Anda di halaman 1dari 121

ANALISIS TERHADAP RENDAHNYA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI

METODE OPERASI PRIA (MOP) DI KELURAHAN HARJOSARI II


KECAMATAN MEDAN AMPLAS

TESIS

Oleh

NURHAPNI SARAGIH
137032050/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
THE ANALYSIS ON LOW COVERAGE OF USING OPERATION METHOD
FOR MEN (VASECTOMY) CONTRACEPTIVE DEVICE AT HARJOSARI
II VILLAGE, MEDAN AMPLAS SUBDISTRICT

THESIS

By

NURHAPNI SARAGIH
137032050/IKM

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
ANALISIS TERHADAP RENDAHNYA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI
METODE OPERASI PRIA (MOP) DI KELURAHAN HARJOSARI II
KECAMATAN MEDAN AMPLAS

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURHAPNI SARAGIH
137032050/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Judul Tesis : ANALISIS TERHADAP RENDAHNYA
PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI METODE
OPERASI PRIA (MOP) DI KELURAHAN
HARJOSARI II KECAMATAN MEDAN AMPLAS
Nama Mahasiswa : Nurhapni Saragih
Nomor Induk Mahasiswa : 137032050
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui
Komisi Pembimbing :

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Dra. Rabiatun Adawiyah, MPHR)


Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 29 Agustus 2015


Telah Diuji
Pada Tanggal : 29 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D


Anggota : 1. Dra. Rabiatun Adawiyah, MPHR
2. Sri Rahayu Sanusi, SKM, M.Kes, Ph.D
3. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si
PERNYATAAN

ANALISIS TERHADAP RENDAHNYA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI


METODE OPERASI PRIA (MOP) DI KELURAHAN HARJOSARI II
KECAMATAN MEDAN AMPLAS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2015


Penulis,

Nurhapni Saragih
137032050/IKM
ABSTRAK

Partisipasi pria ber-KB di Indonesia masih terbilang rendah. Hal itu


dikarenakan pengetahuan dan sikap suami terhadap KB Metode Operasi Pria (MOP)
masih kurang. Pemakaian alat kontrasepsi MOP yang masih rendah ini menjadikan
suatu keprihatinan yang cukup serius karena peran pria dalam KB diharapkan dapat
menurunkan angka kelahiran dan mengontrol laju pertumbuhan penduduk yang pada
akhirnya dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu hamil, bersalin dan postpartum
sehingga dapat menurunkan AKI. Kelurahan Harjosari II adalah salah satu daerah
yang tingkat keikutsertaan KB MOP rendah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis
rendahnya pemakaian alat kontrasepsi MOP.
Metode penelitian yang digunakan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
yang dilaksanakan di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas. Ditentukan
dengan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan terdiri dari 12 informan.
Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.
Analisis data dilakukan dengan mengelompokkan orang, peristiwa sesuai
karakteristik dan kategorinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab rendahnya pemakaian alat
kontrasepsi MOP di Kelurahan Harjosari II pada tahun 2014 karena dipengaruhi oleh
faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan istri dan sumber informasi yang
masih kurang.
Disarankan untuk mengatasi persoalan tersebut perlu upaya peningkatan
penyuluhan kepada masyarakat khususnya para suami pasangan usia subur.

Kata Kunci: MOP, Partisipasi, PUS


ABSTRACT

The coverage of men’s participation in Family Planning is still low because of


husbands’ lack of knowledge and attitude toward Family Planning Operation Method
for Men (Vasectomy). This condition become a serious problem because the man’s
role is expected to e able to decrease the birth rate and control the population
growth rate which will eventually increase the health level of pregnant mothers,
childbirth and post-partum mothers so that it can decrease Maternity Death Rate.
Harjosari II village is one of the areas which have low coverage of Family Planning
Vasectomy. The objective of the research was to analyze the low coverage of using
Vasectomy contraceptive device.
The research used qualitative and phenomenological approach method; it was
conducted at Harjosari II village, Medan Amplas Subdistrict. The samples consisted
of ten other informants, taken by using purposive sampling technique. The data were
gathered by conducting in-depth interviews, observation, and documentary study and
analyzed by grouping the respondents and the occurrences which were in line with
their characteristics and categories.
The result of the research showed that the low coverage of using Vasectomy
contraceptive device at Harjosari II village in 2014 was influenced by the factors of
education, knowledge, attitude, wives’ support, and lack of source of information.
It is recommended that counseling should be increase, especially to the
husbands of productive-aged couples.

Keywords: Vasectomy, Participation, Productive-Aged Couples


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini yang berjudul: “Analisis Terhadap Rendahnya Pemakaian

Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) Di Kelurahan Harjosari II Kecamatan

Medan Amplas”.

Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan

kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Subhilhar, Ph.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh

perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan,

petunjuk, hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Dra. Rabiatun Adawiyah, MPHR, selaku Pembimbing Kedua yang telah

meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga

selesainya penulisan tesis ini.


6. Sri Rahayu Sanusi, S.K.M, M.Kes, Ph.D dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku

Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberi masukan guna

penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat

bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Bapak Camat Medan Amplas, kepala kordinator dan seluruh staf PLKB

Kecamatan Medan Amplas, Bapak Lurah, ibu Kader, tokoh agama dan tokoh

masyarakat Harjosari II, seluruh informan yang telah bersedia menjadi informan

dalam penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

9. Seluruh keluarga tercinta terutama orangtua (ayahanda Alm. H. M. Jaim Saragih

dan ibunda Hj. Nurhaidah Purba), suami (M. Aulia Praja Ananda, SE) dan

Anakku tersayang (Muhammad Rafa At Taisyir Azmi) yang tidak henti-hentinya

memberikan dukungan, semangat, perhatian, motivasi, dan do‟a pada penulis

terutama dalam penyusunan tesis ini.

10. Seluruh teman-teman mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi yang telah

menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik

dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap

semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, September 2015


Penulis,

Nurhapni Saragih
137032050/IKM
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nurhapni Saragih, jenis kelamin perempuan, dilahirkan di

Silandoyung pada tanggal 20 Maret 1987, anak ketujuh dari delapan bersaudara dari

pasangan ayahanda ALM H. M. Jaim Saragih dan ibunda Hj. Nurhaidah Purba.

Penulis menikah pada tahun 2013 dengan M. Aulia Praja Ananda, dan dikaruniai 1

(satu) orang putra bernama Muhammad Rafa At Taisyir Azmi usia 8 Bulan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Impres selesai

tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama Madrasah Tsanawiyah TPI Silau Dunia

selesai tahun 2002, Sekolah Menengah Atas UISU Medan selesai tahun 2005,

Program D-III Kebidanan di Universitas Respati Indonesia Jakarta selesai tahun

2009, Program D-IV Bidan Pendidik di Universitas Respati Indonesia Jakarta selesai

tahun 2010. Pada tahun 2013-2015, penulis menempuh pendidikan di Program Studi

S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Kesehatan Reproduksi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU).

Pekerjaan penulis dimulai dari tahun 2009 sebagai Bidan Jaga Klinik Bersalin

di Jakarta, tahun 2010 sampai 2012 bekerja sebagai staf AKBID D-III di Universitas

Respati Indonesia Jakarta, dan sekarang untuk sementara waktu menjadi ibu rumah

tangga sambil menyelesaikan kuliah S2.


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................ 7
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9


2.1. Kontrasepsi ............................................................................... 9
2.1.1. Definisi Kontrasepsi...................................................... 9
2.1.2. Pemilihan Alat Kontrasepsi .......................................... 9
2.2. Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) ......................... 11
2.2.1. Definisi MOP ................................................................ 11
2.2.2. Persyaratan MOP .......................................................... 11
2.2.3. Macam-macam MOP .................................................... 12
2.2.4. Indikasi MOP ................................................................ 16
2.2.5. Kontraindikasi MOP ..................................................... 16
2.2.6. Keuntungan MOP ......................................................... 17
2.2.7. Kerugian MOP .............................................................. 17
2.2.8. Perawatan Pra MOP ...................................................... 18
2.2.9. Persiapan Pra Operasi ................................................... 19
2.2.10. Perawatan Pasca Operasi .............................................. 20
2.2.11. Kegagalan MOP ............................................................ 21
2.2.12. Komplikasi MOP .......................................................... 22
2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemakaian Alat
Kontrasepsi MOP...................................................................... 22
2.3.1. Umur ............................................................................. 22
2.3.2. Pendidikan..................................................................... 23
2.3.3. Jumlah Anak (Paritas) ................................................... 24
2.3.4. Pengetahuan .................................................................. 25
2.3.5. Sikap (Attitude) ............................................................. 26
2.3.6. Budaya .......................................................................... 30
2.3.7. Dukungan Istri .............................................................. 32
2.4. Landasan Teori ......................................................................... 32
2.5. Kerangka Pikir .......................................................................... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................. 36


3.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 36
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 36
3.2.1. Lokasi Penelitian ........................................................... 36
3.2.2. Waktu Penelitian ........................................................... 36
3.3. Informan Penelitian .................................................................. 37
3.4. Metode Pengumpulan Data....................................................... 37
3.4.1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview).................. 38
3.4.2. Observasi....................................................................... 38
3.4.3. Dokumentasi ................................................................. 39
3.5. Intrumen Penelitian ................................................................... 39
3.6. Metode Analisis Data ............................................................... 39
3.6.1. Membuat dan Mengatur Data yang Sudah
Dikumpulkan ................................................................ 40
3.6.2. Membaca dengan Teliti Data yang Sudah Diatur ......... 40
3.6.3. Harmonisasi .................................................................. 40
3.6.4. Unit-unit Makna ............................................................ 40
3.6.5. Deskripsi Tekstural ....................................................... 41
3.6.6. Deskripsi Struktural ...................................................... 41
3.6.7. Makna ........................................................................... 41

BAB 4. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 42


4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...................................................... 42
4.2. Penelusuran Informan Penelitian .............................................. 43
4.3. Pengalaman dengan Informan .................................................. 45
4.4. Hasil Wawancara ..................................................................... 46
4.4.1. Karakteristik Informan .................................................. 46
4.4.2. Pendidikan Informan ..................................................... 46
4.4.3. Jumlah Anak yang Dimiliki Informan .......................... 48
4.4.4. Pengetahuan Informan .................................................. 50
4.4.5. Sikap Informan.............................................................. 52
4.4.6. Dukungan Istri Informan............................................... 54
4.4.7. Budaya .......................................................................... 55
4.4.8. Sumber Informasi.......................................................... 57
BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................................. 59
5.1. Pengaruh Umur terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP .. 59
5.2. Pengaruh Pendidikan terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi
MOP .......................................................................................... 60
5.3. Pengaruh Jumlah Anak terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi
MOP .......................................................................................... 62
5.4. Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi
MOP .......................................................................................... 64
5.5. Pengaruh Sikap terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP .. 68
5.6. Pengaruh Dukungan Istri terhadap Pemakaian Alat
Kontrasepsi MOP...................................................................... 71
5.7. Pengaruh Budaya terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi
MOP .......................................................................................... 72
5.8. Pengaruh Sumber Informasi terhadap Pemakaian Alat
Kontrasepsi MOP...................................................................... 74

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 77


6.1. Kesimpulan ............................................................................... 77
6.2. Saran ......................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79

LAMPIRAN ......................................................................................................... 83
DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Karakteristik Informan .............................................................................. 46

Matriks 4.1. Jawaban Informan tentang Pertama Kali Mengetahui Informasi


MOP ................................................................................................. 47

Matriks 4.2. Jawaban Informan tentang Jumlah Anak ........................................ 48

Matriks 4.3. Jawaban Informan tentang KB MOP ............................................... 50

Matriks 4.4. Jawaban Informan tentang Keuntungan dan Kekurangan KB


MOP ................................................................................................. 51

Matriks 4.5. Jawaban Informan tentang Partisipasi Suami dalam KB MOP ....... 52

Matriks 4.6. Jawaban Informan tentang Dukungan Istri ...................................... 54

Matriks 4.7. Jawaban Informan tentang Budaya yang Berkaitan dengan KB


MOP ................................................................................................. 56

Matriks 4.8. Jawaban Informan tentang Sumber Informasi KB MOP ................. 57


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Teori Bertrand dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi ................. 34

2.2. Kerangka Pikir Penelitian.......................................................................... 35


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Inform Consent .......................................................................................... 83

2. Hasil Wawancara....................................................................................... 84

3. Dokumentasi Penelitian............................................................................ 100

4. Surat Izin Penelitian .................................................................................. 104


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun

1994 di Kairo telah merubah paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan,

yang semula berorientasi kepada penurunan fertilitas menjadi pengutamaan kesehatan

reproduksi perorangan dengan menghormati hak reproduksi setiap individu (Depkes,

2013).

Prinsip ke 4 (empat) International Conference Population and Development

(ICPD) yaitu peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan

penghapusan segala kekerasan terhadap perempuan untuk mengontrol fertilitasnya

adalah kunci dari program yang mengkaitkan masalah kependudukan dan

pembangunan. Peningkatan partisipasi pria dalam Keluarga Berencana (KB) dan

kesehatan reproduksi adalah langkah yang tepat dalam upaya mendorong kesetaraan

gender (Kumalasari, 2012).

Era baru program KB (Keluarga Berencana) Nasional yang dicanangkan sejak

tahun 1999, telah disepakati suatu paradigma dari aspek demografis (pengendalian

populasi dan penurunan fertilitas) menjadi lebih kearah pendekatan kesehatan

reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender.

Dengan demikian cakupan program KB semakin cukup luas antara lain meliputi

pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi setiap individu baik pria maupun


perempuan sepanjang siklus hidupnya, termasuk pemenuhan hak– hak reproduksi,

kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta tanggung jawab pria dalam

kaitannya dengan kesehatan reproduksi (Asih Leli, 2001).

Program Keluarga Berencana memiliki makna yang sangat strategis,

komprehensif dan fundamental dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan

sejahtera. UU RI No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya

mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,

melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk

mewujudkan keluarga yang berkualitas. Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk

membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki

jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan

cara, alat, dan obat kontrasepsi. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk

berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri,

memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab,

harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah dilaksanakan sejak

tahun 1970 dengan tujuan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera

(Prawirohardjo, 2002). Menurut WHO (World Healt Organitation) expert Commite

1970, Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri

untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang

memang sangat diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu


saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah

anak dalam keluarga (Suratun, 2008).

Salah satu cara untuk mengatasi masalah diatas adalah dengan mengikuti

program KB dengan pemakaian alat kontrasepsi. Adapun jenis-jenis kontrasepsi

terdiri dari metode sederhana dan metode modern. Metode sederhana terdiri dari KB

alamiah, coitus interuptus, metode barier, spermisida, sedangkan metode modern

terdiri dari KB hormonal (pil oral kombinasi, minipil, suntikan, dan implan). Intra

Uteri Device (IUD/AKDR), kontrasepsi mantap (MOW/MOP). Setiap jenisnya

memiliki kelebihan dan kelemahan tertentu (Everret, 2008).

MOP adalah alat kontrasepsi jenis sterilisasi melalui pembedahan dengan cara

memotong saluran sperma yang menghubungkan testikel (buah zakar) dengan

kantung sperma sehingga tidak ada lagi kandungan sperma di dalam ejakulasi air

mani pria (Proverawati, 2012). MOP adalah metode sterilisasi dengan cara mengikat

saluran sperma (vas deferens) pria (Atikah dkk, 2010). MOP merupakan suatu

metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat

efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum

(Hartanto, 2004).

MOP dapat menjadi salah satu alternatif kontrasepsi yang tepat apabila wanita

atau istri tidak dapat menggunakan kontrasepsi hormonal, intra uterine devices, atau

tubektomi. Wanita memilih tidak menggunakan atau berhenti memakai alat

kontrasepsi dengan alasan antara lain takut efek samping seperti gemuk atau bercak

bercak di kulit, mengalami ketidakcocokan dengan alat kontrasepsi sebelumnya, atau


riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes, migrain, depresi, penyakit jantung. Ada

manfaat yang menonjol dari metode KB MOP atau Vasektomi ini adalah : lebih

efektif, aman, sederhana, waktu operasi cepat hanya memerlukan waktu 5-10 menit,

menggunakan anestesi lokal, biaya rendah, secara budaya sangat dianjurkan untuk

negara yang penduduk wanitanya malu ditangani tenaga medis pria (Hartanto, 2004).

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB

dan kesehatan reproduksi diantaranya adalah rendahnya pengetahuan dan pemahaman

tentang kesehatan reproduksi, sikap dan perilaku suami, keterbatasan alat kontrasepsi

pria, faktor sosial budaya masyarakat, dan adanya rumor tentang vasektomi serta

pengunaan kondom untuk hal yang bersifat negatif.

Berdasarkan data SDKI tahun 2012, partisipasi suami dalam ber-KB secara

nasional hanya mencapai 2% di antaranya 1,8% akseptor kondom dan 0,2% akseptor

vasektomi. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi suami dalam

ber-KB masih rendah jika dibandingkan dengan sasaran nasional pada tahun 2012

yaitu 4,5%. Jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi suami dalam ber-

KB pada tahun 2006 di negara-negara berkembang seperti Pakistan sebanyak 5,2%,

Bangladesh sebanyak 13,9%, Nepal sebanyak 24%, Malaysia sebanyak 16,8% dan

Jepang sebanyak 80%. Dari data ini dapat dilihat bahwa Indonesia menempati angka

partisipasi suami dalam ber-KB yang paling rendah.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saptono (2008) di

Kabupaten Bantul bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap keikutsertaan pria

dalam KB. Sikap kepedulian terhadap masalah kesehatan reproduksi diyakini akan
meningkatkan keikutsertaan pria. Hal ini disebabkan karena selama ini adanya

kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa masalah KB adalah urusan kaum

perempuan dan pria tidak pernah terlibat. Sebab sikap terwujud dalam sebuah

tindakan yang bergantung pada situasi saat itu, dan pengalaman yang terjadi pada

seseorang mengacu dari pengalaman orang lain. Keikutsertaan dalam KB merupakan

perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tersebut. Sikap baik

keikutsertaan pria dalam KB merupakan perasaan yang memihak atau mendukung

terhadap upaya keikutsertaan. Sementara itu hasil penelitian Retno (2007) tentang

Faktor – faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan KB Vasektomi di Kecamatan

Johar Baru Kodya Jakarta Pusat ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara

umur, pendidikan, status pekerjaan, jumlah anak, dan sumber informasi dengan

akseptor vasektomi.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedis dan Reproduksi

Manusia pada tahun 1999 di DKI Jakarta dan DIY mengungkapkan bahwa rendahnya

peran suami dalam ber KB disebabkan karena kurangnya informasi tentang metode

KB pria, terbatasnya jenis kontrasepsi, dan terbatasnya tempat pelayanan KB pria.

Studi di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2001 juga mengungkapkan

penyebab rendahnya suami ber KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga

yaitu istri tidak mendukung (66%), adanya rumor di masyarakat bahwa vasektomi

sama dengan kebiri (47%), kurangnya informasi metode kontrasepsi pria dan

terbatasnya tempat pelayanan serta terbatasnya pilihan KB (6,2%). Dari studi tersebut

diketahui hanya satu dari tiga pria yang setuju dengan metode vasektomi dan
sebanyak 41% pria mengatakan bahwa kondom tidak disukai karena mengurangi

kenikmatan dalam berhubungan seksual (BKKBN, 2010).

Berdasarkan profil Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 sebanyak 1,630,298 (69,2%) peserta

KB aktif dari 2,354,389 jumlah PUS, diperoleh 467,092 (19,84%) peserta pil,

509,012 (21,62%) peserta suntikan, 217,703 (9,25%) peserta implan, 178,573

(7,58%) peserta IUD, 124,163 (5,27%) peserta kondom, 120,166 (5,10%) peserta

metode operatif wanita (MOW) dan 13,589 (0,6%) peserta metode operatif pria

(MOP) (BKKBN, 2014)

Berdasarkan profil Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) Kota Medan tahun 2014 sebanyak 53,085 peserta KB baru dari 326,233

jumlah PUS, diperoleh 17,118 peserta pil, 13,910 peserta suntikan, 7,345 peserta

implan, 5,688 peserta IUD, 5,652 peserta kondom, 2,878 peserta metode operatif

wanita (MOW) dan 495 peserta metode operatif pria (MOP). PUS yang bukan peserta

KB sebanyak 112,588 orang, dengan alasan karena ingin anak tunda (IAT) sebanyak

29,083 orang, tidak ingin anak lagi (TIAL) 37,247 orang, ingin anak segera (IAS)

39,209 orang, dan hamil 7,049 orang. Sedangkan peserta KB aktif diperoleh 189,495

peserta dari 61,559 peserta suntikan, 57,162 peserta pil, 25,274 peserta IUD, 16,790

peserta implant, 13,791 peserta MOW, dan 1,636 peserta MOP (BKKBN, 2014).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Medan

Amplas diperoleh bahwa pada tahun 2014 peserta KB baru sebanyak 3,718 dari

21,685 jumlah PUS, diperoleh 1,199 peserta pil, 974 peserta suntikan, 514 peserta
implant, 398 peserta IUD, 396 peserta kondom, 202peserta MOW, dan 35 peserta

MOP. Sementara PUS yang bukan peserta KB ada sebanyak 7,884 orang, terdiri dari

IAS 3,226 orang, TIAL 2,166 orang, IAT 2,078 orang, dan hamil 414 orang.

Sedangkan peserta KB aktif diperoleh 12,597 peserta dari 4,092 peserta suntikan,

3,800 peserta pil, 1,680 peserta IUD, 1,116 peserta implant, 917 peserta MOW, 883

peserta kondom, dan 109 peserta MOP (BKKBN, 2014). Sedangkan dikelurahan

Harjosari II diperoleh data peserta KB aktif sebanyak 3.861 dari 5.961 jumlah PUS,

1.358 peserta suntikan, 1.291 peserta pil, 533 peserta IUD, 363 peserta implant, 167

peserta kondom, 146 peserta MOW, dan 2 peserta MOP (PLKB, 2014).

Pada tahun 2014 kecamatan Medan Amplas termasuk 5 (lima) besar dengan

jumlah PUS tertinggi yang terdiri dari 7 kelurahan. Peneliti memilih kelurahan

Harjosari II sebagai tempat penelitian, alasannya karena di kelurahan Harjosari II

memiliki peserta PUS terbanyak dengan jumlah pemakaian alat kontrasepsi MOP

terendah yaitu hanya 2 orang.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian Analisis terhadap pemakaian alat kontrasepsi MOP di

Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas.

1.2. Permasalahan

Partisipasi pria sebagai peserta KB MOP di kelurahan Harjosari II sangat

tergolong rendah, dimana pada tahun 2014 peserta KB aktif sebanyak 3.861 dari

5.961 jumlah PUS dan ditemukan peserta dengan pemakai alat kontrasepsi MOP
hanya 2 orang. Pemakaian alat kontrasepsi MOP yang masih rendah ini menjadikan

suatu keprihatinan yang cukup serius karena peran pria dalam KB diharapkan dapat

menurunkan angka kelahiran dan mengontrol laju pertumbuhan penduduk yang pada

akhirnya mampu menciptakan generasi yang berkualitas dan dapat meningkatkan

derajat kesehatan ibu hamil, bersalin dan postpartum sehingga dapat menurunkan

AKI. Berdasarkan permasalan diatas maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah

bagaimana pengaruh umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap, dukungan

istri, budaya dan sumber informasi terhadap pemakaian alat kontrasepsi MOP di

Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas ?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis rendahnya pemakaian alat kontrasepsi MOP di Kelurahan

Harjosari II Kecamatan Medan Amplas.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Kesehatan (Badan KB dan PP kota Medan serta petugas kesehatan

di Kecamatan Medan Amplas) diperolehnya gambaran tentang pengaruh

pemakaian alat kontrasepsi MOP di Kelurahan Harjosari II sehingga dapat

diambil suatu kebijakan program untuk meningkatkan cakupan akseptor KB pria.

2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan dan bahan referensi untuk

penelitian selanjutnya.

3. Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang KB

MOP.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kontrasepsi

2.1.1. Definisi Kontrasepsi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti

“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur

yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari

kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat

adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud

dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang

aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun

tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).

Kontrasepsi adalah suatu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan

(Sarwono, 2002). Kontrasepsi adalah obat/alat untuk mencegah terjadinya konsepsi

(kehamilan) jenis kontrasepsi ada dua macam yaitu kontrasepsi yang mengandung

hormonal (pil, suntik dan implan) dan kontrasepsi non-hormonal (IUD, MOW,

Kondom, dan MOP).

2.1.2. Pemilihan Alat Kontrasepsi

Tidak ada satupun alat kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien

karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individu bagi setiap

klien. Namun secara umum persyaratan alat kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut:
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan

2. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat

mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keefektifan

dari suatu alat kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan teoritis, keefektifan

praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (theoritical effectiveness)

yaitu kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya

kehamilan yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terusmenerus

dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan

keefektifan praktis (use effectiveness) adalah keefektifan yang terlihat dalam

kenyataan di lapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu

yang mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan

lain-lain.

3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya

di masyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni

penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued

acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan

persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh

banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang

ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota).

4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali

kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap (Meilani, 2010).


2.2. Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP)

2.2.1. Definisi MOP

Metode Operasi Pria (MOP) atau yang biasa dikenal dengan vasektomi

merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman,

sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak

memerlukan anastesi umum (Hartanto, 2004).

MOP adalah metode sterilisasi dengan cara mengikat saluran sperma (vas

deferens) pria (Atikah dkk, 2010). MOP merupakan tindakan pada kedua saluran bibit

pria yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan

mendapat keturunan lagi (Prawirohardjo, 2005).

MOP adalah alat kontrasepsi jenis sterilisasi melalui pembedahan dengan cara

memotong saluran sperma yang menghubungkan testikel dengan kantung sperma

sehingga tidak ada lagi kandungan sperma di dalam ejakulasi air mani pria

(Proverawati, 2012).

2.2.2. Persyaratan MOP

Adapun persyaratan untuk menjadi akseptor KB MOP adalah sebagai berikut:

1. Umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun

2. Bahagia, artinya calon peserta KB terikat dalam perkawinan yang sah dan

harmonis yang telah memiliki jumlah anak yang cukup minimal 2 orang dan

yang paling kecil harus sudah berumur 4 tahun (Suratun, 2008).

3. Tidak ingin anak lagi, menghentikan fertilitas, ingin metode kontrasepsi yang

sangat efektif dan permanen.


4. Adanya masalah usia, paritas atau kesehatan yang dialami istrinya, di mana

kehamilan dapat menimbulkan risiko kesehatan atau mengancam keselamatan

jiwanya.

5. Harus secara sukarela artinya klien telah mengerti dan memahami segala akibat

prosedur vasektomi selanjutnya memutuskan pilihannya atas keinginan sendiri

dengan mengisi dan menandatangani persetujuan tindakan serta persetujuan istri

(informed concent) (Biran, 2013).

2.2.3. Macam-macam MOP

Saifuddin (2010) mengelompokkan dua cara teknik MOP yang dilakukan

kepada akseptor yaitu:

1. Vasektomi dengan Pisau Operasi

Teknik pemasangan vasektomi ini dilakukan pada daerah kulit skrotum pada

penis dan daerah tersebut dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti

larutan Iodofor (betadine) 0,75 %. Menutup daerah yang telah dibersihkan tersebut

dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar. Tepat di linea

mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestasi lokal (prokain atau

novakain atau xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal

serta proksimal vas deferens dideponir lagi masing-masing 0,5 ml.

Kulit skrotum diiris longitudinal 1–2 cm, tepat di atas vas deferens yang telah

ditonjolkan ke permukaan kulit. Setelah kulit dibuka, vas deferens dipegang dengan

klem, disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan

dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obat anestasi ke dalam fasia disayat
longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata (dapat dicapai jika pisau

cukup tajam) hingga memudahkan penjahitan kembali.

Setelah fasia vas deferens dibuka terlihat vas deferens yang berwarna putih

mengkilat seperti mutiara. Selanjutnya vas deferens dan fasianya dibebaskan dengan

gunting halus berujung runcing. Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat

dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan

dipotong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut

untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik

perdarahan, jangan terlalu banyak, karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti

arteri testikularis atau deferensialis yang berakibat kematian testis itu sendiri.

Potonglah diantara 2 ikatan tersebut sepanjang 1 cm. Selanjutnya

menggunakan benang sutra 1 cm untuk mengikat vas tersebut. Ikatan tidak boleh

terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.

Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan

interposisi fasia vas deferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian

rupa, vas deferens bagian distal (sebelah ureteral dibenamkan dalam fasia dan vas

deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak di luar fasia. Cara ini akan

mencegah timbulnya kemungkinan rekanalisasi. Lakukan kembali tindakan untuk vas

deferens yang sebelahnya. Dan setelah selesai, tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain

catgut No. 000 kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan

kasa steril dan diplester.


2. Vasektomi tanpa Pisau Operasi

Penis diplester ke dinding perut. Daerah kulit skrotum dibersihkan dengan

cairan yang merangsang seperti larutan Iodofor (betadine). Tutuplah daerah yang

telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum

ditonjolkan keluar. Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi

anestasi local (prokain atau novakain atau xilokain 1 %) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan

masuk dan di daerah distal, kemudian dideponir lagi masing-masing 3-4 ml.

Prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri. Vas deferens dengan kulit

skrotum yang ditegangkan difiksasi di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah

skrotum. Kemudian klem direbahkan ke bawah sehingga vas deferens mengarah ke

bawah kulit. Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di

sebelah distal lingkaran klem sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut

45 derajat.

Sewaktu menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena vas deferens kemudian

klem diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan dalam keadaan tertutup ujung

klem dimasukkan kembali dalam lobang tusukan, searah jalannya vas deferens.

Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit

sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu

dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat. Dengan ujung klem diseksi

menghadap ke bawah, tusukkan salah satu ujung klem ke dinding vas deferens dan

ujung klem diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap ke atas.

Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens.
Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens yang

sudah telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.

Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan

pelan-pelan ke bawah dengan klem diseksi. Kalau lobang telah cukup luas, lalu klem

diseksi dimasukkan ke lobang tersebut. Kemudian dibuka ujung-ujung klem pelan-

pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas

deferens yang bebas. Vas deferens di-crush secara lunak dengan klem diseksi,

sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3-0. Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5

cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak

dipotong.

Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas deferens dalam

skrotum. Tarik pelan-pelan benang pada puntung yang distal. Pegang secara halus

fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia dengan mengikat

sedemikian rupa sehingga puntung bagian epididimis tertutup dan puntung distal ada

di luar fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang.

Maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam

skrotum. Untuk vas deferens sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang

sama. Kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya aproksimasikan

dengan band aid atau tensoplas.


2.2.4. Indikasi MOP

MOP merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi

reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan

pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Saifuddin, 2006).

2.2.5. Kontraindikasi MOP

Kontraindikasi pada penggunaan MOP yaitu:

1. Infeksi kulit lokal, misalnya scabies.

2. Infeksi traktus genetalia.

3. Kelainan skrotum dan sekitarnya :

a. Varicocele, yaitu pembesaran vena di dalam skrotum

b. Hydrocele besar (penumpukan cairan).

c. Hernia inguinalis, yaitu prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di

atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup

yang bersifat kongenital.

d. Orchiopexy, yaitu fiksasi testis yang tidak turun pada skrotum.

e. Luka parut bekas operasi hernia.

f. Skrotum yang sangat tebal.

4. Penyakit sistemik :

a. Penyakit - penyakit perdarahan.

b. Diabetes mellitus.

c. Penyakit jantung koroner yang baru.

d. Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil.

(Hartanto, 2004).
2.2.6. Keuntungan MOP

Pada setiap pemakaian alat kontrasepsi selalu ditemukan keuntungan dan

kerugian dari masing-masing alat kontrasepsi tersebut, tidak terkecuali alat

kontrasepsi MOP. Adapun keuntungan menggunakan KB MOP diantaranya adalah:

1. Efektif, karena tingkat kegagalannya kecil dan merupakan metode kontrasepsi

yang permanen.

2. Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas.

3. Sederhana, sehingga pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit.

4. Cepat, hanya memerlukan waktu 5 - 10 menit.

5. Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anastesi lokal saja.

6. Biaya rendah, yang paling penting adalah persetujuan pasangan.

7. Tidak ada efek samping jangka panjang, sehingga tidak berpengaruh terhadap

kemampuan maupun kepuasan hubungan seksual.

8. Secara kultural, sangat dianjurkan di negara - negara dimana wanita merasa malu

untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita dan

paramedis wanita.

(Hartanto, 2004).

2.2.7. Kerugian MOP

Adapun kerugian dalam menggunakan KB MOP yaitu:

1. Diperlukan suatu tindakan operatif, harus dilakukan pembedahan dan harus

menunggu sampai sel mani menjadi negatif.

2. Kadang - kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau infeksi.


3. Kontrasepsi mantap pria belum memberikan perlindungan total sampai semua

spermatozoa yang sudah ada di dalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusi

vas deferens dikeluarkan.

4. Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan, sebelum itu pasangan harus

menggunakan kondom.

5. Problem psikologis yang berhubungan dengan perilaku seksual mungkin

bertambah parah setelah tindakan operatif yang menyangkut sistem reproduksi

pria.

(Hartanto, 2004).

2.2.8. Perawatan Pra MOP

Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui indikasi, kontraindikasi dan hal -

hal lain yang diperlukan untuk kepentingan calon peserta MOP, sebaiknya dilakukan

oleh yang akan melakukan pembedahan:

1. Anamnesis

a. Identitas calon peserta serta pasangannya.

b. Umur peserta.

c. Jumlah anak hidup dan umur anak terkecil yang ada.

d. Metode kontrasepsi yang pernah digunakan istri serta metode kontrasepsi

yang saat ini digunakannya.

e. Riwayat penyakit yang pernah diderita.

f. Perilaku seksual calon peserta dan pasangannya.

g. Adakah pengalaman perdarahan yang terlalu lama apabila luka.


2. Pemeriksaan fisik

Lakukan pemeriksaan fisik dengan lengkap termasuk tanda vital, kardiovaskuler,

paru - paru, ginjal, serta genetalia. Apabila ditemukan keadaan yang abnormal

lakukan rujukan sesuai dengan keluhan dan kelainan yang ditemukan.

3. Pemeriksaan laboraturium

a. Pemeriksaan urine lengkap (minimal protein dan reduksi).

b. Pemeriksaan darah lengkap minimal hemoglobin, leukosit, blooding time

dan closing time.

Hasil pemeriksaan pra operasi harus disimpulkan, untuk menetapkan ada

tidaknya kontraindikasi tindakan pembedahan.

2.2.9. Persiapan Pra Operasi

Adapun persiapan yang perlu disampaikan kepada klien sebelum operasi

adalah:

1. Jelaskan secara lengkap mengenai tindakan MOP termasuk mekanisme dalam

mencegah kehamilan dan efek samping yang mungkin terjadi.

2. Berikan nasehat untuk perawatan luka bekas pembedahan kemana minta

pertolongan bila terjadi kelainan atau keluhan sebelum waktu kontrol.

3. Berikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah tindakan

pembedahan.

4. Klien dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga skrotum.

5. Anjurkan calon peserta puasa sebelum operasi atau sekurang - kurangnya 2 jam

sebelum operasi.
6. Datang ke klinik dengan diantar anggota keluarga atau teman yang telah dewasa.

7. Rambut pubis yang cukup panjang digunting pendek dan dibersihkan dengan

sabun dan air serta dilanjutkan dengan cairan antiseptik.

2.2.10. Perawatan Pasca Operasi

Hal yang perlu diperhatikan setelah operasi adalah :

1. Akseptor diminta untuk beristirahat dengan berbaring selama 15 menit sebelum

dibenarkan pulang.

2. Amati perdarahan dan rasa nyeri pada luka.

3. Beri nasehat sebelum pulang :

a. Istirahat selama 1 - 2 hari dengan tidak bekerja berat dan naik sepeda.

b. Menjaga bekas luka operasi jangan basah dan kotor, gunakan celana dalam

yang bersih.

c. Anjurkan untuk menghabiskan obat yang diberikan sesuai dengan petunjuk

dokter.

d. Datang ke klinik 1 minggu kemudian, 1 bulan dan 3 bulan kemudian untuk

pemeriksaan.

e. Segera kembali apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat atau

ada muntah dan sesak nafas.

f. Boleh berhubungan seksual dengan istri tetapi harus menggunakan alat

kontrasepsi kondom, paling tidak 15 kali senggama atau sampai hasil

pemeriksaan sperma nol. Setelah itu boleh berhubungan bebas tanpa kondom.
4. Komplikasi yang Terjadi

Komplikasi atau gangguan yang mungkin timbul pasca operasi adalah:

a. Perdarahan, apabila perdarahan sedikit cukup diobservasi aja tetapi bila

perdarahan agak banyak segera dirujuk ke RS yang memiliki fasilitas lengkap.

Setiap ada pembengkakan di daerah skrotum harus dicurigai adanya

perdarahan.

b. Hematoma, biasanya terjadi bila di daerah skrotum diberi beban yang terlalu

berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama, naik kendaraan dijalan yang

rusak.

c. Infeksi bisa terjadi pada kulit, epididimis atau orkitis.

d. Granuloma sperma, dapat terjadi 1 - 2 minggu setelah operasi dirasakan

adanya benjolan kenyal dan agak nyeri yang terjadi pada ujung proksimal vas

deferen atau pada epididimis. Terjadi sekitar 0,1% dari kasus.

e. Kegagalan masih mungkin dijumpai 0 - 2,2%, umumnya <1

2.2.11. Kegagalan MOP

MOP dianggap gagal apabila :

1. Pada analisa sperma setelah 3 bulan pasca operasi atau 10- 15 kali ejakulasi

masih dijumpai spermatozoa.

2. Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azosperma.

3. Istri (pasangan) hamil

(Saifuddin, 2006).
2.2.12. Komplikasi MOP

Komplikasi MOP sangat jarang terjadi, walaupun begitu tetap diwaspadai

kemungkinan terjadinya komplikasi, sehingga perlu adanya beberapa kondisi yang

memerlukan perhatian khusus bagi tindakan MOP yang mungkin dapat menimbulkan

komplikasi diantaranya adalah:

1. Infeksi kulit pada daerah operasi

2. Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien.

3. Hidrokel atau varikokel yang besar, yaitu pembesaran vena di dalam skrotum.

4. Hernia inguinalis, yaitu prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas

kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang

bersifat kongenital.

5. Undesensus, yaitu gangguan perkembangan yang ditandai dengan gagalnya

penurunan salah satu atau kedua testis secara komplit kedalam skrotum.

6. Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan anti

koagulansia.

(Saifuddin, 2006).

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP

2.3.1. Umur

Kesehatan pasangan usia subur sangat mempengaruhi kebahagiaan dan

kesejahteraan keluarga waktu melahirkan, jumlah kelahiran atau banyaknya anak

yang dimiliki dan jarak anak tiap kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah satu
faktor seseorang untuk menjadi akseptor MOP, sebab umur berhubungan dengan

potensi reproduksi dan juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang melakukan

vasektomi sebagai cara kontrasepsi (BKKBN, 1993).

Umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun. Pada umur tersebut

kemungkinan calon peserta sudah memiliki jumlah anak yang cukup dan tidak

menginginkan anak lagi. Apabila umur calon akseptor kurang dari 30 tahun,

ditakutkan nantinya akan mengalami penyesalan seandainya masih menginginkan

anak lagi. Umur istri tidak kurang dari 20 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun. Pada

umur istri antara 20-45 tahun bisa dikatakan istri dalam usia reproduktif sehingga

masih bisa hamil. Sehingga suami bisa memakai alat kontrasepsi MOP.

Sementara menurut Suprihastuti (2000), bila dilihat dari segi usia, umur

pemakai alatkontrasepsi MOP cenderung lebih tua dibanding yang lain. Indikasi ini

memberi petunjuk bahwa kematangan pria juga ikut mempengaruhi untuk saling

mengerti dalam kehidupan keluarga.

2.3.2. Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang di rencanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga dapat

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Tingkat pendidikan

mempunyai hubungan yang erat dengan faktor-faktor sosial prilaku demografi,

seperti pendapatan, gaya hidup dan status kesehatan. Pendidikan juga merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah

menerima ide dan teknologi baru (Sobur, 2003).


Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan KB,

tetapi juga pemilihan suatu metode (Wulansari, 2002). Menurut Siagian (1999),

menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi

keinginannya untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.

Penggunaan pengetahuan akan meningkatkan pemahaman seseorang terhadap suatu

objek yang tentu saja akan mempengaruhi persepsinya terhadap objek tertentu.

Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian

kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk

menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang berpendidikan kecenderungan

lebih sadar untuk menerima program KB (Dewi, 2012).

2.3.3. Jumlah Anak (Paritas)

Paritas dapat mempengaruhi kehamilan, paritas 2-3 (multipara) merupakan

paritas paling aman untuk melahirkan ditinjau dari sudut kematian maternal, risiko

paritas dapat ditangani dengan asuhan obstetric, sedangkan pada paritas tinggi dapat

dikurangi atau dicegah dengan KB, sebagian paritas tinggi tidak direncanakan.

Untuk mendapatkan efektivitas pemakaian alat kontrasepsi yang baik, banyak ibu

paritas multipara yang memilih menggunakan alat kontrasepsi yang efektif.

Berkaitan dengan paritas ibu yang memilih drop out dalam penggunaan akseptor

KB karena jumlah anak masih 1 orang (primipara), ataupun 2 orang (scundipara)

karena ibu masih menginginkan mempunyai anak 1 atau 2 orang lagi (Wiknjosastro,

2011).
2.3.4. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari

pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat

dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2010).

2.3.4.1. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup di dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: (Notoatmodjo, 2010).

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu "tahu" ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,

menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterpretasikan secara


benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi terus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap suatu objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.3.5. Sikap (Attitude)

Sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu

perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni
dari individu (purely physic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses

kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara subjektif dan

unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan

individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan

dikelola oleh individu (Wawan & Dewi, 2010).

Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi (2007), menyatakan sikap sebagai

kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek

psikologis. Obyek psikologis disini meliputi simbol, kata-kata, slogan, orang,

lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu

objek psikologis apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya

orang yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak

suka atau sikap (unfavorable) terhadap obyek psikologis.

Menurut Allport dalam Rakhmat (2008) melihat sikap sebagai kesiapan saraf

(neural setting) sebelum memberikan respon. Sementara Sheriff dalam Rakhmat

(2008), sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses

belajar. Dari kedua definisi tersebut Rakhmat (2008) menyimpulkan dalam

beberapa hal, yaitu pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,

berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan

perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara

tertentu terhadap objek sikap. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau

motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Keempat, sikap mengandung aspek

evaluatif. Dan kelima, sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi

merupakan hasil belajar.


Menurut Ahmadi (2007), sikap individu dapat dibedakan menjadi dua bagian

yaitu:

1. Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,

mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana

individu berada.

2. Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan

atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu

berada.

Apabila individu memiliki sikap positif terhadap suatu obyek ia akan siap

membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu.

Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia

akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan (Ahmadi, 2007).

2.3.5.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang memengaruhi sikap individu terhadap objek sikap antara

lain :

a. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor

emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau

searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari

konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap

berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya,

karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu

masyarakat asuhannya.

d. Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya,

berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung

dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap

konsumennya.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada

gilirannya konsep tersebut memengaruhi sikap.

f. Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi

yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk.

Menurut Notoatmodjo (2010) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus

yang diberikan.
2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dan segala risiko adalah

merupakan sikap yang paling penting.

2.3.6. Budaya

Budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompok tertentu yang

dipelajari dan ditanggung bersama. Yang termasuk didalamnya adalah pemikiran,

penuntun keputusan dan tindakan dan prilaku seseorang. Selain itu nilai budaya dalah

merupakan suatu keinginan individu atau cara bertindak yang dipilih atau

pengetahuan terhadap sesuatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga

mempengaruhi tindakan dan keputusan.

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), budaya adalah merupakan

faktor predisposisi yang dapat menjadi faktor pendukung atau faktor penghambat

suatu prilaku kesehatan seperti Akseptor KB tidak memilih MOP sebagai alat

kontrasepsi.

Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya

masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan

jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam

sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Nilai budaya sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2002) adalah konsep-

konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat,

mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Dan suatu

sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi sebagai pedoman

tertinggi bagi kelakuan manusia.

Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi tidak

terlepas dari faktor perilaku yang dipengaruhi faktor budaya, dimiliki oleh masing-

masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat

dijelaskan dengan teori perilaku Health Belief Model, menyatakan bahwa perilaku

manusia akan ada apabila: mereka merasa rentan terhadap suatu permasalahan

kesehatan, mereka merasa berat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi, meyakini

efektifitas dari tindakan yang dilakukan, tidak mahal, dan ada anjuran petugas

(Notoatmodjo, 2007).

Suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam

proses adopsi inovasi. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan

seseorang sehingga menjadi penting dalam memengaruhi perilaku individu

sedangkan sikap merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan pada

tata nilai yang ada.

Sejumlah faktor budaya mempengaruhi akseptor dalam memilih metode

kontrasepsi. Nilai agama merupakan bagian penting dari nilai budaya kelompok yang

memiliki satu agama dominan. Nilai agama bila dikaitkan dengan budaya manapun

dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan, salah satunya keluarga berencana.


2.3.7. Dukungan Istri

Dukungan sosial keluarga khususnya istri merupakan salah satu faktor

pendorong (reinforcing factors) yang dapat mempengaruhi perilaku suami dalam

berperilaku. Dukungan istri dalam pemilihan alat kontrasepsi merupakan bentuk

dukungan nyata dari kepedulian dan tanggung jawab para anggota keluarga. Peran

atau partisipasi suami istri dalam Keluarga Berencana (KB) antara lain

menyangkut: pemakaian alat kontrasepsi, tempat mendapatkan pelayanan, lama

pemakaian, efek samping dari penggunaan kontrasepsi, dan siapa yang harus

menggunakan kontrasepsi.

Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria dalam

kesehatan reproduksi terutama dalam pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan

hidup ibu dan anak, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, istri,

dan keluarganya.

2.4. Landasan Teori

Menurut BKKBN (2010), hal yang mendasar dalam pelaksanaan

pengembangan program partisipasi suami untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan

gender adalah dalam bentuk perubahan kesadaran, sikap, dan perilaku pria atau suami

maupun isterinya tentang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Untuk

meningkatkan kesertaan KB pria, yang utama hendaklah diberi pengetahuan yang

cukup tentang KB dan kesehatan reproduksi. Pengelola seyogyanya memahami

pengetahuan, sikap dan perilaku dalam berbagai isu serta memahami dalam hubungan

pembagian kekuasaan antara suami dan istri.


Penyebab rendahnya partisipasi suami dalam ber-KB adalah keterbatasan

pengetahuan suami tentang kesehatan reproduksi dan paradigma yang berkaitan

dengan budaya patriarki dimana peran suami lebih besar dari pada wanita.

Ketidaksetaraan gender dan kesehatan reproduksi sangat berpengaruh pada

keberhasilan program KB. Sebagian besar masyarakat masih mengganggap bahwa

penggunaan kontrasepsi adalah urusan wanita saja.

Menurut BKKBN (2008), rendahnya penggunaan kontrasepsi oleh pria

terutama karena keterbatasan macam dan jenis kontrasepsi pria serta rendahnya

pengetahuan dan pemahaman tentang hak-hak reproduksi serta rendahnya partisipasi

pria dalam pelaksanaan program KB baik dalam praktik KB, mendukung istri dalam

menggunakan kontrasepsi, sebagai motivator atau promotor dan merencanakan

jumlah anak. Faktor lain adalah (a) Kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat

dan keluarga yang masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting

dilakukan, (b) Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya dalam ber KB

rendah, dan (c) Keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas pelayanan kontrasepsi pria,

selain itu juga karena pelayanan KIP/Konseling kontrasepsi pria masih terbatas, (d)

Adanya anggapan, kebiasaan serta persepsi dan pemikiran yang salah yang masih

cenderung menyerahkan tanggung jawab KB sepenuhnya kepada para istri atau

perempuan.

Wahyuni (2013), menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya

penggunaan kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng yaitu

pengetahuan dan sikap tentang vasektomi dan dukungan keluarga. Penelitian yang

dilakukan Budisantoso (2009), menunjukkan bahwa dukungan istri berhubungan


dengan suami dalam ber KB (vasektomi dan kondom) di Kecamatan Jetis Kabupaten

Bantul. Penelitian Rustam (2006), partisipasi pria dalam praktik metode KB modern

di Indonesia dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi yang meliputi pengetahuan,

umur istri, pendidikan suami, jumlah anak masih hidup dan sikap terhadap program

KB.

Pemikiran penggunaan kontrasepsi yang digunakan mengadopsi kerangka

pikir dari Bertrand (1980) yaitu :

Sosio Demografi :
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Penghasilan
4. Budaya Pemakaian Alat
Sosio Psikologis : Kontrasepsi
5. Kepercayaan
6. Kepuasan
7. Keluarga
Pemberi Pelayanan:
1. Kemampuan Petugas
2. Sumber Pelayanan

Gambar 2.1. Kerangka Teori Bertrand dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi

Teori Bertrand yang telah dimodifikasi, prilaku kesehatan berperan dalam

menentukan keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana, tiga faktor yang

berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi atau KB yaitu faktor

sosiodemografi, faktor sosio psikologis, faktor pemberi pelayanan.

Faktor sosiodemografi adalah pendidikan, jumlah anak, pekerjaan dan

sebagainya. Dari segi umur kelompok umur 20-35 tahun dengan jumlah anak tiga
anak atau lebih merupakan kelompok wanita terbesar menggunakan alat kontrasepsi,

faktor agama juga berhubungan dengan penerimaan alat kontrasepsi.

Termasuk dalam faktor sosio psikologis adalah kepercayaan, kepuasan, peran

keluarga dalam pelayanan KB, hal ini dapat diumpamakan jika terjadi desas-desus

dari efek samping kontrasepsi maka kepercayaan masyarakat untuk memakai MOP

akan berkurang dan jika keluarga atau pasangan tidak mengijinkan untuk

menggunakan alat kontrasepsi tertentu maka memungkinkan untuk tidak menjadi

akseptor MOP.

Pemberi pelayanan adalah tenaga kesehatan yang memberikan informasi dan

pelayanan dalam pemakaian MOP. Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas

khususnya informasi tentang KB MOP dapat mempengaruhi seseorang untuk

menggunakan KB tersebut.

2.5. Kerangka Pikir

Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat

digambarkan kerangka pikir dalam penelitian ini sebagai berikut :

Kurangnya
Derajat kesehatan
kepedulian kaum pria
Rendahnya ibu hamil,
yang beranggapan TFR
peserta KB melahirkan dan
bahwa KB adalah Meningkat
MOP postpartum
urusan kaum
beresiko
perempuan

AKI
Meningkat

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, yaitu penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik,

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong,

2007). Menurut Moleong (2011) dalam pandangan fenomenologis berusaha

memahami arti peristiwa dengan kaitan – kaitannya terhadap orang – orang biasa

dalam situasi tertentu.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Kelurahan Harjosari II Kecamatan

Medan Amplas.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari - Juli 2015. Diawali dengan

penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, pengumpulan data,

pengolahan data, analisis data, dan penyusunan laporan akhir.


3.3. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Akseptor KB MOP : 2 orang

2. Istri akseptor KB MOP : 2 orang

3. Suami Pasangan Usia Subur (keluarga tidak ber-KB) : 3 orang

4. Akseptor KB perempuan : 1 orang

5. PLKB : 1 orang

6. Tokoh Masyarakat : 1 orang

7. Tokoh Agama islam : 1 orang

8. Tokoh agama kristen : 1 orang

Total seluruh informan dalam penelitian ini adalah 12 orang. Sebelum

melakukan penelitian peneliti terlebih dahulu mendata untuk mencari nama dan

alamatnya agar mempermudah dalam melakukan penelitian. Mengenai jumlah

informan adalah berdasarkan kecukupan dan kesesuaian yang artinya dari beberapa

informan dilakukan wawancara sampai jawaban yang ditanyakan memiliki hampir

sama semua jawaban yang dilakukan peneliti.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumentasi. Adapun metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:


3.4.1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini dengan dua bentuk, yaitu

wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Adapun wawancara

terstruktur dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sesuai

dengan permasalahan yang akan diteliti. Sedang wawancara yang tidak terstruktur

dilakukan apabila adanya jawaban berkembang diluar pertanyaan-pertanyaan

terstruktur namun tidak terlepas dari permasalahan penelitian. Wawancara dilakukan

terhadap informan dengan mendatangi rumah informan pada jam istirahat informan

agar wawancara dapat berjalan lancar sesuai yang diharapkan oleh peneliti,

sedangkan lama wawancara ditetapkan berdasarkan pada informasi yang digali

apakah sudah cukup atau belum. Wawancara dilakukan berdasarkan panduan

wawancara yang telah disusun dan peneliti akan mengembangkan pertanyaan yang

disesuaikan dengan jawaban informan.

3.4.2. Observasi

Observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti bisa direalisasikan dengan

cara mencatat berupa informasi yang berhubungan dengan informan dalam penelitian

ini serta mengamati bagaimana proses kerja PLKB dalam menjalankan strategi

promosi KB MOP pada masyarakat. Dengan observasi secara langsung, peneliti dapat

memahami konteks data dalam berbagai situasi, maksudnya dapat memperoleh

pandangan secara menyeluruh. Untuk itu peneliti dapat melakukan pengamatan

secara langsung dalam mendapatkan bukti yang terkait dengan objek penelitian.

Dalam penelitian ini teknik observasi digunakan untuk memperkuat data. Dengan
demikian hasil observasi ini sekaligus untuk mengkonfirmasikan data yang telah

terkumpul melalui wawancara dengan kenyataan yang sebenarnya.

3.4.3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini berupa hasil wawancara yang sudah

direkam dalam voice recorder atau handphone, beberapa gambar informan yang

diambil pada saat wawancara berlangsung, dan catatan tertulis yang dibuat peneliti

selama penelitian yang tidak ditemukan dalam wawancara.

3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data utama dalam penelitian ini adalah peneliti

sendiri. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan panduan wawancara yang

dibuat sendiri oleh peneliti. Instrumen pengumpulan data lainnya yang digunakan

dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera atau handphone untuk mengambil

beberapa gambar pada saat penelitian berlangsung, dan alat perekam suara dengan

menggunakan voice recorder atau handphone untuk dapat merekam pembicaraan

pada saat wawancara berlangsung. Setelah wawancara selesai, peneliti menanyakan

kembali kepada informan untuk dapat menerima kedatangan peneliti apabila masih

ada data yang diperlukan lagi nantinya.

3.6. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti turun ke lapangan. Langkah-langkah

analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


3.6.1. Membuat dan Mengatur Data yang Sudah Dikumpulkan

Penulis melakukan transkripsi pada tahapan ini, yaitu memindahkan hasil

wawancara yang masih dalam bentuk pernyataan lisan ke dalam bentuk tulisan.

Sejumlah data sebagai identitas penulis cantumkan pada lembar transkrip, seperti

inisial informan, tanggal wawancara, tempat wawancara, dan waktu wawancara.

3.6.2. Membaca dengan Teliti Data yang Sudah Diatur

Setelah tahap transkripsi dan pengaturan data penulis kemudian membaca

dengan teliti semua data yang sudah penulis kumpulkan dari tempat penelitian secara

berulang-ulang, tujuannya adalah untuk memeriksa ulang apakah semua data yang

dikumpulkan sudah cukup tersedia untuk melakukan analisis penelitian. Apabila

masih ada data yang kurang tergali atau ada data yang perlu diklarifikasi ulang

penulis kembali lagi ke tempat penelitian untuk melengkapi data tersebut.

3.6.3. Horisonalisasi

Memilah-milah data yang penting dan tidak penting. Data hasil wawancara

yang dianggap penting dan relevan dengan penelitian, peneliti memisahkan data

tersebut kemudian penulis mengolah dan menyisihkan data yang dianggap tidak

penting.

3.6.4. Unit-unit Makna

Peneliti memilih ungkapan-ungkapan informan yang memberi makna untuk

mengungkap hal yang ingin penulis teliti.


3.6.5. Deskripsi Tekstural

Penulis memilih pernyataan-pernyataan informan penelitian lalu ditulis

sebagai unit makna. Pernyataan disini merupakan pernyataan asli dari informan.

3.6.6. Deskripsi Struktural

Penulis memikirkan dan menanggapi ungkapan informan penelitian, sehingga

ungkapan informan dianggap sebagai data yang penting dan mendukung penelitian

ini.

3.6.7. Makna

Peneliti membaca kembali hasil deskripsi struktural lalu diambil makna atau

esensinya yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dengan menggunakan matriks.

Data yang telah dikumpulkan ataupun yang telah dinarasikan kedalam matriks

penelitian akan dibahas dan dianalisis dengan menggunakan teori-teori yang

mendukung dan pustaka yang ada terkait dengan penelitian ini.

3.7. Keabsahan Data

Untuk menjamin keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

triangulasi sumber data, yaitu buku, jurnal, dan hasil wawancara. Membaca berbagai

referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait

dengan temuan yang diteliti. Selain itu dengan penyediaan laporan penelitian dimana

peneliti menyimpan semua arsip, materi selama proses penelitian, dan jika didapat

hal-hal yang kurang jelas maka peneliti melakukan konfirmasi kepada informan.
BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas.

Kelurahan Harjosari II memiliki luas wilayah yaitu sebesar 4,59 km2 dengan batas-

batas sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Suka Maju

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Timbang Deli

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Durian /Kelurahan Suka Maju

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Harjosari I.

Kelurahan Harjosari II yang dipimpin oleh seorang Lurah, saat ini terbagi atas

17 Lingkungan, 22 RW, 98 RT dan 89 Blok Sensus. Jumlah penduduk kelurahan

Harjosari II adalah 34.240 jiwa, yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 17.001

jiwa dan perempuan 17.239 jiwa dengan jumlah KK 8.560 KRT. Rata – rata anggota

rumah tangga 4 orang. Tercatat sebanyak 99 penduduk yang lahir sepanjang tahun

2014 di kelurahan Harjosari II, sedangkan 64 orang yang meninggal. Mobilitas

penduduk di kecamatan inipun juga cukup ramai yakni selama tahun 2014 tercatat

112 orang datang dan 67 orang pindah dari kelurahan ini.

Jumlah pegawai negeri yang ada di kelurahan Harjosari II adalah 6 orang.

Jumlah pertahanan sipil 28 orang yang terdiri dari kamra 5 orang, wanra 6 orang, dan

linmas 17 orang. Adapun mata pencaharian warga terdiri dari 220 jiwa pegawai
negeri, 785 jiwa pegawai swasta, 225 jiwa pegawai ABRI, 25 jiwa petani, 2.175 jiwa

pedagang, 120 jiwa pensiunan, 403 jiwa lainnya.

Agama yang ada dikelurahan Harjosari II terdiri dari agama Islam 23.841

jiwa, agama Kristen 7.134 jiwa, agama Budha 655 jiwa dan Hindu 12 jiwa. Jumlah

sarana ibadah keseluruhan 28 yang terdiri dari 13 Mesjid, 8 Langgar, 6 Gereja, 1

klenteng. Tercatat bahwa di kelurahan Harjosari II tidak terdapat satu pun puskesmas

dan rumah sakit. Sedangkan fasilitas kesehatan lainnya seperti BPU dan BKIA, sudah

ada. Jumlah posyandu 14, dokter 12, dan bidan 12. Di kelurahan Harjosari II

diperoleh data peserta KB aktif sebanyak 3.861 dari 5.961 jumlah PUS, 1.358 peserta

suntikan, 1.291 peserta pil, 533 peserta IUD, 363 peserta implant, 167 peserta

kondom, 146 peserta MOW, dan 2 peserta MOP.

Perusahaan industri di kelurahan Harjosari II sudah mulai bermunculan,

terutama industri kecil terdapat sebanyak 2 industri, industri besar 3 industri dan

kerajinan rumah tangga 3. Sejumlah swalayan dan pertokoan sudah mulai ramai

mendukung kegiatan perekonomian dikelurahan Harjosari II, diantaranya terdapat 51

kelompok pertokoan dan 2 swalayan. Jumlah SPBU ada 1 dan agen minyak tanah ada

6.

4.2. Penelusuran Informan Penelitian

Penelusuran informan penelitian dimulai saat bertemu dengan PLKB

Harjosari II yaitu ibu F pada tanggal 25 Mei 2015. Ibu F merekomendasikan kepada

saya untuk bertemu dengan salah satu ibu PKK kelurahan Harjosari II yaitu ibu G
supaya dapat membantu saya bertemu dengan informan penelitian lainnya. Peneliti

mempertimbangkan tempat tinggal calon informan yang mudah dijangkau untuk

mengantisipasi timbulnya kendala penelitian karena jarak tempat tinggal. Penelusuran

informan pertama dan kedua dilakukan kepada akseptor MOP yang tinggal di jalan

Bajak IV dan Bajak V.

Penelusuran kedua informan ini dilakukan pada hari dan tanggal yang sama,

hanya saja waktunya yang berbeda. Penelusuran informan yang tinggal di jalan Bajak

IV pada tanggal 1 Juni 2015 di rumah informan pada pukul 17.00 WIB. Sedangkan

informan yang tinggal di Bajak V pada tanggal 1 Juni 2015 dirumah informan pada

pukul 19.30 WIB. Setelah dilakukan tanya jawab kesediaan menjadi informan maka

dibuat kesepakatan waktu untuk dapat dilakukan wawancara mendalam tentang

keikutsertaan akseptor dalam KB MOP. Kedua informan tersebut adalah Bapak RL

(43th) dan Bapak YRS (50 th).

Pada tahun 2014 hanya 2 orang informan ini yang bersedia menjadi akseptor

MOP. Untuk memperkuat jawaban dari informan, peneliti juga mewawancarai 10

orang informan lainnya yaitu 3 orang suami PUS, 2 orang masing-masing istri

akseptor, 1 orang akseptor KB perempuan yaitu akseptor KB implan, 1 orang TOMA

yaitu bapak kepala lingkungan, 2 orang TOGA yang terdiri dari tokoh agama islam

dan kristen, dan 1 orang PLKB.


4.3. Pengalaman dengan Informan

Pertama kali bertemu dengan informan tanggal 1 Juni 2015 di rumah informan

pada pukul 17.00 WIB. Saat itu informan baru pulang menarik becak. Peneliti

memperkenalkan diri sebagai ibu bidan dan sekaligus sebagai mahasiswa S2 Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara di Medan yang sedang melakukan

penelitian untuk penyusunan tesis dan meminta persetujuannya untuk dijadikan

informan dalam penelitian ini. Peneliti dan informan membuat kesepakatan untuk

dilakukan wawancara pada tanggal 4 juni 2015 pukul 19.30 WIB. Pada waktu yang

sudah disepakati peneliti berkunjung kembali kerumah informan untuk dilakukan

wawancara mendalam. Saat berinteraksi peneliti menggunakan alat bantu yaitu

pulpen dan buku untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti, kamera

untuk mengambil gambar, serta voice recorder untuk merekam pembicaraan.

Informan mengatakan tidak keberatan dengan apa yang peneliti lakukan.

Hal yang sama juga selalu peneliti lakukan kepada setiap informan lainnya

dalam penelitian ini. Sebelum memulai wawancara terlebih dahulu peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ini. Dan setiap berinteraksi dengan

informan peneliti selalu membawa pulpen, buku untuk mencatat hal-hal yang penting

menurut peneliti, handphone untuk merekam pembicaraan dan kamera untuk

mengambil gambar. Dari semua informan juga mengatakan tidak keberatan dengan

apa yang dilakukan peneliti.


4.4. Hasil Wawancara

4.4.1. Karakteristik Informan

Tabel 4.1. Karakteristik Informan

Umur Jumlah Umur


No. Pekerjaan Pendidikan
(Thn) Anak Istri
1. Informan 43 Penarik Becak SMK 3 43 Th
(Akseptor MOP) Farmasi
2. Informan 50 Guru S1 6 47 Th
(Akseptor MOP)
3. Informan (Suami 45 Wiraswasta SMA 3 43 Th
PUS)
4. Informan (Suami 46 Supir SMA 2 34 Th
PUS)
5. Informan (Suami 41 Penarik Becak SMP 2 40 Th
PUS)

Tabel 4.1 di atas memperlihatkan bahwa informan berjumlah 5 orang yang

mana seluruhnya adalah pria atau kepala rumah tangga. Dilihat dari usianya mulai

dari 41 tahun sampai dengan 50 tahun. Pekerjaan mulai dari penarik becak sampai

guru. Pendidikan mulai dari SMP sampai Sarjana. Jumlah anak lebih dari 2 orang dan

umur istri rata-rata masih dalam usia subur. Sehingga peneliti dapat menyimpulkan

bahwa dikelurahan Harjosari II baik umur istri ataupun umur suami tidak

mempengaruhi seseorang untuk melakukan KB MOP. Padahal umur berhubungan

dengan potensi reproduksi sehingga kesehatan pasangan usia subur sangat

mempengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.

4.4.2. Pendidikan Informan

Pendidikan informan sebagian masih tergolong rendah. Salah satu informan

mengatakan bahwa sewaktu masih dalam pendidikan SMK Farmasi informan pernah
mendengar tentang KB MOP. Karna waktu masih duduk di bangku SMK ada mata

pelajaran yang membahas tentang KB salah satunya KB MOP. Sedangkan informan

yang sarjana juga mengatakan bahwa informan mengetahui tentang KB MOP

pertama kali pada saat masih duduk dibangku kuliah. Hasil wawancara selengkapnya

dapat dilihat pada matriks dibawah ini :

Matriks 4.1. Jawaban Informan tentang Pertama Kali Mengetahui Informasi


MOP

Informan Jawaban
Informan 1 “....Saya kan dulu sekolah di SMK farmasi bu...dulu
disekolah ada pelajaran tentang KB jadi saya tau sedikit
tentang KB MOP...”
Informan 2 “....Waktu masih kuliah dulu bu, saya pernah dengar sedikit
tentang KB MOP yang katanya KB khusus untuk pria kan
bu...?sudah lama berselang sampe anak saya sudah 6 orang
baru saya dengar lagi informasi tentang KB MOP ini..saya
dengar dari sosialisasi pak kepling, bu kader, dan bu
bidan..setelah itu baru saya memutuskan untuk KB MOP...”
Informan 3 “...Saya gak pernah dengar bu tentang KB MOP..,jadi saya
gak tau apa itu KB MOP...”
Informan 4 “....pernah..itupun istri saya yang ngasi tau kalau sekarang
ada KB untuk pria yang namanya vasektomi caranya
dengan operasi kecil...”
Informan 5 “....pernah dengar bu dari warga...tapi sekilas gitu aja gak
terlalu saya simak karna udah nyaman dengan KB
alami..jadi saya cuek aja waktu dengar warga ngomongin
tentang KB yang katanya KB untuk pria...”

Pendidikan informan yang SMK Farmasi dan sarjana sudah tergolong tinggi.

Sedangkan pendidikan informan yang lainnya masih tergolong rendah. Sehingga ada

perbedaan pengetahuan tentang KB MOP dari masing-masing informan. Informan

yang berpendidikan tinggi lebih banyak mengetahui informasi tentang KB MOP

seperti manfaat MOP, Kelebihan dan keuntungan MOP, dan lain-lain. Sedangkan
informan yang lainnya hanya mengetahui sedikit informasi tentang MOP dan ada

juga yang sama sekali tidak mengetahui apa itu KB MOP. Maka peneliti dapat

menyimpulkan bahwa faktor pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat

pengetahuannya. Dimana penggunaan pengetahuan tersebut akan meningkatkan

pemahaman seseorang terhadap suatu objek yang tentu saja akan mempengaruhi

persepsinya terhadap objek tertentu.

4.4.3. Jumlah Anak yang Dimiliki Informan

Bila dilihat dari karakteristik informan yang menggunakan KB MOP, jumlah

anak yang dimiliki informan 2 sampai 6 orang anak. Jumlah anak hidup yang ada

dalam keluarga mempengaruhi keikutsertaan KB MOP. Tetapi berbeda dengan

informan (suami PUS), walaupun merasa jumlah anak sudah cukup tetapi masih

belum mau ikut KB MOP. Berikut hasil wawancara yang di rangkum dalam matriks

dibawah ini :

Matriks 4.2. Jawaban Informan tentang Jumlah Anak

Informan Jawaban
Informan 1 “...Anak saya sudah 3 bu...saya cuma penarik becak...istri
cuma ibu rumah tangga yang gak mempunyai
penghasilan...gak mungkinlah bu saya mau nambah anak
lagi...kami rasa sudah cukuplah 3 anak bu...besarin anak 3
aja udah susah...karna zaman sekarang ini semua serba
mahal..apalagi biaya pendidikan, namanya aja sekolah
gratis bu tapi tetap aja ada yang harus dibayar...”
Matriks 4.2. (Lanjutan)

Informan Jawaban
Informan 2 “ ...Cukuplah bu...gak ada lagi keinginan untuk nambah
anak...karna anak saya sudah 6...bisa membesarkan
mereka aja sampe ke perguruan tinggi udah alhamdulillah
bu...istri saya gak kerja, sedangkan saya hanya seorang
guru SD di sekolah swasta...makanya untuk cari sampingan
supaya ada uang tambahan saya juga menarik becak
setelah pulang dari sekolah...itu juga lah bu alasan saya
kenapa saya mau ikut KB MOP ini karna anak saya sudah
banyak...”
Informan 3 “...3 sudah cukuplah bu...walaupun kami hanya KB alami
aja..”
Informan 4 “...Udah cukup lah bu 2 karna udah sepasang...yaaa
mudah-mudahan istri gak hamil lagi...KB MOP ini saya
takut ada efeksampingnya..”
Informan 5 “...Kalau ditanya pengennya ya ga nambah anak lagi
bu...karna 2 udh cukup...tapi kalau Tuhan masih mau ngasi
kami anak lagi yaa mau gimana lagi...harus
diterima...pasrah aja lah karna istri jg gak cocok pake
KB...kalau saya terus terang takut KB MOP...karna saya
takut disuntik...”

Informan yang menggunakan KB MOP karena merasa sudah punya cukup

anak sehingga tidak ingin menambah anak lagi dan ingin mempunyai kesempatan

mendidik anak serta dapat merencanakan masa depan anak yang cerah. Sedangkan

informan lain yang bukan peserta MOP mengatakan juga sudah cukup punya anak

tetapi masih tetap belum mau ikut KB MOP dengan berbagai alasan masing-masing

seperti takut ada efeksampingnya, takut disuntik dan sudah nyaman dengan KB

alami.
4.4.4. Pengetahuan Informan

1. Pengetahuan informan tentang KB MOP

Pengetahuan informan suami PUS tentang KB MOP masih sangat terbatas

dimana informan hanya memiliki pengetahuan bahwa KB MOP hanya sebatas KB

untuk laki-laki. Sedangkan pengetahuan mengenai indikasi, kontraindikasi serta efek

samping yang bisa terjadi setelah menggunakan KB MOP tidak dipahami secara

sempurna oleh informan. Pengetahuan informan peserta KB MOP lebih baik

dibanding informan yang tidak menggunakan KB MOP. Hal ini dapat dilihat dari

hasil wawancara dalam matriks dibawah ini :

Matriks 4.3. Jawaban Informan tentang KB MOP

Informan Jawaban
Informan 1 “…..Suatu program KB untuk pria yang artinya untuk
mengatur jarak kelahiran supaya dapat menciptakan
keluarga yang harmonis dan meningkatkan ekonomi
keluarga...yang pelaksanaanya dilakukan dengan operasi
kecil..”
Informan 2 “...Merupakan KB khusus pria yang dilakukan dengan
operasi kecil tujuannya untuk mensejahterakan rumah
tangga dengan membatasi jarak kelahiran dengan
perencanaan yang matang, dengan tujuan masa depan
anak-anak yang cerah dan menyeimbangkan kedaan rumah
tangga...”
Informan 3 “...Seperti yang saya bilang tadi bu..saya gak tau apa itu
KB MOP...saya baru dengar KB MOP ini dari ibu...”
Informan 4 ”..Ya...Itu....KB untuk laki-laki supaya jangan punya anak
lagi…dengan cara operasi..”
Informan 5 “…KB untuk laki-laki yang tidak ingin menambah anak lagi
atau merasa jumlah anak sudah cukup..”

Berdasarkan hasil wawancara yang didapat bahwa informan mengetahui

tentang KB MOP hanya sejenis KB yang ditujukan untuk pria dengan cara operasi,
yang bertujuan agar istri tidak hamil dan dapat mengatur jarak kelahiran anak.

Informan lainnya juga mengatakan untuk mensejahterakan keluarga dan menciptakan

keluarga harmonis serta dapat meningkatkan ekonomi keluarga.

2. Pengetahuan informan tentang keuntungan dan kekurangan KB MOP

Matriks 4.4. Jawaban Informan tentang Keuntungan dan Kekurangan KB


MOP

Informan Jawaban
Informan 1 “….Untuk keuntungannya, gak bisa nambah keturunan
lagi..gak perlu was-was lagi istri hamil...cocok untuk
keluarga yang sudah punya banyak anak...sedangkan
kekurangannya kalau menurut saya gak ada bu...karna
dalam berhubungan intim sekalipun saya merasa enak-enak
aja gak ada gangguan atau keluhan lain...”
Informan 2 “…Kalau yang saya tahu dan yang saya rasakan kelebihan/
keuntungannya yaa biar jangan punya anak lagi…karna
anak saya sudah banyak bu..jadi cocoklah saya pakai KB
ini biar ga nambah lagi anak saya...selain itu juga dapat
membuat suami makin sehat...sedangkan kekurangannya
saya rasa gak ada bu...malah saya merasa badan saya
bertambah sehat selama pakai KB MOP ini..”
Informan 3 “……Apa itu KB MOP juga saya gak tau kalau ibu gak
bilang....jadi mana mungkin saya tau keuntungan dan
kekurangannya...”
Informan 4 “....Kalau keuntungannya mungkin itu tadi ya bu ga bisa
nambah anak lagi...terus kalau kerugiannya ya efeksamping
dari KB tersebut...”
Informan 5 “....keuntungannya istri ga bisa hamil lagi...kerugiannya
yang pernah saya dengar katanya mengganggu hubungan
seksual, karna kurang bergairah...”

Dari hasil wawancara informan menyebutkan keuntungan dan kekurangan KB

MOP. Yang menjadi keuntungan KB MOP yaitu tidak dapat lagi memiliki keturunan

karna informan merasa sudah mempunyai cukup anak sehingga tidak menambah

beban bagi ekonomi keluarga dan si laki-laki bertambah sehat. Sementara kekurangan
yang dirasakan informan sama sekali tidak ada. Berkenaan dengan pengetahuan,

informan yang melakukan KB MOP pengetahuannya lebih baik dari pada

pengetahuan orang yang tidak melakukan KB MOP. Hal ini mungkin disebabkan

karena pengetahuan umumnya datang dari pengalaman dan juga dapat diperoleh dari

informasi yang disampaikan orang lain, buku, media massa, dan lain sebagainya.

4.4.5. Sikap Informan

Informan mengatakan bahwa KB MOP sangat tepat digunakan oleh suami

yang tidak ingin menambah anak lagi, maka kebutuhan keluarga dapat dipenuhi.

Sedangkan informan yang tidak melakukan KB MOP menanggapi dengan sikap yang

berbeda. Jawaban informan berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat pada matriks

dibawah ini:

Matriks 4.5. Jawaban Informan tentang Partisipasi Suami dalam KB MOP

Informan Jawaban
Informan 1 “…Kalau tanggapan saya sangatlah bagus...karna dapat
membantu istri yang tidak cocok memakai KB, seperti
istriku ini KB apa pun dia gak cocok..ada aja keluhan yang
dirasakannya setiap ber KB...selain itu juga lebih
terencana lebih terpogram masalah keluarga dan masa
depan anak-anak saya...dan pada umumnya di agama juga
gak ada larangan untuk menggunakan KB MOP ini..”
Informan 2 “...Menurut saya pribadi sangat bagus, karena saya merasa
cukup punya anak 6 orang soalnya ingin anak aku yang 6
orang ini aku sekolahkan ke perguruan tinggi makanya
harus punya rencana dan ancang-ancang mulai sekarang
dan juga cocok untuk saya…sebab istri saya tidak bisa ber
KB. Baguslah untuk keluarga saya, dan menolong jugalah,
karena biayanya gratis...”
Matriks 4.5. (Lanjutan)

Informan Jawaban
Informan 3 “....Tanggapan saya bagus bu karna ada KB untuk laki-laki
selain kondom...tapi karna saya juga baru dengar tentang
KB MOP ini jadi saya tidak bisa memberi tanggapan
lebih..”
Informan 4 “....Menurut saya KB itu hanya untuk perempuan...nanti klu
saya yang KB MOP saya gak bisa punya keturunan lagi lah
bu...kalau istri saya meninggal gimana bu..manatau nanti
saya masih mau kawin lagi, masa saya gak punya anak dari
istri baru saya...hahaha..”
Informan 5 “ ...Setau saya KB MOP itu disuntik kelamin laki-
lakinya..pernah ada ibu kader yang menganjurkan saya
untuk ikut KB MOP tapi saya gak mau bu karna saya takut
disuntik...boro-boro dioperasi kelamin saya,
membayangkan aja saya udah geliii...saya takut disuntik bu
makanya saya gak mau ikut KB MOP...saya juga takut
nanti kejantanan saya hilang setelah ikut KB MOP...”

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa informan menanggapi

dengan sikap yang baik tentang partisipasi suami dalam KB MOP. informan

mengatakan bahwa KB MOP sangat disarankan bagi keluarga yang sudah

mempunyai banyak anak ditambah lagi bagi istrinya yang tidak bisa ber KB maka KB

MOP dapat dilakukan suami. Tanggapan lainnya juga menunjukkan respon positif

karenan melihat keadaan ekonomi sekarang maka cocok untuk keluarga yang sudah

punya anak banyak.

Sementara informan lain yang bukan peserta KB MOP menanggapi dengan

sikap yang kurang baik. Informan menganggap bahwa KB hanya untuk perempuan

saja, informan merasa takut disuntik dan informasi tentang KB MOP yang didapat

informan sangat kurang sehinggga menjadi alasan informan untuk tidak ikut

berpartisipasi dalam pelaksanaan KB MOP.


4.4.6. Dukungan Istri Informan

Faktor istri merupakan salah satu faktor penguat bagi suami dalam bertindak

untuk melakukan KB MOP. Namun berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa

pelaksanaan MOP yang telah dilakukan informan peserta KB MOP bukan karna

dukungan yang telah diberikan oleh istri. Berikut hasil wawancara dengan informan :

Matriks 4.6. Jawaban Informan tentang Dukungan Istri

Informan Jawaban
Informan 1 “....Saya sendiri yang memutuskan untuk ikut KB
vasektomi...setelah operasi saya langsung pulang dan
sudah sampe dirumah baru istri saya tau karna saya sudah
cerita..tapi istri saya gak marah malah dia senang klu saya
yang KB..”
Informan 2 “ ...Awalnya istri saya ga tau klu saya ikut KB MOP...karna
waktu operasi itu saya gak bilang karna waktu itu saya lagi
narik becak terus saya ditawari sama bapak-bapak untuk
ikut KB MOP abis itu dikasi duit 150rb..saya langsung
mau..udah dirumah baru saya ceritakan sama istri..diapun
mendukung sekali karena saya udah KB jadi gak ada rasa
was-was lagi untuk takut kebobolan karna selama ini hanya
KB alami aja...”
“....Istri saya juga gak tau tentang KB MOP bu jadi ya
Informan 3 wajar ajalah dia gak nyuruh saya untuk KB MOP...”
“...Istri pernah bu menyuruh saya untuk ikut KB MOP...tapi
Informan 4 saya takut kalau nanti ada efeksampingnya...”
“...Boro-boro mendukung saya ikut KB MOP...mungkin
Informan 5 dengar tentang KB MOP aja istri saya belum pernah...”
“....Awalnya saya gak tau bu tentang KB MOP...tapi karna
Informan 6 suami udah menjelaskannya dan suami pun udah operasi
(Istri Akseptor 1) yaaa saya setuju aja...”
“...pernah waktu itu saya coba bicara dengan suami
Informan 7 tentang KB MOP..karna saya kan kader PKK dan kader KB
(Akseptor KB (SupPPKBD) dari orang BKKBN, puskesmas, dan PLKB
Perempuan) sehingga saya tau irformasi lengkap tentang KB MOP,
makanya saya coba anjurkan suami untuk KB MOP...tapi
suami saya bilang dia blm siap..nanti aja lah maa, ayah
pikir-pikir dulu...karna untuk sekarang ayah masih
takut...lagian mama kan udah KB jadi gak perlu lagi ayah
KB...”
Keikutsertaan informan dalam KB MOP bukan karena anjuran dari istri.

Namun tindakan informan dalam ber-KB tersebut ditanggapi positif oleh istri.

Kurangnya dukungan istri juga terlihat dari tidak adanya anjuran istri agar informan

melakukan KB MOP. Sehingga mempengaruhi rendahnya pemakaian KB MOP

dilingkungan Harjosari II. Hal ini mungkin disebabkan karna kurangnya informasi

yang didapat istri tentang KB MOP, atau mungkin istri sama sekali belum pernah

mendengar tentang KB MOP. Sehingga tindakan operasi dilakukan bukan atas dasar

dukungan dari istri, namun berdasarkan jumlah anak yang dianggap sudah cukup dan

karna ingin membantu istri yang tidak cocok ber-KB karna istri mengalami penyakit

tertentu.

Sementara informan istri yang lain mengatakan mendukung suami untuk ikut

KB MOP tetapi suami tidak besedia untuk melakukan KB MOP karna alasan masih

takut dan karna informan sudah KB implant.

4.4.7. Budaya

Budaya merupakan sesuatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga

mempengaruhi tindakan dan keputusan. Dalam budaya Indonesia pada umumnya

mengatakan banyak anak banyak rezeki namun pada zaman sekarang ini hal ini tidak

berguna lagi karena zaman sudah semakin maju biaya kehidupan semakin tinggi

seperti hasil wawancara berikut ini :


Matriks 4.7. Jawaban Informan tentang Budaya yang Berkaitan dengan KB
MOP

Informan Jawaban
Informan (TOMA) “…..Begini bu…dulu kan dalam budaya kita banyak anak
banyak rezeki, tapi dalam lingkungan Harjosari II ini
sepertinya tidak berlaku lagi, melihat kehidupan
sekarang….apalagi didaerah kita ini yang tinggal
diperkotaan seperti ini….tidak memungkinkan untuk banyak
anak banyak rezeki…seiring berjalannya zaman dan
kehidupan yang semakin meningkat maka budaya itu akan
mengikuti zaman...dan selama ini kan yang kita tau KB itu
hanya untuk perempuan tapi ini ada untuk laki-laki jadi biar
tidak hanya perempuan yang melaksanakan tapi laki-laki
juga perlu..ya...istilahnya emansipasi laki-lakilah...jadi tidak
masalah saya rasa dalam budaya kita kalau suami ikut
berpartisipasi dalam ber KB...”
Informan (TOGA) “ Selama itu tidak menimbulkan mudorat tidak apa-apa,
karena Islam sebagai agama universal selalu mampu
menghadapi dinamika perkembangan zaman. Al-Qur’an dan
hadis sebagai sumber hukum Islam haruslah digali terus
sebagai aktualisasi kesempurnaan Islam...dari yang saya
ketahui, sampai saat ini tidak ada larangan agama baik
islam maupun kristiani yang mengajarkan bahwa KB MOP
itu dilarang...”
Informan (PLKB) “....Kalau yang saya ketahui, dilingkungan Harjosari II itu
tidak ada budaya yang terlalu melekat yang dapat
mempengaruhi untuk tidak melakukan KB MOP...karena
saya rasa masyarakat disana rata-rata pemikiran kota..beda
mungkin dengan pemikiran yang tinggal didesa..hanya saja
untuk mengumpulkan bapak-bapak supaya diberi penyuluhan
khususnya tentang KB MOP selalu tidak terlaksana karena
pada sibuk kerja...alhasil yang datang selalu ibu-ibunya saja
yang mewakili...”

Berdasarkan matriks pernyataan hasil wawancara diatas, maka jelas terlihat

bahwa dalam lingkungan Harjosari II tidak ada budaya yang mempengaruhi

masyarakat untuk tidak melakukan KB MOP. Begitu juga dengan kepercayaan agama
masing-masing masyarakat, tidak ditemukan adanya larangan dalam ajaran agama

baik itu dalam agama islam maupun agama kristen. Walaupun ada satu orang

informan yaitu suami PUS mengatakan bahwa dengan memakai KB MOP maka takut

kejantanannya akan hilang. Mungkin hal itu merupakan suatu rumor yang pernah

didengar informan sebelumnya sehingga mempengaruhinya untuk tidak melakukan

KB MOP. Tetapi peneliti tidak percaya begitu saja, sehingga peneliti melakukan

trianggulasi data dengan mewawancarai tokoh agama, tokoh masyarakat, dan PLKB

untuk memastikan kebenaran jawaban dari informan suami PUS tersebut.

4.4.8. Sumber Informasi

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh jawaban informan berkaitan dengan

sumber informasi yang mereka dapatkan seputar tentang KB MOP, berikut matriks

hasil wawancara dengan informan :

Matriks 4.8. Jawaban Informan tentang Sumber Informasi KB MOP

Informan Jawaban
Informan 1 “ ...Seperti yang saya bilang tadi bu...saya tau dari waktu
sekolah dulu...selain itu juga saya dapat informasi tentang
KB MOP ini dari PLKB pusat yang mengajak saya untuk
memakai KB MOP...sebelumnya saya juga pernah dengar
dari sosialisasi kepala lingkungan dan ibu kader..”
Informan 2 “ ...Pertama kali saya dengar tentang KB MOP itu sewaktu
kuliah, setelah itu saya pernah lihat dari tv juga ada berita
tentang KB MOP, dan informasi terbaru saya dapatkan
dari ibu kader dan ibu bidan serta sosialisasi dari kepala
lingkungan disini...habis itulah saya langsung berniat untuk
ikut KB MOP...”
Informan 3 “...seperti yang saya bilang tadi...bahwa saya baru dengar
pertama kali informasi tentang KB MOP ini ya dari ibu..”
Matriks 4.8. (Lanjutan)

Informan Jawaban
Informan 4 “...Pernah dengar waktu saya berobat ke puskesmas, waktu
itu ada penyuluhan tentang KB salah satunya KB MOP ini
lah...tapi saya lihat ibu-ibu semua yang
mendengarkan..saya cuma dengar sikit-sikit aja lihat dari
jauh...sebelumnya memang sudah pernah dengar dari istri
saya..”

Informan 5 “...Saya pernah dengar dari ibu kader...dari ibu bidan dan
kepala lingkungan juga pernah mensosialisasikannya...tapi
saya tetap masih takut bu untuk disuntik..”

Dari hasil wawancara diatas rata-rata informan mendapatkan informasi

tentang KB MOP dari ibu kader, ibu bidan dan kepala lingkungan setempat.

Walaupun ada informan yang tidak mendapat informasi sama sekali tentang KB

MOP. Dapat dilihat bahwa, informan peserta KB MOP mendapatkan informasi lebih

banyak dan lebih lengkap tentang KB MOP dari berbagai sumber, sehingga informan

yakin dan percaya untuk memakai KB MOP. Sedangkan informan yang bukan

peserta KB MOP belum merasa yakin dan percaya untuk memakai KB MOP karena

informasi yang didapatkan tentang KB MOP masih kurang. Maka sumber informasi

sangat mempengaruhi seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan KB

MOP.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa dari semua hasil penelitian ini peneliti

menemukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya pemakaian alat

kontrasepsi MOP dikelurahan Harjosari II, yaitu faktor pendidikan, pengetahuan,

sikap, dukungan istri dan sumber informasi. Hasil penelitian ini akan dibahas

selanjutnya pada BAB pembahasan.


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Umur terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa umur istri maupun umur

informan tidak berpengaruh terhadap pemakaian KB MOP di Kelurahan Harjosari II.

Umur informan rata-rata diatas 30 tahun, sedangkan umur istri rata- rata masih dalam

usia reproduksi yaitu tidak lebih dari 49 tahun, tetapi kenyataannya informan belum

siap untuk melakukan MOP. Sehingga umur tidak mempengaruhi seseorang untuk

melakukan MOP.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Retno (2007) tentang Faktor – faktor

yang berhubungan dengan keikutsertaan KB Vasektomi di Kecamatan Johar Baru

Kodya Jakarta bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan

keikutsertaan peserta KB Vasektomi. Salah satu syarat pemakaian alat kontrasepsi

MOP yaitu umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun. Pada umur tersebut

kemungkinan calon peserta sudah memiliki jumlah anak yang cukup dan tidak

menginginkan anak lagi. Apabila umur calon akseptor kurang dari 30 tahun,

ditakutkan nantinya akan mengalami penyesalan seandainya masih menginginkan

anak lagi. Umur istri tidak kurang dari 15 tahun dan tidak lebih dari 49 tahun. Pada

umur istri antara 15-49 tahun bisa dikatakan istri dalam usia reproduktif sehingga

masih bisa hamil. Sehingga suami bisa memakai alat kontrasepsi MOP (Suratun,

2008).
Sementara menurut Suprihastuti (2000), bila dilihat dari segi usia, umur

pemakai alatkontrasepsi MOP cenderung lebih tua dibanding yang lain. Indikasi ini

memberi petunjuk bahwa kematangan pria juga ikut mempengaruhi untuk saling

mengerti dalam kehidupan keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa peneliti menyimpulkan faktor umur tidak

mempengaruhi terhadap rendahnya pemakaian alat kontrasepsi MOP di kelurahan

harjosari II.

5.2. Pengaruh Pendidikan terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh

terhadap pemakaian KB MOP di Kelurahan Harjosari II. Seperti yang dikatakan

informan dibawah ini :

“....Waktu masih kuliah dulu bu, saya pernah dengar sedikit tentang KB
MOP yang katanya KB khusus untuk pria kan bu...?sudah lama
berselang sampe anak saya sudah 6 orang baru saya dengar lagi
informasi tentang KB MOP ini..saya dengar dari sosialisasi pak kepling,
bu kader, dan bu bidan..setelah itu baru saya memutuskan untuk KB
MOP...” (Informan 2)

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Retno (2007) tentang Faktor – faktor

yang berhubungan dengan keikutsertaan KB Vasektomi di Kecamatan Johar Baru

Kodya Jakarta Pusat ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan

dengan keikutsertaan peserta KB Vasektomi. Menurut Sobur (2003), pendidikan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih

mudah menerima ide dan teknologi baru. Pendidikan mempunyai pengaruh positif

terhadap tingkat pemakaian kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka


terima dan kebutuhan untuk menunda atau membatasi jumlah anak. Seseorang yang

berpendidikan kecenderungan lebih sadar untuk menerima program KB (Dewi,

2012).

Hal ini juga sejalan dengan jawaban informan yang dipetik dalam pernyataan

hasil wawancara seperti dibawah ini :

“...Saya gak pernah dengar bu tentang KB MOP..,jadi saya gak tau apa
itu KB MOP...” (Informan 3)

Menurut Wulansari (2002) tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi

kerelaan menggunakan KB, tetapi juga pemilihan suatu metode. Sedangkan menurut

Siagian (1999), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka akan semakin tinggi keinginannya untuk menggunakan pengetahuan dan

keterampilan yang dimilikinya. Penggunaan pengetahuan akan meningkatkan

pemahaman seseorang terhadap suatu objek yang tentu saja akan mempengaruhi

persepsinya terhadap objek tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rendahnya pemakaian

MOP dikelurahan Harjosari II dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikan

informan peserta KB MOP yang SMK Farmasi dan sarjana sudah tergolong tinggi.

Sedangkan pendidikan informan suami PUS masih tergolong rendah. Sehingga ada

perbedaan pengetahuan tentang KB MOP. Informan peserta MOP lebih banyak

mengetahui informasi tentang KB MOP seperti manfaat MOP, Kelebihan dan

keuntungan MOP, serta efek samping. Sedangkan informan suami PUS hanya
mengetahui sedikit informasi tentang MOP dan ada juga yang sama sekali tidak

mengetahui apa itu KB MOP.

Kecenderungan informan suami PUS yang berpendidikan rendah tidak

memakai MOP sebagai alat kontrasepsi, karena kurang pengetahuan dan pemahaman

tentang alat kontrasepsi MOP, sedangkan informan peserta MOP berpendidikan

tinggi menggunakan MOP karena telah mendapatkan informasi dari petugas

kesehatan tentang MOP baik keuntungan, kerugian, dan efek sampingnya, sehingga

yakin untuk memilih MOP sebagai alat kontrasepsi.

5.3. Pengaruh Jumlah Anak terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak hidup

berpengaruh terhadap pemakaian KB MOP di Kelurahan Harjosari II. Seperti yang

dikatakan informan 1 dibawah ini:

“...Anak saya sudah 3 bu...saya cuma penarik becak...istri cuma ibu


rumah tangga yang gak mempunyai penghasilan...gak mungkinlah bu
saya mau nambah anak lagi...kami rasa sudah cukuplah 3 anak
bu...besarin anak 3 aja udah susah...karna zaman sekarang ini semua
serba mahal..apalagi biaya pendidikan, namanya aja sekolah gratis bu
tapi tetap aja ada yang harus dibayar...”(Informan 1)

Hal ini sejalan dengan penelitian Rustam (2006) yang mengatakan bahwa,

partisipasi pria dalam praktik metode KB modern di Indonesia dipengaruhi oleh

faktor jumlah anak hidup. Keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih

dari 30 tahun sebaiknya tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini dapat

menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika terjadi

kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan risiko tinggi
bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan akseptor tidak mengharapkan

untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang paling cocok disarankan adalah MOP

(Suratun, 2008). Tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

penggunaan MOP karena semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin

tinggi keinginan informan untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan

mendorong informan untuk menggunakan MOP.

Berbeda dengan informan (suami PUS), walaupun merasa jumlah anak sudah

cukup tetapi masih belum mau ikut KB MOP. Berikut petikan pernyataan informan

dalam hasil wawancara yang dilakukan peneliti :

“...Udah cukup lah bu 2 karna udah sepasang...yaaa mudah-mudahan


istri gak hamil lagi...KB MOP ini saya takut ada efeksampingnya..”
(Informan 4)

Berdasarkan hasil penelitian ini, jumlah anak hidup tidak mempengaruhi

rendahnya pemakaian alat kontrasepsi MOP dikelurahan Harjosari II. Informan

peserta MOP menggunakan KB MOP karena merasa sudah punya cukup anak

sehingga tidak ingin menambah anak lagi dan ingin mempunyai kesempatan

mendidik anak serta dapat merencanakan masa depan anak yang cerah. Sedangkan

informan lain mengatakan juga sudah cukup punya anak tetapi masih tetap belum

mau ikut KB MOP dengan berbagai alasan takut disuntik, takut ada efek samping dan

dengan alasan belum siap.

Kecenderungan informan suami PUS yang tidak memakai MOP sebagai alat

kontrasepsi, karena kurang pengetahuan dan pemahaman tentang efeksamping dari

alat kontrasepsi MOP tersebut sehingga mempengaruhi juga kepada sikap informan
untuk tidak ikut berpartisipasi dalam program KB MOP. Sedangkan informan peserta

MOP yang tidak ingin menambah anak lagi atau merasa jumlah anak sudah cukup,

yakin untuk melakukan MOP karena sebelumnya telah mendapatkan informasi dari

petugas kesehatan tentang MOP baik tujuan, manfaat, keuntungan, kerugian, dan efek

sampingnya.

5.4. Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan

terhadap KB MOP berpengaruh terhadap pemakaian KB MOP di Kelurahan

Harjosari II. Karena semakin banyak pengetahuan informan maka tingkat kesadaran

informan untuk menggunakan MOP semakin tinggi karena MOP lebih efektif

dibandingkan KB pria yang lain. Seperti yang dipetik dalam pernyataan hasil

wawancara sebagai berikut:

“...Merupakan KB khusus pria yang dilakukan dengan operasi kecil


tujuannya untuk mensejahterakan rumah tangga dengan membatasi
jarak kelahiran dengan perencanaan yang matang, dengan tujuan masa
depan anak-anak yang cerah dan menyeimbangkan kedaan rumah
tangga...” (Informan 2).

Pengetahuan merupakan hasil „tahu‟ yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan melalui panca indra manusia, yaitu

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tingkat pengetahuan terbagi

dalam domain kognitif dalam enam tingkatan yaitu tahu (know), memahami

(comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan


evaluasi (evaluation). Melalui tahapan tersebut inovasi dapat diterima atau ditolak

(Notoatmodjo, 2010).

Pria (suami) yang tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang KB tidak

akan termotivasi untuk mengikuti program KB (Murniati, 2012). Pada penelitian ini,

pengetahuan informan peserta MOP lebih baik dari pada pengetahuan informan

suami PUS yang tidak melakukan KB MOP. Hal ini sesuai dengan petikan

pernyataan hasil wawancara dengan informan sebagai berikut :

“……Apa itu KB MOP juga saya gak tau kalau ibu gak bilang....jadi
mana mungkin saya tau keuntungan dan kekurangannya...” (Informan 3)

Informan masih belum paham tentang kelebihan dan kekurangan dari KB

MOP karena sebelumnya informan tidak mengetahui apa itu KB MOP. Sehingga

dengan kurangnya pengetahuan informan tentang kelebihan dan kekurangan KB

MOP, maka KB MOP masih kurang diminati masyarakat. Keuntungan atau kelebihan

dari program KB MOP antara lain tidak mengganggu hubungan seksual antara suami

dan istri, aman dan nyaman, efeksamping kecil atau bahkan tidak pernah ditemukan,

biaya gratis, dilakukan oleh dokter terlatih. Namun dari program ini juga memiliki

keterbatasan antara lain seperti dokter terlatih dan sarana tempat pelayanan yang

terbatas.

Dari hasil penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa setiap orang yang

melakukan KB MOP tidak akan mengetahui keuntungan dan kekurangan yang akan

mereka rasakan setelah menggunakan KB MOP sehingga mereka tidak akan

menyadari resiko yang akan mereka dapatkan kedepannya. Sehingga akan


menimbulkan penyesalan dari akseptor KB MOP yang akan dapat mempengaruhi

calon akseptor lainnya.

Menurut Brunner bahwa pengetahuan yang baik diperoleh dari proses

pembelajaran yang baik, dengan demikian penyebab tingginya angka responden

memiliki pengetahuan kurang baik salah satunya yaitu kurangnya informasi yang bisa

diterima responden saat mendapatkan informasi kesehatan. Kurangnya pengetahuan

informan tentang kontrasepsi pria dikarenakan kurangnya komunikasi, informasi dan

edukasi (KIE) yang dilakukan kepada para pria.

KIE lebih banyak dilakukan dengan sasaran wanita karena para pria

disibukkan dengan pekerjaan mereka yang menyita waktu, yang mana sebagian

informan bekerja sebagai penarik becak, supir dan wiraswasta yang membuat mereka

bekerja dari pagi sampai sore atau bahkan sampai malam hari sehingga membuat

mereka tidak mempunyai waktu untuk mendapatkan informasi tentang KB MOP.

Selain itu juga disebabkan karena masih minimnya penggunaan media massa seperti

spanduk, baliho, atau koran merupakan media yang paling mudah diakses

masyarakat.

Menurut Mubarak (2008), pengetahuan akan berpengaruh terhadap perilaku

sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan.

Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada tindakan untuk menggunakan

atau tidak menggunakan suatu alat kontrasepsi. Kurangnya pengetahuan informan

berkaitan dengan minimnya informasi yang diperoleh. Pentingnya informasi tentang

kontrasepsi MOP sangat dibutuhkan bagi akseptor KB. Informasi sangat menentukan
pemilihan alat kontrasepsi yang dipilih, sehingga informasi yang lengkap mengenai

kontrasepsi sangat diperlukan karena dapat meningkatkan pengetahuan dan

pemahaman calon akseptor guna memutuskan pilihan metode kontrasepsi yang akan

dipakai (Maryatun, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan

mempengaruhi rendahnya pemakaian alat kontrasepsi MOP dikelurahan Harjosari II.

informan yang memakai KB MOP karena sudah mengetahui tentang alat kontrasepsi

tersebut, baik tujuan, manfaat, keuntungan dan kerugian, maupun efek sampingnya.

Sehingga mereka memakai alat kontrasepsi MOP sebagai pilihannya.

Pengetahuan tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dan informasi

yang diperoleh dari tenaga kesehatan tentang MOP. Pendidikan yang tinggi serta

mendapatkan informasi yang tepat dari petugas kesehatan cenderung akan melakukan

apa yang diketahuinya tersebut, karena MOP merupakan alat kontrasepsi yang lebih

efektif dibandingkan alat kontrasepsi pria lainnya.

Sedangkan informan suami PUS tidak memakai MOP karena memiliki

pengetahuan yang kurang baik tentang MOP. Selain itu ada juga informan suami PUS

yang berpengetahuan cukup baik tentang MOP tetapi tidak memakai MOP, hal ini

disebabkan karena sikap informan yang kurang positif terhadap penerimaan KB

MOP. Informan yang menggunakan MOP sudah mendapatkan informasi yang tepat

baik dari media massa maupun informasi langsung dari tenaga kesehatan, dan tokoh

masyarakat sehingga kecenderungan menggunakan MOP bagi informan yang


berpengetahuan baik lebih tinggi dibandingkan informan yang berpengetahuan

kurang.

5.5. Pengaruh Sikap terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP

Berdasarkan hasil penelitian bahwa sikap berpengaruh terhadap pemakaian

KB MOP di Kelurahan Harjosari II. Seperti jawaban informan peserta KB MOP

dibawah ini :

“…Kalau tanggapan saya sangatlah bagus...karna dapat membantu istri


yang tidak cocok memakai KB, seperti istriku ini KB apa pun dia gak
cocok..ada aja keluhan yang dirasakannya setiap ber KB...selain itu juga
lebih terencana lebih terpogram masalah keluarga dan masa depan
anak-anak saya...dan pada umumnya di agama juga gak ada larangan
untuk menggunakan KB MOP..”(Informan 1)

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Saptono (2008) di Kabupaten Bantul bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap

keikutsertaan pria dalam KB. Sikap kepedulian terhadap masalah kesehatan

reproduksi diyakini akan meningkatkan keikutsertaan pria. Hal ini disebabkan karena

selama ini adanya kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa masalah KB

adalah urusan kaum perempuan dan pria tidak pernah terlibat. Sebab sikap terwujud

dalam sebuah tindakan yang bergantung pada situasi saat itu, dan pengalaman yang

terjadi pada seseorang mengacu dari pengalaman orang lain. Keikutsertaan dalam KB

merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tersebut.

Sikap baik keikutsertaan pria dalam KB merupakan perasaan yang memihak atau

mendukung terhadap upaya keikutsertaan.


Rakhmat (2008) menyimpulkan dalam beberapa hal, yaitu pertama, sikap

adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam

menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan

kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap.

Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih

menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif. Dan kelima, sikap timbul

dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar.

Dari hasil penelitian bahwa informan peserta MOP bersikap baik terhadap

program KB pria. Hal ini karena informan sudah menganggap program KB bukan

merupakan program pemerintah lagi tetapi sudah merupakan kebutuhan mereka.

Sedangkan informan (suami PUS) yang bersikap kurang terhadap keikutsertaan

dalam program KB pria kemungkinan karena masih kurangnya pengetahuan tentang

metode-metode kontrasepsi pria dan kurang mendengar tentang KB MOP. Mereka

masih belum paham tentang keuntungan, kerugian, dan efek samping dari KB MOP.

Selain itu masih kurangnya dukungan dari istri, TOMA dan TOGA terhadap

partisipasi pria dalam KB.

Sikap informan yang kurang terhadap partisipasi pria dalam KB karena tidak

didukung oleh sikap istri, hal ini disebabkan juga karena pengetahuan istri tentang

KB MOP sangat rendah bahkan ada istri informan yang tidak tau sama sekali

informasi tentang KB MOP, sehingga bagaimana mungkin istri dapat mendukung

suami melakukan hal yang tidak pernah dia dengar sebelumnya. Selain itu juga
pengetahuan informan yang kurang tentang KB MOP. Seperti petikan pernyataan

hasil wawancara berikut ini :

“....Istri saya juga gak tau tentang KB MOP bu jadi ya wajar ajalah dia
gak nyuruh saya untuk KB MOP...”

Sikap yang baik dari subjek dan informan tergantung pada segi positif dan

negatif komponen pengetahuan tentang partisipasi pria dalam KB. Makin banyak segi

positif komponen pengetahuan dan makin penting komponen itu, semakin positif pula

sikap yang terbentuk. Sebaliknya semakin banyak segi negtif akan semakin negatif

sikap yang terbentuk.

Persepsi dan rasa takut yang ada pada masyarakat bahwa KB MOP akan

mengurangi kejantanan pria adalah merupakan salah satu alasan yang kurang masuk

akal. Karena tidak akan mempengaruhi frekuensi berhubungn dan tidak perlu merasa

khawatir karena sudah tidak mempunyai kemampuan untuk menghamili. Oleh karena

itu perlunya informasi keuntungan dan kerugian tentang KB MOP kepada akseptor

KB MOP akan membuat akseptor mengetahui hal yang sebenarnya sehinggga tidak

perlu ada keraguan dan ketakutan tentang KB MOP.

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa sikap mempengaruhi terhadap

rendahnya pemakaian alat kontrasepsi MOP di kelurahan Harjosari II. Informan

peserta KB MOP menanggapi dengan sikap yang baik tentang partisipasi suami

dalam KB MOP. informan mengatakan bahwa KB MOP sangat disarankan bagi

keluarga yang sudah mempunyai banyak anak ditambah lagi bagi istrinya yang tidak

bisa ber KB maka KB MOP dapat dilakukan suami. Tanggapan lainnya juga
menunjukkan respon positif karenan melihat keadaan ekonomi sekarang maka cocok

untuk keluarga yang sudah punya anak banyak.

Sementara informan lain yang bukan peserta KB MOP menanggapi dengan

sikap yang kurang baik. Informan menganggap bahwa KB hanya untuk perempuan

saja, informan merasa takut disuntik dan informasi tentang KB MOP yang didapat

informan sangat kurang sehinggga menjadi alasan informan untuk tidak ikut

berpartisipasi dalam pelaksanaan KB MOP.

5.6. Pengaruh Dukungan Istri terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh dukungan istri terhadap

pemakaian KB MOP menunjukkan bahwa dukungan istri tidak berpengaruh terhadap

pemakaian KB MOP di Kelurahan Harjosari II. Seperti petikan pernyataan hasil

wawancara dibawah ini :

“....Saya sendiri yang memutuskan untuk ikut KB vasektomi...setelah


operasi saya langsung pulang dan sudah sampe dirumah baru istri saya
tau karna saya sudah cerita..tapi istri saya gak marah malah dia senang
klu saya yang KB..”(Informan 1)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kusumaningrum (2009) yang

meneliti di Desa Kambangan, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang mendapatkan

hasil bahwa dukungan pasangan tidak berpengaruh terhadap pemilihan jenis alat

kontrasepsi yang digunakan oleh PUS (p=1,000). Menurut Green, faktor keluarga

termasuk istri merupakan salah satu faktor penguat (reinforcing) bisa bersifat positif

atau negatif tergantung sikap dan perilaku panutan. Respon istri bisa bersifat positif

atau negatif tergantung dari pengetahuan, kepercayaan dan sikap.


Dalam penelitian ini keikutsertaan informan dalam KB MOP bukan karena

anjuran dari istri. Namun tindakan informan dalam ber-KB tersebut ditanggapi positif

oleh istri. Kurangnya dukungan istri juga terlihat dari tidak adanya anjuran istri agar

informan melakukan KB MOP. Hal ini mungkin disebabkan karna kurangnya

informasi yang didapat istri tentang KB MOP, atau mungkin istri sama sekali belum

pernah mendengar tentang KB MOP. Sehingga tindakan operasi dilakukan bukan atas

dasar dukungan dari istri, namun berdasarkan jumlah anak yang dianggap sudah

cukup dan karna ingin membantu istri yang tidak cocok ber-KB karna istri

mengalami penyakit tertentu. Sementara informan istri yang lain mengatakan

mendukung suami untuk ikut KB MOP tetapi suami belum besedia untuk melakukan

KB MOP karna alasan masih takut dan karna istri sudah KB.

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dukungan istri mempengaruhi

rendahnya pemakaian alat kontrasepsi MOP di kelurahan Harjosari II. Kurangnya

dukungan istri yang diberikan kepada informan disebabkan karena kurangnya

pengetahuan dan pemahaman istri tentang alat kontrasepsi MOP.

5.7. Pengaruh Budaya terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti bahwa dalam lingkungan

kelurahan Harjosari II tidak ada ditemukan budaya yang kental yang dapat

mempengaruhi informan untuk tidak ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan KB MOP.

Seperti yang diungkapkan beberapa informan dibawah ini :


“…..Begini bu…dulu kan dalam budaya kita banyak anak banyak rezeki,
tapi dalam lingkungan Harjosari II ini sepertinya tidak berlaku lagi,
melihat kehidupan sekarang….apalagi didaerah kita ini yang tinggal
diperkotaan seperti ini….tidak memungkinkan untuk banyak anak banyak
rezeki…seiring berjalannya zaman dan kehidupan yang semakin
meningkat maka budaya itu akan mengikuti zaman...dan selama ini kan
yang kita tau KB itu hanya untuk perempuan tapi ini ada untuk laki-laki
jadi biar tidak hanya perempuan yang melaksanakan tapi laki-laki juga
perlu..ya...istilahnya emansipasi laki-lakilah...jadi tidak masalah saya
rasa dalam budaya kita kalau suami ikut berpartisipasi dalam ber KB...”
(Informan TOMA)

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), budaya adalah merupakan

faktor predisposisi yang dapat menjadi faktor pendukung atau faktor penghambat

suatu prilaku kesehatan seperti Akseptor KB tidak memilih MOP sebagai alat

kontrasepsi. Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi tidak

terlepas dari faktor perilaku yang dipengaruhi faktor budaya, dimiliki oleh masing-

masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat

dijelaskan dengan teori perilaku Health Belief Model, menyatakan bahwa perilaku

manusia akan ada apabila mereka merasa rentan terhadap suatu permasalahan

kesehatan, mereka merasa berat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi, meyakini

efektifitas dari tindakan yang dilakukan, tidak mahal, dan ada anjuran petugas

(Notoatmodjo, 2007). Seperti hasil wawancara yang dipetik dalam pernyataan

dibawah ini :

“....Kalau yang saya ketahui, dilingkungan Harjosari II itu tidak ada


budaya yang terlalu melekat yang dapat mempengaruhi untuk tidak
melakukan KB MOP...karena saya rasa masyarakat disana rata-rata
pemikiran kota..beda mungkin dengan pemikiran yang tinggal
didesa..hanya saja untuk mengumpulkan bapak-bapak supaya diberi
penyuluhan khususnya tentang KB MOP selalu tidak terlaksana karena
pada sibuk kerja...alhasil yang datang selalu ibu-ibunya saja yang
mewakili...” (Informan PLKB)
Nilai budaya sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2002) adalah

konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu

masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.

Dan suatu sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi sebagai

pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

budaya tidak mempengaruhi terhadap rendahnya pemakaian alat kontrasepsi MOP di

kelurahan Harjosari II. Karena dari hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa

informan, tidak ada ditemukan budaya atau persepsi dilingkungan Harjosari II yang

dapat mempengaruhi masyarakat untuk tidak melakukan KB MOP. Begitu juga

dengan kepercayaan agama masing-masing masyarakat, tidak ditemukan adanya

larangan dalam ajaran agama baik itu dalam agama islam maupun agama kristen.

5.8. Pengaruh Sumber Informasi terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi MOP

Berdasarkan hasil penelitian bahwa sumber informasi mempengaruhi terhadap

pemakaian alat kontrasepsi MOP di kelurahan Harjosari II. Informan yakin

melakukan KB MOP karena mendapatkan informasi lengkap tentang KB MOP,

sedangkan Informan (suami PUS) yang tidak melakukan KB MOP karena tidak

mendapatkan informasi tentang KB MOP. Berikut petikan pernyataan hasil

wawancaranya :

“ ...Seperti yang saya bilang tadi bu...saya tau dari waktu sekolah
dulu...selain itu juga saya dapat informasi tentang KB MOP ini dari
PLKB pusat yang mengajak saya untuk memakai KB MOP...sebelumnya
saya juga pernah dengar dari sosialisasi kepala lingkungan dan ibu
kader..” Informan 1)
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Retno (2007) tentang Faktor – faktor

yang berhubungan dengan keikutsertaan KB Vasektomi di Kecamatan Johar Baru

Kodya Jakarta Pusat ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara sumber

informasi dengan akseptor vasektomi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Puslitbang

Biomedis dan Reproduksi Manusia pada tahun 1999 di DKI Jakarta dan DIY

mengungkapkan bahwa rendahnya peran suami dalam ber KB disebabkan karena

kurangnya informasi tentang metode KB pria. Seperti yang diungkapkan informan

dibawah ini :

“...Seperti yang saya bilang tadi...bahwa saya baru dengar pertama kali
informasi tentang KB MOP ini ya dari ibu..” (Informan 3).

Pentingnya informasi tentang kontrasepsi MOP sangat dibutuhkan bagi

akseptor KB MOP. Informasi sangat menentukan pemilihan alat kontrasepsi yang

dipilih, sehingga informasi yang lengkap mengenai kontrasepsi sangat diperlukan

karena dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman calon akseptor guna

memutuskan pilihan metode kontrasepsi yang akan dipakai (Maryatun, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor sumber informasi

mempengaruhi rendahnya pemakaian alat kontrasepsi MOP dikelurahan Harjosari II.

Informan yang memakai KB MOP mendapat informasi tentang KB MOP dari

sekolah, kader, bidan dan kepala lingkungan. Karena sudah mengetahui tentang alat

kontrasepsi tersebut, baik tujuan, manfaat, keuntungan dan kerugian, maupun efek

sampingnya, sehingga informan merasa yakin untuk memakai alat kontrasepsi MOP

sebagai pilihannya.
Sedangkan informan suami PUS tidak memakai MOP karena tidak memiliki

informasi yang lengkap dan benar tentang MOP, sehingga pengetahuan informan

kurang tentang KB MOP. Selain itu ada juga informan suami PUS yang memiliki

informasi cukup baik tentang MOP tetapi tidak memakai MOP, hal ini disebabkan

karena sikap informan yang kurang positif terhadap penerimaan KB MOP. Informan

yang menggunakan MOP sudah mendapatkan informasi yang tepat baik dari media

massa maupun informasi langsung dari tenaga kesehatan, dan tokoh masyarakat

sehingga kecenderungan menggunakan MOP bagi informan yang berpengetahuan

baik lebih tinggi dibandingkan informan yang berpengetahuan kurang.


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Rendahnya akseptor KB MOP di Kelurahan Harjosari II tahun 2014 dipengaruhi

oleh faktor pendidikan, pengetahun, sikap, dukungan istri dan sumber informasi.

2. Kepercayaan peserta KB MOP untuk memakai MOP diperuntukkan untuk wanita

yang mana istrinya tidak bisa KB karena menderita penyakit tertentu serta tidak

menginginkan banyak anak atau tidak ingin menambah anak lagi.

3. Keyakinan peserta KB MOP untuk memakai MOP karena mengetahui informasi

dan mendapatkan pengetahuan dari petugas kesehatan, ibu kader, dan kepala

lingkungan setempat.

4. Bagi yang tidak yakin akan melakukan KB MOP beralasan karena ketidaktahuan

tentang informasi KB MOP terutama tentang manfaat, tujuan, efeksamping,

kerugian dan keuntungan dari KB MOP tersebut. Adanya anggapan informan

bahwa jika istri meninggal maka dia tidak akan mempunyai keturunan, tidak ada

dukungan dari keluarga/ istri, belum ada waktu untuk melakukan MOP, istri

sudah ber-KB, takut tenaganya lemas, takut kejantanannya hilang dan takut

disuntik atau operasi.


6.2. Saran

1. Perlu upaya peningkatan penyuluhan tentang program KB MOP oleh petugas

kesehatan lapangan keluarga berencana kepada masyarakat khususnya para

suami pasangan usia subur bahwa KB MOP solusi bagi keluarga yang istrinya

tidak bisa ber-KB karena alasan kesehatan dan yang tidak ingin menambah anak

lagi, serta menjelaskan bahwa KB MOP itu aman, tidak ada efek samping, dan

tidak ada larangan dari tokoh agama.

2. Hendaknya ada PLKB laki-laki dikelurahan Harjosari II untuk menggalakkan

penyebaran informasi tentang KB MOP dengan penyuluhan-penyuluhan

sehingga para suami PUS merasa lebih leluasa dan lebih nyaman untuk bertanya

seputar tentang KB MOP.

3. Kepada para tokoh masayarakat seperti Lurah, Camat, kepala lingkungan dan

pemuka agama untuk tetap berpasrtisipasi dalam menghimbau para suami PUS

agar bersedia menjadi peserta KB MOP.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. 2007. Psikologi Sosial, Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta.

Anggraini, Yetti, dkk. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Rohima Pres

Asih Leli, dkk. 2001. Studi Peran Pria dalam Penggunaan Kontrasepsi di Jawa
Barat dan Sumatera Selatan. Jakarta : Puslitbang KB & Kespro.

Bertrand, J. 1980. Audience Research for improving Family Planning


Communication Programs : The Community and Family Study Center.
Chicago

Biran, Affandi. 2013. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

BKKBN. 1993. Pengayoman Medis Keluarga Berencana. Jakarta: BKKBN.

, 2008. Program KB di Indonesia. http://www..bkkbn..go.id.diakses tanggal


26 April 2014.

, 2010. Fakta, Data dan Informasi Keluarga Berencana dan Kesenjangan


Gender di Indonesia. Jakarta: BKKBN.

, 2012. Rencana Aksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Tahun


2012-2014. Jakarta.

, 2014. Analisis Pencapaian Peserta KB Provinsi Sumatera Utara Sampai


Bulan Desember 2014. Medan: BKKBN.

, 2014. Analisis Pencapaian Peserta KB Baru, KB Aktif, dan Droup Out


Bulan Januari Sampai Desember 2014. Medan: BPP dan KB.

Budisantoso, S.I. 2009. Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan


Jetis Kabupaten Bantul, Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia vol. 4.

Burhan Bungin. 2003. Metodologi Penelitian Sosial : Format-format Kualitatif dan


Kuantitatif.

Crasswell, 2014. Penelitian Kualitatif dan Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Depkes RI. 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
, 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta

Dewi, S.R. 2012. Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues, Tesis.
Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Everret, Suzanne. 2008. Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif. Jakarta:


EGC.

Hadari Nawawi. 2005. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press.

Hartanto, H. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kumalasari, I dan Andhyantoro, I. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa


Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Kusumaningrum, R. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis


Kontrasepsi yang Digunakan Pada Pasangan Usia Subur. Semarang: Skripsi
Universitas Diponegoro.

Lexy J, Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

, 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Maryatun. 2009. Analisis Faktor-faktor Pada Ibu yang Berpengaruh terhadap


Pemakaian Metode Kontrasepsi IUD di Kabupaten Sukoharjo, Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta, Jurnal STIKes Aisyiyah, Surakarta.
Eksplanasi 4(8): 155-169.

Meilani. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana, Cetakan Pertama. Yogyakarta:


Fitramaya.

Murniati. 2012. Jurnal Riset Keperawatan: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Motivasi Pria Melakukan Vasektomi Di Kecamatan Ngrampal Kabupaten
Sragen. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Notoatmodjo, S. 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan, Cetakan Pertama, Jakarta: Rineka Cipta

Pinem , S 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontasepsi Jakarta: Trans info Medika

PLKB. 2014. Analisis Pencapaian Peserta KB Harjosari II. Medan: PLKB.

Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka.

Proverawati, Atikah, dkk. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Rakhmat, J. 2008. Psikologi Komunikasi, Cetakan Kedua Puluh Enam, Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Retno, Pujiastuti. 2007. Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan KB


Vasektomi di Kecamatan Johar Baru Kodya Jakarta Pusat. Jakarta: Skripsi

Rustam, L. 2006. Partisipasi Pria Dalam Praktek KB Moderen di Indonesia (Analisis


Data SDKI 2002-2003). Tesis, Universitas Indonesia.

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saptono Iman Budisantoso. 2008. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol 4/No.
2/Agustus 2008. Partisipasi Pria dalam keluarga Berencana di Kecamatan
Jetis. Yogyakarta

Sarwono Prawirohardjo. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:


YBP-SP.

Siagian, Sondang. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Sobur. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia

Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.
Suprihastuti, dkk. 2000. Analisis Data Sekunder SDKI 97 Pengambilan Keputusan
Pengguna Alkon Pria di Indonesia. D.I. Yogyakarta.

Suratun. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:


Trans Info Media

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2012. Laporan Pendahuluan. Jakarta:


BkkbN Kementerian Kesehatan.

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan


Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Jakarta.

Wahyuni, Ni P. D. S., 2013. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Akseptor KB Pria


tentang Vasektomi serta Dukungan Keluarga dengan Partisipasi Pria dalam
Vasektomi (Di Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng). Jurnal Magister
Kedokteran Keluarga. Vol 1, No 1, 2013 hal 80-91.

Wiknjosastro, H. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka sarwono


Prowirohardjo.
Lampiran 1. Inform Consent

SURAT PERSETUJUAN MENJADI SUBJEK DAN INFORMAN


DALAM PENELITIAN

Saya yang bertandatangan Nama (Nurhapni Saragih, SST), NIM (137032050)


adalah mahasiswi S2 Magister Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini
saya sedang melakukan tugas belajar menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis
Terhadap Rendahnya Pemakaian Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) Di
Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas “. Penelitian ini dilakukan sebagai
salah satu tugas akhir proses perkuliahan.
Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak /Ibu memberikan waktu luangnya
agar saya bisa mewawancarai dengan tanya jawab dan saya rekam pembicaraan
dengan voice recorder serta saya ambil beberapa gambar dengan kamera. Semua itu
saya lakukan untuk melengkapi dokumentasi saya pada saat penelitian berlangsung.
Jika Bapak/ Ibu bersedia silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti
kesukarelaannya.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Inisial :
Umur :
Demikian surat pernyataan ini saya sampaikan tanpa ada unsur paksaan
pihak manapun.

Peneliti Informan

( Nurhapni Saragih, SST ) ( )


Lampiran 2. Hasil Wawancara

Hasil Wawancara dengan Akseptor KB MOP (I)


Tanggal wawancara : 4 Juni 2015
Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 19.30 WIB

P : Berapa umur bapak pada saat melakukan KB Metode Operasi Pria


(MOP)?
S : 43 Tahun
P : Apakah jenis sekolah tertinggi yang pernah bapak dapatkan?
S : SMA Farmasi
P : Bapak sudah memiliki anak berapa?
S : 3 bu..1 laki-laki dan 2 perempuan...
P : Apakah bapak masih berencana untuk menambah anak lagi?
S : Anak saya sudah 3 bu...saya cuma penarik becak...istri cuma ibu rumah
tangga yang gak mempunyai penghasilan...gak mungkinlah bu saya mau
nambah anak lagi...kami rasa sudah cukuplah 3 anak bu...besarin anak 3
aja udah susah...karna zaman sekarang ini semua serba mahal..apalagi
biaya pendidikan, namanya aja sekolah gratis bu tapi tetap aja ada yang
harus dibayar...
P : Apakah sebelumnya bapak pernah mendengar tentang KB MOP?
S : Saya kan dulu sekolah di SMK farmasi bu...dulu disekolah ada pelajaran
tentang KB jadi saya tau sedikit tentang KB MOP...
P : Apa yang bapak ketahui tentang KB MOP?
S : Suatu program KB untuk pria yang artinya untuk mengatur jarak kelahiran
supaya dapat menciptakan keluarga yang harmonis dan meningkatkan
ekonomi keluarga...yang pelaksanaanya dilakukan dengan operasi kecil...
P : Jenis atau alat kontrasepsi pria apa saja yang bapak ketahui?
S : Kondom...sama Vasektomi aja...
P : Apakah saat ini bapak menggunakan alat kontrasepsi?
S : Ya..kurang lebih sudah 1 tahun bu...
P : Jenis atau alat kontrasepsi apa yang sedang bapak pakai?
S : Vasektomi
P : Apakah alasan bapak memakai alat kontrasepsi MOP?
S : karna saya gak ingin nambah anak lagi bu...selain itu juga istri gak cocok
pakai KB apapun..
P : Keluhan apa yang bapak rasakan selama memakai alat kontrasepsi MOP?
S : Selama ini gak ada keluhan bu...aman-aman saja..
P : Bagaimana tanggapan bapak tentang KB MOP atau biasa disebut
vasektomi/sterilisasi?
S : Kalau tanggapan saya sangatlah bagus...karna dapat membantu istri yang
tidak cocok memakai KB, seperti istriku ini KB apa pun dia gak
cocok..ada aja keluhan yang dirasakannya setiap ber KB...selain itu juga
lebih terencana lebih terpogram masalah keluarga dan masa depan anak-
anak saya...dan pada umumnya di agama juga gak ada larangan untuk
menggunakan KB MOP ini..
P : Menurut bapak, apakah efek samping dari pemakaian alat kontrasepsi
MOP?
S : Kalau dari segi kesehatan tidak ada efek samping yang saya
rasakan...normal semua..
P : Menurut bapak, apakah keuntungan/ kerugian dari pemakaian alat
kontrasepsi MOP?
S : Untuk keuntungannya, gak bisa nambah keturunan lagi..gak perlu was-
was lagi istri hamil...cocok untuk keluarga yang sudah punya banyak
anak...sedangkan kekurangannya kalau menurut saya gak ada bu...karna
dalam berhubungan intim sekalipun saya merasa enak-enak aja gak ada
gangguan atau keluhan lain...”
P : Dimanakah bapak mendapatkan pelayanan kontrasepsi MOP?
S : Klinik Aisyiyah disamping kantor samsat bu...
P : Apakah istri mendukung bapak untuk melakukan KB MOP?
S : Saya sendiri yang memutuskan untuk ikut KB vasektomi...setelah operasi
saya langsung pulang dan sudah sampe dirumah baru istri saya tau karna
saya sudah cerita..tapi istri saya gak marah malah dia senang klu saya
yang KB..
P : Darimana bapak memperoleh informasi menggenai alat Kontrasepsi
MOP?
S : Seperti yang saya bilang tadi bu...saya tau dari waktu sekolah dulu...selain
itu juga saya dapat informasi tentang KB MOP ini dari PLKB pusat yang
mengajak saya untuk memakai KB MOP...sebelumnya saya juga pernah
dengar dari sosialisasi kepala lingkungan dan ibu kader..
P : Terima kasih banyak pak atas informasi yang bapak sampaikan. Saya
mohon ijin pamit pak.....
I : Sama-sama bu....
Hasil Wawancara dengan Istri Akseptor KB MOP (I)

Tanggal wawancara : 4 Juni 2015


Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 19.50 WIB

P : Berapa umur ibu saat ini?


I : 43 Th
P : Apakah ibu berencana untuk menambah anak lagi?
I : gak lah bu..3 udah banyak..cukup lah..
P : Apakah ibu mendukung suami memakai alat kontrasepsi MOP?
I : Awalnya saya gak tau bu tentang KB MOP...tapi karna suami udah
menjelaskannya dan suami pun udah operasi yaaa saya setuju aja...ya
terserah bapak aja asal gak ada efeksampingnya...
P : Apa alasan ibu mendukung suami memakai alat kontrasepsi MOP?
I : karna saya ga bisa KB bu..saya punya sakit jantung..udah pernah semua
saya coba tapi gak ada yang cocok...
P : Apa yang ibu ketahui tentang alat kontrasepsi MOP?
I : biar gak bisa hamil lagi...suami saya waktu itu bilang katanya dioperasi
kecil alat kelaminnya..tapi abis operasi udah bisa jalan..
P : Darimana ibu memperoleh informasi mengenai alat kontrasepsi MOP?
I : dari suami bu...
P : Terima kasih banyak bu atas informasi yang ibu sampaikan. Saya mohon
ijin pamit bu...
I : Sama-sama bu....
Hasil Wawancara dengan Akseptor KB MOP (II)

Tanggal wawancara : 6 Juni 2015


Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 20.00 WIB

P : Berapa umur bapak pada saat melakukan KB Metode Operasi Pria


(MOP)?
S : 50 Th
P : Apakah jenis sekolah tertinggi yang pernah bapak dapatkan?
S : Sarjana S1 bu..
P : Bapak sudah memiliki anak berapa?
S : 6 bu..
P : Apakah bapak masih berencana untuk menambah anak lagi?
S : Cukuplah bu...gak ada lagi keinginan untuk nambah anak...karna anak
saya sudah 6...bisa membesarkan mereka aja sampe ke perguruan tinggi
udah alhamdulillah bu...istri saya gak kerja, sedangkan saya hanya seorang
guru SD di sekolah swasta...makanya untuk cari sampingan supaya ada
uang tambahan saya juga menarik becak setelah pulang dari sekolah...itu
juga lah bu alasan saya kenapa saya mau ikut KB MOP ini karna anak
saya sudah banyak...
P : Apakah sebelumnya bapak pernah mendengar tentang KB MOP?
S : Waktu masih kuliah dulu bu, saya pernah dengar sedikit tentang KB MOP
yang katanya KB khusus untuk pria kan bu...?sudah lama berselang sampe
anak saya sudah 6 orang baru saya dengar lagi informasi tentang KB MOP
ini..saya dengar dari sosialisasi pak kepling, bu kader, dan bu
bidan..setelah itu baru saya memutuskan untuk KB MOP...
P : Apa yang bapak ketahui tentang KB MOP?
S : Merupakan KB khusus pria yang dilakukan dengan operasi kecil
tujuannya untuk mensejahterakan rumah tangga dengan membatasi jarak
kelahiran dengan perencanaan yang matang, dengan tujuan masa depan
anak-anak yang cerah dan menyeimbangkan kedaan rumah tangga...
P : Jenis atau alat kontrasepsi pria apa saja yang bapak ketahui?
S : kondom..vasektomi..itu aja kayaknya..
P : Apakah saat ini bapak menggunakan alat kontrasepsi?
S : Ya..sudah hampir 1 tahun lah bu..
P : Jenis atau alat kontrasepsi apa yang sedang bapak pakai?
S : Vasektomi
P : Apakah alasan bapak memakai alat kontrasepsi MOP?
S : karna anak saya sudah banyak bu..sudah tidak ingin nambah anak
lagi..istri juga gak cocok KB apapun..
P : Keluhan apa yang bapak rasakan selama memakai alat kontrasepsi MOP?
S : gak pernah ada keluhan yang saya rasakan bu selama saya pakai KB MOP
ini...biasa saja...
P : Bagaimana tanggapan bapak tentang KB MOP?
S : Menurut saya pribadi sangat bagus, karena saya merasa cukup punya anak
6 orang soalnya ingin anak aku yang 6 orang ini aku sekolahkan ke
perguruan tinggi makanya harus punya rencana dan ancang-ancang mulai
sekarang dan juga cocok untuk saya…sebab istri saya tidak bisa ber KB.
Baguslah untuk keluarga saya, dan menolong jugalah, karena biayanya
gratis...
P : Menurut bapak, apakah efek samping dari pemakaian alat kontrasepsi
MOP?
S : menurut saya gak ada bu...saya gak pernah merasakan ada
efeksampingnya..malah saya merasa bertambah sehat..
P : Menurut bapak, apakah keuntungan/ kerugian dari pemakaian alat
kontrasepsi MOP?
S : Kalau yang saya tahu dan yang saya rasakan kelebihan/ keuntungannya
yaa biar jangan punya anak lagi…karna anak saya sudah banyak bu..jadi
cocoklah saya pakai KB ini biar ga nambah lagi anak saya...selain itu juga
dapat membuat suami makin sehat...sedangkan kekurangannya saya rasa
gak ada bu...malah saya merasa badan saya bertambah sehat selama pakai
KB MOP ini..
P : Dimanakah bapak mendapatkan pelayanan kontrasepsi MOP?
S : Klinik Aisyiyah...
P : Apakah istri mendukung bapak untuk melakukan KB MOP?
S : Awalnya istri saya ga tau klu saya ikut KB MOP...karna waktu operasi itu
saya gak bilang karna waktu itu saya lagi narik becak terus saya ditawari
sama bapak-bapak untuk ikut KB MOP abis itu dikasi duit 150rb..saya
langsung mau..udah dirumah baru saya ceritakan sama istri..diapun
mendukung sekali karena saya udah KB jadi gak ada rasa was-was lagi
untuk takut kebobolan karna selama ini hanya KB alami aja...
P : Darimana bapak memperoleh informasi menggenai alat Kontrasepsi
MOP?
S : Pertama kali saya dengar tentang KB MOP itu sewaktu kuliah, setelah itu
saya pernah lihat dari tv juga ada berita tentang KB MOP, dan informasi
terbaru saya dapatkan dari ibu kader dan ibu bidan serta sosialisasi dari
kepala lingkungan disini...habis itulah saya langsung berniat untuk ikut
KB MOP...
P : Terima kasih banyak pak atas informasi yang bapak sampaikan. Saya
mohon ijin pamit pak.....
I : Sama-sama bu....
Hasil Wawancara dengan Istri Akseptor KB MOP (II)

Tanggal wawancara : 6 Juni 2015


Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 20.20 WIB

P : Berapa umur ibu saat ini?


I : 47 Th
P : Apakah ibu berencana untuk menambah anak lagi?
I : gak bu..udah lebih dari cukup..karna udah 6..
P : Apakah ibu mendukung suami memakai alat kontrasepsi MOP?
I : Ya saya senang sekali kalau bapak mau KB..walaupun bapak gak bilang
sebelumnya kalau mau KB MOP...setelah selesai operasi bapak baru
cerita..
P : Apa alasan ibu mendukung suami memakai alat kontrasepsi MOP?
I : Karna saya gak cocok bu sama KB apapun...sudah saya coba semua..ada
semua efeksampingnya..
P : Apa yang ibu ketahui tentang alat kontrasepsi MOP?
I : KB untuk laki-laki...kata suami saya dioperasi alat kelaminnya..
P : Darimana ibu memperoleh informasi mengenai alat kontrasepsi MOP?
I : dari suami...
P : Terima kasih banyak bu atas informasi yang ibu sampaikan. Saya mohon
ijin pamit bu...
I : Sama-sama bu....
Hasil Wawancara dengan Suami PUS (I)

Tanggal wawancara : 7 Juni 2015


Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 19.40 WIB

P : Berapa Umur bapak saat ini?


I : 45 th
P : Apakah jenis sekolah tertinggi yang pernah bapak dapatkan?
I : SMA...
P : Bapak sudah memiliki anak berapa?
I : udah 3 bu..2 laki-laki dan 1 perempuan..
P : Apakah bapak masih berencana untuk menambah anak lagi?
I : 3 sudah cukuplah bu...walaupun kami hanya KB alami aja..
P : Jenis atau alat kontrasepsi pria apa saja yang bapak ketahui?
I : hanya kondom...
P : Apakah saat ini bapak menggunakan alat kontrasepsi MOP/ vasektomi?
I : gak bu...
P : Apakah alasan bapak tidak menggunakan alat kontrasepsi MOP?
I : Karna saya gak tau bu apa itu KB MOP..gak pernah saya dengar Kb itu..
P : Apakah istri bapak mendukung bapak untuk melakukan KB MOP?
I : Istri saya juga gak tau tentang KB MOP bu jadi ya wajar ajalah dia gak
nyuruh saya untuk KB MOP...
P : Apakah sebelumnya bapak pernah mendengar tentang KB MOP?
I : Saya gak pernah dengar bu tentang KB MOP..,jadi saya gak tau apa itu
KB MOP...
P : Apa yang bapak ketahui tentang alat kontrasepsi MOP?
I : Seperti yang saya bilang tadi bu..saya gak tau apa itu KB MOP...saya baru
dengar KB MOP ini dari ibu..
P : Keuntungan dan kerugian apa saja yang bapak ketahui dari KB MOP?
I : Apa itu KB MOP juga saya gak tau kalau ibu gak bilang....jadi mana
mungkin saya tau keuntungan dan kekurangannya...
P : Bagaimana tanggapan bapak tentang KB MOP?
I : Tanggapan saya bagus bu karna ada KB untuk laki-laki selain
kondom...tapi karna saya juga baru dengar tentang KB MOP ini jadi saya
tidak bisa memberi tanggapan lebih..
P : Darimana bapak memperoleh informasi mengenai alat kontrasepsi MOP?
I : Seperti yang saya bilang tadi...bahwa saya baru dengar pertama kali
informasi tentang KB MOP ini ya dari ibu..
P : Terima kasih banyak pak atas informasi yang bapak sampaikan. Saya
mohon ijin pamit pak.....
I : Sama-sama bu....
Hasil Wawancara dengan Suami PUS (II)

Tanggal wawancara : 8 Juni 2015


Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 21.00 WIB

P : Berapa Umur bapak saat ini?


I : 46 Th
P : Apakah jenis sekolah tertinggi yang pernah bapak dapatkan?
I : SMA
P : Bapak sudah memiliki anak berapa?
I : 2 bu...1 perempuan dan 1 laki-laki...
P : Apakah bapak masih berencana untuk menambah anak lagi?
I : Udah cukup lah bu 2 karna udah sepasang...yaaa mudah-mudahan istri gak
hamil lagi...
P : Jenis atau alat kontrasepsi pria apa saja yang bapak ketahui?
I : Kondom...sama yang baru-baru ini saya dengar dari istri saya ada KB
vasektomi untuk laki-laki...
P : Apakah saat ini bapak menggunakan alat kontrasepsi MOP/ vasektomi?
I : gak bu...
P : Apakah alasan bapak tidak menggunakan alat kontrasepsi MOP?
I : saya takut ada efeksampingnya...
P : apakah istri bapak mendukung bapak untuk melakukan KB MOP?
I : Istri pernah bu menyuruh saya untuk ikut KB MOP...tapi saya takut kalau
nanti ada efeksampingnya....
P : Apakah sebelumnya bapak pernah mendengar tentang KB MOP?
I : Pernah..itupun istri saya yang ngasi tau kalau sekarang ada KB untuk pria
yang namanya vasektomi caranya dengan operasi kecil...sama ajakan bu..
P : Apa yang bapak ketahui tentang alat kontrasepsi MOP?
I : Ya...Itu....KB untuk laki-laki supaya jangan punya anak lagi…dengan cara
operasi..
P : Keuntungan dan kerugian apa saja yang bapak ketahui dari KB MOP?
I : Kalau keuntungannya mungkin itu tadi ya bu ga bisa nambah anak
lagi...terus kalau kerugiannya ya efeksamping dari KB tersebut...
P : Bagaimana tanggapan bapak tentang KB MOP?
I : Menurut saya KB itu hanya untuk perempuan...nanti klu saya yang KB
MOP saya gak bisa punya keturunan lagi lah bu...kalau istri saya
meninggal gimana bu..manatau nanti saya masih mau kawin lagi, masa
saya gak punya anak dari istri baru saya...hahaha..
P : Darimana bapak memperoleh informasi mengenai alat kontrasepsi MOP?
I : Pernah dengar waktu saya berobat ke puskesmas, waktu itu ada
penyuluhan tentang KB salah satunya KB MOP ini lah...tapi saya lihat
ibu-ibu semua yang mendengarkan..saya cuma dengar sikit-sikit aja lihat
dari jauh...sebelumnya memang sudah pernah dengar dari istri saya..
P : Terima kasih banyak pak atas informasi yang bapak sampaikan. Saya
mohon ijin pamit pak.....
I : Sama-sama bu....
Hasil Wawancara dengan Suami PUS (III)

Tanggal wawancara : 9 Juni 2015


Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 21.10 WIB

P : Berapa Umur bapak saat ini?


I : 41th
P : Apakah jenis sekolah tertinggi yang pernah bapak dapatkan?
I : SMP...
P : Bapak sudah memiliki anak berapa?
I : 2 bu..yang paling besar laki-laki...yang paling kecil perempuan umur 9
tahun...
P : Apakah bapak masih berencana untuk menambah anak lagi?
I : Kalau ditanya pengennya ya gak nambah anak lagi bu...karna 2 udh
cukup...tapi kalau Tuhan masih mau ngasi kami anak lagi yaa mau gimana
lagi...harus diterima...pasrah aja lah karna istri jg gak cocok pake KB..
P : Jenis atau alat kontrasepsi pria apa saja yang bapak ketahui?
I : kondom..sama vasektomi...
P : Apakah saat ini bapak menggunakan alat kontrasepsi MOP/ vasektomi?
I : gak bu...
P : Apakah alasan bapak tidak menggunakan alat kontrasepsi MOP?
I : saya takut disuntik bu...
P : apakah istri bapak mendukung bapak untuk melakukan KB MOP?
I : Boro-boro mendukung saya ikut KB MOP...mungkin dengar tentang KB
MOP aja istri saya belum pernah...
P : Apakah sebelumnya bapak pernah mendengar tentang KB MOP?
I : Pernah dengar bu dari warga...tapi sekilas gitu aja gak terlalu saya simak
karna udah nyaman dengan KB alami..jadi saya cuek aja waktu dengar
warga ngomongin tentang KB yang katanya KB untuk pria...
P : Apa yang bapak ketahui tentang alat kontrasepsi MOP?
I : KB untuk laki-laki yang tidak ingin menambah anak lagi atau merasa
jumlah anak sudah cukup...
P : Keuntungan dan kerugian apa saja yang bapak ketahui dari KB MOP?
I : Keuntungannya istri ga bisa hamil lagi...kerugiannya yang pernah saya
dengar katanya mengganggu hubungan seksual, karna kurang bergairah...
P : Bagaimana tanggapan bapak tentang KB MOP?
I : Setau saya KB MOP itu disuntik kelamin laki-lakinya..pernah ada ibu
kader yang menganjurkan saya untuk ikut KB MOP tapi saya gak mau bu
karna saya takut disuntik...boro-boro dioperasi kelamin saya,
membayangkan aja saya udah geliii...saya takut disuntik bu makanya saya
gak mau ikut KB MOP...saya juga takut nanti kejantanan saya hilang
setelah ikut KB MOP...
P : Darimana bapak memperoleh informasi mengenai alat kontrasepsi MOP?
I : Saya pernah dengar dari ibu kader...dari ibu bidan dan kepala lingkungan
juga pernah mensosialisasikannya...tapi saya tetap masih takut bu untuk
disuntik
P : Terima kasih banyak pak atas informasi yang bapak sampaikan. Saya
mohon ijin pamit pak.....Assalammualaikum...
I : Sama-sama bu....Waalaikumsalam...
Hasil Wawancara dengan Akseptor KB Perempuan (Akseptor KB Implant)

Tanggal wawancara : 9 Juni 2015


Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 20.10 WIB

P : Berapa umur ibu saat ini?


I : 38 Th
P : Jenis atau alat kontrasepsi apa yang ibu pakai saat ini?
I : KB Implant
P : Apakah ibu berencana untuk menambah anak lagi?
I : untuk saat ini gak ada kepikiran bu untuk nambah anak lagi...kayaknya
cukuplah 2...
P : Apakah ibu mendukung apabila suami ibu memakai alat kontrasepsi
MOP?
I : Pernah waktu itu saya coba bicara dengan suami tentang KB
MOP..karna saya kan kader PKK dan kader KB (SupPPKBD) dari orang
BKKBN, puskesmas, dan PLKB sehingga saya tau irformasi lengkap
tentang KB MOP, makanya saya coba anjurkan suami untuk KB
MOP...tapi suami saya bilang dia blm siap..nanti aja lah maa, ayah pikir-
pikir dulu...karna untuk sekarang ayah masih takut...lagian mama kan
udah KB jadi gak perlu lagi ayah KB...
P : Apa yang ibu ketahui tentang alat kontrasepsi MOP?
I : seperti yang saya bilang tadi bu...saya kan kader PKK dan kader KB
(SupPPKBD) dari orang BKKBN, puskesmas, dan PLKB sehingga saya
tau irformasi lengkap tentang KB MOP, makanya saya coba anjurkan
suami untuk KB MOP..karna saya paham tentang MOP..
P : Darimana ibu memperoleh informasi mengenai alat kontrasepsi MOP?
I : tadikan saya sudah bilang klu saya itu kader PKK dan kader KB
(SupPPKBD) dari orang BKKBN, puskesmas, dan PLKB...jadi saya tau
semua informasinya...
P : Terima kasih banyak bu atas informasi yang ibu sampaikan. Saya
mohon ijin pamit bu...
I : Sama-sama bu....sukses yaa bu..
P : Aamiin...Terimakasih bu...
Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama Islam

Tanggal wawancara : 28 Mei 2015


Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 17.30 WIB

P : Menurut bapak, apa yang dimaksud dengan KB?


I : KB adalah suatu program pemerintah yang bertujuan untuk mengatur
jarak kelahiran untuk kesejahteraan warga..
P : apa sajakah jenis KB pria yg bapak ketahui?
I : Kondom dan vasektomi...
P : Bagaimana pendapat bapak tentang KB MOP atau yang biasa disebut
vasektomi?
I : Selama itu tidak menimbulkan mudorat tidak apa-apa, karena Islam
sebagai agama universal selalu mampu menghadapi dinamika
perkembangan zaman. Al-Qur‟an dan hadis sebagai sumber hukum
Islam haruslah digali terus sebagai aktualisasi kesempurnaan Islam...
P : Menurut ajaran agama islam saat ini, apakah ada larangan pemakaian
alat kontrasepsi MOP?
I : Dari yang saya ketahui, sampai saat ini tidak ada larangan agama baik
islam maupun kristiani yang mengajarkan bahwa KB MOP itu
dilarang...selama itu aman untuk si pemakai tidak masalah...
P : Apakah bapak sendiri mendukung program KB MOP?
I : Ya...karna dengan KB MOP tersebut dapat mengendalikan hawa nafsu
jadi tidak ada masalah...
P : Menurut data yang saya dapatkan dari kecamatan medan amplas bahwa
pada tahun 2014 yang lalu jumlah peserta KB MOP di Harjosari II
hanya 2 orang, menurut bapak kenapa itu bisa terjadi?
I : Mungkin karna kurangnya penyuluhan dari tenaga kesehatan sehingga
pemahaman masyarakat tentang KB MOP sangat kurang...
P : Terima kasih banyak pak atas informasi yang bapak sampaikan. Saya
mohon ijin pamit pak.......Assalammualaikum...
I : Sama-sama bu......Waalaikumsalam...
Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama Kristen

Tanggal wawancara : 30 Mei 2015


Tempat : Di Rumah Informan
Pukul : 19.00 WIB

P : Menurut bapak, apa yang dimaksud dengan KB?


I : KB adalah suatu cara untuk merencanakan atau membatasi jumlah anak
dalam keluarga...biasanya dianjurkan 2 anak sudah cukup..
P : apa sajakah jenis KB pria yg bapak ketahui?
I : kondom...dan baru-baru ini ada namanya KB vasektomi....
P : Bagaimana pendapat bapak tentang KB MOP atau yang biasa disebut
vasektomi?
I : gak ada masalah karna menyangkut pilihan masing-masing orang...
P : Menurut ajaran agama kristiani saat ini, apakah ada larangan pemakaian
alat kontrasepsi MOP?
I : tidak ada larangan dalam agama...beristri 2 yang tidak boleh dalam
agama kami...
P : Apakah bapak sendiri mendukung program KB MOP?
I : sangat mendukung....karena masalah dalam keluarga bisa lebih
terencana dan terprogram...
P : Menurut data yang saya dapatkan dari kecamatan medan amplas bahwa
pada tahun 2014 yang lalu jumlah peserta KB MOP di Harjosari II
hanya 2 orang, menurut bapak kenapa itu bisa terjadi?
I : sosialisasi vasektomi tidak berjalan dengan baik...sehingga masyarakat
belum begitu mengetahui informasi tentang vasektomi...
P : Terima kasih banyak pak atas informasi yang bapak sampaikan. Saya
mohon ijin pamit pak ...
I : Sama-sama bu .... semoga sukses ...
P : Aamiin ... Terimakasih Pak ...
Hasil Wawancara dengan Tokoh Masyarakat

Tanggal wawancara : 2 Juni 2015


Tempat : Kantor Kelurahan Harjosari II
Pukul : 17.00 WIB

P : Apakah yang bapak ketahui tentang program KB?


I : suatu program yang artinya untuk mengatur jarak kelahiran supaya dapat
menciptakan keluarga yang harmonis...intinya dengan pengaturan anak
masalah ekonomi dapat di atasi...
P : Bagaimana pendapat bapak tentang KB Metode Operasi Pria (MOP)
atau yang biasa disebut vasektomi/ sterilisasi?
I : menurut saya pribadi...anjuran tersebut positif, karena selama ini kan
yang kita tau KB itu hanya untuk perempuan tapi ini ada untuk laki-laki
jadi biar tidak hanya perempuan yang melaksanakan tapi laki-laki juga
perlu..ya...istilahnya emansipasi laki-lakilah...jadi tidak masalah saya
rasa dalam budaya kita kalau suami ikut berpartisipasi dalam ber
KB...tetapi sebagian warga masih merasa takut untuk melakukannya...
padahal sudah dilakukan sosialisasi di kecamatan, diperwiritan, dll...
P : Menurut bapak, apakah pada saat ini dalam lingkungan harjosari II ada
larangan atau persepsi dalam budaya masyarakat tentang pemakaian alat
kontrasepsi MOP?
I : Begini bu…dulu kan dalam budaya kita banyak anak banyak rezeki, tapi
dalam lingkungan Harjosari II ini sepertinya tidak berlaku lagi, melihat
kehidupan sekarang….apalagi didaerah kita ini yang tinggal diperkotaan
seperti ini tidak memungkinkan untuk banyak anak banyak
rezeki…seiring berjalannya zaman dan kehidupan yang semakin
meningkat maka budaya itu akan mengikuti zaman...jadi menurut saya
tidak ada larangan dalam lingkungan kampung ini untuk tidak ikut pakai
KB MOP...
P : Apakah bapak mendukung program KB MOP?
I : pasti mendukung lah bu...karena pemerintah tidak mungkin membuat
program yang merugikan rakyatnya...
P : Terima kasih banyak pak atas informasi yang bapak sampaikan. Saya
mohon ijin pamit pak ...
I : Sama-sama bu....semoga cepat Lulus...
P : Aamiin ... Terimakasih Pak ...
Hasil Wawancara dengan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)

Tanggal wawancara : 10 Juni 2015


Tempat : Kantor Kecamatan Medan Amplas
Pukul : 12.30 WIB

P : Apakah PLKB Harjosari II menyarankan untuk menggunakan kontrasepsi


MOP pada pasangan usia subur yang tidak ingin menambah anak lagi?
I : Ya pasti lah bu...karna itu target kami...setiap penyuluhan selalu kami
anjurkan dan kami jelaskan tentang KB MOP...
P : Apakah PLKB memberikan informasi tentang alat kontrasepsi MOP?
I : Ya...dengan memberikan penyuluhan pada warga...setiap minggu pada
saat posyandu, arisan sebulan sekali...semua kalangan dikumpulkan,
bapak-bapak hanya ada beberapa yang datang karena mereka masih
merasa malu dan sebagian sibuk bekerja...
P : Apakah PLKB pernah memberikan informasi bahwa pemakaian alat
kontrasepsi MOP gratis?
I : setiap penyuluhan selalu diberitahu bahwa KB MOP gratis dan diberi
uang Rp 150.000 untuk biaya istirahat dirumah..
P : Dalam setahun berapa kali dilaksanakan pelayanan KB MOP gratis bu?
I : kurang lebih 4x bu...
P : Menurut ibu apakah faktor penyebab rendahnya pemakaian alat
kontrasepsi MOP?
I : warga takut ada efeksampingnya...padahal sudah dilakukan sosialisasi dan
penyuluhan tetapi warga tetap tidak paham...
P : apakah dalam lingkungan Harjosari II ada budaya atau persepsi
masyarakat tentang KB MOP yang mempengaruhi warga untuk tidak
melakukan MOP?
I : Kalau yang saya ketahui, dilingkungan Harjosari II itu tidak ada budaya
yang terlalu melekat yang dapat mempengaruhi untuk tidak melakukan
KB MOP...karena saya rasa masyarakat disana rata-rata pemikiran
kota..beda mungkin dengan pemikiran yang tinggal didesa..hanya saja
untuk mengumpulkan bapak-bapak supaya diberi penyuluhan khususnya
tentang KB MOP selalu tidak terlaksana karena pada sibuk kerja...alhasil
yang datang selalu ibu-ibunya saja yang mewakili...”
P : Terima kasih banyak bu atas informasi yang ibu sampaikan. Saya mohon
ijin pamit bu...
I : Sama-sama bu....
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

Anda mungkin juga menyukai