang kelelahan sehingga kurang fokus dalam

memberikan pelayanan kepada pasien.

Pada poli gigi diambil informan utama sejumlah 2 orang. Berdasarkan

informasi yang diberikan, penggunaan handscoon pada petugas medis di poli

gigi merupakan sesuatu hal yang wajib. Mereka selalu menggunakan

handscoon setiap akan melakukan tindakan dan melepaskan atau dibuang ke

tempat khusus sesudahnya. Namun ada kalanya mereka juga tanpa sengaja
5

tidak menggunakan handscoon dalam melakukan tindakan. Tetapi hal tersebut

sangat jarang terjadi. Faktor penyebab tidak menggunakan handscoon

diantaranya karena terjadi human error, termasuk diantaranya karena lupa, bisa

juga disebabkan pasien yang merasa takut sehingga mempengaruhi psikologis

perawat yang akan melakukan tindakan.

Berdasarkan dari hasil penelitian Widodo, dkk, 2017 didapatkan hasil

ada perbedaan jumlah koloni bakteri, sebelum dan sesudah melakukan

tindakan dalam penggunaan handscoon. Hal ini mendukung bahwa pentingnya

menggunakan handscoon saat melakukan tindakan medis. Dari hasil penelitian

yang dilakukan oleh Imam, 2022 di Puskesmas Maratapura 2 menunjukkan

bahwa mayoritas responden memiliki kepatuhan dalam penggunaan handscoon

sebanyak 38 orang atau 71,69% dan yang tidak patuh sebanyak 15 orang atau

28,31 % dari total keseluruhan 53 orang responden.

Sarung tangan memiliki fungsi untuk melindungi melindungi tangan

tenaga medis dari kontak cairan infeksius selama perawatan pasien. Sarung

tangan dapat terbuat dari bahan lateks karet, polyvinyl chloride (PVC),

nutriline polyuruthane. Sarung tangan yang ideal harus tahan robek, tahan

bocor, biocompatibility (tidak toksik), tidak mengiritasi, bebas tepung dan pas

ditangan. Sarung tangan direkomendasikan singgle use atau sekali pakai.

Sarung tangan yang digunakan merupakan sarung tangan yang rutin

digunakan dalam perawatan, bukan sarung tangan panjang (Kementerian

Kesehatan RI, 2020).


6

Hal–hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan

meliputi (Roshdal & Marry, 2008):

1) Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah menggunakan sarung

tangan.

2) Mengganti sarung tangan jika berganti pasien atau sobek.

3) Mengganti sarung tangan segera setelah melakukan tindakan.

4) Menggunakan sarung tangan saat menggunakan alat nonkontaminasi.

5) Menggunakan satu sarung tangan untuk satu prosedur tindakan.

6) Menghindari kontak dengan benda-benda selain dalam tindakan.

7) Menghindari penggunaan atau mendaur ulang kembali sarung tangan yang

sudah dipakai.

Perawat maupun tenaga kesehatan lainnya perlu memperhatikan jenis

dari sarung tangan yang digunakan. Sarung tangan secara umum terdiri dari

dua jenis yaitu sarung tangan bersih dan steril. Perawat perlu menggunakan

sarung tangan bersih jika akan kontak langsung dengan kulit, luka, atau benda

yang terkontaminasi. Sarung tangan steril dapat digunakan dalam tindakan

bedah dan kontak dengan alat-alat steril (Potter & Perry, 2005).

Menurut Usman (2002), penerapan (implementasi) adalah bermuara

pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem.

Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan

untuk mencapai tujuan kegiatan.

Menurut Setiawan (2004) penerapan (implementasi) adalah perluasan

aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan
7

untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang

efektif.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kata penerapan (implementasi) bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan,

atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa

penerapan (implementasi) bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang

terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma

tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Pada Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin terpantau para petugas

medis terkadang tidak menggunakan handscoon dalam melakukan penanganan

medis. Bahkan ada salah satu poli yang lebih sering tidak menggunakan

handscoon disebabkan karena tidak bersentuhan langsung kepada pasien.

Padahal pemakaian handscoon setiap melakukan tindakan penanganan

merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan, karena hal itu merupakan

bagian dari SOP dalam melakukan penanganan agar tidak perpapar virus dan

lain sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik menggali lebih dalam

informasi dan mengangkat judul penelitian “PENERAPAN PEMAKAIAN

HANDSCOON PADA PARA PETUGAS MEDIS DI PUSKESMAS

CEMPAKA KOTA BANJARMASIN TAHUN 2023”.


8

B. Rumusan Masalah

1. Pernyataan Masalah

Hasil data saat observasi pendahuluan yang dilakukan pada bulan

Mei 2023. Observasi dilakukan dengan mengamati setiap petugas medis

dalam menangani pasien saat diberikan pelayanan atau tindakan.

Ditemukan adanya permasalahan para petugas medis yang terkadang

tidak menggunakan handscoon dengan sebab alasan tertentu.

2. Pertanyaan Masalah
Bagaimana penerapan pemakaian handscoon para petugas medis

di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan pemakaian handscoon pada para petugas

medis di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui aktivitas para petugas medis akan pentingnya pemakaian

handscoon di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.

b. Mengetahui adanya aksi para petugas dalam pemakaian handscoon di

Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.

c. Mengetahui tindakan/mekanisme para petugas dalam pemakaian

handscoon di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.


9

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran para petugas medis akan pentingnya pemakaian handscoon di

Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Instansi

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam

menentukan arah kebijakan yang berkaitan dengan pemakaian

handscoon di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.

b. Bagi Pembaca

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan

informasi dan pengetahuan tentang pentingnya penerapan pemakaian

handscoon oleh para petugas medis.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian memberikan informasi awal yang dapat

dikembangkan oleh para peneliti selanjutnya serta sebagai bahan

informasi dan masukan mengenai pentingnya pemakaian handscoon

oleh para petugas medis.

d. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Sebagai bahan sumbangan pemikiran bagi penerapan dan

perkembangan substansi disiplin ilmu di bidang Ilmu Kesehatan

Masyarakat khususnya dalam penerapan pemakaian handscoon.


10

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Penulis Judul Penelitian Jenis Variabel Hasil Penelitian


(Tahun) Penelitian
1. Dyah Jumlah Koloni Desain Pre- Variabel Bebas: Jumlah Berdasarkan hasil penelitian ini
Widodo, Susi Bakteri Pada Ekperimen Bakteri menunjukkan bahwa ada perbedaan
Milwati, Diah Telapak Tangan Variabel Terikat: Perawat jumlah koloni bakteri pada telapak
Rika Qorutul Perawat yang Cuci yang Cuci Tangan dengan tangan perawat yang cuci tangan
(2017) Tangan yang Menggunakan Handscoon sebelum dan sesudah setelah
Melakukan melakukan tindakan dengan
Tindakan Medis menggunakan handscoon, dimana
Menggunakan jumlah koloni sebelum cuci tangan
Handscoon 35,9 CPU/ml dinyatakan pathogin
serta jumlah koloni bakteri setelah
cuci tangan 55,2 CPU/ml dinyatakan
pathogin juga. Hal ini mendukung
bahwa pentingnya pemakaian
handscoon saat melakukan tindakan
medis
2. Khairul Imam Hubungan Desain Cross Variabel Bebas: Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(2023) Pengetahuan, Masa Sectional Hubungan Pengetahuan mayoritas responden memiliki
Kerja, dan Riwayat Masa dan Riwayat kepatuhan dalam penggunaan
Incident dengan Incident hanscoon sebanyak 38 orang,
Kepatuhan Tenaga Variabel Terikat: mayoritas responden memiliki
Kesehatan dalam Kepatuhan Tenaga pengetahuan baik tentang handscoon
11

Penggunaan Kesehatan dalam sebanyak 28 orang, mayoritas


Handscoon di Penggunaan Handscoon responden memiliki masa kerja yang
Puskesmas belum cukup lama (baru < 5tahun)
Martapura 2 Tahun sebanyak 25 orang, mayoritas
2022 responden adalah memiliki riwayat
incident tidak pernah tertusuk jarum
suntik sebanyak 35 orang.
3 Sari RY, Erni Pengaruh Desain Pre- Variabel Bebas : Pengaruh Terdapat perbedaan yang signifikan
Suprapti dan Sosialisasi SOP Ekperimen Sosialisasi APD dengan antara sebelum dan sesudah
Achmad APD (Handscoon, Perilaku Perawat dilakukan sosialisasi SOP APD
Solechan Masker, Gown) di Variabel terikat: terhadap perilaku perawat dalam
(2014) RSUD dr. H. Perbedaan tingkat penggunaan Handscoon, Masker.
Soewondo Kepatuhan Perawat Gown.

4 Darmawati, Analisis Faktor Desain Cross Variabel bebas: Faktor Diketahui angka kepatuhan perawat
M. Projo yang Sectional yang mempengaruhi 71 orang atau 69,58% dari total 98
Angkasa dan Mempengaruhi kepatuhan perawat responden, dan yang tidak patuh 27
Isrofah (2015) Kepatuhan Perawat Variabel terikat: tingkat orang atau 30,42%.
Menggunakan Alat kepatuhan perawat
Pelindung Diri
(Handscoon) di
RSUN Bendan
Kota Pekalongan
5 Nazman Studi Deskriptif Variabel Bebas: Diketahui adanya Persepsi perawat
Ranisia Fenomenologi: Kualitatif Pengalaman Perawat yang belum tepat dalam
(2014) Pengalaman Menggunakan Handscoon menggunakan handscoon.
Perawat Dalam Variabel tertutup:
Penggunaan pengalaman di rawat inap
12

Handscoon di bedah dan non bedah


ruang Rawat inap
Bedah dan Non
Bedah di RSUD
Lubuk Sikaping
tahun 2014
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi

diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara

tehnis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi.

Peralatan pelindung tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang

ada (Mulyanti, 2008).

APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk

melindungi seseorang dalam pekerjaan-pekerjaan yang fungsinya mengisolasi

tubuh tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD merupakan cara terakhir

untuk melindungi tenaga kerja setelah di lakukuannya beberapa usaha

(Mubarok, 2007).

Alat atau perlengkapan yang berfungsi sebagai “penyekat atau

pembatas” antara petugas dan penderita ini disebut dengan perlengkapan

pelindung diri (Darmadi, 2008).

Menurut hirarki upaya pengendalian diri (conroling), alat pelindung

diri sesungguhnya merupakan hirarki terakhir dalam melindungi keselamatan

dan kesehatan tenaga kerja dari potensi bahaya yang kemungkinan terjadi

pada saat melakukan pekerjaan, setelah pengendalian teknik dan administrasi

tidak mungkin lagi diterapkan. Ada beberapa jenis alat pelindung diri yang

mutlak digunakan oleh tenaga kerja pada waktu melakukan pekerjaan dan saat

menghadapi potensi bahaya karena pekerjaannya, antara lain seperti topi


14

keselamatan, safety shoes, sarung tangan, pelindung dan sabuk keselamatan.

Jenis alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan potensi bahaya

yang dihadapi serta sesuai dengan bagian tubuh yang perlu dilindungi (Uhud,

2008).

Pelindung pembatas sekarang umumnya diacu sebagai perlengkapan

pelindung diri (PPD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk

melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang

bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan. Demi keefektifannya, PPD

harus digunakan dengan tepat (Tietjen, 2004).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2020) APD harus memenuhi

syarat:

1) Harus dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya yang spesifik atau

bahaya-bahaya yang dihadapi (percikan, kontak langsung maupun tidak

langsung).

2) Berat APD hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak

menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.

3) Dapat dipakai secara fleksibel (reusable maupun disposible).

4) Tidak menimbulkan bahaya tambahan.

5) Tidak mudah rusak.

6) Memenuhi ketentuan standar yang ada.

7) Pemeliharaan mudah.

8) Tidak membatasi gerak.


15

Adapun syarat-syarat APD agar dapat dipakai dan efektif dalam

penggunaan dan pemiliharaan APD menurut Tarwaka (2008) adalah sebagai

berikut :

1) Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif pada

pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja.

2) Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman

dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya.

3) Bentuk cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya.

4) Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis

bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian.

5) Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.

6) Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta

gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup

lama.

7) Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda- tanda

peringatan.

8) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia di

pasaran.

9) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.

10) Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2020) jenis-jenis APD meliputi:

1) Sarung Tangan (Handscoon)

Rasional penggunaan sarung tangan ada tiga. Pertama, sarung

tangan melindungi tangan jika terdapat kemungkinan perawat kontak


16

dengan cairan tubuh, misalnya darah, urine, feses, sputum, membran

mukosa dan kulit yang tidak utuh. Kedua, sarung tangan mengurangi

kemungkinan perawat menyebarkan mikroorganisme endogen mereka

kepada individu yang menerima asuhan. Perawat yang memiliki luka

terbuka atau goresan pada tangan harus menggunakan perlindungan diri

sebagai perlindungan diri. Ketiga, sarung tangan mengurangi

kemungkinan tangan perawat menyebarkan mikroorganisme dari satu

pasien atau dari benda tercemar kepada pasien lain. Sarung tangan harus

selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau

semua jenis cairan tubuh sekret dan benda yang terkontaminasi.

Gambar 2.1 Handscoon (Sarung Tangan)

2) Pelindung Wajah (Masker dan Kacamata)

Pelindung wajah terdiri dari 2 macam pelindung yaitu masker dan

kacamata, dengan berbagai bentuk yaitu ada yang terpisah dan ada yang

menjadi satu. Pemakaian pelindung wajah tersebut dimaksudkan untuk

melindungi selaput lendir hidung, mulut dan mata selama melakukan

tindakan atau perawatan pasien yang memumgkinkan terjadinya percikan


17

darah dan cairan tubuh lain, termasuk tindakan bedah ortopedi atau

perawatan gigi.

Gambar 2.2 Masker

Gambar 2.3 Kacamata

3) Gaun atau (hazmat)

Gaun pelindung atau jubah atau celemek, merupakan salah satu

jenis pakaian kerja. Pakaian kerja dapat berupa seragam kerja, gaun bedah,

jas laboratorium dan celemek. Tujuan pemakaian pelindung adalah untuk


18

melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau

cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam.

Gambar 2.4 Gaun (Hazmat)

B. Tinjauan Umum tentang Handscoon (Sarung Tangan)

Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi

pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan

pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus

diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah

kontaminasi silang. Umpamanya, sarung tangan pemeriksaan harus dipakai

kalau menangani darah, tubuh, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat), atau

alat permukaan yang terkontaminasi dan kalau menyentuh kulit non intak atau

selaput lendir (Tietjen, 2004).

Sarung tangan memiliki fungsi untuk melindungi melindungi tangan

tenaga medis dari kontak cairan infeksius selama perawatan pasien. Sarung

tangan dapat terbuat dari bahan lateks karet, polyvinyl chloride (PVC),

nutriline polyuruthane. Sarung tangan yang ideal harus tahan robek, tahan
19

bocor, biocompatibility (tidak toksik), tidak mengiritasi, bebas tepung dan pas

ditangan. Sarung tangan direkomendasikan singgle use atau sekali pakai.

Sarung tangan yang digunakan merupakan sarung tangan yang rutin

digunakan dalam perawatan, bukan sarung tangan panjang (Kementerian

Kesehatan RI, 2020).

Hal–hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan

meliputi (Roshdal & Marry, 2008):

1) Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah menggunakan sarung

tangan.

Gambar 2.5 Tahapan 6 langkah mencuci tangan


20

2) Mengganti sarung tangan jika berganti pasien atau sobek.

3) Mengganti sarung tangan segera setelah melakukan tindakan.

4) Menggunakan sarung tangan saat menggunakan alat nonkontaminasi.

5) Menggunakan satu sarung tangan untuk satu prosedur tindakan.

6) Menghindari kontak dengan benda-benda selain dalam tindakan.

7) Menghindari penggunaan atau mendaur ulang kembali sarung tangan yang

sudah dipakai.

Perawat maupun tenaga kesehatan lainnya perlu memperhatikan jenis

dari sarung tangan yang digunakan. Sarung tangan secara umum terdiri dari

dua jenis yaitu sarung tangan bersih dan steril. Perawat perlu menggunakan

sarung tangan bersih jika akan kontak langsung dengan kulit, luka, atau benda

yang terkontaminasi. Sarung tangan steril dapat digunakan dalam tindakan

bedah dan kontak dengan alat-alat steril (Potter & Perry, 2005).

Menurut Darmadi (2008) handscoon terbuat dari bahan lateks atau

nitril, dengan tujuan :

1) Mencegah penularan flora kulit petugas kepada penderita, terutama pada

saat melakukan tindakan invasi. Jadi tujuan untuk melindungi penderita

dan sarung tangan ini disebut sarung tangan bedah.

2) Mencegah resiko kepada petugas terhadap kemungkinan transmisi

mikroba pathogen dari penderita. Jadi tujuannya untuk melindungi

petugas dan sarung tangan ini disebut sarung tangan pemeriksaan. Agar

sarung tangan bedah maupun sarung tangan pemeriksaan dapat

dimanfaatkan dengan baik, maka sarung tangan harus steril, utuh, atau

tidak robek/berlubang, serta ukurannya sesuai dengan ukuran tangan


21

petugas agar gerakan tangan atau jari selama mengerjakan prosedur dan

tindakan medis serta perawatan dapat bergerak bebas.

C. Tinjauan Umum tentang Penerapan

Menurut Usman (2002), penerapan (implementasi) adalah bermuara

pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem.

Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan

untuk mencapai tujuan kegiatan.

Menurut Setiawan (2004) penerapan (implementasi) adalah perluasan

aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan

untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang

efektif.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kata penerapan (implementasi) bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan,

atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa

penerapan (implementasi) bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang

terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma

tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Dalam observasi awal, penerapan pemakaian handscoon yang ada di

Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin meliputi aktivitas, adanya aksi,

tindakan atau mekanisme suatu sistem oleh para petugas medis di Puskesmas

Cempaka Kota Banjarmasin.


22

1) Aktivitas

Menurut Anton (2001) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan

jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi

baik fisik maupun non-fisik merupakan suatu aktivitas.

Menurut Sriyono (2019) aktivitas adalah segala kegiatan yang

dilakukan baik secara jasmani maupun rohani. Dapat disimpulkan bahwa

aktivitas adalah kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya

sehari-hari dengan gampang tanpa merasa lelah. Sedangkan rohani yaitu

kebutuhan yang berkaitan dengan psikologis manusia. Yang merasakan

kebutuhan rohani bukanlah fisik manusia, melainkan jiwa manusia yang

paling dalam.

Menurut Rochman (2009) aktivitas merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan nilai-nilai sikap

dan keterampilan pada sesorang yang dilakukan secara sengaja, peribahan

perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu

yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi

perubahan, misalnya pengetahuan semakin bertambah atau

keterampilannya semakin meningkat dibandingkan sebelum dia mengikuti

suatu proses belajar.

Berdasarkan definisi di atas, aktivitas adalah kegiatan atau

keaktifan yang dilakukan secara fisik dan non fisik, sesuatu kebutuhan

yang dapat dirasakan dan bisa diraba seperti rumah dan jembatan.

Sedangkan non fisik sesuatu yang dapat dirasakan tetapi tidak dapat diraba

seperti kenyamanan dan keamanan.


23

2) Adanya Aksi

Menurut Chaplin dikutip oleh Agusti (2019) aksi adalah kegiatan,

tindakan, perilaku, perbuatan yang mempunyai tujuan atau maksud

tertentu.

Aksi dalam dalam kehidupan di masyarakat erat kaitannya dengan

hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari. Menurut Hudri

(2004) aksi adalah kegiatan yang terkoordinir untuk mencapai tujuan

perubahan dalam rangka memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah,

meningkatkan kualitas hidup manusia. Aksi berorientasi pada tujuan

proses dan tujuan hasil. Seseorang dapat mengorganisir dirinya dengan

penyadaran, pemberdayaan dan tindakan aktual untuk berubah menjadi

lebih baik. Aksi sosial dalam kamus sosiologi dijelaskan bahwa tindakan

atau perilaku manusia yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam

situasi sosial dan perbuatan tertentu yang memiliki tujuan. Perilaku

manusia yang merupakan periaku sosial harus mempunyai tujuan tertentu,

yang terwujud dengan jelas dan memiliki arti dan manfaat bagi pihak-

pihak yang terlibat. Aksi sosial dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

sebagai berikut :

a) Aksi Sosial Keagamaan

Merupakan suatu aksi yang dilakukan untuk pelaksanaan

ajaran agama tertentu, contohnya dengan membagi-bagikan kitab suci

dan brosur keagamaan, gambar-gambar dan buku yang berisi ajaran

agama.
24

b) Aksi Sosial Kemasyarakatan

Aksi sosial yang dilakukan dengan memperhatikan tuntunan

sekitar seperti aspek sosial yang berada di lingkungan sekolah, rumah

sakit, organisasi umum dan lain sebagainya.

c) Aksi Sosial Individu

Aksi yang dilakukan individu dalam situasi sosial, biasanya

tanpa melibatkan orang lain, contohnya seperti memberikan sembako

kepada tetangga yang kurang mampu.

d) Aksi Sosial Ekonomi

Aksi bisa dilakukan individu atau kelompok dalam situasi

sosial biasanya dilakukan atas dasar ekonomi pangan.

Berdasarkan definisi di atas, aksi adalah kegiatan nyata yang

mempunyai tujuan dan arah yang jelas untuk mencapai hasil. Sebagai

contoh, seorang petugas medis yang mempunyai tujuan agar pelayanan

yang diberikan maksimal, maka sangat perlu menggunakan handscoon

ketika melayani seorang pasien. Sehingga tujuan yang akan dicapai akan

terealisasikan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan.

3) Tindakan atau Mekanisme Suatu Sistem

Menurut Notoatmodjo (2010) tindakan adalah praktik yang

dilakukan secara langsung. Untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain,

yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Tindakan

dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:


25

a) Tindakan terpimpin

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu, tetapi

masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Seorang

perawat memeriksa seorang pasien tetapi masih menunggu diingatkan

oleh kepala poli ruangan.

b) Tindakan secara mekanisme

Apabila seorang perawat telah melalukan atau mempraktekkan

suatu hal secara otomatis, maka disebut tindakan mekanis. Misalnya

seorang ibu membawa anaknya ke puskesmas untuk memeriksa

kesehatan menunggu perintah dari petugas medis.

c) Tindakan adopsi

Adopsi adalah suatu tindakan atau yang sudah berkembang.

Apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi

sudah dilakukan modifikasi atau tindakan yang sudah berkualitas.

Misalnya seorang petugas gizi memilih bahan makanan untuk MPASI

yang bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut murah

harganya.

Berdasarkan definisi di atas, tindakan adalah sebuah perbuatan

yang merupakan respon dari hasil pengamatan yang memunculkan

persepsi. Saat seseorang melihat sesuatu atau mendengarkan sesuatu.

D. Tinjauan Umum tentang Petugas Kesehatan

Menurut Muninjaya (2009) petugas kesehatan adalah seseorang yang

bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individu,


26

keluarga dan masyarakat. Petugas kesehatan berdasarkan pekerjaannya adalah

tenaga medis, dan tenaga paramedis seperti tenaga keperawatan, tenaga

kebidanan, tenaga penunjang medis dan lain sebagainya. Ada dua aspek mutu

pelayanan kesehatan yang perlu dilakukan di Puskesmas yaitu quality of care

dan quality of service. Quality of care antara lain menyangkut keterampilan

teknis petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat atau paramedis) dalam

memberikan diagnosis dan memberikan pelayanan kepada pasien. Sedangkan

quality of service yaitu menyangkut tentang mutu pelayanan yang diberikan

dengan memberikan pelayanan yang prima kepada pasien.

Menurut Potter & Perry (2005), peran petugas kesehatan antara lain :

1. Customer

Sebagai pemberi pelayanan, petugasa kesehatan membantu pasien

mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Petugas

memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan pasien secara holistic,

meliputi upaya pengembalian kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. Di

samping itu juga, sebagai customer petugas kesehatan melakukan tindakan

pemberian imunisasi kepada bayi yang berusia di bawah lima tahun dan

melakukan pencatatan pada buku KMS bayi/balita, serta bentuk promosi

kesehatan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan program imunisasi.

2. Komunikator

Salah satu tujuan komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku

seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang dikehendaki

komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dapat dimengerti, diyakini

serta pada tahap selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Carl
27

Hoveland dalam Notoatmojo (2007) komunikasi adalah proses dimana

seseorang komunikator menyampaikan perangsang untuk merubah tingkah

laku orang lain. Komunikator adalah orang atau kelompok yang

menyampaikan pesan ataupun stimulus kepada orang lain dan diharapkan

pihak lain menerima pesan tersebut dan memberikan respon. Menurut

Mundakir (2006) petugas kesehatan secara fisik dan psikologis harus hadir

secara utuh pada waktu berkomunikasi denngan pasien. Petugas tidak

cukup hanya mengerti teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang

sangat penting adalah sikap dan penampillan dalam berkomunikasi.

3. Motivator

Menurut Azwar (2007) motivasi berasal dari kata motif (motive)

yang artinya adalah rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga

yang dimiliki seseorang hingga orang tersebut memperlihatkan perilaku

tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalah upaya untuk

menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga pada

seseorang maupun kelompok masyarakat tersebut sehingga mau berbuat

dan bekerja sama secara optimal, melaksanakan sesuatu yang telah

direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga

peran petugas kesehatan sebagai motivator sangat penting untuk

memotivasi masyarakat maupun setiap pasien yang diberikan pelayanan

agar menerapkan pola hidup yang sehat guna mencapai tingkat kesehatan

yang maksimal. Sebagaimana yang dikemukakan Notoatmojo (2007)

bahwa pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka

meningkatkan tumbuhnya motivasi masyarakat.


28

4. Fasilitator

Menurut Santoso (2021) fasilitator adalah orang atau badan yang

memberikan kemudahan atau menyediakan fasilitas. Petugas kesehatan

sudah seharusnya dapat berperan sebagai fasilitator bagi pasien untuk

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

5. Konselor

Menurut Kemenkes RI (2020) konselor adalah orang yang

memberikan bantuan kepada orang lain dalam membuat keputusan atau

memecahkan masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan,

kebutuhan dan perasaan pasien. Konseling adalah bagian dari peran dan

tanggung jawab petugas medis kepada pasien dalam memberikan

pelayanan yang optimal. Menurut Mandriwati (2008) konseling berbeda

dengan komunikasi informasi edukasi karena konseling merupakan upaya

untuk menciptakan perubahan perilaku yang dilaksanakan secara individu

atau kelompok dengan menggunakan komunikasi efektif, untuk

mengutarakan permasalahan sesuai kondisi sasaran sampai merasakan

permasalahannya dan membimbing pelaksanaannya.


29

E. Kerangka Berpikir

Penerapan
( Usman, 2002)

Tindakan atau
Aktivitas Adanya Aksi Mekanisme Suatu
(Chaplin dalam Agusti,
(Anton, 2001) Sistem
2019)
(Notoatmojo, 2010)

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan fokus penelitian yang akan diteliti,

kerangka konsep ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan variabel

terikat (dependen). Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Aktivitas

Penerapan
Aksi Handscoon

Tindakan

Gambar 2.7 Kerangka Konsep


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini adalah salah satu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau

tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam

Martha dan Kresno, 2017). Penelitian kualitatif adalah salah satu metode

penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan

melalui proses berpikir induktif (Martha dan Kresno, 2017).

Dari penjelasan di atas, maka peneliti akan menggunakan penelitian

deskriptif kualitatif karena dalam penelitian ini peneliti terjun langsung ke

lapangan melakukan interaksi dengan sumber data untuk mendapatkan hal-

hal yang diperlukan agar dapat lebih memahami penelitian.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi

Puskesmas Cempaka Banjarmasin di Jl. Cempaka Besar, Kertak Baru

Ilir, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan

Selatan.

2) Waktu

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai Juli 2023.

30
31

C. Sumber Informasi

1. Sumber Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan

data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini

informasi yang di dapatkan dari hasil wawancara langsung kepada para

informan. Sehingga total informan primer dalam penelitian ini

berjumlah 7 orang.

Untuk rincian informan, yaitu.

a. Informan Utama

Informan utama adalah orang yang mengetahui secara

teknis dan detail tentang masalah penelitian yang akan

dipelajari. Dalam penelitian ini informan utama adalah 1 orang

petugas medis Poli Umum, 1 orang petugas medis Poli

Tindakan, dan 1 orang petugas medis Poli Gigi.

b. Informan pendukung

Informan pendukung merupakan orang yang dapat

memberikan informasi tambahan sebagai pelengkap analisis

dan pembahasan dalam penelitian kualitatif. Informan

tambahan terkadang memberikan informasi yang tidak

diberikan oleh informan utama atau informan kunci. Dalam

penelitian ini informan pendukungnya yaitu 1 Kepala Poli

Umum, 1 Kepala Poli Tindakan, dan 1 Kepala Poli Gigi.


32

c. Informan Kunci

Informan kunci adalah informan yang memiliki

informasi secara menyeluruh tentang permasalahan yang

diangkat oleh peneliti. Informan kunci bukan hanya

mengetahui tentang kondisi/fenomena pada masyarakat secara

garis besar, juga memahami informasi tentang informan utama.

Dalam penelitian ini informan kunci adalah Kepala Puskesmas.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

atau dokumen (Sugiyono, 2015). Pada penelitian ini data sekunder

berupa data yang diambil dari buku profil di Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin.

D. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara interview

(wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan) atau gabungan

ketiganya (Sugiyono, 2015).

1. Wawancara (Interview)

Dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara langsung

kepada informan, yaitu informan kunci, informan utama dan informan

pendukung, dengan ditambah alat rekaman (handphone, tripod).


33

Agar wawancara efektif, maka terdapat beberapa tahapan yang

harus dilalui yaitu:

a. Menentukan tema atau topik wawancara

b. Mempelajari masalah yang berkaitan dengan topik wawancara

c. Menyusun daftar atau garis besar pertanyan yang akan diajukan

kepada informan 5W+1H

d. Menentukan informan dan mengetahui identitasnya

e. Menghubungi dan membuat janji dengan informan

2. Observasi

Dalam penelitian ini juga menggunakan teknik observasi dengan

berusaha memerhatikan dan merekam sebanyak mungkin aspek yang di

observasi sehingga mendapat gambaran umum yang menyeluruh.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara berupa gambar atau video saat penelitian.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner (daftar

pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan

pencatatan data dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

kuisioner dan observasi. Observasi merupakan pengamatan yang sistematis


34

dan perekaman peristiwa, perilaku, dan benda-benda di lingkungan sosial

tempat studi berlangsung (Martha dan Kresno, 2017).

F. Triangulasi

Triangulasi merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan peneliti

untuk menggali dan melakukan teknik pengolahan data kualitatif. Teknik

triangulasi bisa diibaratkan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data

dengan membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian.

Norman K. Denkin dikutip oleh Rahardjo (2010) mendefinisikan

triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai

untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan

perspektif yang berbeda. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu.

1) Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi

atau data dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif peneliti

menggunakan metode wawancara, observasi dan survei. Untuk

memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh

mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode

wawancara dan observasi atau pengamatan untuk mengecek

kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang

berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Triangulasi tahap

ini dilakukan jika data atau informan yang diperoleh dari subjek atau

informan penelitian diragukan kebenarannya.

2) Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari

satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini untuk
35

memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari

subjek penelitian. Namun orang yang diajakmenggali data itu harus yang

telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan

agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan baru dari triangulasi.

3) Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi tertentu

melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain

melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi

terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsip, dokumen

sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto.

Masing-masing cara itu akan menghasilkan buktimatau data yang

berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang

berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti.

4) Triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan

informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya

dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari

bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan.

Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman

asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoritik secara mendalam

atas hasil analisis data yang telah diperoleh.

Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi

metode, triangulasi sumber data, dan triangulasi teori. Sampai data lengkap

kemudian divalidasi dari berbagai sumber sehingga dapat menjadi dasar

untuk penarikan kesimpulan. Kombinasi triangulasi ini dilakukan bersamaan

dengan kegiatan dilapangan, sehingga peneliti bisa melakukan pencatatan


36

data secara lengkap. Dengan demikian, diharapkan data yang dikumpulkan

layak untuk dimanfaatkan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Puskesmas Cempaka Banjarmasin di Jl. Cempaka Besar, Kertak

Baru Ilir, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan

Selatan. Keadaan geografi kecamatan Banjarmasin Tengah sendiri terletak

pada ketinggian 0,16 meter di bawah permukaan laut, dengan kondisi

daerah berpaya-paya dan relative datar. Memiliki 4 kelurahan yaitu Kertak

Baru Hilir, Kertak Baru Ulu, Mawar Dan Kelurahan Kelayan Luar. Lokasi

Puskesmas Cempaka Banjarmasin yang strategis memudahkan dalam

akses pencapaiannya, baik dengan menggunakana alat transportai roda dua

maupun roda empat. Sebagian besar klien yang menderita Hipertensi

memeriksakan tekanan darah dan hanya berobat ke puskesmas dan ada

pula yang hanya di rumah menunggu Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu )

yang dilakukan setiap sekali dalam sebulan untuk pemeriksaan kesehatan

sekaligus berobat (Data Puskesmas, 2023).

Tingkat kepadatan penduduk merupakan suatu indikasi terhadap

kemampuan suatu wilayah untuk menampung penduduk serta sangat

berpengaruh terhadap daya dukung lingkungan. Penyebaran penduduk

wilayah kerja puskesmas cempaka terbanyak ada pada daerah kelurahan

kelayan luar dengan kepadatan 35.533 penduduk/ Km2

37
38

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Wilayah Puskesmas Cempaka Kota


Banjarmasin

No Kelurahan Luas Km2 Jumlah Kepadatan


Penduduk Penduduk
1 Kertak Baru Ilir 0,79 1.474 4.318,99
2 Kertak Baru Ulu 0,51 2.790 3.529,41
3 Mawar 0,88 4.708 22.442,70
4 Kelayan 0,15 4.355 6.540.91
Jumlah Total 2,73 13.327 35.533,33
Sumber : Kecamatan Banjarmasin Tengah dalam angka 2023

a. Visi, Misi, Moto Puskesmas

1) Visi

“Mewujudkan pelayanan kesehatan berkualitas menuju masyarakat

Banjarmasin sehat, mandiri dan berkeadilan"

2) Misi

a. Mendorong kemandirian perilaku hidup sehat bagi masyarakat

di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.

b. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata,

terjangkau dan berkeadilan.

c. Menggerakkan peran aktif masyarakat dalam mewujudkan

lingkungan yang sehat.

d. Membangun profesionalisme dengan memberikan pelayanan

kesehatan yang optimal baik individu, keluarga dan

masyarakat.

3) Moto

“Kepuasan Anda Kebahagiaan Kami”


39

b. Data Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana kesehatan yang terdapat pada Puskesmas Cempaka

Kota Banjarmasin pada tahun 2023 dan ketersediaan sarana/prasarana

kesehatan dalam rangka mendukung kinerja pelayanan kesehatan.

1) Puskesmas dan jaringan

a. Puskesmas rawat inap

b. Puskesmas non rawat inap

c. Puskesmas keliling

d. Puskesmas pembantu

2) Sarana pelayanan lain

a. Rumah bersalin

b. Klinik pratama

c. Klinik utama

d. Balai pengobatan

e. Praktik dokter bersama

f. Praktik dokter umum perorang

g. Praktik dokter gigi perorangan

h. Praktik dokter spesialis perorangan

i. Praktik pengobatan tradisional

j. Bank darah rumah sakit

k. Unit tranfusi darah

l. Laboraturium kesehatan

3) Sarana produksi dan distribusi kefarmasian

a. Industri farmasi
40

b. Industri obat tradisional

c. Usaha mikro obat tradisional

d. Produksi alat kesehatan

e. Pedagang besar farmasi

f. Apotik

g. Apotik PRB

h. Toko

i. Obat

j. Toko alkes

c. Denah Alur Kerja

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, Puskesmas Cempaka

Banjarmasin memiliki alur kerja sebagai berikut:

1) Loket Kartu

2) Poli Umum dan Anak Remaja

3) Poli KIA, KB, dan Imunisasi

4) Poli Gizi

5) Laboratorium

6) Apotek

7) Poli Gigi dan Mulut

8) Tata Usaha
41

Gambar 4.1 Denah Alur Pelayanan

d. Stuktur Organisasi Bidang

Berikut adalah struktur organisasi Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin.
STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS CEMPAKA KOTA BANJARMASIN

dr. H. Muhammad Fuadi


NIP. 197805112007011011
Kepala Puskesmas Iswahyudi, SKM., MM
NIP. 197209181993031005
Kasubag Tata Usaha

Sudarmaji Sri Hartati, A.Md HJ. Taty, S.KM


Yuliana, S. Kep
NIP. 1970020619900310 NIP. 197511191999032001
NIP. 198903072009042003 NIP.19890317201001202 Peng. Kepeg. Dan
Pengaadministrasi Umum Sistem Informasi Puskesmas Verifikator Keuangan Pengelolaan aset

Iswahyuidi, SKM., MM NIP. 19720918199303105


Perencanaan dan Penilaian Kinerja Puskeswmas

Yunni Novita Sari, Iswahyudi, SKM., MM


dr. Mei Vita Ariyani
A.Md. Keb dr. Evi Rustanti NIP. drg. Dyah Sinda
Masniah, S,Kep., Ners Sholihin, A.Md Kes NIP.
NIP. Norhanayati 197209181993031005 Primaningrum
NIP. 198106162010012011 NIP. 198905232019032007
198711112009072003 NIP.197902012009032002 Penanggung Jawab NIP.
Penanggung Jawab UKM 1969010519900031001 Penanggung Jawab Bangunan, Prasarana &
Penanggung Jawab Penanggung Jawab UKP 197909012010012011
Pengembangan Laboratorium Jaringan Pelayanna Peralatan
UKM esensial dan Kep Kefarm. &Lab. Penanggung Jawab
Puskesmas & Jejaring
Masyarakat

H. Syaipul Nazar,
H. Syaipul Nazar, S.Kep., NS HJ. Taty, S.KM
Hj. Maimunah, A.Md Kes Titin Ekawati, A.Md Trismed Jaya, A.Md Muhammad Juanda, S.Si,
S.Kep., NS NIP. NIP.
NIP. Ked NIP. Apt
NIP. 198409162009031005 197511191999032001
197309071992022001 NIP. - 197503071994301002 NIP. 1977051420100110
198409162009031005 Pelayanan Penerimaan Pengelola ASPAK
UKGM Pealayanna BP. Gunung Satria Audit Internal
PIS PK Pasien Triase
42
dr. Evi Rustanti drg. Dyah Sinda drg. Dyah Sinda
Sudarmaji
43
Tri Sugianto, SKM Rona Mahda Paulia, Norhanayati Primaningrum Primaningrum Sudarmaji
NIP.1979020120090320 NIP.
NIP. A.Md. Kg NIP. NIP. NIP.
02 197002061990031003
19920917201903104 NIP.- 197909012010012011 197909012010012011 197002061990031003
Pemeriksaan Umum Penelola Prasarana &
Promosi Kesehatan UKGS Kesehatan Gigi dan BPG. SD. Manajemen Komplain
Jaringan
Mulut Muhammadiyah 8-10

H. Syaipul Nazar, H. Syaipul Nazar, Siti Aisyah, A.Md. drg. Dyah Sinda Netty Firgiena, AMKL H. Syaipul Nazar,
Netty Firgiena, AMKL
S.Kep., NS S.Kep., NS RMK Primaningrum NIP. S.Kep., NS
NIP.
NIP. NIP. NIP. NIP. 198804152010012008 NIP.
198804152010012008
198409162009031005 198409162009031005 199411192022032005 197909012010012011 Pengelola Lmbah Medis 198409162009031005
Kesehatan Lingkungan
BATRA Gawat Darurat Pelayanan Rujukan TK At -Tibyan & Domestik Manajemen Survey

Wahyu Dini Oktavia, Muhammad Juanda, dr. Nadia Muslimah


Saipul Anwar, A.Md. H. Riduan, AMK dr. Nadia Muslimah Annisa
AMG S.Si., Apt
Gz. NIP. Annisa NIP.-
NIP. NIP.
NIP.- 198502192010011001 NIP.- Manajemen Resiko
198410022010012016 197705142010011009
Kesehatan Olahraga Pelayanan JKN PUSLING Keselamatan Pasien
GIZI Kefarmasian

Shinta Ledya Yuniarti,


dr. Mei Vita Ariyani
SST
Yuni Novita, Anita R, NIP.
NIP.
Titin Ekawati, Eliyana 198905232019032007
198801072010012017
Bidan Kelurahan PPI
KESGA

Trismidjaya, AMK Sof An Yusuf Alazis,


NIP. AMKL
197503071994031002 NIP.
P2P 198703102010011005
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin K3

Masniah, S.Kep., NS
NIP.
198106162010012011
PERKESMAS
44

Pada tahun 2023 karyawan Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin tetap dari tahun sebelumnya, ada yang masuk dan keluar

karena berdasarkan beban kerja yang dibutuhkan.

Tabel 4.2

Daftar Jumlah Karyawan di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin

No Jenis Ketenagaan/Profesi Jumlah Orang


1 Kepala Puskesmas 1
2 Kepala Sub bagian tata usaha 1
3 Dokter Umum 2
4 Dokter Gigi 2
5 Apoteker 2
6 Tenaga Gizi 4
7 Tenaga Keperawatan 7
8 Tenaga Keperawatan Gigi 3
9 Tenaga Kebidanan 7
10 Tenaga Kesling 2
11 Tenaga Laboraturium 3
12 Tenaga Farmasi 2
13 Tenaga Refraksi Optisi 1
14 Tenaga Radiologi 2
15 Tenaga Fisioterafi 1
16 Tenaga Administrasi 7
17 Cleaning Service 1
18 Satpam 1
Total 49
Sumber: Bagan Kepegawaian Puskesmas Cempaka Tahun 2023
45

2. Karakteristik Informan

a. Informan Utama

Informan utama terdiri dari 3 orang petugas medis dari poli

umum, poli tindakan, dan poli gigi. Biodata informan utama adalah

sebagai berikut:

1) Nama : Herna Prahesti, AMK

Kode Informan : IU 1

Tempat/Tanggal lahir : Banjarmasin, 26 Februari 1983

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat bekerja : Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Jabatan : Perawat Penyelia

Lama bekerja : 14 tahun

Alamat : Jl. Cempaka No.1

Pendidikan terakhir : D3 Keperawatan

2) Nama : Syaiful Nazar

Kode Informan : IU 2

Tempat/Tanggal lahir : Banjarmasin, 16 Agustus 1984

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat bekerja : Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Jabatan : Perawat Ahli Muda

Lama bekerja : 14 tahun

Alamat : Jl. Gerilya Komp. Graha Mahatama

Pendidikan terakhir : Profesi Ners


46

3) Nama : Rona Mahda Faulia

Kode Informan : IU 3

Tempat/Tanggal lahir : Ujung Baru, 25 September 1996

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat bekerja : Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Jabatan : Perawat Gigi

Lama bekerja : 4 tahun

Alamat : Jl. Berangas Rt. 05 Rw. 07

Pendidikan terakhir : D3 Keperawatan Gigi

b. Informan Pendukung

Informan pendukung terdiri dari 3 orang pada yaitu kepala poli

umum, kepala poli tindakan, dan kepala poli gigi. Biodata informan

pendukung sebagai berikut:

1) Nama : Trismid Jaya, AMK

Kode Informan : IP 1

Tempat/Tanggal lahir : Banjarmasin, 07 Maret 1971

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat bekerja : Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Jabatan : Perawat Penyelia

Lama bekerja : 28 tahun

Alamat : Jl. HKSN Komp. AMD

Pendidikan terakhir : D3 Keperawatan

2) Nama : dr. Evi Rustanti


47

Kode Informan : IP 2

Tempat/Tanggal lahir : Banjarmasin, 01 Februari 1979

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat bekerja : Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Jabatan : Dokter Umum

Lama bekerja : 14 tahun

Alamat : Jl.Cempaka Besar Rt. 01 Kel.

Kertak Baru Ilir

Pendidikan terakhir : S1 Kedokteran Umum

3) Nama : Titin Martina

Kode Informan : IP 3

Tempat/Tanggal lahir : Banjarmasin, 23 Agustus 1969

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat bekerja : Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Jabatan : Perawat Gigi Penyelia

Lama bekerja : 33 tahun

Alamat : Jl. Rawasari V Rt. 54 No. 20

Banjarmasin

Pendidikan terakhir : D3 Keperawatan Gigi

c. Informan Kunci

Informan kunci terdiri dari 1 orang yaitu kepala puskesmas.

Biodata informan kunci sebagai berikut:

1) Nama : dr. H. Muhammad Fuadi

Kode Informan : IK
48

Tempat/Tanggal lahir : Banjarmasin, 11 Juni 1978

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat bekerja : Puskesmas Cempaka Banjarmasin

Jabatan : Dokter muda/Kepala

Puskesmas

Lama bekerja :-

Alamat : Jl. Cempaka No.1

Pendidikan terakhir : S1 Profesi Kedokteran

3. Hasil Wawancara

a. Informan Utama

1) Informan Utama Poli Umum

Setelah melakukan wawancara kepada 1 orang petugas

medis sebagai IU 1 yang bertugas di poli umum pada hari Kamis,

15 Juni 2023, didapatkan hasil wawancara tentang aktivitas, aksi,

dan tindakan yang akan dijabarkan di bawah ini.

a) Aktivitas

IU 1 mengatakan bahwa sudah mengetahui tentang

adanya penerapan pemakaian handscoon dalam penanganan

medis di poli umum.

b) Aksi

IU 1 mengatakan bahwa pada masa pandemi covid-19

memang wajib menggunakan handscsoon di poli umum, tetapi

kalau untuk sekarang tidak wajib, mereka lebih menekankan

mencuci tangan dan memakai hand sanitizer. Mengenai


49

sosialisasi tentang pemakaian khusus handscoon tidak ada,

tetapi kalau sosialisasi mencuci tangan ada.

c) Tindakan

IU 1 mengatakan bahwa untuk peraturan dalam

pemakaian handscoon tidak ada di poli umum, akan tetapi

kalau khusus untuk pasien-pasien tertentu handscoon akan

mereka pakai, misalnya pasien yang terluka menganga atau ada

infeksi, maka di poli umum mereka akan memakai handscoon.

Gambar 4.3 Wawancara dengan Informan Utama Poli Umum

2) Informan Utama Poli Tindakan

Setelah melakukan wawancara kepada 1 orang petugas

medis sebagai IU 2 yang bertugas di poli tindakan pada hari

Kamis, 15 Juni 2023, didapatkan hasil wawancara tentang

aktivitas, aksi, dan tindakan yang akan dijabarkan di bawah ini.


50

a) Aktivitas

IU 2 mengatakan bahwa pada poli tindakan sudah

mengetahui tentang penerapan pemakaian handscoon.

Kemudian mengenai SOP pemakaian handscoon di poli

tindakan itu ada dan yang memberikan materi SOP itu

langsung dari Puskesmas.

b) Aksi

IU 2 mengatakan bahwa pada poli tindakan yang

memang ada tindakan mereka harus memakai handscoon,

tetapi kalau hanya sekedar observasi saja mereka tidak perlu

memakai handscoon. Kemudian mengenai sosialisasi

pemakaian handscoon di poli tindakan juga sudah ada dan

yang memberikan sosialisasinya dari Tim PPI.

c) Tindakan

IU 2 mengatakan bahwa pada poli tindakan memang

sudah mematuhi peraturan dalam pemakaian handscoon, rata-

rata mereka sudah memakainya. Kemudian mengenai ada atau

tidaknya memakai handscoon pada saat melakukan tindakan

kalau memang masih melakukan tindakan selalu menggunakan

handscoon, tetapi tidak akan dipakai apabila bukan dalam

melakukan tindakan.
51

Gambar 4.4 Wawancara dengan Informan Utama Poli Tindakan

3) Informan Utama Poli Gigi

Setelah melakukan wawancara kepada 1 orang petugas

medis sebagai IU 3 yang bertugas di poli gigi pada hari Kamis, 15

Juni 2023, didapatkan hasil wawancara tentang aktivitas, aksi, dan

tindakan yang akan dijabarkan di bawah ini.

a) Aktivitas

IU 3 mengatakan bahwa pada poli gigi sudah

mengetahui tentang penerapan pemakaian handscoon.

Kemudian mengenai SOP pemakaian handscoon di poli gigi

itu ada karena memang diwajibkan memakai handscoon.

b) Aksi

IU 3 mengatakan bahwa pada poli gigi memang

diwajibkan selalu memakai handscoon. Kemudian mengenai

sosialisasi pemakaian handscoon di poli gigi juga sudah ada


52

karena memang sudah diwajibkan.

c) Tindakan

IU 3 mengatakan bahwa pada poli gigi memang sudah

mematuhi peraturan dalam pemakaian handscoon karena sudah

diwajibkan untuk memakai. Kemudian mengenai ada atau

tidaknya memakai handscoon pada saat melakukan tindakan

mereka selalu memakai handscoon.

Gambar 4.5 Wawancara dengan Informan Utama Poli Gigi

b. Informan Pendukung

1) Informan Pendukung Poli Umum

Setelah melakukan wawancara kepada 1 orang kepala poli

umum sebagai IP 1 yang bertugas di poli umum pada hari Sabtu,

17 Juni 2023, didapatkan hasil wawancara tentang aktivitas, aksi,


53

dan tindakan yang akan dijabarkan di bawah ini.

a) Aktivitas

IP 1 mengatakan bahwa pada poli umum sudah

mengetahui tentang penerapan pemakaian handscoon.

Kemudian mengenai SOP pemakaian handscoon di poli umum

itu juga sudah ada.

b) Aksi

IP 1 mengatakan bahwa pada poli umum tidak

diwajibkan memakai handscoon, tetapi tetap memakai masker

dan yang diwajibkan itu di bagian poli tindakan. Kemudian

mengenai sosialisasi pemakaian handscoon di poli umum tetap

ada.

c) Tindakan

IP 1 mengatakan bahwa pada poli umum memang

sudah mematuhi peraturan dalam pemakaian handsoon.

Kemudian mengenai ada atau tidaknya memakai handscoon

pada saat melakukan tindakan mereka sering tidak

menggunakannya karena lebih bersifat kering atau tidak ada

kontak langsung kepada pasien, hanya saja lebih sering

mencuci tangan.
54

Gambar 4.6 Wawancara dengan Informan Pendukung / Kepala Poli Umum

2) Informan Pendukung Poli Tindakan

Setelah melakukan wawancara kepada 1 orang kepala poli

tindakan sebagai IP 2 yang bertugas di poli tindakan pada hari

Sabtu, 17 Juni 2023, didapatkan hasil wawancara tentang aktivitas,

aksi, dan tindakan yang akan dijabarkan di bawah ini.

a) Aktivitas

IP 2 mengatakan bahwa pada poli tindakan sudah

mengetahui tentang penerapan pemakaian handscoon, karena

di poli tindakan memang dari awal sudah menerapkan

pemakaian handscoon, karena itu merupakan sudah menjadi

bagian SOP dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Apalagi kalau pasien ada cairan misalnya darah atau lain

sebagainya.
55

b) Aksi

IP 2 mengatakan bahwa pada poli tindakan memang

diwajibkan selalu memakai handscoon sesuai dengan SOP

apalagi kalau bersentuhan langsung dengan cairan tubuh

pasien.

c) Tindakan

IP 2 mengatakan bahwa pada poli tindakan mengenai

ada atau tidaknya memakai handscoon pada saat melakukan

tindakan mereka selalu memakai handscoon, tetapi kalau hanya

mencek tensi darah itu tidak menggunakan handscoon sejauh

ini, akan tetapi kalau dengan pasien yang misalnya karena

kecelakaan itu wajib menggunakan handscoon karena memang

ada kemungkinan cairan tubuh yang bisa bersentuhan langsung

termasuk darah itu sendiri.

Gambar 4.7 Wawancara dengan Informan Pendukung /


Kepala Poli Tindakan
56

3) Informan Pendukung Poli Gigi

Setelah melakukan wawancara kepada 1 orang kepala poli

gigi sebagai IP 3 yang bertugas di poli gigi pada hari Kamis, 15

Juni 2023, didapatkan hasil wawancara tentang aktivitas, aksi, dan

tindakan yang akan dijabarkan di bawah ini.

a) Aktivitas

IP 3 mengatakan bahwa pada poli gigi sudah

mengetahui tentang penerapan pemakaian handscoon.

Kemudian mengenai SOP pemakaian handscoon di poli gigi

itu ada karena memang harus dan wajib memakai handscoon.

b) Aksi

IP 3 mengatakan bahwa pada poli gigi memang

diwajibkan selalu memakai handscoon dalam melakukan

tindakan dan mencuci tangan sebelumnya.

c) Tindakan

IP 3 mengatakan bahwa pada poli gigi memang sudah

mematuhi peraturan dalam pemakaian handscoon karena sudah

diwajibkan untuk memakai. Kemudian mengenai ada atau

tidaknya memakai handscoon selagi belum melakukan

tindakan maka tidak memakai, akan tetapi apabila saat akan

melakukan tindakan wajib menggunakannya dan mereka selalu

memakai handscoon.
57

Gambar 4.8 Wawancara dengan Informan Pendukung / Kepala Poli Gigi

c. Informan Kunci

1) Informan Kunci Kepala Puskesmas

Setelah melakukan wawancara kepada 1 orang kepala

puskesmas sebagai IK pada hari Senin, 19 Juni 2023, didapatkan

hasil wawancara tentang aktivitas, aksi, dan tindakan yang akan

dijabarkan di bawah ini.

a) Aktivitas

IK mengatakan bahwa sudah ada kebijakan tentang

penerapan pemakaian handscoon di Puskesmas Cempaka

Banjarmasin sudah ada. Kemudian kepatuhan pemakaian

handscoon, itu ada tim pemantau, seperti cuci tangan,

pemasangan handscoon untuk tindakan, untuk saat ini reward

yang khusus hanya untuk pemakaian handscoon masih belum


58

ada, yang jelas ada pemberian reward kepada tenaga medis

yang dinilai baik, terutama disiplinnya, kalau sudah disiplin

kan berarti sudah baik semuanya, mullai dari masuk kerja,

pulang kerja, kemudian membuat laporan termasuk kegiatan

memasang handscoon itu sendiri, termasuk dalam disiplin, jadi

kita tidak bisa memberikan reward itu secara parsial atau per

item. Nanti malah terlalu banyak yang diberikan reward,

kemudian dari disiplin, kerapian, melaksanakan tugas dengan

baik, pokoknya secara global, jadi tidak bisa secara parsial,

nanti penilaian cuci tangan ada reward, cuci tangan ada

reward, jadi masuk di penilaian disiplin, Standar Operasional

Prosedur, atau SPO (Standar Pelayanan Operasional).

b) Aksi

IK mengatakan bahwa sosialisasi tentang pemakaian

handscoon ada dari Kementerian Kesehatan itu termasuk

dalam PPI (Pencegahan Penyakit Infeksi), termasuk nanti

pemakaian handscoon kalau dari Puskesmas itu dari SPO

(Standar Pelayanan Operasional).


59

Gambar 4.9 Wawancara dengan Informan Kunci / Kepala Puskesmas

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kota

Banjarmasin merujuk pada hasil wawancara yang diberikan oleh informan

utama, informan pendukung, dan informan kunci tentang aktivitas, aksi dan

tindakan penerapan handscoon.

1. Aktivitas

Berdasarkan pemaparan dari IU 1 mengenai pertanyaan terkait

aktivitas mengatakan bahwa pada poli umum sudah mengetahui tentang

pemakaian handscoon dan juga dengan SOP penggunaan handscoon itu

sendiri. Pemaparan dari IU 2 mengenai pertanyaan terkait aktivitas

mengatakan bahwa pada poli tindakan sudah mengetahui tentang

penerapan pemakaian handscoon. Kemudian mengenai SOP pemakaian


60

handscoon di poli tindakan itu ada dan yang memberikan materi SOP itu

langsung dari Puskesmas. Pemaparan dari IU 3 mengenai pertanyaan

terkait aktivitas mengatakan bahwa pada poli gigi sudah mengetahui

tentang penerapan pemakaian handscoon. Kemudian mengenai SOP

pemakaian handscoon di poli gigi itu ada karena memang diwajibkan

memakai handscoon.

Berdasarkan pemaparan dari IP 1 mengenai pertanyaan terkait

aktivitas mengatakan bahwa pada poli umum sudah mengetahui tentang

penerapan pemakaian handscoon. Kemudian mengenai SOP pemakaian

handscoon di poli umum. Pemaparan dari IP 2 mengenai pertanyaan

terkait aktivitas mengatakan bahwa pada poli tindakan sudah mengetahui

tentang penerapan pemakaian handscoon, karena di poli tindakan memang

dari awal sudah menerapkan pemakaian handscoon, karena itu merupakan

sudah menjadi bagian SOP dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Apalagi kalau pasien ada cairan misalnya darah atau lain sebagainya.

Pemaparan dari IP 3 mengenai pertanyaan terkait aktivitas mengatakan

bahwa pada poli gigi sudah mengetahui tentang penerapan pemakaian

handscoon. Kemudian mengenai SOP pemakaian handscoon di poli gigi

itu ada karena memang harus dan wajib memakai handscoon.

Berdasarkan pemaparan dari IK mengenai pertanyaan terkait

aktivitas mengatakan bahwa kebijakan tentang penerapan pemakaian

handscoon di Puskesmas Cempaka Banjarmasin sudah ada. Kemudian

kepatuhan pemakaian handscoon itu ada tim pemantau, seperti cuci

tangan, pemasangan handscoon untuk tindakan. Untuk saat ini reward


61

yang khusus hanya untuk pemakaian handscoon masih belum ada, yang

jelas ada pemberian reward kepada tenaga medis yang dinilai baik,

terutama disiplinnya, kalau sudah disiplin kan berarti sudah baik

semuanya, mullai dari masuk kerja, pulang kerja, kemudian membuat

laporan termasuk kegiatan memasang handscoon itu sendiri, termasuk

dalam disiplin, jadi kita tidak bisa memberikan reward itu secara parsial

atau per item. Nanti malah terlalu banyak yang diberikan reward,

kemudian dari disiplin, kerapian, melaksanakan tugas dengan baik,

pokoknya secara global, jadi tidak bisa secara parsial, nanti penilaian cuci

tangan ada reward, cuci tangan ada reward, jadi masuk di penilaian

disiplin, Standar Operasional Prosedur, atau SPO (Standar Pelayanan

Operasional).

Berdasarkan pembahasan tersebut, maka penulis menyimpulkan

terkait aktivitas pemakaian handscoon di Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin sudah mengetahui tentang pemakaian handscoon dengan

baik dan benar, di samping itu juga mereka sudah mengetahui dengan baik

tentang SOP pemakaian handscoon. Dengan kata lain, aktivitas pemakaian

handscoon di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin sudah dilaksanakan

sebagaimana mestinya. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan

oleh Reny Yulita, dkk. (2014) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

antara sebelum dan sesudah dilakukan sosialisasi SOP APD terhadap

perilaku perawat dalam penggunaan handscoon, masker dan gown.

Sehingga bisa dikatakan bahwa ada relasi dengan Puskesmas Cempaka

Kota Banjarmasin yang sudah berada pada level yang baik dalam tingkat
62

mematuhi SOP penggunaan handscoon karena mereka sudah

mendapatkan sosialisasi dengan baik dan benar.

2. Aksi

Berdasarkan pemaparan dari IU 1 mengenai pertanyaan terkait aksi

mengatakan bahwa pada poli umum di masa pandemi covid-19 memang

wajib menggunakan handscsoon di poli umum, tetapi kalau untuk

sekarang tidak wajib, mereka lebih menekankan mencuci tangan dan

memakai hand sanitizer. Mengenai sosialisasi tentang pemakaian khusus

handscoon tidak ada, tetapi kalau sosialisasi mencuci tangan ada.

Pemaparan dari IU 2 mengenai pertanyaan terkait aksi pada poli tindakan

memang ada tindakan mereka harus memakai handscoon, tetapi kalau

hanya sekedar observasi saja mereka tidak perlu memakai handscoon.

Kemudian mengenai sosialisasi pemakaian handscoon di poli tindakan

juga sudah ada dan yang memberikan sosialisasinya dari Tim PPI.

Pemaparan dari IU 3 mengenai pertanyaan terkait aksi mengatakan bahwa

pada poli gigi memang diwajibkan selalu memakai handscoon. Kemudian

mengenai sosialisasi pemakaian handscoon di poli gigi juga sudah ada

karena memang sudah diwajibkan.

Berdasarkan pemaparan dari IP 1 mengenai pertanyaan terkait aksi

pada poli umum tidak diwajibkan memakai handscoon, tetapi tetap

memakai masker dan yang diwajibkan itu di bagian poli tindakan.

Kemudian mengenai sosialisasi pemakaian handscoon di poli umum tetap

ada. Pemaparan dari IP 2 mengenai pertanyaan terkait aksi pada poli

tindakan memang diwajibkan selalu memakai handscoon sesuai dengan


63

SOP apalagi kalau bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien.

pemaparan dari IP 3 mengenai pertanyaan terkait aksi pada poli gigi

memang diwajibkan selalu memakai handscoon dalam melakukan

tindakan dan mencuci tangan sebelumnya.

Berdasarkan pemaparan dari IK mengenai pertanyaan terkait aksi

bahwa sosialisasi tentang pemakaian handscoon ada dari Kementerian

Kesehatan itu termasuk dalam PPI (Pencegahan Penyakit Infeksi),

termasuk nanti pemakaian handscoon kalau dari Puskesmas itu dari SPO

(Standar Pelayanan Operasional).

Berdasarkan pembahasan tersebut, maka penulis menyimpulkan

terkait aksi pemakaian handscoon di Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin bahwa petugas medis yang diwajibkan memakai handscoon

ada di poli tindakan dan poli gigi, sedangkan untuk poli umum mereka

tidak diwajibkan memakai handscoon, tetapi mereka semua sudah

mendapatkan sosialisasi tentang pemakaian handscoon sebelumnya. Hal

ini ada relasi dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyah Widodo, dkk

(2017) bahwa ada berbedaan jumlah koloni bakteri sesudah melakukan

tindakan dengan menggunakan handscoon dan tanpa menggunakan

handscoon, sehingga mewajibkan menggunakan handscoon sudah tepat

seperti yang dilakukan oleh Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin

tentang kebijakan penggunaan handscoon terutama untuk poli tindakan

dan poli umum untuk mencegah terjadinya penularan bakteri.

3. Tindakan

Berdasarkan pemaparan dari IU 1 mengenai pertanyaan terkait


64

tindakan pada poli umum mengatakan bahwa untuk peraturan dalam

pemakaian handscoon tidak ada di poli umum, akan tetapi kalau khusus

untuk pasien-pasien tertentu handscoon akan mereka pakai, misalnya

pasien yang terluka menganga atau ada infeksi, maka di poli umum

mereka akan memakai handscoon. Pemaparan dari IU 2 mengenai

pertanyaan terkait tindakan pada poli tindakan bahwa memang sudah

mematuhi peraturan dalam pemakaian handscoon, rata-rata mereka sudah

memakainya. Kemudian mengenai ada atau tidaknya memakai handscoon

pada saat melakukan tindakan kalau memang masih melakukan tindakan

selalu menggunakan handscoon, tetapi tidak akan dipakai apabila bukan

dalam melakukan tindakan. Pemaparan dari IU 3 mengenai pertanyaan

terkait tindakan pada poli gigi mengatakan memang sudah mematuhi

peraturan dalam pemakaian handscoon karena sudah diwajibkan untuk

memakai. Kemudian mengenai ada atau tidaknya memakai handscoon

pada saat melakukan tindakan mereka selalu memakai handscoon.

Berdasarkan pemaparan dari IP 1 mengenai pertanyaan terkait

tindakan pada poli umum bahwa memang sudah mematuhi peraturan

dalam pemakaian handsoon. Kemudian mengenai ada atau tidaknya

memakai handscoon pada saat melakukan tindakan mereka sering tidak

menggunakannya karena lebih bersifat kering atau tidak ada kontak

langsung kepada pasien, hanya saja lebih sering mencuci tangan.

Pemaparan dari IP 2 mengenai pertanyaan terkait tindakan pada poli

tindakan bahwa mengenai ada atau tidaknya memakai handscoon pada

saat melakukan tindakan mereka selalu memakai handscoon, tetapi kalau


65

hanya mencek tensi darah itu tidak menggunakan handscoon sejauh ini,

akan tetapi kalau dengan pasien yang misalnya karena kecelakaan itu

wajib menggunakan handscoon karena memang ada kemungkinan cairan

tubuh yang bisa bersentuhan langsung termasuk darah itu sendiri.

Pemaparan dari IP 3 mengenai pertanyaan terkait tindakan pada poli gigi

bahwa memang sudah mematuhi peraturan dalam pemakaian handscoon

karena sudah diwajibkan untuk memakai. Kemudian mengenai ada atau

tidaknya memakai handscoon selagi belum melakukan tindakan maka

tidak memakai, akan tetapi apabila saat akan melakukan tindakan wajib

menggunakannya dan mereka selalu memakai handscoon.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa

tindakan para petugas medis dalam menjalankan peraturan dalam

pemakaian handscoon sudah berjalan dengan baik. Pemakaian handscoon

di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin pada saat melakukan tindakan

juga sudah memakai. Hal ini juga selaras dengan penelitian yang

dilakukan oleh Khairul Imam (2022) bahwa mayoritas tenaga kesehatan

memiliki tingkat kepatuhan yang baik apabila memiliki tingkat

pengetahuan dan masa kerja yang relatif lama, sehingga sangat selaras

dengan para tenaga medis di lingkungan Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin yang memiliki tingkat kepatuhan yang baik karena mereka

mendapatkan pengetahuan dan juga pengalaman atau masa kerja yang

relatif lama.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Aktivitas

Penulis menyimpulkan terkait aktivitas bahwa para petugas

medis sudah mengetahui tentang pemakaian handscoon dengan baik

dan benar, di samping itu juga mereka mengetahui dengan baik

tentang SOP pemakaian handscoon. Dengan kata lain, aktivitas

pemakaian handscoon di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin

sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya.

2. Aksi

Penulis menyimpulkan terkait aksi bahwa pemakaian

handscoon pada pertugas medis di Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin yang diwajibkan memakai handscoon ada di poli

tindakan dan poli gigi, sedangkan untuk poli umum mereka tidak

diwajibkan memakai handscoon. Tetapi mereka semua sudah

mendapatkan sosialisasi tentang pemakaian handscoon sebelumnya.

3. Tindakan

Penulis menyimpulkan terkait tindakan bahwa petugas medis

di poli umum dan poli tindakan selalu mematuhi penggunaan

handscoon dalam setiap tindakan yang akan dilakukan. Kemudian

untuk poli umum dapaat disimpulkan bahwa tidak menggunakan


67

handscoon dalam melakukan tindakan, dikarenakan mereka tidak

bersentuhan langsung kepada pasien.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis berpendapat yang

dilakukan di Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin tentang

penerapan pemakaian handscoon pada para petugas medis secara

umum sudah dilakukan dengan baik dan benar. Poli yang sangat

menerapkan pemakaian handscoon yaitu poli tindakan dan poli gigi.

Kedua poli ini sangat sering bersentuhan langsung kepada pasien.

sedangkan untuk poli umum mereka lebih sering tidak

menggunakannya, dikarenakan hal tersebut bukan menjadi sesuatu

yang harus dilakukan. Mereka hanya menerapkan memcuci tangan

sesering mungkin agar tetap bersih dan maksimal dalam memberikan

pelayanan.

B. Saran

Penulis juga ingin memberikan beberapa saran yang berkaitan

dengan Penerapan Pemakaian Handscoon Pada Para Petugas Medis di

Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin Tahun 2023, antara lain:

1. Bagi Instansi

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan

pertimbangan dan masukan dalam menentukan arah kebijakan yang

berkaitan dengan pemakaian handscoon di Puskesmas Cempaka Kota

Banjarmasin.
68

2. Bagi Pembaca

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan informasi

dan pengetahuan tentang pentingnya penerapan pemakaian handscoon

oleh para petugas medis.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi awal

yang dapat dikembangkan oleh para peneliti selanjutnya serta sebagai

bahan informasi dan masukan mengenai pentingnya pemakaian

handscoon oleh para petugas medis. Peneliti selanjutnya bisa

menambahkan metode penelitian yang lain atau variabel lain yang bisa

meningkatkan kualitas penelitian.

4. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan

sumbangan pemikiran bagi penerapan dan perkembangan substansi

disiplin ilmu di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya dalam

penerapan pemakaian handscoon.


DAFTAR PUSTAKA

Agusti, Siti Sarah. (2019). Aksi Sosial Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu
Indonesia Gerkatin (Jakarta) terhadap Penyandang Disabilitas Rungu.
Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Anton, Mulyono. (2001). Aktivitas Belajar. Bandung: Yrama.
Brotodiharjo, Santoso.(2005).Donasi Sumbangan Masyarakat. Yogyakarta:Andi
Offset.
Azwar, S. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Darmadi. (2008). Infeksi Nasokomial Problematika dan Pengenaliannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Darmawati, A. 2014. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat
Menggunakan Alat Pelindung Diri (Handscoon) di RSUD Bendan Kota
Pekalongan. Jurnal Poltekes Kemenkes Pekalongan. Hal. 165-185.
Pekalongan: Universitas Pekalongan.
G.A. Mandriwati.(2008).Buku Pintar Bimbingan Konseling.Yogyakarta:Araska.
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. (2021). Pedoman Penulisan Skripsi.
Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al
Banjari.
Hudri. (2004). Ensiklopedia Mini (432 istilah) Pekerja Sosial. Bandung: BLTS.
Imam, Khairul. (2022). Hubungan Pengetahuan, Masa Kerja, dan Riwayat
Incident dengan Kepatuhan Tenaga Kesehatan dalam Penggunaan
Handscoon di Puskesmas Martapura 2 Tahun 2022. Jurnal Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Kalimantan MAB.
Katherine, M. & Patricia A. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing. St Louis.
Kementerian Kesehatan, R.I. ‘Buletin SDm Kesehatan Edisi Oktober 2019’.
……………………….., RI. (2020). Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam Menghadapi Wabah Covid-19. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Maja, T. (2009). Precautions Used by Occopational Health Nursing Student
During Clinical Placement. Adelaide: Tswane University of Technology
Martha, Evi dan Sudarti Kresno. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk
Bidang Kesehatan. Depok: Rajawali Pers
Mubarok, Syahrul. (2007). Alat pelindung Diri. Online:
http://www.scribd.com/doc/23928718/ALAT-PELINDUNG-DIRI/,
diakses tanggal 10 April 2023.
Mulyanti, D. (2008). Faktor Predisposing, E
nabling, dan Reinforsing terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam
Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh Tahun
2008 (Tesis), Universitas Sumatera Utara, Medan.
Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam pelayanan. Edisi
Pertama, EGC, Jakarta.
Muninjaya. (2009). Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC:220-234
Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta.
70

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Foundamental of Nursing 6th Edition.
Philadelphia: Mosby.
Pratiwi, Seriyati. (2016). Hubungan Antara Konsep Diri dengan Motivasi
Penggunaan Alat Pelindung Diri Dasar (Handscoon & Masker) pada
Mahasiswa Semester VI Prodi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah
Samarinda. Skripsi. Samarinda: STIKES Muhammadiyah.
Rahardjo, Mudjia. (2010). Triangulasi Dalam Penelitian Kualitatif. Online:
http://repository.uin-malang.ac.id/1133/, diakses tanggal 15 April 2023.
Ranisia, Nazman. (2014). Studi Fenomenologi:Pengalaman Perawat dalam
Penggunaan Handscoon di Ruang Rawat InapBedah dan Non Bedah di
RSUD Lubuk Sikaping Tahun 2014. Diploma Thesis, Universitas
Andalas.
Rochman, F. (2009). Pembelajaran Biologi Tipe Group Investigation dan Tipe
Think-Pair-Share Ditinjau dari Aktivitas Belajar siswa SMP. Surakarta:
UNS Digital Library.
Rosdahl, C. B., & Merry, K. T. (2008). Texbook of Basic Nursing. (9thed).
Philadelphia: Lippincot.
Santoso, J. (2021). Peran Guru Sebagai Fasilitator Dalam Pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar. Journal of Elementary School Education (JOuESE), 1(2),
57-68.
Sari, RY, Suprapti, E & Solechan, A 2014, ‘Pengaruh Sosialisasi SOP APD
dengan Perilaku Perawat dalam Penggunaan APD (Handscoon, Masker,
Gown) di RSUD Dr. H. Soewondo’, Jurnal ilmu Keperawatan dan
Kebidanan STIK Telogorejo
Setiawan, Guntur. (2004). Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan. Jakarta:
Balai Pustaka.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sriyono. (2019). ‘Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi
Belajar Peserta Didik SMK,’ Journal of Mechanical Engineering
Education 6(2):206-19.
Tarwaka.(2008). Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Tietjen, Linda., dkk. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas
Pelayanan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiharjo.
Uhud. (2008). Buku Pedoman Pelaksanaan kesehatan dan Keselamatan Kerja
untuk Praktek dan Praktikum. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
UNISKA. (2021). Panduan Penulisan Skripsi. Tim Penyusun Fakultas Kesehatan
Masyarakat: Banjarmasin.
UPT. Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin. (2021). Profil UPT. Puskesmas
Cempaka Kota Banjarmasin Tahun 2021. Banjarmasin: 2021.
Usman, Nurdin. (2002). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Bandung:
CV Sinar Baru.
Widodo, Dyah, Susi Milwati, Diah Rika Qorutul. ‘Jumlah Koloni Bakteri Pada
Telapak Tangan Yang Melakukan Tindakan Medis Menggunakan
Handscoon.’ Jurnal Keperawatan terapan (e-journal) 3.2 (2017): 70-79
WHO. (2017). Prevention of Hospital-Accuired Infection. Malta: Department of
Communicable of Disease.
71

Anda mungkin juga menyukai