Anda di halaman 1dari 145

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Tesis Magister

2018

Implementasi Kebijakan Kawasan


Tanpa Rokok (KTR) pada Puskesmas
Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah
Jambo Aye di Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2017

Sayuti, Muhammad

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1007
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) PADA
PUSKESMAS LHOK BEURINGEN DAN PUSKESMAS TANAH
JAMBO AYE DI KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2017

TESIS

Oleh

MUHAMMAD SAYUTI
157032091

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


IMPLEMENTATION OF THE POLICY ON KTR (NO SMOKING AREA)
AT LHOK BEURINGEN PUSKESMAS AND TANAH JAMBO
AYE PUSKESMAS, ACEH UTARA REGENCY

THESIS

By

MUHAMMAD SAYUTI
157032091

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) PADA
PUSKESMAS LHOK BEURINGEN DAN PUSKESMAS TANAH
JAMBO AYE DI KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2017

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh
MUHAMMAD SAYUTI
157032091

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
pada Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah
Jambo Aye di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2017

Nama Mahasiswa : Muhammad Sayuti


Nomor Induk Mahasiswa : 157032091
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui,
Komisi Pembimbing :

( Dr. Juanita, S.E., M.Kes ) ( Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes )


Ketua Anggota

Ketua Program Studi S2 Dekan

( Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D ) ( Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si )

Tanggal Lulus : 22 Desember 2017

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji

Pada tanggal : 22 Desember 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E., M.Kes


Anggota : 1. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M
3. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) PADA


PUSKESMAS LHOK BEURINGEN DAN PUSKESMAS TANAH
JAMBO AYE DI KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2017

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 22 Desember 2017

(Muhammad Sayuti)
157032091

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Salah satu upaya mengurangi paparan asap rokok, Pemerintah Kabupaten Aceh
Utara mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa
Rokok. Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye merupakan dua
Puskesmas yang berada di Kabupaten Aceh Utara. Permasalahan penelitian adalah
bagaimana implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Lhok
Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di kedua Puskesmas tersebut.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode kualitatif. Data penelitian
diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisa data menggunakan
analisa data interaktif dari Miles and Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
di Puskesmas Lhok Beuringen sudah baik, namun berbeda dengan Puskesmas Tanah
Jambo Aye yang masih ada kekurangan. Pada aspek komunikasi, masih ada pengunjung
yang kurang memahami batasan wilayah Kawasan Tanpa Rokok. Pada aspek sumber
daya, Puskesmas Tanah Jambo Aye kekurangan anggaran dan sumber daya manusia.
Pada aspek disposisi, belum adanya sanksi yang tegas. Dan pada aspek struktur
birokrasi, belum adanya tim khusus pemantau implementasi kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok.
Kesimpulan penelitian adalah implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
tidak dapat berjalan dengan baik jika ada beberapa aspek penghambat, yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Saran yaitu perlu adanya
penambahan pegawai dan anggaran. Dapat menyediakan media sosialisasi melalui
video promosi dan informasi kesehatan secara periodik tentang Kawasan Tanpa Rokok
serta diberlakukannya sanksi yang tegas.
Kata Kunci : Kebijakan, Implementasi, Kawasan Tanpa Rokok. Lhok Beuringen,
Tanah Jambo Aye

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

In the attempt to reduce cigarette smoke exposure, the Aceh Utara District
Administration issued Regional Regulation No. 3/2015 on KTR (No Smoking Area).
Lhok Beuringen Puskesmas and Tanah Jambo Aye Puskesmas are located in Aceh
Utara Regency. The research problem was how about the implementation of the policy
on KTR at the two puskesmas. The objective of the research was to find out the
implementation of the policy on KTR at the two puskesmas.
The research used descriptive qualitative method. The data were gathered by
conducting interviews, observation, and documentation and analyzed by using
interactive data analysis by Miles and Huberman.
The result of the analysis showed that the implementation of the policy on KTR
at Lhok Beuringen Puskesmas was good; on the other hand, it was bad at Tanah Jambo
aye Puskesmas. In the aspect of communication, some visitors still did not understand
the area of KTR. In the aspect of resources, Tanah Jambo Aye Puskesmas lacked of
budget and human resources. In the aspect of disposition, there was not strict sanction
on it. In the aspect of bureaucratic structure, there was no specific team that monitored
the implementation of the policy on KTR.
The conclusion was that the implementation of the policy on KTR would not run
well if there were some obstacles such as communication, resources, disposition, and
bureaucratic structure. It is recommended that personnel and budget be added,
socialization medium be provided through promotion video and health promotion
regularly about KTR and strict sanction.

Keywords: Implementation, Policy, No Smoking Area, Lhok Beuringen, Tanah


Jambo Aye

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa atas rahmat serta

karunianya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dalam penulisan tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan

bantuan, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D., Ketua Program Studi S2 IKM FKM USU.

4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., Ph.D., selaku Sekretaris Program Studi S2 IKM

FKM USU dan dosen penguji kedua saya, atas segala masukan yang telah diberikan

kepada penulis selama proses penyelesaian tesis.

5. Dr. Juanita, S.E., M.Kes., selaku dosen pembimbing pertama saya, atas segala

ketulusan dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan,

perhatian dan saran kepada penulis selama proses penyelesaian tesis ini.

6. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua saya, atas segala

ketulusan dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan,

perhatian dan saran kepada penulis selama proses penyelesaian tesis.

7. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M., selaku dosen penguji pertama saya, atas

segala masukan selama proses penyelesaian tesis ini.

Universitas Sumatera Utara


8. Dr. Makhrozal, M.Kes., selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara

yang memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan serta

melakukan penelitian di Puskesmas dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara..

9. Dr. Wustha, selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara yang telah bersedia menjadi informan pada penelitian ini.

10. Khalid, SKM., M.Kes., selaku Pengelola Program PTM Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara yang telah bersedia menjadi informan pada penelitian ini.

11. Saiful, S.K.M., M.Kes., selaku Pengelola Program di Seksi Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara yang telah

bersedia menjadi informan pada penelitian ini.

12. Hendra Sefrizal, selaku Kepala Puskesmas Lhok Beuringen yang telah bersedia

menjadi informan pada penelitian ini.

13. dr. Sri Mastuti, selaku Pengelola Program PTM Puskesmas Lhok Beuringen yang

telah bersedia menjadi informan pada penelitian ini.

14. Putriani, S.K.M., selaku Pengelola Promosi Kesehatan Puskesmas Lhok Beuringen

yang telah bersedia menjadi informan pada penelitian ini.

15. dr. Hari Laksamana, selaku Kepala Puskesmas Tanah Jambo Aye yang telah

bersedia menjadi informan pada penelitian ini.

16. Khairil, S.K.M., selaku Pengelola Program PTM Tanah Jambo Aye yang telah

bersedia menjadi informan pada penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


17. Yusniar, S.K.M., selaku Pengelola Promosi Kesehatan Tanah Jambo Aye yang

telah bersedia menjadi informan pada penelitian ini.

18. Seluruh pengunjung Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye

yang telah bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.

19. Para dosen dan staf di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IKM FKM USU,

khususnya peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

20. Keluarga besarku, istriku tercinta yaitu Yenni, SKM, anak-anakku tersayang yaitu

Raisiya Ufaira dan Defa Al Fayyadh, Almarhum dan Almarhumah orang tuaku,

kedua mertua, kakak-kakakku dan adek-adek ipar yang senatiasa mendampingi serta

memberiakn dorongan moril maupun materil yang sangat berarti selama penulis

menempuh pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.

21. Dan tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada para sahabat yaitu Sri

Rosita S.K.M., M.K.M., Zufrizal S.K.M., dan drg. Dina Savitri M.K.M.,

Muhammad Azidar S.Kep., M.K.M., dan teman-teman kost digang sarmin 41D

yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan. Maka

demikian penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan tesis ini. Atas saran dan

masukan yang telah diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 22 Desember 2017

Penulis

Muhammad Sayuti

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Muhammad Sayuti, lahir tanggal 17 Desember 1977 di Alue

Keutapang Kabupaten Pidie Jaya. Pendidikan formal penulis, di mulai dari Sekolah

dasar di SD Negeri Babah Krueng tamat tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama di

SMP Negeri Ulee Gle tamat tahun 1992, Sekolah Perawat Kesehatan di Pemda Pidie

tamat tahun 1995, Akademi di Akper Pemda Lhokseumawe tamat tahun 2001, Strata-1

Ilmu Kesehatan Masyarakat di FKM USU tamat tahun 2005.

Penulis mengikuti Pendidikan Lanjutan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, dengan minat studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas

Kesehatan Masyarakat USU tahun 2015-2017.

Bekerja sebagai Kepala Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara dan sebagai Pengelola

Program pada Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Aceh Utara sampai

dengan sekarang.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ………………………………………………………………... i
ABSTRACT ………………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iii
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xi
DAFTAR ISTILAH ………………………………………………………. xii

BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang …………………………………………… 1


1.2 Rumusan Masalah …………………………………… 8
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………. 8
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………… 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 10

2.1 Kebijakan ………………………………………………….. 10


2.1.1 Pengertian Kebijakan ……………………………… 10
2.1.2 Ciri-ciri Umum Kebijakan ………………………… 11
2.1.3 Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan ……………… 12
2.1.4 Analisis Kebijakan ………………………………… 13
2.1.5 Implemetasi Kebijakan …………………………… 16
2.1.6 Puskesmas sebagai Lokus KTR ………………….. 23
2.1.6.1 Definisi Puskesmas ………………………. 23
2.1.6.2 Wilayah Kerja Puskesmas ……………….. 24
2.1.6.3 Visi Puskesmas …………………………… 24
2.1.6.4 Misi Puskesmas ………………………….. 24
2.1.6.5 Fungsi Puskesmas ……………………….. 26
2.1.6.6 Kaitan Puskesmas dengan Implementasi
Kebijakan KTR …………………………... 27
2.2 Kawasan Tanpa Rokok (KTR) …………………………… 28
2.2.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ………. 28
2.2.2 Tujuan Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) 33
2.2.3 Tempat Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ………….. 33
2.2.4 Prinsip Dasar Kawasan Tanpa Rokok …………… 34
2.2.5 Langkah-Langkah Pengembangan Kawasan
Tanpa Rokok ……………………………………… 35

Universitas Sumatera Utara


2.2.6 Epidemi Perokok ………………………………… 40
2.2.7 Kebijakan KTR Aceh Utara ……………………… 43
2.3 Kerangka Teori ………………………………..………….. 46
2.4 Kerangka Pikir ………………………………….………… 48

BAB 3. METODE PENELITIAN ……………………………………… 49

3.1 Jenis Penelitian …………………………………………… 49


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………. 49
3.2.1 Lokasi Penelitian …………………………………. 49
3.2.2 Waktu Penelitian …………………………………. 50
3.3 Informan …………………………………………………… 50
3.4 Teknik Pengumpulan Data ……………………………… 51
3.5 Definisi Operasional ……………………………………… 52
3.6 Teknik Analisis Data ……………………………………... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN ………………………………………….. 54

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………………………………. 54


4.2 Implementasi Kebijakan Peraturan Bupati Kabupaten Aceh
Utara Nomor 3 Tahun 2015 Tentang KTR ………………… 55
4.2.1 Komunikasi …………………………………………. 55
4.2.1.1 Sosialisasi …………………………………… 55
4.2.1.2 Konsistensi ………………………………….. 58
4.2.2 Sumber Daya ………………………………………… 59
4.2.2.1 Anggaran ……………………………………. 60
4.2.2.2 Sumber Daya Manusia ……………………… 61
4.2.3 Disposisi ……………………………………………... 61
4.2.4 Struktur Birokrasi ……………………………………. 63
4.2.4.1 SOP ………………………………………….. 63
4.2.4.2 Fragmentasi ………………………………….. 64

BAB 5. PEMBAHASAN ………………………………………………….. 65

5.1 Implementasi Kebijakan Kesehatan tentang Kawasan Tanpa


Rokok ………………………………………………………. 65
5.2 Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara
Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok
di Dinas Kesehatan, Puskesmas Lhok Beuringen dan
Puskesmas Tanah Jambo Aye beserta Aspek-aspek
Penghambatnya …………………………………………….. 68
5.2.1 Komunikasi ………………………………………… 68
5.2.2 Sumber Daya ……………………………………….. 73
5.2.3 Disposisi ……………………………………………. 76

Universitas Sumatera Utara


5.2.4 Struktur Birokrasi ………………………………….. 80
5.3 Implikasi Penelitian ………………………………………... 82
5.4 Keterbatasan Penelitian …………………………………… 83

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………... 84

6.1 Kesimpulan ………………………………………………… 84


6.2 Saran ……………………………………………………….. 85

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 87


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
2.1 Sekuensi Implementasi Kebijakan ……………………………… 23
2.2 Jumlah Perokok di Indonesia …………………………………… 41
2.3 Proporsi Perokok Dewasa ASEAN Tahun 2006 ………………… 41
2.4 Proporsi Perokok Dewasa ASEAN Tahun 2013 ………………… 42
2.5 Skema Kerangka Pikir Penelitian ………………………………… 48
4.1 Peta Kabupaten Aceh Utara ……………………………………… 54

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman
1 Lembar Persetujuan Menjadi Informan Penelitian ………………… 91

2 Pedoman Umum Wawancara Mendalam .…………………………. 92

3 Kuesioner Penelitian ………………………………………………. 93

4 Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang KTR ……………. 98

5 Matriks Pernyataan Informan Penelitian ………………………….. 105

6 SK Pembimbing …………………………………………………… 115

7 Surat Survey Awal ………………………………………………… 116

8 Surat Izin Penelitian ……………………………………………….. 117

9 Surat Balasan Pelaksanaan Penelitian …………………………….. 118

10 Dokumentasi Penelitian …………………………………………… 120

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISTILAH

AROL : Asap Rokok Orang Lain


ASEAN : Association of Southeast Asian Nations
APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
BOK : Bantuan Operasional Kesehatan
CI : Confidence Interval
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
GATS : General Agreement on Trade in Services
GYTS : Global Youth Tobacco Survey
Inpres : Instruksi Presiden
Kabid : Kepala Bidang
Kasi : Kepala Seksi
Kepmen : Keputusan Menteri
Kepres : Keputusan Presiden
Kesmas : Kesehatan Masyarakat
KTR : Kawasan Tanpa Rokok
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
Menkes : Menteri Kesehatan
NAD : Nanggroe Aceh Darussalam
OR : Odds Ratio
Pemda : Pemerintah Daerah
PNS : Pegawai Negeri Sipil
Perbup : Peraturan Bupati
Perda : Peraturan Daerah

Universitas Sumatera Utara


Perwali : Peraturan Walikota
PT.KAI : Perseroan Terbatas Kereta Api Indonesia
PTM : Penyakit Tidak Menular
Rakorda : Rapat Koordinasi Daerah
Riskesda : Riset Kesehatan Dasar
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RW : Rukun Warga
Satpol PP : Satuan Polisi Pamong Praja
SDM : Sumber Daya Manusia
Sekda : Sekretaris Daerah
SK : Surat Keterangan
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SOP : Standar Operating Procedure
SPBU : Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum
TOGA : Tokoh Agama
TOMA : Tokoh Masyarakat
TSCS : Tobacco Control Support Center
WHO : World Health Organization

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hak untuk menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok telah menjadi

perhatian dunia. WHO memprediksi penyakit yang berkaitan dengan rokok akan

menjadi masalah kesehatan di dunia. Hal tersebut disebabkan oleh semakin

meningkatnya jumlah perokok di dunia. Jumlah perokok di seluruh dunia kini

mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta diantaranya berada di negara berkembang.

Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah

China dan India (https://lifestyle.kompas.com).

Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit

dan angka kematian akibat rokok. Pada tahun 2030 diperkirakan angka kematian

perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa dan 70% diantaranya berasal dari negara

berkembang. Saat ini 50% kematian berada di negara berkembang. Jika kecenderungan

ini berlanjut, diperkirakan sekitar 650 juta orang akan terbunuh oleh rokok yang

setengahnya berusia produktif dan akan kehilangan umur hidup sebesar 20-25 tahun

(Kemenkes, 2013).

Perokok tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun juga telah dilakukan

oleh anak-anak. Berdasarkan data The Tobacco Atlas 2016 diperkirakan lebih dari 90

juta penduduk Indonesia merokok dimana 66% adalah perokok anak laki-laki di atas

usia 15 tahun. Hal ini menyebabkan Indonesia meraih peringkat satu Negara di ASEAN

untuk jumlah perokok anak. Disusul oleh Laos 50,8%, Vietnam 45,3%, Myanmar

Universitas Sumatera Utara


43,8%, Malaysia 43%, Philipina 41,9%, Thailand 39,2%, Kamboja 32,9%, Brunei

Darussalam 32,6%, dan Singapura 23,1% (Lian and Dorotheo, 2016). Prevalensi

perokok anak perempuan juga mengalami peningkatan. Sekitar 6,3 juta perokok anak

usia 15 tahun ke atas merokok (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan survei Riskesda tahun 2013 menyatakan bahwa 64,9% warga

Indonesia yang masih menghisap rokok adalah berjenis kelamin laki-laki dan 2,1%

adalah perempuan. Rata-rata jumlah batang rokok yang di hisap adalah sekitar 12

batang per hari (Kemenkes, 2013).

Provinsi NAD termasuk provinsi yang jumlah penghisap rokok tertinggi di

Indonesia dimana 80% laki-laki di Aceh merupakan perokok aktif. Berdasarkan data

hasil riset Dinas Kesehatan Aceh tahun 2010, tingkat prevalensi perokok di Provinsi

Aceh adalah 37,1% yakni di atas rata-rata prevalensi nasional 34,7%. Industri rokok

yang berkembang pesat dan adanya pembiaran oleh pemerintah dapat menjadi akar

permasalahan tingginya prevalensi perokok di masyarakat. Rokok dapat mudah

ditemukan di pasaran. Pemerintah menganggap industri rokok merupakan industri yang

normal. Belum diimplementasikannya secara maksimal peraturan KTR dan kebebasan

tidak terbatas dari iklan rokok dapat diyakini ikut juga menciptakan merokok sebagai

perilaku yang lumrah. Pada tahun 2015, perokok di Aceh masuk dalam 10 besar

perokok terbesar di Indonesia (https://acehtimes.com).

Tingginya jumlah perokok Indonesia turut meningkatkan jumlah pasien

Penyakit Tidak Menular (PTM). Sebagian besar faktor risiko PTM, salah satunya

adalah akibat kebiasaan merokok. Menurut data tahun 2014, beban penyakit di

Universitas Sumatera Utara


Indonesia sebanyak 71% akibat PTM seperti stroke, jantung koroner, serta kanker

trakhea, bronkhus dan paru. PTM ini telah menjadi penyebab utama kematian di

Indonesia (https://lifestyle.kompas.com).

Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau

lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support

Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerja sama

dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health

Organization (WHO) menyatakan ada 4 alternatif kebijakan dalam menurunkan

perilaku merokok pada masyarakat, salah satunya dengan mengimplementasikan 100%

KTR di tempat umum, tempat kerja dan tempat pendidikan (Prabandari dkk, 2009).

KTR adalah area atau tempat umum yang di larang untuk melakukan kegiatan

seperti produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Adapun tempat-

tempat umum yang dimaksud meliputi : pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar,

tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, serta tempat-tempat

yang telah ditentukan. KTR ini juga berfungsi melindungi perokok pasif dari asap

rokok (TCSC, 2012). Negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan beberapa

negara di Eropa mulai gencar menerapkan KTR secara efektif, Pada pasal 4 Perbup

Aceh Utara Nomor 3 Tahun 2015 tentang KTR menyatakan larangan menyediakan

tempat khusus merokok dan dibebaskan dari asap rokok hingga batas terluar (Perda

Kabupaten Aceh Utara, 2015).

Pemerintah Kabupaten Aceh Utara mengeluarkan Perbup Aceh Utara Nomor. 3

Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan

Universitas Sumatera Utara


perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan

yang bersih dan sehat bagi masyarakat dan melindungi kesehatan masyarakat dari

dampak buruk merokok. Selain itu juga, Perbup KTR ini dibuat untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat. Bukan untuk melarang orang merokok, tetapi mengatur perokok

agar tidak mengganggu kesehatan orang yang tidak merokok. Perbup KTR Aceh Utara

masih sebatas rancangan dan ditargetkan bisa segera menjadi Qanun. Perbup ini dibuat

sebagai dasar hukum yang lebih kuat untuk mengatur Kawasan Tanpa Rokok.

Berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3 Tahun 2015 tersebut

terdapat 7 tatanan ruang lingkup KTR yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses

belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja

dan tempat umum. Keberhasilan kebijakan KTR ini sangat dipengaruhi oleh proses

implementasi. Implementasi kebijakan menurut Metter dan Horn (1975) adalah

tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat,

kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-

tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Indikator keberhasilan dari

kebijakan KTR berdasarkan perspektif perilaku yaitu kepatuhan kelompok sasaran

untuk tidak merokok di sembarangan tempat.

Berkaitan dengan keberhasilan implementasi kebijakan rokok yang diamati

dengan kepatuhan kelompok sasaran, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dapat dinilai

masih belum berhasil dalam mengimplementasikan kebijakan rokok terkhususnya di

fasilitas tempat pelayanan kesehatan. Hal ini tergambarkan dari hasil observasi

lapangan yang dilakukan di beberapa Puskesmas di Kabupaten Aceh Utara yaitu masih

Universitas Sumatera Utara


ditemukan para pegawai dan masyarakat yang berada di Puskesmas merokok di

sembarangan tempat dan banyak puntungan rokok yang di buang di sembarangan

tempat, padahal para pegawai Puskesmas mengaku KTR telah dilaksanakan di

Puskesmas tersebut. Pelaku pelanggaran ini adalah PNS sebanyak 58% dan Non-PNS

sebanyak 42%, dan 64% masyarakat atau pengunjung Puskesmas telah mengetahui

adanya pemberlakukan KTR di Puskesmas. Berdasarkan hasil observasi lapangan

dengan beberapa Puskesmas di Aceh Utara sebanyak 7% Puskesmas masih

menyediakan asbak dan 8% masih ditemukan punting rokok.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetya (2012) tentang

Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Stasiun Tawang Kota. Implementasi

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Stasiun Tawang Kota dinyatakan sudah berhasil

dengan indikator berkurangnya polusi udara akibat paparan asap rokok, berkurangnya

sampah yang berserakan akibat rokok, dan berkurangnya jumlah iklan rokok. Strategi

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Stasiun Tawang Kota dengan mempertegas sanksi

dengan harapan memperkecil jumlah pelanggaran misalnya sanksi yang ditetapkan oleh

PT. KAI untuk pegawai stasiun yakni dikenakan sanksi grounded atau skorsing selama

3 bulan jika merokok di lingkungan stasiun maupun di dalam kereta api. Adanya

Kawasan Tanpa Rokok dengan harapan dapat mengakomodir kebutuhan perokok aktif

tanpa mengganggu perokok pasif. Smoking area terletak di sebelah timur stasiun

dengan dilengkapi sarana dan prasarana penunjang seperti meja, kursi, asbak, dan

pengisap asap serta memasang larangan merokok di beberapa tempat sebagai peringatan

kepada pengunjung yang ingin merokok di lingkungan stasiun.

Universitas Sumatera Utara


Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh telah menetapkan 10 kawasan

yang termasuk dalam KTR. Kawasan-kawasan tersebut adalah perkantoran pemerintah,

perkantoran swasta, sarana olah raga yang sifatnya tertutup, tempat pengisian bahan

bakar (SPBU), halte, angkutan umum, dan tempat umum yang tertutup. Berdasarkan

rancangan Qanun KTR tersebut diberlakukannya sanksi yang melanggar bisa dikenakan

hukuman pidana dengan kurungan paling lama 3 hari atau denda paling banyak Rp.200

juta (2015) Ini 10 Kawasan Tanpa Rokok di Aceh. [Online]. Available:

(https://m.merdeka.com). Berdasarkan Riskesda tahun 2013 terdapat 5 Kabupaten/Kota

yang telah melaksanakan KTR dengan persentase 21,74% (Kemenkes, 2013).

Jika dibandingkan dengan strategi kebijakan KTR di Kabupaten Aceh Utara

berdasarkan hasil survei di Puskesmas, strategi seperti pemasangan himbauan dan

tanda-tanda atau simbol larangan merokok telah dilaksanakan. tetapi masih terlihat jelas

di beberapa lokasi atau ruangan tidak ada ruangan khusus untuk merokok. Kurang

berhasilnya kebijakan KTR di Puskesmas Kabupaten dimungkinkan tidak adanya sanksi

yang diberlakukan sehingga suatu kebijakan tidak bisa diimplementasikan dengan baik.

Hal ini sesuai dengan data TCSC tahun 2012 menyatakan bahwa kegagalan

implementasi kebijakan KTR disebabkan karena penerapan sanksi masih belum terlalu

kuat.

Implementasi suatu kebijakan juga sangat berkaitan erat dengan faktor manusia,

dengan berbagai latar belakang aspek sosial, budaya, politik, dan sebagainya. Oleh

karena itu sangatlah penting kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam

mengimplementasikan suatu kebijakan, khususnya kebijakan KTR. Dukungan

Universitas Sumatera Utara


pemerintah dalam implementasi kebijakan KTR ini seperti tersedianya dana

membangun tempat untuk merokok dan untuk pihak swasta dukungan dapat dilakukan

dengan mendukung kebijakan pemerintah, sehingga benturan kepentingan seperti

pemasangan iklan rokok dapat disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku dan

diharapkan masyarakat ikut berpartisipasi dengan patuh kepada peraturan yang dibuat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuraini (2014) di RSUD dr.Soedarso

Pontianak tentang efektivitas implementasi Kawasan Tanpa Rokok didapatkan hasil

partisipasi kelompok sasaran terhadap implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

masih tergolong rendah dan mengakibatkan Kawasan Tanpa Rokok belum terwujud

dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan masih maraknya pelaku tindakan

pelanggaran merokok di kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok.

Penyebabnya adalah tidak adanya sosialisasi di kalangan RSUD dr. Soedarso dan belum

adanya sanksi nyata pada pelanggaran Kawasan Tanpa Rokok. Hasil penelitian yang

dilakukan Renaldi (2013) menyatakan variabel yang berhubungan dengan implementasi

kebijakan KTR adalah pengetahuan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

Implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Aceh Utara juga

dipengaruhi oleh banyak faktor dan dibutuhkan gambaran mengenai sistem

implementasi Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada 2

Puskemas yang berada di Kecamatan Tanah Jambo Aye yaitu Puskesmas Tanah Jambo

Aye dan Puskesmas Lhok Beuringen mengenai implementasi kebijakan kawasan tanpa

rokok didapatkan perbedaan yaitu kebijakan KTR di Puskesmas Lhok Beuringen sudah

diimplemetasikan dengan baik, sedangkan Puskesmas Tanah Jambo Aye sebagai

Universitas Sumatera Utara


Puskesmas induk masih belum optimal dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR). Berdasarkan latar belakang pembahasan di atas, maka peneliti tertarik untuk

menganalisis bagaimana implementasi Kawasan Tanpa Rokok pada dua Puskesmas di

Kabupaten Aceh Utara antara lain Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah

Jambo Aye.

1.2 Rumusan Masalah

Saat ini Kabupaten Aceh Utara sudah memiliki Peraturan Bupati Nomor 03

Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan pada Desember 2016 yang dilakukan di dua wilayah kerja Puskesmas yaitu

Puskesmas Lhok Beuringen dan Tanah Jambo Aye masih dijumpai petugas Puskesmas

yang merokok di kawasan Puskesmas tersebut. Selain itu masih ditemukan pasien yang

berkunjung ke Puskesmas merokok diruang tunggu antrian pemeriksaan. Kemungkinan

hal ini disebabkan karena masyarakat belum mengetahui dan belum adanya sanksi

dalam pelanggaran merokok. Maka dari itu perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di 2 Puskesmas

dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di dua Puskesmas yaitu Puskesmas Lhok Beuringen dan

Puskesmas Tanah Jambo Aye yang berada dalam wilayah kerja Kabupaten Aceh Utara

Tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini di harapkan akan memberikan manfaat kepada

berbagai pihak yaitu :

1. Sebagai masukan informasi bagi Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara

yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan KTR.

2. Sebagai masukan bagi Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara sebagai

rancangan strategi menciptakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas tersebut.

3. Sebagai masukan referensi untuk penulis atau peneliti selanjutnya yang

berhubungan dengan analisis kebijakan KTR.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan

2.1.1 Pengertian Kebijakan

Thomas Dye (1978) mengatakan kebijakan adalah sebuah pilihan yang

dilakukan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever

goverment choose to do or not to do). Menurut Easton (1971), kebijakan pemerintah

adalah sebuah kekuasaan pengalokasian dari nilai-nilai untuk masyarakat secara

keseluruhan. Pemerintah merupakan sebuah organisasi yang meliputi keseluruhan dari

kehidupan bermasyarakat.

Kebijakan diciptakan untuk mengatur kehidupan masyarakat mencapai tujuan

yang telah disepakati bersama. Bernadus Luankali (2007) berpendapat bahwa kebijakan

adalah “Ilmu tentang hubungan pemerintah dengan warga negara atau apa yang

sesungguhnya dibuat oleh pemerintah secara riil untuk warga negara”. Hal ini berarti

bahwa pemerintah dalam membuat suatu kebijakan tidak hanya untuk kepentingan

pribadinya saja, namun berdasarkan kepentingan masyarakat. Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) mendefinisikan kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman

ini bisa sangat sederhana atau komplek, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit,

publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang seperti tersebut mungkin berupa

suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau

suatu rencana.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Lasswell dan Kaplan dalam Abidin (1970), melihat kebijakan

merupakan sebagai suatu sarana mencapai sebuah tujuan dan menyebutkan kebijakan

tersebut sebagai sebuah program yang diproyeksikan berhubungan dengan tujuan, nilai,

dan praktik. Kemudian Friedrich mengungkapkan hal yang menjadi paling pokok dalam

sebuah kebijakan adalah adanya tujuan, sasaran atau kehendak.

Menurut Carl Friedrick (2005), kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah

pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah. Kebijakan

dalam suatu lingkungan tertentu sering dihubungkan dengan adanya hambatan-

hambatan tertentu dan mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau sasaran

yang diinginkan.

Pendapat lainnya, menurut Anderson (1969) merumuskan kebijakan sebagai

langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor

berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.

2.1.2 Ciri-Ciri Umum Kebijakan

Anderson (1969) mengemukakan bahwa terdapat beberapa ciri-ciri umum dari

kebijakan. Adapun beberapa ciri-ciri umum dari kebijakan tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Setiap kebijakan harus memiliki tujuan. Artinya, pembuatan suatu kebijakan tidak

boleh sekedar asal buat. Bila tidak ada tujuan, tidak perlu ada kebijakan.

2. Suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi

berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada

pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum.

Universitas Sumatera Utara


3. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah bukan apa yang ingin atau

diniatkan akan dilakukan pemerintah.

4. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan

untuk melakukan atau menganjurkan.

5. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk

memaksa masyarakat mematuhinya.

2.1.3 Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan

Tahap-tahap pembuatan kebijakan menurut pendapat William N. Dunn (2016)

adalah :

1. Penyusunan Agenda.

Pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.

Banyaknya masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda. Bila

dihubungkan dengan studi perumusan kebijakan, maka analisis tentang proses

implementasi menimbulkan masalah batas kajian yang sungguh-sungguh. Salah satu

kesulitan yang sering muncul adalah dalam upaya membatasi aktor-aktor yang

relevan. Disamping itu, untuk melengkapi studi implementasi membutuhkan banyak

variabel dan sangat sulit mengukurnya.

2. Formulasi Kebijakan.

a. Pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif

kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan

dan tindakan legislatif.

b. Adopsi Kebijakan.

Universitas Sumatera Utara


Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif,

konsensus diantara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

c. Implementasi Kebijakan.

Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang

memobilisasi sumber daya finansial dan manusia.

d. Penilaian Kebijakan.

Unit-unit pemeriksaan dan akuntasi dalam pemerintahan menentukan apakah

badan-badan ekskutif, legilatif dan peradilan memenuhi persaratan undang-

undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.

2.1.4 Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan sendiri adalah aktivitas menciptakan tentang dan dalam

proses pembuatan kebijakan. Analisis juga diartikan sebagai suatu aktivitas intelektual

dan praktis yang ditunjukan untuk menciptakan, secara kritis menilai dan

mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan. Analisis

kebijakan adalah awal bukan akhir dari upaya memperbaiki proses pembuatan

kebijakan. Sebelum informasi yang relevan dengan kebijakan dapat digunakan oleh

pengguna yang dituju, informasi itu harus dirakit ke dalam dokumen yang relevan

dengan kebijakan dan dikomunikasikan dalam berbagai bentuk presentasi (Dunn, 2016)

Analisis kebijakan merupakan suatu proses kognitif, sementara pembuatan

kebijakan bersifat politis. Keberadaan analisis kebijakan disebabkan banyaknya

kebijakan yang tidak memuaskan. Kebijakan dianggap tidak memecahkan masalah,

bahkan menciptakan masalah baru. Analisis kebijakan diperlukan untuk mengetahui

Universitas Sumatera Utara


kebijakan apa yang cocok dalam proses pembuatan kebijakan. Kebijakan tersebut

dibuat sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi. Analisis dapat dikembangkan di

awal pembuatan suatu kebijakan ataupun di akhir penerapan kebijakan.

Definisi analisis kebijakan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis kebijakan

merupakan suatu pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian atau penyelidikan

sebuah sebab akibat dari suatu kebijakan yang mampu memberikan jalan keluar dari

berbagai macam alternatif program serta kinerja kebijakan. Analisis kebijakan dapat

menganalisis pembentukan, substansi dan dampak dari kebijakan-kebijakan tertentu.

Analisis kebijakan dilakukan tanpa mempunyai kecenderungan untuk menyetujui atau

menolak kebijakan-kebijakan. Pada dasarnya terdapat tiga hal pokok dalam

menganalisis kebijakan yaitu :

1. Fokus utama adalah mengenai penjelasan atau anjuran kebijakan yang pantas.

2. Sebab-sebab dan konsekuensi dari kebijakan diselidiki dengan menggunakan

metodologi ilmiah.

3. Analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat

diandalkan kebijakan-kebijakan dan pembentukannya, sehingga dapat diterapkan

kepada lembaga dan bidang kebijakan yang berbeda (Tangkilisan, 2003).

Analisis kebijakan memiliki beberapa ciri sebagai berikut :

1. Analisis kebijakan sebagai aktivitas kognitif (cognitive activity).

2. Analisis kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan secara kolektif, sehingga

merupakan hasil aktivitas kolektif.

3. Analisis kebijakan sebagai disiplin intelektual terapan.

Universitas Sumatera Utara


4. Analisis kebijakan berkaitan dengan masalah-masalah publik

Menurut pendapat William N. Dunn (2016), bentuk analisa kebijakan adalah

sebagai berikut :

1. Analisa kebijakan prospektif yaitu bentuk analisa yang mengarahkan sebelum aksi

kebijakan mulai diimplementasikan. Bentuk ini melibatkan teknik-teknik

peramalan untuk memprediksikan kemungkinan yang timbul akibat kebijakan yang

akan dilaksanakan.

2. Analisa kebijakan retrospektif yaitu bentuk analisa yang menjelaskan sebagai

penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Bentuk

ini bersifat evaluatif, karena melibatkan evaluasi terhadap dampak kebijakan yang

sedang ataupun yang telah dilaksanakan.

3. Analisa kebijakan terintegrasi merupakan suatu bentuk analisa yang

mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada

penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan

kebijakan. Bentuk ini melibatkan teknik peramalan maupun evaluasi terhadap

kebijakan yang telah dilaksanakan.

William N. Dunn (2016) juga mengatakan bahwa keberhasilan dari analisis

pembuatan suatu kebijakan dapat dikembangkan melalui tiga proses. Tiga proses yang

memengaruhi atas keberhasilan analisis pembuatan suatu kebijakan adalah sebagai

berikut:

1. Proses pengkajian kebijakan, menyajikan metodologi untuk analisis kebijakan.

Metodologi di sini adalah sistem standar, aturan, dan prosedur untuk menciptakan,

Universitas Sumatera Utara


menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan.

2. Proses pembuatan kebijakan adalah serangkaian tahap yang saling bergantung yang

diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi

kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.

3. Proses komunikasi kebijakan, merupakan upaya untuk meningkatkan proses

pembuatan kebijakan berikut hasilnya. Dalam hal ini sebagai penciptaan dan

penilaian kritis, pengetahuan yang relevan dengan kebijakan (Dunn, 2016).

2.1.5 Implementasi Kebijakan

Ripley dan Franklin (1982) berpendapat implementasi adalah apa yang terjadi

setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan,

keuntungan (benefit) atau suatu jenis luaran yang nyata (tangible output). Istilah

implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud

tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat

pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh

berbagai aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program

berjalan.

Menurut pendapat Meter dan Horn (1975) mendefinisikan bahwa implementasi

kebijakan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta

baik itu secara individu maupun kelompok yang dimaksud untuk mencapai tujuan

sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya

adalah cara agar sebuah kebijakan tersebut dapat mencapai tujuannya. Implementasi

Universitas Sumatera Utara


kebijakan merupakan tahap yang paling penting dalam proses suatu kebijakan.

Beberapa definisi implementasi kebijakan adalah sebagai berikut :

1. Bardach.

Implementasi kebijakan adalah cukup untuk membuat sebuah program dan

kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi

merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya

mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya,

dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan orang.

2. Metter dan Horn (1975)

Implementasi kebijakan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-

individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan

kebijakan.

3. Mazmanian dan Sabatier (1983)

Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya

dalam bentuk Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.

Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan

secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk

menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Menurut Edward III (1980), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi

public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap

Universitas Sumatera Utara


kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi

kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Menurut Edward, ada empat faktor

yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan

berinteraksi satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan

antara lain :

1. Faktor Komunikasi.

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi

pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor

komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena menjembatani

antara masyarakat dengan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan sehingga dapat

diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa

ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para

pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan,

dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik. Secara umum

George C. Edward III membahas tiga hal yang penting dalam proses komunikasi

kebijakan yaitu :

a. Transmisi

Mereka yang melaksanakan keputusan, harus mengetahui apa yang harus

dilakukan. Keputusan dan perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat

sebelum keputusan dan perintah itu diikuti. Komunikasi harus akurat dan mudah

dimengerti. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus disampaikan

kepada kelompok sasaran (target) sehingga akan mengurangi dampak dari

Universitas Sumatera Utara


implementasi tersebut.

b. Kejelasan

Jika kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka

petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana,

akan tetapi komunikasi harus jelas juga. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang

disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan dan akan mendorong

terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna

pesan awal.

c. Konsistensi

Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah

pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang

disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan,

tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan

memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankaan tugasnya dengan baik.

2. Faktor Sumber Daya.

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan,

karena bagaimanapun dibutuhkan kejelasan dan konsistensi dalam menjalankan

suatu kebijakan dari pelaksana (implementor) kebijakan. Jika para personil yang

mengimplementasikan kebijakan kurang bertanggung jawab dan kurang mempunyai

sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi

kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Sumber-sumber yang akan mendukung

kebijakan yang efektif terdiri dari :

Universitas Sumatera Utara


a. Staf

Sumber daya manusia pelaksana kebijakan, dimana sumber daya manusia

tersebut memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi untuk

melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia adalah para pelaksana yang

berjumlah cukup dan memiliki kemampuan dan ketrampilan yang diperlukan

dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Jumlah pelaksana yang banyak

tidak otomatis mendorong implementasi yang berhasil, jika tidak memiliki

keterampilan yang memadai. Di sisi lain kurangnya personil yang memiliki

keterampilan juga akan menghambat pelaksanaan kebijakan tersebut.

b. Kewenangan

Kewenangan dalam sumber daya adalah kewenangan yang dimiliki oleh Sumber

Daya Manusia untuk melaksanakan suatu kebijakan yang ditetapkan.

Kewenangan yang dimiliki oleh SDM adalah kewenangan setiap pelaksana

untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang diamanatkan dalam

suatu kebijakan.

c. Informasi

Informasi merupakan sumber penting dalam implementasi kebijakan. Informasi

dalam sumber daya adalah informasi yang dimiliki oleh sumber daya manusia

untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Informasi untuk

melaksanakan kebijakan di sini adalah segala keterangan dalam bentuk tulisan

atau pesan, pedoman, petunjuk dan tata cara pelaksanaan yang bertujuan untuk

melaksanakan kebijakan.

Universitas Sumatera Utara


d. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana adalah semua yang tersedia demi terselenggaranya

pelaksanaan suatu kebijakan dan dipergunakan untuk mendukung secara

langsung.

3. Faktor Disposisi (sikap)

Disposisi diartikan sebagai sikap para implementator untuk mengimplementasikan

kebijakan. Menurut Edward III (1980), jika implementasi ingin berhasil secara

efektif dan efisien, para implementor tidak hanya mengetahui apa yang harus

mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan

kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk

mengimplementasikan kebijakan tersebut. Banyak kebijakan masuk ke dalam “zona

ketidakacuhan”. Ada kebijakan efektif karena mendapat dukungan dari pelaksana

kebijakan, namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan bertentangan secara

langsung dengan pandangan-pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan-

kepentingan pribadi atau organisasi dari para pelaksana. Jika orang diminta untuk

melaksanakan perintah-perintah yang tidak mereka setujui, maka kesalahan-

kesalahan yang tidak dapat dielakkan terjadi, yakni antara keputusan-keputusan

kebijakan dan pencapaian kebijakan.

4. Faktor Struktur Birokrasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah

mencukupi dan para implementor telah mengetahui apa dan bagaimana cara

melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya,

Universitas Sumatera Utara


implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidak

efisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut

adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan

harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan

melakukan koordinasi yang baik. Menurut Edward III terdapat dua karakteristik

yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu

dengan melakukan Standard Operating Procedures (SOP) dan melaksanakan

fragmentasi.

a. Standard Operating Procedures (SOP) adalah suatu kegiatan rutin yang

memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan

berbagai kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan

pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan

kompleks. Hal ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak

fleksibel.

b. Fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan dan

aktivitas-aktivitas pegawai di antara beberapa unit.

Riant Nugroho (2006) menyatakan terdapat dua pilihan langkah dalam

mengimplementasikan kebijakan publik yaitu langsung mengimplementasikan dalam

bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari

kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau

peraturan daerah adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas

Universitas Sumatera Utara


atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa

langsung operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah,

Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain. Secara ringkas, uraian di atas dapat digambarkan

sebagai berikut :

KEBIJAKAN
PUBLIK

KEBIJAKAN
PROGRAM
PUBLIK
PENJELAS

PROYEK

KEGIATAN

PEMANFAATAN
(BENEFICIARIES)

Gambar 2.1 : Sekuensi Implementasi Kebijakan


Sumber : Riant Nugroho, 2006

2.1.6 Puskesmas sebagai Lokus KTR

2.1.6.1 Definisi Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota

yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah

kerja (Depkes, 2004).

Universitas Sumatera Utara


2.1.6.2 Wilayah Kerja Puskesmas

Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu Kecamatan, tetapi

apabila di satu Kecamatan terdapat lebih dari dari satu Puskesmas, maka tanggung

jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan konsep wilayah

(Desa, Kelurahan atau RW). Masing-masing Puskesmas tersebut secara operasional

bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota (Depkes,

2004).

2.1.6.3 Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah

tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat

adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan

berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

(Depkes, 2004).

2.1.6.4 Misi Puskesmas

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah

mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Adapun misi-misi dari

Puskesmas dalam pembangunan kesehatan nasional tersebut adalah sebagai berikut ini:

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang

Universitas Sumatera Utara


diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni

pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-

tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah

kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat

yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan,

melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup

sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan

memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta

meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh

anggota masyarakat.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat

beserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan

bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan

kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan

dari yang bersangkutan (Depkes, 2004).

Universitas Sumatera Utara


2.1.6.5 Fungsi Puskesmas

Fungsi dari Puskesmas ialah :

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan Puskesmas selalu berupaya

menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor

termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga

berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu Puskesmas

aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap

program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan,

upaya yang dilakukan Puskesmas adalah pemeliharaan kesehatan dan pencegahan

penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat. Puskesmas selalu berupaya agar perorangan

terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha

memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan

masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan

kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan

memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga

dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,

khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas bertanggung jawab

menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu

dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi

tanggungjawab puskesmas meliputi:

Universitas Sumatera Utara


a. Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah

pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama

menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa

mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan

perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah

dengan rawat inap.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public

goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi

kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,

peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta

berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes, 2004).

2.1.6.6 Kaitan Puskesmas dengan Implementasi Kebijakan KTR

Salah satu area yang dinyatakan dilarang merokok, memproduksi, menjual,

mengiklankan dan mempromosikan rokok adalah area Puskesmas. Fungsi Puskesmas

sebagai pelayanan kesehatan masyarakat yang memiliki tujuan utama adalah

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Depkes, 2004).

Selain sebagai tempat pelayanan kesehatan, Puskesmas juga merupakan tempat

umum yang siapa saja boleh mengunjunginya. Tidak hanya orang sakit, melainkan

pengunjung, pembesuk bahkan penjual pun bisa memasukinya. Tidak dipungkiri,

Universitas Sumatera Utara


dengan banyaknya pengunjung yang datang, masih ada saja orang-orang yang dengan

santainya merokok di area Puskesmas meskipun sudah ada tanda peringatan dilarang

merokok, termasuk Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye

Kabupaten Aceh Utara.

2.2 Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

2.2.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau

area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau memproduksi, menjual,

mengiklankan atau mempromosikan produk tembakau. Setiap orang yang berada di

KTR dilarang melakukan kegiatan menggunakan atau mengkonsumsi rokok,

memproduksi atau membuat rokok, menjual rokok, menyelenggarakan iklan rokok atau

mempromosikan rokok (Perda Kabupaten Aceh Utara, 2015).

Penetapan kawasan tanpa rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan

kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah,

angkuatan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan untuk

melindungi masyarakat dari asap rokok (Kemenkes RI, 2011). Sasaran Kawasan Tanpa

Rokok adalah di tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat

anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat

lain yang ditetapkan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, disebutkan bahwa

tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai

tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan

Universitas Sumatera Utara


umum dinyatakan sebagai KTR dan pemerintah daerah wajib mewujudkannya.

Pimpinan atau penanggung jawab tempat-tempat yang dinyatakan sebagai KTR wajib

menetapkan dan menerapkan KTR.

Beberapa peraturan telah diterbitkan sebagai landasan hukum dalam

pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

pasal 113 sampai dengan 116.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

a. Pasal 10 yaitu setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam

upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.

b. Pasal 11 setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan,

mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.

c. Pasal 113 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang pengamanan penggunaan bahan yang

mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan

kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Ayat 2 yaitu zat

adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang

mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang

penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan masyarakat.

d. Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang kawasan tanpa rokok antara lain fasilitas

pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,

Universitas Sumatera Utara


tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerjadan tempat umum serta tempat lain

yang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan

tanpa rokok di wilayahnya.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak.

a. Pasal 44 ayat 1 yaitu pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan

menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap

anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.

b. Pasal 45 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang orang tua dan keluarga bertanggung jawab

menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan. Ayat 2

menyatakan bahwa dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu

melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka

pemerintah wajib memenuhinya.

c. Pasal 59 menyatakan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya

berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus

kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi korban

penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

(napza). Berdasarkan pasal ini berkaitan juga dengan perlindungan anak dari

asap rokok dan penggunaan rokok.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia.

Universitas Sumatera Utara


6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

a. Pasal 2 tentang perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

b. Pasal 3 menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan menumbuhkan

kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga

tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha dan

meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen.

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Pasal 1 dinyatakan zat yang karena sifat atau konsentrasi,

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan

atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta

makhluk hidup lain.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan

Rokok bagi Kesehatan.

a. Pasal 2 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi

kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi

individu dan masyarakat dengan melindungi kesehatan masyarakat terhadap

insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas

hidup akibat penggunaan rokok, melindungi penduduk usia produktif dan remaja

Universitas Sumatera Utara


dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan

ketergantungan terhadap rokok, meningkatkan kesadaran, kewaspadaan,

kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap bahaya kesehatan terhadap

penggunaan rokok.

b. Pasal 3 menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan

dilaksanakan dengan pengaturan kandungan kadar nikotin dan tar, persyaratan

produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan promosi rokok, penetapan

kawasan tanpa rokok.

c. Pasal 16 ayat 3 tentang iklan rokok pada media elektronik hanya dapat

dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.

d. Pasal 22 tentang tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang

secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak,

tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara. Pada pasal 2 yang menyatakan bahwa

pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan atau

kegiatan sumber bergerak sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan

sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber

emisi dan atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu

udara ambien.

10. Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Inst/II/2002 tentang Kawasan

Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


11. Instruksi Menteri Pedidikan dan Kebudayaan RI Nomor 4/U/1997 tentang

Lingkungan Sekolah Bebas Rokok.

12. Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/1990

tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok. (Kemenkes RI, 2011).

2.2.2 Tujuan Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :

a. Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah

perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

b. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.

c. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok.

d. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.

e. Mewujudkan generasi muda yang sehat.

Tujuan KTR (Perbup Kabupaten Aceh Utara, 2015) :

a. Memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok.

b. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat.

c. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik

langsung maupun tidak langsung.

2.2.3 Tempat Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan Tanpa Rokok wajib ada di tempat pelayanan kesehatan, tempat proses

belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja,

tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Undang-Undang Republik Indonesia

Universitas Sumatera Utara


Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).

Tujuan dari KTR adalah melindungi masyarakat dengan memastikan bahwa

tempat-tempat umum bebas asap rokok. KTR harus menjadi norma. Ada empat alasan

kuat untuk mengembangkan KTR, yaitu melindungi anak-anak dan perokok pasif dari

risiko terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang

rokok, mengembangkan opini bahwa tidak merokok adalah perilaku yang lebih normal,

dan mengurangi secara bermakna konsumsi rokok dengan menciptakan lingkungan

yang mendorong perokok untuk berhenti atau yang terus merokok untuk mengurangi

konsumsi rokoknya (Crofton dan Simpson, 2002).

2.2.4 Prinsip Dasar Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

WHO dalam Tobacco Free Initiative (2011) menyebutkan bahwa peraturan

KTR yang efektif adalah yang dapat dilaksanakan dan dipatuhi. Agar peraturan KTR

dapat dilaksanakan (diimplementasikan) dan dipatuhi, perlu dipahami prinsip-prinsip

dasar KTR. Prinsip dasar tersebut antara lain :

1. Asap rokok orang lain mematikan.

2. Tidak ada batas aman bagi paparan asap rokok orang lain.

3. Setiap warga negara wajib dilindungi secara hukum dari paparan asap rokok orang

lain.

4. Setiap pekerja berhak atas lingkungan tempat kerja yang bebas dari asap rokok

orang lain.

5. Hanya lingkungan tanpa asap rokok 100% yang dapat memberi perlindungan penuh

bagi masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


6. Pembuatan ruang merokok dengan ventilasi atau filtrasi udara tidak efektif.

Beberapa hal yang menjadi prinsip dasar pengembangan KTR menurut WHO

(2011) antara lain :

1. Semua orang berhak dilindungi kesehatannya dari paparan asap rokok.

2. KTR merupakan upaya efektif untuk melindungi seluruh masyarakat dari asap

rokok orang lain.

3. Perlu peraturan berbentuk legislasi yang mengikat secara hukum.

4. Untuk mencapai keberhasilan dalam penegakan dan penerapan KTR diperlukan

perencanaan yang baik dan SDM yang memadai.

5. LSM dan Lembaga Profesi mempunyai peran yang penting.

6. Pelaksanaan peraturan, penegakkan hukum, dan dampak KTR harus dimonitor.

2.2.5 Langkah-langkah Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok

Dalam pengembangan KTR diperlukan beberapa langkah. Langkah-langkah

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengendalikan masalah tembakau di tingkat Provinsi, Kabupaten atau Kota

maka perlu adanya Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja). Anggota Pokja terdiri

dari berbagai unsur Pemerintah, LSM, Organisasi Keagamaan, Perguruan Tinggi,

Organisasi Profesi. Pokja ini tidak boleh memiliki hubungan kerjasama dengan

industry atau perusahaan rokok.

2. Melakukan Analisis Situasi yang meliputi :

a. Analisis terhadap peraturan dan kebijakan serta dukungan politis yang ada

terhadap pengendalian masalah tembakau dan Kawasan Tanpa Rokok.

Universitas Sumatera Utara


b. Analisis terhadap sumber daya yang akan mendukung Kawasan Tanpa Rokok.

c. Analisis terhadap potensi dari partisipasi masyarakat dalam KTR.

3. Pengembangan Kebijakan dan Strategi KTR

a. Menyiapkan data dasar “evidence based”, yaitu data prevalensi perokok, hasil

survei sikap dan perilaku, polling survei untuk menilai pengetahuan dan

dukungan masyarakat. Data ini dapat diperoleh dari data data sekunder maupun

data primer yang dimiliki oleh tingkat nasional, maupun internasional.

b. Untuk mendukung kebijakan Kawasan Tanpa Rokok melakukan diseminasi data

kepada media massa, penentu kebijakan, dan kepada seluruh stakeholder dalam

hal pengambilan kebijakan tentang bahayanya merokok.

c. Untuk menggalang komitmen politis diadakan pertemuan Advokasi, Audiensi

dengan pimpinan daerah (Walikota dan DPRD) dan stakeholder. Dalam

pertemuan tersebut disampaikanlah data dasar, integrasi konsep Kawasan Tanpa

Rokok ke dalam Visi-Misi atau Program Pembangunan Daerah dan manfaat dari

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, yaitu memiliki martabat karena dapat

melindungi masyarakat, elegan dan prestisius karena memenuhi standar

kesehatan masyarakat internasional, menurunkan biaya pengobatan,

meningkatkan produktifitas, serta dapat meluruskan informasi yang keliru

tentang berbagai dampak ekonomi yang tercantum dalam Peraturan Daerah

tentang Kawasan Tanpa Rokok pada industri jasa, serta tidak efektifnya ruang

merokok atau ventilasi sebagai tempat pertukaran udara luar dan pengaruh yang

ditimbulkan dari terpaparnya asap rokok.

Universitas Sumatera Utara


d. Penyusunan Perda disepakati sesuai dengan hak inisiatif (Pemda atau DPRD).

e. Membentuk Tim Penyusunan Draft Perda KTR. Dalam penyusunan draft Perda

Kawasan Tanpa Rokok, anggota Tim perlu mendapat training mengenai KTR

dan berkonsultasi dengan tenaga ahli.

f. Untuk menyusun strategi komunikasi sebelum Perda terbentuk, mendiskusikan

draft Perda Kawasan Tanpa Rokok, serta untuk mendapatkan dukungan, maka

diadakan pertemuan konsultasi dengan stakeholder.

g. Menyerahkan draft Perda kepada Bupati/Walikota/Gubernur serta mendapat

persetujuan.

h. Menyerahkan draft Perda Kawasan Tanpa Rokok kepada DPRD untuk

kemudian didiskusikan dan mendapat persetujuan dan menerbitkannya.

i. Mengintegrasikan Kawasan Tanpa Rokok ke dalam visi-misi atau program

pembangunan daerah.

4. Komunikasi dan Informasi

a. Melakukan pertemuan sosialisasi dengan para stakeholder. Materi sosialisasi

yang diberikan menyangkut bahaya asap rokok orang lain, hak asasi dari

perokok pasif dan perlu adanya perlindungan hukum. Teknik penyampaian

komunikasi dapat dilakukan melalui kampanye di media massa, pendekatan

terhadap tokoh masyarakat, jurnalis, press release, seminar, temu karya, dan

lain-lain yang dapat menyampaikan informasi tersebut.

b. Memberikan informasi kepada para perokok agar dapat mematuhi Perda yang

telah diputuskan.

Universitas Sumatera Utara


c. Memberikan informasi kepada seluruh penanggung jawab kawasan atau wilayah

untuk dapat melaksanakan Kawasan Tanpa Rokok.

d. Meningkatkan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam penerapan

Kawasan Tanpa Rokok.

e. Isi Perda mengenai kapan diberlakukan, dimana diterapkan, sanksi pelanggaran

dan peran serta masyarakat, diumumkan melalui media massa dan

disosialisasikan kepada tokoh masyarakat.

f. Mengumumkan data pendapat masyarakat bahwa Perda telah dapat diterapkan,

serta menyampaikan keberhasilan pelaksanaan Perda Kawasan Tanpa Rokok

secara berkala.

g. Mempublikasikan informasi keberhasilan pelaksanaan Perda Kawasan Tanpa

Rokok dalam website dan media massa.

5. Pelaksanaan dan Penegakan Perda Kawasan Tanpa Rokok

a. Membentuk peraturan untuk pelaksanaan Perda Kawasan Tanpa Rokok (Perbup

atau Perwali).

b. Menyusun pedoman teknis pelaksanaan dan penegakan Perda Kawasan Tanpa

Rokok serta mendistribusikannya kepada seluruh stakeholder dan organisasi

terkait.

c. Mekanisme koordinasi dibentuk untuk mencipatakan penegakan Peraturan

Daerah Kawasan Tanpa Rokok.Tim penegakan hukum yang dibentuk terdiri dari

organisasi masyarakat (Dinas Kesehatan sebagai inisiator), perguruan tinggi,

organisasi keagamaan, asosiasi hotel dan restoran, asosiasi olahraga, asosiasi

Universitas Sumatera Utara


transportasi, unsur pemerintahan, satuan Polisi Pamong Praja, dan lain-lain.

Secara berkala hasil penegakan hukum tersebut dilaporkan kepada Bupati

ataupun Walikota dalam hal pelanggaran yang ditimbulkan oleh petugas dan

masyarakat.

d. Untuk inspeksi dan penegakan dilaksanakan pelatihan bagi tim penegak hukum.

e. Untuk selalu memberi dukungan dalam penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok

diadakan pertemuan konsultasi dengan stakeholder.

f. Kurang lebih 15 hari setelah pemberlakuan masa penegakan hukum, dibuat

tanda KTR, sesuai standar dan mendistribusikannya kepada seluruh KTR.

g. Melakukan pemantauan (investigasi) kepatuhan pelaksanaan Perda KTR.

h. Layanan Berhenti Merokok disarankan untuk disediakan.

i. Menyediakan layanan pengaduan online.

j. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan permasalahan yang akan dihadapi

dan cara penanggulangannya maka disiapkan materinya.

k. Melaksanakan pengawasan internal oleh penanggung jawab tatanan meliputi

deteksi pelanggaran, edukasi, teguran lisan, tertulis dan melaksanakan inspeksi

rutin oleh tim penegak hukum.

l. Menerapkan sangsi hukum dalam bentuk pemberian sanksi terhadap pelaku.

m. Kemajuan dan masalah serta hal-hal yang mendukung pelaksanaan KTR

dikomunikasikan pada Rakorda.

n. Dalam proses penyusunan dan pelaksanaan KTR dilibatkan seluruh komponen

masyarakat termasuk pelaku bisnis.

Universitas Sumatera Utara


6. Monitoring dan Evaluasi

a. Melakukan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan, dampak kesehatan dan

ekonomi.

b. Mengadakan jejak pendapat masyarakat terhadap penerapan kebijakan KTR

(sebelum dan setelah penerapan).

c. Mengadakan monitoring kualitas udara (Kemenkes, 2011).

2.2.6 Epidemi Perokok

Salah satu pencetus tingginya prevalensi perokok di Indonesia adalah masih

beroperasinya industri rokok. Hal ini disebabkan belum adanya tindakan tegas dari

pemerintahan. Pemerintah menganggap industri rokok merupakan industri yang normal,

dampak penyakit yang ditimbulkan oleh rokok tidak segera kelihatan dan adanya

keuntungan sebagai sumber devisa negara. Maraknya iklan rokok menjadi pemicu

terhadap kognitif, afektif maupun perilaku remaja dalam mengkonsumsi rokok. Remaja

merupakan target utama dari industri rokok (Soerojo, 2017).

Menurut data WHO GTCR tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga

jumlah perokok setelah China dan India. Proporsi perokok dewasa Indonesia pada tahun

2006 sebesar 46,16% mengalami peningkatan menjadi 50,68% di tahun 2013. Hal ini

menempati Indonesia menjadi negara dengan jumlah perokok dewasa tertinggi bila

dibandingkan negara ASEAN lainnya hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahan

rokok yang berkembang pesat serta industry rokok juga berkembang menjadi usaha

pribadi dari masyarakat tanpa ada izin yang jelas dari pemerintah, dan tidak adanya

sanksi tegas dari pemerintah (Soerojo, 2017).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Jumlah Perokok di Indonesia
Sumber : WHO GTCR, 2013

Brunei
Viet Nam 0.04%
Cambodia
14.11%
2.07%

Thailand
7.74%

Singapore
0.39%
Indonesia
46.16%

Philippines
16.62%

Myanmar
8.73% Lao PDR
Malaysia 1.23%
2.90%

Gambar 2.3 Proporsi Perokok Dewasa ASEAN Tahun 2006


Sumber : WHO GTCR 2013 dalam Soerojo, 2017

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4 Proporsi Perokok Dewasa ASEAN Tahun 2013
Sumber : WHO GTCR 2013 dalam Soerojo, 2017

Perokok terdiri dari dua jenis yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Yang

dimaksud dengan perokok pasif adalah seseorang yang menghirup asap rokok dari

perokok aktif. Paparan asap rokok dapat menyebabkan penyakit serius hingga kematian

(IARC, 2004). Menurut Riskesda (2013), GYTS (2014) dan GATS (2011) menyatakan

proporsi perokok pasif di Indonesia adalah :

1. 96 juta perokok pasif di dalam rumah.

2. 38 juta anak usia 0-14 tahun terpapar asap rokok di dalam rumah.

3. 3 dari 5 remaja sekolah usia 13-15 tahun terpapar asap rokok di tempat umum.

4. 44 juta orang dewasa terpapar AROL di restoran.

5. 14,6 juta orang dewasa terpapar AROL di tempat kerja.

Universitas Sumatera Utara


2.2.7 Kebijakan KTR Aceh Utara

Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau

lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support

Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama

dengan South East Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health

Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik

untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran),

melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok

di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan

merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok.

Kabupaten Aceh Utara mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor.3 Tahun 2015

tentang Kawasan Tanpa Rokok. Tujuan kebijakan KTR ini terlihat pada pasal 2 yaitu :

b. Memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok.

c. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; dan

d. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik

langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan pasal 3 Peraturan Bupati Nomor.3 Tahun 2015 terdapat 7 tatanan

atau ruang lingkup KTR yang meliputi :

1. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan

untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,

kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan

atau masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


2. Tempat proses belajar mengajar adalah sarana yang digunakan untuk kegiatan

belajar, mengajar, pendidikan dan atau pelatihan.

3. Tempat anak bermain adalah area, baik tertutup maupun terbuka, yang digunakan

untuk kegiatan bermain anak-anak.

4. Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri tertentu

yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing

agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga.

5. Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa

kendaraan darat, air dan udara biasanya dengan kompensasi.

6. Tempat kerja adalah ruang atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap

dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu

usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

7. Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat

umum dan atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan

masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.

Pimpinan atau penanggung jawab tempat sebagaimana dimaksud pada ayat 1

wajib menetapkan dan menerapkan KTR. Pada pasal 4 dijelaskan tempat khusus

merokok sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus memenuhi persyaratan :

a. Berupa ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar

sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik.

b. Terpisah dari gedung, tempat, ruang utama dan atau ruang lain yang digunakan

untuk beraktivitas.

c. Jauh dari pintu masuk dan atau pintu keluar.

Universitas Sumatera Utara


d. Jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

e. Memiliki sistem sirkulasi udara yang baik dan atau tidak tertutup.

f. Memiliki atap dan atau tanpa atap.

g. Dilengkapi dengan asbak atau tempat pembuangan abu dan puntung rokok.

h. Dilengkapi dengan data dan informasi bahaya merokok bagi kesehatan.

i. Diberi tanda atau simbol tempat merokok.

Pengawasan tentang KTR di atur pada pasal 9 yaitu :

1. Pengawasan, pemantauan, pembinaan, dan evaluasi ·pelaksanaan Peraturan

Bupati ini dilaksanakan oleh Dinas.

2. Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibantu oleh tim yang terdiri dari

instansi terkait.

3. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan oleh Bupati.

Pembinaan tentang KTR diatur pada pasal 10 yaitu:

1. Dinas melakukan pembinaan melalui kegiatan:

a. Perlindungan terhadap warga masyarakat dari bahaya asap rokok.

b. Terwujudnya KTR di Kabupaten Aceh Utara.

3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi kegiatan:

a. Penyebarluasan informasi dan sosialisasi melalui media cetak dan elektronik;

b. Koordinasi dengan seluruh instansi, elemen organisasi masyarakat, kalangan

pendidikan, tokoh-tokoh masyarakat, dan tokoh-tokoh agama.

c. Memotivasi dan membangun partisipasi, prakarsa masyarakat untuk hidup sehat

tanpa asap rokok dengan melakukan kampanye kawasan dilarang merokok.

Universitas Sumatera Utara


d. Merumuskan kebijakan terkait perlindungan masyarakat dari paparan asap

rokok.

e. Bekerjasama dengan badan atau lembaga nasional dalam upaya melindungi

masyarakat dari paparan asap rokok.

f. Mendirikan layanan konseling berhenti merokok.

2.3 Kerangka Teori

Suatu kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan upaya

pemecahan masalah publik yang timbul. Program Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan yang efektif

dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi

masyarakat dan melindungi kesehatan masyarakat dari dampak buruk merokok.

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh banyak faktor.

Menurut Goerge C. Edwards III, ada 4 faktor yang menentukan keberhasilan atau

kegagalan dalam implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan

struktur birokrasi. Empat faktor tersebut tidak berdiri sendiri namun saling berkaitan

dalam memengaruhi proses implementasi. Penilaian suatu program perlu dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana dampak dan manfaat yang dihasilkan oleh program

tersebut.

Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau peraturan daerah adalah

jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering

diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung

Universitas Sumatera Utara


operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan

Kepala Dinas dan lain-lain, dalam hal mengikat dan membuat peraturan untuk

memberikan sanksi kepada pelaku perokok. Peraturan ini juga bisa berubah sesuai

dengan hasil rapat di daerah yang akan di tanda tangani oleh Bupati.

Pada tahun 2015, Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara mengeluarkan

Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan

hasil observasi di dua wilayah kerja Puskesmas yaitu Puskesmas Lhok Beuringen dan

Tanah Jambo Aye masih dijumpai petugas dan pengunjung yang merokok di kawasan

Puskesmas tersebut. Dari penjelasan diatas maka dapat kita tarik benang merah bahwa

Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang KTR adalah kebijakan publik yang

bertujuan meningkatkan kesehatan masyarakat. Peraturan ini adalah kebijakan publik

berwawasan kesehatan yang memperjelas dalam bentuk Peraturan Bupati sebagai

petunjuk teknis pelaksanaan. Proses implementasinya dipengaruhi 4 faktor yaitu faktor

komunikasi, faktor sumber daya, faktor disposisi dan faktor struktur birokrasi.

Pelaksanaan implementasi Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang

Kawasan Tanpa Rokok dalam kurun waktu 2 tahun ini masih belum dapat menurunkan

jumlah perokok aktif secara optimal. Pelaku merokok ini kebanyak dari kalangan

remaja, dewasa dan menjadi suatu kebiasaan masyarakat apabila ada sesuatu pertemuan

atau acara kebesaran yang disungguhkan adalah rokok, sehingga perilku merokok ini

menjadi hal yang biasa di dalam masyarakat tanpa mempertimbangkan efek yang

ditimulkan oleh dampak rokok itu sendiri. Hal ini menjadi dasar pertimbangan untuk

dilakukan penelitian implementasi kebijakan dari peraturan daerah tersebut.

Universitas Sumatera Utara


2.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan di atas, maka kerangka

pemikiran untuk penelitian ini dapat ditunjukkan dalam gambar berikut ini :

Komunikasi
1. Sosialisasi
2. Konsistensi
Sumber Daya
1. Anggaran
2. SDM

Perbup Aceh
Implementasi
Utara No.3 Tahun
Kebijakan
2015 tentang KTR
KTR

Disposisi
Sikap Pelaksana
: Kepatuhan
Struktur Birokrasi
1. SOP
2. Fragmentasi

Gambar 2.5 : Skema Kerangka Pikir Penelitian


Sumber : Edwards III, 1980

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek

pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada melihat permasalahan

untuk penelitian generalisasi. Maka demikian, metode penelitian kualitatif tidak

membuat generalisasi dari suatu masalah. Pendekatan ilmiah yang digunakan dalam

penelitian ini adalah studi kasus dengan membandingkan implementasi kebijakan KTR

di Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Jambo Aye.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala,

fakta, atau kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat- sifat populasi atau

daerah tertentu. Pada penelitian ini sendiri penulis akan mencari gejala, fakta-fakta

kejadian dan yang berhubungan dengan implementasi dari Peraturan Bupati Aceh Utara

Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Lhok Beuringen

dan Puskesmas Tanah Jambo Aye.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua Puskesmas yang berada di Kabupaten Aceh

Utara. Kedua Puskesmas tersebut adalah Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas

Tanah Jambo Aye.

Universitas Sumatera Utara


3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari sampai dengan

Desember 2017.

3.3 Informan

Penelitian kualitatif tidak dimaksud untuk membuat generalisasi dari

penelitiannya, sehingga pada penelitian kualitatif tidak dikenal akan adanya populasi

dan sampel. Subjek penelitian yang tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara

sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai

informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan pada penelitian ini

meliputi beberapa macam, yakni informan kunci, informan utama, dan informan

tambahan :

1. Informan Kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki

berbagai formasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. informan kunci yaitu

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, Kepala Bidang Kesehatan

Masyarakat, Pengelola Program PTM (Penyakit Tidak Menular), Seksi Promosi

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara.

2. Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang

diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah para Kepala Puskesmas,

Pengelola Program Penyakit Tidak Menular dan Pengelola Promosi Kesehatan di

dua wilayah puskesmas Aceh Utara yaitu Puskesmas Lhok Beuringen dan

Puskesmas Tanah Jambo Aye.

3. Informan Tambahan, yaitu masyarakat atau pengunjung Puskesmas.

Universitas Sumatera Utara


3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan

penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan

berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik ini dilakukan melalui:

a. Wawancara mendalam (indepth interview), bertujuan untuk memperoleh data

yang lengkap dan mendalam dari informan. Metode ini dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan memiliki relevansi

terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

b. Observasi, adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara

langsung terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala yang

ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai

acuan untuk yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

c. Dokumentasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun telah

diolah, baik dalam bentuk angka maupun uraian. Dalam penelitian ini, data-data

sekunder yang diperlukan antara lain literatur yang relevan dengan judul penelitian

seperti buku-buku, artikel, makalah, peraturan-peraturan, sturuktur organisasi, jadwal,

waktu, petunjuk, pelaksana, petunjuk teknis, dan lain-lain yang memiliki relevansi

dengan masalah yang diteliti.

Universitas Sumatera Utara


3.5 Definisi Operasional

1. Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok

merupakan kebijakan yang telah berlaku kurang lebih satu tahun. Implementasi dari

kebijakan tersebut yang akan di analisis di 2 Puskesmas yaitu Lhok Beuringen dan

Tanah Jambo Aye.

2. Komunikasi kebijakan dalam upaya kepatuhan staf Puskesmas untuk tidak merokok

di lingkungan puskesmas.

3. Sikap staf Puskesmas pada kebijakan KTR merupakan determinan ketidakpatuhan

untuk tidak merokok di lingkungan Puskesmas.

4. Konsistensi merupakan keselarasan antara maksud dan tujuan kebijakan yang

sebenarnya dengan perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana

kebijakan. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana

kebijakan mempunyai unsur kejelasan.

5. Disposisi merupakan sikap dari pelaksana kebijakan terhadap kebijakan, tentang

kemauan para pelaksana kebijakan mengimplementasikan kebijakan tersebut.

6. Birokrasi merupakan bentuk kerjasama banyak orang dalam implementasi

kebijakan. Pelaksana kebijakan mendukung kebijakan melalui koordinasi yang baik.

Dua karakteristik yang dapat mendukung kinerja birokrasi, yaitu dengan melakukan

Standard Operating Procedures (SOP) dan melaksanakan fragmentasi.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data interaktif

Miles and Huberman yaitu aktivitas dalam analisis data kualitatif berlangsung secara

Universitas Sumatera Utara


terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Analisis terdiri dan tiga

alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu (Sugiyono, 2011):

a. Reduksi data

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada

hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya. Data yang telah di reduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk

mengumpulkan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

b. Penyajian data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data

yang paling sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif. Penyajian data

bertujuan untuk memudahkan dalam memahami apa yang terjadi, merencanakan

kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Verifikasi atau penarikan kesimpulan dilakukan karena kesimpulan awal yang

dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan

bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Namun apabila kesimpulan awal di dukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang

credible.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Utara

Keadaan Geografi Kabupaten Aceh Utara

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di

Provinsi Aceh yang memiliki luas wilayah 3.296,86 km2 dengan sebelah utara

berbatasan dengan Lhokseumawe dan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kabupaten

Aceh Tengah, sebelah barat dengan Kabupaten Bireuen dan sebelah timur dengan

Kabupaten Aceh Timur (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, 2016).

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Aceh Utara


Keadaan Demografi Kabupaten Aceh Utara
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, 2016

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan data dari badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Kabupaten Aceh

Utara tahun 2015 sebanyak 572.961 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak

283.488 jiwa (49,5%) dan perempuan sebanyak 289.473 jiwa (50,5%).

Jumlah penduduk tertinggi di Kabupaten Aceh Utara terdapat di Kecamatan

Lhoksukon dengan jumlah penduduk sebesar 48.080 jiwa dan terendah di Kecamatan

Geurendong Pase. Jumlah terbesar penduduk Aceh Utara terdapat pada range usia balita

0-4 tahun.

4.2 Implementasi Kebijakan Peraturan Bupati Aceh Utara No. 3 Tahun 2015
Tentang KTR

4.2.1 Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian atau menyebarkan informasi.

Tujuan dan sasaran kebijakan harus dapat ditransmisikan serta di terima dengan baik

kepada kelompok sasaran (target group) agar dapat mengurangi distorsi implementasi.

4.2.1.1 Sosialisasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan tentang sosialisasi

Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok bahwa Dinas

Kesehatan Kabupaten Aceh Utara telah melakukan sosialisasi secara maksimal dan

berkelanjutan. Sosialisasi Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan

Tanpa Rokok ini dilakukan pada pertemuan para Kepala Bidang, para Kepala Seksi

maupun rapat koordinasi dengan Dinas dan SKPD lainnya. Seluruh Dinas dan juga

para SKPD telah mengetahui dan menyambut baik atas dikeluarkannya kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Kepala Dinas mengatakan bahwa dalam Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3

Tahun 2015 tidak dicantumkan mengenai tahapan-tahapan sosialisasi. Jadi kami

mengambil kebijakan tersendiri untuk mensosialisasikan Perda KTR tersebut. Saat ini

Perbup KTR sedang di diskusikan di DPRD Aceh Utara untuk ditindaklanjuti menjadi

sebuah Qanun. Ada kemungkinan tahapan-tahapan sosialisasi tersebut akan tercantum

di dalam Qanun.

Selain itu juga, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara juga melibatkan tokoh

agama dan tokoh masyarakat dan Pemerintah dalam penelitian ini adalah Muspika,

dalam kegiatan sosialisasinya. Keikutsertaan tokoh agama, tokoh masyarakat dan

Muspika ini dapat menjadi daya tarik kegiatan sosialisasi tersebut dan sebagai

penyambung lidah agar masyarakat dapat lebih memahami dan mematuhi kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok.

Teknik berkomunikasi kepada aparat termasuk para tokoh Muspika berbeda bila

dibandingkan dengan teknik berkomunikasi dengan masyarakat seperti tokoh agama

dan tokoh masyarakat. Menurut Kepala Dinas Kabupaten Aceh Utara, teknik

berkomunikasi kepada aparat lebih mudah dilakukan karena mereka lebih cepat untuk

memahami terhadap apa yang telah disampaikan, sedangkan berkomunikasi kepada

masyarakat mengalami kesulitan untuk paham tentang kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok tersebut dikarenakan mereka memiliki telah memiliki pemahaman sendiri

tentang rokok.

Adanya pemasangan spanduk, stiker dan banner di setiap fasilitas pelayanan

kesehatan, termasuk Puskesmas-puskesmas sebagai usaha yang dilakukan oleh Dinas

Universitas Sumatera Utara


Kesehatan Kabupaten Aceh Utara agar kegiatan sosialisasi kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok ini dapat berjalan secara berkelanjutan dan maksimal.

Menurut Pengelola PTM Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara bahwa

sosialisasi pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok mulai dilaksanakan sejak

tanggal 2 November 2015 setelah Perbup ini keluar. Setelah disosialisasikannya, maka

setiap tempat yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok harus menerapkan

kebijakan tersebut. Kepala instansi menjadi penanggung jawab penuh atas pelaksanaan

Kawasan Tanpa Rokok di wilayah kerjanya masing-masing.

Hasil wawancara antara peneliti dan para informan di Puskesmas Lhok

Beuringen bahwa Puskesmas telah melakukan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok

langsung ke masyarakat dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Keterlibatan mereka dalam kegiatan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok ini

Selain melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat, usaha sosialisasi lain

yang dilakukan oleh Puskesmas Lhok Beuringen adalah dengan pemasangan spanduk

di depan pintu masuk dan pemasangan banner di ruang tunggu pengunjung.

Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi yang peneliti lakukan, Puskesmas Lhok

Beuringen tidak menyediakan asbak rokok di ruang tunggu pengunjung. Hal ini

merupakan salah satu dukungan yang dilakukan oleh Puskesmas Lhok Beuringen

terhadap implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Dukungan yang lain menurut

wawancara dengan masyarakat bahwa mereka tidak diizinkan untuk merokok di

lingkungan Puskesmas. Jika mereka masih merokok, maka akan dilakukan peneguran

oleh petugas Puskesmas Lhok Beuringen.

Universitas Sumatera Utara


Berbeda dengan situasi yang peneliti peroleh dari Puskesmas Tanah Jambo Aye.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas bahwa Puskesmas belum

melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat. Sosialisasi hanya dilakukan intern

dengan seluruh staf Puskesmas saja. Walaupun demikian, pemasangan atribut promosi

kesehatan telah dilakukan dengan adanya pemasangan poster larangan merokok yang

ditempelkan di dinding Puskesmas Tanah Jambo Aye. Selain itu, peneliti masih

menemukan asbak rokok di ruang tunggu dan masih banyaknya puntung rokok yang di

buang sembarangan di halaman Puskesmas.

Menurut wawancara dengan para pengunjung bahwa sebagian besar dari

pengunjung telah mendapatkan sosialisasi tentang kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

Dua orang pengunjung dari Puskesmas Lhok Beuringen mengatakan bahwa mereka

telah memperoleh sosialisasi tentang kebijakan KTR dari Puskesmas sendiri dengan

melakukan penyuluhan langsung, disamping melalui pemasangan banner dan spanduk.

Lain halnya dengan dua orang pengunjung dari Puskesmas Tanah Jambo Aye bahwa

mereka hanya mengetahui tentang larangan merokok di Puskesmas hanya melalui

pemasangan poster di Puskesmas. Pihak Puskesmas belum pernah melakukan

sosialisasi langsung ke masyarakat.

4.2.1.2 Konsistensi

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara bahwa mereka telah mensosialisasikan dalam Peraturan Bupati

Aceh Utara Nomor. 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok dengan jelas dan

konsisten pada rapat pertemuan para Kepala Bidang, para Kepala Seksi, berkoordinasi

Universitas Sumatera Utara


dengan Dinas dan SKPD lainnya. Mereka telah mengetahui siapa saja yang harus

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan apa isi (content) dari kebijakan KTR

tersebut. Sosialisasi dilakukan secara berkelanjutan setiap tahunnya agar para SKPD

dan masyarakat dapat mengetahui adanya peraturan larangan merokok di tempat-tempat

umum yang disebut sebagai Kawaan Tanpa Rokok.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara juga mengatakan setelah

disosialisasikannya maka diharapkan seluruh pihak dapat menindaklanjuti informasi

tersebut kepada seluruh staf serta masyarakat. Instruksi Kepala Dinas ini dapat terlihat

dari hasil wawancara peneliti dengan para informan dari dua lokasi penelitian yaitu

Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye bahwa mereka telah

mendapatkan sosialisasi kebijakan KTR dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Utara.

Para informan dari kedua Puskesmas tersebut mengetahui dengan jelas apa isi

yang tercantum dalam kebijakan Kawasan Tanpa Rokok tersebut dan diinstruksi untuk

menindaklanjuti dan disebarkan ke masyarakat. Hal yang berbeda peneliti peroleh dari

hasil wawancara dengan para pengunjung di kedua Puskesmas tersebut bahwa seluruh

pengunjung hanya mengetahui adanya larangan merokok di Puskesmas namun mereka

tidak mengetahui dengan jelas isi dari dalam Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3

Tahun 2015 tersebut.

4.2.2 Sumber Daya

Keberhasilan implementasi sangat bergantung pada sumber daya yang tersedia.

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara jelas dan konsisten, namun

Universitas Sumatera Utara


jika para implementator kekurangan sumber daya yang diperlukan, maka implementasi

cenderung tidak efektif. Dukungan sumber daya terhadap implementasi kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok meliputi Sumber Daya Manusia, anggaran serta fasilitas sarana

dan prasarana.

4.2.2.1 Anggaran

Berdasarkan hasil wawancara, peneliti memperoleh informasi dari para

informan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara mengatakan bahwa anggaran

pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok ini berasal dari dana bea cukai rokok

yaitu dana bagi hasil cukai tembakau sebesar 15 M dimana setengahnya diberikan ke

bidang kesehatan dan sebagian lagi ke bidang lainnya. Kepala Dinas menambahkan

informasi bahwa penurunan dana ini membutuhkan proses dan waktu yang

mengakibatkan pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok menjadi terhambat.

Terjadi perbedaan situasi anggaran yang dimiliki oleh Puskesmas Lhok

Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Menurut pernyataan dari Pengelola PTM,

Puskesmas Lhok Beuringen masih memiliki anggaran yang cukup dikarenakan

pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok tersebut diambil dari persediaan dana

BOK. Atas kebijakan Kepala Puskesmas, kami memang menganggarkan sebagian dana

BOK untuk pelaksaan Kawasan Tanpa Rokok karena kami ingin menjadikan

Puskesmas Lhok Beuringen ini sebagai Puskesmas yang bebas dari paparan asap rokok.

Sebaliknya, anggaran Puskesmas Tanah Jambo Aye kurang dikarenakan Kepala

Puskesmas tidak menginstruksikan penggunaan sebagian dana BOK untuk pelaksanaan

Kawasan Tanpa Rokok.

Universitas Sumatera Utara


4.2.2.2 Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan hasil wawancara tentang SDM (Sumber Daya Manusia), Kepala

Dinas mengatakan SDM kami telah cukup mampu untuk menjalankan kebijakan sesuai

dengan tupoksi yang ada. Demi kelancaran pelaksanaan kebijakan KTR, Dinas

Kesehatan Kabupaten Aceh Utara melakukan koordinasi dengan semua SKPD.

Puskesmas Lhok Beuringen juga memiliki sumber daya manusia yang telah

cukup memadai. Hal tersebut peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan Kepala

Puskesmas Lhok Beuringen. Dalam pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok,

Kepala Puskesmas berkoordinasi dengan seluruh staf agar dapat menjalankan tugasnya

masing-masing seperti menindak tegas jika ada staf maupun pengunjung melakukan

pelanggaran.

Hasil yang berbeda penulis temukan di Puskesmas Tanah Jambo Aye. Sumber

daya manusia Puskesmas Tanah Jambo Aye masih belum memadai. Masih banyak staf

Puskesmas yang melaksanakan tugas ganda untuk mengisi kekosongan yang ada.

Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pelaksana kebijakan Kawasan

Tanpa Rokok menyebabkan implementasi kebijakan Perbup Nomor 3 Tahun 2015

tentang Kawasan Tanpa Rokok tidak dapat berjalan secara maksimal dikarenakan

mereka tidak mampu melakukan pengawasan dengan baik.

4.2.3 Disposisi

Disposisi implementator adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh

implementator seperti pemahaman, komitmen, persepsi, respon, dan tindakan yang akan

memengaruhi terhadap pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan tentang Kawasan

Universitas Sumatera Utara


Tanpa Rokok. Ketegasan sikap dan kesadaran penuh seorang implementator sangat

diperlukan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan tentang kepatuhan bahwa

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara menyambut baik atas dikeluarkannya Perbup

Nomor 3 Tahun 2015 tentang KTR. Pemotongan insentif merupakan sanksi yang

diberlakukan kepada seluruh staf Dinas jika ditemukan melanggar larangan yang

tercantum dari kebijakan KTR tersebut. Pemotongan insentif ini merupakan dukungan

penuh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara terhadap implementasi kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok. Hasil dari observasi dan dokumentasi yang peneliti peroleh,

saat ini tidak ditemukan lagi staf Dinas Kesehatan maupun pengunjung yang merokok

di lingkungan sekitar Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara maupun kegiatan-

kegiatan lain yang dilarang sesuai dengan isi dari Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tentang

Kawasan Tanpa Rokok.

Begitu juga dengan hasil penelitian yang peneliti peroleh di Puskesmas Lhok

Beuringen. Seluruh staf maupun pengunjung Puskesmas harus mematuhi kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok. Sanksi yang diberlakukan di Puskesmas Lhok Beuringen ini

sama dengan ketetapan sanksi di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara yaitu

pemotongan insentif bagi seluruh staf Puskesmas jika ketahuan melanggar larangan

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Pada awal diberlakukannya sanksi pemotongan

insentif ini terjadi penolakan, namun dengan berjalannya waktu seluruh staf Puskesmas

sudah terbiasa dengan adanya sanksi tersebut. Hal ini bisa terlihat dari hasil observasi

Universitas Sumatera Utara


dan dokumentasi, tidak ditemukan lagi staf maupun pengunjung Puskesmas yang

melakukan kegiatan-kegiatan yang di larang dalam kebijakan KTR.

Situasi yang berbeda peneliti peroleh di Puskesmas Tanah Jambo Aye.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pengelola Promosi Kesehatan, Puskesmas

Tanah Jambo Aye belum menetapkan dan menerapkan sanksi yang tegas atas segala

kegiatan yang melanggar kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Hasil observasi dan

dokumentasi, peneliti menemukan masih ada staf maupun pengunjung Puskesmas yang

merokok selama berada di lingkungan sekitar Puskesmas. Tidak adanya kepatuhan

dikarenakan belum ada sanksi yang tegas yang akan menimbulkan efek jera bagi para

perokok.

4.2.4 Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap

keberhasilan implementasi kebijakan KTR. Aspek struktur birokrasi mencakup dua hal

yaitu mekanisme dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Struktur organisasi yang

bertugas menjalankan implementasi kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap implementasi kebijakan. Mekanisme implementasi kebijakan biasanya telah

tersusun dalam SOP (Standar Operating Procedure) yang menjadi pedoman setiap

implementator dalam bertindak.

4.2.4.1 SOP (Standar Operating Procedure)

Berdasarkan hasil wawancara tentang SOP (Standar Operating Procedure)

mekanisme implementasi kebijakan KTR dengan para informan dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara bahwa Dinas Kesehatan telah melakukan pembinaan secara

Universitas Sumatera Utara


internal untuk menginisiasi Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa

Rokok kepada seluruh staf.

Komite atau tim khusus pemantau KTR ini juga telah terbentuk di Puskesmas

Lhok Beuringen. Menurut Kepala Puskesmas Lhok Beuringen, personil komite atau tim

khusus pengawasan implementasi kebijakan KTR ini berasal dari staf Puskesmas itu

sendiri yang bertujuan untuk meminimalisir pengeluaran biaya dan disesuaikan dengan

anggaran Puskesmas yang masih tersedia. Sedangkan di Puskesmas Tanah Jambo Aye

masih belum terbentuk komite atau tim khusus pengawasan Kawasan Tanpa Rokok

dikarena Puskesmas kekurangan SDM serta anggaran.

Monitoring dan pengawasan implementasi KTR di Puskesmas Tanah Jambo

Aye dilakukan oleh Kepala Puskesmas beserta para staf. Hal ini dapat menyebabkan

sering terjadi peran ganda yaitu melaksanakan tugas melayani pasien sekaligus sebagai

komite atau tim pemantau pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

4.2.4.2 Fragmentasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan adalah Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara telah melakukan koordinasi dengan semua SKPD dan Dinas lain

yang di mulai dengan memberlakukan peraturan larangan merokok di tempat-tempat

umum termasuk di Puskesmas-puskesmas sebagai salah satu dari 7 tatanan yang harus

steril dari paparana asap rokok. Sedangkan untuk Puskesmas Lhok Beuringen dan

Puskesmas Tanah Jambo Aye melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah

Kabupaten Aceh Utara dalam pembentukkan komite atau tim khusus pengawasan

implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Implementasi Kebijakan Kesehatan Tentang Kawasan Tanpa Rokok

Saat ini masalah merokok telah menjadi masalah serius berbagai negara di

dunia. Menghirup udara bersih tanpa adanya paparan asap rokok merupakan hak setiap

manusia. Saat ini, disebagian orang menganggap bahwa merokok merupakan sebuah

kebiasaan. Maka demikian, sebagian besar negara di dunia telah mengadopsi dan

menerapkan tindakan untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok di tempat-

tempat umum.

Salah satu kebijakan untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok

adalah dengan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di tempat-tempat umum diharapkan mampu menjaga kesehatan para perokok

aktif dan pasif, sehingga para perokok pasif merasa nyaman dengan lingkungan bebas

asap rokok.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memperoleh informasi bahwa penerapan

Kawasan Tanpa Rokok di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, Puskesmas Lhok

Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye telah berjalan dengan baik, namun masih

ditemukan beberapa hambatan yaitu dari faktor sosialisasi, sumber daya, disposisi dan

struktur birokrasi. Pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Tanah

Jambo Aye masih menemukan banyak hambatan bila dibandingkan dengan Puskesmas

Lhok Beuringen seperti belum melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat,

kekurangan sumber daya manusia dan anggaran, tidak adanya kepatuhan dikarenakan

Universitas Sumatera Utara


belum diberlakukannya sanksi yang tegas serta belum adanya komite atau tim pengawas

pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

Selain itu, menurut hasil wawancara dengan para pengunjung kedua Puskesmas

tersebut, mereka masih belum memahami batasan-batasan dari kawasan tanpa rokok.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ada permasalahan dalam implementasi

kebijakan kawasan tanpa rokok di Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah

Jambo Aye.

Undang-undang atau Peraturan Daerah tentang Lingkungan Bebas Asap Rokok

berkekuatan melindungi masyarakat dari kesakitan dan kematian akibat paparan asap

rokok. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan membentuk suatu

kawasan bebas asap rokok (TCSC, 2012).

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan salah satu upaya yang efektif

untuk pengendalian tembakau. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Prabandari, dkk (2009) yang menyatakan bahwa penerapan Kawasan Tanpa Rokok

terbukti sebagai salah satu metode efektif untuk mengendalikan penggunaan rokok.

Badan Kesehatan Dunia atau WHO berfokus pada larangan menyeluruh

terhadap iklan tembakau, promosi dan sponsor, yang mana merupakan cara yang sangat

efektif untuk mengurangi atau menghilangkan paparan asap rokok (WHO, 2013).

Namun di Indonesia, regulasi dan kebijakan pengendalian tembakau belum

dilaksanakan sepenuhnya.

Hal ini disebabkan masih adanya perdebatan yang panjang mulai dari hak asasi

seorang perokok, fatwa haram merokok di tempat umum sampai dengan dampak anti

Universitas Sumatera Utara


rokok terhadap perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia. Besarnya devisa yang

diberikan oleh perusahaan rokok dan masih adanya perdebatan panjang tersebut

membuat pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok belum berjalan dengan baik.

Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 ayat 1 dan 2 menyatakan

Pemerintah Daerah agar dapat menetapkan dan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di

wilayahnya masing-masing guna mewujudkan Indonesia Sehat. Begitu tingginya

antusias dari Pemerintah mendorong Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk

mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok

yang bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari paparan asap rokok orang

lain.

Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015 adalah salah satu kebijakan publik yang

mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok di wilayah Kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tersebut terdapat 7 tatanan atau ruang

lingkup dari Kawasan Tanpa Rokok. Salah satunya di fasilitas pelayanan kesehatan.

Manfaat dari adanya Kawasan Tanpa Rokok di fasilitas pelayanan kesehatan agar

petugas dan pengunjung memperoleh udara yang bersih, segar dan sejuk dikarenakan

berkurangnya pencemaran udara yang disebabkan oleh paparan asap rokok yang

ditimbulkan oleh perokok.

Harapannya dengan adanya kebijakan tersebut masyarakat akan menyadari

pentingnya kesehatan dan bahaya dari merokok, sehingga diperlukan kerja sama dari

berbagai pihak agar kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di fasilitas pelayanan kesehatan

tersebut dapat terlaksana secara maksimal.

Universitas Sumatera Utara


5.2 Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3 Tahun 2015
Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Dinas Kesehatan, Puskesmas Lhok
Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye beserta Aspek-aspek
Penghambatnya

5.2.1 Komunikasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan kunci bahwa Perbup

Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok telah disosialisasikan secara

maksimal dan berkelanjutan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara kepada

masing-masing pengelola KTR melalui rapat Kabid, rapat Kasi, maupun rapat

koordinasi dengan Dinas dan SKPD lainnya. Dinas Kesehatan juga melibatkan tokoh

masyarakat, tokoh agama dan tokoh Muspika dalam kegiatan sosialisasi KTR ke

masyarakat. Keikutsertaan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh Muspika

diharapkan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mengikuti kegiatan sosialisasi dan

juga agar masyarakat dapat lebih memahami apa itu Kawasan Tanpa Rokok.

Dalam penyampaian informasi tentang adanya kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok, seperti yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara

bahwa tokoh dari Muspika lebih cepat memahami apa itu kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok. Namun respon yang berbeda diperoleh saat berkomunikasi dengan tokoh agama

dan tokoh masyarakat. Mereka lebih sulit memahami atas segala yang disampaikan

tentang kebijakan KTR. Mereka mengatakan ibaratnya seperti kandang kambing yang

diasapin sehingga menjadi kuat. Mereka belum memahami bahaya rokok bagi

kesehatan.

Menurut Hardjana (2003), komunikasi terbagi dua yaitu komunikasi formal dan

komunikasi informal. Komunikasi formal adalah komunikasi yang dilakukan dalam

Universitas Sumatera Utara


lingkup lembaga resmi, melalui jalur garis perintah, berdasarkan struktur lembaga, oleh

pelaku yang berkomunikasi sebagai petugas lembaga dengan status masing-masing

dengan tujuan untuk menyampaikan pesan yang berkaitan dengan kepentingan dinas

dan berlaku pada lembaga resmi pada umumnya, sedangkan salah satu tujuan

komunikasi informal adalah berinteraksi sosial untuk mempengaruhi perilaku orang

lain. Jika dilihat dari segi arah komunikasi, komunikasi formal dibagi atas komunikasi

ke bawah, komunikasi ke atas, komunikasi ke samping dan komunikasi menyilang.

Berdasarkan hasil penelitian, teknik berkomunikasi yang dilakukan kepada

sasaran berbeda-beda. Komunikasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Utara kepada para aparat adalah bentuk komunikasi ke atas (upward komunikasi),

sedangkan arah komunikasi masyarakat termasuk tokoh agama maupun tokoh

masyarakat adalah komunikasi ke bawah (downward komunikasi) yang cenderung

bersifat persuasif. Salah satu manfaat dari komunikasi ke bawah adalah untuk

menyampaikan informasi yang berkaitan dengan kebijakan, peraturan, prosedur,

program dan sasaran kerja (Hardjana, 2003).

Kepala Dinas Kabupaten Aceh Utara juga mengatakan mengenai tahapan-

tahapan dari sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok. Dalam Perbup Nomor 3 tahun 2015

tidak tercantum mengenai hal tersebut, karena akan diatur dalam Qanun KTR. Saat ini

DPRD Aceh Utara sedang mendiskusikan Perbup KTR menjadi suatu Qanun. Menurut

salah satu informan kunci yaitu pengelola program PTM Dinas Kesehatan Kabupaten

Aceh Utara menyatakan sosialisasi pelaksanaan kebijakan KTR mulai diberlakukan

sejak tanggal 2 November 2015 setelah Perbup ini dikeluarkan dan penanggung jawab

Universitas Sumatera Utara


terhadap pelaksanaan kebijakan ini adalah pimpinan instansi. Kepala Puskesmas

bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan kebijakan di Puskesmas.

Setelah disosialisasikannya, maka setiap tempat yang telah ditetapkan sebagai

KTR harus menerapkan kebijakan tersebut. Dua Puskesmas di Kabupaten Aceh Utara

yaitu Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye menjadi ruang

lingkup pelaksanaan KTR. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas,

Puskesmas Lhok Beuringen telah melakukan sosialisasi, baik itu dengan pemasangan

atribut promosi kesehatan, mereka juga telah melakukan sosialisasi langsung ke

masyarakat. Tidak disediakannya asbak rokok di ruang tunggu pengunjung dan adanya

informasi dari warga bahwa mereka tidak diizikan lagi untuk merokok di lingkungan

Puskesmas. Jika masih ditemukan merokok maka mereka akan mendapat teguran dari

petugas Puskesmas. Kedua hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa Puskesmas Lhok

Beuringen telah menerapkan kebijakan KTR.

Hal ini berbeda dengan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Puskesmas Tanah Jambo

Aye belum melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan

hanya intern serta adanya pemasangan atribut promosi kesehatan yaitu poster larangan

merokok yang ditempelkan di dinding Puskesmas. Selain itu masih disediakannya asbak

rokok di ruang tunggu pengunjung.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, peneliti membandingkan keadaan

pelaksanaan KTR di Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Di

Puskesmas Tanah Jambo Aye, peneliti masih menemukan beberapa orang yang

merokok dan tidak adanya larangan oleh petugas. Tampak petugas kesehatan

Universitas Sumatera Utara


Puskesmas juga ikut merokok. Hal ini dapat mengakibatkan banyak orang yang

semakin tidak ragu untuk bebas merokok di Kawasan Tanpa Rokok. Pemasangan

spanduk, poster, banner, stiker dan lain-lain hanya dapat menjadi suatu informasi saja,

tetapi bukan menjadi suatu aturan maupun ketentuan tegas. Regulasi Kawasan Tanpa

Rokok harus benar-benar tegas agar pelaksanaan kebijakan dapat berjalan optimal dan

akan memberikan dampak yang baik.

Menurut Edwards III (1980), dimensi komunikasi dari suatu implementasi

kebijakan meliputi tiga aspek yaitu transmisi, kejelasan dan konsistensi. Komunikasi

merupakan syarat pertama bagi keberhasilan implementasi kebijakan, sehingga para

implementator harus memahami apa yang seharusnya mereka lakukan. Komunikasi

akan berhasil jika pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh penerima pesan.

Berdasarkan hasil penelitian dari Azhka (2013) menyimpulkan bahwa setelah

dilakukan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok pada tiga kota di Provinsi Sumatera Barat,

sebanyak 59% responden yang ingin atau berencana untuk berhenti merokok.

Sosialisasi yang berkesinambungan, terarah dan tepat sasaran tidak hanya memberikan

perlindungan kepada perokok pasif tapi sekaligus juga akan dapat mengurangi jumlah

perokok aktif. Meskipun sosialisasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok telah dilakukan

secara maksimal dan berkelanjutan, namun sebagian besar pengunjung Puskesmas

masih belum memahami tentang isi dari Kawasan Tanpa Rokok termasuk batasan-

batasannya. Para pengunjung mengatakan bahwa mereka hanya mengetahui adanya

larangan merokok di kedua Puskesmas tersebut. Informasi yang tidak dipublikasikan

secara meluas akan dapat menjadi salah satu penghambat terlaksananya kebijakan KTR.

Universitas Sumatera Utara


Meningkatnya pengetahuan informan memungkinkan suksesnya pelaksanaan

KTR di dua Puskesmas tersebut. Seluruh masyarakat wajib mengetahui area mana saja

yang menjadi kawasan larangan merokok. Dikarenakan ketidaktahuan tersebut dapat

menyebabkan masih ditemukannya pelanggaran.

Menurut Anggara (2014), komunikasi seharusnya sudah di bangun sejak

formulasi, sehingga materi-materi yang tercantum dalam suatu kebijakan dapat

diketahui dan dipahami dengan baik. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari suatu

kebijakan harus disampaikan secara akurat kepada kelompok sasaran (target).

Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan implementasi yang baik

pula. Ketidakjelasan dalam penyampaian pesan dapat menyebabkan interpretasi yang

salah. Seorang komunikator mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan

sikap, pendapat, dan tingkah laku dalam berkomunikasi melalui mekanisme daya tarik

jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya, dengan kata

lain pihak komunikan merasa adanya kesamaan antara komunikator dengannya.

Disinilah pentingnya komunikasi yang efektif dalam implementasi kebijakan Kawasan

Tanpa Rokok, pelaksana kebijakan harus bisa memberi kenyamanan kepada seluruh staf

dan pengunjung agar implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dapat terlaksana

dengan baik.

Penyampaian pesan melalui media televisi berupa video menarik tentang

Kawasan Tanpa Rokok yang disiarkan secara periodik di ruang tunggu pengunjung

dinilai akan dapat meringankan beban pelaksana kegiatan dalam mensosialisasikan

kebijakan ini sehingga masyarakat akan lebih mudah memahami dan peduli terhadap

Universitas Sumatera Utara


Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu cara sosialisasi yang

berkelanjutan.

Dari hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa implementasi kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok dapat berjalan optimal di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan

harus dilakukan sosialisasi secara maksimal dan berkelanjutan. Sosialisasi yang

dilakukan tidak hanya hanya membuat atribut promosi kesehatan saja di 7 tatanan atau

ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok, alangkah baiknya juga dilakukan sosialisasi

langsung kepada seluruh lapisan masyarakat di sekitar wilayah kerja. Tujuannya agar

masyarakat dapat lebih memahami hal-hal yang diatur dalam Perbup Nomor 3 Tahun

2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut.

5.2.2 Sumber Daya

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara dan Puskesmas Lhok Beuringen telah memiliki jumlah sumber

daya manusia yang cukup memadai untuk menjalankan tupoksi yang ada, namun tidak

demikian di Puskesmas Tanah Jambo Aye. Puskesmas Tanah Jambo Aye kekurangan

sumber daya manusia sehingga dalam menjalankan tupoksinya, para petugas Puskesmas

sering melakukan tugas secara ganda untuk menutupi kekosongan yang ada. Saat

seluruh petugas sibuk dalam melayani pengunjung yang butuh berobat dan tugas

lainnya yang juga tidak dapat ditinggalkan, maka tidak ada pegawai yang bertugas

khusus untuk mengawasi atau menjaga Kawasan Tanpa Rokok tersebut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fernando

dan Marom (2015) yang menyatakan bahwa Puskesmas Pandanaran Kota Semarang

Universitas Sumatera Utara


masih kekurangan pegawai sehinga banyak pegawai yang melakukan tugasnya secara

ganda, terlebih tidak adanya petugas keamanan baik pagi maupun malam sehingga

penyelenggaraan Kawasan Tanpa Rokok pun tidak dapat terlaksana dengan baik pula.

Edwards III (1980) menyatakan bahwa sumber-sumber penting dalam

mendukung pelaksanaan implementasi kebijakan pemerintah antara lain SDM,

anggaran dan fasilitas sarana dan prasarana. Menurut Winarno (2012), sumber daya

merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kebijakan. Himbauan-

himbauan implementasi kemungkinan diteruskan secara konsisten, namun jika para

pelaksana kebijakan kekurangan sumber yang dibutuhkan untuk melaksanakan

kebijakan tersebut maka implementasi ini akan cenderung tidak terlaksana.

Keterbatasan SDM maka hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan

skill atau kemampuan para pelaksana dalam melaksanakan program. Jumlah staf yang

banyak tidak secara otomatis mendorong keberhasilan sebuah kebijakan, akan tetapi

dengan sedikitnya staf akan memaksimalkan sebuah kebijakan dalam mencapi tujuan

yang ingin dicapai. Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki pengaruh yang kuat

terhadap keberhasilan suatu implementasi kebijakan, alasannya tanpa SDM yang handal

maka implementasi kebijakan akan menemui kegagalan. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian dari Desi Natalia Krisdayanti (2014) dan Abdullah Wahid (2014) menyatakan

bahwa titik sentral dari jalan atau tidaknya suatu implementasi kebijakan terletak pada

sumber daya. Walaupun isi kebijakan telah dikomunikasikan dengan baik, namun jika

pelaksana kekurangan sumber daya untuk melaksanakannya maka implementasi tidak

akan berjalan efektif.

Universitas Sumatera Utara


Selain sumber daya manusia, sumber daya lainnya yang juga memengaruhi

terhadap pelaksanaan suatu kebijakan yaitu informasi, fasilitas dan anggaran. Informasi

merupakan hal-hal yang berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakan dan data yang

akan dilaksanakan untuk memperoleh serta menggunakan anggaran, kewenangan

meminta kerjasama dengan badan Pemerintah lainnya. Fasilitas fisik adalah hal penting

bagi keberhasilan suatu implementasi kebijakan yang dilakukan oleh para

implementator. Fasilitas fisik tersebut berupa sarana maupun prasarana pendukung yang

diperlukan demi kelancaran proses komunikasi kebijakan. Tanpa didukung oleh adanya

fasilitas fisik yang memadai, maka implementasi kebijakan juga tidak akan berjalan.

Menurut informan kunci dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, anggaran

pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok berasal dari dana bea cukai rokok. Sebanyak 15 M

dana tersebut, setengahnya diberikan ke bidang kesehatan dan sebagian lagi ke bidang

lainnya. Penurunan dana tidaklah semudah yang dibayangkan dikarenakan memerlukan

waktu dan proses. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab terhambatnya pelaksanaan

kebijakan KTR. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, Puskesmas Tanah

Jambo Aye tidak memiliki anggaran yang cukup untuk pelaksanaan kebijakan KTR.

Hal ini disebabkan Kepala Puskesmas Tanah Jambo Aye tidak menganggarankan

sebagian dana Bantuan Operasional Kesehatan untuk pelaksanaan KTR. Berbeda

dengan kondisi keuangan di Puskesmas Lhok Beuringen. Puskesmas Lhok Beuringen

masih memiliki anggaran yang cukup dikarenakan Puskesmas telah menganggarkan

sebagian dana dari Bantuan Operasional Kesehatan untuk kegitan pelaksanaan Kawasan

Tanpa Rokok.

Universitas Sumatera Utara


Peneliti berasumsi, implementasi kebijakan akan berjalan optimal jika di dukung

oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan anggaran yang memadai. Jika salah

satu tidak sesuai harapan, maka akan menjadi penghambat dalam pelaksanaan kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok.

5.2.3 Disposisi

Berdasarkan hasil wawancara, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara

mendukung penuh pemberlakuan sanksi pemotongan instentif yang diterapkan oleh

Puskesmas Lhok Beuringen. Sedangkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala

Puskesmas Lhok Beuringen, sanksi berupa pemotongan insentif telah diberlakukan di

Puskesmas Lhok Beuringen. Peraturan pemberlakuan sanksi yang tegas ini berlaku

kepada seluruh petugas Puskesmas, dan kepada seluruh pengunjung diberlakukan sanksi

yaitu peneguran.

Pemberlakuan sanksi pemotongan insentif tersebut memiliki tujuan untuk

meningkatkan kepatuhan seluruh petugas. Pada awal diberlakukan sanksi tersebut,

terjadi penolakan dari para petugas Puskesmas Lhok Beuringen. Namun dengan

berjalannya waktu, seluruh petugas telah terbiasa atas sanksi tersebut. Hal ini dapat

terlihat dari observasi di lapangan bahwa tidak ditemukan lagi petugas yang merokok

atau pun larangan-larangan yang tercantum pada Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tentang

Kawasan Tanpa Rokok.

Hasil evaluasi dari monitoring di lapangan, tingkat kepatuhan seluruh staf dan

pengunjung Puskesmas Lhok Beuringen, baik itu perokok aktif maupun pasif,

mendukung penuh terhadap implementasi Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tentang

Universitas Sumatera Utara


Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini bisa terlihat jelas bahwa tidak ditemukan lagi staf

maupun pengunjung yang merokok di Kawasan Tanpa Rokok maupun kegiatan-

kegiatan lain yang dilarang sesuai dengan yang tercantum di kebijakan KTR tersebut.

Berbeda dengan keadaan di lingkungan Puskesmas Tanah Jambo Aye dimana

masih banyak ditemukan puntung dan bungkus rokok yang di buang di sembarangan

tempat. Belum adanya sanksi yang tegas maupun teguran dari staf Puskesmas sehingga.

masih ditemukannya perokok yang merokok di lingkungan Puskesmas Tanah Jambo

Aye, termasuk staf Puskesmas Tanah Jambo Aye sendiri.

Pihak Puskesmas Tanah Jambo Aye menyadari bahwa tidak adanya sanksi yang

tegas menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masih terjadi pelanggaran terhadap

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurliawati

(2017) dan Muliku dkk (2017) yang menyatakan bahwa ketidakpatuhan petugas

maupun pengunjung dikarenakan belum adanya inisiatif dan sanksi yang berlaku,

sehingga tidak dapat menimbulkan efek jera terhadap para pelanggar aturan yang

membuat implementasi kebijakan KTR ini tidak berjalan dengan baik.

Disposisi diartikan sebagai sikap implementator dalam mengimplementasikan

suatu kebijakan. Menurut George C. Edwards III (1980), jika ingin berhasil secara

efektif dan efisien para implementator tidak hanya mengetahui apa yang harus mereka

lakukan, namun juga memiliki kemampuan dan kemauan untuk mengimplementasikan

kebijakan tersebut.

Selama 2 tahun disahkannya Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan

Tanpa Rokok di Kabupaten Aceh Utara. sampai sekarang belum dapat ditegakkan dan

Universitas Sumatera Utara


masih pada proses pembinaan saja. Masih belum adanya bentuk laporan tertulis yang

dapat diberikan kepada tim Supervisi untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi

kedepannya. Hanya 6 Puskesmas saja dari seluruh Puskesmas yang berada di wilayah

Kabupaten Aceh utara yang telah terakreditasi dalam penerapan KTR.

Menurut Anggara (2014), pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangat penting

bagi aparat pelaksana. Apabila sistem nilai yang memengaruhi sikapnya berbeda

dengan sistem nilai pembuat kebijakan, implementasi kebijakan tidak akan berjalan

efektif. Ketidakmampuan administratif dari pelaksana kebijakan, yaitu ketidakmampuan

dalam menanggapi kebutuhan dan harapan yang disampaikan oleh masyarakat dapat

menyebabkan pelaksanaan suatu program tidak efektif. Pelaksana kebijakan harus

menerima dan tidak terjadi penolakan dalam menyikapi kebijaksanaan. Pernyataan

tersebut didukung oleh penelitian dari Azhka (2013) yang menyimpulkan bahwa tanpa

adanya komitmen dan dukungan dari semua pihak sulit untuk penerapan Kawasan

Tanpa Rokok maka pelaksanaan kebijakan tersebut tidak akan berjalan secara efektif.

Maka demikian, sangat diperlukan kesadaran dan komitmen penuh dari perokok aktif

untuk mematuhi peraturan Kawasan Tanpa Rokok.

Pemahaman petugas Kawasan Tanpa Rokok harus sudah dimengerti dengan

baik dan dapat menegur pengunjung yang melanggar kebijakan tersebut. Butuh

keberanian dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar untuk dapat menegur orang

yang melanggar kebijakan di Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa setiap orang yang dengan

sengaja melanggar Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksudkan pada pasal 115,

Universitas Sumatera Utara


dipidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Namun,

Paraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.

188/MENKES/PB/I/2011 Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Kawasan Tanpa

Rokok tidak menyebutkan sanksi yang jelas terhadap pelanggaran yang terjadi.

Sama halnya dengan Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa

Rokok yang tidak menjelaskan sanksi secara jelas, sehingga menyebabkan masih terjadi

pelanggaran dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini terlihat dari pernyataan

seluruh informan bahwa sanksi yang diberikan hanya berupa teguran, belum sampai

pada sanksi yang dapat menimbulkan efek jera bagi pihak yang melanggar kebijakan.

Oleh karena itu sangat diperlukan partisipasi dari masyarakat untuk membantu

penegakan hukum terkait Kawasan Tanpa Rokok. Tanpa peran aktif dari masyarakat,

peraturan tidak dapat diterapkan secara maksimal dan efektif.

Hasil penelitian Ingan (2016) meyimpulkan bahwa dalam proses pelaksanaan

pemberian sanksi administratif terhadap larangan merokok di Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Kota Samarinda masih menjadi persoalan

serius dikarenakan sanksi administratif berupa denda hanya masih di berlakukan untuk

petugas saja, sedangkan untuk masyarakat itu sendiri hanya berupa sanksi teguran lisan.

Pada kenyataannya kalangan masyarakat yang lebih banyak melakukan pelanggaran.

Hal tersebut membuat masyarakat semakin leluasa dalam melakukan aktifitas merokok

dikarenakan sanksi teguran lisan hanya dianggap sebagai formalitas saja. Maka

demikian sanksi yang diberlakukan masih dianggap kurang efektif serta kurang

memberikan efek jera kepada masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Maka demikian, peneliti berasumsi bahwa tingkat kepatuhan akan menjadi lebih

baik jika di dukung oleh adanya pemberlakuan sanksi yang lebih tegas yang mana akan

menimbulkan efek jera. Selain itu juga, sangat diperlukan monitoring pengawasan

terhadap setiap pelanggaran yang terjadi di Kawasan Tanpa Rokok.

5.2.4 Struktur Birokrasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas, Puskesmas Tanah

Jambo Aye belum memiliki komite atau tim pemantau terhadap pelaksanaan kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok. Kepala Puskesmas Tanah Jambo Aye menyatakan bahwa

rencana untuk membuat komite atau tim khusus pemantau telah lama dibicarakan,

namun rencana tersebut terhambat dikarenakan Puskesmas kekurangan sumber daya

manusia dan anggaran. Pemantauan implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di

Puskesmas Tanah Jambo Aye dilakukan oleh Kepala Puskesmas beserta seluruh

stafnya, sehingga menyebabkan terjadi peran ganda dalam melaksanakan tupoksinya

sekaligus sebagai pemantau pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Tidak

adanya komite atau tim khusus pemantau menjadikan pengunjung dan staf memiliki

keberanian untuk melanggar kebijakan yang ada sehingga implementasi kebijakan di

Puskesmas Tanah Jambo Aye tidak terlaksana secara efektif.

Menurut Edwards III (1980), struktur birokrasi adalah mekasnisme kerja yang

dibentuk untuk mengelola pelaksanaan dari sebuah kebijakan. Walaupun sumber-

sumber untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan tersebut sudah mencukupi dan

para implementor pun telah mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta

mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, namun kemungkinan implementasi

Universitas Sumatera Utara


kebijakan masih belum dapat berjalan secara efektif. Hal ini dapat disebabkan masih

ditemukannya ketidakefisienan dari struktur birokrasi yang ada. Terdapat dua

karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik,

yaitu dengan melakukan Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi.

Standard Operating Procedures (SOP) adalah suatu kegiatan rutin yang

memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan berbagai

kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, SOP

diterbitkan oleh tim kerja dari Pemerintah Bupati Kabupaten Aceh Utara. Dengan

menggunakan SOP, para pelaksana kebijakan dapat memanfaatkan waktu yang tersedia.

Sedangkan yang dimaksud fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab

kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai di antara beberapa unit (Winarno,

2012).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muliku dkk

(2017) yang menyatakan bahwa kurang efektifnya pemantauan dan evaluasi hasil

pengawasan oleh petugas mengakibatkan masyarakat cenderung terbiasa merokok di

lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Hal tersebut dikarenakan petugas maupun

pegawai yang termasuk dalam tim satgas anti rokok bahkan ataupun pengunjung sangat

lengah dalam melakukan pengawasan serta dipengaruhi lingkungan luas, sehingga sulit

menjangkau sudut-sudut yang menjadi tempat pelarian para perokok untuk mencari

aman menghindari dari petugas rumah sakit.

Permyataan di atas juga di dukung oleh hasil penelitian dari Qurnaeni (2017)

yang mengatakan bahwa Kawasan Tanpa Rokok tidak akan berjalan optimal jika belum

Universitas Sumatera Utara


terbentuknya Satuan Tugas Penegak Kawasan Tanpa Rokok dimana salah satu tugasnya

adalah untuk melaksanakan pengawasan terhadap Kawasan Tanpa Rokok tersebut.

Monitoring dan pengawasan implementasi kebijakan KTR rutin dilakukan oleh

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara. Namun untuk Puskesmas sendiri, Kepala

Puskesmas yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan kebijakan KTR

tersebut. Oleh karena itu sebaiknya segera di bentuk komite atau tim khusus

pengawasan agar implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Tanah

Jambo Aye dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti berasumsi meskipun tidak ada

komite khusus pemantauan pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, seharusnya

hal tersebut tidak menjadi alasan bahwa sebuah kebijakan belum terlaksana secara

maksimal. Pihak Puskesmas dapat menggabungkan tim pengawasan dengan bagian

struktur birokrasi di Puskesmas, tidak perlu membuat unit tersendiri. Hal ini dilakukan

akan lebih memudahkan pihak Puskesmas dalam menjalankan kebijakan tersebut dan

tidak perlu mengeluarkan dana tambahan seperti yang diungkapkan Kepala Puskesmas

Tanah Jambo Aye.

5.3 Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini berimplikasi terhadap implementasi kebijakan Kawasan

Tanpa Rokok di Kabupaten Aceh Utara. Hal ini berimplikasi terhadap kepatuhan

seluruh petugas dalam mentaati kegiatan-kegiatan yang dilarang dalam Perbup Nomor 3

tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok baik di Dinas Kesehatan, Puskesmas Lhok

Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Dengan adanya kebijakan tersebut dan

Universitas Sumatera Utara


didukung oleh adanya sanksi yang diberlakukan, sehingga membatasi ruang gerak dari

seluruh petugas.

Hasil penelitian ini tidak hanya berimplikasi terhadap seluruh aparat kesehatan,

namun juga berimplikasi terhadap masyarakat pada umumnya. Adanya peneguran-

peneguran yang dilakukan oleh petugas kesehatan jika masyarakat masih merokok di

Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini dikarenakan adanya tim pemantau yang bertugas untuk

mengawasi Kawasan Tanpa Rokok.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Penguasaan ilmu dan pengetahuan peneliti tentang implementasi kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok masih banyak kekurangan, namun peneliti berusaha membaca

pustaka yang berhubungan dengan penelitian tersebut sebelum dimulai, disamping

keterbatasan dana, sarana, dan waktu yang kurang dimiliki peneliti menyebabkan

kurang sempurnanya penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian Implementasi Kebijakan Peraturan Bupati Kabuparen

Aceh Utara Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dapat

disimpulkan bahwa :

1. Pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di internal Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara telah berjalan dengan baik, apakah itu secara per bidang

maupun keseluruhan. Sosialisasi KTR dilakukan secara berkelanjutan setiap

tahunnya agar para SKPD dan masyarakat dapat mengetahui adanya peraturan

larangan merokok di tempat-tempat umum yang ditetapkan sebagai Kawasan tanpa

Rokok.

2. Pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Lhok Beuringen telah

berjalan cukup baik. Kepala Puskesmas beserta para stafnya telah mendapatkan

sosialisasi tentang kebijakan KTR dan mengetahui dengan jelas isi dari kebijakan

tersebut. Salah satu bukti penerapan kebijakan KTR telah berjalan cukup baik yaitu

di lihat dari tingkat kepatuhan. Tingkat kepatuhan staf dan pengunjung Puskesmas

Lhok Beuringen lebih baik, dikarenakan Puskesmas ini memberlakukan sanksi

pemotongan insentif bagi setiap pelanggaran larangan merokok di Kawasan Tanpa

Merokok.

3. Walaupun Puskesmas Tanah Jambo Aye telah mendapatkan sosialisasi KTR dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, namun pelaksanaan kebijakan Kawasan

Universitas Sumatera Utara


Tanpa Rokok di Puskesmas Tanah Jambo Aye belum terlaksana secara maksimal.

Hal ini dapat disebabkan oleh :

a. Sosialisasi yang dilakukan belum maksimal. Belum dilakukan secara meluas ke

masyarakat. Sosialisasi masih sebatas penempelan stiker di ruang tunggu

pengunjung, sehingga pengunjung belum mengetahui batasan-batasan wilayah

Kawasan Tanpa Rokok.

b. Kurangnya sumber daya manusia dan sanksi yang tegas, sehingga menyebabkan

masih bebasnya orang-orang merokok sembarangan tempat di lingkungan

Puskesmas Tanah Jambo Aye. Anggaran pelaksanaan KTR diambil dari dana

BOK puskesmas. Tidak ada aturan tertentu mengenai jumlah anggaran yang

digunakan tergantung dari kebijakan Kepala Puskesmas selaku penanggung

jawab pelaksanaan kebijakan KTR.

c. Dikarenakan kekurangan sumber daya, banyak pegawai Puskesmas yang

melakukan pekerjaan secara ganda untuk menutupi kekosongan yang ada.

d. Tidak adanya komite atau tim khusus penjaga atau pengawas terhadap

pelanggaran larangan merokok di sembarangan tempat, dikarenakan Puskesmas

Tanah Jambo Aye kekurangan sumber daya manusia.

6.2 Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara agar meningkatkan pengawasan

implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok pada tiap fasilitas kesehatan,

Universitas Sumatera Utara


khususnya Puskesmas Tanah Jambo Aye dan Lhok Beuringen. Tujuannya supaya

program-program yang telah di buat dapat dilaksanakan sesuai yang diharapkan.

2. Pihak Puskesmas Lhok Beuringen agar :

a. Melakukan sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok sebagai pemberitahuan

secara jelas dan konsisten kepada pelaksana kebijakan untuk mewujudkan

penerapan Kawasan Tanpa Rokok yang efektif, seperti pemasangan video

promosi kesehatan secara periodik agar pengunjung dapat lebih memahami

mengenai Kawasan Tanpa Rokok.

b. Tetap menjalankan penerapan sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran

merokok di area Puskesmas

c. Tidak melayani pasien yang merokok.

d. Meningkatkan pemantauan kegiatan merokok di lingkungan Puskesmas.

3. Pihak Puskesmas Lhok Beuringen agar :

a. Melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat agar masyarakat dapat lebih

memahami mengenai Kawasan Tanpa Rokok dan batasan-batasannya.

b. Menetapkan dan menerapkan sanksi yang lebih tegas terhadap pelanggaran

merokok di area Puskesmas, terutama kepada Puskesmas Tanah Jambo Aye.

c. Tidak melayani pasien yang merokok

d. Meningkatkan pemantauan kegiatan merokok di lingkungan Puskesmas.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Anderson J. E., 1969. Public Policy Making. 2nd Ed. New York : Holt, Rinehart and
Winston.

Anggara S., 2014. Kebijakan Publik, Bandung : CV. Pustaka Setia.

Azkha N., 2013. Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera
Barat Tahun 2013. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Volume 02, Nomor
04, Halaman : 171-179.

Crofton J., and Simpson D., 2002.Tembakau Ancaman Global. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

Depkes RI., 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004


Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Dunn W. N., 2016. Public Policy Analysis. Fifth Edition, New York USA : Routledge
Taylor and Francis Group.

Dye T. R., 1978. Understanding Public Policy, Prentice Hall, N.J: Englewood Cliffs.

Easton D., 1971. The Political System: an Inquiry into the state of Political Science,
Chicago: University of Chicago Press.

Edwards III G. C., 1980. Implementating Public Policy, Washington DC :


Congressional Quarterly Inc.
Fernando R., dan Marom A., 2015. Implementasi Kebijakan kawasan Tanpa Rokok di
Puskesmas Pandanaran Kota Semarang, Jurnal Administrasi Publik, Semarang :
Universitas Diponegoro.

Friedrick C. J., 2005. Man and His Government, New York: Mac Graw Hill.

Hardjana A. M., 2003. Komunikasi intrapersonal dan Interpersonal, Yogyakarta :


Penerbit Kanisius.

Ingan F.A., 2016. Implementasi Pergub Nomor 1 tahun 2013 tentang KTR (Studi Kasus
di RSUD Abdul Wahab Sjahraine Kota Samarinda). Jurnal Ilmu Pemerintahan.
Vol 4, halaman : 500-514.

Universitas Sumatera Utara


International Agency for Research on Cancer, 2004. “There is Sufficient Evidence that
Involuntary Smoking (Exposure to Secondhand or Environtmental Tobacco
Smoke)”. Volume 83. (Online elektronik) diakses 30 Agustus 2017; http :
//id.m.wikipedia.org

Kementerian Kesehatan RI, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun


2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Kemenkes RI

____________________ RI., 2011. Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok.


Jakarta: Kementerian Keseahatan RI.
___________________ RI., 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan RI.

____________________RI., 2013. Infodatin Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia.


Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Lasswell H. D., and Kaplan, A., 1970. Power and Society, New Haven: Yale University
Press.

Lian, T. Y., and Dorotheo, U., 2016. The Tobacco Control Atlas ASEAN Region, Third
Ed, Thailand : SEATCA

Luankali B., 2007. Analisis Kebijakan Publik dalam Proses Pengambilan Keputusan.
Jakarta: Amelia Press.

Mazmanian D. H., and Sabatier P. A., 1983. Implementation and Public Policy, New
York: HarperCollin.

Meter, D. V., and Horn, C. V., 1975. The Policy Implementation Process : A
Conceptual Framework Administration and Society 6, London: Sage.

Muliku H.R., Polii B., dan Kumurur V., 2017. Analisis Pengembangan Kawasan Tanpa
Rokok di Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Monginsidi Manado. (Online
Elektronik) diakses 2 Oktober 2017 ; [PDF]ejournal.com
Nugroho R., 2006. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta :
Elex Media Komputindo.

Nuraini, 2014. Efektivitas Implementasi KTR Terhadap Pengunjung Rumah Sakit.


Jurnal : Publikasi Jurnal S-1 Ilmu Administrasi, Volume 3, Nomor 4.

Nurliawati E., 2017. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan di

Universitas Sumatera Utara


Kecamatan Cidadap Kabupaten Bandung. (Online Elektronik) diakses 2 Oktober
2017 ; https://hdl.handle.net/123456789/2032
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara, 2015. Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015
tentang Kawasan Tanpa Rokok. Kabupaten Aceh Utara : Bupati Kabupaten
Aceh Utara

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia., 2003. Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan,
Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri, 2011. Peraturan
Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
188/MENKES/PB/I/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa
Rokok. Jakarta: Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Prabandari, Yayi Suryo dkk,, 2009. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Alternatif
Pengendalian Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas
Rokok Terhadap Perilaku dan Status Merokok Mahasiswa di Fakultas
Kedokteran UGM. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 12(04): 218-225.

Prasetya, 2012. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Stasiun Tawang


Kota Semarang. Artikel : Jurusan Administarsi Publik Universitas Dipenogoro.

Profil Kabupaten Aceh Utara, 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Utara,
Kabupaten Aceh Utara : Dinas Kesehatan.

Qurnaeni N., 2017. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 Tentang
Kawasan Tanpa Rokok di Kota Makasar. (Online Elektronik) diakses 5 Oktober
2017 di http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/23085

Renaldi R., 2013. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pada
Mahasiswa di Lingkungan STIKES Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru.
Jurnal Kesehatan : Komunitas, Volume 2, Nomor 5. Halaman : 233-238.

Ripley R B., and Grace A. F., 1982. Bureaucracy and Policy Implementation. Home
wood. Illnois : The Dorsey Press.

Soerojo, W., 2017. Epidemi Tembakau dan Tantangannya di Indonesia. IAKMI : Badan
Khusus Pengendalian Tembakau.

Tangkilisan, H. N., 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman


Offset YPAPI.

Universitas Sumatera Utara


TCSC., 2012. Atlas Tembakau Indonesia. Jakarta : Tobacco Control Support Center -
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Winarno, 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta : CAPS.

WHO, 2011. WHO Report On The Global Tobacco Epidemic. (Online Elektronik)
diakses 5 Mei 2017 di http://whqlibdoc.who.int

_____, 2013. WHO Report on the Global Tobacco Epidemic 2013 : Enforcing Bans on
Tobacco Advertising, Promotion and Sponsorship. Geneca : WHO Press

(2015) Ini 10 Kawasan Tanpa Rokok di Aceh. [Online]. Available:


https://m.merdeka.com
(2016) Miris, Indonesia Peringkat Satu Dunia untuk Jumlah Pria Perokok. [Online]
Available; https://l ifestyle.kompas.com
(2016) Aceh Peringkat Satu Jumlah Perokok di Indonesia. [Online]. Available:
https://acehtimes.com

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN PENELITIAN

Saya bersedia turut berpartisipasi sebagai calon informan dalam penelitian yang

akan dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Sumatera Utara atas nama

MUHAMMAD SAYUTI, NIM 15703201 dengan judul “Implementasi Kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pada Puskesmas Lhok Beuringen dan Puskesmas

Tanah Jambo Aye di Kabupaten Aceh Utara”.

Saya telah memahami maksud dan tujuan dari penelitian ini, dan tidak akan

berakibat negatif terhadap saya, sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang

sebenarnya dan tanpa paksaan.

Kabupaten Aceh Utara,

Informan,

( ………………………………… )

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

PEDOMAN UMUM WAWANCARA MENDALAM

Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pada Puskesmas Lhok


Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye di Kabupaten Aceh Utara

Petunjuk Umum

Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada responden karena telah

bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai. Buah pikiran, informasi yang

diberikan sangat membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

Petunjuk Wawancara Mendalam

1. Pembukaan

a. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat bantu pedoman

wawancara, alat pencatat, dan perekam suara untuk membantu pencatatan

b. Informasi bebas untuk menyatakan pendapat, kendala, solusi dan saran perbaikan

serta sangat dijaga kerahasiaannya.

c. Setiap informasi sangat bernilai

d. Jawaban tidak ada yang benar atau salah karena wawancara ini untuk kepentingan

penelitian dan tidak ada skor penilaian

2. Penutup

a. Memberitahu bahwa wawancara telah selesai.

b. Mengucapkan terima kasih dengan berjabat tangan.

c. Menyatakan maaf apabila ada hal-hal yang tidak menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK PADA
PUSKESMAS LHOK BEURINGEN DAN PUSKESMAS TANAH JAMBO AYE
DI KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2017

Identitas Informan

1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Pekerjaan :

Kuesioner :

1. Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa rokok.

a. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan bagaimana sistematika sosialisasi dan penerapan

Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor. 3 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa

Rokok di Puskesmas.

b. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apa saja yang telah dilakukan rencana kebijakan

tentang pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

c. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan siapakah yang ditetapkan sebagai penanggung

jawab Kawasan Tanpa Rokok dan mekanisme pengawasannya?

Universitas Sumatera Utara


d. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan kapan di mulai kebijakan tentang pemberlakuan

Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

e. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah ada pembahasan mengenai cara sosialisasi

yang efektif bagi karyawan/pasien/pengunjung pada penerapan Kawasan Tanpa

Rokok?

2. Sumber Daya

a. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah ada surat keputusan dari pimpinan tentang

penanggung jawab dan pengawas Kawasan Tanpa Rokok di fasilitas pelayanan

kesehatan?

b. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah Puskesmas telah memiliki materi sosialisasi

penerapan Kawasan Tanpa Rokok?

c. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan bagaimana anggaran yang disediakan oleh

Puskesmas dalam menerapkan implementasi Kawasan Tanpa Rokok?

d. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan bagaimana fasilitas yang disediakan oleh

Puskesmas dalam menerapkan implementasi Kawasan Tanpa Rokok?

e. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah disediakan sumber daya dalam mengawasi

implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

3. Kepatuhan:
a. Bagaimana sikap atau respon dari tenaga kesehatan pada saat penerapan

Kawasan Tanpa Rokok dilakukan di Puskesmas?

b. Bagaimana sikap atau respon dari pengunjung pada saat penerapan Kawasan

Tanpa Rokok dilakukan di Puskesmas?

Universitas Sumatera Utara


c. Bagaimana cara mensosialisasikan penerapan Kawasan Tanpa Rokok di

kalangan tenaga kesehatan di Puskesmas?

d. Bagaimana cara mensosialisasikan penerapan Kawasan Tanpa Rokok di

kalangan pengunjung di Puskesmas?

e. Bagaimana kepatuhan tenaga kesehatan dalam penerapan implementasi

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

f. Bagaimana kepatuhan pengunjung dalam penerapan implementasi kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

g. Hal-hal apa sajakah yang dilakukan Puskesmas dalam menjaga konsistensi

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang diterapkan di Puskesmas?

4. Disposisi

a. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan perihal disposisi penerapan Kawasan Tanpa Rokok

di Puskesmas?

5. Struktur Birokrasi

a. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan mengenai perihal koordinasi penerapan Kawasan

Tanpa Rokok di Puskesmas?

b. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apakah sudah terdapat SOP yang mengatur

mengenai kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

c. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan siapakah yang bertanggung jawab berjalannya

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

6. Efektifitas Kebijakan Kawasan tanpa Rokok

Universitas Sumatera Utara


a. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan bagaimana efektivitas kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok yang diterapkan di Puskesmas?

b. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apa saja kendala yang dihadapi baik internal

maupun ekternal pada penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

c. Mohon Bapak/ Ibu jelaskan apa saja yang perlu dilakukan dalam meningkatkan

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

Universitas Sumatera Utara


PEDOMAN WAWANCARA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK PADA
PUSKESMAS LHOK BEURINGEN DAN PUSKESMAS TANAH JAMBO AYE
DI KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2017

Identitas Informan

1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan:
4. Pekerjaan :

Kuesioner Pengunjung:

1. Apakah Bapak/ Ibu tahu tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas?

2. Jika tahu, dari mana Bapak/ Ibu mengetahui penerapan Kawasan Tanpa Rokok?

a. Apakah ada sosialisasi langsung dari pihak Puskesmas?

b. Apakah dari papan iklan yang dipasang?

c. Apakah terdapat informasi yang diletakkan di dinding atau papan pengumuman

di sekitar puskesmas mengenai penerapan Kawasan Tanpa Rokok?

3. Apakah Bapak/ Ibu pernah merokok di kawasan Puskesmas?

4. Jika ya, apakah Bapak/ Ibu pernah mendapat teguran dari petugas kesehatan? atau

pernah mendapat sanksi dari petugas kesehatan?

5. Menurut pendapat Bapak/ Ibu bagaimana dengan sistem penerapan Kawasan Tanpa

Rokok di Puskesmas?

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5 Matriks Pernyataan Informan Penelitian

Matriks Pernyataan Informan Kunci Tentang Faktor Komunikasi Terhadap


Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3
Tahun 2015 Mengenai KTR

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Proses sosialisasi antar bidang dalam lingkungan Dinas


Kesehatan terhadap pelaksanaan Perbup Nomor 3 Tahun 2015
tentang KTR di wilayah Kabupaten Aceh Utara sudah dilakukan
dengan baik. Saya mendapat informasi tersebut dari Pemerintah
Daerah Aceh Utara. Saya telah mensosialisasikan peraturan
tentang KTR dengan jelas dan konsisten pada para Kabid dan
Kasi di beberapa kali pertemuan agar mereka dapat melanjuti
informasi itu kepada seluruh staf di lingkungan Dinas Kesehatan
ini. Selain itu, kami juga melibatkan TOMA, TOGA dan tokoh
Muspika dalam kegiatan sosialisasi dengan cara berkomunikasi
yang berbeda. Berkomunikasi dengan tokoh Muspika lebih
mudah dilakukan karena mereka lebih cepat memahami apa itu
KTR bila dibandingkan dengan tokoh agama dan tokoh
masyarakat. Dalam Perbup KTR tidak tercantum tahapan-
tahapan sosialisasi. Saat ini Perbup KTR sedang di diskusi lebih
lanjut di DPRD Kabupaten Aceh untuk ditindaklanjuti menjadi
sebuah Qanun. Ada kemungkinan tahapan-tahapan dalam
mensosialisasikan tersebut akan tercantum dalam Qanun KTR.
Informan 2 Iya, saya telah mengetahui informasi mengenai Perda yang
mengatur tentang KTR di wiayah Kabupaten Aceh Utara ini.
Saya mendapatkan sosialisasi tentang Perbup tersebut dari
Kepala Dinas Kesehatan di rapat para Kabid. Dan saya telah
menginstruksikan kepada anggota saya untuk menyikapi Perbup
tersebut dengan baik.
Informan 3 Penanggung jawab pelaksanaan KTR tersebut adalah pimpinan
instansi. Kepala Puskesmas bertanggung jawab penuh terhadap
pelaksanaan KTR di lingkungan Puskesmas. Pelaksanaan
kebijakan ini mulai berlaku pada tanggal 2 November setelah
Perbup ini dikeluarkan. Sosialisasi kepada seluruh bawahan
merupakan cara yang efektif, serta sosialisasi kepada seluruh
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Informan 4 Dinas Kesehatan telah melakukan sosialisasi Perbup Nomor 3
Tahun 2015 tentang KTR. Sosialisasi dilakukan melalui rapat-
rapat koordinasi agar pesan ini dapat tersampaikan oleh Dinas
maupun SKPD lainnya termasuk Puskesmas-puskesmas. Kami
mengharapkan semua SKPD dapat menurunkan informasi ini
kepada para anggotanya. Dinas Kesehatan juga memberikan
sosialisasi kepada masyarakat yang berkoordinasi dengan
kecamatan dan fasilitas pelayanan setempat yang dilakukan
secara berkesinambungan dengan membuat spanduk, stiker,
banner dan lain-lain

Matriks Pernyataan Informan Kunci Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap


Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3
Tahun 2015 Mengenai KTR

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 SDM kami telah cukup mampu melaksanakan kebijakan tentang


KTR tersebut sesuai dengan tupoksi yang ada. Kami melakukan
koordinasi dengan semua SKPD dalam pelaksanaan KTR. Maka
dari itu kami telah mendapatkan SK Pemantau terhadap
pelaksanaan Perbup tentang KTR dari Bapak Bupati Kabupaten
Aceh Utara. Dana pelaksanaan KTR ini berasal dari bea cukai
rokok. Namun penurunan dana ini tidak dapat dikeluarkan
secepatnya karena butuh proses. Sehingga komite/tim pemantau
kami belum dapat melaksanakan tupoksinya dengan baik
Informan 2 Sarana dan prasarana sosialisasi penerapan implementasi KTR
masih hanya sebatas stiker, brosur, spanduk, banner serta
pendistribusi buku Perbup tentang kebijakan tersebut.
Informan 3 Dana yang digunakan untuk implementasi Perbup Nomor 3
Tahun 2015 ini, kami ambil dari dana dari bea cukai rokok
yaitu dana bagi hasil cukai tembakau. Sebagian dana ini
digunakan untuk sosialisasi penerapan KTR.
Informan 4 Sebaiknya di setiap wilayah KTR dapat membuat tempat untuk
merokok (smooking area). Namun di fasilitas pelayanan
kesehatan, kami tidak menginstruksi untuk di buat smooking
area dikarenakan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan harus
100% bebas dari asap rokok.

Universitas Sumatera Utara


Matriks Pernyataan Informan Kunci Tentang Faktor Disposisi Terhadap
Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3
Tahun 2015 Mengenai KTR

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Kami sangat menyambut baik atas dikeluarkan peraturan


tentang KTR di wilayah Kabupaten Aceh Utara. Saya
menginstruksikan agar seluruh staf saya dapat dijadikan sebagai
contoh untuk tidak merokok selama bertugas. Dan saya akan
menegur dengan tegas jika ada staf saya yang melanggarnya.
Saya mendukung penuh sanksi pemotongan insentif kepada
fasilitas pelayanan kesehatan yang memberlakukan sanksi
tersebut demi penegakkan implementasi kebijakan KTR.
Informan 2 Kami sangat mengapresiasi sekali atas dikeluarkannya
kebijakan Tentang KTR di wilayah Kabupaten Aceh Utara.
Saya telah melakukan sosialisasi, tidak hanya kepada staf
internal bidang saya sendiri, namun saya juga mensosialisasikan
juga kepada bidang lain agar melakukan peneguran yang tegas
bagi siapapun yang melanggar.
Informan 3 Kami sangat mengapresiasi sekali. Di bidang PTM ini, kami
melihat staf kami mematuhi peraturan tersebut. Tidak hanya
staf, namun pengunjung pun mematuhinya.
Informan 4 Kami mendukung penuh kebijakan dari Bapak Bupati tentang
penerapan KTR. Seluruh staf Dinas Kesehatan ini wajib
mematuhi peraturan tersebut. Sejak diberlakukannya peraturan
tersebut, kami dilarang merokok selama bertugas. Adanya
teguran keras dari pimpinan jika ketauan merokok.

Matriks Pernyataan Informan Kunci Tentang Faktor Struktur Birokrasi


Terhadap Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3
Tahun 2015 Mengenai KTR

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Kami berkoordinasi dengan semua SKPD yang ada di wilayah


Kabupaten Aceh Utara ini sebagai bagian dari struktur birokrasi
dalam penerapan KTR. Berdasarkan SOP yang ada, seluruh
pihak terkait telah mengemban tugasnya masing-masing untuk

Universitas Sumatera Utara


dapat menindaklanjuti kebijakan KTR.
SK pemantau baru dikeluarkan oleh Pemerintah. Berkat arahan
Informan 2 Bapak Kepala Dinas, kami para Kabid melakukan pembinaan
internal dengan seluruh anggota.
Untuk internal Dinas Kesehatan ini, Perbup tentang KTR ini
Informan 3 telah dilakukan penerapan. Termasuk di bidang PTM, kami
melakukan pembinaan internal dalam menginisiasi Perbup
tentang KTR ini.
Berdasarkan arahan dari Kabid, kami diberikan pembinaan
Informan 4
internal mengenai penerapan implementasi KTR. Dan kami
mulai melakukan sosialisasi Perbup tersebut di tempat-tempat
umum termasuk Puskesmas-puskesmas sebagai salah satu dari 7
tatanan yang harus steril dari paparan asap rokok.

Matriks Pernyataan Utama Tentang Faktor Komunikasi Terhadap Implementasi


Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3 Tahun 2015
Mengenai KTR di Puskesmas Lhok Beuringen

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Saya telah mengetahui mengenai peraturan baru dari Bapak


Bupati. Kegiatan sosialisasi Perbup Nomor 3 Tahun 2015
tentang KTR yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Aceh Utara sudah bagus karena langsung turun ke perwakilan
masyarakat di beberapa titik di wilayah Aceh Utara ini dan juga
di instansi-instansi, termasuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
dengan membuat brosur, stiker, spanduk dan lain-lain. Saya
mendapatkan informasi tersebut langsung dari Bapak Kepala
Dinas pada rapat Kepala Puskesmas. Dan saya telah
menindaklanjuti dan menerapkan aturan KTR di Puskesmas
Lhok Beuringen ini. Dalam kesempatan ini saya juga ingin
menginformasikan bahwa saat ini Puskesmas Lhok Beuringen
adalah salah satu Puskesmas dari 6 Puskesmas di wilayah
Kabupaten Aceh Utara yang menerima penghargaan sebagai
Puskesmas terakreditasi KTR. Dalam kegiatan penuyuluhan,
kami juga melibatkan TOMA dan TOGA. Tujuannya dengan
kehadiran mereka, masyarakat dapat lebih mudah memahami
apa itu KTR.

Universitas Sumatera Utara


Iya, kami telah mengetahui mengenai peraturan tersebut.
Kegiatan sosialisasi telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan
sekitar November pasca Perbup tentang KTR ini keluar.
Kepala Puskes mas menginstruksikan untuk ditindaklanjuti dan
diterapkan di Puskesmas Lhok Beuringen ini. Salah satu
tindakan yang kami lakukan adalah melakukan sosialisasi
langsung ke masyarakat, pemasangan spanduk di pintu masuk
Puskemas dan banner di ruang tunggu pengunjung. Selain itu
Informan 2 kami membuat sanksi yang tegas berupa teguran bagi siapa pun
yang merokok di lingkungan sekitar Puskesmas Lhok Beuringen
ini. Di atas meja di ruang tunggu pengunjung, kami tidak lagi
menyediakkan asbak rokok. Itu beberapa cara yang telah
lakukan untuk menerapkan kebijakan tentang KTR tersebut.
Informan 3 Iya saya sudah tahu tentang informasi peraturan baru dari Bapak
Bupati Aceh Utara tentang KTR. Atas perintah dan arahan dari
Kepala Puskesmas, kami telah melakukan sosialisasi ke warga
dan pemasangan spanduk dan banner di Puskesmas ini. Kami
melarang keras siapapun yang melanggar peraturan tersebut.
karena di Puskesmas Lhok Beuringen ini kami membuat aturan
berupa teguran jika kedapatan merokok di sekitar Puskesmas
ini.

Matriks Pernyataan Informan Utama Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap


Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3 Tahun 2015
Mengenai KTR di Puskesmas Lhok Beuringen

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Mengenai sumber daya… staf-staf saya disini udah cukup


memadai. Puskesmas Lhok Beuringen merupakan Puskesmas
terakreditasi dalam hal KTR. Saya membuat peraturan bahwa
siapapun dilarang merokok selama berada di Puskesmas ini.
Karena saya seorang pimpinan, maka saya berkoordinasi kepada
seluruh staf saya untuk menindak tegas jika ada pengunjung
yang masih merokok.
Informan 2 Sumber daya cukup lah. Anggaran pun juga cukup… Kami
menggunakan dana BOK. Dari dana BOK tersebut, kami
memang mengganggarkan sebagian daan BOK tersebut untuk

Universitas Sumatera Utara


pelaksanaan kebijakan KTR. Sampai saat ini kami belum
menemui hambatan.
Informan 3 Di ruang tunggu pengunjung, kami tidak lagi menyiapkan
asbak. Hal ini sebagai salah satu cara kami untuk tidak
memberikan kelonggaran kepada siapapun orangnya. Atas
kebijakan pimpinan, kami sangat menindak tegas bagi pelanggar
larangan merokok. Kami berkomitmen untuk menjadikan
Puskesmas Lhok Beuringen ini sebagai Puskesmas yang bebas
asap rokok.

Matriks Pernyataan Informan Utama Tentang Faktor Disposisi Terhadap


Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3
Tahun 2015 Mengenai KTR di Puskesmas Lhok Beuringen

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Saya tidak main-main. Saya akan menindak tegas bagi siapapun.
Bahkan staf saya yang ketauan merokok akan saya tegur dan
insentifnya di potong. Termasuk saya juga. Sebagai pimpinan,
saya harus komitmen dengan aturan yang telah saya buat. Saya
sangat setuju dan mendukung penuh adanya Perbup KTR itu.
Sanksi yang saya berikan jika petugas saya ketahuan melanggar
peraturan KTR adalah pemotongan insentif. Pada awalnya
memang terjadi penolakan. Tapi dengan berjalannya waktu,
kami sudah terbiasa dan tidak ada lagi ditemukan pelanggaran
KTR di Puskesmas Lhok Beuringen.
Informan 2 Pelaksanaan Perbup KTR di Puskesmas Lhok Beuringen telah
berjalan baik. Namun, masih perlu kesadaran yang tinggi dari
pengunjung maupun pegawai Puskesmas Lhok Beuringen agar
dapat memaksimalkan kebijakan tersebut untuk seterusnya.
Informan 3 Saya sangat antusias dengan adanya peraturan tersebut.
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mana
sudah seharusnya lah harus bebas dari asap rokok. Saya sebagai
pengelola promosi kesehatan di Puskesmas Lhok Beuringen ini,
saya terus-terusan membikin sosialisasi agar siapapun yang
datang ke Puskesmas ini benar-benar tahu klo Puskesmas bebas
asap rokok. Semua harus wajib mematuhi aturan yang berlaku.
Termasuk kami, para staf Puskesmas.

Universitas Sumatera Utara


Matriks Pernyataan Informan Utama Tentang Faktor Struktur Birokrasi
Terhadap Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara
Nomor 3 Tahun 2015 Mengenai KTR di Puskesmas Lhok Beuringen

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Alhamdulillah, sistem pembagian kerja di Puskesmas Lhok


Beuringen berdasarkan SOP yang ada. Seluruh staf telah
memiliki tugasnya masing-masing dan tidak ada staf yang
memiliki tugas ganda.
Informan 2 Di dalam SOP kami, telah tersusun pembagian kerja dari
masing-masing staf. Dengan SDM yang cukup sehingga tidak
ada satu staf pun yang bertugas ganda.
Informan 3 Pembentukkan tim yang khusus mengawasi pelaksanaan KTR
bukanlah merupakan hal yang gampang. Pembentukkan tim
khusus ini telah masuk dalam SOP.

Matriks Pernyataan Informan Utama Tentang Faktor Komunikasi Terhadap


Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3
Tahun 2015 Mengenai KTR di Puskesmas Tanah Jambo Aye

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Kami Puskesmas Tanah Jambo Aye belum melakukan


sosialisasi khusus kepada masyarakat tentang kebijakan KTR
dikarenakan kesibukan kami melayani pasien. Hanya intern.
Sosialisasi lain yang telah dilakukan hanyalah sebatas poster
tentang larangan merokok yang ditempelkan di dinding ruang
tunggu pengunjung.
Informan 2 Kami memang belum membuat sanksi bagi pelanggaran
merokok. Kami masih mendiskusikan hal tersebut. Semoga
aturan tentang sanksi tersebut dapat segera terealisasikan.
Informan 3 Dalam waktu dekat, kami akan melakukan sosialisasi ke
lapangan. Saya sudah sampaikan ke petugas agar menjalankan
peraturan KTR tersebut untuk disosialisasikan dengan ruang
lingkup baik kepada petugas maupun pasien yang berobat ke
Puskesmas Tanah Jambo Aye.

Universitas Sumatera Utara


Matriks Pernyataan Informan Utama Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap
Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3
Tahun 2015 Mengenai KTR di Puskesmas Tanah Jambo Aye

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Sumber daya kami belum memadai, kami masih kekurangan


pegawai. Sehingga kami tidak bisa mengawasi pengunjung-
pengunjung yang merokok di lingkungan Puskesmas Tanah
Jambo Aye ini. Kurang pengawasan sehingga masih ada
pengunjung yang bebas merokok di sekitar Puskesmas. Hal ini
menjadi pekerjaan rumah bagi saya untuk membenahi
kekurangan dalam Puskesmas Tanah Jambo Aye. Saya dibantu
seluruh staf berusaha untuk membenahi pekerjaan rumah ini
satu per satu. Semoga tahun depan Puskesmas Tanah Jambo
Aye ini dapat menjadi Puskesmas terakreditasi dalam KTR.
Anggaran pelaksanaan KTR biasanya kami ambil dari BOK.
Namun kami tidak khusus menganggarkan sebagian dana BOK
tersebut untuk pelaksanaan KTR. Secukupnya aja.
Informan 2 Sebenarnya sanksi pelanggaran merokok sembarangan di sekitar
Puskesmas ini telah ada. Namun karena disini masih terbatas
pegawai, sehingga kami tidak memiliki orang-orang yang
khusus ditugaskan untuk mengawasi. Kami kekurangan
pegawai. Seluruh pegawai sibuk melayani pasien yang
berkunjung ke Puskesmas Tanah Jambo Aye. Sosialisasi sanksi
akan segera kami lakukan, namun disisi lain kami masih
memiliki hambatan yaitu kami tidak memiliki staf khusus untuk
menjaga dan mengawasi KTR. Puskesmas Tanah Jambo Aye ini
jumlah pengawainya belum memadai. Semua pegawai telah
memiliki tugasnya masing-masing melayani pengunjung.
Bahkan tidak jarang kami melakukan peran ganda untuk
mengisi kekosongan yang ada.
Informan 3 Sosialisasi sanksi akan segera kami lakukan, namun disisi lain
kami masih memiliki hambatan yaitu kami tidak memiliki staf
khusus untuk menjaga dan mengawasi Kawasan Tanpa Rokok.
Puskesmas Tanah Jambo Aye ini jumlah pengawainya belum
memadai. Semua pegawai telah memiliki tugasnya masing-
masing melayani pengunjung. Bahkan tidak jarang kami yang
melakukan peran ganda untuk mengisi kekosongan yang ada.

Universitas Sumatera Utara


Matriks Pernyataan Informan Utama Tentang Faktor Disposisi Terhadap
Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3
Tahun 2015 Mengenai KTR di Puskesmas Tanah Jambo Aye

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Sudah menjadi ketetapan Perbup Nomor 3 Tahun 2015 tentang


KTR bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus bebas
dari asap rokok. Harus menerapkan KTR. Dan Puskesmas
Tanah Jambo Aye ini sebagai salah satu KTR. Pelaksanaan
Perbup belum maksimal kami lakukan. Kami sedang
membenahi kekurangan yang masih ada. Kami akan berusaha
memaksimalkan pelaksanaan Perbup tersebut.
Informan 2 Secara pribadi, saya sangat setuju dengan Perbup KTR tersebut.
Perbup tersebut akan mendukung terciptanya masyarakat yang
sehat. Pelaksanaan Perbup KTR di Puskesmas Tanah Jambo
Aye belum berjalan secara baik, walaupun kami telah
mensosialisasikan hal ini kepada pengunjung dengan
menempelkan stiker, spanduk di Puskesmas ini.
Informan 3 Belum adanya pemberlakuan sanksi bagi siapapun yang
merokok di Puskesmas. Namun begitu kami sangat mendukung
adanya kebijakan dari Bapak Bupati Kabupaten Aceh Utara
mengenai larangan merokok sembarangan. Saat ini, kami
memang sedang berusaha membenahinya dengan meningkatkan
kesadaran pengunjung dan seluruh pegawai Puskesmas Tanah
Jambo Aye agar mampu menerapkan secara maksimal kebijakan
KTR.

Matriks Pernyataan Informan Utama Tentang Faktor Struktur Birokrasi


Terhadap Implementasi Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3
Tahun 2015 Mengenai KTR di Puskesmas Tanah Jambo Aye

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Di Puskesmas Tanah Jambo Aye ini masih belum terbentuk


komite pengawasan untuk mengawasi implementasi kebijakan
KTR. Masalah ini masih belum terealisasi karena kami masih
kekurangan anggaran.
Informan 2 Pembentukkan komite pengawasan KTR tidak dapat dibentuk

Universitas Sumatera Utara


secara sembarangan dikarenakan Perbup tersebut berasal dari
kebijakan Bapak Bupati sendiri untuk mengurangi paparan asap
rokok di tempat umum, maka dari itulah kami memerlukan
kerjasama dengan Pemerintahan Kabupaten Aceh Utara.
Informan 3 Dikarenakan Puskesmas Tanah Jambo Aye belum memiliki tim
pengawasan pelaksanaan KTR, maka pengawasan diambil alih
oleh Kepala Puskesmas dibantu oleh para staf.

Matriks Pernyataan Informan Tambahan Terhadap Implementasi Peraturan


Bupati Kabupaten Aceh Utara Nomor 3 Tahun 2015 Mengenai KTR

INFORMAN PERNYATAAN

Informan 1 Iya, saya tau. Ehh saya taunya dari sosialisasi dari orang Puskes
mas. Ada spanduk . kebetulan saya tidak merokok. Setau saya,
di suruh keluar pak..
Informan 2 Saya tahu. Saya baca dari spanduk Pak.. Disini sama sekali tidak
boleh merokok. Ada sanksinya Pak.. kalo gak salah saya. Sanksi
nya di usir keluar.
Informan 3 Oo… peraturan larangan merokok itu ya Pak.. Ya..ya..Saya tau.
Saya pernah mendapatkan sosialisasi dari pihak Puskesmas.
Namun saya tidak tahu isi jelasnya apa. Yang saya tau ada
larangan merokok di stiker yang ditempelkan dinding ruang
tunggu pengunjung Puskesmas ini. Mengenai sanksi, setau saya,
di Puskesmas ini tidak ada sanksi apapun Pak. Saya liat
banyakorang yang merokok disini tuh. Tidak ada teguran sama
sekali.
Informan 4 Saya tidak tahu Pak.. Namun saya pernah mendengar dari
omongan orang-orang di dekat rumah saya. Saya sebagai
perokok pasif, saya sangat senang dengan adanya peraturan
tersebut dari bapak Bupati. Saya kurang tau ya Pak, apakah
Puskesmas ini ada larangan merokok atau gak. Kata mereka, di
Puskesmas ini ada peraturan tidak bole merokok, tapi saya liat
orang-orang masih bebas merokok disini Pak.. Tidak ditegur
pun sama sekali pak..

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6 SK Pembimbing

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7 Izin Survei Pendahuluan

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8 Permohonan Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9 Surat Pelaksanaan Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian

A. Puskesmas Lhokbeuringen

Universitas Sumatera Utara


B. Puskesmas Tanah Jambo Aye

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Puntung Rokok
Diselokan
Puskesmas

Universitas Sumatera Utara


Puntung Rokok
Diselokan
Puskesmas

Pasien
bersama
keluarganya
lagi merokok.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai