Anda di halaman 1dari 123

PENGARUH PERSEPSI TENTANG PENYAKIT KUSTA DAN DUKUNGAN

KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PENDERITA DALAM


BEROBAT DI KECAMATAN JANGKA KABUPATEN BIREUEN
PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2010

Oleh

MASYKUR
067012016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH PERSEPSI TENTANG PENYAKIT KUSTA DAN DUKUNGAN
KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PENDERITA
DALAM PEMAKAIAN OBAT PENDERITA KUSTA DI
KECAMATAN JANGKA KABUPATEN BIREUEN
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2009

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MASYKUR
067012016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI TENTANG
PENYAKIT KUSTA DAN DUKUNGAN
KELUARGA TERHADAP TINGKAT
KEPATUHAN PENDERITA DALAM
PEMAKAIAN OBAT PENDERITA KUSTA
DI KECAMATAN JANGKA KABUPATEN
BIREUEN PROVINSI NANGGROE ACEH
DARUSSALAM TAHUN 2009
Nama Mahasiswa : MASYKUR
Nomor Induk Mahasiswa : 067012016
Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kebijakan dan Kesehatan

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si) (dr. Halinda Sari Lubis, MKKK)
Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)

Tanggal lulus : 29 Maret 2010

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji

Pada Tanggal : 29 Maret 2010 31

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si


Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK
2. Prof. Dr. Azhar tanjung, Sp.PD-KP-KAI, Sp.MK
3. drh. Hiswani, M.Kes

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI TENTANG PENYAKIT KUSTA DAN DUKUNGAN


KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PENDERITA
DALAM PEMAKAIAN OBAT PENDERITA KUSTA DI
KECAMATAN JANGKA KABUPATEN BIREUEN
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2010

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2010

MASYKUR
067012016/IKM

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu provinsi yang


mempunyai prevalensi yang tinggi penderita kusta, dan menempati urutan 9
(sembilan) dari 12 daerah dengan prevalensi kusta antara 1-2 per 10.000 penduduk.
Penyebaran penderita kusta di Provinsi NAD juga tidak merata dan daerah tertinggi
prevelansi kusta ditempati oleh Kabupaten Pidie dengan jumlah kasus 47 tipe Multi
Basiller (MB), 75 tipe Pausi Baciller (PB) dengan angka RFT sebesar 34,3%, disusul
Kabupaten Bireun dengan jumlah kasus 74 tipe Multi Basiller (MB), dan 18 tipe
Pausi Baciller (PB), dan angka Release From Treatment (RFT) 32,0%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi tentang
penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan dalam pemakaian
obat penderita kusta di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam. Jenis penelitian survai dengan tipe eksplanatory research.
Populasi adalah seluruh penderita kusta yang ada di wilayah kerja Puskesmas Jangka
Kabupaten Bireun dengan sampel seluruh populasi sebanyak 54 penderita dan
keluarga. Data diperoleh dari hasil survei penelitian
Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada α = 0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel persepsi tentang
penyakit kusta (beratnya penyakit kusta, resiko penyakit kusta, konsekuensi tidak
teratur berobat, pencegahan kecacatan) serta variabel dukungan keluarga (emosional,
instrumental, informasi) berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam
pemakaian obat di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen Tahun 2009 (p<0,05).
Besarnya pengaruh variabel bebas secara serentak adalah 33.4%. Variabel persepsi
konsekuensi tidak teratur berobat memiliki pengaruh paling dominan terhadap tingkat
kepatuhan penderita dalam pemakaian obat di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen
Tahun 2009 dimana (p=0,033) dan koefisien β =-1.039.
Disarankan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen agar
memberikan kesempatan kepada petugas P2 kusta untuk mengikuti pelatihan
sehingga dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar kualitas
pelayanan lebih optimal. Melakukan kegiatan penyuluhan secara intensif dengan
menyampaikan informasi baru mengenai penyakit kusta, menjadi pemotivator dan
bekerjasama dengan keluarga dalam mengawasi minum obat.

Kata kunci : Persepsi, Tingkat Kepatuhan Penderita, Kusta

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Province of Nanggroe Aceh Darussalam in 2006 had high prevalence of


leprosy and ranks 9th (ninth) of the 12 regions with a leprosy prevalence of 1-2 per
10,000 population. The spread of leprosy patients in the Province of Nanggroe Aceh
Darussalam were also not distribute. Pidie district had the highest leprosy
prevalence with 47 cases of Multi Basiller (MB), 75 cases of Pausi Baciller (PB) with
the RFT percentage at 34,3%, followed by Bireun District with 74 cases of Multi
Basiller (MB), and 18 Pausi Baciller (PB), with Release From Treatment (RFT)
percentage at 32.0%.
The purpose of this study was to analyze3 the influence of perceptions about
leprosy and families support on the level of compliance in the use of drugs in Bireuen
District in the Province of Nanggroe Aceh Darussalam. This was an explanatory
research. Populations were all leprosy patients in the working area of Bireuen
District Health Office with sample of 54 patients. Analysis of data were using
multiple logistic regression test at α = 0.05.
The results statistically showed that perception variable about leprosy
(leprosy level, the risk of leprosy, the consequences of irregular treatment, prevention
of disability) and family support (emotional, instrumental, information) influence on
the level of patient compliance in the intake of drugs in Bireuen District in 2009
(p<0.05). The amount of influence of independent variables simultaneously were
40.54%. Perception variable with the consequences of irregular drug intake had the
most dominant influence on the level of patient compliance in the intake of drugs in
2009 in Bireuen District where (p = 0.033) and coefficient β = 10.067.
It is recommended to Bireuen District Health Office : (1) TO provide training
opportunity for leprosy officers so that they can develop the knowledge and skills for
better service quality, (2) Should be intensively in dissemination information to
convey updated information about leprosy, in order that these officers can be
motivate and cooperate with the family to better monitor medication.

Keywords : Perception, the Level of Patient Compliance, Leprosy

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Pengaruh Persepsi Tentang Penyakit Kusta dan Dukungan Keluarga Terhadap

Tingkat Kepatuhan Penderita Dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta di Kecamatan

Jangka kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2010”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis dapat terlaksana berkat dukungan,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini

izinkanlah penulis untuk menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yaitu

Prof. dr. Cahiruddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K).

Selanjutnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, M.S

selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si

selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


Terima kasih penulis ucapkan kep[ada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku

ketua komisi pembimbing dan dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K, selaku anggota komisi

pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan

dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis muldai dari proposal hingga

penulisan tesis ini selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada drh. Hiswani, M.Kes dan

Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAI, Sp.MK, selaku penguji tesis yang telah

banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Tak terhingga terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada orangtua tercinta

Ayahanda Alm. M. Yusuf Milhy dan Ibunda Almh. Mudainah serta seluruh keluarga

yang telah banyak memberikan sumbangan moril dan materil.

Teristimewa buat istri tercinta dan tersayang Safriah serta ananda Rifky

Vernanda dan Inaya Alaika, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa

serta motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan

ini tepat waktu.

Selanjutnya terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa

yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam

Universitas Sumatera Utara


penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penulisan tesis ini

hingga selesai.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,

dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Februari 2010


Penulis

Masykur

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

MASYKUR, lahir pada tanggal 01 Februari 1965 di Lhokseumawe dengan

jumlah 12 bersaudara, tinggal di Kompleks Perumahan Helvetia Medan, Jl. Matahari

Raya No. 48 E.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Pendidikan SD Negeri No. 22 Banda

Aceh, tamat tahun 1977, SMP Negeri Matangglumpangdua Bireuen, tamat tahun

1980, SMA Iskandar Tsani Banda Aceh, tamat tahun 1983, SPPH Banda Aceh, tamat

tahun 1987, AKL Kabanjahe, tamat tahun 1998, FKM Muhammadiyah Banda Aceh,

tamat tahun 2005. Penulis menikah pada tahun 1990 dengan Safriah dan dikaruniai 2

orang anak putera dan puteri yang bernama Rifky Vernanda dan Inaya Alaika.

Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen

pada tahun 2002 dan menjadi Wasor P2 TB Kusta sejak tahun 2004 hingga sekarang.

Tahun 2006 penulis mengikuti Pendidikan Lanjutan S2 di Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP......................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Permasalahan ................................................................................ 9
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 9
1.4. Hipotesis ........................................................................................ 9
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................ 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 11


2.1. Defenisi Penyakit Kusta ............................................................... 11
2.2. Pengetahuan.................................................................................... 11
2.3. Sikap ......................................................................................... 12
2.4. Pencegahan Penyakit Kusta .......................................................... 13
2.4.1. Pencegahan Primer............................................................... 13
2.4.2. Pencegahan Sekunder........................................................... 14
2.4.3. Pencegahan Tersier .............................................................. 14
2.5. Pengobatan .................................................................................... 16
2.6. Kepatuhan Berobat Penderita Kusta .............................................. 19
2.7 Konsep Kepercayaan Terhadap Pengobatan Penyakit .................. 21
2.8 Persepsi Sehat Dan Sakit................................................................ 23
2.9. Dukungan Keluarga Terhadap Pengobatan Penyakit..................... 27
2.10. Landasan Teori............................................................................... 28
2.11. Kerangka Konsep Penelitian .......................................................... 30

BAB 3. METODE PENELITIAN .............................................................. 31


3.1. Jenis Penelitian ............................................................................. 31
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 31
3.3. Populasi dan Sampel ..................................................................... 31
3.4. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 32

Universitas Sumatera Utara


3.4.1.Data Primer .......................................................................... 32
3.4.2. Data Sekunder ..................................................................... 35
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ................................................. 36
3.6. Metode Pengukuran........................................................................ 37
3.7. Metode Analisis Data .................................................................... 39

BAB 4. HASIL PENELITIAN ....................................................................... 40


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... .... 40
4.2 Karakteristik Responden ................................................................ 44
4.2.1. Jenis Kelamin ....................................................................... 44
4.2.2. Pendidikan............................................................................ 44
4.2.3. Pekerjaan .............................................................................. 45
4.2.4. Lama Tenderita Kusta .......................................................... 46
4.3. Persepsi tentang Penyakit Kusta .................................................... 46
4.3.1.1 Distribusi responden berdasarkan uraian persepsi ............. 47
4.3.2 Distribusi responden berdasarkan uraian persepsi ................ 47
4.3.3 Distribusi responden berdasarkan uraian persepsi ................ 48
4.3.4 Distribusi responden berdasarkan uraian persepsi ................ 49
4.3.5 Distribusi responden berdasarkan uraian dukungan ............. 51
4.3.6 Distribusi responden berdasarkan uraian dukungan ............. 52
4.3.7 Distribusi responden berdasarkan uraian dukungan ............. 54
4.4. Dukungan Keluarga ................................................... ................... 58
4.5. Kepatuhan Berobat Penderita Kusta .............................................. 60
4.6 Analisis Bivariat............................................................................. 61
4.6.1. Hubungan Persepsi tentang Penyakit Kusta......................... 61
4.6.2. Hubungan Dukungan Keluarga............................................ 64
4.7. Analisis Multivariat.......................................................................... 65

BAB 5. PEMBAHASAN ................................................................................ 68


5.1. Pengaruh Persepsi Tentang Penyakit Kusta................................... 68
5.1.1. Pengaruh Persepsi Beratnya Penyakit.................................. 68
5.1.2. Pengaruh Persepsi Resiko Penyakit ..................................... 69
5.1.3. Pengaruh Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat...... 70
5.1.4. Pengaruh Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan .......... 71
5.2. Pengaruh Dukungan ...................................................................... 72
5.2.1. Pengaruh Dukungan Emosional........................................... 72
5.2.2. Pengaruh Dukungan Instrumental........................................ 73
5.2.3. Pengaruh Dukungan Informasi ............................................ 74
5.3. Keterbatasan Penelitian.................................................................... 75

Universitas Sumatera Utara


BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 77
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 77
6.2. Saran................................................................................................. 78

DAFTAR PUSTAKA
KUESIONER PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Dosis obat Tipe PB 1 : Lesi : 1...................................................................... 18


3.1. Validitas dan Reliabilitas ............................................................................. .33
3.2. Metode Pengukuran Variabel Independen............................................. 38
4.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan Di Kabupaten Bireun................... 41
4.2. Penderita Baru Murni Kusta Menurut Cara Penemuan.......................... 42
4.3 Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin................. 44
4.4 Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan........ 45
4.5. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan............... 45
4.6. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Menderita Kusta 46
4.7 Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi Beratnya ......... 47
4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi Risiko............. 48
4.9. Distribusi Frekuensi responden Berdasarkan Konsekuensi.................. 49
4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan.. 51
4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga.... 52
4.12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Ins.............. 53
4.13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Inf................................ 54
4.14. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori beratnya ......... 55
4.15. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori persepsi.......... 56
4.16. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori tidak teratur..... 57
4.17. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori tindakan .......... 58
4.18. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori dukungan ....... 59
4.19. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori dukungan ....... 59
4.20. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori dukungan ....... 60
4.21. Distrbusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori kepatuhan ...... 61
4.22. Hubungan Persepsi Tentang Penyakit Kusta Dengan Tingkat ........... 62
4.23. Hubungan Persepsi Tentang Penyakit Kusta Dengan Tingkat ........... 64
4.24. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda................................................... 66

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hasil Uji Reliabilitas ............................................................................... 81


2. Kuisioner penelitian ............................................................................... 90
3. Tabel Frekuensi ...................................................................................... 98
4. Hasil Uji Pearsons Correlations ............................................................ 110
5. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda ...................................................... 113

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu provinsi yang


mempunyai prevalensi yang tinggi penderita kusta, dan menempati urutan 9
(sembilan) dari 12 daerah dengan prevalensi kusta antara 1-2 per 10.000 penduduk.
Penyebaran penderita kusta di Provinsi NAD juga tidak merata dan daerah tertinggi
prevelansi kusta ditempati oleh Kabupaten Pidie dengan jumlah kasus 47 tipe Multi
Basiller (MB), 75 tipe Pausi Baciller (PB) dengan angka RFT sebesar 34,3%, disusul
Kabupaten Bireun dengan jumlah kasus 74 tipe Multi Basiller (MB), dan 18 tipe
Pausi Baciller (PB), dan angka Release From Treatment (RFT) 32,0%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi tentang
penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan dalam pemakaian
obat penderita kusta di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam. Jenis penelitian survai dengan tipe eksplanatory research.
Populasi adalah seluruh penderita kusta yang ada di wilayah kerja Puskesmas Jangka
Kabupaten Bireun dengan sampel seluruh populasi sebanyak 54 penderita dan
keluarga. Data diperoleh dari hasil survei penelitian
Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada α = 0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel persepsi tentang
penyakit kusta (beratnya penyakit kusta, resiko penyakit kusta, konsekuensi tidak
teratur berobat, pencegahan kecacatan) serta variabel dukungan keluarga (emosional,
instrumental, informasi) berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam
pemakaian obat di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen Tahun 2009 (p<0,05).
Besarnya pengaruh variabel bebas secara serentak adalah 33.4%. Variabel persepsi
konsekuensi tidak teratur berobat memiliki pengaruh paling dominan terhadap tingkat
kepatuhan penderita dalam pemakaian obat di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen
Tahun 2009 dimana (p=0,033) dan koefisien β =-1.039.
Disarankan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen agar
memberikan kesempatan kepada petugas P2 kusta untuk mengikuti pelatihan
sehingga dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar kualitas
pelayanan lebih optimal. Melakukan kegiatan penyuluhan secara intensif dengan
menyampaikan informasi baru mengenai penyakit kusta, menjadi pemotivator dan
bekerjasama dengan keluarga dalam mengawasi minum obat.

Kata kunci : Persepsi, Tingkat Kepatuhan Penderita, Kusta

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Province of Nanggroe Aceh Darussalam in 2006 had high prevalence of


leprosy and ranks 9th (ninth) of the 12 regions with a leprosy prevalence of 1-2 per
10,000 population. The spread of leprosy patients in the Province of Nanggroe Aceh
Darussalam were also not distribute. Pidie district had the highest leprosy
prevalence with 47 cases of Multi Basiller (MB), 75 cases of Pausi Baciller (PB) with
the RFT percentage at 34,3%, followed by Bireun District with 74 cases of Multi
Basiller (MB), and 18 Pausi Baciller (PB), with Release From Treatment (RFT)
percentage at 32.0%.
The purpose of this study was to analyze3 the influence of perceptions about
leprosy and families support on the level of compliance in the use of drugs in Bireuen
District in the Province of Nanggroe Aceh Darussalam. This was an explanatory
research. Populations were all leprosy patients in the working area of Bireuen
District Health Office with sample of 54 patients. Analysis of data were using
multiple logistic regression test at α = 0.05.
The results statistically showed that perception variable about leprosy
(leprosy level, the risk of leprosy, the consequences of irregular treatment, prevention
of disability) and family support (emotional, instrumental, information) influence on
the level of patient compliance in the intake of drugs in Bireuen District in 2009
(p<0.05). The amount of influence of independent variables simultaneously were
40.54%. Perception variable with the consequences of irregular drug intake had the
most dominant influence on the level of patient compliance in the intake of drugs in
2009 in Bireuen District where (p = 0.033) and coefficient β = 10.067.
It is recommended to Bireuen District Health Office : (1) TO provide training
opportunity for leprosy officers so that they can develop the knowledge and skills for
better service quality, (2) Should be intensively in dissemination information to
convey updated information about leprosy, in order that these officers can be
motivate and cooperate with the family to better monitor medication.

Keywords : Perception, the Level of Patient Compliance, Leprosy

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Selain menimbulkan masalah kesehatan

penyakit kusta juga dapat menimbulkan masalah sosial, maka penanganan penderita

kusta harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu.

Terbentuknya ANEK (Aliansi Nasional Eliminasi kusta) pada peringatan hari

kusta sedunia di Makassar pada tahun 2002, telah melahirkan komitmen, kebijakan

dan strategi untuk mencapai eliminasi kusta di tingkat propinsi maupun kabupaten

(ANEK,2006). Namun mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka

diperlukan pengendalian secara terpadu dan menyeluruh melalui strategi yang sesuai

dengan endemisitas penyakit kusta, selain itu juga harus diperhatikan rehabilitasi

medis dan sosial untuk meningkatkan kualitas hidup mantan penderita kusta (Depkes

RI, 2005).

Penyakit kusta merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium leprae yang terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ

tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Mycobacterium leprae untuk pertama kali

ditemukan oleh G.A. Hansen dalam tahun 1873 (Depkes RI, 2005).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam pemberantasan penyakit

menular, bahkan telah dimulai sejak 1951 sampai sekarang. Indonesia telah

Universitas Sumatera Utara


mendapatkan bantuan dana dari WHO melalui Global Fund, bahkan juga sudah ada

dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Daerah (APBD), dan

dilihat dari fasilitas dan ketersediaan obat-obat juga tersedia secara lengkap sampai ke

unit-unit pelayanan kesehatan dasar di Indonesia, namun angka kesakitan kusta masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menempuh langkah-langkah

pemberantasan kusta melalui peningkatan penemuan kasus baru, pemberian obat dan

pemantauan pengobatan secara rutin, pendidikan dan pelatihan bagi petugas kusta,

memberikan pengobatan secara gratis, melakukan upaya intensif terhadap

pencegahan kecacatan, serta peningkatan penyuluhan perawatan diri bagi penderita

kusta, namun secara implisit masih belum menunjukkan hasil yang

memuaskan.(Depkes RI, 2006).

Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-

beda. Di antara 122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98 negara telah mencapai

eliminasi kusta yaitu prevalensi rate di bawah 1 per 10.000 penduduk. Lebih dari

10.000.000 penderita telah di sembuhkan dengan Multi Drug Therapy (MDT). Pada

akhir tahun 1999 di jumpai 641.091 kasus masih dalam pengobatan pada tahun 2000.

Di antara 11 negara penyumbang penderita kusta di dunia, Indonesia menempati

urutan ke empat setelah India, Brazil dan Myanmar. Walaupun suatu negara telah

mencapai eliminasi, tidak berarti bahwa kusta tidak lagi menjadi masalah.

Nampaknya kasus kusta akan terus ada, setidaknya hingga beberapa tahun ke depan

(Depkes RI, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Selama kurun waktu 2000-2005, di Indonesia jumlah penderita kusta secara

umum mengalami fluktuasi, dari 21.964 kasus (tahun 2000), menurun menjadi 19.695

kasus (2005), dengan prevalensi 0,98 per 10.000 penduduk. Proporsi kusta jenis

Multi Basiller (MB) sebesar 79,4%, dan proporsi penderita kusta jenis Pausi Baciller

(PB) sebesar 20,59% dengan proporsi Release From Treatment (RFT), masih 75,2%.

Keadaan ini menunjukkan bahwa prevalensi penderita kusta dan insidens penderita

kusta di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dibandingkan

dengan standar yang telah direkomendasikan Depkes RI, yaitu RFT harus 90%, dan

insidens penderita kusta harus < 1 per 10.000 penduduk.

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu provinsi yang

mempunyai prevalensi yang tinggi penderita kusta, dan menempati urutan 9

(sembilan) dari 12 daerah dengan prevalensi kusta antara 1-2 per 10.000 penduduk,

sedangkan urutan pertama ditempati oleh Provinsi Maluku Utara dengan prevalensi

RFT sebesar 10,32 per 10.000 penduduk (Depkes RI, 2005). Penyebaran penderita

kusta di Provinsi NAD juga tidak merata, dan daerah tertinggi prevelansi kusta

ditempati oleh Kabupaten Pidie dengan jumlah kasus 47 tipe Multi Basiller (MB), 75

tipe Pausi Baciller (PB) dengan angka RFT sebesar 34,3%, disusul Kabupaten

Bireuen dengan jumlah kasus 74 tipe Multi Basiller (MB), dan 18 tipe Pausi Baciller

(PB), dan angka Release From Treatment (RFT) 32,00%. Keadaan tersebut sangat

jelas menunjukkan prevalensi dan insiden kusta masih tinggi di provinsi NAD (Dinas

Kesehatan Provinsi NAD, 2006).

Di propinsi NAD, Kabupaten Bireuen menempati urutan kedua prevalensi

tertinggi penderita kusta yang tersebar 17 wilayah kerja puskesmas, dengan jumlah

Universitas Sumatera Utara


kasusnya setiap tahun berfluktuasi, di mana tahun 2005 terdapat 28 kasus (0,76 per

10.000 penduduk), kemudian menjadi 71 Kasus pada tahun 2006 (2,0) per 10.000

penduduk), kemudian ditemukan lagi kasus baru sehingga menjadi menjadi 92 kasus

(2,52 per 10.000 penduduk) pada tahun 2007, sedangkan rata-rata angka RFT masih

79,5%. Hal ini menunjukkan Kabupaten Bireuen masih sangat berpotensi terhadap

penularan penyakit kusta dan peningkatan penemuan kasus kusta pada tahun-tahun

mendatang.

Menurut hasil Monitoring dan Evaluasi tahun 2007 yang dilaksanakan pada

bulan Januari tahun 2008 di Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, kendala yang

paling utama di dalam penanganan penderita kusta, kurangnya dukungan masyarakat

termasuk keluarga serta stigma yang keliru terhadap penyakit kusta dan penderita

penyakit kusta.

Salah satu kecamatan paling banyak penderita kusta adalah kecamatan

Jangka, yaitu sebanyak 54 kasus, dan mayoritas terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak

34 orang (65,3%), dan 18 orang perempuan (34,7%). Selain itu berdasarkan catatan

Puskesmas Jangka (2008) 72,9% terjadi pada penduduk usia lebih dari 15 tahun. Hal

ini menunjukkan bahwa fenomena kejadian penyakit kusta lebih dominan terjadi pada

laki-laki dibandingkan wanita dan menyerang kelompok penduduk usia produktif.

Sedangkan dilihat dari kepatuhan berobat, dari 54 kasus kusta, masih ada 16 pendeita

kusta (29,6%) tidak menyelesaikan pengobatan sampai dengan tuntas, sehingga

berdampak terhadap kesinambungan proses pengobatan dan kesembuhan penderita

kusta.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Roos (1989) penderita kusta dapat disembuhkan. Kesembuhan ini

diperoleh melalui diagnosis awal, pengobatan dini dan teratur. Melalui tiga hal pokok

tersebut hampir semua kasus kusta dapat disembuhkan, dan sebagian besar kerusakan

serta kecacatan dapat dicegah. Mengingat pengobatan penyakit kusta memerlukan

waktu yang lama dan kepatuhan, sehingga diperlukan program promosi kesehatan

dalam rangka memberikan pemahaman, pengertian dan menumbuhkan ketaatan

penderita kusta untuk melaksanakan perawatan diri secara teratur, minum obat, dan

memelihara kebersihan diri.

Menurut Depkes RI (2006), rendahnya angka cakupan RFT rate di Indonesia

adalah karena masih banyak penderita kusta tidak terus menerus mengkonsumsi obat

yang telah diberikan, selain itu petugas kesehatan tidak melakukan monitoring

terhadap rutinitas pengobatan penderita kusta, serta masih ada stigma di masyarakat

bahwa penyakit kusta tidak dapat disembuhkan, bahkan pada penderita itu sendiri.

Kepatuhan berobat pada prinsipnya adalah bagian dari perilaku kesehatan

dalam konteks kuratif. Beberapa penelitian yang dinilai relevan dengan kepatuhan

berobat seperti penelitian Masduki (1993) di Kabupaten Kuningan Jawa Barat, bahwa

faktor sosiodemografi seperti pekerjaan, pendidikan, dan pengetahuan berpengaruh

terhadap kepatuhan berobat penderita kusta, ketersediaan sarana dan pra sarana

pelayanan kesehatan, serta efek samping penggunaan obat. Selain itu menurut WHO

(2003), dalam konteks kepatuhan berobat peran petugas sangat penting dalam

mengawasi rutinitas dan kesesuaian penggunaan obat.

Ketaatan meminum obat ditunjukkan oleh pasien yang tidak pernah lupa

membawa obat dan meminumnya. Pasien justru berusaha untuk tidak lupa membawa

Universitas Sumatera Utara


dan minum obat. Kesadaran akan keadaan lupa dan niat untk melakukan pengobatan

secara teratur, menjadi faktor predisposisi yaitu faktor yang memudahkan munculnya

perilaku untuk taat meminum obat (WHO, 2003)

Sedangkan menurut penelitian Pramono (2005) di RS kusta Tugurejo

Semarang, bahwa salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan

pengobatan penderita kusta adalah promosi kesehatan, dalam bentuk sosialiasi door

to door, serta komitmen petugas kesehatan dalam melakukan tugas-tugasnya dalam

mengawasi proses pengobatan penderita kusta.

Hasil survai awal yang dilakukan pada bulan April 2008 di Desa Cot Ara dan

Alue Buya Pasi Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam, bahwa masih ada penduduk di lingkungan penderita kusta merasa “risih”

dan tidak mau melakukan aktivitas bersama dengan penderita kusta, bahkan ada

beberapa penderita kusta yang dikucilkan dari pemukiman. Wawancara dengan 3

(tiga) petugas kusta Puskesmas, rata-rata mereka hanya mencatat jumlah kasus

sebagai tuntutan program puskesmas saja, namun tidak melakukan tindakan

monitoring terhadap penderita kusta sampai dinyatakan selesai makan obat. Beberapa

catatan wawancara tersebut mengindikasikan bahwa pemahaman tentang penyakit

kusta masih rendah dimasyarakat, sehingga berdampak terhadap kepatuhan penderita

kusta untuk berobat sampai dinyatakan RFT.

Menurut Sunarsih (2002) yang dikutip oleh Suhadi (2005), ada beberapa

faktor yang memengaruhi ketaatan pasien dalam penggunaan obat, antara lain

budaya, kepercayaan pasien, sikap dan ketrampilan komunikasi dokter dan pemberi

Universitas Sumatera Utara


obat, keterbatasan waktu konsultasi, kurangnya informasi tertulis, serta kepercayaan

masyarakat tentang pemberian obat.

Nukman (1997) melaporkan, kelalaian berobat dapat dicegah dengan

memperhatikan faktor-faktor: sarana, penderita sendiri, keluarga, masyarakat

lingkungan dan faktor sosio ekonomi. Faktor sarana ditentukan oleh tersedianya obat

yang cukup dan kontinyu dan dedikasi petugas pelayanan kesehatan yang cukup baik.

Kepatuhan berobat penderita kusta dapat disinergiskan dengan kepercayaan

terhadap pelayanan kesehatan sesuai dengan konsep Health Belief Model (HBM)

yang dikemukakan oleh Rosentock (1980), bahwa kepercayaan individu terhadap

pelayanan kesehatan dalam hal ini kepatuhan berobat mencakup lima unsur utama

yaitu: persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit (perceived

susceptibility), pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut (perceived

seriousness), makin berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya

bahwa individu terserang penyakit tersebut, makin dirasakan besar ancamannya

(perceived threats).

Penelitian Fajar (2002) di Kabupaten Gresik, bahwa sikap penderita kusta

terhadap pengobatan penyakit kusta berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat,

dan sejalan dengan penelitian Oesman (1993) di Tanggerang, bahwa secara statistik

terdapat pengaruh signifikan kepercayaan penderita kusta terhadap kepatuhan

berobat.

Penanggulangan penyakit kusta akan berhasil guna, jika masyarakat ikut serta

membantu petugas kesehatan dalam pencarian penderita kusta baru, pemantauan

Universitas Sumatera Utara


minum obat bagi penderita yang sudah mulai berobat, memberikan penyuluhan

kepada masyarakat di wilayah yang endemis kusta.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gagalnya pengobatan penderita

kusta adalah faktor keluarga yaitu rendahnya pengetahuan keluarga tentang

perawatan, dan pengobatan penderita kusta, minimnya dukungan masyarakat

terhadap upaya penanggulangan penyakit kusta, bahkan adanya perilaku diskriminatif

terhadap penderita kusta, sehingga penderita kusta tidak mau melakukan pengobatan

secara rutin ke puskesmas atau minum obat sampai selesai, selain itu juga peran

petugas kesehatan yang relatif kurang dalam memberikan penyuluhan kesehatan,

penemuan kasus baru serta masih lemahnya pemantauan petugas kesehatan terhadap

penderita kusta (Depkes RI, 2006).

Penelitian Racmawati dan Sunanti (1999) di Kabupaten Bangkalan bahwa

peran keluarga sangat penting dalam meningkatkan motivasi penderita kusta untuk

berobat secara teratur. Peran tersebut diwujudkan melalui pemantauan terhadap

jadwal minum obat dan mengamatinya sampai benar-benar minum obat secara

sempurna.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian

tentang pengaruh persepsi tentang penyakit dan dukungan keluarga terhadap tingkat

kepatuhan dalam pengobatan penderita kusta di Kecamatan Jangka Kabupaten

Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah pengaruh persepsi tentang penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap

tingkat kepatuhan dalam pemakaian obat penderita kusta di Kecamatan Jangka

Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi tentang

penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam

berobat di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

1.4 Hipotesis Penelitian

Persepsi tentang penyakit kusta dan dukungan keluarga berpengaruh terhadap

tingkat kepatuhan dalam berobat penderita kusta di Kecamatan Jangka Kabupaten

Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan manfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dalam

perencanaan pemberantasan penyakit kusta di wilayah kerjanya.

2. Memberikan masukan kepada puskesmas dalam peningkatan pemantauan

pengobatan penderita kusta sampai selesai berobat dan dinyatakan RFT

3. Konstribusi terhadap peningkatan dan pengembangan ilmu administrasi kebijakan

kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit kusta

Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah

penyakit kronik disebabkan kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali

menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran

pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis.

Menurut Depkes RI (1996) penyakit kusta adalah penyakit menular yang

menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang

syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Depkes RI (2006) penyakit

kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat

kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai

masalah sosial, ekonomi, dan psikologis.

2.2 Pengetahuan

Definisi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005) adalah hasil penginderaan

manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang

dimilikinya.Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Teori L.W. Green dalam Notoatmojo (1993),

menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor awal dari suatu perilaku yang

diharapkan dan pada umumnya berkorelasi positif dengan prilaku. Menurut Azwar

(2007) fungsi pengetahuan mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk

Universitas Sumatera Utara


mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Menurut

Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Masduki (1993), di Kabupaten Kuningan

Jawa Barat pengetahuan mempunyai hubungan terhadap kepatuhan berobat pada

penderita kusta. Apabila penderita kusta memiliki pengetahuan yang baik dan

memadai tentang penyakit kusta, cara pengobatannnya, jenis obat,cara memakan obat

tersebut dan akibat bila tidak patuh meminum obat yang akan berakibat buruk

terhadap dirinya akan mampu mengimplementasikannya di dalam kehidupannya

sehari-hari maka diharapkan angka kesembuhan pada penderita kusta meningkat.

Rendahnya pengetahuan tentang kusta dan masih kuatnya stigma terhadap penyakit

kusta sangat berpengaruh terhadap ketaatan penderita untuk minum obat.

2.3 Sikap

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang, tidak

senang, setuju dan tidak setuju, baik dan tidak baik). Menurut Newcomb dalam

Notoatmodjo (2005) sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Menurut Thurstone dan Likert dalam

Azwar (2007) sikap adalah suatu bentuk evaluasi, reaksi perasaan yang mendukung,

memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek

tersebut. Menurut Taylor dalam Azwar (2007) ketaatan penderita minum obat sering

diartikan sebagai usaha pasien untuk mengendalikan perilakunya apakah pasien

Universitas Sumatera Utara


mengikuti apa yang dianjurkan oleh petugas untuk dilaksanakan guna mencapai

kesembuhan.

2.4 Pencegahan Penyakit kusta

2.4.1. Pencegahan primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :

a. Penyuluhan kesehatan

Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena

penyakit kusta dan memiliki risiko tertular karena berada di sekitar atau dekat dengan

penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan

memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan

tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan

kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara,

meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan

penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat

(Depkes RI, 2005a)

b. Pemberian imunisasi

Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta

seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun

1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan

perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat

memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan

Universitas Sumatera Utara


ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara

memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2005a).

2.4.2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :

a. Pengobatan pada penderita kusta

Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan,

menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah

bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug

therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut

merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).

2.4.3. Pencegahan tertier

a. Pencegahan cacat kusta

Pencegahan tertier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita.

Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :

i. Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum

cacat, pengobatan secara teratur dan penanganan reaksi untuk mencegah

terjadinya kerusakan fungsi saraf.

ii. Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk

mencegah luka dan perawatan mata, tangan atau kaki yang sudah

mengalami gangguan fungsi saraf.

Universitas Sumatera Utara


b. Rehabilitasi kusta

Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi

penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat

secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai

dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat

secara umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan

integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang

lebih baik (Depkes RI, 2006)

Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi:

i. Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah

terjadinya kontraktur

ii. Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar

tidak mendapat tekanan yang berlebihan

iii. Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi

iv. Terapi okupsi ( kegiatan hidup sehari-hari ) dilakukan bila gerakan normal

terbatas pada tangan

v. Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat

Tujuan pencegahan penyakit kusta adalah merupakan upaya pemutusan mata

rantai penularan penyakit kusta. Berikut ini adalah mata rantai penularan penyakit

kusta (Depkes RI, 2006) :

Universitas Sumatera Utara


Kuman
Penyebab
M. leprae

Tuan rumah Sumber PENGOBATAN


yang kekebalan penularan
VAKSINASI kurang penderita kusta
MDT
Masih dalam
Pengembangan

Cara masuk : Cara keluar :


saluran napas saluran napas

Cara penularan utama


Saluran Napas (Droplet)

ISOLASI

Tidak dianjurkan

Gambar 1. Mata Rantai Penularan Penyakit kusta

2.5 Pengobatan

Setelah menegakkan diagnosa dan ternyata seseorang menderita kusta segera

diberikan pengobatan dengan kombinasi Multi Drug Therapy (MDT) secara gratis

dan dicatat oleh petugas dalam kartu penderita. Memberikan penderita dosis pertama

di puskesmas dan menganjurkan ambil obat secara teratur di puskesmas. Kemasan

blister obat kombinasi atau Multi Drug Ttherapy (MDT) adalah gratis, disimpan

ditempat yang kering, aman, teduh dan jauh dari jangkauan anak-anak. Selama

menjalani pengobatan penderita dapat menjalani kehidupan normal, dapat tinggal

Universitas Sumatera Utara


dirumah, pergi kesekolah, bekerja, bermain, menikah, mempunyai anak serta dalam

acara-acara sosial (Depkes RI, 2000).

Tujuan pengobatan penderita untuk memutuskan mata rantai penularan,

menyembuhkan penyakit penderita dan mencegah terjadinya cacat. Penderita yang

sudah cacat permanen, pegobatan yang dilakukan hanya mencegah cacat lebih lanjut.

Penderita kusta yang tidak meminum obat secara teratur maka kuman kusta dapat

aktif kembali dan menimbulkan gejala-gejala baru yang memperburuk keadaan

penderita. Pentingnya pengobatan sedini mungkin dan teratur minum obat agar tidak

timbul cacat yang baru.

Sejak tahun 1982 Indonesia memberikan pengobatan secara gratis pada

penderita kusta dengan kombinasi Multi Drug Therapy (MDT) yaitu kombinasi

Dapsone atau DDS (Diamino Diphenyl Sulfone), Lamprene atau Clofazimine dan

Rifampisin. Keuntungan Multi Drug Therapy (MDT) adalah: mengubah konsep dari

terapi panjang yang hanya mencegah perluasan penyakit ke terapi pendek yang

menyembuhkan penyakit, mencegah resistensi obat, meningkatkan ketaatan berobat

dari 50% ke 95%, mencegah deformitas secara lebih efisien dan menurunkan jumlah

kasus-kasus setiap tahunnya. Pengobatan pada penderita Pauci Baciler (PB) lesi 1

diberikan dosis tunggal ROM ( Rifampisin Ofloxacin Minocylin).

Tabel 1. Dosis Obat Tipe PB 1 : Lesi 1

Rifampicin Ofloxacin Minocyclin


Dewasa 50-70 kg 600mg 400mg 100mg
Anak 5-14 tahun 300 mg 200mg 50mg
Sumber : Depkes RI, 2005 a

Universitas Sumatera Utara


Obat yang diberikan pada penderita Tipe PB 1 Lesi 1 langsung di telan di

depan petugas dan apabila obat tersebut tidak ada maka sementara diobati dengan

dosis obat Pauci Baciler 2-5. Untuk tipe Pauci Baciler (PB) lesi 2-5, pada dewasa

pengobatan bulanan, hari pertama diminum di depan petugas 2 kapsul Rifampisin 600

mg dan 1 tablet Dapsone 100 mg, pengobatan harian hari ke 2- 28, 1 tablet Dapsone

100 mg 1 blister untuk 1 bulan dan diminum sebanyak 6 blister (Depkes RI, 2005a).

Untuk tipe Multi Baciler (MB) pada dewasa pengobatan bulanan, hari pertama

dosis diminum di depan petugas 2 kapsul Rifampisin 600 mg, 3 tablet Lampren 300

mg dan 1 tablet Dapsone 100 mg, pengobatan harian yang ke 2-28 hari 1 tablet

Lamprene 50 mg, 1 tablet dapsone 100 mg. Satu blister untuk 1 bulan dan diminum

sebanyak 12 blister.Untuk anak dibawah usia 10 tahun obat diberikan berdasarkan

berat badan dengan dosis sebagai berikut : Rifampisin 10-15 mg/kg BB, Dapsone 1-2

mg/Kg BB dan Clofazimin 1 mg/Kg BB (Depkes RI, 2005a).

2.5.1. Release from treatment

Penderita kusta tipe Pauci Baciler (PB) dan Multi Baciler (MB) setelah

menyelesaikan pengobatan sesuai dengan aturan maka dinyatakan Release From

Treatment (RFT) tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium yang artinya dianggap

sudah sembuh. Petugas harus memberikan keterangan tentang arti dan maksud

Release From Treatment (RFT) kepada penderita bahwa tipe Pauci Baciler (PB)

pengobatan 6 dosis selesai dalam waktu 6-9 bulan langsung dinyatakan sembuh untuk

tipe Multi Baciler (MB) pengobatan 12 dosis selesai dalam waktu 12-18 bulan

dinyatakan sembuh (Release From Treatment). Walaupun sudah sembuh petugas

tetap meyakinkan penderita bahwa bercak yang ada akan berangsur hilang dan

Universitas Sumatera Utara


menjelaskan cara mencegah terjadinya luka jika terjadi kecacatan yaitu dengan

memelihara tangan dan kaki dengan baik dan bila penderita melihat bercak kulit yang

baru atau tanda-tanda baru mereka harus datang kembali kontrol atau pemeriksaan

ulang ke puskesmas.

2.6 Kepatuhan Berobat Penderita kusta

Tujuan pengobatan penderita kusta adalah untuk memutuskan mata rantai

penularan, menyembuhkan penyakit penderita dan mencegah terjadinya kecacatan

atau bertambah cacat. Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman

kusta sehingga tidak berdaya merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit jadi

kurang aktif sampai akhirnya hilang (Depkes RI, 2006).

Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, pengobatan hanya dapat

mencegah cacat lebih lanjut. Bila penderita tidak minum obat secara teratur, maka

kuman kusta dapat menjadi aktif kembali, sehingga timbul gejala-gejala baru pada

kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan (Depkes RI, 2006).

Beberapa regimen yang direkomendasikan untuk pengobatan kusta, yaitu

Multi Drug Therapy (MDT), yaitu kombinasi dua atau lebih obat anti kusta, yang

salah satunya terdiri atas Rifampisin sebagai anti kusta yang sifatnya bakterisid kuat

dengan obat anti kusta lain yang bisa bersifat bakteriosttik.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pengobatan dilakukan oleh petugas

kesehatan dengan memonitor tanggal pengambilan obat, jika terlambat petugas harus

melacak penderita tersebut, dan melakukan pengamatan pemberian obat untuk TP PB

6 dosi (bilster) dalam jangka waktu 6-9 bulan, dan untuk penderita MB dengan 12

Universitas Sumatera Utara


dosis dalam jangka waktu 12-18 bulan dan jika penderita sudah minum obat sesuai

anjuran, maka dinyatakan Relase From Treatment tanpa perlu pemeriksaan

laboratorium (Depkes RI, 2006).

Kepatuhan yaitu tingkat/derajat di mana penderita suatu penyakit dalam hal

ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang

disarankan oleh dokter atau tim kesehatan lainnya, dan merupakan tingkat di mana

perilaku seseorang sesuai dengan saran praktisi kesehatan (Smet, 1994).

Menurut Taylor dalam Smet (1994), bahwa ketidakpatuhan merupakan salah

satu masalah yang berat dalam dunia medis, dan oleh karena itu sejak tahun 1960-an

sudah mulai diteliti di negara-negara industri. Secara umum, ketidakpatuhan

meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan dan dapat berakibat

memperpanjang atau memperburuk penyakit yang sedang diderita.

Kepatuhan penderita kusta untuk mengonsumsi obat dapat dilihat dari dosis

dan batas waktu sampai dinyatakan selesai berobat dan tergantung pada jenis kusta

yang dideritanya. Dikatakan teratur, jika penderita kusta sudah minum obat sampai 6

bulan untuk tipe PB dan 18 bulan untuk tipe MB, dan dinyatakan tidak teratur, jika

penderita kusta belum minum obat sampai 6 bulan untuk tipe PB dan 18 bulan untuk

tipe MB (Depkes RI, 2006).

2.7 Konsep Kepercayaan terhadap Pengobatan Penyakit

Kepercayaan individu terhadap upaya pengobatan dan pelayanan kesehatan

dapat merujuk pada konsep yang dikemukakan oleh Rosenstock dalam Sarwono

Universitas Sumatera Utara


(2004), yaitu tentang model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model). Model

kepercayaan kesehatan ini mencakup lima unsur utama, sebagai berikut:

a. Persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit (perceived

susceptibility). Mereka yang merasa dapat terkena penyakit tersebut akan lebih

cepat merasa terancam.

b. Pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut (perceived seriousness),

yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit itu.

c. Makin berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa

individu tersebut terserang penyakit tersebut, makin dirasakan besar ancamannya

(perceived threats). Ancaman ini mendorong individu untuk melakukan tindakan

pencegahan atau penyembuhan penyakit. Namun ancaman yang terlalu besar

malah menimbulkan rasa takut dalam diri individu yang justru malah

menghambatnya untuk melakukan tindakan karena individu tersebut merasa tidak

berdaya melawan ancaman tersebut. Guna mengurangi rasa terancam tersebut,

ditawarkanlah suatu alternatif tindakan oleh petugas kesehatan. Apakah individu

akan menyetujui alternatif yang diajukan petugas tergantung pada pandangannya

tentang manfaat dan hambatan dari pelaksanaan alternatif tersebut. Individu akan

mempertimbangkan apakah alternatif tersebut memang dapat mengurangi

ancaman penyakit dan akibatnya yang merugikan.

d. Namun sebaliknya, konsekuensi negatif dari tindakan yang dianjurkan tersebut

(biaya yang mahal, rasa malu, takut akan rasa sakit, dan sebagainya) seringkali

menimbulkan keinginan individu untuk justru menghindari alternatif yang

dianjurkan petugas kesehatan. Ini merupakan perceived benefits and barriers dari

Universitas Sumatera Utara


tindakan yang dianjurkan. Untuk akhirnya memutuskan menerima atau menolak

alternatif tindakan tersebut.

e. Faktor pencetus (cues to action) bisa datang dari dalam diri individu (munculnya

gejala-gejala penyakit itu) ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye

kesehatan, seorang teman atau anggota keluarga terserang oleh penyakit yang

sama, dan sebagainya). Bagi mereka yang memiliki motivasi yang rendah untuk

bertindak (misalnya yang tidak percaya bahwa dirinya akan terserang penyakit

tersebut, yang menganggap remeh akibat penyakit tersebut atau yang takut

menerima pengobatan) diperlukan rangsangan yang lebih intensif untuk

mencetuskan respons yang diinginkan, sebab bagi kelompok semacam ini

penghayatan subjektif terhadap hambatan/risiko negatif dari pengobatan

penyakitnya jauh lebih kuat daripada gejala objektif dari penyakit tersebut

ataupun pandangan/saran profesional petugas kesehatan. Tetapi bagi mereka yang

sudah termotivasi untuk bertindak, maka rangsangan sedikit saja sudah cukup

untuk menimbulkan respons tersebut (Sarwono, 2004).

Berdasarkan teori tersebut, maka kaitannya dengan penyakit kusta adalah

masih adanya perbedaan persepsi masyarakat dan penderita kusta sendiri tentang

penyakit yang dideritanya baik dilihat dari aspek penularan penyakit kusta,

penularanya, pencegahan, perawatan dan pengobatan penderita kusta

Universitas Sumatera Utara


2.8 Persepsi Sehat Dan Sakit

Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan akibat dari

berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,

sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.

Menurut Marasmis (2005) persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari

stimulus (rangsangan) yang diterima pancaindra, lalu diorganisasikan dan kemudian

diinterpretasikan terhadap objek yang diamatinya, sehingga individu dapat merasakan

dan mengerti apa yang diperoleh oleh indranya.

Persepsi terhadap suatu penyakit juga didasarkan pada hasil internalisasi dari

indera, dan setiap individu berbeda interpretasi terhadap stimulus yang diperoleh

inderanya.

Sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan

sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan

oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang pengetahuan ini

dalam tradisi klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan

(equilibrium model) seseorang dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas

dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini

tercakup dalam konsep tentang humors, ayurveda dosha, yin dan yang.

Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan kebijakan baru berdasarkan

paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan

kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah

kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan

lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan

Universitas Sumatera Utara


pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya

penyembuhan penduduk yang sakit. Pada intinya paradigma sehat memberikan

perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan,

memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap

sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan

tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan

daripada mengobati penyakit.

Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi

biomedik dan sosio kultural. Dalam bahasa Inggris dikenal kata disease dan illness

sedangkan dalam bahasa Indonesia, kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat

dari segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut.

Dengan disease dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses

biologik dan psikofisiologik pada seorang individu, dengan illness dimaksud reaksi

personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang

nyaman(1). Para dokter mendiagnosis dan mengobati disease, sedangkan pasien

mengalami illness yang dapat disebabkan oleh disease illness tidak selalu disertai

kelainan organik maupun fungsional tubuh.

Dalam konteks kultural, apa yang disebut sehat dalam suatu kebudayaan

belum tentu disebut sehat pula dalam kebudayaan lain. Di sini tidak dapat diabaikan

adanya faktor penilaian atau faktor yang erat hubungannya dengan sistem nilai

(Soejoeti, 2005).

Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif

terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan

Universitas Sumatera Utara


penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat

yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Ditinjau dari segi biologis

penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi

kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari keadaan

sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis

organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan

emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial

ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia

dan adat kebiasaan manusia atau kebudayaan (Lumentha 1989).

Menurut Djoh dalam Muchsin (2006), bahwa penelitian-penelitian dan teori-

teori yang dikembangkan oleh para antropolog seperti perilaku sehat (health

behavior), perilaku sakit (illness behavior) perbedaan antara illness dan disease,

model penjelasan penyakit (explanatory model ), peran dan karir seorang yang sakit

(sick role), interaksi dokter- perawat, dokter-pasien, perawat-pasien, penyakit dilihat

dari sudut pasien, membuka mata para dokter bahwa kebenaran ilmu kedokteran

modern tidak lagi dapat dianggap kebenaran absolut dalam proses penyembuhan.

Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh

individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat

adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan

kebugaran melalui olah raga dan makanan bergizi (Sarwono, 2003). Perilaku sehat

diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum

tentu mereka betul-betul sehat. Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan penyakit

Universitas Sumatera Utara


maka perilaku sakit dan perilaku sehat pun subyektif sifatnya. Persepsi masyarakat

tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu di

samping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat

mungkin menerapkan kriteria medis yang obyektif berdasarkan gejala yang tampak

guna mendiagnosis kondisi fisik individu.

Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang

satu dengan daerah lain, karena tergantung kebudayaan yang ada dan berkembang

dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu

kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke

generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas (Sarwono, 2003).

2.9 Dukungan Keluarga terhadap Pengobatan Penyakit

Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang

diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang

tersebut dalam melaksanakan kegiatan.

Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan prilaku ada 3, yaitu : (1)

dukungan material adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi

adalah memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melakukan diet dan

latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah memberi pujian atas

keberhasilan proses latihan.

Bailon dan Maglaya dalam Sudiharto (2007) menyatakan, bahwa keluarga

adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan

atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama

Universitas Sumatera Utara


lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu

budaya. Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang

di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama (Sugarda,

2001).

Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga

antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan

kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling

menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan keluarga merupakan

bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah

meningkatkan penyusuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam

kehidupan. Menurut Goldsworthy (1998) yang dikutip oleh Friedman (2003), bahwa

ada 4 (empat) jenis dukungan sosial yaitu:

(1) Dukungan emosi, yaitu adanya rasa empati, percaya dan perhatian;

(2) Dukungan instrumental, yaitu membantu orang secara langsung, kenyamanan,

dan adanya kedekatan.

(3) Dukungan informasi, yaitu upaya memberikan informasi mengenai hal-hal yang

dinilai positif dan dapat meningkatkan pengetahuan dan tindakan

(4) Dukungan sipitual, yaitu dukungan dalam bentuk harapan, doa, pengertian dan

memahami alasan-alasan.

2.10 Landasan Teori

Berdasarkan uraian tinjauan pustaka tersebut di atas, maka dapat diambil

beberapa landasan teori bahwa persepsi terhadap suatu penyakit dapat didasarkan

Universitas Sumatera Utara


pada konsepe model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model) yang

dikembangkan oleh Rosenstock dalam Sarwono (2004), yang mencakup (1) Persepsi

individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit (perceived susceptibility),

(2) Pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut (perceived seriousness),

yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit itu, (3) Makin

berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa individu tersebut

terserang penyakit tersebut, makin dirasakan besar ancamannya (perceived threats),

dan (4) Perceived benefits and barriers, yaitu konsekuensi negatif dari tindakan yang

dianjurkan tersebut (biaya yang mahal, rasa malu, takut akan rasa sakit, dan

sebagainya) seringkali menimbulkan keinginan individu untuk justru menghindari

alternatif yang dianjurkan petugas kesehatan, serta (5) Faktor pencetus (cues to

action) bisa datang dari dalam diri individu (munculnya gejala-gejala penyakit itu)

ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye kesehatan, seorang teman atau

anggota keluarga terserang oleh penyakit yang sama, dan sebagainya).

Bila dihubungan dengan pola pengobatan penderita kusta, dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti yang tercantum dalam model kepercayaan pelayanan

kesehatan, antara lain faktor individu seperti pengetahuan dan persepsi tentang

penyakit kusta, faktor luar individu seperti faktor pencetus dari masyarakat, persepsi

masyarakat tentang penyakit kusta, peran petugas kesehatan terhadap pencegahan dan

pengobatan penderita kusta.

Konsep dukungan keluarga didasarkan pada konsep dukungan keluarga

terhadap perawatan dan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Friedman

Universitas Sumatera Utara


(2003), bahwa dukungan keluarga adalah bagian dari dukungan sosial. Dukungan

keluarga dalam perawatan kesehatan keluarga meliputi:

1. Dukungan emosional, seperti empati, menghormati, kepercayaan, dan

kepedulian;

2. Dukungan instrumental, seperti kenyamanan, kedekatan, minat keluarga, dan

jaminan finansial;

3. Dukungan informasi yaitu memahami, pembelajaran dan validasi;

2.11 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Persepsi
1. Persepsi beratnya penyakit kusta
2. Persepsi risiko penyakit kusta
3. Persepsi konsekuensi tidak teratur
berobat
4. Persepsi tindakan pencegahan
kecatatan Kepatuhan
Berobat
Penderita kusta
Dukungan Keluarga
1. Dukungan Emosional
2. Dukungan Instrumental
3. Dukungan Informasi

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survai dengan tipe eksplanatory research

untuk menjelaskan pengaruh persepsi tentang penyakit kusta dan dukungan keluarga

terhadap kepatuhan penderita dalam pemakaian obat penderita kusta di Kecamatan

Jangka Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jangka Kabupaten Bireuen Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam dengan pertimbangan masih ditemukan penderita kusta

dan menempati urutan kedua tertinggi jumlah kasus kusta di Kabupaten Bireuen

yaitu sebanyak 54 kasus, dan masih ditemukan 29,6% penderita kusta yang tidak

selesai berobat.

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 10 (sepuluh) bulan terhitung

mulai bulan Mei 2009 sampai Februari 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita kusta yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Jangka Kabupaten Bireuen sebanyak 54 penderita keluarga

dan sekaligus menjadi sampel penelitian.

Universitas Sumatera Utara


3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 sumber yaitu :

3.4.1. Data Primer

Data yang dikumpulkan oleh peneliti melalui wawancara langsung dengan

menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan meliputi data persepsi tentang

penyakit kusta, dukungan keluarga dan kepatuhan beorabat penderita kusta.

Kelayakan dalam menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian

diperlukan uji validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas

Uji validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan mengukur

korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus

teknik korelasi Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan

: a) Bila r hitung > t tabel maka dinyatakan valid dan b) Bila r hitung < t tabel maka

dinyatakan tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas terhadap kuesioner untuk melihat konsistensi jawaban. Dalam

penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode

Cronbach's Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran,

dengan ketentuan : a) Jika nilai r Alpha > r tabel maka dinyatakan reliable dan b) Jika

nilai r Alpha < r tabel maka dinyatakan tidak reliable.

Dalam melaksanakan uji reliabilitas digunakan sampel sebanyak 30 orang di

Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen dengan alasan dapat mewakili karena

memiliki karakteristik geografis yang sama. Setelah dilakukan uji reliabilitas

Universitas Sumatera Utara


kuisioner maka didapat hasil dengan menggunakan rumus df=n-2. maka df=28

dengan r tabel 0,701.

Tabel 3.1. Validitas dan Reliabilitas

Variabel Coreccted r r Validitas


No item-Total Tabel Alpha
Correlation
(r Hasil)
1 Persepsi Beratnya Penyakit 1 0.936
2 Persepsi Beratnya Penyakit 2 0.831
3 Persepsi Beratnya Penyakit 3 0.868 0.701 0.969 Valid
4 Persepsi Beratnya Penyakit 4 0.967
5 Persepsi Beratnya Penyakit 5 0.901
6 Persepsi Beratnya Penyakit 6 0.896

7 Persepsi Resiko Penyakit Kusta 1 0.873


8 Persepsi Resiko Penyakit Kusta 2 0.873
9 Persepsi Resiko Penyakit Kusta 3 0.872 0.701 0.960 Valid
10 Persepsi Resiko Penyakit Kusta 4 0.943
11 Persepsi Resiko Penyakit Kusta 5 0.873
12 Persepsi Resiko Penyakit Kusta 6 0.802

13 Persepsi Konsekuensi Tidak 0.941


Teratur Berobat 1
14 Persepsi Konsekuensi Tidak 0.941
Teratur Berobat 2
15 Persepsi Konsekuensi Tidak 0.907
Teratur Berobat 3
16 Persepsi Konsekuensi Tidak 0.907 0.701 0.979 Valid
Teratur Berobat 4
17 Persepsi Konsekuensi Tidak 0.941
Teratur Berobat 5
18 Persepsi Konsekuensi Tidak 0.945
Teratur Berobat 6

Universitas Sumatera Utara


19 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.850
Kecacatan 1
20 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.855
Kecacatan 2
21 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.886
Kecacatan 3
22 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.886
Kecacatan 4
23 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.922
Kecacatan 5
24 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.958 0.701 0.977 Valid
Kecacatan 6
25 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.958
Kecacatan 7
26 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.904
Kecacatan 8
27 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.855
Kecacatan 9
28 Persepsi Tindakan Pencegahan 0.832
Kecacatan 10

29 Dukungan Keluarga 1 0.819


30 Dukungan Keluarga 2 0.895
31 Dukungan Keluarga 3 0.866
32 Dukungan Keluarga 4 0.884 0.701 0.965 Valid
33 Dukungan Keluarga 5 0.866
34 Dukungan Keluarga 6 0.862
35 Dukungan Keluarga 7 0.934

36 Dukungan Instrumental 1 0.824


37 Dukungan Instrumental 2 0.904
38 Dukungan Instrumental 3 0.916
39 Dukungan Instrumental 4 0.941 0.701 0.971 Valid
40 Dukungan Instrumental 5 0.916
41 Dukungan Instrumental 6 0.911
42 Dukungan Instrumental 7 0.846

43 Dukungan Informasi 1 0.981


44 Dukungan Informasi 2 0.872
45 Dukungan Informasi 3 0.872
46 Dukungan Informasi 4 0.908 0.701 0.980 Valid
47 Dukungan Informasi 5 0.981
48 Dukungan Informasi 6 0.981

Universitas Sumatera Utara


1) Pada item pertanyaan persepsi beratnya penyakit nilai r alpha = 0,969 > r tabel

=0,701 (kuisioner sesuai dengan ketentuan)

2) Pada item pertanyaan persepsi resiko penyakit nilai r alpha = 0,960 > r tabel

=0,701 (kuisioner sesuai dengan ketentuan)

3) Pada item pertanyaan persepsi konsekuensi tidak teratur berobat nilai r alpha

= 0,979 > r tabel =0,701 (kuisioner sesuai dengan ketentuan)

4) Pada item pertanyaan persepsi tindakan pencegahan kecacatan nilai r alpha =

0,977 > r tabel =0,701(kuisioner sesuai dengan ketentuan)

5) Pada item pertanyaan dukungan keluarga nilai r alpha = 0,965 > r tabel

=0,701 (kuisioner sesuai dengan ketentuan)

6) Pada item pertanyaan dukungan instrumental nilai r alpha = 0,971 > r tabel

=0,701 (kuisioner sesuai dengan ketentuan)

7) Pada item pertanyaan dukungan informasi nilai r alpha = 0,980 > r tabel

=0,701 (kuisioner sesuai dengan ketentuan).

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan atau dokumen Dinas Kesehatan dan

Puskesmas tentang pelaksanaan program pemberantasan kusta.

3.5. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

Variabel penelitian terdiri atas variabel independen (variabel bebas) yaitu

persepsi masyarakat dan dukungan keluarga serta variabel dependen yaitu pengobatan

penderita kusta.

Universitas Sumatera Utara


1. Variabel Independen

1) Persepsi adalah reaksi emosi yang didasari oleh pengetahuan dan sikap

masyarakat tentang tentang penyakit kusta, penularannya dan upaya

pencegahan dan pengobatan;

2) Persepsi beratnya penyakit kusta adalah respons atau tanggapan penderita

kusta terhadap kronis atau tidaknya penyakit kusta yang dialaminya

3) Persepsi resiko penyakit kusta adalah respons atau tanggapan penderita kusta

terhadap risiko yang akan muncul di kemudian hari dari penyakit kusta yang

dideritanya

4) Persepsi konsekuensi tidak teratur berobat adalah respons atau tanggapan

penderita kusta terhadap dampak negatif dan positif dari minum obat sampai

selesai

5) Persepsi tindakan pencegahan kusta adalah respons atau tanggapan penderita

kusta terhadap upaya-upaya yang dilakukan dalam mencegah terjadinya

kecatatan atau reaksi lain yang kemungkinan terjadi.

6) Dukungan keluarga adalah segala sesuatu perbuatan atau pendapat keluarga

terhadap pemahaman penyakit kusta, penularannya, upaya pencegahan dan

pengobatan;

7) Dukungan emosional adalah adanya interaksi anggota keluarga terhadap

penderita kusta selama proses pengobatan dalam bentuk empati, dan

kepedulian;

8) Dukungan instrumental adalah adanya interaksi anggota keluarga terhadap

penderita kusta berupa penyediaan obat dan makanan

Universitas Sumatera Utara


9) Dukungan informasi adalah adanya interaksi anggota keluarga dalam

memberikan informasi kesehatan maupun informasi perawatan selama proses

pengobatan penderita kusta

2. Variabel Dependen

Kepatuhan berobat adalah kesesuaian waktu minum obat penderita kusta

sesuai tipe kusta, yaitu untuk tipe PB sampai 6 bulan tanpa tertinggal, dan tipe MB

sampai 18 bulan tanpa tertinggal.

3.6 Metode Pengukuran

Metode pengukuran variabel independen dapat dilihat pada Tabel 3.2.

berikut :

Tabel 3.2. Metode Pengukuran Variabel Independen

Variabel Jlh Alternatif Kategori Alat dan


Pertanyaan Jawaban dan Skala
Bobot Nilai Ukur
1. Persepsi beratnya 6 Ya (2) Tidak Baik (7-12) Kuesioner
penyakit kusta (1) Kurang (1-6) (Ordinal)
2. Persepsi resiko 6 Ya (2) Tidak Baik (7-12) Kuesioner
penyakit kusta (1) Kurang (1-6) (Ordinal)
3. Persepsi 6 Ya (2) Tidak Baik (7-12) Kuesioner
konsekuensi tidak (1) Kurang (1-6) (Ordinal)
teratur berobat
4. Persepsi tindakan 10 Ya (2) Tidak Baik (11-20) Kuesioner
pencegahan (1) Kurang (1-10) (Ordinal)
kecacatan
5. Dukungan 7 Ya (2) Tidak Baik (8-14) Kuesioner
emosional (1) Kurang (1-7) (Ordinal)
6. Dukungan 8 Ya (2) Tidak Baik (9-16) Kuesioner
Instrumental (1) Kurang (1-8) (Ordinal)
7. Dukungan 6 Ya (2)Tidak Baik (7-12) Kuesioner
Informasi (1) Kurang (1-6) (Ordinal)

Universitas Sumatera Utara


Pengukuran variabel dependen yaitu kepatuhan berobat penderita kusta

didasarkan pada skala ordinal, dengan alternatif jawaban ”ya” (bobot nilai 2), dan

”tidak” (bobot nilai 1) dari 5 pertanyaan, kemudian dilakukan penjumlahan dan

dikategorikan menjadi:

a. Teratur, jika responsden sudah minum obat sampai 6 bulan untuk tipe PB dan

18 bulan untuk tipe MB

b. Tidak teratur, jika responsden belum minum obat sampai 6 bulan untuk tipe PB

dan 18 bulan untuk tipe MB

3.7 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini terdiri menggunakan uji regresi logistik

berganda pada taraf nyata 95% (p<0,05) untuk mengetahui pengaruh persepsi tentang

penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan berobat penderita kusta di

Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Bireuen merupakan salah satu dari 28 kabupaten yang ada di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kabupaten ini merupakan pemekaran dari

Kabupaten Aceh Utara melalui Undang-Undang No.48 tahun 1999 tanggal 12

Oktober 1999 dengan luas wilayah 1.901,22 (190.122 Ha) yang terdiri dari 17

Kecamatan, 69 pemukiman dan 608 gampong atau desa.

Kabupaten Bireuen terletak pada garis 4 ° - 54 ° , 18 ° Lintang Utara dan

96 ° .20 ° -97 ° .21 ° Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah:

- Sebelah Utara dengan Selat Malaka

- Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bener Meriah

- Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Utara

- Sebelah Barat dengan Kabupaten Pidie.

Jumlah penduduk Kabupaten Bireuen pada tahun 2007 adalah 393.331 jiwa

yang terdiri dari 191.492 laki-laki dan 201.839 perempuan. Jumlah penduduk yang

terpadat terletak di Kecamatan Peusangan yang berjumlah 45.308 dan yang terendah

jumlah penduduknya pada Kecamatan Pandrah yang berjumlah 8.584 jiwa. Tingkat

pendidikan penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Bireuen pada

umumnya adalah tamat SD/MI 29.2% laki-laki dan 21.9% perempuan, sedangkan

tamat universitas adalah 3.5% laki-laki dan 4.1% perempuan.

Universitas Sumatera Utara


Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di wilayah Kabupaten Bireuen terdiri

dari sarana pelayanan kesehatan dasar yang ditujukan sebagai tempat pemberian

pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan.

Jumlah sarana pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Bireuen terdiri dari 17 unit

puskesmas dan 3 unit rumah sakit umum.

Sebagai penunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat terdapat 532 unit

posyandu. Jumlah tenaga kesehatan berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten

Bireuen yang paling banyak adalah tenaga perawat dan bidan yaitu 1458 orang

(81.9%). Dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Bieruen

No Tenaga Kesehatan Jumlah Persentase (%)


1 Medis 82 4.6
2 Perawat & Bidan 1458 81.9
3 Farmasi 36 2.02
4 Gizi 28 1.2
5 Teknisi Medis 73 6.1
6 Sanitasi 61 3.3
7 Kesmas 67 4.1
Jumlah 1821 100
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Bireuen Tahun 2007

Dinas kesehatan Kabupaten Bireuen memiliki 17 unit puskesmas yang

tersebar di 17 kecamatan dengan jumlah tenaga pengobatan kusta 17 orang dan

tenaga mikroskopis 5 orang. Berdasarkan cara penemuan penderita baru murni kusta

ditemukan jumlah penderita baru dengan tipe PB berjumlah 9 orang dan tipe MB 20

orang. Penemuan penderita dengan cara pemeriksaan secara sukarela tipe PB 7 orang

dan MB 13 orang, penemuan penderita baru dengan cara pemberitahuan tipe PB 1

Universitas Sumatera Utara


orang dan tipe MB 7 orang serta pemeriksaan kontak tipe MB berjumlah 1 orang.

Pada bulan Agustus 2007 Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen mengadakan Rapid

Village Survei (RVS) di Desa Ujung Blang Kecamatan Plimbang Kabupaten Bireuen

dengan tujuan mencari penderita baru dalam lingkup kecil dan membina partisipasi

masyarakat, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Penderita Baru Murni Kusta Menurut Cara Penemuan Kabupaten
Bireuen Januari- Desember 2007
No Puskesma Jumlah Suka Pemb Pemeriks Chase RVS
s Penderi rela eri aan Survey
ta Baru tahua Kontak
n
P MB P M P M Jl P M Jl P M Jl P M
B B B B B h B B h B B h B B
1 Samalanga 0 0
2 Mamplam 0 3 3
3 C. 0 0
4 Glungku 0 2 2
5 Jeunieb 1 0 1
6 Peudada 0 1 1
7 Jeumpa 0 0
8 Juli 0 2 1
3
9 Peusangan 1 1
0
10 Ulee Jalan 0
11 L.Daneue 0 0
12 n 0 1 1
13 Makmur 0 4 1 3
14 Kuta 0 2 1 1 1 1
15 Blang 2 1 1 1
16 Gandapura 1 3 1 1 2
17 Jangka 1 2 1 1 1
Kota 1
Juang
Kuala
Plimbang
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Bireuen Tahun 2007

Universitas Sumatera Utara


Pada tahun 2008 Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen bersama dengan

puskesmas mengadakan survai anak sekolah di tingkat sekolah dasar dengan sasaran

murid kelas satu, dua dan tiga.

Tujuannya mendapatkan penderita baru secara dini, apabila ditemukan kasus

maka dapat disembuhkan dengan sempurna tanpa meninggalkan cacat serta dapat

memutuskan mata rantai penularannya. Pada tahun 2009 kegiatan yang dilakukan

adalah pemberian makanan tambahan kepada penderita kusta dengan tujuan untuk

peningkatan gizi penderita, karena hampir semua penderita kusta yang ada hidup

dalam keluarga miskin.

4.2. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini karakteristik responden yang diamati adalah: jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lama menderita kusta. Jumlah dan presentase

responden berdasarkan identitas dapat dilihat pada uraian berikut:

4.2.1. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menderita penyakit kusta adalah

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 38 orang (70.4%), dan pada jenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 16 orang (29.6%). Distribusi responden berdasarkan jenis

kelamin dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3.Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-laki 38 70.4
2 Perempuan 16 29.6
Jumlah 54 100,0

Universitas Sumatera Utara


4.2.2. Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan yang

menderita penyakit kusta adalah tamatan SD sebanyak 25 orang (46.3%), dan

tamatan SLTP yaitu sebanyak 29 orang (53.7%). Distribusi responden berdasarkan

tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4.Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 Tamat SD 25 46.3

2 Tamat SLTP 29 53.7

Jumlah 54 100,0

4.2.3. Pekerjaan

Hasil penelitian menunjukkan yang menderita penyakit kusta adalah petani

sebanyak 29 orang (53.7%) dan tidak bekerja yaitu sebanyak 25 orang (46.31%).

Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5.Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan


No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 Petani/Buruh 29 53.7

2 Tidak Bekerja 25 46.3

Jumlah 54 100,0

4.2.4. Lama Menderita Kusta

Hasil penelitian menunjukkan yang menderita penyakit kusta adalah >= 5

tahun yaitu sebanyak 30 orang (55.6%), dan < 5 tahun yaitu sebanyak 24 orang

Universitas Sumatera Utara


(44.4%). Distribusi responden berdasarkan lama menderita kusta dapat dilihat pada

Tabel 4.6.

Tabel 4.6.Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menderita Kusta


No Lama Menderita Jumlah Persentase (%)
Kusta
1 < 5 Tahun 24 44.4
2 >= 5 Tahun 30 55.6
Jumlah 54 100,0

4.3. Persepsi Tentang Penyakit Kusta

Persepsi adalah reaksi emosi yang didasari oleh pengetahuan dan sikap

tentang tentang penyakit kusta, penularannya dan upaya pencegahan dan pengobatan

meliputi : persepsi beratnya penyakit kusta, persepsi risiko penyakit kusta, persepsi

konsekuensi tidak teratur berobat, persepsi tindakan pencegahan kecacatan penyakit

kusta.

4.3.1. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Persepsi Beratnya Penyakit

Distribusi responden berdasarkan uraian persepsi beratnya penyakit kusta

sebanyak 31 reponden (57.4%) menjawab dapat disembuhkan, 31 responden (57.4%)

menjawab penyakit kusta merupakan penyakit akibat kutukan, 36 responden (66.7%)

menjawab kusta disebabkan oleh perilaku tidak bersih dan tidak sehat, 33 responden

(61.1%) menjawab penyakit kusta dapat disembuhkan, 31 responden (57.4%)

menjawab penyakit kusta dapat menular melalui sentuhan, 35 responden (64.8%)

menjawab penyakit kusta dapat ditularkan melalui air. Secara rinci dapat dilihat Tabel

4.7.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7.Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Beratnya Penyakit

Ya Tidak Total
No Uraian
F % F % F %
1 Kusta adalah penyakit yang tidak 31 57.4 23 42.6 54 100
dapat disembuhkan
2 Kusta penyakit kutukan 31 57.4 23 42.6 54 100
3 Kusta disebabkan perilaku tidak 36 66.7 18 33.3 54 100
bersih dan tidak sehat
4 Kusta dapat disembuhkan 33 61.1 21 38.9 54 100
5 Kusta dapat menular melalui 31 57.4 23 42.6 54 100
sentuhan
6 Kusta dapat ditularkan melalui air 35 64.8 19 35.2 54 100

4.3.2. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Persepsi Risiko Penyakit Kusta

Distribusi responden berdasarkan uraian persepsi risiko penyakit kusta

sebanyak 30 responden (55.6%) menjawab penyakit kusta dapat menyebabkan

kecacatan, 30 responden (55.6%) menjawab penyakit kusta dapat menyebabkan

kematian, 32 responden (59.3%) menjawab penyakit kusta dapat menyebabkan cacat

seumur hidup, 31 responden (57.4%) anggota keluarga dapat tertular jika ada

penderita kusta, 29 responden (53.7%) menjawab masyarakat dapat tertular jika

dilingkungan terdapat penderita kusta, 31 responden (57.4%) menjawab ibu hamil

dapat menularkan penyakit kusta pada bayi dalam kandungan. Secara rinci dapat

dilihat pada Tabel. 4.8.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.8.Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Persepsi Risiko Penyakit
Kusta
Ya Tidak Total
No Uraian
F % F % F %
1 Kusta dapat menyebabkan kecacatan 30 55.6 24 44.4 5 10
4 0
2 Kusta dapat menyebabkan kematian 30 55.6 24 44.4 5 10
4 0
3 Kusta dapat meyebabkan cacat seumur 32 59.3 22 40.7 5 10
hidup 4 0
4 Anggota keluarga dapat tertular jika 31 57.4 23 42.6 5 10
ada penderita kusta 4 0
5 Masyarakat dapat tertular bila 29 53.7 25 46.3 5 10
dilingkungan terdapat penderita kusta 4 0
6 Ibu hamil penderita kusta dapat 31 57.4 23 42.6 5 10
menularkan kepada bayi dalam 4 0
kandungannya

4.3.3. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Persepsi Konsekuensi Tidak


Teratur Berobat

Distribusi responden berdasarkan uraian konsekuensi tidak teratur berobat

sebanyak 30 responden (55.6%) menjawab penderita kusta tipe MB atau PB harus

teratur berobat, 30 responden (55.6%) menjawab penderita yang tidak teratur berobat

dapat menyebabkan kecacatan, 28 responden (51.9%) menjawab penderita yang tidak

teratur berobat dapat menyebabkan kematian, 28 responden (51.9%) menjawab

penyakit kusta hanya perlu diobati secara tradisional, 30 responden (55.6%)

menjawab penderita yang tidak teratur berobat dapat menularkan kepada orang lain,

28 responden (51.9%) menjawab penderita yang tidak teratur berobat tidak dianggap

sembuh. Secara rinci dapat dilihat pada Table. 4.9

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Persepsi Konsekuensi
Tidak Teratur Berobat
Ya Tidak Total
No Uraian
F % F % F %
1 Penderita kusta baik tipe MB atau PB harus 30 55.6 24 44.4 54 100
teratur berobat

2 Penderita yang tidak teratur berobat dapat 30 55.6 24 44.4 54 100


menyebabkan kecacatan
3 Penderita yang tidak teratur berobat dapat 28 51.9 26 48.1 54 100
menyebabkan kematian

4 Penyakit kusta hanya perlu diobati secara 28 51.9 26 48.1 54 100


tradisional
5 Penderita yang tidak teratur berobat dapat 30 55.6 24 44.4 54 100
menularkan kepada orang lain
6 Penderita yang tidak teratur berobat sudah 26 48.1 28 51.9 54 100
dianggap sembuh

4.3.4. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Persepsi Tentang Tindakan


Pencegahan Kecacatan

Distribusi responden berdasarkan uraian persepsi tindakan pencegahan

kecacatan, sebanyak 27 responden (50%) menjawab pencegahan penyakit kusta dapat

dilakukan sendiri oleh penderita kusta, 30 responden (55.6%) menajawab pencegahan

penyakit kusta dapat dilakukan melalui hidup bersih dan sehat, 28 responden (51.9%)

menjawab pencegahan kecacatan pada penderita kusta dapat dilakukan melalui

perawatan diri, 28 responden (51.9%) menjawab pencegahan kecacatan pada

penderita kusta dapat dilakukan dengan menghindari berada diluar rumah, 28

responden (51.9%) menjawab penggunaan pelindung kaki dapat mencegah kecacatan,

29 responden (53.7%) menjawab penggunaan topi dapat mencegah kecacatan, 29

responden (53.7%) menjawab pencegahan kecacatan dapat dilakukan melalui

pemeriksaan mata, tangan, kaki setiap hari, 27 responden (50%) menjawab

pengobatan sampai selesai dapat mencegah kecacatan, 29 responden (53.7%)

Universitas Sumatera Utara


menjawab pencegahan kecacatan juga dapat dilakukan dengan merendam kaki 20

menit setiap hari, 29 responden (53.7%) menjawab pengobatan tradisional juga dapat

mencegah kecacatan. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tindakan Pencegahan


Kecacatan
Ya Tidak Total
No Uraian
F % F % F %
1 Pencegahan penyakit kusta dapat 27 50 27 50 54 100
dilakukan sendiri oleh penderita kusta
2 Pencegahan penyakit kusta dapat 30 55.6 24 44.4 54 100
dilakukan melalui hidup bersih dan sehat
3 Pencegahan kecacatan pada penderita 28 51.9 26 48.1 54 100
kusta dapat dilakukan melalui perawatan
diri
4 Pencegahan kecacatan pada penderita 28 51.9 26 48.1 54 100
kusta dapat dilakukan dengan
menghindari berada diluar rumah
5 Penggunaan pelindung kaki dapat 28 51.9 26 48.1 54 100
mencegah kecacatan
6 Penggunaan topi dapat mencegah 29 53.7 25 46.3 54 100
kecacatan
7 Pencegahan kecacatan melalui 29 53.7 25 46.3 54 100
pemeriksaan mata, tangan, kaki setiap hari
8 Pengobatan sampai selesai dapat 27 50 27 50 54 100
mencegah kecacatan
9 Pencegahan kecacatan juga dapat 29 53.7 25 46.3 54 100
dilakukan dengan merendam kaki 20
menit setiap hari
10 Pengobatan tradisional juga dapat 29 53.7 25 46.3 54 100
mencegah kecacatan

4.3.5. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Dukungan Emosional

Distribusi responden berdasarkan uraian dukungan emosional sebanyak 31

responden (57.4%) menjawab keluarga selalu mendengarkan keluhan responden, 29

responden (53.7%) menjawab anggota keluarga menyediakan seluruh kebutuhan

responden, 29 responden (53.7%) menjawab anggota keluarga peduli dengan keluhan

Universitas Sumatera Utara


nyeri responden, 33 responden (61.1%) menjawab anggota keluarga membantu

menyiapkan hidangan setiap hari, 29 responden (53.7%) menjawab anggota keluarga

menyediakan obat yang di konsumsi, 32 responden (59.3%) menjawab anggota

keluarga menganjurkan untuk berobat secara teratur, 30 responden (55.6%)

menjawab anggota kelurga memberi motivasi untuk melakukan upaya pencegahan.

Secara rinci dapat dilihat pada Table 4.11.

Tabel 4.11.Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Emosional


Ya Tidak Total
No Uraian F % F % F %
1 Keluarga selalu mendengarkan keluhan 31 57.4 23 42.6 54 100
responden
2 Anggota keluarga menyediakan seluruh 29 53.7 25 46.3 54 100
kebutuhan responden
3 Anggota keluarga peduli dengan 29 53.7 25 46.3 54 100
keluhan nyeri responden
4 Anggota keluarga membantu 33 61.1 21 38.9 54 100
menyiapkan hidangan setiap hari
5 Anggota keluarga menyediakan obat 29 53.7 25 46.3 54 100
yangdi konsumsi
6 Anggota keluarga menganjurkan untuk 32 59.3 22 40.7 54 100
berobat secara teratur
7 Anggota kelurga memberi motivasi 30 55.6 24 44.4 54 100
untuk melakukan upaya pencegahan

4.3.6. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Dukungan Instrumental

Distribusi responden berdasarkan uraian dukungan instrumental sebanyak 33

responden (61.1%) menjawab anggota menyediakan makanan yang cukup untuk

responden, 33 responden (61.1%) menjawab anggota keluarga membantu dalam

menyuap makanan bila responden tidak dapat makan sendiri, 36 responden (66.7%)

menjawab anggota keluarga membantu menggunakan pelindung jika berada diluar

rumah, 33 responden (61.1%) menjawab anggota keluarga mengatur menu setiap

hari, 36 responden (66.7%) menjawab anggota keluarga peduli terhadap perawatan

Universitas Sumatera Utara


anggota tubuh responden, 33 responden (61.1%) menjawab anggota keluarga selalu

mendampingi setiap kali datang berobat, 33 responden (61.1%) menjawab responden

menganjurkan melakukan gerakan terhadap anggota keluarga yang menderita kusta.

Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12.Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Instrumental


Ya Tidak Total
No Uraian
F % F % F %
1 Anggota menyediakan makanan yang 33 61.1 21 38.9 54 100
cukup untuk responden
2 Anggota keluarga membantu dalam 33 61.1 21 38.9 54 100
menyuap makanan bila responden tidak
dapat makan sendiri
3 Anggota keluarga membantu 36 66.7 18 33.3 54 100
menggunakan pelindung jika berada diluar
rumah
4 Anggota keluarga mengatur menu setiap 33 61.1 21 38.9 54 100
hari
5 Anggota keluarga peduli terhadap 36 66.7 18 33.3 54 100
perawatan anggota tubuh responden
6 Anggota keluarga selalu mendampingi 33 61.1 21 38.9 54 100
setiap kali datang berobat
7 Responden menganjurkan melakukan 33 61.1 21 38.9 54 100
gerakan terhadap anggota keluarga yang
menderita kusta

4.3.7. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Dukungan Informasi dan


Kepatuhan Berobat Penderita Kusta

Distribusi responden berdasarkan uraian dukungan informasi sebanyak 36

responden (66.7%) menjawab anggota keluarga selalu memberi informasi cara

minum obat yang benar, 35 responden (64.8%) menjawab anggota keluarga

memberikan informasi pentingnya berobat secara teratur, 36 responden (66.7%)

menjawab anggota keluarga memberikan informasi tentang perawatan penderita

kusta, 37 responden (68.5%) menjawab anggota keluarga selalu mengingatkan untuk

Universitas Sumatera Utara


minum obat, 36 responden (66.7%) menjawab anggota keluarga selalu mengingatkan

bahwa penyakit kusta tidak mudah menular, 36 responden (66.7%) menjawab

anggota keluarga selalu mengingatkan jika berobat secara teratur maka dapat sembuh

dari penyakit kusta, 36 responden (66.7%) menjawab penderita kusta patuh berobat.

Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Informasi dan


Kepatuhan Berobat Penderita Kusta
Ya Tidak Total
No Uraian
F % F % F %
1 Anggota keluarga selalu memberi 36 66.7 18 33.3 54 100
informasi cara minum obat yang benar
2 Anggota keluarga memberikan informasi 35 64.8 19 35.2 54 100
pentingnya berobat secara teratur
3 Anggota keluarga memberikan informasi 36 66.7 18 33.3 54 100
tentang perawatan penderita kusta
4 Anggota keluarga selalu mengingatkan 37 68.5 17 31.5 54 100
untuk minum obat
5 Anggota keluarga selalu mengingatkan 36 66.7 18 33.3 54 100
bahwa penyakit kusta tidak mudah
menular
6 Anggota keluarga selalu mengingatkan 36 66.7 18 33.3 54 100
jika berobat secara teratur maka dapat
sembuh dari penyakit kusta
7 Kepatuhan Berobat Penderita Kusta 41 75.9 13 25.1 54 100

a. Persepsi Beratnya Penyakit Kusta

Distribusi frekuensi responden menurut persepsi beratnya penyakit kusta yang

meliputi persepsi responden mengenai penyakit kusta merupakan penyakit yang tidak

dapat disembuhkan atau dapat disembuhkan, penyakit akibat kutukan, penyakit yang

disebabkan oleh perilaku tidak bersih dan tidak sehat, penyakit kusta dapat menular

melalui sentuhan dan dapat ditularkan melalui air. Seluruh jawaban dari responden

kemudian dikategorikan, maka didapatkan hasil skoring yang menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara


sebagian besar responden memiliki persepsi beratnya penyakit kusta secara baik yaitu

sebanyak 43 responden (79.6%) dapat dilihat pada Tabel 4.14 .

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi


Beratnya Penyakit Kusta.
No Kategori Persepsi Beratnya Jumlah Persentase (%)
Penyakit
1 Baik 43 79.6
2 Kurang 11 20.4
Jumlah 54 100

b. Persepsi Risiko Penyakit Kusta

Distribusi frekuensi responden menurut persepsi risiko penyakit kusta yang

meliputi dapat menyebabkan kecacatan, kematian, cacat seumur hidup, penularan

pada penderita serumah, penularan pada lingkungan dari penderita kusta, penularan

dari ibu hamil pada anak yang ada didalam kandungan. Seluruh jawaban dari

responden kemudian dikategorikan, maka didapatkan hasil skoring yang

menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi risiko penyakit kusta baik yaitu

baik 30 responden (55.6%). Dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi


Risiko Penyakit Kusta.
No Persepsi Risiko Penyakit Kusta Jumlah Persentase (%)
1 Baik 30 55.6
2 Kurang 24 44.4
Jumlah 54 100

c. Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat

Distribusi frekuensi responden menurut persepsi konsekuensi tidak teratur

berobat yang meliputi penderita kusta baik tipe MB atau PB harus teratur berobat,

ketidak teraturan berobat dapat menyebabkan penularan pada orang lain, kecacatan,

Universitas Sumatera Utara


kematian, perlu diobati secara tradisional, atau dapat dianggap sembuh. Seluruh

jawaban dari responden kemudian dikategorikan, maka didapatkan hasil skoring yang

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi konsekuensi tidak

teratur berobat secara baik yaitu sebanyak 31 responden (57.4%). Dapat dilihat pada

Tabel 4.16.

Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi


Konsekuensi Tidak Teratur Berobat.

No Persepsi Konsekuensi Tidak Jumlah Persentase (%)


Teratur Berobat
1 Baik 31 57.4
2 Kurang 23 42.6
Jumlah 54 100

d. Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan

Distribusi frekuensi responden menurut persepsi tindakan pencegahan

kecacatan yang meliputi pencegahan pada diri sendiri, melakukan hidup bersih dan

sehat, perawatan diri, menghindari berada diluar rumah, menggunakan pelindung

kaki, menggunakan topi, melakukan pemeriksaan mata, kaki dan tangan setiap hari

Merendam kaki, pengobatan secara tuntas dan pengobatan secara tradisional. Seluruh

jawaban dari responden kemudian dikategorikan, maka didapatkan hasil skoring yang

menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi tindakan pencegahan kecacatan

secara baik yaitu sebanyak 30 responden (55.6%). Dapat dilihat pada tabel 4.17.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.17.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi
Tindakan Pencegahan Kecacatan.

No Persepsi Tindakan Pencegahan Jumlah Persentase (%)


Kecacatan
1 Baik 30 55.6
2 Kurang 24 44.4
Jumlah 54 100

4.4. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah segala sesuatu perbuatan atau pendapat keluarga

terhadap pemahaman penyakit kusta, penularannya, upaya pencegahan dan

pengobatan meliputi: dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan

informasi.

a. Dukungan Emosional

Distribusi frekuensi responden menurut dukungan emosional meliputi

keluarga mendengarkan keluhan responden, menyediakan segala kebutuhan

responden, kepedulian keluarga pada rasa sakit responden, menyiapkan obat, anjuran

pengobatan secara teratur dan motivasi dari keluarga dalam upaya pencegahan

kecacatan. Seluruh jawaban dari responden kemudian dikategorikan, maka

didapatkan hasil skoring yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki dukungan emosional dari keluarga secara baik yaitu sebanyak 33 responden

(61.1%). Dapat dilihat pada Tabel 4.18.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.18.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan
Emosional.

No Dukungan Emosional Jumlah Persentase (%)

1 Baik 33 61.1

2 Kurang 21 38.9

Jumlah 54 100

b. Dukungan Instrumental

Distribusi frekuensi responden menurut dukungan instrumental meliputi

penyediaan makanan yang cukup dari keluarga, bantuan dalam menyuap makanan,

menggunakan pelindung jika berada diluar rumah, mengatur menu setiap hari,

perawatan tubuh, keikut sertaan anggota keluarga dalam pemeriksaan rutin, anjuran

dari keluarga untuk melakukan gerakan olah raga. Seluruh jawaban dari responden

kemudian dikategorikan, maka didapatkan hasil skoring yang menunjukkan bahwa

sebagian besar responden memiliki dukungan instrumental. Dari keluarga secara baik

sebanyak 32 responden (59.3%). Dapat dilihat pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan


Instrumental
No Dukungan Instrumental Jumlah Persentase (%)
1 Baik 32 59.3
2 Kurang 22 40.7
Jumlah 54 100

Universitas Sumatera Utara


c. Dukungan Informasi

Distribusi frekuensi responden menurut dukungan informasi meliputi informasi

yang diberikan keluarga tentang cara minum obat, pentingnya berobat secara teratur,

perawatan diri, mengingatkan untuk minum obat, memberi dukungan bahwa penyakit

kusta tidak mudah menular serta dapat sembuh jika teratur berobat. Seluruh jawaban

dari responden kemudian dikategorikan, maka didapatkan hasil skoring yang

menunjukkan bahwa responden memiliki dukungan informasi dari keluarga secara

baik yaitu sebanyak 31 responden (57.4%). Dapat dilihat pada Tabel 4.20.

Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan


Informasi.
No Dukungan Informasi Jumlah Persentase (%)
1 Baik 31 57.4
2 Kurang 23 42.6
Jumlah 54 100

4.5. Kepatuhan Berobat Penderita Kusta

Kepatuhan berobat adalah kesesuaian waktu minum obat penderita kusta sesuai

tipe kusta, yaitu untuk tipe PB sampai 6 bulan tanpa tertinggal, dan tipe MB sampai

18 bulan tanpa tertinggal.

Distribusi frekuensi responden menurut kepatuhan berobat penderita kusta

dikategorikan berdasarkan hasil skoring yang menunjukkan bahwa responden yang

patuh berobat secara teratur sebanyak 41 responden (75.9%). Dapat dilihat pada

Tabel 4.21.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Kepatuhan
Berobat.
No Kepatuhan Berobat Jumlah Persentase (%)
1 Teratur 41 75.9
2 Tidak teratur 13 24.1
Jumlah 54 100

4.6. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel bebas meliputi :

persepsi (persepsi beratnya penyakit, persepsi risiko penyakit kusta, persepsi

konsekuensi tidak teratur minum obat, persepsi tindakan pencegahan kecacatan) dan

dukungan keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental dan dukungan

informasi) dengan tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat penderita kusta

di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam, dilakukan uji

bivariat dengan menggunakan

4.6.1. Hubungan Persepsi tentang Penyakit Kusta dengan Tingkat Kepatuhan


Penderita dalam Pemakaian Obat di Kecamatan Jangka Kabupaten
Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam

Untuk mengetahui hubungan variabel bebas meliputi persepsi (persepsi

beratnya penyakit, persepsi risiko penyakit kusta, persepsi konsekuensi tidak teratur

minum obat, persepsi tindakan pencegahan kecacatan) dapat dilihat pada Tabel 4.22.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.22. Hubungan Persepsi tentang Penyakit Kusta dengan Tingkat
Kepatuhan Penderita Dalam Pemakaian Obat
Jumlah R
Persepsi P
N % Correlation

1 Persepsi beratnya penyakit kusta


Baik 43 79.6 0.360 0.007
Kurang 11 20.4
Jumlah 54 100
2 Persepsi risiko penyakit kusta
Baik 30 55.6
0.281 0.040
Kurang 24 44.4
Jumlah 54 100
3 Persepsi konsekuensi tidak teratur
berobat
Baik 31 57.4 0.303 0.026
Kurang 23 42.6
Jumlah 54 100
4 Persepsi tindakan pencegahan
kecacatan
Baik 30 55.6 0.368 0.006
Kurang 24 44.4
Jumlah 54 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 54 responden terdapat hubungan

kepatuhan penderita dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan persepsi

beratnya penyakit secara baik. yaitu 43 orang (79.6%) penderita dengan persepsi

beratnya penyakit secara kurang berjumlah 11 orang (20.4%).

Secara statistik menunjukkan dimana nilai r=0.360 dan p=0.007 (p<0,05)

yang artinya semakin baik persepsi tentang beratnya penyakit kusta maka semakin

baik pula tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 54 responden, kepatuhan penderita

dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan risiko penyakit secara baik

Universitas Sumatera Utara


sebanyak 30 orang (55.6%) dan 24 orang (44.4%) dengan persepsi beratnya penyakit

secara kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.281dan p=0.040 (p<0,05) yang

artinya semakin baik persepsi tentang risiko penyakit kusta maka semakin baik pula

tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 54 responden, kepatuhan penderita

dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan persepsi konsekuensi tidak teratur

berobat secara baik sebanyak 31 orang (57.4%) dan 23 orang (42.6%) dengan

persepsi beratnya penyakit secara kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.303 dan

p=0.026 (p<0,05) yang artinya semakin baik persepsi konsekuensi tidak teratur

berobat maka semakin baik pula tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 54 responden, kepatuhan penderita

dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan persepsi tindakan pencegahan

kecacatan secara baik sebanyak 30 orang (55.6%) dan 24 orang (44.4%) dengan

persepsi beratnya penyakit secara kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.368 dan

p=0.006 (p<0,05) yang artinya semakin baik persepsi tentang tingkat pencegahan

kecacatan maka semakin baik pula tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian

obat.

4.6.2. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kepatuhan Penderita


dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta di Kecamatan Jangka
Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam

Untuk mengetahui hubungan variabel bebas meliputi dukungan keluarga

(dukungan emosional, dukungan instrumental dan dukungan informasi) dapat dilihat

pada Tabel 4.23.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.23. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan
Penderita Dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta
Persepsi Jumlah R P
N % Correlation

1 Dukungan Emosional
Baik 33 61.1 0.350 0.009
Kurang 21 38.9
Jumlah 54 100
2 Dukungan Instrumental
Baik 32 59.3
0.326 0.016
Kurang 22 40.7
Jumlah 54 100
3 Dukungan Informasi
Baik 31 57.4 0.303 0.026
Kurang 23 42.6
Jumlah 54 100

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 54 responden, kepatuhan penderita

dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan dukungan emosional secara baik

sebanyak 33 orang (61.1%) dan 21 orang (38.9%) dengan dukungan emosional secara

kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.350 dan p=0.009 (p<0,05) yang artinya

semakin baik dukungan emosional dari keluarga maka semakin baik pula tingkat

kepatuhan penderita dalam pemakaian obat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 54 responden, kepatuhan penderita

dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan dukungan instrumental secara

baik sebanyak 32 orang (59.3%) dan 22 orang (40.7%) dengan dukungan

instrumental secara kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.326 dan p=0.016

(p<0,05) yang artinya semakin baik dukungan instrumental yang diterima penderita

Universitas Sumatera Utara


tentang perawatan penyakit yang diderita maka semakin baik pula tingkat kepatuhan

penderita dalam pemakaian obat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 54 responden, kepatuhan penderita

dalam pemakaian obat penderita kusta berdasarkan dukungan informasi secara baik

sebanyak 31 orang (57.4%) dan 23 orang (42.6%) dengan dukungan informasi secara

kurang. Secara statistik diperoleh nilai r=0.350 dan p=0.009 (p<0,05) yang artinya

semakin baik dukungan informasi tentang penyakit kusta maka semakin baik pula

tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat.

4.7. Analisis Multivariat

Analisis multivariat bertujuan untuk melihat variabel penelitian dengan

menggunakan uji regresi logistik berganda untuk menguji pengaruh persepsi tentang

penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam

pemakaian obat penderita kusta.

Analisis multivariat didasarkan pada variabel-variabel dalam analisis bivariat

yang mempunyai nilai p-value <0,25 namun pada hasil analisis bivariat terdapat 7

(tujuh) variabel dengan nilai p-value <0,05 sehingga langsung diikutkan dalam

analisis multivariat tanpa dilakukan penyaringan yaitu variabel (1) persepsi

beratnya penyakit, variabel (2) persepsi risiko penyakit kusta, variabel (3) persepsi

konsekuensi tidak teratur minum obat, variabel (4) persepsi tindakan pencegahan

kecacatan (5) dukungan emosional, variabel (6) dukungan instrumental dan variabel

(7) dukungan informasi. Dapat dilihat pada Tabel 4.24.di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.24. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda
No Variabel Sig EXP (B) Lower Upper
1 Persepsi beratnya penyakit 0.047 4.569 3.037 10.308
2 Persepsi risiko penyakit 0.042 5.021 1.039 11.026
kusta
3 Persepsi konsekuensi tidak 0.033 10.067 5.012 19.008
teratur berobat
4 Persepsi tindakan 0.052 8.009 3.084 12.052
pencegahan kecacatan
5 Dukungan emosional 0.158 5.017 1.019 12.031
6 Dukungan instrumental 0.150 5.119 2.055 7.110
7 Dukungan informasi 0.101 6.000 3.077 11.009
Nilai Konstanta 0.266 6.570
*signifikan pada α=0,05
Berdasarkan Tabel 4.24. di atas, diketahui bahwa dari tujuh variabel yang

diuji secara serempak dengan metode enter menunjukkan hanya terdapat 4 (empat)

variabel yang mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan

penderita dalam pemakaian obat penderita kusta (p<0,005) yaitu variabel persepsi

beratnya penyakit dengan nilai p-value= 0,0.47 dengan nilai β=0,301, variabel

persepsi risiko penyakit kusta dengan nilai p-value= 0,042 dengan nilai β=0,223

variabel persepsi konsekuensi tidak teratur berobat dengan nilai p-value= 0,033

dengan nilai β=-1.0.39 , variable persepsi tindakan pencegahan kecacatan dengan

nilai p-value= 0,052 dengan nilai β=0,776 sehingga dapat dibuat model regresi

logistik berganda yaitu sebagai berikut:

F (x) = 1
(0.273-1.039 X 1 + 0,223 X 2 + 0.301 X 3 + 0,776 X 4 )
1+e

Keterangan:
X 1 = persepsi konsekuensi tidak teratur berobat
X 2 = persepsi risiko penyakit kusta
X 3 = persepsi beratnya penyakit

X 4 = persepsi tindakan pencegahan kecacatan

Universitas Sumatera Utara


Artinya variabel persepsi konsekuensi tidak teratur berobat yang paling

dominan memengaruhi tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat pada

penderita kusta. Dapat di ketahui bahwa secara keseluruhan model regresi logistik

berganda ini dapat memprediksikan besar/kecilnya, tinggi/rendahnya hubungan

faktor-faktor risiko yang ada terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian

obat penderita kusta.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Persepsi Tentang Penyakit Kusta Dengan Tingkat Kepatuhan


Penderita Dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta

5.1.1.Pengaruh Persepsi Beratnya Penyakit Kusta Dengan Tingkat Kepatuhan


Penderita Dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta

Persepsi beratnya penyakit kusta memiliki pengaruh terhadap tingkat

kepatuhan penderita dalam pemakaian obat kusta. Mayoritas responden 43 orang

(79.6%) memiliki persepsi beratnya penyakit kusta secara baik untuk patuh dalam

pemakaian obat dan 11 orang responden (20.4%) memiliki persepsi beratnya

penyakit kusta secara kurang untuk patuh dalam pemakaian obat kusta. Dimana

penderita penyakit kusta yang memiliki persepsi beratnya penyakit kusta secara baik

5 kali berpeluang lebih patuh dalam pemakaian obat kusta di bandingkan dengan

penderita penyakit kusta yang memiliki persepsi beratnya penyakit kusta secara

kurang untuk patuh dalam pemakaian obat kusta.

Hal ini dapat saja terjadi dikarenakan penyakit kusta merupakan penyakit yang

telah ada sejak lama, sehingga pengetahuan penderita tentang perjalanan serta

perkembangan penyakit kusta telah banyak diketahui misalnya penyakit kusta

merupakan penyakit yang dapat menular dalam kontak lama dengan penderita kusta

dan juga dapat disembuhkan bila teratur dalam pemakaian obat serta bukan

merupakan penyakit akibat kutukan, persepsi seperti ini telah lazim karena bila

semakin berat derajat penyakit seseorang maka akan semakin besar motivasi untuk

dapat sembuh dari penyakitnya dan berusaha untuk berobat secara teratur.

Universitas Sumatera Utara


Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda,

ternyata memiliki pengaruh secara bersama-sama dengan variabel lain memengaruhi

persepsi beratnya penyakit kusta terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam

pemakaian obat kusta dimana nilai p-value= 0.047.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Oesman (1991) bahwa ada hubungan

yang bermakna antara beratnya penyakit terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam

pemakaian obat penderita kusta.

5.1.2.Pengaruh Persepsi Risiko Penyakit Kusta dengan Tingkat Kepatuhan


Penderita dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta

Sebagian besar responden yang memiliki persepsi risiko penyakit kusta untuk

kepatuhan dalam pemakaian obat secara baik sebanyak 30 orang responden (55.6%)

dan persepsi resiko penyakit kusta untuk kepatuhan dalam pemakaian obat kusta

secara kurang sebanyak 24 orang responden (44.4%), penderita penyakit kusta yang

memiliki persepsi risiko penyakit kusta secara baik berpeluang 5 kali lebih patuh

dalam pemakaian obat kusta di bandingkan dengan penderita penyakit kusta yang

memiliki persepsi risiko penyakit kusta secara kurang untuk patuh dalam pemakaian

obat kusta.

Ini dapat terjadi bila penderita tidak berobat secara teratur maka berisiko untuk

menderita kecacatan seumur hidup dan kematian serta menularkan kepada orang lain

beratnya resiko yang akan diterima penderita menimbulkan persepsi yang menjadi

faktor pendorong dalam memotivasi penderita untuk dapat sembuh, kesadaran serta

kemauan sangat di perlukan terutama dalam pemeriksaan dini bila timbul gejala awal

Universitas Sumatera Utara


bagi penderita yang berisiko untuk tertular serta penegakkan diagnosis yang tepat

disertai pemeriksaan yang akurat sehingga tidak terlambat dalam menentukan suspect

penderita kusta bagi petugas kesehatan. Perawatan luka sangat penting untuk

diketahui oleh penderita agar tidak terjadi kecacatan seumur hidup serta keteraturan

berobat oleh penderita kusta untuk meminimalisasikan resiko penularan pada anggota

keluarga dan lingkungan.

Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda,

ternyata memiliki pengaruh secara bersama-sama dengan variabel lain memengaruhi

persepsi risiko penyakit kusta terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam teratur

pemakaian obat dimana nilai p-value= 0.042.

Lingkungan sosial penderita sangat berpengaruh terhadap perkembangan atau

keinginan kesembuhan penderita sendiri. Lingkungan yang menolak akan

mengakibatkan penderita semakin berat menanggung stigma penyakit kusta yang

dideritanya sehingga kemungkinan penderita akan mengembangkan perilaku terhadap

diri ataupun lingkungannya. Sedangkan lingkungan yang selalu melindungi akan

menyulitkan penderita saat menyesuaikan diri, sebaliknya dengan lingkungan yang

penuh penerimaan dan suportif akan jauh lebih mampu mengembalikan

keseimbangan adaptif dalam diri penderita.

5.1.3.Pengaruh Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat dengan Tingkat


Kepatuhan Penderita dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta

Mayoritas responden yang memiliki persepsi konsekuensi tidak teratur berobat

untuk patuh dalam pemakaian obat secara baik sebanyak 31 orang responden (57.4%)

Universitas Sumatera Utara


dan persepsi konsekuensi tidak teratur berobat untuk patuh berobat secara kurang 23

orang responden (42.6%), penderita penyakit kusta yang memiliki persepsi

konsekuensi tidak teratur berobat secara baik berpeluang 10 kali lebih patuh dalam

pemakaian obat kusta di bandingkan dengan penderita penyakit kusta yang memiliki

persepsi konsekuensi tidak teratur berobat secara kurang untuk patuh dalam

pemakaian obat kusta.

Hal ini dapat saja terjadi karena responden bergaul dan terbuka untuk

bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat, walaupun penyakit kusta merupakan

penyakit menular yang paling tidak menular kepada orang lain dan lebih berisiko

pada responden yang tidak teratur berobat misalnya penderita kusta dengan tipe MB.

Hal ini sejalan dengan penelitian Hastuti (1996) bahwa penderita yang berobat

atau yang tidak berobat secara teratur pada penderita kusta tipe MB sekitar tiga kali

lebih besar dibandingkan tipe PB.

Peran petugas sangat penting diharapkan agar lebih aktif untuk mendatangi

rumah-rumah responden yang tidak teratur berobat karena penyakit kusta tipe MB

sangat berpotensial menularkan kepada orang lain, disamping itu walaupun berobat,

tetapi bila berobatnya tidak teratur perlu diketahui faktor penyebabnya.

Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda,

ternyata memiliki pengaruh paling dominan memengaruhi persepsi konsekuensi tidak

teratur berobat dengan tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat dimana

nilai p-value= 0.033.

Sebenarnya banyak faktor yang menstimulus perilaku penderita kusta, baik

faktor eksternal maupun faktor internal. faktor internal merupakan faktor yang

Universitas Sumatera Utara


mendorong (prediposing factor) penderita dalam menentukan sikap, yaitu seperti:

kepribadian, tingkat pendidikan, pengetahuan, nilai yang dipercaya dsb. Namun tidak

dapat diingkari jika faktor eksternal juga merupakan faktor yang memperkuat

(reinforcing factor) ternyata membawa dampak yang signifikan pada perilaku

penderita, faktor eksternal tersebut adalah lingkungan sosialnya baik keluarga

ataupun masyarakat umumnya, sehingga banyak ditemui penderita yang tidak teratur

melaksanakan pengobatan karena faktor eksternal seperti keluarga malu mengakui

seandainya anggota keluarga menderita kusta sehingga mencoba pengobatan melalui

dukun/orang pintar atau keluarga beranggapan tidak ada guna berobat secara medis.

Basaria (2007) faktor internal dan eksternal terhadap kepatuhan minum obat

penderita kusta di Kabupaten Asahan tahun 2007 adalah jenis kelamin, pendidikan,

peran petugas dan reaksi kusta.

Selain dapat menularkan juga dapat menimbulkan kecacatan dan kematian.

Konsekuensi yang ditanggung oleh penderita merupakan beban berat baik secara

moril maupun materil yang harus di tanggung seumur hidup. Walaupun pengobatan

penderita kusta merupakan program gratis dari pemerintah namun bila pemakaian

obat tidak teratur karena jenuh akibat pengobatan yang membutuhkan waktu relatif

lama maka sia-sia pengobatan yang telah dilakukan dan menghabiskan waktu secara

percuma, karena kepatuhan dalam pemakaian obat kusta merupakan jalan keluar serta

kunci dari kesembuhan bagi penderita bila penderita berobat secara teratur disamping

akan sembuh juga masih ada kesempatan serta waktu untuk melakukan kegiatan yang

bermanfaat seperti bekerja dan mencari nafkah karena penderita pada umumnya

masih dalam usia produktif.

Universitas Sumatera Utara


5.1.4.Pengaruh Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan Dengan Tingkat
Kepatuhan Penderita Dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta

Mayoritas responden yang memiliki persepsi tindakan pencegahan kecacatan

untuk patuh dalam pemakaian obat secara baik 30 orang (55.6%) dan persepsi

tindakan pencegahan kecacatan untuk patuh dalam pemakaian obat kusta secara

kurang sebanyak 24 orang (44.4%), penderita penyakit kusta yang memiliki persepsi

tindakan pencegahan kecacatan secara baik berpeluang 8 kali lebih patuh dalam

pemakaian obat kusta di bandingkan dengan penderita penyakit kusta yang memiliki

persepsi tindakan pencegahan kecacatan secara kurang untuk patuh dalam pemakaian

obat kusta.

Berdasarkan jumlah proporsi tidak berbeda jauh pengaruh persepsi tindakan

pencegahan kecacatan untuk patuh dalam pemakaian obat secara baik atupun kurang

baik, hal ini dapat saja terjadi karena persepsi tindakan pencegahan bukanlah hal

mutlak yang menjadi tanggung jawab petugas, melainkan harus ada kerjasama antara

petugas dan penderita. Tindakan pencegahan merupakan kegiatan rutin yang harus

dilakukan oleh penderita kusta dan menjadi tidak mungkin setiap hari petugas harus

mengkontrol keadaan penderita. Hal ini merupakan wajib bagi penderita untuk

mengetahui perawatan dalam pencegahan kecacatan penyakit kusta seperti memakai

alas kaki, pelindung kepala atau topi, mencegah kecacatan serta melakukan

pemeriksaan mata, kaki dan tangan setiap hari untuk melihat apakah ada luka baru

atau tidak, merendam kaki selama 20 menit dengan air biasa untuk mencegah kulit

kering karena kulit yang kering akan mengakibatkan luka-luka kecil yang kemudian

terinfeksi.

Universitas Sumatera Utara


Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda,

ternyata memiliki pengaruh secara bersama-sama dengan variabel lain memengaruhi

persepsi tindakan pencegahan kecacatan terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam

pemakaian obat dimana nilai p-value= 0.052.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Gunadi (2000) di Rumah Sakit

Tugu Semarang, bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kecacatan dengan

keteraturan minum obat. Penelitian Hasnani (2002) menunjukkan riwayat keteraturan

berobat ada hubungannya dengan kejadian cacat tingkat II.

Adanya kecacatan yang disebabkan oleh penyakit kusta, menyebabkan betapa

takutnya seseorang kehilangan anggota geraknya, sehingga akan menyebabkan

sesorang untuk patuh minum obat agar cacat tidak bertambah berat.

5.2. Pengaruh Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Penderita


Dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta

5.2.1.Pengaruh Dukungan Emosional Dengan Tingkat Kepatuhan Penderita


Dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta

Mayoritas responden yang memiliki dukungan emosional untuk patuh dalam

pemakaian obat secara baik sebanyak 33 orang (61.1%) dan dukungan emosional

untuk patuh dalam pemakaian obat secara kurang sebanyak 21 orang (38.9%).

Keadaan seperti ini dapat terjadi pada awal masa perawatan dan pengobatan

medis, penderita penyakit kusta memiliki kecenderungan yang cukup besar untuk

mendapatkan bantuan atau dukungan sosial dari pihak eksternal sehingga penderita

mampu mereduksi stress yang dirasakannya. Dukungan sosial yang diterima

Universitas Sumatera Utara


penderita penyakit kusta dari pihak eksternal dimaksudkan untuk dapat meningkatkan

kemampuan dirinya dalam menilai suatu keadaan memilih strategi penerimaan diri

yang efektif dan memperbaiki kembali rasa percaya diri penderita. Dukungan

emosional dapat membentuk kekuatan baru yang berguna bagi diri penderita saaat

menghadapi stress dan shock mental yang dialaminya yaitu berupa ungkapan

perhatian dan empati sehingga membuat penderita penyakit kusta merasa dipahami

dan diterima baik melalui keberadaan maupun keadaanya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rachmalina dan Sunanti

(1999) bahwa peran anggota keluarga membantu penderita kusta minum obat. Dan

hasil penelitian Komaria (2000) juga mengatakan mereka yang sakit dalam mencari

pelayanan kesehatan terlebih dahulu mendiskusikan penyakitnya kepada sesorang

terutama keluarga dan saudaranya, hal ini sejalan dengan pendapat Notoadmodjo

(1985) menyatakan bahwa sebelum individu mencari pelayanan kesehatan yang

profesional, biasanya lebih dahulu meminta nasehat dari keluarga dan teman. Orang

yang didukung keluarga dalam melakukan sesuatu hal, cenderung akan melakukan

suatu hal, cenderung akan melakukan peraturan yang telah ditentukan, begitu juga

dengan pengobatan, bila didukung keluarga akan teratur minum obat, karena akan

selalu diingatkan untuk minum obat.

Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda,

ternyata tidak memiliki pengaruh dominan namun secara bersama-sama dengan

variabel lain memengaruhi dukungan emosional terhadap tingkat kepatuhan penderita

dalam pemakaian obat dimana nilai p-value= 0.158.

Universitas Sumatera Utara


5.2.2.Pengaruh Dukungan Instrumental Dengan Tingkat Kepatuhan Penderita
Dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta

Mayoritas responden yang memiliki dukungan instrumental untuk patuh dalam

pemakaian obat secara baik sebanyak 32 orang (59.3%) dan dukungan instrumental

untuk patuh dalam pemakaian obat secara kurang 22 orang (40.7%).

Hal ini dapat saja terjadi dikarenakan perhatian dan kehangatan anggota

keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan keluangan waktu

untuk merawat responden dan menemani saat berobat ataupun pemeriksaan rutin di

puskesmas atau rumah sakit sehingga timbul percaya diri yang dapat memberikan

kekuatan baru dan semangat untuk berusaha bangkit dan tidak mengecewakan

harapan keluarga untuk dapat sembuh secepatnya agar dapat beraktivitas seperti biasa

dan tidak menarik diri serta putus asa. Dukungan instrumental dari keluarga untuk

membantu petugas dalam memfasilitasi pasien seperti menyediakan dan mengawasi

dalam minum obat merupakan suatu kerjasama yang sangat di butuhkan dikarenakan

pengobatan penyakit kusta relatif dalam jangka waktu yang lama sehingga

meminimalkan resiko penderita untuk tidak teratur minum obat.

Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan pendapat Joenes (1998) bahwa

penyakit kronis membuat penderita lebih sering tidak patuh untuk minum obat karena

penyakit terlalu lama untuk sembuh. Menurut Depkes (2006) pengobatan untuk kusta

tipe Multi Baciller diberikan secara teratur dalam waktu 12-18 bulan pada tipe Paucci

Baciller selama 6-9 bulan, dengan jangka waktu tersebut penderita merasa bosan

sehingga kemungkinan tidak patuh unutk minum obat.

Universitas Sumatera Utara


Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda,

ternyata tidak memiliki pengaruh dominan namun secara bersama-sama dengan

variabel lain memengaruhi dukungan instrumental terhadap tingkat kepatuhan

penderita dalam pemakaian obat dimana nilai p-value= 0.150.

5.2.3. Pengaruh Dukungan Informasi Dengan Tingkat Kepatuhan Penderita


Dalam Pemakaian Obat Penderita Kusta

Mayoritas responden yang memiliki dukungan informasi untuk patuh dalam

pemakaian obat secara baik sebanyak 31 orang (57.4%) dan persepsi konsekuensi

tidak teratur berobat untuk patuh dalam pemakaian obat secara kurang sebanyak 23

orang (42.6%).

Ini dapat terjadi bila responden mendapatkan informasi yang benar tentang cara

serta pemakaian obat maka responden akan lebih mengetahui apa saja jenis obat yang

dikonsumsi, nasihat, pengarahan saran dan berbagai hal yang berkaitan dengan

transfer informasi pada penderita penyakit kusta. Dukungan ini dapat membantu

menjernihkan kekhawatiran-khawatiran yang dialami penderita penyakit kusta dan

hal ini dapat membantunya menjadi lebih siap dalam menghadapi stress mengenai

penyakit yang dideritanya.

Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda,

ternyata tidak memiliki pengaruh dominan namun secara bersama-sama dengan

variabel lain memengaruhi dukungan informasi terhadap tingkat kepatuhan penderita

dalam pemakaian obat dimana nilai p-value= 0.101

Universitas Sumatera Utara


5.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey dan hanya berdasarkan penilaian

dari kuesioner sehingga keterbatasan yang ada seperti dana dan waktu menyebabkan

kurang sempurnanya penelitian ini.

Penilaian terhadap pengaruh persepsi penyakit kusta dan dukungan keluarga

merupakan sebagian dari faktor lain yang memengaruhi penderita dalam tingkat

kepatuhan dalam pemakaian obat kusta untuk itu perlu direkomendasikan pada

petugas program P2 kusta agar melakukan penilaian yang lebih objektif sesuai

dengan tujuan program.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian dan hipotesis penelitian maka dapat diambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan uji correlation pearson persepsi tentang penyakit kusta

menunjukkan variabel persepsi beratnya penyakit (p=0,007), persepsi risiko

penyakit kusta (p=0,040), persepsi konsekuensi tidak teratur berobat

(p=0,026), persepsi tindakan pencegahan kecacatan (p=0,006), mempunyai

hubungan secara positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan penderita

dalam pemakaian obat di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen tahun 2010.

2. Berdasarkan uji correlation pearson dukungan keluarga menunjukkan

dukungan emosional (p=0,009), dukungan instrumental (p=0,016), dukungan

informasi (p=0,026) mempunyai hubungan secara positif dan signifikan

terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam berobat di Kecamatan Jangka

Kabupaten Bireuen tahun 2010.

3. Berdasarkan uji regresi logistik berganda menunjukkan variabel persepsi

beratnya penyakit, persepsi resiko penyakit kusta dan persepsi konsekuensi

tidak teratur berobat merupakan variabel yang paling dominan yang

memengaruhi tingkat kepatuhan penderita dalam berobat di Kecamatan

Jangka Kabupaten Bireuen tahun 2010.

4. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan variabel persepsi tindakan

pencegahan kecacatan, dukungan emosional, dukungan instrumental dan

Universitas Sumatera Utara


dukungan informasi merupakan variabel yang tidak memengaruhi tingkat

kepatuhan penderita dalam berobat di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen

tahun 2010.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan maka dapat disarankan sebagai berikut:

a) Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen agar memberikan kesempatan

kepada petugas P2 kusta untuk mengikuti pelatihan sehingga dapat

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar kualitas pelayanan lebih

optimal.

b) Petugas P2 kusta hendaknya mengoptimalkan kegiatan penyuluhan dengan

menyampaikan informasi baru mengenai penyakit kusta secara

berkesinambungan sehingga tidak terjadi kehilangan komunikasi.

c) Petugas P2 Kusta hendaknya menjadi pemotivator dan bekerjasama dengan

keluarga dalam mengawasi minum obat

d) Petugas P2 Kusta hendaknya membuat jadwal dan daftar berobat agar

penderita tidak lupa untuk datang berobat kembali.

Kepada Penelitian selanjutnya

a. Sebagai bahan perbandingan penelitian tentang persepsi penyakit kusta dan

dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian

obat.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Depkes R.I., 2004. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta

__________, 2006. Buku Pedoman nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Dirjen


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Cetakan XVIII.
Jakarta

Dinas Kesehatan Prov.NAD, 2006 Laporan Program Penanggulangan Penyakit Kusta


Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2006.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bireun, 2007 Laporan Program Penanggulangan


Penyakit Kusta Kabupaten Bireun Tahun 2006.

Basaria, H., 2007.Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Kepatuhan


Minnum Obat Penderita Kusta Di Kabupaten Asahan Tahun 2007. Tesis,
Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat USU.

Foster, Anderson (1973). Antropologi Kesehatan, Grafiti, Jakarta

Friedman, M.Bowden, V.r.Jones,E.G (2003) Family Nursing Research, Theory and


Practice, New Jersey:Prentice Hall

Gunadi, Adi.,2000. Kajian Tentang Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Kecacatan Pada


Lepra Di Rumah Sakit Tugu Semarang Tahun 2000, semarang :
(http//digilid.litbang.depkes.go.id/)

Hasnani., 2002. Kejadian Cacat Tingkat II Pada Penderita Kusta Dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002,
Jakarta : (http//digilid.litbang.depkes.go.id/)

Hastuti., 1996. Profil Penderita Kusta Di Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang,


Buletin Penelitian Kesehatan 26 (1) 1998/1999:Jakarta.

Joenoes,Nanizar., 1998. Ars Perseribendi Resep Yang Rasional, Surabaya: Airlangga


University Press.

Komariah., 1998. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kepatuhan Berobat


Penderita Kusta Di Kabupaten Aceh Besar Tahun 1996-1998, Tesis
Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, UI. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Lumentha, B, 1989., Penyakit, Citra Alam da Budaya, Tinjauan Fenomena Sosial,
Kanisius Cetakan I Jakarta

Maramis,Willy (2006). Ilmu Perilaku Dalam Pelayanan Kesehatan Airlangga


University Press, Surabaya.

Mukhsin, dkk., 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keteraturan Minum Obat


pada Penderita TBC Paru yang Mengalami Konversi di Kota Jambi.
Working Paper Series No.11.

Nazir, M, 2004. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

Notoatmodjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

__________, 2007. Promosi dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Oesman,B.H., 1991. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keteraturan Berobat


Penderita Kusta Di Kabupaten Tangerang tahun 1989-1991, Jakarta :
Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, UI. Jakarta.

Pramono, 2005. Evaluasi Program Promosi Kesehatan pada Penderita Kusta di


Rumah Sakit Kusta Tugurejo Semarang. Tesis Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rachmalina,S.P., Sunanti.Z.S.,1999. Penanggulangan Penyakit Kusta Pada Daerah


Endemis Dengan Pendekatan Sosial Budaya Di Kabupaten Bangkalan
(Suatu Tinjauan Kualitatif), Jakarta: Media Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Volume IX, nomor 3 Tahun 1999

Sarwono, S., 2004. Sosiologi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PERSEPSI TENTANG PENYAKIT


KUSTA DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT
KEPATUHAN PENDERITA DALAM PEMAKAIAN OBAT PENDERITA
KUSTA DI KECAMATAN JANGKA KABUPATEN BIREUN
TAHUN 2009

NOMOR RESPONDEN :

Nama : _____________________

Jenis Kelamin : (1) Laki-laki; (2) Perempuan

Pendidikan : (1) Tamat SD, (2) Tamat SLTP, (3) Tamat SLTA
(4) Tamat D-3/S-1

Pekerjaan : (1) PNS/POLRI


(2) Petani/Buruh
(3) Wiraswasta/Pegawai Swasta
(4) Tidak Bekerja

Lama Menderita kusta : a. < 5 tahun


b. >=5 tahun

A. PERSEPSI BERATNYA PENYAKIT

Petunjuk
Pilihlah salah satu jawaban yang bapak/ibu anggap benar

(1) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta merupakan penyakit yang tidak bisa
disembuhkan
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

Universitas Sumatera Utara


(2) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta merupakan penyakit akibat kutukan
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(3) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta dapat disebabkan oleh perilaku tidak
bersih dan tidak sehat
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(4) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta dapat disembuhkan


a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(5) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta dapat menular melalui sentuhan
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(6) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta dapat ditularkan melalui air
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

B. PERSEPSI RISIKO PENYAKIT KUSTA

(1) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta dapat menyebabkan kecacatan


a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(2) Apakah menurut bapak/ibu penyakit dapat menyebabkan kematian


a. Ya
b. Tidak
Alasan:

Universitas Sumatera Utara


(3) Apakah menurut bapak/ibu tipe kusta apapun dapat menyebabkan cacat seumur
hidup
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(4) Apakah menurut bapak/ibu anggota keluarga dapat tertular penyakit kusta jika
dalam rumah yang terdapat penderita kusta.
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(5) Apakah menurut bapak/ibu masyarakat juga dapat tertular penyakit kusta jika
dilingkungannya terdapat penderita kusta.
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(6) Apakah menurut bapak/ibu ibu hamil yang menderita kusta dapat menularkan
kusta juga kepada bayi yang dikandungnya?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

C. PERSEPSI KONSEKUENSI TIDAK TERATUR BEROBAT

(1) Apakah menurut bapak/ibu penderita kusta baik tipe MB maupun PB harus
teratur berobat?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(2) Apakah menurut bapak/ibu penderita kusta yang tidak teratur berobat dapat
menyebabkan kecacatan
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(3) Apakah menurut bapak/ibu penderita yang tidak teratur berobat dapat
menyebabkan kematian
a. Ya
b. Tidak

Universitas Sumatera Utara


Alasan :

(4) Apakah menurut bapak/ibu penyakit kusta hanya perlu diobati secara tradisional
(obat kampung)?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(5) Apakah menurut bapak/ibu penderita kusta yang tidak teratur dapat menularkan
ke orang lain
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(6) Apakah menurut bapak/ibu penderita kusta yang tidak teratur berobat sudah di
anggab sembuh?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

D. PERSEPSI TINDAKAN PENCEGAHAN KECACATAN

(1) Menurut bapak/ibu pencegahan penyakit kusta dapat dilakukan oleh din sendini
pendenita kusta
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(2) Menurut bapak/ibu pencegahan penyakit kusta dapat dilakukan melalui hidup
bersih dan sehat
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(3) Menurut bapak/ibu pencegahan kecacatan pada pendenita kusta dapat dilakukan
melalui perawatan diri
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

Universitas Sumatera Utara


(4) Apakah menurut bapak/ibu pencegahan kecacatan pendenita kusta dapat
dilakukan dengan menghindari berada di luar rumah
a. Ya
b. Tidak
Alasan:
(5) Apakah menurut bapak/ibu menggunakan pelindung kaki seperti sepatu bots
berada diluar rumah dapat mencegah kecacatan penderita kusta
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(6) Apakah menurut bapak/ibu menggunakan topi ketika berada diluar rumah dapat
mencegah kecacatan penderita kusta
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(7) Apakah menurut bapak ibu cara mencegah kecacatan adalah melalui pemeriksaan
mata, kaki dan tangan setiap han
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(8) Apakah menurut bapak/ibu berobat sampai selesai dapat mencegah kecacatan?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(9) Apakah menurut bapak/ibu pencegahan kecacatan dapat juga dilakukan dengan
merendam kaki 20 menit setiap hari.
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

(10) Apakah menurut bapak/ibu secara tradisional (obat kampung) dapat juga
menghindari kecacatan?
a. Ya
b. Tidak
Alasan:

Universitas Sumatera Utara


E. DUKUNGAN KELUARGA
(1) PERTANYAAN DUKUNGAN EMOSIONAL

1. Apakah anggota keluarga selalu mendengarkan keluhan-keluhan yang


bapak ibu keluhkan?
a. Ya
b. Tidak

2. Apakah anggota keluarga menyediakan segala kebutuhan yang


bapak/ibu butuhkan seperti selimut, baju dan lain sebagainya.
a. Ya
b. Tidak

3. Apakah anggota keluarga peduli jika ibu mengalami keluhan nyeri, atau
lainnya?
a. Ya
b. Tidak

4. Apakah anggota keluarga membantu menyiapkan hidangan setiap hari?


a. Ya
b. Tidak

5. Apakah anggota keluarga menyiapkan obat yang perlu di konsumsi


a. Ya
b. Tidak

6. Apakah anggota keluarga menganjurkan untuk berobat secara teratur


a. Ya
b. Tidak

7. Apakah anggota keluarga memberi semangat untuk melakukan upaya-


upaya pencegahan kecacatan seperti menyarankan olah raga, atau
menggunakan pelindung jika berada di luar rumah.
a. Ya
b. Tidak

Universitas Sumatera Utara


(2) PERTANYAAN DUKUNGAN INSTRUMENTAL

1. Apakah anggota keluarga menyediakan makanan yang cukup untuk


bapak/ibu?
a. Ya
b. Tidak

2. Apakah anggota keluarga membantu menyuap makanan jika ibu tidak


sanggup untuk makan sendiri?
a. Ya
b. Tidak

3. Apakah anggota keluarga membantu bapak/ibu menggunakan pelindung


seperti penutup kepala / sepatu bots jika berada di luar rumah?
a. Ya
b. Tidak

4. Apakah anggota keluarga mengatur menu setiap hari?


a. Ya
b. Tidak

5. Apakah anggota keluarga peduli terhadap perawatan tubuh bapak/ibu


a. Ya
b. Tidak

6. Apakah anggota keluarga ikut serta ke klinik atau puskesmas untuk


berobat atau pemeriksaan rutin
a. Ya
b. Tidak

7. Apakah bapak/ibu menganjurkan supaya melakukan gerak seperti olah


raga atau jalan-jalan terhadap anggota keluarga yang menderita kusta?
a. Ya
b. Tidak

Universitas Sumatera Utara


(3) PERTANYAAN DUKUNGAN INFORMASI

1. Apakah anggota keluarga selalu memberikan informasi cara minum obat


yang benar?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anggota keluarga memberikan informasi tentang pentingnya
berobat secara teratur?.
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anggota keluarga memberikan informasi tentang perawatan
penderita kusta?.
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anggota keluarga ikut selalu mengingatkan agar bapak/ibu tidak
lupa minum obat?.
a. Ya
b. Tidak

5. Apakah anggota keluarga ikut selalu mengingatkan bapak/ibu bahwa


penyakit kusta tidak mudah menular?
a. Ya
b. Tidak

6. Apakah anggota keluarga ikut selalu mengingatkan bapak/ibu bahwa


penyakit kusta bisa disembuhkan asal berobat secara teratur?
a. Ya
b. Tidak

KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA KUSTA

1. Apakah bapak/ibu sudah minum obat sampai 6 bulan (tipe PB)?


a. Ya
b. Tidak
Alasan :

____________________________________________________________

Universitas Sumatera Utara


2. Apakah saudara minum obat sampai 18 bulan *tipe MB)?
a. Ya
b. Tidak
Alasan :

____________________________________________________________

Universitas Sumatera Utara


Frequency Table

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 38 70.4 70.4 70.4
Perempuan 16 29.6 29.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tamat SD 25 46.3 46.3 46.3
Tamat SLTP 29 53.7 53.7 100.0
Total 54 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Petani/Buruh 29 53.7 53.7 53.7
Tidak Bekerja 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Lama Menderia Penyakit

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 5 Tahun 24 44.4 44.4 44.4
>= 5 tahun 30 55.6 55.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Persepsi Beratnya Penyakit 1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Frequency Table

Persepsi Beratnya Penyakit 2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Beratnya Penyakit 3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Beratnya Penyakit 4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Persepsi Beratnya Penyakit 5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Beratnya Penyakit 6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 35 64.8 64.8 64.8
Tidak 19 35.2 35.2 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Beratnya Penyakit

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 43 79.6 79.6 79.6
Kurang 11 20.4 20.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Resiko Penyakit Kusta 1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Persepsi Resiko Penyakit Kusta 2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Resiko Penyakit Kusta 3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 32 59.3 59.3 59.3
Tidak 22 40.7 40.7 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Resiko Penyakit Kusta 4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Resiko Penyakit Kusta 5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Resiko Penyakit Kusta 6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Persepsi Resiko Penyakit Kusta

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 30 55.6 55.6 55.6
Kurang 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Frequencies

Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat 1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat 2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat 3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat 4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat 5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat 6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 26 48.1 48.1 48.1
Tidak 28 51.9 51.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Konsekuensi Tidak Teratur Berobat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 31 57.4 57.4 57.4
Kurang 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Frequencies

Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 27 50.0 50.0 50.0
Tidak 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 28 51.9 51.9 51.9
Tidak 26 48.1 48.1 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 7

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 8

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 27 50.0 50.0 50.0
Tidak 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 9

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan 10

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Persepsi Tindakan Pencegahan Kecacatan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 30 55.6 55.6 55.6
Kurang 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Keluarga 1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 57.4 57.4 57.4
Tidak 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Keluarga 2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Keluarga 3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Dukungan Keluarga 4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Keluarga 5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 29 53.7 53.7 53.7
Tidak 25 46.3 46.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Keluarga 6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 32 59.3 59.3 59.3
Tidak 22 40.7 40.7 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Keluarga 7

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 55.6 55.6 55.6
Tidak 24 44.4 44.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Keluarga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 33 61.1 61.1 61.1
Kurang 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Frequencies

Dukungan Instrumental 1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Instrumental 2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Instrumental 3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Instrumental 4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Dukungan Instrumental 5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Instrumental 6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Instrumental 7

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 33 61.1 61.1 61.1
Tidak 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Instrumental

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 32 59.3 59.3 59.3
Kurang 22 40.7 40.7 100.0
Total 54 100.0 100.0

Frequencies

Dukungan Informasi 1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Dukungan Informasi 2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 35 64.8 64.8 64.8
Tidak 19 35.2 35.2 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Informasi 3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Informasi 4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 37 68.5 68.5 68.5
Tidak 17 31.5 31.5 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Informasi 5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Dukungan Informasi 6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 36 66.7 66.7 66.7
Tidak 18 33.3 33.3 100.0
Total 54 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Dukungan Informasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 31 57.4 57.4 57.4
Kurang 23 42.6 42.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

Kepatuhan Berobat Penderita Kusta

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 41 75.9 75.9 75.9
Kurang 13 24.1 24.1 100.0
Total 54 100.0 100.0

Correlations

Correlations

Kepatuhan
Persepsi Berobat
Beratnya Penderita
Penyakit Kusta
Persepsi Beratnya Pearson Correlation 1 .360**
Penyakit Sig. (2-tailed) .007
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .360** 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .007
N 54 54
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Universitas Sumatera Utara


Correlations

Correlations

Persepsi Kepatuhan
Resiko Berobat
Penyakit Penderita
Kusta Kusta
Persepsi Resiko Pearson Correlation 1 .281*
Penyakit Kusta Sig. (2-tailed) .040
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .281* 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .040
N 54 54
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations

Correlations

Persepsi Kepatuhan
Konsekuensi Berobat
Tidak Teratur Penderita
Berobat Kusta
Persepsi Konsekuensi Pearson Correlation 1 .303*
Tidak Teratur Berobat Sig. (2-tailed) .026
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .303* 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .026
N 54 54
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Universitas Sumatera Utara


Correlations

Correlations

Persepsi Kepatuhan
Tindakan Berobat
Pencegahan Penderita
Kecacatan Kusta
Persepsi Tindakan Pearson Correlation 1 .368**
Pencegahan Kecacatan Sig. (2-tailed) .006
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .368** 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .006
N 54 54
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Correlations

Kepatuhan
Berobat
Dukungan Penderita
Keluarga Kusta
Dukungan Keluarga Pearson Correlation 1 .350**
Sig. (2-tailed) .009
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .350** 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .009
N 54 54
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Universitas Sumatera Utara


Correlations

Correlations

Kepatuhan
Berobat
Dukungan Penderita
Instrumental Kusta
Dukungan Instrumental Pearson Correlation 1 .326*
Sig. (2-tailed) .016
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .326* 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .016
N 54 54
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Kepatuhan
Berobat
Dukungan Penderita
Informasi Kusta
Dukungan Informasi Pearson Correlation 1 .303*
Sig. (2-tailed) .026
N 54 54
Kepatuhan Berobat Pearson Correlation .303* 1
Penderita Kusta Sig. (2-tailed) .026
N 54 54
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Universitas Sumatera Utara


Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 54 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 54 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 54 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


baik 0
kurang 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Predicted
Kepatuhan Berobat
Penderita Kusta Percentage
Observed baik kurang Correct
Step 0 Kepatuhan Berobat baik 41 0 100.0
Penderita Kusta kurang 13 0 .0
Overall Percentage 75.9
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500

Universitas Sumatera Utara


Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Constant -1.149 .318 13.022 1 .000 .317

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step Variables PPBP 7.017 1 .008
0 PRPK 4.260 1 .039
PKTTB 4.969 1 .026
PTPK 7.315 1 .007
DK 6.633 1 .010
DIN 5.756 1 .016
DIF 4.969 1 .026
Overall Statistics 18.053 7 .012

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 19.061 7 .008
Block 19.061 7 .008
Model 19.061 7 .008

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 40.547a .297 .445
a. Estimation terminated at iteration number
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be found.

Universitas Sumatera Utara


Classification Tablea

Predicted
Kepatuhan Berobat
Penderita Kusta Percentage
Observed baik kurang Correct
Step 1 Kepatuhan Berobat baik 40 1 97.6
Penderita Kusta kurang 9 4 30.8
Overall Percentage 81.5
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a
PPBP(1) -1.519 .912 2.775 1 .047 4.569 3.037 10.308
1 PRPK(1) -1.614 .836 3.722 1 .042 5.021 1.039 11.026
PKTTB(1) 42.347 49121.515 .000 1 .033 10.067 5.012 19.008
PTPK(1) -22.780 40192.980 .000 1 .052 8.009 3.084 12.052
DK(1) -40.689 49121.510 .000 1 .158 5.017 1.019 12.031
DIN(1) 1.614 56841.453 .000 1 .150 5.119 2.055 7.110
DIF(1) 18.012 40192.977 .000 1 .101 6.000 3.077 11.009
Constant 1.439 .866 2.761 1 .266 6.570
a. Variable(s) entered on step 1: PPBP, PRPK, PKTTB, PTPK, DK, DIN, DIF.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai