Oleh
MASYKUR
067012016/IKM
TESIS
Oleh :
MASYKUR
067012016/IKM
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si) (dr. Halinda Sari Lubis, MKKK)
Ketua Anggota
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
MASYKUR
067012016/IKM
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini
Selanjutnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, M.S
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si
ketua komisi pembimbing dan dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K, selaku anggota komisi
dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis muldai dari proposal hingga
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada drh. Hiswani, M.Kes dan
Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAI, Sp.MK, selaku penguji tesis yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Tak terhingga terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada orangtua tercinta
Ayahanda Alm. M. Yusuf Milhy dan Ibunda Almh. Mudainah serta seluruh keluarga
Teristimewa buat istri tercinta dan tersayang Safriah serta ananda Rifky
Vernanda dan Inaya Alaika, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa
serta motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan
Selanjutnya terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan
Utara Medan.
Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa
yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam
hingga selesai.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,
Masykur
Raya No. 48 E.
Aceh, tamat tahun 1977, SMP Negeri Matangglumpangdua Bireuen, tamat tahun
1980, SMA Iskandar Tsani Banda Aceh, tamat tahun 1983, SPPH Banda Aceh, tamat
tahun 1987, AKL Kabanjahe, tamat tahun 1998, FKM Muhammadiyah Banda Aceh,
tamat tahun 2005. Penulis menikah pada tahun 1990 dengan Safriah dan dikaruniai 2
orang anak putera dan puteri yang bernama Rifky Vernanda dan Inaya Alaika.
pada tahun 2002 dan menjadi Wasor P2 TB Kusta sejak tahun 2004 hingga sekarang.
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP......................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xi
DAFTAR PUSTAKA
KUESIONER PENELITIAN
PENDAHULUAN
Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih
penyakit kusta juga dapat menimbulkan masalah sosial, maka penanganan penderita
kusta sedunia di Makassar pada tahun 2002, telah melahirkan komitmen, kebijakan
dan strategi untuk mencapai eliminasi kusta di tingkat propinsi maupun kabupaten
diperlukan pengendalian secara terpadu dan menyeluruh melalui strategi yang sesuai
dengan endemisitas penyakit kusta, selain itu juga harus diperhatikan rehabilitasi
medis dan sosial untuk meningkatkan kualitas hidup mantan penderita kusta (Depkes
RI, 2005).
kuman Mycobacterium leprae yang terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ
tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Mycobacterium leprae untuk pertama kali
ditemukan oleh G.A. Hansen dalam tahun 1873 (Depkes RI, 2005).
menular, bahkan telah dimulai sejak 1951 sampai sekarang. Indonesia telah
dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Daerah (APBD), dan
dilihat dari fasilitas dan ketersediaan obat-obat juga tersedia secara lengkap sampai ke
unit-unit pelayanan kesehatan dasar di Indonesia, namun angka kesakitan kusta masih
pemberantasan kusta melalui peningkatan penemuan kasus baru, pemberian obat dan
pemantauan pengobatan secara rutin, pendidikan dan pelatihan bagi petugas kusta,
beda. Di antara 122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98 negara telah mencapai
eliminasi kusta yaitu prevalensi rate di bawah 1 per 10.000 penduduk. Lebih dari
10.000.000 penderita telah di sembuhkan dengan Multi Drug Therapy (MDT). Pada
akhir tahun 1999 di jumpai 641.091 kasus masih dalam pengobatan pada tahun 2000.
urutan ke empat setelah India, Brazil dan Myanmar. Walaupun suatu negara telah
mencapai eliminasi, tidak berarti bahwa kusta tidak lagi menjadi masalah.
Nampaknya kasus kusta akan terus ada, setidaknya hingga beberapa tahun ke depan
umum mengalami fluktuasi, dari 21.964 kasus (tahun 2000), menurun menjadi 19.695
kasus (2005), dengan prevalensi 0,98 per 10.000 penduduk. Proporsi kusta jenis
Multi Basiller (MB) sebesar 79,4%, dan proporsi penderita kusta jenis Pausi Baciller
(PB) sebesar 20,59% dengan proporsi Release From Treatment (RFT), masih 75,2%.
Keadaan ini menunjukkan bahwa prevalensi penderita kusta dan insidens penderita
dengan standar yang telah direkomendasikan Depkes RI, yaitu RFT harus 90%, dan
(sembilan) dari 12 daerah dengan prevalensi kusta antara 1-2 per 10.000 penduduk,
sedangkan urutan pertama ditempati oleh Provinsi Maluku Utara dengan prevalensi
RFT sebesar 10,32 per 10.000 penduduk (Depkes RI, 2005). Penyebaran penderita
kusta di Provinsi NAD juga tidak merata, dan daerah tertinggi prevelansi kusta
ditempati oleh Kabupaten Pidie dengan jumlah kasus 47 tipe Multi Basiller (MB), 75
tipe Pausi Baciller (PB) dengan angka RFT sebesar 34,3%, disusul Kabupaten
Bireuen dengan jumlah kasus 74 tipe Multi Basiller (MB), dan 18 tipe Pausi Baciller
(PB), dan angka Release From Treatment (RFT) 32,00%. Keadaan tersebut sangat
jelas menunjukkan prevalensi dan insiden kusta masih tinggi di provinsi NAD (Dinas
tertinggi penderita kusta yang tersebar 17 wilayah kerja puskesmas, dengan jumlah
10.000 penduduk), kemudian menjadi 71 Kasus pada tahun 2006 (2,0) per 10.000
penduduk), kemudian ditemukan lagi kasus baru sehingga menjadi menjadi 92 kasus
(2,52 per 10.000 penduduk) pada tahun 2007, sedangkan rata-rata angka RFT masih
79,5%. Hal ini menunjukkan Kabupaten Bireuen masih sangat berpotensi terhadap
penularan penyakit kusta dan peningkatan penemuan kasus kusta pada tahun-tahun
mendatang.
Menurut hasil Monitoring dan Evaluasi tahun 2007 yang dilaksanakan pada
bulan Januari tahun 2008 di Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, kendala yang
termasuk keluarga serta stigma yang keliru terhadap penyakit kusta dan penderita
penyakit kusta.
Jangka, yaitu sebanyak 54 kasus, dan mayoritas terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak
34 orang (65,3%), dan 18 orang perempuan (34,7%). Selain itu berdasarkan catatan
Puskesmas Jangka (2008) 72,9% terjadi pada penduduk usia lebih dari 15 tahun. Hal
ini menunjukkan bahwa fenomena kejadian penyakit kusta lebih dominan terjadi pada
Sedangkan dilihat dari kepatuhan berobat, dari 54 kasus kusta, masih ada 16 pendeita
kusta.
diperoleh melalui diagnosis awal, pengobatan dini dan teratur. Melalui tiga hal pokok
tersebut hampir semua kasus kusta dapat disembuhkan, dan sebagian besar kerusakan
waktu yang lama dan kepatuhan, sehingga diperlukan program promosi kesehatan
penderita kusta untuk melaksanakan perawatan diri secara teratur, minum obat, dan
adalah karena masih banyak penderita kusta tidak terus menerus mengkonsumsi obat
yang telah diberikan, selain itu petugas kesehatan tidak melakukan monitoring
terhadap rutinitas pengobatan penderita kusta, serta masih ada stigma di masyarakat
bahwa penyakit kusta tidak dapat disembuhkan, bahkan pada penderita itu sendiri.
dalam konteks kuratif. Beberapa penelitian yang dinilai relevan dengan kepatuhan
berobat seperti penelitian Masduki (1993) di Kabupaten Kuningan Jawa Barat, bahwa
terhadap kepatuhan berobat penderita kusta, ketersediaan sarana dan pra sarana
pelayanan kesehatan, serta efek samping penggunaan obat. Selain itu menurut WHO
(2003), dalam konteks kepatuhan berobat peran petugas sangat penting dalam
Ketaatan meminum obat ditunjukkan oleh pasien yang tidak pernah lupa
membawa obat dan meminumnya. Pasien justru berusaha untuk tidak lupa membawa
secara teratur, menjadi faktor predisposisi yaitu faktor yang memudahkan munculnya
Semarang, bahwa salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan
pengobatan penderita kusta adalah promosi kesehatan, dalam bentuk sosialiasi door
Hasil survai awal yang dilakukan pada bulan April 2008 di Desa Cot Ara dan
Alue Buya Pasi Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, bahwa masih ada penduduk di lingkungan penderita kusta merasa “risih”
dan tidak mau melakukan aktivitas bersama dengan penderita kusta, bahkan ada
(tiga) petugas kusta Puskesmas, rata-rata mereka hanya mencatat jumlah kasus
monitoring terhadap penderita kusta sampai dinyatakan selesai makan obat. Beberapa
Menurut Sunarsih (2002) yang dikutip oleh Suhadi (2005), ada beberapa
faktor yang memengaruhi ketaatan pasien dalam penggunaan obat, antara lain
budaya, kepercayaan pasien, sikap dan ketrampilan komunikasi dokter dan pemberi
lingkungan dan faktor sosio ekonomi. Faktor sarana ditentukan oleh tersedianya obat
yang cukup dan kontinyu dan dedikasi petugas pelayanan kesehatan yang cukup baik.
terhadap pelayanan kesehatan sesuai dengan konsep Health Belief Model (HBM)
pelayanan kesehatan dalam hal ini kepatuhan berobat mencakup lima unsur utama
seriousness), makin berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya
(perceived threats).
dan sejalan dengan penelitian Oesman (1993) di Tanggerang, bahwa secara statistik
berobat.
Penanggulangan penyakit kusta akan berhasil guna, jika masyarakat ikut serta
terhadap penderita kusta, sehingga penderita kusta tidak mau melakukan pengobatan
secara rutin ke puskesmas atau minum obat sampai selesai, selain itu juga peran
penemuan kasus baru serta masih lemahnya pemantauan petugas kesehatan terhadap
peran keluarga sangat penting dalam meningkatkan motivasi penderita kusta untuk
jadwal minum obat dan mengamatinya sampai benar-benar minum obat secara
sempurna.
tentang pengaruh persepsi tentang penyakit dan dukungan keluarga terhadap tingkat
ini adalah pengaruh persepsi tentang penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap
penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam
Darussalam.
kesehatan.
TINJAUAN PUSTAKA
menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran
pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis.
menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang
syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Depkes RI (2006) penyakit
kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat
kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
2.2 Pengetahuan
manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Teori L.W. Green dalam Notoatmojo (1993),
menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor awal dari suatu perilaku yang
diharapkan dan pada umumnya berkorelasi positif dengan prilaku. Menurut Azwar
(2007) fungsi pengetahuan mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk
penderita kusta. Apabila penderita kusta memiliki pengetahuan yang baik dan
memadai tentang penyakit kusta, cara pengobatannnya, jenis obat,cara memakan obat
tersebut dan akibat bila tidak patuh meminum obat yang akan berakibat buruk
Rendahnya pengetahuan tentang kusta dan masih kuatnya stigma terhadap penyakit
2.3 Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang, tidak
senang, setuju dan tidak setuju, baik dan tidak baik). Menurut Newcomb dalam
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Menurut Thurstone dan Likert dalam
Azwar (2007) sikap adalah suatu bentuk evaluasi, reaksi perasaan yang mendukung,
memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek
tersebut. Menurut Taylor dalam Azwar (2007) ketaatan penderita minum obat sering
kesembuhan.
a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena
penyakit kusta dan memiliki risiko tertular karena berada di sekitar atau dekat dengan
b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta
1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan
perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat
memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2005a).
bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug
therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut
merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).
ii. Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk
mencegah luka dan perawatan mata, tangan atau kaki yang sudah
penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat
secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai
dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat
integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang
terjadinya kontraktur
ii. Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar
iv. Terapi okupsi ( kegiatan hidup sehari-hari ) dilakukan bila gerakan normal
rantai penularan penyakit kusta. Berikut ini adalah mata rantai penularan penyakit
ISOLASI
Tidak dianjurkan
2.5 Pengobatan
diberikan pengobatan dengan kombinasi Multi Drug Therapy (MDT) secara gratis
dan dicatat oleh petugas dalam kartu penderita. Memberikan penderita dosis pertama
blister obat kombinasi atau Multi Drug Ttherapy (MDT) adalah gratis, disimpan
ditempat yang kering, aman, teduh dan jauh dari jangkauan anak-anak. Selama
sudah cacat permanen, pegobatan yang dilakukan hanya mencegah cacat lebih lanjut.
Penderita kusta yang tidak meminum obat secara teratur maka kuman kusta dapat
penderita. Pentingnya pengobatan sedini mungkin dan teratur minum obat agar tidak
penderita kusta dengan kombinasi Multi Drug Therapy (MDT) yaitu kombinasi
Dapsone atau DDS (Diamino Diphenyl Sulfone), Lamprene atau Clofazimine dan
Rifampisin. Keuntungan Multi Drug Therapy (MDT) adalah: mengubah konsep dari
terapi panjang yang hanya mencegah perluasan penyakit ke terapi pendek yang
dari 50% ke 95%, mencegah deformitas secara lebih efisien dan menurunkan jumlah
kasus-kasus setiap tahunnya. Pengobatan pada penderita Pauci Baciler (PB) lesi 1
depan petugas dan apabila obat tersebut tidak ada maka sementara diobati dengan
dosis obat Pauci Baciler 2-5. Untuk tipe Pauci Baciler (PB) lesi 2-5, pada dewasa
pengobatan bulanan, hari pertama diminum di depan petugas 2 kapsul Rifampisin 600
mg dan 1 tablet Dapsone 100 mg, pengobatan harian hari ke 2- 28, 1 tablet Dapsone
100 mg 1 blister untuk 1 bulan dan diminum sebanyak 6 blister (Depkes RI, 2005a).
Untuk tipe Multi Baciler (MB) pada dewasa pengobatan bulanan, hari pertama
dosis diminum di depan petugas 2 kapsul Rifampisin 600 mg, 3 tablet Lampren 300
mg dan 1 tablet Dapsone 100 mg, pengobatan harian yang ke 2-28 hari 1 tablet
Lamprene 50 mg, 1 tablet dapsone 100 mg. Satu blister untuk 1 bulan dan diminum
berat badan dengan dosis sebagai berikut : Rifampisin 10-15 mg/kg BB, Dapsone 1-2
Penderita kusta tipe Pauci Baciler (PB) dan Multi Baciler (MB) setelah
sudah sembuh. Petugas harus memberikan keterangan tentang arti dan maksud
Release From Treatment (RFT) kepada penderita bahwa tipe Pauci Baciler (PB)
pengobatan 6 dosis selesai dalam waktu 6-9 bulan langsung dinyatakan sembuh untuk
tipe Multi Baciler (MB) pengobatan 12 dosis selesai dalam waktu 12-18 bulan
tetap meyakinkan penderita bahwa bercak yang ada akan berangsur hilang dan
memelihara tangan dan kaki dengan baik dan bila penderita melihat bercak kulit yang
baru atau tanda-tanda baru mereka harus datang kembali kontrol atau pemeriksaan
ulang ke puskesmas.
atau bertambah cacat. Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman
kusta sehingga tidak berdaya merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit jadi
Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, pengobatan hanya dapat
mencegah cacat lebih lanjut. Bila penderita tidak minum obat secara teratur, maka
kuman kusta dapat menjadi aktif kembali, sehingga timbul gejala-gejala baru pada
kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan (Depkes RI, 2006).
Multi Drug Therapy (MDT), yaitu kombinasi dua atau lebih obat anti kusta, yang
salah satunya terdiri atas Rifampisin sebagai anti kusta yang sifatnya bakterisid kuat
kesehatan dengan memonitor tanggal pengambilan obat, jika terlambat petugas harus
6 dosi (bilster) dalam jangka waktu 6-9 bulan, dan untuk penderita MB dengan 12
ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang
disarankan oleh dokter atau tim kesehatan lainnya, dan merupakan tingkat di mana
satu masalah yang berat dalam dunia medis, dan oleh karena itu sejak tahun 1960-an
Kepatuhan penderita kusta untuk mengonsumsi obat dapat dilihat dari dosis
dan batas waktu sampai dinyatakan selesai berobat dan tergantung pada jenis kusta
yang dideritanya. Dikatakan teratur, jika penderita kusta sudah minum obat sampai 6
bulan untuk tipe PB dan 18 bulan untuk tipe MB, dan dinyatakan tidak teratur, jika
penderita kusta belum minum obat sampai 6 bulan untuk tipe PB dan 18 bulan untuk
dapat merujuk pada konsep yang dikemukakan oleh Rosenstock dalam Sarwono
susceptibility). Mereka yang merasa dapat terkena penyakit tersebut akan lebih
yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit itu.
c. Makin berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa
malah menimbulkan rasa takut dalam diri individu yang justru malah
tentang manfaat dan hambatan dari pelaksanaan alternatif tersebut. Individu akan
(biaya yang mahal, rasa malu, takut akan rasa sakit, dan sebagainya) seringkali
dianjurkan petugas kesehatan. Ini merupakan perceived benefits and barriers dari
e. Faktor pencetus (cues to action) bisa datang dari dalam diri individu (munculnya
gejala-gejala penyakit itu) ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye
kesehatan, seorang teman atau anggota keluarga terserang oleh penyakit yang
sama, dan sebagainya). Bagi mereka yang memiliki motivasi yang rendah untuk
bertindak (misalnya yang tidak percaya bahwa dirinya akan terserang penyakit
tersebut, yang menganggap remeh akibat penyakit tersebut atau yang takut
penyakitnya jauh lebih kuat daripada gejala objektif dari penyakit tersebut
sudah termotivasi untuk bertindak, maka rangsangan sedikit saja sudah cukup
masih adanya perbedaan persepsi masyarakat dan penderita kusta sendiri tentang
penyakit yang dideritanya baik dilihat dari aspek penularan penyakit kusta,
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
Persepsi terhadap suatu penyakit juga didasarkan pada hasil internalisasi dari
indera, dan setiap individu berbeda interpretasi terhadap stimulus yang diperoleh
inderanya.
Sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan
sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan
oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang pengetahuan ini
(equilibrium model) seseorang dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas
dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini
tercakup dalam konsep tentang humors, ayurveda dosha, yin dan yang.
paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan
kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan
perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan,
memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap
sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan
biomedik dan sosio kultural. Dalam bahasa Inggris dikenal kata disease dan illness
sedangkan dalam bahasa Indonesia, kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat
dari segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut.
biologik dan psikofisiologik pada seorang individu, dengan illness dimaksud reaksi
mengalami illness yang dapat disebabkan oleh disease illness tidak selalu disertai
Dalam konteks kultural, apa yang disebut sehat dalam suatu kebudayaan
belum tentu disebut sehat pula dalam kebudayaan lain. Di sini tidak dapat diabaikan
adanya faktor penilaian atau faktor yang erat hubungannya dengan sistem nilai
(Soejoeti, 2005).
terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan
yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Ditinjau dari segi biologis
penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi
sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis
organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan
ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia
teori yang dikembangkan oleh para antropolog seperti perilaku sehat (health
behavior), perilaku sakit (illness behavior) perbedaan antara illness dan disease,
model penjelasan penyakit (explanatory model ), peran dan karir seorang yang sakit
dari sudut pasien, membuka mata para dokter bahwa kebenaran ilmu kedokteran
modern tidak lagi dapat dianggap kebenaran absolut dalam proses penyembuhan.
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh
individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat
kebugaran melalui olah raga dan makanan bergizi (Sarwono, 2003). Perilaku sehat
diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum
tentu mereka betul-betul sehat. Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan penyakit
tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu di
mungkin menerapkan kriteria medis yang obyektif berdasarkan gejala yang tampak
satu dengan daerah lain, karena tergantung kebudayaan yang ada dan berkembang
dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu
kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke
Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang
diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang
adalah memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melakukan diet dan
latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah memberi pujian atas
adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan
atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama
budaya. Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama (Sugarda,
2001).
antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling
bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah
kehidupan. Menurut Goldsworthy (1998) yang dikutip oleh Friedman (2003), bahwa
(1) Dukungan emosi, yaitu adanya rasa empati, percaya dan perhatian;
(3) Dukungan informasi, yaitu upaya memberikan informasi mengenai hal-hal yang
(4) Dukungan sipitual, yaitu dukungan dalam bentuk harapan, doa, pengertian dan
memahami alasan-alasan.
beberapa landasan teori bahwa persepsi terhadap suatu penyakit dapat didasarkan
dikembangkan oleh Rosenstock dalam Sarwono (2004), yang mencakup (1) Persepsi
yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit itu, (3) Makin
berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa individu tersebut
dan (4) Perceived benefits and barriers, yaitu konsekuensi negatif dari tindakan yang
dianjurkan tersebut (biaya yang mahal, rasa malu, takut akan rasa sakit, dan
alternatif yang dianjurkan petugas kesehatan, serta (5) Faktor pencetus (cues to
action) bisa datang dari dalam diri individu (munculnya gejala-gejala penyakit itu)
ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye kesehatan, seorang teman atau
kesehatan, antara lain faktor individu seperti pengetahuan dan persepsi tentang
penyakit kusta, faktor luar individu seperti faktor pencetus dari masyarakat, persepsi
masyarakat tentang penyakit kusta, peran petugas kesehatan terhadap pencegahan dan
kepedulian;
jaminan finansial;
Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat
Persepsi
1. Persepsi beratnya penyakit kusta
2. Persepsi risiko penyakit kusta
3. Persepsi konsekuensi tidak teratur
berobat
4. Persepsi tindakan pencegahan
kecatatan Kepatuhan
Berobat
Penderita kusta
Dukungan Keluarga
1. Dukungan Emosional
2. Dukungan Instrumental
3. Dukungan Informasi
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian survai dengan tipe eksplanatory research
untuk menjelaskan pengaruh persepsi tentang penyakit kusta dan dukungan keluarga
dan menempati urutan kedua tertinggi jumlah kasus kusta di Kabupaten Bireuen
yaitu sebanyak 54 kasus, dan masih ditemukan 29,6% penderita kusta yang tidak
selesai berobat.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita kusta yang ada di
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 sumber yaitu :
a. Uji Validitas
korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus
teknik korelasi Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan
: a) Bila r hitung > t tabel maka dinyatakan valid dan b) Bila r hitung < t tabel maka
b. Uji Reliabilitas
penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode
Cronbach's Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran,
dengan ketentuan : a) Jika nilai r Alpha > r tabel maka dinyatakan reliable dan b) Jika
Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen dengan alasan dapat mewakili karena
2) Pada item pertanyaan persepsi resiko penyakit nilai r alpha = 0,960 > r tabel
3) Pada item pertanyaan persepsi konsekuensi tidak teratur berobat nilai r alpha
5) Pada item pertanyaan dukungan keluarga nilai r alpha = 0,965 > r tabel
6) Pada item pertanyaan dukungan instrumental nilai r alpha = 0,971 > r tabel
7) Pada item pertanyaan dukungan informasi nilai r alpha = 0,980 > r tabel
Data sekunder diperoleh dari catatan atau dokumen Dinas Kesehatan dan
persepsi masyarakat dan dukungan keluarga serta variabel dependen yaitu pengobatan
penderita kusta.
1) Persepsi adalah reaksi emosi yang didasari oleh pengetahuan dan sikap
3) Persepsi resiko penyakit kusta adalah respons atau tanggapan penderita kusta
terhadap risiko yang akan muncul di kemudian hari dari penyakit kusta yang
dideritanya
penderita kusta terhadap dampak negatif dan positif dari minum obat sampai
selesai
pengobatan;
kepedulian;
2. Variabel Dependen
sesuai tipe kusta, yaitu untuk tipe PB sampai 6 bulan tanpa tertinggal, dan tipe MB
berikut :
didasarkan pada skala ordinal, dengan alternatif jawaban ”ya” (bobot nilai 2), dan
dikategorikan menjadi:
a. Teratur, jika responsden sudah minum obat sampai 6 bulan untuk tipe PB dan
b. Tidak teratur, jika responsden belum minum obat sampai 6 bulan untuk tipe PB
Analisis data dalam penelitian ini terdiri menggunakan uji regresi logistik
berganda pada taraf nyata 95% (p<0,05) untuk mengetahui pengaruh persepsi tentang
penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan berobat penderita kusta di
HASIL PENELITIAN
Oktober 1999 dengan luas wilayah 1.901,22 (190.122 Ha) yang terdiri dari 17
Jumlah penduduk Kabupaten Bireuen pada tahun 2007 adalah 393.331 jiwa
yang terdiri dari 191.492 laki-laki dan 201.839 perempuan. Jumlah penduduk yang
terpadat terletak di Kecamatan Peusangan yang berjumlah 45.308 dan yang terendah
jumlah penduduknya pada Kecamatan Pandrah yang berjumlah 8.584 jiwa. Tingkat
umumnya adalah tamat SD/MI 29.2% laki-laki dan 21.9% perempuan, sedangkan
dari sarana pelayanan kesehatan dasar yang ditujukan sebagai tempat pemberian
Jumlah sarana pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Bireuen terdiri dari 17 unit
Bireuen yang paling banyak adalah tenaga perawat dan bidan yaitu 1458 orang
tenaga mikroskopis 5 orang. Berdasarkan cara penemuan penderita baru murni kusta
ditemukan jumlah penderita baru dengan tipe PB berjumlah 9 orang dan tipe MB 20
orang. Penemuan penderita dengan cara pemeriksaan secara sukarela tipe PB 7 orang
Pada bulan Agustus 2007 Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen mengadakan Rapid
Village Survei (RVS) di Desa Ujung Blang Kecamatan Plimbang Kabupaten Bireuen
dengan tujuan mencari penderita baru dalam lingkup kecil dan membina partisipasi
Tabel 4.2. Penderita Baru Murni Kusta Menurut Cara Penemuan Kabupaten
Bireuen Januari- Desember 2007
No Puskesma Jumlah Suka Pemb Pemeriks Chase RVS
s Penderi rela eri aan Survey
ta Baru tahua Kontak
n
P MB P M P M Jl P M Jl P M Jl P M
B B B B B h B B h B B h B B
1 Samalanga 0 0
2 Mamplam 0 3 3
3 C. 0 0
4 Glungku 0 2 2
5 Jeunieb 1 0 1
6 Peudada 0 1 1
7 Jeumpa 0 0
8 Juli 0 2 1
3
9 Peusangan 1 1
0
10 Ulee Jalan 0
11 L.Daneue 0 0
12 n 0 1 1
13 Makmur 0 4 1 3
14 Kuta 0 2 1 1 1 1
15 Blang 2 1 1 1
16 Gandapura 1 3 1 1 2
17 Jangka 1 2 1 1 1
Kota 1
Juang
Kuala
Plimbang
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Bireuen Tahun 2007
puskesmas mengadakan survai anak sekolah di tingkat sekolah dasar dengan sasaran
maka dapat disembuhkan dengan sempurna tanpa meninggalkan cacat serta dapat
memutuskan mata rantai penularannya. Pada tahun 2009 kegiatan yang dilakukan
adalah pemberian makanan tambahan kepada penderita kusta dengan tujuan untuk
peningkatan gizi penderita, karena hampir semua penderita kusta yang ada hidup
kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lama menderita kusta. Jumlah dan presentase
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 38 orang (70.4%), dan pada jenis kelamin
1 Tamat SD 25 46.3
Jumlah 54 100,0
4.2.3. Pekerjaan
sebanyak 29 orang (53.7%) dan tidak bekerja yaitu sebanyak 25 orang (46.31%).
Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.5.
1 Petani/Buruh 29 53.7
Jumlah 54 100,0
tahun yaitu sebanyak 30 orang (55.6%), dan < 5 tahun yaitu sebanyak 24 orang
Tabel 4.6.
Persepsi adalah reaksi emosi yang didasari oleh pengetahuan dan sikap
tentang tentang penyakit kusta, penularannya dan upaya pencegahan dan pengobatan
meliputi : persepsi beratnya penyakit kusta, persepsi risiko penyakit kusta, persepsi
kusta.
menjawab kusta disebabkan oleh perilaku tidak bersih dan tidak sehat, 33 responden
menjawab penyakit kusta dapat ditularkan melalui air. Secara rinci dapat dilihat Tabel
4.7.
Ya Tidak Total
No Uraian
F % F % F %
1 Kusta adalah penyakit yang tidak 31 57.4 23 42.6 54 100
dapat disembuhkan
2 Kusta penyakit kutukan 31 57.4 23 42.6 54 100
3 Kusta disebabkan perilaku tidak 36 66.7 18 33.3 54 100
bersih dan tidak sehat
4 Kusta dapat disembuhkan 33 61.1 21 38.9 54 100
5 Kusta dapat menular melalui 31 57.4 23 42.6 54 100
sentuhan
6 Kusta dapat ditularkan melalui air 35 64.8 19 35.2 54 100
seumur hidup, 31 responden (57.4%) anggota keluarga dapat tertular jika ada
dapat menularkan penyakit kusta pada bayi dalam kandungan. Secara rinci dapat
teratur berobat, 30 responden (55.6%) menjawab penderita yang tidak teratur berobat
menjawab penderita yang tidak teratur berobat dapat menularkan kepada orang lain,
28 responden (51.9%) menjawab penderita yang tidak teratur berobat tidak dianggap
penyakit kusta dapat dilakukan melalui hidup bersih dan sehat, 28 responden (51.9%)
menit setiap hari, 29 responden (53.7%) menjawab pengobatan tradisional juga dapat
menyuap makanan bila responden tidak dapat makan sendiri, 36 responden (66.7%)
anggota keluarga selalu mengingatkan jika berobat secara teratur maka dapat sembuh
dari penyakit kusta, 36 responden (66.7%) menjawab penderita kusta patuh berobat.
meliputi persepsi responden mengenai penyakit kusta merupakan penyakit yang tidak
dapat disembuhkan atau dapat disembuhkan, penyakit akibat kutukan, penyakit yang
disebabkan oleh perilaku tidak bersih dan tidak sehat, penyakit kusta dapat menular
melalui sentuhan dan dapat ditularkan melalui air. Seluruh jawaban dari responden
pada penderita serumah, penularan pada lingkungan dari penderita kusta, penularan
dari ibu hamil pada anak yang ada didalam kandungan. Seluruh jawaban dari
menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi risiko penyakit kusta baik yaitu
berobat yang meliputi penderita kusta baik tipe MB atau PB harus teratur berobat,
ketidak teraturan berobat dapat menyebabkan penularan pada orang lain, kecacatan,
jawaban dari responden kemudian dikategorikan, maka didapatkan hasil skoring yang
teratur berobat secara baik yaitu sebanyak 31 responden (57.4%). Dapat dilihat pada
Tabel 4.16.
kecacatan yang meliputi pencegahan pada diri sendiri, melakukan hidup bersih dan
kaki, menggunakan topi, melakukan pemeriksaan mata, kaki dan tangan setiap hari
Merendam kaki, pengobatan secara tuntas dan pengobatan secara tradisional. Seluruh
jawaban dari responden kemudian dikategorikan, maka didapatkan hasil skoring yang
secara baik yaitu sebanyak 30 responden (55.6%). Dapat dilihat pada tabel 4.17.
informasi.
a. Dukungan Emosional
responden, kepedulian keluarga pada rasa sakit responden, menyiapkan obat, anjuran
pengobatan secara teratur dan motivasi dari keluarga dalam upaya pencegahan
memiliki dukungan emosional dari keluarga secara baik yaitu sebanyak 33 responden
1 Baik 33 61.1
2 Kurang 21 38.9
Jumlah 54 100
b. Dukungan Instrumental
penyediaan makanan yang cukup dari keluarga, bantuan dalam menyuap makanan,
menggunakan pelindung jika berada diluar rumah, mengatur menu setiap hari,
perawatan tubuh, keikut sertaan anggota keluarga dalam pemeriksaan rutin, anjuran
dari keluarga untuk melakukan gerakan olah raga. Seluruh jawaban dari responden
sebagian besar responden memiliki dukungan instrumental. Dari keluarga secara baik
yang diberikan keluarga tentang cara minum obat, pentingnya berobat secara teratur,
perawatan diri, mengingatkan untuk minum obat, memberi dukungan bahwa penyakit
kusta tidak mudah menular serta dapat sembuh jika teratur berobat. Seluruh jawaban
baik yaitu sebanyak 31 responden (57.4%). Dapat dilihat pada Tabel 4.20.
Kepatuhan berobat adalah kesesuaian waktu minum obat penderita kusta sesuai
tipe kusta, yaitu untuk tipe PB sampai 6 bulan tanpa tertinggal, dan tipe MB sampai
patuh berobat secara teratur sebanyak 41 responden (75.9%). Dapat dilihat pada
Tabel 4.21.
konsekuensi tidak teratur minum obat, persepsi tindakan pencegahan kecacatan) dan
informasi) dengan tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat penderita kusta
beratnya penyakit, persepsi risiko penyakit kusta, persepsi konsekuensi tidak teratur
minum obat, persepsi tindakan pencegahan kecacatan) dapat dilihat pada Tabel 4.22.
beratnya penyakit secara baik. yaitu 43 orang (79.6%) penderita dengan persepsi
yang artinya semakin baik persepsi tentang beratnya penyakit kusta maka semakin
dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan risiko penyakit secara baik
secara kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.281dan p=0.040 (p<0,05) yang
artinya semakin baik persepsi tentang risiko penyakit kusta maka semakin baik pula
dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan persepsi konsekuensi tidak teratur
berobat secara baik sebanyak 31 orang (57.4%) dan 23 orang (42.6%) dengan
persepsi beratnya penyakit secara kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.303 dan
p=0.026 (p<0,05) yang artinya semakin baik persepsi konsekuensi tidak teratur
berobat maka semakin baik pula tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat.
kecacatan secara baik sebanyak 30 orang (55.6%) dan 24 orang (44.4%) dengan
persepsi beratnya penyakit secara kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.368 dan
p=0.006 (p<0,05) yang artinya semakin baik persepsi tentang tingkat pencegahan
kecacatan maka semakin baik pula tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian
obat.
1 Dukungan Emosional
Baik 33 61.1 0.350 0.009
Kurang 21 38.9
Jumlah 54 100
2 Dukungan Instrumental
Baik 32 59.3
0.326 0.016
Kurang 22 40.7
Jumlah 54 100
3 Dukungan Informasi
Baik 31 57.4 0.303 0.026
Kurang 23 42.6
Jumlah 54 100
dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan dukungan emosional secara baik
sebanyak 33 orang (61.1%) dan 21 orang (38.9%) dengan dukungan emosional secara
kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.350 dan p=0.009 (p<0,05) yang artinya
semakin baik dukungan emosional dari keluarga maka semakin baik pula tingkat
instrumental secara kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.326 dan p=0.016
(p<0,05) yang artinya semakin baik dukungan instrumental yang diterima penderita
dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan dukungan informasi secara baik
sebanyak 31 orang (57.4%) dan 23 orang (42.6%) dengan dukungan informasi secara
kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.350 dan p=0.009 (p<0,05) yang artinya
semakin baik dukungan informasi tentang penyakit kusta maka semakin baik pula
menggunakan uji regresi logistik berganda untuk menguji pengaruh persepsi tentang
penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam
yang mempunyai nilai p-value <0,25 namun pada hasil analisis bivariat terdapat 7
(tujuh) variabel dengan nilai p-value <0,05 sehingga langsung diikutkan dalam
beratnya penyakit, variabel (2) persepsi risiko penyakit kusta, variabel (3) persepsi
konsekuensi tidak teratur minum obat, variabel (4) persepsi tindakan pencegahan
kecacatan (5) dukungan emosional, variabel (6) dukungan instrumental dan variabel
(7) dukungan informasi. Dapat dilihat pada Tabel 4.24.di bawah ini.
diuji secara serempak dengan metode enter menunjukkan hanya terdapat 4 (empat)
variabel yang mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan
penderita dalam pemakaian obat penderita kusta (p<0,005) yaitu variabel persepsi
beratnya penyakit dengan nilai p-value= 0,0.47 dengan nilai β=0,301, variabel
persepsi risiko penyakit kusta dengan nilai p-value= 0,042 dengan nilai β=0,223
variabel persepsi konsekuensi tidak teratur berobat dengan nilai p-value= 0,033
nilai p-value= 0,052 dengan nilai β=0,776 sehingga dapat dibuat model regresi
F (x) = 1
(0.273-1.039 X 1 + 0,223 X 2 + 0.301 X 3 + 0,776 X 4 )
1+e
Keterangan:
X 1 = persepsi konsekuensi tidak teratur berobat
X 2 = persepsi risiko penyakit kusta
X 3 = persepsi beratnya penyakit
penderita kusta. Dapat di ketahui bahwa secara keseluruhan model regresi logistik
faktor-faktor risiko yang ada terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian
PEMBAHASAN
(79.6%) memiliki persepsi beratnya penyakit kusta secara baik untuk patuh dalam
penyakit kusta secara kurang untuk patuh dalam pemakaian obat kusta. Dimana
penderita penyakit kusta yang memiliki persepsi beratnya penyakit kusta secara baik
5 kali berpeluang lebih patuh dalam pemakaian obat kusta di bandingkan dengan
penderita penyakit kusta yang memiliki persepsi beratnya penyakit kusta secara
Hal ini dapat saja terjadi dikarenakan penyakit kusta merupakan penyakit yang
telah ada sejak lama, sehingga pengetahuan penderita tentang perjalanan serta
merupakan penyakit yang dapat menular dalam kontak lama dengan penderita kusta
dan juga dapat disembuhkan bila teratur dalam pemakaian obat serta bukan
merupakan penyakit akibat kutukan, persepsi seperti ini telah lazim karena bila
semakin berat derajat penyakit seseorang maka akan semakin besar motivasi untuk
dapat sembuh dari penyakitnya dan berusaha untuk berobat secara teratur.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Oesman (1991) bahwa ada hubungan
yang bermakna antara beratnya penyakit terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam
Sebagian besar responden yang memiliki persepsi risiko penyakit kusta untuk
kepatuhan dalam pemakaian obat secara baik sebanyak 30 orang responden (55.6%)
dan persepsi resiko penyakit kusta untuk kepatuhan dalam pemakaian obat kusta
secara kurang sebanyak 24 orang responden (44.4%), penderita penyakit kusta yang
memiliki persepsi risiko penyakit kusta secara baik berpeluang 5 kali lebih patuh
dalam pemakaian obat kusta di bandingkan dengan penderita penyakit kusta yang
memiliki persepsi risiko penyakit kusta secara kurang untuk patuh dalam pemakaian
obat kusta.
Ini dapat terjadi bila penderita tidak berobat secara teratur maka berisiko untuk
menderita kecacatan seumur hidup dan kematian serta menularkan kepada orang lain
beratnya resiko yang akan diterima penderita menimbulkan persepsi yang menjadi
faktor pendorong dalam memotivasi penderita untuk dapat sembuh, kesadaran serta
kemauan sangat di perlukan terutama dalam pemeriksaan dini bila timbul gejala awal
disertai pemeriksaan yang akurat sehingga tidak terlambat dalam menentukan suspect
penderita kusta bagi petugas kesehatan. Perawatan luka sangat penting untuk
diketahui oleh penderita agar tidak terjadi kecacatan seumur hidup serta keteraturan
berobat oleh penderita kusta untuk meminimalisasikan resiko penularan pada anggota
persepsi risiko penyakit kusta terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam teratur
untuk patuh dalam pemakaian obat secara baik sebanyak 31 orang responden (57.4%)
konsekuensi tidak teratur berobat secara baik berpeluang 10 kali lebih patuh dalam
pemakaian obat kusta di bandingkan dengan penderita penyakit kusta yang memiliki
persepsi konsekuensi tidak teratur berobat secara kurang untuk patuh dalam
Hal ini dapat saja terjadi karena responden bergaul dan terbuka untuk
penyakit menular yang paling tidak menular kepada orang lain dan lebih berisiko
pada responden yang tidak teratur berobat misalnya penderita kusta dengan tipe MB.
Hal ini sejalan dengan penelitian Hastuti (1996) bahwa penderita yang berobat
atau yang tidak berobat secara teratur pada penderita kusta tipe MB sekitar tiga kali
Peran petugas sangat penting diharapkan agar lebih aktif untuk mendatangi
rumah-rumah responden yang tidak teratur berobat karena penyakit kusta tipe MB
sangat berpotensial menularkan kepada orang lain, disamping itu walaupun berobat,
teratur berobat dengan tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat dimana
faktor eksternal maupun faktor internal. faktor internal merupakan faktor yang
kepribadian, tingkat pendidikan, pengetahuan, nilai yang dipercaya dsb. Namun tidak
dapat diingkari jika faktor eksternal juga merupakan faktor yang memperkuat
ataupun masyarakat umumnya, sehingga banyak ditemui penderita yang tidak teratur
dukun/orang pintar atau keluarga beranggapan tidak ada guna berobat secara medis.
Basaria (2007) faktor internal dan eksternal terhadap kepatuhan minum obat
penderita kusta di Kabupaten Asahan tahun 2007 adalah jenis kelamin, pendidikan,
Konsekuensi yang ditanggung oleh penderita merupakan beban berat baik secara
moril maupun materil yang harus di tanggung seumur hidup. Walaupun pengobatan
penderita kusta merupakan program gratis dari pemerintah namun bila pemakaian
obat tidak teratur karena jenuh akibat pengobatan yang membutuhkan waktu relatif
lama maka sia-sia pengobatan yang telah dilakukan dan menghabiskan waktu secara
percuma, karena kepatuhan dalam pemakaian obat kusta merupakan jalan keluar serta
kunci dari kesembuhan bagi penderita bila penderita berobat secara teratur disamping
akan sembuh juga masih ada kesempatan serta waktu untuk melakukan kegiatan yang
bermanfaat seperti bekerja dan mencari nafkah karena penderita pada umumnya
untuk patuh dalam pemakaian obat secara baik 30 orang (55.6%) dan persepsi
tindakan pencegahan kecacatan untuk patuh dalam pemakaian obat kusta secara
kurang sebanyak 24 orang (44.4%), penderita penyakit kusta yang memiliki persepsi
tindakan pencegahan kecacatan secara baik berpeluang 8 kali lebih patuh dalam
pemakaian obat kusta di bandingkan dengan penderita penyakit kusta yang memiliki
persepsi tindakan pencegahan kecacatan secara kurang untuk patuh dalam pemakaian
obat kusta.
pencegahan kecacatan untuk patuh dalam pemakaian obat secara baik atupun kurang
baik, hal ini dapat saja terjadi karena persepsi tindakan pencegahan bukanlah hal
mutlak yang menjadi tanggung jawab petugas, melainkan harus ada kerjasama antara
petugas dan penderita. Tindakan pencegahan merupakan kegiatan rutin yang harus
dilakukan oleh penderita kusta dan menjadi tidak mungkin setiap hari petugas harus
mengkontrol keadaan penderita. Hal ini merupakan wajib bagi penderita untuk
alas kaki, pelindung kepala atau topi, mencegah kecacatan serta melakukan
pemeriksaan mata, kaki dan tangan setiap hari untuk melihat apakah ada luka baru
atau tidak, merendam kaki selama 20 menit dengan air biasa untuk mencegah kulit
kering karena kulit yang kering akan mengakibatkan luka-luka kecil yang kemudian
terinfeksi.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Gunadi (2000) di Rumah Sakit
Tugu Semarang, bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kecacatan dengan
sesorang untuk patuh minum obat agar cacat tidak bertambah berat.
pemakaian obat secara baik sebanyak 33 orang (61.1%) dan dukungan emosional
untuk patuh dalam pemakaian obat secara kurang sebanyak 21 orang (38.9%).
Keadaan seperti ini dapat terjadi pada awal masa perawatan dan pengobatan
medis, penderita penyakit kusta memiliki kecenderungan yang cukup besar untuk
mendapatkan bantuan atau dukungan sosial dari pihak eksternal sehingga penderita
kemampuan dirinya dalam menilai suatu keadaan memilih strategi penerimaan diri
yang efektif dan memperbaiki kembali rasa percaya diri penderita. Dukungan
emosional dapat membentuk kekuatan baru yang berguna bagi diri penderita saaat
menghadapi stress dan shock mental yang dialaminya yaitu berupa ungkapan
perhatian dan empati sehingga membuat penderita penyakit kusta merasa dipahami
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rachmalina dan Sunanti
(1999) bahwa peran anggota keluarga membantu penderita kusta minum obat. Dan
hasil penelitian Komaria (2000) juga mengatakan mereka yang sakit dalam mencari
terutama keluarga dan saudaranya, hal ini sejalan dengan pendapat Notoadmodjo
profesional, biasanya lebih dahulu meminta nasehat dari keluarga dan teman. Orang
yang didukung keluarga dalam melakukan sesuatu hal, cenderung akan melakukan
suatu hal, cenderung akan melakukan peraturan yang telah ditentukan, begitu juga
dengan pengobatan, bila didukung keluarga akan teratur minum obat, karena akan
pemakaian obat secara baik sebanyak 32 orang (59.3%) dan dukungan instrumental
Hal ini dapat saja terjadi dikarenakan perhatian dan kehangatan anggota
untuk merawat responden dan menemani saat berobat ataupun pemeriksaan rutin di
puskesmas atau rumah sakit sehingga timbul percaya diri yang dapat memberikan
kekuatan baru dan semangat untuk berusaha bangkit dan tidak mengecewakan
harapan keluarga untuk dapat sembuh secepatnya agar dapat beraktivitas seperti biasa
dan tidak menarik diri serta putus asa. Dukungan instrumental dari keluarga untuk
dalam minum obat merupakan suatu kerjasama yang sangat di butuhkan dikarenakan
pengobatan penyakit kusta relatif dalam jangka waktu yang lama sehingga
Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan pendapat Joenes (1998) bahwa
penyakit kronis membuat penderita lebih sering tidak patuh untuk minum obat karena
penyakit terlalu lama untuk sembuh. Menurut Depkes (2006) pengobatan untuk kusta
tipe Multi Baciller diberikan secara teratur dalam waktu 12-18 bulan pada tipe Paucci
Baciller selama 6-9 bulan, dengan jangka waktu tersebut penderita merasa bosan
pemakaian obat secara baik sebanyak 31 orang (57.4%) dan persepsi konsekuensi
tidak teratur berobat untuk patuh dalam pemakaian obat secara kurang sebanyak 23
orang (42.6%).
Ini dapat terjadi bila responden mendapatkan informasi yang benar tentang cara
serta pemakaian obat maka responden akan lebih mengetahui apa saja jenis obat yang
dikonsumsi, nasihat, pengarahan saran dan berbagai hal yang berkaitan dengan
transfer informasi pada penderita penyakit kusta. Dukungan ini dapat membantu
hal ini dapat membantunya menjadi lebih siap dalam menghadapi stress mengenai
dari kuesioner sehingga keterbatasan yang ada seperti dana dan waktu menyebabkan
merupakan sebagian dari faktor lain yang memengaruhi penderita dalam tingkat
kepatuhan dalam pemakaian obat kusta untuk itu perlu direkomendasikan pada
petugas program P2 kusta agar melakukan penilaian yang lebih objektif sesuai
6.1 Kesimpulan
tahun 2010.
6.2 Saran
optimal.
obat.
Hasnani., 2002. Kejadian Cacat Tingkat II Pada Penderita Kusta Dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002,
Jakarta : (http//digilid.litbang.depkes.go.id/)
__________, 2007. Promosi dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
NOMOR RESPONDEN :
Nama : _____________________
Pendidikan : (1) Tamat SD, (2) Tamat SLTP, (3) Tamat SLTA
(4) Tamat D-3/S-1
Petunjuk
Pilihlah salah satu jawaban yang bapak/ibu anggap benar
(1) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta merupakan penyakit yang tidak bisa
disembuhkan
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(3) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta dapat disebabkan oleh perilaku tidak
bersih dan tidak sehat
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(5) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta dapat menular melalui sentuhan
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(6) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta dapat ditularkan melalui air
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(4) Apakah menurut bapak/ibu anggota keluarga dapat tertular penyakit kusta jika
dalam rumah yang terdapat penderita kusta.
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(5) Apakah menurut bapak/ibu masyarakat juga dapat tertular penyakit kusta jika
dilingkungannya terdapat penderita kusta.
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(6) Apakah menurut bapak/ibu ibu hamil yang menderita kusta dapat menularkan
kusta juga kepada bayi yang dikandungnya?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(1) Apakah menurut bapak/ibu penderita kusta baik tipe MB maupun PB harus
teratur berobat?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(2) Apakah menurut bapak/ibu penderita kusta yang tidak teratur berobat dapat
menyebabkan kecacatan
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(3) Apakah menurut bapak/ibu penderita yang tidak teratur berobat dapat
menyebabkan kematian
a. Ya
b. Tidak
(4) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta hanya perlu diobati secara tradisional
(obat kampung)?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(5) Apakah menurut bapak/ibu penderita kusta yang tidak teratur dapat menularkan
ke orang lain
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(6) Apakah menurut bapak/ibu penderita kusta yang tidak teratur berobat sudah di
anggab sembuh?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(1) Menurut bapak/ibu pencegahan penyakit kusta dapat dilakukan oleh din sendini
pendenita kusta
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(2) Menurut bapak/ibu pencegahan penyakit kusta dapat dilakukan melalui hidup
bersih dan sehat
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(3) Menurut bapak/ibu pencegahan kecacatan pada pendenita kusta dapat dilakukan
melalui perawatan diri
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(6) Apakah menurut bapak/ibu menggunakan topi ketika berada diluar rumah dapat
mencegah kecacatan penderita kusta
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(7) Apakah menurut bapak ibu cara mencegah kecacatan adalah melalui pemeriksaan
mata, kaki dan tangan setiap han
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(8) Apakah menurut bapak/ibu berobat sampai selesai dapat mencegah kecacatan?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(9) Apakah menurut bapak/ibu pencegahan kecacatan dapat juga dilakukan dengan
merendam kaki 20 menit setiap hari.
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(10) Apakah menurut bapak/ibu secara tradisional (obat kampung) dapat juga
menghindari kecacatan?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
3. Apakah anggota keluarga peduli jika ibu mengalami keluhan nyeri, atau
lainnya?
a. Ya
b. Tidak
____________________________________________________________
____________________________________________________________
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 38 70.4 70.4 70.4
Perempuan 16 29.6 29.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tamat SD 25 46.3 46.3 46.3
Tamat SLTP 29 53.7 53.7 100.0
Total 54 100.0 100.0
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Petani/Buruh 29 53.7 53.7 53.7
Tidak Bekerja 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 5 Tahun 24 44.4 44.4 44.4
>= 5 tahun 30 55.6 55.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Frequency Table
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 35 64.8 64.8 64.8
Tidak 19 35.2 35.2 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 43 79.6 79.6 79.6
Kurang 11 20.4 20.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 32 59.3 59.3 59.3
Tidak 22 40.7 40.7 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 30 55.6 55.6 55.6
Kurang 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Frequencies
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 26 48.1 48.1 48.1
Tidak 28 51.9 51.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 31 57.4 57.4 57.4
Kurang 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 27 50.0 50.0 50.0
Tidak 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 27 50.0 50.0 50.0
Tidak 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 30 55.6 55.6 55.6
Kurang 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Keluarga 1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Keluarga 2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Keluarga 3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Keluarga 5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Keluarga 6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 32 59.3 59.3 59.3
Tidak 22 40.7 40.7 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Keluarga 7
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Keluarga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 33 61.1 61.1 61.1
Kurang 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Instrumental 1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Instrumental 2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Instrumental 3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Instrumental 4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Instrumental 6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Instrumental 7
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Instrumental
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 32 59.3 59.3 59.3
Kurang 22 40.7 40.7 100.0
Total 54 100.0 100.0
Frequencies
Dukungan Informasi 1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 35 64.8 64.8 64.8
Tidak 19 35.2 35.2 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Informasi 3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Informasi 4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 37 68.5 68.5 68.5
Tidak 17 31.5 31.5 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Informasi 5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Dukungan Informasi 6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 31 57.4 57.4 57.4
Kurang 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 41 75.9 75.9 75.9
Kurang 13 24.1 24.1 100.0
Total 54 100.0 100.0
Correlations
Correlations
Kepatuhan
Persepsi Berobat
Beratnya Penderita
Penyakit Kusta
Persepsi Beratnya Pearson Correlation 1 .360**
Penyakit Sig. (2-tailed) .007
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .360** 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .007
N 54 54
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Persepsi Kepatuhan
Resiko Berobat
Penyakit Penderita
Kusta Kusta
Persepsi Resiko Pearson Correlation 1 .281*
Penyakit Kusta Sig. (2-tailed) .040
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .281* 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .040
N 54 54
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Correlations
Persepsi Kepatuhan
Konsekuensi Berobat
Tidak Teratur Penderita
Berobat Kusta
Persepsi Konsekuensi Pearson Correlation 1 .303*
Tidak Teratur Berobat Sig. (2-tailed) .026
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .303* 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .026
N 54 54
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Persepsi Kepatuhan
Tindakan Berobat
Pencegahan Penderita
Kecacatan Kusta
Persepsi Tindakan Pearson Correlation 1 .368**
Pencegahan Kecacatan Sig. (2-tailed) .006
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .368** 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .006
N 54 54
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Correlations
Kepatuhan
Berobat
Dukungan Penderita
Keluarga Kusta
Dukungan Keluarga Pearson Correlation 1 .350**
Sig. (2-tailed) .009
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .350** 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .009
N 54 54
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Kepatuhan
Berobat
Dukungan Penderita
Instrumental Kusta
Dukungan Instrumental Pearson Correlation 1 .326*
Sig. (2-tailed) .016
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .326* 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .016
N 54 54
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Correlations
Kepatuhan
Berobat
Dukungan Penderita
Informasi Kusta
Dukungan Informasi Pearson Correlation 1 .303*
Sig. (2-tailed) .026
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .303* 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .026
N 54 54
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Classification Tablea,b
Predicted
Kepatuhan Berobat
Penderita Kusta Percentage
Observed baik kurang Correct
Step 0 Kepatuhan Berobat baik 41 0 100.0
Penderita Kusta kurang 13 0 .0
Overall Percentage 75.9
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step Variables PPBP 7.017 1 .008
0 PRPK 4.260 1 .039
PKTTB 4.969 1 .026
PTPK 7.315 1 .007
DK 6.633 1 .010
DIN 5.756 1 .016
DIF 4.969 1 .026
Overall Statistics 18.053 7 .012
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 19.061 7 .008
Block 19.061 7 .008
Model 19.061 7 .008
Model Summary
Predicted
Kepatuhan Berobat
Penderita Kusta Percentage
Observed baik kurang Correct
Step 1 Kepatuhan Berobat baik 40 1 97.6
Penderita Kusta kurang 9 4 30.8
Overall Percentage 81.5
a. The cut value is .500