2018
Sayuti, Muhammad
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1007
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) PADA
PUSKESMAS LHOK BEURINGEN DAN PUSKESMAS TANAH
JAMBO AYE DI KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2017
TESIS
Oleh
MUHAMMAD SAYUTI
157032091
THESIS
By
MUHAMMAD SAYUTI
157032091
TESIS
Oleh
MUHAMMAD SAYUTI
157032091
Menyetujui,
Komisi Pembimbing :
( Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D ) ( Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si )
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
(Muhammad Sayuti)
157032091
Salah satu upaya mengurangi paparan asap rokok, Pemerintah Kabupaten Aceh
Utara mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa
Rokok. Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye merupakan dua
Puskesmas yang berada di Kabupaten Aceh Utara. Permasalahan penelitian adalah
bagaimana implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Lhok
Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di kedua Puskesmas tersebut.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode kualitatif. Data penelitian
diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisa data menggunakan
analisa data interaktif dari Miles and Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
di Puskesmas Lhok Beuringen sudah baik, namun berbeda dengan Puskesmas Tanah
Jambo Aye yang masih ada kekurangan. Pada aspek komunikasi, masih ada pengunjung
yang kurang memahami batasan wilayah Kawasan Tanpa Rokok. Pada aspek sumber
daya, Puskesmas Tanah Jambo Aye kekurangan anggaran dan sumber daya manusia.
Pada aspek disposisi, belum adanya sanksi yang tegas. Dan pada aspek struktur
birokrasi, belum adanya tim khusus pemantau implementasi kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok.
Kesimpulan penelitian adalah implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
tidak dapat berjalan dengan baik jika ada beberapa aspek penghambat, yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Saran yaitu perlu adanya
penambahan pegawai dan anggaran. Dapat menyediakan media sosialisasi melalui
video promosi dan informasi kesehatan secara periodik tentang Kawasan Tanpa Rokok
serta diberlakukannya sanksi yang tegas.
Kata Kunci : Kebijakan, Implementasi, Kawasan Tanpa Rokok. Lhok Beuringen,
Tanah Jambo Aye
In the attempt to reduce cigarette smoke exposure, the Aceh Utara District
Administration issued Regional Regulation No. 3/2015 on KTR (No Smoking Area).
Lhok Beuringen Puskesmas and Tanah Jambo Aye Puskesmas are located in Aceh
Utara Regency. The research problem was how about the implementation of the policy
on KTR at the two puskesmas. The objective of the research was to find out the
implementation of the policy on KTR at the two puskesmas.
The research used descriptive qualitative method. The data were gathered by
conducting interviews, observation, and documentation and analyzed by using
interactive data analysis by Miles and Huberman.
The result of the analysis showed that the implementation of the policy on KTR
at Lhok Beuringen Puskesmas was good; on the other hand, it was bad at Tanah Jambo
aye Puskesmas. In the aspect of communication, some visitors still did not understand
the area of KTR. In the aspect of resources, Tanah Jambo Aye Puskesmas lacked of
budget and human resources. In the aspect of disposition, there was not strict sanction
on it. In the aspect of bureaucratic structure, there was no specific team that monitored
the implementation of the policy on KTR.
The conclusion was that the implementation of the policy on KTR would not run
well if there were some obstacles such as communication, resources, disposition, and
bureaucratic structure. It is recommended that personnel and budget be added,
socialization medium be provided through promotion video and health promotion
regularly about KTR and strict sanction.
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa atas rahmat serta
Dalam penulisan tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan
bantuan, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU.
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D., Ketua Program Studi S2 IKM FKM USU.
4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., Ph.D., selaku Sekretaris Program Studi S2 IKM
FKM USU dan dosen penguji kedua saya, atas segala masukan yang telah diberikan
5. Dr. Juanita, S.E., M.Kes., selaku dosen pembimbing pertama saya, atas segala
perhatian dan saran kepada penulis selama proses penyelesaian tesis ini.
6. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua saya, atas segala
7. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M., selaku dosen penguji pertama saya, atas
Kabupaten Aceh Utara yang telah bersedia menjadi informan pada penelitian ini.
10. Khalid, SKM., M.Kes., selaku Pengelola Program PTM Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Utara yang telah bersedia menjadi informan pada penelitian ini.
11. Saiful, S.K.M., M.Kes., selaku Pengelola Program di Seksi Promosi Kesehatan dan
12. Hendra Sefrizal, selaku Kepala Puskesmas Lhok Beuringen yang telah bersedia
13. dr. Sri Mastuti, selaku Pengelola Program PTM Puskesmas Lhok Beuringen yang
14. Putriani, S.K.M., selaku Pengelola Promosi Kesehatan Puskesmas Lhok Beuringen
15. dr. Hari Laksamana, selaku Kepala Puskesmas Tanah Jambo Aye yang telah
16. Khairil, S.K.M., selaku Pengelola Program PTM Tanah Jambo Aye yang telah
18. Seluruh pengunjung Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye
19. Para dosen dan staf di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IKM FKM USU,
20. Keluarga besarku, istriku tercinta yaitu Yenni, SKM, anak-anakku tersayang yaitu
Raisiya Ufaira dan Defa Al Fayyadh, Almarhum dan Almarhumah orang tuaku,
kedua mertua, kakak-kakakku dan adek-adek ipar yang senatiasa mendampingi serta
memberiakn dorongan moril maupun materil yang sangat berarti selama penulis
21. Dan tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada para sahabat yaitu Sri
Rosita S.K.M., M.K.M., Zufrizal S.K.M., dan drg. Dina Savitri M.K.M.,
Muhammad Azidar S.Kep., M.K.M., dan teman-teman kost digang sarmin 41D
yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan. Maka
demikian penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan tesis ini. Atas saran dan
Penulis
Muhammad Sayuti
Keutapang Kabupaten Pidie Jaya. Pendidikan formal penulis, di mulai dari Sekolah
dasar di SD Negeri Babah Krueng tamat tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri Ulee Gle tamat tahun 1992, Sekolah Perawat Kesehatan di Pemda Pidie
tamat tahun 1995, Akademi di Akper Pemda Lhokseumawe tamat tahun 2001, Strata-1
Masyarakat, dengan minat studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas
Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara dan sebagai Pengelola
Program pada Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Aceh Utara sampai
dengan sekarang.
Halaman
ABSTRAK ………………………………………………………………... i
ABSTRACT ………………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iii
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xi
DAFTAR ISTILAH ………………………………………………………. xii
No Judul Halaman
2.1 Sekuensi Implementasi Kebijakan ……………………………… 23
2.2 Jumlah Perokok di Indonesia …………………………………… 41
2.3 Proporsi Perokok Dewasa ASEAN Tahun 2006 ………………… 41
2.4 Proporsi Perokok Dewasa ASEAN Tahun 2013 ………………… 42
2.5 Skema Kerangka Pikir Penelitian ………………………………… 48
4.1 Peta Kabupaten Aceh Utara ……………………………………… 54
No Judul Halaman
1 Lembar Persetujuan Menjadi Informan Penelitian ………………… 91
PENDAHULUAN
Hak untuk menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok telah menjadi
perhatian dunia. WHO memprediksi penyakit yang berkaitan dengan rokok akan
mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta diantaranya berada di negara berkembang.
Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah
dan angka kematian akibat rokok. Pada tahun 2030 diperkirakan angka kematian
perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa dan 70% diantaranya berasal dari negara
berkembang. Saat ini 50% kematian berada di negara berkembang. Jika kecenderungan
ini berlanjut, diperkirakan sekitar 650 juta orang akan terbunuh oleh rokok yang
setengahnya berusia produktif dan akan kehilangan umur hidup sebesar 20-25 tahun
(Kemenkes, 2013).
Perokok tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun juga telah dilakukan
oleh anak-anak. Berdasarkan data The Tobacco Atlas 2016 diperkirakan lebih dari 90
juta penduduk Indonesia merokok dimana 66% adalah perokok anak laki-laki di atas
usia 15 tahun. Hal ini menyebabkan Indonesia meraih peringkat satu Negara di ASEAN
untuk jumlah perokok anak. Disusul oleh Laos 50,8%, Vietnam 45,3%, Myanmar
Darussalam 32,6%, dan Singapura 23,1% (Lian and Dorotheo, 2016). Prevalensi
perokok anak perempuan juga mengalami peningkatan. Sekitar 6,3 juta perokok anak
Indonesia yang masih menghisap rokok adalah berjenis kelamin laki-laki dan 2,1%
adalah perempuan. Rata-rata jumlah batang rokok yang di hisap adalah sekitar 12
Indonesia dimana 80% laki-laki di Aceh merupakan perokok aktif. Berdasarkan data
hasil riset Dinas Kesehatan Aceh tahun 2010, tingkat prevalensi perokok di Provinsi
Aceh adalah 37,1% yakni di atas rata-rata prevalensi nasional 34,7%. Industri rokok
yang berkembang pesat dan adanya pembiaran oleh pemerintah dapat menjadi akar
tidak terbatas dari iklan rokok dapat diyakini ikut juga menciptakan merokok sebagai
perilaku yang lumrah. Pada tahun 2015, perokok di Aceh masuk dalam 10 besar
Penyakit Tidak Menular (PTM). Sebagian besar faktor risiko PTM, salah satunya
adalah akibat kebiasaan merokok. Menurut data tahun 2014, beban penyakit di
trakhea, bronkhus dan paru. PTM ini telah menjadi penyebab utama kematian di
Indonesia (https://lifestyle.kompas.com).
lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support
dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health
KTR di tempat umum, tempat kerja dan tempat pendidikan (Prabandari dkk, 2009).
KTR adalah area atau tempat umum yang di larang untuk melakukan kegiatan
seperti produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Adapun tempat-
tempat umum yang dimaksud meliputi : pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar,
tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, serta tempat-tempat
yang telah ditentukan. KTR ini juga berfungsi melindungi perokok pasif dari asap
rokok (TCSC, 2012). Negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan beberapa
negara di Eropa mulai gencar menerapkan KTR secara efektif, Pada pasal 4 Perbup
Aceh Utara Nomor 3 Tahun 2015 tentang KTR menyatakan larangan menyediakan
tempat khusus merokok dan dibebaskan dari asap rokok hingga batas terluar (Perda
Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan
yang bersih dan sehat bagi masyarakat dan melindungi kesehatan masyarakat dari
dampak buruk merokok. Selain itu juga, Perbup KTR ini dibuat untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat. Bukan untuk melarang orang merokok, tetapi mengatur perokok
agar tidak mengganggu kesehatan orang yang tidak merokok. Perbup KTR Aceh Utara
masih sebatas rancangan dan ditargetkan bisa segera menjadi Qanun. Perbup ini dibuat
sebagai dasar hukum yang lebih kuat untuk mengatur Kawasan Tanpa Rokok.
terdapat 7 tatanan ruang lingkup KTR yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses
belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja
dan tempat umum. Keberhasilan kebijakan KTR ini sangat dipengaruhi oleh proses
tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Indikator keberhasilan dari
dengan kepatuhan kelompok sasaran, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dapat dinilai
fasilitas tempat pelayanan kesehatan. Hal ini tergambarkan dari hasil observasi
lapangan yang dilakukan di beberapa Puskesmas di Kabupaten Aceh Utara yaitu masih
Puskesmas tersebut. Pelaku pelanggaran ini adalah PNS sebanyak 58% dan Non-PNS
sebanyak 42%, dan 64% masyarakat atau pengunjung Puskesmas telah mengetahui
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Stasiun Tawang Kota dinyatakan sudah berhasil
dengan indikator berkurangnya polusi udara akibat paparan asap rokok, berkurangnya
sampah yang berserakan akibat rokok, dan berkurangnya jumlah iklan rokok. Strategi
kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Stasiun Tawang Kota dengan mempertegas sanksi
dengan harapan memperkecil jumlah pelanggaran misalnya sanksi yang ditetapkan oleh
PT. KAI untuk pegawai stasiun yakni dikenakan sanksi grounded atau skorsing selama
3 bulan jika merokok di lingkungan stasiun maupun di dalam kereta api. Adanya
Kawasan Tanpa Rokok dengan harapan dapat mengakomodir kebutuhan perokok aktif
tanpa mengganggu perokok pasif. Smoking area terletak di sebelah timur stasiun
dengan dilengkapi sarana dan prasarana penunjang seperti meja, kursi, asbak, dan
pengisap asap serta memasang larangan merokok di beberapa tempat sebagai peringatan
perkantoran swasta, sarana olah raga yang sifatnya tertutup, tempat pengisian bahan
bakar (SPBU), halte, angkutan umum, dan tempat umum yang tertutup. Berdasarkan
rancangan Qanun KTR tersebut diberlakukannya sanksi yang melanggar bisa dikenakan
hukuman pidana dengan kurungan paling lama 3 hari atau denda paling banyak Rp.200
tanda-tanda atau simbol larangan merokok telah dilaksanakan. tetapi masih terlihat jelas
di beberapa lokasi atau ruangan tidak ada ruangan khusus untuk merokok. Kurang
yang diberlakukan sehingga suatu kebijakan tidak bisa diimplementasikan dengan baik.
Hal ini sesuai dengan data TCSC tahun 2012 menyatakan bahwa kegagalan
implementasi kebijakan KTR disebabkan karena penerapan sanksi masih belum terlalu
kuat.
Implementasi suatu kebijakan juga sangat berkaitan erat dengan faktor manusia,
dengan berbagai latar belakang aspek sosial, budaya, politik, dan sebagainya. Oleh
karena itu sangatlah penting kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam
membangun tempat untuk merokok dan untuk pihak swasta dukungan dapat dilakukan
pemasangan iklan rokok dapat disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku dan
diharapkan masyarakat ikut berpartisipasi dengan patuh kepada peraturan yang dibuat.
masih tergolong rendah dan mengakibatkan Kawasan Tanpa Rokok belum terwujud
dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan masih maraknya pelaku tindakan
pelanggaran merokok di kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok.
Penyebabnya adalah tidak adanya sosialisasi di kalangan RSUD dr. Soedarso dan belum
adanya sanksi nyata pada pelanggaran Kawasan Tanpa Rokok. Hasil penelitian yang
implementasi Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada 2
Puskemas yang berada di Kecamatan Tanah Jambo Aye yaitu Puskesmas Tanah Jambo
Aye dan Puskesmas Lhok Beuringen mengenai implementasi kebijakan kawasan tanpa
rokok didapatkan perbedaan yaitu kebijakan KTR di Puskesmas Lhok Beuringen sudah
(KTR). Berdasarkan latar belakang pembahasan di atas, maka peneliti tertarik untuk
Kabupaten Aceh Utara antara lain Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah
Jambo Aye.
Saat ini Kabupaten Aceh Utara sudah memiliki Peraturan Bupati Nomor 03
Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan pada Desember 2016 yang dilakukan di dua wilayah kerja Puskesmas yaitu
Puskesmas Lhok Beuringen dan Tanah Jambo Aye masih dijumpai petugas Puskesmas
yang merokok di kawasan Puskesmas tersebut. Selain itu masih ditemukan pasien yang
hal ini disebabkan karena masyarakat belum mengetahui dan belum adanya sanksi
dalam pelanggaran merokok. Maka dari itu perumusan masalah dalam penelitian ini
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di dua Puskesmas yaitu Puskesmas Lhok Beuringen dan
Puskesmas Tanah Jambo Aye yang berada dalam wilayah kerja Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2017.
1. Sebagai masukan informasi bagi Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara
2. Sebagai masukan bagi Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara sebagai
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan
kehidupan bermasyarakat.
yang telah disepakati bersama. Bernadus Luankali (2007) berpendapat bahwa kebijakan
adalah “Ilmu tentang hubungan pemerintah dengan warga negara atau apa yang
sesungguhnya dibuat oleh pemerintah secara riil untuk warga negara”. Hal ini berarti
bahwa pemerintah dalam membuat suatu kebijakan tidak hanya untuk kepentingan
ini bisa sangat sederhana atau komplek, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit,
publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang seperti tersebut mungkin berupa
suatu rencana.
merupakan sebagai suatu sarana mencapai sebuah tujuan dan menyebutkan kebijakan
tersebut sebagai sebuah program yang diproyeksikan berhubungan dengan tujuan, nilai,
dan praktik. Kemudian Friedrich mengungkapkan hal yang menjadi paling pokok dalam
Menurut Carl Friedrick (2005), kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah
pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah. Kebijakan
hambatan tertentu dan mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang diinginkan.
langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor
kebijakan. Adapun beberapa ciri-ciri umum dari kebijakan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Setiap kebijakan harus memiliki tujuan. Artinya, pembuatan suatu kebijakan tidak
boleh sekedar asal buat. Bila tidak ada tujuan, tidak perlu ada kebijakan.
2. Suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi
4. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan
adalah :
1. Penyusunan Agenda.
Pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.
Banyaknya masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda. Bila
kesulitan yang sering muncul adalah dalam upaya membatasi aktor-aktor yang
2. Formulasi Kebijakan.
b. Adopsi Kebijakan.
c. Implementasi Kebijakan.
d. Penilaian Kebijakan.
proses pembuatan kebijakan. Analisis juga diartikan sebagai suatu aktivitas intelektual
dan praktis yang ditunjukan untuk menciptakan, secara kritis menilai dan
kebijakan adalah awal bukan akhir dari upaya memperbaiki proses pembuatan
kebijakan. Sebelum informasi yang relevan dengan kebijakan dapat digunakan oleh
pengguna yang dituju, informasi itu harus dirakit ke dalam dokumen yang relevan
dengan kebijakan dan dikomunikasikan dalam berbagai bentuk presentasi (Dunn, 2016)
dibuat sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi. Analisis dapat dikembangkan di
sebuah sebab akibat dari suatu kebijakan yang mampu memberikan jalan keluar dari
berbagai macam alternatif program serta kinerja kebijakan. Analisis kebijakan dapat
1. Fokus utama adalah mengenai penjelasan atau anjuran kebijakan yang pantas.
metodologi ilmiah.
2. Analisis kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan secara kolektif, sehingga
sebagai berikut :
1. Analisa kebijakan prospektif yaitu bentuk analisa yang mengarahkan sebelum aksi
akan dilaksanakan.
ini bersifat evaluatif, karena melibatkan evaluasi terhadap dampak kebijakan yang
pembuatan suatu kebijakan dapat dikembangkan melalui tiga proses. Tiga proses yang
berikut:
Metodologi di sini adalah sistem standar, aturan, dan prosedur untuk menciptakan,
kebijakan.
2. Proses pembuatan kebijakan adalah serangkaian tahap yang saling bergantung yang
pembuatan kebijakan berikut hasilnya. Dalam hal ini sebagai penciptaan dan
Ripley dan Franklin (1982) berpendapat implementasi adalah apa yang terjadi
keuntungan (benefit) atau suatu jenis luaran yang nyata (tangible output). Istilah
tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat
berbagai aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program
berjalan.
kebijakan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta
baik itu secara individu maupun kelompok yang dimaksud untuk mencapai tujuan
adalah cara agar sebuah kebijakan tersebut dapat mencapai tujuannya. Implementasi
1. Bardach.
kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi
mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya,
dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan orang.
kebijakan.
secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk
Menurut Edward III (1980), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi
public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap
kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Menurut Edward, ada empat faktor
berinteraksi satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan
antara lain :
1. Faktor Komunikasi.
Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi
pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor
diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa
ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para
pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan,
dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik. Secara umum
George C. Edward III membahas tiga hal yang penting dalam proses komunikasi
kebijakan yaitu :
a. Transmisi
dilakukan. Keputusan dan perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat
sebelum keputusan dan perintah itu diikuti. Komunikasi harus akurat dan mudah
dimengerti. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus disampaikan
b. Kejelasan
akan tetapi komunikasi harus jelas juga. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang
pesan awal.
c. Konsistensi
tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan
suatu kebijakan dari pelaksana (implementor) kebijakan. Jika para personil yang
kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Sumber-sumber yang akan mendukung
b. Kewenangan
Kewenangan dalam sumber daya adalah kewenangan yang dimiliki oleh Sumber
untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang diamanatkan dalam
suatu kebijakan.
c. Informasi
dalam sumber daya adalah informasi yang dimiliki oleh sumber daya manusia
atau pesan, pedoman, petunjuk dan tata cara pelaksanaan yang bertujuan untuk
melaksanakan kebijakan.
langsung.
kebijakan. Menurut Edward III (1980), jika implementasi ingin berhasil secara
efektif dan efisien, para implementor tidak hanya mengetahui apa yang harus
kepentingan pribadi atau organisasi dari para pelaksana. Jika orang diminta untuk
mencukupi dan para implementor telah mengetahui apa dan bagaimana cara
efisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut
harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan
melakukan koordinasi yang baik. Menurut Edward III terdapat dua karakteristik
yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu
fragmentasi.
berbagai kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan
fleksibel.
bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari
peraturan daerah adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas
langsung operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah,
Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain. Secara ringkas, uraian di atas dapat digambarkan
sebagai berikut :
KEBIJAKAN
PUBLIK
KEBIJAKAN
PROGRAM
PUBLIK
PENJELAS
PROYEK
KEGIATAN
PEMANFAATAN
(BENEFICIARIES)
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu Kecamatan, tetapi
apabila di satu Kecamatan terdapat lebih dari dari satu Puskesmas, maka tanggung
jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan konsep wilayah
bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota (Depkes,
2004).
adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui
bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Depkes, 2004).
Puskesmas dalam pembangunan kesehatan nasional tersebut adalah sebagai berikut ini:
kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat
sehat.
anggota masyarakat.
kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah
umum yang siapa saja boleh mengunjunginya. Tidak hanya orang sakit, melainkan
santainya merokok di area Puskesmas meskipun sudah ada tanda peringatan dilarang
merokok, termasuk Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye
Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau
area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau memproduksi, menjual,
memproduksi atau membuat rokok, menjual rokok, menyelenggarakan iklan rokok atau
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah,
angkuatan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan untuk
melindungi masyarakat dari asap rokok (Kemenkes RI, 2011). Sasaran Kawasan Tanpa
Rokok adalah di tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat
anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat
tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai
tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan
Pimpinan atau penanggung jawab tempat-tempat yang dinyatakan sebagai KTR wajib
a. Pasal 10 yaitu setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam
upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.
c. Pasal 113 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang pengamanan penggunaan bahan yang
adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang
mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang
d. Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang kawasan tanpa rokok antara lain fasilitas
Anak.
b. Pasal 45 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang orang tua dan keluarga bertanggung jawab
menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan. Ayat 2
menyatakan bahwa dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu
kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi korban
(napza). Berdasarkan pasal ini berkaitan juga dengan perlindungan anak dari
Manusia.
Konsumen.
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha dan
meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
keselamatan konsumen.
Lingkungan Hidup. Pasal 1 dinyatakan zat yang karena sifat atau konsentrasi,
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan
insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas
hidup akibat penggunaan rokok, melindungi penduduk usia produktif dan remaja
penggunaan rokok.
produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan promosi rokok, penetapan
c. Pasal 16 ayat 3 tentang iklan rokok pada media elektronik hanya dapat
dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.
d. Pasal 22 tentang tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang
secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak,
tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok.
kegiatan sumber bergerak sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan
sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber
emisi dan atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu
udara ambien.
c. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok.
b. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat.
c. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik
Kawasan Tanpa Rokok wajib ada di tempat pelayanan kesehatan, tempat proses
belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja,
tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Undang-Undang Republik Indonesia
tempat-tempat umum bebas asap rokok. KTR harus menjadi norma. Ada empat alasan
kuat untuk mengembangkan KTR, yaitu melindungi anak-anak dan perokok pasif dari
risiko terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang
rokok, mengembangkan opini bahwa tidak merokok adalah perilaku yang lebih normal,
yang mendorong perokok untuk berhenti atau yang terus merokok untuk mengurangi
KTR yang efektif adalah yang dapat dilaksanakan dan dipatuhi. Agar peraturan KTR
2. Tidak ada batas aman bagi paparan asap rokok orang lain.
3. Setiap warga negara wajib dilindungi secara hukum dari paparan asap rokok orang
lain.
4. Setiap pekerja berhak atas lingkungan tempat kerja yang bebas dari asap rokok
orang lain.
5. Hanya lingkungan tanpa asap rokok 100% yang dapat memberi perlindungan penuh
bagi masyarakat.
Beberapa hal yang menjadi prinsip dasar pengembangan KTR menurut WHO
2. KTR merupakan upaya efektif untuk melindungi seluruh masyarakat dari asap
maka perlu adanya Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja). Anggota Pokja terdiri
Organisasi Profesi. Pokja ini tidak boleh memiliki hubungan kerjasama dengan
a. Analisis terhadap peraturan dan kebijakan serta dukungan politis yang ada
a. Menyiapkan data dasar “evidence based”, yaitu data prevalensi perokok, hasil
survei sikap dan perilaku, polling survei untuk menilai pengetahuan dan
dukungan masyarakat. Data ini dapat diperoleh dari data data sekunder maupun
kepada media massa, penentu kebijakan, dan kepada seluruh stakeholder dalam
Rokok ke dalam Visi-Misi atau Program Pembangunan Daerah dan manfaat dari
tentang Kawasan Tanpa Rokok pada industri jasa, serta tidak efektifnya ruang
merokok atau ventilasi sebagai tempat pertukaran udara luar dan pengaruh yang
e. Membentuk Tim Penyusunan Draft Perda KTR. Dalam penyusunan draft Perda
Kawasan Tanpa Rokok, anggota Tim perlu mendapat training mengenai KTR
draft Perda Kawasan Tanpa Rokok, serta untuk mendapatkan dukungan, maka
persetujuan.
pembangunan daerah.
yang diberikan menyangkut bahaya asap rokok orang lain, hak asasi dari
terhadap tokoh masyarakat, jurnalis, press release, seminar, temu karya, dan
b. Memberikan informasi kepada para perokok agar dapat mematuhi Perda yang
telah diputuskan.
secara berkala.
atau Perwali).
terkait.
Daerah Kawasan Tanpa Rokok.Tim penegakan hukum yang dibentuk terdiri dari
ataupun Walikota dalam hal pelanggaran yang ditimbulkan oleh petugas dan
masyarakat.
d. Untuk inspeksi dan penegakan dilaksanakan pelatihan bagi tim penegak hukum.
e. Untuk selalu memberi dukungan dalam penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok
ekonomi.
beroperasinya industri rokok. Hal ini disebabkan belum adanya tindakan tegas dari
dampak penyakit yang ditimbulkan oleh rokok tidak segera kelihatan dan adanya
keuntungan sebagai sumber devisa negara. Maraknya iklan rokok menjadi pemicu
terhadap kognitif, afektif maupun perilaku remaja dalam mengkonsumsi rokok. Remaja
Menurut data WHO GTCR tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga
jumlah perokok setelah China dan India. Proporsi perokok dewasa Indonesia pada tahun
2006 sebesar 46,16% mengalami peningkatan menjadi 50,68% di tahun 2013. Hal ini
menempati Indonesia menjadi negara dengan jumlah perokok dewasa tertinggi bila
dibandingkan negara ASEAN lainnya hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahan
rokok yang berkembang pesat serta industry rokok juga berkembang menjadi usaha
pribadi dari masyarakat tanpa ada izin yang jelas dari pemerintah, dan tidak adanya
Brunei
Viet Nam 0.04%
Cambodia
14.11%
2.07%
Thailand
7.74%
Singapore
0.39%
Indonesia
46.16%
Philippines
16.62%
Myanmar
8.73% Lao PDR
Malaysia 1.23%
2.90%
Perokok terdiri dari dua jenis yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Yang
dimaksud dengan perokok pasif adalah seseorang yang menghirup asap rokok dari
perokok aktif. Paparan asap rokok dapat menyebabkan penyakit serius hingga kematian
(IARC, 2004). Menurut Riskesda (2013), GYTS (2014) dan GATS (2011) menyatakan
2. 38 juta anak usia 0-14 tahun terpapar asap rokok di dalam rumah.
3. 3 dari 5 remaja sekolah usia 13-15 tahun terpapar asap rokok di tempat umum.
lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support
dengan South East Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health
untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran),
melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok
merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok.
tentang Kawasan Tanpa Rokok. Tujuan kebijakan KTR ini terlihat pada pasal 2 yaitu :
c. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; dan
d. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik
1. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan
atau masyarakat.
3. Tempat anak bermain adalah area, baik tertutup maupun terbuka, yang digunakan
4. Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri tertentu
5. Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa
6. Tempat kerja adalah ruang atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap
dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
7. Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat
umum dan atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan
wajib menetapkan dan menerapkan KTR. Pada pasal 4 dijelaskan tempat khusus
a. Berupa ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar
b. Terpisah dari gedung, tempat, ruang utama dan atau ruang lain yang digunakan
untuk beraktivitas.
e. Memiliki sistem sirkulasi udara yang baik dan atau tidak tertutup.
g. Dilengkapi dengan asbak atau tempat pembuangan abu dan puntung rokok.
2. Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibantu oleh tim yang terdiri dari
instansi terkait.
rokok.
pemecahan masalah publik yang timbul. Program Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan yang efektif
dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi
Menurut Goerge C. Edwards III, ada 4 faktor yang menentukan keberhasilan atau
kegagalan dalam implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan
struktur birokrasi. Empat faktor tersebut tidak berdiri sendiri namun saling berkaitan
untuk mengetahui sejauh mana dampak dan manfaat yang dihasilkan oleh program
tersebut.
jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering
Kepala Dinas dan lain-lain, dalam hal mengikat dan membuat peraturan untuk
memberikan sanksi kepada pelaku perokok. Peraturan ini juga bisa berubah sesuai
dengan hasil rapat di daerah yang akan di tanda tangani oleh Bupati.
Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan
hasil observasi di dua wilayah kerja Puskesmas yaitu Puskesmas Lhok Beuringen dan
Tanah Jambo Aye masih dijumpai petugas dan pengunjung yang merokok di kawasan
Puskesmas tersebut. Dari penjelasan diatas maka dapat kita tarik benang merah bahwa
Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang KTR adalah kebijakan publik yang
komunikasi, faktor sumber daya, faktor disposisi dan faktor struktur birokrasi.
Kawasan Tanpa Rokok dalam kurun waktu 2 tahun ini masih belum dapat menurunkan
jumlah perokok aktif secara optimal. Pelaku merokok ini kebanyak dari kalangan
remaja, dewasa dan menjadi suatu kebiasaan masyarakat apabila ada sesuatu pertemuan
atau acara kebesaran yang disungguhkan adalah rokok, sehingga perilku merokok ini
menjadi hal yang biasa di dalam masyarakat tanpa mempertimbangkan efek yang
ditimulkan oleh dampak rokok itu sendiri. Hal ini menjadi dasar pertimbangan untuk
pemikiran untuk penelitian ini dapat ditunjukkan dalam gambar berikut ini :
Komunikasi
1. Sosialisasi
2. Konsistensi
Sumber Daya
1. Anggaran
2. SDM
Perbup Aceh
Implementasi
Utara No.3 Tahun
Kebijakan
2015 tentang KTR
KTR
Disposisi
Sikap Pelaksana
: Kepatuhan
Struktur Birokrasi
1. SOP
2. Fragmentasi
METODE PENELITIAN
Metode penelitian kualitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek
pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada melihat permasalahan
membuat generalisasi dari suatu masalah. Pendekatan ilmiah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah studi kasus dengan membandingkan implementasi kebijakan KTR
fakta, atau kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat- sifat populasi atau
daerah tertentu. Pada penelitian ini sendiri penulis akan mencari gejala, fakta-fakta
kejadian dan yang berhubungan dengan implementasi dari Peraturan Bupati Aceh Utara
Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Lhok Beuringen
Penelitian ini dilakukan pada dua Puskesmas yang berada di Kabupaten Aceh
Utara. Kedua Puskesmas tersebut adalah Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas
Waktu penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari sampai dengan
Desember 2017.
3.3 Informan
penelitiannya, sehingga pada penelitian kualitatif tidak dikenal akan adanya populasi
dan sampel. Subjek penelitian yang tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara
sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai
informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan pada penelitian ini
meliputi beberapa macam, yakni informan kunci, informan utama, dan informan
tambahan :
1. Informan Kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki
berbagai formasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. informan kunci yaitu
2. Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang
diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah para Kepala Puskesmas,
dua wilayah puskesmas Aceh Utara yaitu Puskesmas Lhok Beuringen dan
Teknik pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan
penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan
yang lengkap dan mendalam dari informan. Metode ini dilakukan dengan
c. Dokumentasi.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun telah
diolah, baik dalam bentuk angka maupun uraian. Dalam penelitian ini, data-data
sekunder yang diperlukan antara lain literatur yang relevan dengan judul penelitian
waktu, petunjuk, pelaksana, petunjuk teknis, dan lain-lain yang memiliki relevansi
1. Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok
merupakan kebijakan yang telah berlaku kurang lebih satu tahun. Implementasi dari
kebijakan tersebut yang akan di analisis di 2 Puskesmas yaitu Lhok Beuringen dan
2. Komunikasi kebijakan dalam upaya kepatuhan staf Puskesmas untuk tidak merokok
di lingkungan puskesmas.
Dua karakteristik yang dapat mendukung kinerja birokrasi, yaitu dengan melakukan
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data interaktif
Miles and Huberman yaitu aktivitas dalam analisis data kualitatif berlangsung secara
a. Reduksi data
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya. Data yang telah di reduksi akan
b. Penyajian data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data
yang paling sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif. Penyajian data
dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Namun apabila kesimpulan awal di dukung oleh bukti-bukti yang valid dan
credible.
HASIL PENELITIAN
Provinsi Aceh yang memiliki luas wilayah 3.296,86 km2 dengan sebelah utara
berbatasan dengan Lhokseumawe dan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kabupaten
Aceh Tengah, sebelah barat dengan Kabupaten Bireuen dan sebelah timur dengan
Kabupaten Aceh Timur (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, 2016).
Utara tahun 2015 sebanyak 572.961 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
Lhoksukon dengan jumlah penduduk sebesar 48.080 jiwa dan terendah di Kecamatan
Geurendong Pase. Jumlah terbesar penduduk Aceh Utara terdapat pada range usia balita
0-4 tahun.
4.2 Implementasi Kebijakan Peraturan Bupati Aceh Utara No. 3 Tahun 2015
Tentang KTR
4.2.1 Komunikasi
Tujuan dan sasaran kebijakan harus dapat ditransmisikan serta di terima dengan baik
kepada kelompok sasaran (target group) agar dapat mengurangi distorsi implementasi.
4.2.1.1 Sosialisasi
Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok bahwa Dinas
Kesehatan Kabupaten Aceh Utara telah melakukan sosialisasi secara maksimal dan
Tanpa Rokok ini dilakukan pada pertemuan para Kepala Bidang, para Kepala Seksi
maupun rapat koordinasi dengan Dinas dan SKPD lainnya. Seluruh Dinas dan juga
para SKPD telah mengetahui dan menyambut baik atas dikeluarkannya kebijakan
mengambil kebijakan tersendiri untuk mensosialisasikan Perda KTR tersebut. Saat ini
Perbup KTR sedang di diskusikan di DPRD Aceh Utara untuk ditindaklanjuti menjadi
di dalam Qanun.
Selain itu juga, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara juga melibatkan tokoh
agama dan tokoh masyarakat dan Pemerintah dalam penelitian ini adalah Muspika,
Muspika ini dapat menjadi daya tarik kegiatan sosialisasi tersebut dan sebagai
penyambung lidah agar masyarakat dapat lebih memahami dan mematuhi kebijakan
Teknik berkomunikasi kepada aparat termasuk para tokoh Muspika berbeda bila
dan tokoh masyarakat. Menurut Kepala Dinas Kabupaten Aceh Utara, teknik
berkomunikasi kepada aparat lebih mudah dilakukan karena mereka lebih cepat untuk
tentang rokok.
tanggal 2 November 2015 setelah Perbup ini keluar. Setelah disosialisasikannya, maka
setiap tempat yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok harus menerapkan
kebijakan tersebut. Kepala instansi menjadi penanggung jawab penuh atas pelaksanaan
Selain melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat, usaha sosialisasi lain
yang dilakukan oleh Puskesmas Lhok Beuringen adalah dengan pemasangan spanduk
Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi yang peneliti lakukan, Puskesmas Lhok
Beuringen tidak menyediakan asbak rokok di ruang tunggu pengunjung. Hal ini
merupakan salah satu dukungan yang dilakukan oleh Puskesmas Lhok Beuringen
terhadap implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Dukungan yang lain menurut
lingkungan Puskesmas. Jika mereka masih merokok, maka akan dilakukan peneguran
dengan seluruh staf Puskesmas saja. Walaupun demikian, pemasangan atribut promosi
kesehatan telah dilakukan dengan adanya pemasangan poster larangan merokok yang
ditempelkan di dinding Puskesmas Tanah Jambo Aye. Selain itu, peneliti masih
menemukan asbak rokok di ruang tunggu dan masih banyaknya puntung rokok yang di
Dua orang pengunjung dari Puskesmas Lhok Beuringen mengatakan bahwa mereka
telah memperoleh sosialisasi tentang kebijakan KTR dari Puskesmas sendiri dengan
Lain halnya dengan dua orang pengunjung dari Puskesmas Tanah Jambo Aye bahwa
4.2.1.2 Konsistensi
Kabupaten Aceh Utara bahwa mereka telah mensosialisasikan dalam Peraturan Bupati
Aceh Utara Nomor. 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok dengan jelas dan
konsisten pada rapat pertemuan para Kepala Bidang, para Kepala Seksi, berkoordinasi
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan apa isi (content) dari kebijakan KTR
tersebut. Sosialisasi dilakukan secara berkelanjutan setiap tahunnya agar para SKPD
tersebut kepada seluruh staf serta masyarakat. Instruksi Kepala Dinas ini dapat terlihat
dari hasil wawancara peneliti dengan para informan dari dua lokasi penelitian yaitu
Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye bahwa mereka telah
mendapatkan sosialisasi kebijakan KTR dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Utara.
Para informan dari kedua Puskesmas tersebut mengetahui dengan jelas apa isi
yang tercantum dalam kebijakan Kawasan Tanpa Rokok tersebut dan diinstruksi untuk
menindaklanjuti dan disebarkan ke masyarakat. Hal yang berbeda peneliti peroleh dari
hasil wawancara dengan para pengunjung di kedua Puskesmas tersebut bahwa seluruh
tidak mengetahui dengan jelas isi dari dalam Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3
Kawasan Tanpa Rokok meliputi Sumber Daya Manusia, anggaran serta fasilitas sarana
dan prasarana.
4.2.2.1 Anggaran
informan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara mengatakan bahwa anggaran
pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok ini berasal dari dana bea cukai rokok
yaitu dana bagi hasil cukai tembakau sebesar 15 M dimana setengahnya diberikan ke
bidang kesehatan dan sebagian lagi ke bidang lainnya. Kepala Dinas menambahkan
informasi bahwa penurunan dana ini membutuhkan proses dan waktu yang
Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Menurut pernyataan dari Pengelola PTM,
pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok tersebut diambil dari persediaan dana
BOK. Atas kebijakan Kepala Puskesmas, kami memang menganggarkan sebagian dana
BOK untuk pelaksaan Kawasan Tanpa Rokok karena kami ingin menjadikan
Puskesmas Lhok Beuringen ini sebagai Puskesmas yang bebas dari paparan asap rokok.
Dinas mengatakan SDM kami telah cukup mampu untuk menjalankan kebijakan sesuai
dengan tupoksi yang ada. Demi kelancaran pelaksanaan kebijakan KTR, Dinas
Puskesmas Lhok Beuringen juga memiliki sumber daya manusia yang telah
cukup memadai. Hal tersebut peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan Kepala
Kepala Puskesmas berkoordinasi dengan seluruh staf agar dapat menjalankan tugasnya
masing-masing seperti menindak tegas jika ada staf maupun pengunjung melakukan
pelanggaran.
Hasil yang berbeda penulis temukan di Puskesmas Tanah Jambo Aye. Sumber
daya manusia Puskesmas Tanah Jambo Aye masih belum memadai. Masih banyak staf
Puskesmas yang melaksanakan tugas ganda untuk mengisi kekosongan yang ada.
Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pelaksana kebijakan Kawasan
tentang Kawasan Tanpa Rokok tidak dapat berjalan secara maksimal dikarenakan
4.2.3 Disposisi
implementator seperti pemahaman, komitmen, persepsi, respon, dan tindakan yang akan
Rokok.
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara menyambut baik atas dikeluarkannya Perbup
Nomor 3 Tahun 2015 tentang KTR. Pemotongan insentif merupakan sanksi yang
diberlakukan kepada seluruh staf Dinas jika ditemukan melanggar larangan yang
tercantum dari kebijakan KTR tersebut. Pemotongan insentif ini merupakan dukungan
Kawasan Tanpa Rokok. Hasil dari observasi dan dokumentasi yang peneliti peroleh,
saat ini tidak ditemukan lagi staf Dinas Kesehatan maupun pengunjung yang merokok
kegiatan lain yang dilarang sesuai dengan isi dari Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Begitu juga dengan hasil penelitian yang peneliti peroleh di Puskesmas Lhok
Kawasan Tanpa Rokok. Sanksi yang diberlakukan di Puskesmas Lhok Beuringen ini
sama dengan ketetapan sanksi di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara yaitu
pemotongan insentif bagi seluruh staf Puskesmas jika ketahuan melanggar larangan
insentif ini terjadi penolakan, namun dengan berjalannya waktu seluruh staf Puskesmas
sudah terbiasa dengan adanya sanksi tersebut. Hal ini bisa terlihat dari hasil observasi
Tanah Jambo Aye belum menetapkan dan menerapkan sanksi yang tegas atas segala
kegiatan yang melanggar kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Hasil observasi dan
dokumentasi, peneliti menemukan masih ada staf maupun pengunjung Puskesmas yang
dikarenakan belum ada sanksi yang tegas yang akan menimbulkan efek jera bagi para
perokok.
Struktur birokrasi merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap
keberhasilan implementasi kebijakan KTR. Aspek struktur birokrasi mencakup dua hal
yaitu mekanisme dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Struktur organisasi yang
tersusun dalam SOP (Standar Operating Procedure) yang menjadi pedoman setiap
mekanisme implementasi kebijakan KTR dengan para informan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Utara bahwa Dinas Kesehatan telah melakukan pembinaan secara
Komite atau tim khusus pemantau KTR ini juga telah terbentuk di Puskesmas
Lhok Beuringen. Menurut Kepala Puskesmas Lhok Beuringen, personil komite atau tim
khusus pengawasan implementasi kebijakan KTR ini berasal dari staf Puskesmas itu
sendiri yang bertujuan untuk meminimalisir pengeluaran biaya dan disesuaikan dengan
anggaran Puskesmas yang masih tersedia. Sedangkan di Puskesmas Tanah Jambo Aye
masih belum terbentuk komite atau tim khusus pengawasan Kawasan Tanpa Rokok
Aye dilakukan oleh Kepala Puskesmas beserta para staf. Hal ini dapat menyebabkan
sering terjadi peran ganda yaitu melaksanakan tugas melayani pasien sekaligus sebagai
4.2.4.2 Fragmentasi
Kabupaten Aceh Utara telah melakukan koordinasi dengan semua SKPD dan Dinas lain
umum termasuk di Puskesmas-puskesmas sebagai salah satu dari 7 tatanan yang harus
steril dari paparana asap rokok. Sedangkan untuk Puskesmas Lhok Beuringen dan
Kabupaten Aceh Utara dalam pembentukkan komite atau tim khusus pengawasan
PEMBAHASAN
Saat ini masalah merokok telah menjadi masalah serius berbagai negara di
dunia. Menghirup udara bersih tanpa adanya paparan asap rokok merupakan hak setiap
manusia. Saat ini, disebagian orang menganggap bahwa merokok merupakan sebuah
kebiasaan. Maka demikian, sebagian besar negara di dunia telah mengadopsi dan
menerapkan tindakan untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok di tempat-
tempat umum.
Salah satu kebijakan untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok
adalah dengan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok
aktif dan pasif, sehingga para perokok pasif merasa nyaman dengan lingkungan bebas
asap rokok.
Kawasan Tanpa Rokok di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, Puskesmas Lhok
Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye telah berjalan dengan baik, namun masih
ditemukan beberapa hambatan yaitu dari faktor sosialisasi, sumber daya, disposisi dan
Jambo Aye masih menemukan banyak hambatan bila dibandingkan dengan Puskesmas
kekurangan sumber daya manusia dan anggaran, tidak adanya kepatuhan dikarenakan
Selain itu, menurut hasil wawancara dengan para pengunjung kedua Puskesmas
tersebut, mereka masih belum memahami batasan-batasan dari kawasan tanpa rokok.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ada permasalahan dalam implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah
Jambo Aye.
berkekuatan melindungi masyarakat dari kesakitan dan kematian akibat paparan asap
rokok. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan membentuk suatu
Penerapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan salah satu upaya yang efektif
untuk pengendalian tembakau. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Prabandari, dkk (2009) yang menyatakan bahwa penerapan Kawasan Tanpa Rokok
terbukti sebagai salah satu metode efektif untuk mengendalikan penggunaan rokok.
terhadap iklan tembakau, promosi dan sponsor, yang mana merupakan cara yang sangat
efektif untuk mengurangi atau menghilangkan paparan asap rokok (WHO, 2013).
dilaksanakan sepenuhnya.
Hal ini disebabkan masih adanya perdebatan yang panjang mulai dari hak asasi
seorang perokok, fatwa haram merokok di tempat umum sampai dengan dampak anti
diberikan oleh perusahaan rokok dan masih adanya perdebatan panjang tersebut
membuat pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok belum berjalan dengan baik.
Pemerintah Daerah agar dapat menetapkan dan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di
mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok
yang bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari paparan asap rokok orang
lain.
Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 adalah salah satu kebijakan publik yang
Berdasarkan Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tersebut terdapat 7 tatanan atau ruang
lingkup dari Kawasan Tanpa Rokok. Salah satunya di fasilitas pelayanan kesehatan.
Manfaat dari adanya Kawasan Tanpa Rokok di fasilitas pelayanan kesehatan agar
petugas dan pengunjung memperoleh udara yang bersih, segar dan sejuk dikarenakan
berkurangnya pencemaran udara yang disebabkan oleh paparan asap rokok yang
pentingnya kesehatan dan bahaya dari merokok, sehingga diperlukan kerja sama dari
berbagai pihak agar kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di fasilitas pelayanan kesehatan
5.2.1 Komunikasi
Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok telah disosialisasikan secara
maksimal dan berkelanjutan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara kepada
masing-masing pengelola KTR melalui rapat Kabid, rapat Kasi, maupun rapat
koordinasi dengan Dinas dan SKPD lainnya. Dinas Kesehatan juga melibatkan tokoh
masyarakat, tokoh agama dan tokoh Muspika dalam kegiatan sosialisasi KTR ke
diharapkan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mengikuti kegiatan sosialisasi dan
juga agar masyarakat dapat lebih memahami apa itu Kawasan Tanpa Rokok.
Rokok, seperti yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara
bahwa tokoh dari Muspika lebih cepat memahami apa itu kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok. Namun respon yang berbeda diperoleh saat berkomunikasi dengan tokoh agama
dan tokoh masyarakat. Mereka lebih sulit memahami atas segala yang disampaikan
tentang kebijakan KTR. Mereka mengatakan ibaratnya seperti kandang kambing yang
diasapin sehingga menjadi kuat. Mereka belum memahami bahaya rokok bagi
kesehatan.
Menurut Hardjana (2003), komunikasi terbagi dua yaitu komunikasi formal dan
dengan tujuan untuk menyampaikan pesan yang berkaitan dengan kepentingan dinas
dan berlaku pada lembaga resmi pada umumnya, sedangkan salah satu tujuan
lain. Jika dilihat dari segi arah komunikasi, komunikasi formal dibagi atas komunikasi
Utara kepada para aparat adalah bentuk komunikasi ke atas (upward komunikasi),
bersifat persuasif. Salah satu manfaat dari komunikasi ke bawah adalah untuk
tahapan dari sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok. Dalam Perbup Nomor 3 tahun 2015
tidak tercantum mengenai hal tersebut, karena akan diatur dalam Qanun KTR. Saat ini
DPRD Aceh Utara sedang mendiskusikan Perbup KTR menjadi suatu Qanun. Menurut
salah satu informan kunci yaitu pengelola program PTM Dinas Kesehatan Kabupaten
sejak tanggal 2 November 2015 setelah Perbup ini dikeluarkan dan penanggung jawab
KTR harus menerapkan kebijakan tersebut. Dua Puskesmas di Kabupaten Aceh Utara
yaitu Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye menjadi ruang
Puskesmas Lhok Beuringen telah melakukan sosialisasi, baik itu dengan pemasangan
masyarakat. Tidak disediakannya asbak rokok di ruang tunggu pengunjung dan adanya
informasi dari warga bahwa mereka tidak diizikan lagi untuk merokok di lingkungan
Puskesmas. Jika masih ditemukan merokok maka mereka akan mendapat teguran dari
petugas Puskesmas. Kedua hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa Puskesmas Lhok
Hal ini berbeda dengan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Puskesmas Tanah Jambo
hanya intern serta adanya pemasangan atribut promosi kesehatan yaitu poster larangan
merokok yang ditempelkan di dinding Puskesmas. Selain itu masih disediakannya asbak
pelaksanaan KTR di Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Di
Puskesmas Tanah Jambo Aye, peneliti masih menemukan beberapa orang yang
merokok dan tidak adanya larangan oleh petugas. Tampak petugas kesehatan
semakin tidak ragu untuk bebas merokok di Kawasan Tanpa Rokok. Pemasangan
spanduk, poster, banner, stiker dan lain-lain hanya dapat menjadi suatu informasi saja,
tetapi bukan menjadi suatu aturan maupun ketentuan tegas. Regulasi Kawasan Tanpa
Rokok harus benar-benar tegas agar pelaksanaan kebijakan dapat berjalan optimal dan
kebijakan meliputi tiga aspek yaitu transmisi, kejelasan dan konsistensi. Komunikasi
akan berhasil jika pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh penerima pesan.
dilakukan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok pada tiga kota di Provinsi Sumatera Barat,
sebanyak 59% responden yang ingin atau berencana untuk berhenti merokok.
Sosialisasi yang berkesinambungan, terarah dan tepat sasaran tidak hanya memberikan
perlindungan kepada perokok pasif tapi sekaligus juga akan dapat mengurangi jumlah
perokok aktif. Meskipun sosialisasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok telah dilakukan
masih belum memahami tentang isi dari Kawasan Tanpa Rokok termasuk batasan-
secara meluas akan dapat menjadi salah satu penghambat terlaksananya kebijakan KTR.
KTR di dua Puskesmas tersebut. Seluruh masyarakat wajib mengetahui area mana saja
diketahui dan dipahami dengan baik. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari suatu
Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan implementasi yang baik
sikap, pendapat, dan tingkah laku dalam berkomunikasi melalui mekanisme daya tarik
jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya, dengan kata
Tanpa Rokok, pelaksana kebijakan harus bisa memberi kenyamanan kepada seluruh staf
dan pengunjung agar implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dapat terlaksana
dengan baik.
Kawasan Tanpa Rokok yang disiarkan secara periodik di ruang tunggu pengunjung
kebijakan ini sehingga masyarakat akan lebih mudah memahami dan peduli terhadap
berkelanjutan.
Kawasan Tanpa Rokok dapat berjalan optimal di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan
dilakukan tidak hanya hanya membuat atribut promosi kesehatan saja di 7 tatanan atau
ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok, alangkah baiknya juga dilakukan sosialisasi
langsung kepada seluruh lapisan masyarakat di sekitar wilayah kerja. Tujuannya agar
masyarakat dapat lebih memahami hal-hal yang diatur dalam Perbup Nomor 3 Tahun
Kabupaten Aceh Utara dan Puskesmas Lhok Beuringen telah memiliki jumlah sumber
daya manusia yang cukup memadai untuk menjalankan tupoksi yang ada, namun tidak
demikian di Puskesmas Tanah Jambo Aye. Puskesmas Tanah Jambo Aye kekurangan
sumber daya manusia sehingga dalam menjalankan tupoksinya, para petugas Puskesmas
sering melakukan tugas secara ganda untuk menutupi kekosongan yang ada. Saat
seluruh petugas sibuk dalam melayani pengunjung yang butuh berobat dan tugas
lainnya yang juga tidak dapat ditinggalkan, maka tidak ada pegawai yang bertugas
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fernando
dan Marom (2015) yang menyatakan bahwa Puskesmas Pandanaran Kota Semarang
ganda, terlebih tidak adanya petugas keamanan baik pagi maupun malam sehingga
penyelenggaraan Kawasan Tanpa Rokok pun tidak dapat terlaksana dengan baik pula.
anggaran dan fasilitas sarana dan prasarana. Menurut Winarno (2012), sumber daya
Keterbatasan SDM maka hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
skill atau kemampuan para pelaksana dalam melaksanakan program. Jumlah staf yang
banyak tidak secara otomatis mendorong keberhasilan sebuah kebijakan, akan tetapi
dengan sedikitnya staf akan memaksimalkan sebuah kebijakan dalam mencapi tujuan
yang ingin dicapai. Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki pengaruh yang kuat
terhadap keberhasilan suatu implementasi kebijakan, alasannya tanpa SDM yang handal
maka implementasi kebijakan akan menemui kegagalan. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian dari Desi Natalia Krisdayanti (2014) dan Abdullah Wahid (2014) menyatakan
bahwa titik sentral dari jalan atau tidaknya suatu implementasi kebijakan terletak pada
sumber daya. Walaupun isi kebijakan telah dikomunikasikan dengan baik, namun jika
terhadap pelaksanaan suatu kebijakan yaitu informasi, fasilitas dan anggaran. Informasi
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakan dan data yang
meminta kerjasama dengan badan Pemerintah lainnya. Fasilitas fisik adalah hal penting
implementator. Fasilitas fisik tersebut berupa sarana maupun prasarana pendukung yang
diperlukan demi kelancaran proses komunikasi kebijakan. Tanpa didukung oleh adanya
fasilitas fisik yang memadai, maka implementasi kebijakan juga tidak akan berjalan.
Menurut informan kunci dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, anggaran
pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok berasal dari dana bea cukai rokok. Sebanyak 15 M
dana tersebut, setengahnya diberikan ke bidang kesehatan dan sebagian lagi ke bidang
waktu dan proses. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab terhambatnya pelaksanaan
Jambo Aye tidak memiliki anggaran yang cukup untuk pelaksanaan kebijakan KTR.
Hal ini disebabkan Kepala Puskesmas Tanah Jambo Aye tidak menganggarankan
sebagian dana dari Bantuan Operasional Kesehatan untuk kegitan pelaksanaan Kawasan
Tanpa Rokok.
oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan anggaran yang memadai. Jika salah
satu tidak sesuai harapan, maka akan menjadi penghambat dalam pelaksanaan kebijakan
5.2.3 Disposisi
Puskesmas Lhok Beuringen. Peraturan pemberlakuan sanksi yang tegas ini berlaku
kepada seluruh petugas Puskesmas, dan kepada seluruh pengunjung diberlakukan sanksi
yaitu peneguran.
terjadi penolakan dari para petugas Puskesmas Lhok Beuringen. Namun dengan
berjalannya waktu, seluruh petugas telah terbiasa atas sanksi tersebut. Hal ini dapat
terlihat dari observasi di lapangan bahwa tidak ditemukan lagi petugas yang merokok
atau pun larangan-larangan yang tercantum pada Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Hasil evaluasi dari monitoring di lapangan, tingkat kepatuhan seluruh staf dan
pengunjung Puskesmas Lhok Beuringen, baik itu perokok aktif maupun pasif,
kegiatan lain yang dilarang sesuai dengan yang tercantum di kebijakan KTR tersebut.
masih banyak ditemukan puntung dan bungkus rokok yang di buang di sembarangan
tempat. Belum adanya sanksi yang tegas maupun teguran dari staf Puskesmas sehingga.
Pihak Puskesmas Tanah Jambo Aye menyadari bahwa tidak adanya sanksi yang
tegas menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masih terjadi pelanggaran terhadap
kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurliawati
(2017) dan Muliku dkk (2017) yang menyatakan bahwa ketidakpatuhan petugas
maupun pengunjung dikarenakan belum adanya inisiatif dan sanksi yang berlaku,
sehingga tidak dapat menimbulkan efek jera terhadap para pelanggar aturan yang
suatu kebijakan. Menurut George C. Edwards III (1980), jika ingin berhasil secara
efektif dan efisien para implementator tidak hanya mengetahui apa yang harus mereka
kebijakan tersebut.
Tanpa Rokok di Kabupaten Aceh Utara. sampai sekarang belum dapat ditegakkan dan
dapat diberikan kepada tim Supervisi untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi
kedepannya. Hanya 6 Puskesmas saja dari seluruh Puskesmas yang berada di wilayah
bagi aparat pelaksana. Apabila sistem nilai yang memengaruhi sikapnya berbeda
dengan sistem nilai pembuat kebijakan, implementasi kebijakan tidak akan berjalan
dalam menanggapi kebutuhan dan harapan yang disampaikan oleh masyarakat dapat
tersebut didukung oleh penelitian dari Azhka (2013) yang menyimpulkan bahwa tanpa
adanya komitmen dan dukungan dari semua pihak sulit untuk penerapan Kawasan
Tanpa Rokok maka pelaksanaan kebijakan tersebut tidak akan berjalan secara efektif.
Maka demikian, sangat diperlukan kesadaran dan komitmen penuh dari perokok aktif
baik dan dapat menegur pengunjung yang melanggar kebijakan tersebut. Butuh
keberanian dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar untuk dapat menegur orang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa setiap orang yang dengan
sengaja melanggar Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksudkan pada pasal 115,
Rokok tidak menyebutkan sanksi yang jelas terhadap pelanggaran yang terjadi.
Sama halnya dengan Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa
Rokok yang tidak menjelaskan sanksi secara jelas, sehingga menyebabkan masih terjadi
pelanggaran dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini terlihat dari pernyataan
seluruh informan bahwa sanksi yang diberikan hanya berupa teguran, belum sampai
pada sanksi yang dapat menimbulkan efek jera bagi pihak yang melanggar kebijakan.
Oleh karena itu sangat diperlukan partisipasi dari masyarakat untuk membantu
penegakan hukum terkait Kawasan Tanpa Rokok. Tanpa peran aktif dari masyarakat,
(KTR) Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Kota Samarinda masih menjadi persoalan
serius dikarenakan sanksi administratif berupa denda hanya masih di berlakukan untuk
petugas saja, sedangkan untuk masyarakat itu sendiri hanya berupa sanksi teguran lisan.
Hal tersebut membuat masyarakat semakin leluasa dalam melakukan aktifitas merokok
dikarenakan sanksi teguran lisan hanya dianggap sebagai formalitas saja. Maka
demikian sanksi yang diberlakukan masih dianggap kurang efektif serta kurang
baik jika di dukung oleh adanya pemberlakuan sanksi yang lebih tegas yang mana akan
menimbulkan efek jera. Selain itu juga, sangat diperlukan monitoring pengawasan
Jambo Aye belum memiliki komite atau tim pemantau terhadap pelaksanaan kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok. Kepala Puskesmas Tanah Jambo Aye menyatakan bahwa
rencana untuk membuat komite atau tim khusus pemantau telah lama dibicarakan,
Puskesmas Tanah Jambo Aye dilakukan oleh Kepala Puskesmas beserta seluruh
adanya komite atau tim khusus pemantau menjadikan pengunjung dan staf memiliki
Menurut Edwards III (1980), struktur birokrasi adalah mekasnisme kerja yang
para implementor pun telah mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta
karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik,
kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, SOP
diterbitkan oleh tim kerja dari Pemerintah Bupati Kabupaten Aceh Utara. Dengan
menggunakan SOP, para pelaksana kebijakan dapat memanfaatkan waktu yang tersedia.
2012).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muliku dkk
(2017) yang menyatakan bahwa kurang efektifnya pemantauan dan evaluasi hasil
pegawai yang termasuk dalam tim satgas anti rokok bahkan ataupun pengunjung sangat
lengah dalam melakukan pengawasan serta dipengaruhi lingkungan luas, sehingga sulit
menjangkau sudut-sudut yang menjadi tempat pelarian para perokok untuk mencari
Permyataan di atas juga di dukung oleh hasil penelitian dari Qurnaeni (2017)
yang mengatakan bahwa Kawasan Tanpa Rokok tidak akan berjalan optimal jika belum
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara. Namun untuk Puskesmas sendiri, Kepala
Puskesmas yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan kebijakan KTR
tersebut. Oleh karena itu sebaiknya segera di bentuk komite atau tim khusus
hal tersebut tidak menjadi alasan bahwa sebuah kebijakan belum terlaksana secara
struktur birokrasi di Puskesmas, tidak perlu membuat unit tersendiri. Hal ini dilakukan
akan lebih memudahkan pihak Puskesmas dalam menjalankan kebijakan tersebut dan
tidak perlu mengeluarkan dana tambahan seperti yang diungkapkan Kepala Puskesmas
Tanpa Rokok di Kabupaten Aceh Utara. Hal ini berimplikasi terhadap kepatuhan
seluruh petugas dalam mentaati kegiatan-kegiatan yang dilarang dalam Perbup Nomor 3
tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok baik di Dinas Kesehatan, Puskesmas Lhok
Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Dengan adanya kebijakan tersebut dan
seluruh petugas.
Hasil penelitian ini tidak hanya berimplikasi terhadap seluruh aparat kesehatan,
peneguran yang dilakukan oleh petugas kesehatan jika masyarakat masih merokok di
Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini dikarenakan adanya tim pemantau yang bertugas untuk
Kawasan Tanpa Rokok masih banyak kekurangan, namun peneliti berusaha membaca
keterbatasan dana, sarana, dan waktu yang kurang dimiliki peneliti menyebabkan
6.1 Kesimpulan
Aceh Utara Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dapat
disimpulkan bahwa :
Kabupaten Aceh Utara telah berjalan dengan baik, apakah itu secara per bidang
tahunnya agar para SKPD dan masyarakat dapat mengetahui adanya peraturan
Rokok.
berjalan cukup baik. Kepala Puskesmas beserta para stafnya telah mendapatkan
sosialisasi tentang kebijakan KTR dan mengetahui dengan jelas isi dari kebijakan
tersebut. Salah satu bukti penerapan kebijakan KTR telah berjalan cukup baik yaitu
di lihat dari tingkat kepatuhan. Tingkat kepatuhan staf dan pengunjung Puskesmas
Merokok.
3. Walaupun Puskesmas Tanah Jambo Aye telah mendapatkan sosialisasi KTR dari
b. Kurangnya sumber daya manusia dan sanksi yang tegas, sehingga menyebabkan
Puskesmas Tanah Jambo Aye. Anggaran pelaksanaan KTR diambil dari dana
BOK puskesmas. Tidak ada aturan tertentu mengenai jumlah anggaran yang
d. Tidak adanya komite atau tim khusus penjaga atau pengawas terhadap
6.2 Saran
Anderson J. E., 1969. Public Policy Making. 2nd Ed. New York : Holt, Rinehart and
Winston.
Azkha N., 2013. Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera
Barat Tahun 2013. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Volume 02, Nomor
04, Halaman : 171-179.
Crofton J., and Simpson D., 2002.Tembakau Ancaman Global. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Dunn W. N., 2016. Public Policy Analysis. Fifth Edition, New York USA : Routledge
Taylor and Francis Group.
Dye T. R., 1978. Understanding Public Policy, Prentice Hall, N.J: Englewood Cliffs.
Easton D., 1971. The Political System: an Inquiry into the state of Political Science,
Chicago: University of Chicago Press.
Friedrick C. J., 2005. Man and His Government, New York: Mac Graw Hill.
Ingan F.A., 2016. Implementasi Pergub Nomor 1 tahun 2013 tentang KTR (Studi Kasus
di RSUD Abdul Wahab Sjahraine Kota Samarinda). Jurnal Ilmu Pemerintahan.
Vol 4, halaman : 500-514.
Lasswell H. D., and Kaplan, A., 1970. Power and Society, New Haven: Yale University
Press.
Lian, T. Y., and Dorotheo, U., 2016. The Tobacco Control Atlas ASEAN Region, Third
Ed, Thailand : SEATCA
Luankali B., 2007. Analisis Kebijakan Publik dalam Proses Pengambilan Keputusan.
Jakarta: Amelia Press.
Mazmanian D. H., and Sabatier P. A., 1983. Implementation and Public Policy, New
York: HarperCollin.
Meter, D. V., and Horn, C. V., 1975. The Policy Implementation Process : A
Conceptual Framework Administration and Society 6, London: Sage.
Muliku H.R., Polii B., dan Kumurur V., 2017. Analisis Pengembangan Kawasan Tanpa
Rokok di Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Monginsidi Manado. (Online
Elektronik) diakses 2 Oktober 2017 ; [PDF]ejournal.com
Nugroho R., 2006. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta :
Elex Media Komputindo.
Nurliawati E., 2017. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan di
Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri, 2011. Peraturan
Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
188/MENKES/PB/I/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa
Rokok. Jakarta: Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Prabandari, Yayi Suryo dkk,, 2009. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Alternatif
Pengendalian Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas
Rokok Terhadap Perilaku dan Status Merokok Mahasiswa di Fakultas
Kedokteran UGM. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 12(04): 218-225.
Profil Kabupaten Aceh Utara, 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Utara,
Kabupaten Aceh Utara : Dinas Kesehatan.
Qurnaeni N., 2017. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 Tentang
Kawasan Tanpa Rokok di Kota Makasar. (Online Elektronik) diakses 5 Oktober
2017 di http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/23085
Renaldi R., 2013. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pada
Mahasiswa di Lingkungan STIKES Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru.
Jurnal Kesehatan : Komunitas, Volume 2, Nomor 5. Halaman : 233-238.
Ripley R B., and Grace A. F., 1982. Bureaucracy and Policy Implementation. Home
wood. Illnois : The Dorsey Press.
Soerojo, W., 2017. Epidemi Tembakau dan Tantangannya di Indonesia. IAKMI : Badan
Khusus Pengendalian Tembakau.
Winarno, 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta : CAPS.
WHO, 2011. WHO Report On The Global Tobacco Epidemic. (Online Elektronik)
diakses 5 Mei 2017 di http://whqlibdoc.who.int
_____, 2013. WHO Report on the Global Tobacco Epidemic 2013 : Enforcing Bans on
Tobacco Advertising, Promotion and Sponsorship. Geneca : WHO Press
Saya bersedia turut berpartisipasi sebagai calon informan dalam penelitian yang
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pada Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas
Saya telah memahami maksud dan tujuan dari penelitian ini, dan tidak akan
berakibat negatif terhadap saya, sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang
Informan,
( ………………………………… )
Petunjuk Umum
1. Pembukaan
b. Informasi bebas untuk menyatakan pendapat, kendala, solusi dan saran perbaikan
d. Jawaban tidak ada yang benar atau salah karena wawancara ini untuk kepentingan
2. Penutup
PEDOMAN WAWANCARA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK PADA
PUSKESMAS LHOK BEURINGEN DAN PUSKESMAS TANAH JAMBO AYE
DI KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2017
Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Pekerjaan :
Kuesioner :
1. Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa rokok.
Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa
Rokok di Puskesmas.
b. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apa saja yang telah dilakukan rencana kebijakan
e. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah ada pembahasan mengenai cara sosialisasi
Rokok?
2. Sumber Daya
a. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah ada surat keputusan dari pimpinan tentang
kesehatan?
b. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah Puskesmas telah memiliki materi sosialisasi
e. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah disediakan sumber daya dalam mengawasi
3. Kepatuhan:
a. Bagaimana sikap atau respon dari tenaga kesehatan pada saat penerapan
b. Bagaimana sikap atau respon dari pengunjung pada saat penerapan Kawasan
4. Disposisi
a. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan perihal disposisi penerapan Kawasan Tanpa Rokok
di Puskesmas?
5. Struktur Birokrasi
b. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah sudah terdapat SOP yang mengatur
b. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apa saja kendala yang dihadapi baik internal
c. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apa saja yang perlu dilakukan dalam meningkatkan
Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan:
4. Pekerjaan :
Kuesioner Pengunjung:
1. Apakah Bapak/ Ibu tahu tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?
2. Jika tahu, dari mana Bapak/ Ibu mengetahui penerapan Kawasan Tanpa Rokok?
4. Jika ya, apakah Bapak/ Ibu pernah mendapat teguran dari petugas kesehatan? atau
5. Menurut pendapat Bapak/ Ibu bagaimana dengan sistem penerapan Kawasan Tanpa
Rokok di Puskesmas?
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
Informan 1 Saya tidak main-main. Saya akan menindak tegas bagi siapapun.
Bahkan staf saya yang ketauan merokok akan saya tegur dan
insentifnya di potong. Termasuk saya juga. Sebagai pimpinan,
saya harus komitmen dengan aturan yang telah saya buat. Saya
sangat setuju dan mendukung penuh adanya Perbup KTR itu.
Sanksi yang saya berikan jika petugas saya ketahuan melanggar
peraturan KTR adalah pemotongan insentif. Pada awalnya
memang terjadi penolakan. Tapi dengan berjalannya waktu,
kami sudah terbiasa dan tidak ada lagi ditemukan pelanggaran
KTR di Puskesmas Lhok Beuringen.
Informan 2 Pelaksanaan Perbup KTR di Puskesmas Lhok Beuringen telah
berjalan baik. Namun, masih perlu kesadaran yang tinggi dari
pengunjung maupun pegawai Puskesmas Lhok Beuringen agar
dapat memaksimalkan kebijakan tersebut untuk seterusnya.
Informan 3 Saya sangat antusias dengan adanya peraturan tersebut.
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mana
sudah seharusnya lah harus bebas dari asap rokok. Saya sebagai
pengelola promosi kesehatan di Puskesmas Lhok Beuringen ini,
saya terus-terusan membikin sosialisasi agar siapapun yang
datang ke Puskesmas ini benar-benar tahu klo Puskesmas bebas
asap rokok. Semua harus wajib mematuhi aturan yang berlaku.
Termasuk kami, para staf Puskesmas.
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
INFORMAN PERNYATAAN
Informan 1 Iya, saya tau. Ehh saya taunya dari sosialisasi dari orang Puskes
mas. Ada spanduk . kebetulan saya tidak merokok. Setau saya,
di suruh keluar pak..
Informan 2 Saya tahu. Saya baca dari spanduk Pak.. Disini sama sekali tidak
boleh merokok. Ada sanksinya Pak.. kalo gak salah saya. Sanksi
nya di usir keluar.
Informan 3 Oo… peraturan larangan merokok itu ya Pak.. Ya..ya..Saya tau.
Saya pernah mendapatkan sosialisasi dari pihak Puskesmas.
Namun saya tidak tahu isi jelasnya apa. Yang saya tau ada
larangan merokok di stiker yang ditempelkan dinding ruang
tunggu pengunjung Puskesmas ini. Mengenai sanksi, setau saya,
di Puskesmas ini tidak ada sanksi apapun Pak. Saya liat
banyakorang yang merokok disini tuh. Tidak ada teguran sama
sekali.
Informan 4 Saya tidak tahu Pak.. Namun saya pernah mendengar dari
omongan orang-orang di dekat rumah saya. Saya sebagai
perokok pasif, saya sangat senang dengan adanya peraturan
tersebut dari bapak Bupati. Saya kurang tau ya Pak, apakah
Puskesmas ini ada larangan merokok atau gak. Kata mereka, di
Puskesmas ini ada peraturan tidak bole merokok, tapi saya liat
orang-orang masih bebas merokok disini Pak.. Tidak ditegur
pun sama sekali pak..
A. Puskesmas Lhokbeuringen
Pasien
bersama
keluarganya
lagi merokok.