TESIS
Oleh
NURHAPNI SARAGIH
137032050/IKM
THESIS
By
NURHAPNI SARAGIH
137032050/IKM
TESIS
Oleh
NURHAPNI SARAGIH
137032050/IKM
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
Dekan
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Nurhapni Saragih
137032050/IKM
ABSTRAK
Maha Esa, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat
Medan Amplas”.
Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan
kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh
Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberi masukan guna
8. Bapak Camat Medan Amplas, kepala kordinator dan seluruh staf PLKB
Kecamatan Medan Amplas, Bapak Lurah, ibu Kader, tokoh agama dan tokoh
masyarakat Harjosari II, seluruh informan yang telah bersedia menjadi informan
dan ibunda Hj. Nurhaidah Purba), suami (M. Aulia Praja Ananda, SE) dan
menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik
dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap
Nurhapni Saragih
137032050/IKM
RIWAYAT HIDUP
Silandoyung pada tanggal 20 Maret 1987, anak ketujuh dari delapan bersaudara dari
pasangan ayahanda ALM H. M. Jaim Saragih dan ibunda Hj. Nurhaidah Purba.
Penulis menikah pada tahun 2013 dengan M. Aulia Praja Ananda, dan dikaruniai 1
(satu) orang putra bernama Muhammad Rafa At Taisyir Azmi usia 8 Bulan.
Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Impres selesai
tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama Madrasah Tsanawiyah TPI Silau Dunia
selesai tahun 2002, Sekolah Menengah Atas UISU Medan selesai tahun 2005,
2009, Program D-IV Bidan Pendidik di Universitas Respati Indonesia Jakarta selesai
tahun 2010. Pada tahun 2013-2015, penulis menempuh pendidikan di Program Studi
Pekerjaan penulis dimulai dari tahun 2009 sebagai Bidan Jaga Klinik Bersalin
di Jakarta, tahun 2010 sampai 2012 bekerja sebagai staf AKBID D-III di Universitas
Respati Indonesia Jakarta, dan sekarang untuk sementara waktu menjadi ibu rumah
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
LAMPIRAN ......................................................................................................... 83
DAFTAR TABEL
Matriks 4.5. Jawaban Informan tentang Partisipasi Suami dalam KB MOP ....... 52
2. Hasil Wawancara....................................................................................... 84
PENDAHULUAN
2013).
kesehatan reproduksi adalah langkah yang tepat dalam upaya mendorong kesetaraan
tahun 1999, telah disepakati suatu paradigma dari aspek demografis (pengendalian
Dengan demikian cakupan program KB semakin cukup luas antara lain meliputi
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta tanggung jawab pria dalam
komprehensif dan fundamental dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan
mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki
jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan
cara, alat, dan obat kontrasepsi. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk
berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri,
1970, Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri
Salah satu cara untuk mengatasi masalah diatas adalah dengan mengikuti
terdiri dari metode sederhana dan metode modern. Metode sederhana terdiri dari KB
terdiri dari KB hormonal (pil oral kombinasi, minipil, suntikan, dan implan). Intra
MOP adalah alat kontrasepsi jenis sterilisasi melalui pembedahan dengan cara
kantung sperma sehingga tidak ada lagi kandungan sperma di dalam ejakulasi air
mani pria (Proverawati, 2012). MOP adalah metode sterilisasi dengan cara mengikat
saluran sperma (vas deferens) pria (Atikah dkk, 2010). MOP merupakan suatu
metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat
efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum
(Hartanto, 2004).
MOP dapat menjadi salah satu alternatif kontrasepsi yang tepat apabila wanita
atau istri tidak dapat menggunakan kontrasepsi hormonal, intra uterine devices, atau
kontrasepsi dengan alasan antara lain takut efek samping seperti gemuk atau bercak
manfaat yang menonjol dari metode KB MOP atau Vasektomi ini adalah : lebih
efektif, aman, sederhana, waktu operasi cepat hanya memerlukan waktu 5-10 menit,
menggunakan anestesi lokal, biaya rendah, secara budaya sangat dianjurkan untuk
negara yang penduduk wanitanya malu ditangani tenaga medis pria (Hartanto, 2004).
tentang kesehatan reproduksi, sikap dan perilaku suami, keterbatasan alat kontrasepsi
pria, faktor sosial budaya masyarakat, dan adanya rumor tentang vasektomi serta
Berdasarkan data SDKI tahun 2012, partisipasi suami dalam ber-KB secara
nasional hanya mencapai 2% di antaranya 1,8% akseptor kondom dan 0,2% akseptor
vasektomi. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi suami dalam
ber-KB masih rendah jika dibandingkan dengan sasaran nasional pada tahun 2012
yaitu 4,5%. Jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi suami dalam ber-
Bangladesh sebanyak 13,9%, Nepal sebanyak 24%, Malaysia sebanyak 16,8% dan
Jepang sebanyak 80%. Dari data ini dapat dilihat bahwa Indonesia menempati angka
Kabupaten Bantul bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap keikutsertaan pria
dalam KB. Sikap kepedulian terhadap masalah kesehatan reproduksi diyakini akan
meningkatkan keikutsertaan pria. Hal ini disebabkan karena selama ini adanya
perempuan dan pria tidak pernah terlibat. Sebab sikap terwujud dalam sebuah
tindakan yang bergantung pada situasi saat itu, dan pengalaman yang terjadi pada
perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tersebut. Sikap baik
terhadap upaya keikutsertaan. Sementara itu hasil penelitian Retno (2007) tentang
Johar Baru Kodya Jakarta Pusat ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara
umur, pendidikan, status pekerjaan, jumlah anak, dan sumber informasi dengan
akseptor vasektomi.
Manusia pada tahun 1999 di DKI Jakarta dan DIY mengungkapkan bahwa rendahnya
peran suami dalam ber KB disebabkan karena kurangnya informasi tentang metode
Studi di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2001 juga mengungkapkan
penyebab rendahnya suami ber KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga
yaitu istri tidak mendukung (66%), adanya rumor di masyarakat bahwa vasektomi
sama dengan kebiri (47%), kurangnya informasi metode kontrasepsi pria dan
terbatasnya tempat pelayanan serta terbatasnya pilihan KB (6,2%). Dari studi tersebut
diketahui hanya satu dari tiga pria yang setuju dengan metode vasektomi dan
sebanyak 41% pria mengatakan bahwa kondom tidak disukai karena mengurangi
(BKKBN) Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 sebanyak 1,630,298 (69,2%) peserta
KB aktif dari 2,354,389 jumlah PUS, diperoleh 467,092 (19,84%) peserta pil,
(7,58%) peserta IUD, 124,163 (5,27%) peserta kondom, 120,166 (5,10%) peserta
metode operatif wanita (MOW) dan 13,589 (0,6%) peserta metode operatif pria
(BKKBN) Kota Medan tahun 2014 sebanyak 53,085 peserta KB baru dari 326,233
jumlah PUS, diperoleh 17,118 peserta pil, 13,910 peserta suntikan, 7,345 peserta
implan, 5,688 peserta IUD, 5,652 peserta kondom, 2,878 peserta metode operatif
wanita (MOW) dan 495 peserta metode operatif pria (MOP). PUS yang bukan peserta
KB sebanyak 112,588 orang, dengan alasan karena ingin anak tunda (IAT) sebanyak
29,083 orang, tidak ingin anak lagi (TIAL) 37,247 orang, ingin anak segera (IAS)
39,209 orang, dan hamil 7,049 orang. Sedangkan peserta KB aktif diperoleh 189,495
peserta dari 61,559 peserta suntikan, 57,162 peserta pil, 25,274 peserta IUD, 16,790
peserta implant, 13,791 peserta MOW, dan 1,636 peserta MOP (BKKBN, 2014).
Amplas diperoleh bahwa pada tahun 2014 peserta KB baru sebanyak 3,718 dari
21,685 jumlah PUS, diperoleh 1,199 peserta pil, 974 peserta suntikan, 514 peserta
implant, 398 peserta IUD, 396 peserta kondom, 202peserta MOW, dan 35 peserta
MOP. Sementara PUS yang bukan peserta KB ada sebanyak 7,884 orang, terdiri dari
IAS 3,226 orang, TIAL 2,166 orang, IAT 2,078 orang, dan hamil 414 orang.
Sedangkan peserta KB aktif diperoleh 12,597 peserta dari 4,092 peserta suntikan,
3,800 peserta pil, 1,680 peserta IUD, 1,116 peserta implant, 917 peserta MOW, 883
peserta kondom, dan 109 peserta MOP (BKKBN, 2014). Sedangkan dikelurahan
Harjosari II diperoleh data peserta KB aktif sebanyak 3.861 dari 5.961 jumlah PUS,
1.358 peserta suntikan, 1.291 peserta pil, 533 peserta IUD, 363 peserta implant, 167
peserta kondom, 146 peserta MOW, dan 2 peserta MOP (PLKB, 2014).
Pada tahun 2014 kecamatan Medan Amplas termasuk 5 (lima) besar dengan
jumlah PUS tertinggi yang terdiri dari 7 kelurahan. Peneliti memilih kelurahan
memiliki peserta PUS terbanyak dengan jumlah pemakaian alat kontrasepsi MOP
1.2. Permasalahan
tergolong rendah, dimana pada tahun 2014 peserta KB aktif sebanyak 3.861 dari
5.961 jumlah PUS dan ditemukan peserta dengan pemakai alat kontrasepsi MOP
hanya 2 orang. Pemakaian alat kontrasepsi MOP yang masih rendah ini menjadikan
suatu keprihatinan yang cukup serius karena peran pria dalam KB diharapkan dapat
menurunkan angka kelahiran dan mengontrol laju pertumbuhan penduduk yang pada
derajat kesehatan ibu hamil, bersalin dan postpartum sehingga dapat menurunkan
AKI. Berdasarkan permasalan diatas maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah
istri, budaya dan sumber informasi terhadap pemakaian alat kontrasepsi MOP di
1. Bagi Institusi Kesehatan (Badan KB dan PP kota Medan serta petugas kesehatan
2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan dan bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
MOP.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kontrasepsi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti
“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur
adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud
dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang
aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun
(kehamilan) jenis kontrasepsi ada dua macam yaitu kontrasepsi yang mengandung
hormonal (pil, suntik dan implan) dan kontrasepsi non-hormonal (IUD, MOW,
Tidak ada satupun alat kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien
klien. Namun secara umum persyaratan alat kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut:
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan
2. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat
lain-lain.
3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya
persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang
Metode Operasi Pria (MOP) atau yang biasa dikenal dengan vasektomi
merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman,
sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak
MOP adalah metode sterilisasi dengan cara mengikat saluran sperma (vas
deferens) pria (Atikah dkk, 2010). MOP merupakan tindakan pada kedua saluran bibit
pria yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan
MOP adalah alat kontrasepsi jenis sterilisasi melalui pembedahan dengan cara
sehingga tidak ada lagi kandungan sperma di dalam ejakulasi air mani pria
(Proverawati, 2012).
2. Bahagia, artinya calon peserta KB terikat dalam perkawinan yang sah dan
harmonis yang telah memiliki jumlah anak yang cukup minimal 2 orang dan
3. Tidak ingin anak lagi, menghentikan fertilitas, ingin metode kontrasepsi yang
jiwanya.
5. Harus secara sukarela artinya klien telah mengerti dan memahami segala akibat
Teknik pemasangan vasektomi ini dilakukan pada daerah kulit skrotum pada
penis dan daerah tersebut dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti
larutan Iodofor (betadine) 0,75 %. Menutup daerah yang telah dibersihkan tersebut
dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar. Tepat di linea
mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestasi lokal (prokain atau
novakain atau xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal
Kulit skrotum diiris longitudinal 1–2 cm, tepat di atas vas deferens yang telah
ditonjolkan ke permukaan kulit. Setelah kulit dibuka, vas deferens dipegang dengan
klem, disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan
dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obat anestasi ke dalam fasia disayat
longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata (dapat dicapai jika pisau
Setelah fasia vas deferens dibuka terlihat vas deferens yang berwarna putih
mengkilat seperti mutiara. Selanjutnya vas deferens dan fasianya dibebaskan dengan
gunting halus berujung runcing. Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat
dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan
dipotong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut
untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik
perdarahan, jangan terlalu banyak, karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti
arteri testikularis atau deferensialis yang berakibat kematian testis itu sendiri.
menggunakan benang sutra 1 cm untuk mengikat vas tersebut. Ikatan tidak boleh
terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.
interposisi fasia vas deferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian
rupa, vas deferens bagian distal (sebelah ureteral dibenamkan dalam fasia dan vas
deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak di luar fasia. Cara ini akan
deferens yang sebelahnya. Dan setelah selesai, tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain
catgut No. 000 kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan
cairan yang merangsang seperti larutan Iodofor (betadine). Tutuplah daerah yang
telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum
ditonjolkan keluar. Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi
anestasi local (prokain atau novakain atau xilokain 1 %) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan
masuk dan di daerah distal, kemudian dideponir lagi masing-masing 3-4 ml.
Prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri. Vas deferens dengan kulit
skrotum yang ditegangkan difiksasi di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah
bawah kulit. Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di
sebelah distal lingkaran klem sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut
45 derajat.
Sewaktu menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena vas deferens kemudian
klem diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan dalam keadaan tertutup ujung
klem dimasukkan kembali dalam lobang tusukan, searah jalannya vas deferens.
sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu
dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat. Dengan ujung klem diseksi
menghadap ke bawah, tusukkan salah satu ujung klem ke dinding vas deferens dan
ujung klem diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap ke atas.
Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens.
Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens yang
pelan-pelan ke bawah dengan klem diseksi. Kalau lobang telah cukup luas, lalu klem
pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas
deferens yang bebas. Vas deferens di-crush secara lunak dengan klem diseksi,
sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3-0. Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5
cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak
dipotong.
skrotum. Tarik pelan-pelan benang pada puntung yang distal. Pegang secara halus
fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia dengan mengikat
sedemikian rupa sehingga puntung bagian epididimis tertutup dan puntung distal ada
di luar fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang.
Maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam
skrotum. Untuk vas deferens sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang
sama. Kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya aproksimasikan
4. Penyakit sistemik :
b. Diabetes mellitus.
(Hartanto, 2004).
2.2.6. Keuntungan MOP
yang permanen.
7. Tidak ada efek samping jangka panjang, sehingga tidak berpengaruh terhadap
8. Secara kultural, sangat dianjurkan di negara - negara dimana wanita merasa malu
untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita dan
paramedis wanita.
(Hartanto, 2004).
spermatozoa yang sudah ada di dalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusi
menggunakan kondom.
pria.
(Hartanto, 2004).
hal lain yang diperlukan untuk kepentingan calon peserta MOP, sebaiknya dilakukan
1. Anamnesis
b. Umur peserta.
paru - paru, ginjal, serta genetalia. Apabila ditemukan keadaan yang abnormal
3. Pemeriksaan laboraturium
adalah:
3. Berikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah tindakan
pembedahan.
5. Anjurkan calon peserta puasa sebelum operasi atau sekurang - kurangnya 2 jam
sebelum operasi.
6. Datang ke klinik dengan diantar anggota keluarga atau teman yang telah dewasa.
7. Rambut pubis yang cukup panjang digunting pendek dan dibersihkan dengan
dibenarkan pulang.
a. Istirahat selama 1 - 2 hari dengan tidak bekerja berat dan naik sepeda.
b. Menjaga bekas luka operasi jangan basah dan kotor, gunakan celana dalam
yang bersih.
dokter.
pemeriksaan.
e. Segera kembali apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat atau
pemeriksaan sperma nol. Setelah itu boleh berhubungan bebas tanpa kondom.
4. Komplikasi yang Terjadi
perdarahan.
b. Hematoma, biasanya terjadi bila di daerah skrotum diberi beban yang terlalu
berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama, naik kendaraan dijalan yang
rusak.
adanya benjolan kenyal dan agak nyeri yang terjadi pada ujung proksimal vas
1. Pada analisa sperma setelah 3 bulan pasca operasi atau 10- 15 kali ejakulasi
(Saifuddin, 2006).
2.2.12. Komplikasi MOP
memerlukan perhatian khusus bagi tindakan MOP yang mungkin dapat menimbulkan
3. Hidrokel atau varikokel yang besar, yaitu pembesaran vena di dalam skrotum.
4. Hernia inguinalis, yaitu prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas
bersifat kongenital.
penurunan salah satu atau kedua testis secara komplit kedalam skrotum.
koagulansia.
(Saifuddin, 2006).
2.3.1. Umur
yang dimiliki dan jarak anak tiap kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah satu
faktor seseorang untuk menjadi akseptor MOP, sebab umur berhubungan dengan
potensi reproduksi dan juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang melakukan
Umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun. Pada umur tersebut
kemungkinan calon peserta sudah memiliki jumlah anak yang cukup dan tidak
menginginkan anak lagi. Apabila umur calon akseptor kurang dari 30 tahun,
anak lagi. Umur istri tidak kurang dari 20 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun. Pada
umur istri antara 20-45 tahun bisa dikatakan istri dalam usia reproduktif sehingga
masih bisa hamil. Sehingga suami bisa memakai alat kontrasepsi MOP.
Sementara menurut Suprihastuti (2000), bila dilihat dari segi usia, umur
pemakai alatkontrasepsi MOP cenderung lebih tua dibanding yang lain. Indikasi ini
memberi petunjuk bahwa kematangan pria juga ikut mempengaruhi untuk saling
2.3.2. Pendidikan
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga dapat
seperti pendapatan, gaya hidup dan status kesehatan. Pendidikan juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah
tetapi juga pemilihan suatu metode (Wulansari, 2002). Menurut Siagian (1999),
menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi
objek yang tentu saja akan mempengaruhi persepsinya terhadap objek tertentu.
kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk
paritas paling aman untuk melahirkan ditinjau dari sudut kematian maternal, risiko
paritas dapat ditangani dengan asuhan obstetric, sedangkan pada paritas tinggi dapat
dikurangi atau dicegah dengan KB, sebagian paritas tinggi tidak direncanakan.
Untuk mendapatkan efektivitas pemakaian alat kontrasepsi yang baik, banyak ibu
Berkaitan dengan paritas ibu yang memilih drop out dalam penggunaan akseptor
karena ibu masih menginginkan mempunyai anak 1 atau 2 orang lagi (Wiknjosastro,
2011).
2.3.4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat
dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2010).
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup di dalam
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu "tahu" ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
2. Memahami (Comprehension)
3. Aplikasi (Application)
dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek ke
5. Sintesis (Synthesis)
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
6. Evaluasi (Evaluation)
perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni
dari individu (purely physic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses
kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara subjektif dan
unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan
individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan
kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek
lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu
objek psikologis apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya
orang yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak
Menurut Allport dalam Rakhmat (2008) melihat sikap sebagai kesiapan saraf
(2008), sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses
berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan
tertentu terhadap objek sikap. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau
motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Keempat, sikap mengandung aspek
evaluatif. Dan kelima, sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi
yaitu:
individu berada.
berada.
Apabila individu memiliki sikap positif terhadap suatu obyek ia akan siap
Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia
lain :
a. Pengalaman pribadi
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor
emosional.
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari
c. Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap
masyarakat asuhannya.
d. Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya,
konsumennya.
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat
f. Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi
1. Menerima (Receiving)
yang diberikan.
2. Merespon (Responding)
yang diberikan.
3. Menghargai (Valuing)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dan segala risiko adalah
2.3.6. Budaya
penuntun keputusan dan tindakan dan prilaku seseorang. Selain itu nilai budaya dalah
merupakan suatu keinginan individu atau cara bertindak yang dipilih atau
faktor predisposisi yang dapat menjadi faktor pendukung atau faktor penghambat
suatu prilaku kesehatan seperti Akseptor KB tidak memilih MOP sebagai alat
kontrasepsi.
Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Nilai budaya sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2002) adalah konsep-
konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat,
mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Dan suatu
sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi sebagai pedoman
terlepas dari faktor perilaku yang dipengaruhi faktor budaya, dimiliki oleh masing-
dijelaskan dengan teori perilaku Health Belief Model, menyatakan bahwa perilaku
manusia akan ada apabila: mereka merasa rentan terhadap suatu permasalahan
kesehatan, mereka merasa berat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi, meyakini
efektifitas dari tindakan yang dilakukan, tidak mahal, dan ada anjuran petugas
(Notoatmodjo, 2007).
Suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam
sedangkan sikap merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan pada
kontrasepsi. Nilai agama merupakan bagian penting dari nilai budaya kelompok yang
memiliki satu agama dominan. Nilai agama bila dikaitkan dengan budaya manapun
dukungan nyata dari kepedulian dan tanggung jawab para anggota keluarga. Peran
atau partisipasi suami istri dalam Keluarga Berencana (KB) antara lain
pemakaian, efek samping dari penggunaan kontrasepsi, dan siapa yang harus
menggunakan kontrasepsi.
Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria dalam
hidup ibu dan anak, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, istri,
dan keluarganya.
gender adalah dalam bentuk perubahan kesadaran, sikap, dan perilaku pria atau suami
pengetahuan, sikap dan perilaku dalam berbagai isu serta memahami dalam hubungan
dengan budaya patriarki dimana peran suami lebih besar dari pada wanita.
terutama karena keterbatasan macam dan jenis kontrasepsi pria serta rendahnya
pria dalam pelaksanaan program KB baik dalam praktik KB, mendukung istri dalam
jumlah anak. Faktor lain adalah (a) Kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat
dan keluarga yang masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting
dilakukan, (b) Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya dalam ber KB
rendah, dan (c) Keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas pelayanan kontrasepsi pria,
selain itu juga karena pelayanan KIP/Konseling kontrasepsi pria masih terbatas, (d)
Adanya anggapan, kebiasaan serta persepsi dan pemikiran yang salah yang masih
perempuan.
pengetahuan dan sikap tentang vasektomi dan dukungan keluarga. Penelitian yang
Bantul. Penelitian Rustam (2006), partisipasi pria dalam praktik metode KB modern
umur istri, pendidikan suami, jumlah anak masih hidup dan sikap terhadap program
KB.
Sosio Demografi :
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Penghasilan
4. Budaya Pemakaian Alat
Sosio Psikologis : Kontrasepsi
5. Kepercayaan
6. Kepuasan
7. Keluarga
Pemberi Pelayanan:
1. Kemampuan Petugas
2. Sumber Pelayanan
berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi atau KB yaitu faktor
sebagainya. Dari segi umur kelompok umur 20-35 tahun dengan jumlah anak tiga
anak atau lebih merupakan kelompok wanita terbesar menggunakan alat kontrasepsi,
keluarga dalam pelayanan KB, hal ini dapat diumpamakan jika terjadi desas-desus
dari efek samping kontrasepsi maka kepercayaan masyarakat untuk memakai MOP
akan berkurang dan jika keluarga atau pasangan tidak mengijinkan untuk
akseptor MOP.
menggunakan KB tersebut.
Kurangnya
Derajat kesehatan
kepedulian kaum pria
Rendahnya ibu hamil,
yang beranggapan TFR
peserta KB melahirkan dan
bahwa KB adalah Meningkat
MOP postpartum
urusan kaum
beresiko
perempuan
AKI
Meningkat
METODE PENELITIAN
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong,
memahami arti peristiwa dengan kaitan – kaitannya terhadap orang – orang biasa
Medan Amplas.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari - Juli 2015. Diawali dengan
5. PLKB : 1 orang
melakukan penelitian peneliti terlebih dahulu mendata untuk mencari nama dan
informan adalah berdasarkan kecukupan dan kesesuaian yang artinya dari beberapa
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan,
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini dengan dua bentuk, yaitu
dengan permasalahan yang akan diteliti. Sedang wawancara yang tidak terstruktur
terhadap informan dengan mendatangi rumah informan pada jam istirahat informan
agar wawancara dapat berjalan lancar sesuai yang diharapkan oleh peneliti,
wawancara yang telah disusun dan peneliti akan mengembangkan pertanyaan yang
3.4.2. Observasi
cara mencatat berupa informasi yang berhubungan dengan informan dalam penelitian
ini serta mengamati bagaimana proses kerja PLKB dalam menjalankan strategi
promosi KB MOP pada masyarakat. Dengan observasi secara langsung, peneliti dapat
secara langsung dalam mendapatkan bukti yang terkait dengan objek penelitian.
Dalam penelitian ini teknik observasi digunakan untuk memperkuat data. Dengan
demikian hasil observasi ini sekaligus untuk mengkonfirmasikan data yang telah
3.4.3. Dokumentasi
direkam dalam voice recorder atau handphone, beberapa gambar informan yang
diambil pada saat wawancara berlangsung, dan catatan tertulis yang dibuat peneliti
dibuat sendiri oleh peneliti. Instrumen pengumpulan data lainnya yang digunakan
dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera atau handphone untuk mengambil
beberapa gambar pada saat penelitian berlangsung, dan alat perekam suara dengan
kembali kepada informan untuk dapat menerima kedatangan peneliti apabila masih
wawancara yang masih dalam bentuk pernyataan lisan ke dalam bentuk tulisan.
Sejumlah data sebagai identitas penulis cantumkan pada lembar transkrip, seperti
dengan teliti semua data yang sudah penulis kumpulkan dari tempat penelitian secara
berulang-ulang, tujuannya adalah untuk memeriksa ulang apakah semua data yang
masih ada data yang kurang tergali atau ada data yang perlu diklarifikasi ulang
3.6.3. Horisonalisasi
Memilah-milah data yang penting dan tidak penting. Data hasil wawancara
yang dianggap penting dan relevan dengan penelitian, peneliti memisahkan data
tersebut kemudian penulis mengolah dan menyisihkan data yang dianggap tidak
penting.
sebagai unit makna. Pernyataan disini merupakan pernyataan asli dari informan.
ungkapan informan dianggap sebagai data yang penting dan mendukung penelitian
ini.
3.6.7. Makna
Peneliti membaca kembali hasil deskripsi struktural lalu diambil makna atau
Data yang telah dikumpulkan ataupun yang telah dinarasikan kedalam matriks
Untuk menjamin keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
triangulasi sumber data, yaitu buku, jurnal, dan hasil wawancara. Membaca berbagai
dengan temuan yang diteliti. Selain itu dengan penyediaan laporan penelitian dimana
peneliti menyimpan semua arsip, materi selama proses penelitian, dan jika didapat
hal-hal yang kurang jelas maka peneliti melakukan konfirmasi kepada informan.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Kelurahan Harjosari II memiliki luas wilayah yaitu sebesar 4,59 km2 dengan batas-
Kelurahan Harjosari II yang dipimpin oleh seorang Lurah, saat ini terbagi atas
Harjosari II adalah 34.240 jiwa, yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 17.001
jiwa dan perempuan 17.239 jiwa dengan jumlah KK 8.560 KRT. Rata – rata anggota
rumah tangga 4 orang. Tercatat sebanyak 99 penduduk yang lahir sepanjang tahun
penduduk di kecamatan inipun juga cukup ramai yakni selama tahun 2014 tercatat
Jumlah pertahanan sipil 28 orang yang terdiri dari kamra 5 orang, wanra 6 orang, dan
linmas 17 orang. Adapun mata pencaharian warga terdiri dari 220 jiwa pegawai
negeri, 785 jiwa pegawai swasta, 225 jiwa pegawai ABRI, 25 jiwa petani, 2.175 jiwa
Agama yang ada dikelurahan Harjosari II terdiri dari agama Islam 23.841
jiwa, agama Kristen 7.134 jiwa, agama Budha 655 jiwa dan Hindu 12 jiwa. Jumlah
klenteng. Tercatat bahwa di kelurahan Harjosari II tidak terdapat satu pun puskesmas
dan rumah sakit. Sedangkan fasilitas kesehatan lainnya seperti BPU dan BKIA, sudah
ada. Jumlah posyandu 14, dokter 12, dan bidan 12. Di kelurahan Harjosari II
diperoleh data peserta KB aktif sebanyak 3.861 dari 5.961 jumlah PUS, 1.358 peserta
suntikan, 1.291 peserta pil, 533 peserta IUD, 363 peserta implant, 167 peserta
terutama industri kecil terdapat sebanyak 2 industri, industri besar 3 industri dan
kerajinan rumah tangga 3. Sejumlah swalayan dan pertokoan sudah mulai ramai
kelompok pertokoan dan 2 swalayan. Jumlah SPBU ada 1 dan agen minyak tanah ada
6.
Harjosari II yaitu ibu F pada tanggal 25 Mei 2015. Ibu F merekomendasikan kepada
saya untuk bertemu dengan salah satu ibu PKK kelurahan Harjosari II yaitu ibu G
supaya dapat membantu saya bertemu dengan informan penelitian lainnya. Peneliti
informan pertama dan kedua dilakukan kepada akseptor MOP yang tinggal di jalan
Penelusuran kedua informan ini dilakukan pada hari dan tanggal yang sama,
hanya saja waktunya yang berbeda. Penelusuran informan yang tinggal di jalan Bajak
IV pada tanggal 1 Juni 2015 di rumah informan pada pukul 17.00 WIB. Sedangkan
informan yang tinggal di Bajak V pada tanggal 1 Juni 2015 dirumah informan pada
pukul 19.30 WIB. Setelah dilakukan tanya jawab kesediaan menjadi informan maka
Pada tahun 2014 hanya 2 orang informan ini yang bersedia menjadi akseptor
orang informan lainnya yaitu 3 orang suami PUS, 2 orang masing-masing istri
yaitu bapak kepala lingkungan, 2 orang TOGA yang terdiri dari tokoh agama islam
Pertama kali bertemu dengan informan tanggal 1 Juni 2015 di rumah informan
pada pukul 17.00 WIB. Saat itu informan baru pulang menarik becak. Peneliti
memperkenalkan diri sebagai ibu bidan dan sekaligus sebagai mahasiswa S2 Fakultas
informan dalam penelitian ini. Peneliti dan informan membuat kesepakatan untuk
dilakukan wawancara pada tanggal 4 juni 2015 pukul 19.30 WIB. Pada waktu yang
pulpen dan buku untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti, kamera
Hal yang sama juga selalu peneliti lakukan kepada setiap informan lainnya
menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ini. Dan setiap berinteraksi dengan
informan peneliti selalu membawa pulpen, buku untuk mencatat hal-hal yang penting
mengambil gambar. Dari semua informan juga mengatakan tidak keberatan dengan
mana seluruhnya adalah pria atau kepala rumah tangga. Dilihat dari usianya mulai
dari 41 tahun sampai dengan 50 tahun. Pekerjaan mulai dari penarik becak sampai
guru. Pendidikan mulai dari SMP sampai Sarjana. Jumlah anak lebih dari 2 orang dan
umur istri rata-rata masih dalam usia subur. Sehingga peneliti dapat menyimpulkan
bahwa dikelurahan Harjosari II baik umur istri ataupun umur suami tidak
mengatakan bahwa sewaktu masih dalam pendidikan SMK Farmasi informan pernah
mendengar tentang KB MOP. Karna waktu masih duduk di bangku SMK ada mata
pertama kali pada saat masih duduk dibangku kuliah. Hasil wawancara selengkapnya
Informan Jawaban
Informan 1 “....Saya kan dulu sekolah di SMK farmasi bu...dulu
disekolah ada pelajaran tentang KB jadi saya tau sedikit
tentang KB MOP...”
Informan 2 “....Waktu masih kuliah dulu bu, saya pernah dengar sedikit
tentang KB MOP yang katanya KB khusus untuk pria kan
bu...?sudah lama berselang sampe anak saya sudah 6 orang
baru saya dengar lagi informasi tentang KB MOP ini..saya
dengar dari sosialisasi pak kepling, bu kader, dan bu
bidan..setelah itu baru saya memutuskan untuk KB MOP...”
Informan 3 “...Saya gak pernah dengar bu tentang KB MOP..,jadi saya
gak tau apa itu KB MOP...”
Informan 4 “....pernah..itupun istri saya yang ngasi tau kalau sekarang
ada KB untuk pria yang namanya vasektomi caranya
dengan operasi kecil...”
Informan 5 “....pernah dengar bu dari warga...tapi sekilas gitu aja gak
terlalu saya simak karna udah nyaman dengan KB
alami..jadi saya cuek aja waktu dengar warga ngomongin
tentang KB yang katanya KB untuk pria...”
Pendidikan informan yang SMK Farmasi dan sarjana sudah tergolong tinggi.
Sedangkan pendidikan informan yang lainnya masih tergolong rendah. Sehingga ada
seperti manfaat MOP, Kelebihan dan keuntungan MOP, dan lain-lain. Sedangkan
informan yang lainnya hanya mengetahui sedikit informasi tentang MOP dan ada
juga yang sama sekali tidak mengetahui apa itu KB MOP. Maka peneliti dapat
pemahaman seseorang terhadap suatu objek yang tentu saja akan mempengaruhi
anak yang dimiliki informan 2 sampai 6 orang anak. Jumlah anak hidup yang ada
informan (suami PUS), walaupun merasa jumlah anak sudah cukup tetapi masih
belum mau ikut KB MOP. Berikut hasil wawancara yang di rangkum dalam matriks
dibawah ini :
Informan Jawaban
Informan 1 “...Anak saya sudah 3 bu...saya cuma penarik becak...istri
cuma ibu rumah tangga yang gak mempunyai
penghasilan...gak mungkinlah bu saya mau nambah anak
lagi...kami rasa sudah cukuplah 3 anak bu...besarin anak 3
aja udah susah...karna zaman sekarang ini semua serba
mahal..apalagi biaya pendidikan, namanya aja sekolah
gratis bu tapi tetap aja ada yang harus dibayar...”
Matriks 4.2. (Lanjutan)
Informan Jawaban
Informan 2 “ ...Cukuplah bu...gak ada lagi keinginan untuk nambah
anak...karna anak saya sudah 6...bisa membesarkan
mereka aja sampe ke perguruan tinggi udah alhamdulillah
bu...istri saya gak kerja, sedangkan saya hanya seorang
guru SD di sekolah swasta...makanya untuk cari sampingan
supaya ada uang tambahan saya juga menarik becak
setelah pulang dari sekolah...itu juga lah bu alasan saya
kenapa saya mau ikut KB MOP ini karna anak saya sudah
banyak...”
Informan 3 “...3 sudah cukuplah bu...walaupun kami hanya KB alami
aja..”
Informan 4 “...Udah cukup lah bu 2 karna udah sepasang...yaaa
mudah-mudahan istri gak hamil lagi...KB MOP ini saya
takut ada efeksampingnya..”
Informan 5 “...Kalau ditanya pengennya ya ga nambah anak lagi
bu...karna 2 udh cukup...tapi kalau Tuhan masih mau ngasi
kami anak lagi yaa mau gimana lagi...harus
diterima...pasrah aja lah karna istri jg gak cocok pake
KB...kalau saya terus terang takut KB MOP...karna saya
takut disuntik...”
anak sehingga tidak ingin menambah anak lagi dan ingin mempunyai kesempatan
mendidik anak serta dapat merencanakan masa depan anak yang cerah. Sedangkan
informan lain yang bukan peserta MOP mengatakan juga sudah cukup punya anak
tetapi masih tetap belum mau ikut KB MOP dengan berbagai alasan masing-masing
seperti takut ada efeksampingnya, takut disuntik dan sudah nyaman dengan KB
alami.
4.4.4. Pengetahuan Informan
samping yang bisa terjadi setelah menggunakan KB MOP tidak dipahami secara
dibanding informan yang tidak menggunakan KB MOP. Hal ini dapat dilihat dari
Informan Jawaban
Informan 1 “…..Suatu program KB untuk pria yang artinya untuk
mengatur jarak kelahiran supaya dapat menciptakan
keluarga yang harmonis dan meningkatkan ekonomi
keluarga...yang pelaksanaanya dilakukan dengan operasi
kecil..”
Informan 2 “...Merupakan KB khusus pria yang dilakukan dengan
operasi kecil tujuannya untuk mensejahterakan rumah
tangga dengan membatasi jarak kelahiran dengan
perencanaan yang matang, dengan tujuan masa depan
anak-anak yang cerah dan menyeimbangkan kedaan rumah
tangga...”
Informan 3 “...Seperti yang saya bilang tadi bu..saya gak tau apa itu
KB MOP...saya baru dengar KB MOP ini dari ibu...”
Informan 4 ”..Ya...Itu....KB untuk laki-laki supaya jangan punya anak
lagi…dengan cara operasi..”
Informan 5 “…KB untuk laki-laki yang tidak ingin menambah anak lagi
atau merasa jumlah anak sudah cukup..”
tentang KB MOP hanya sejenis KB yang ditujukan untuk pria dengan cara operasi,
yang bertujuan agar istri tidak hamil dan dapat mengatur jarak kelahiran anak.
Informan Jawaban
Informan 1 “….Untuk keuntungannya, gak bisa nambah keturunan
lagi..gak perlu was-was lagi istri hamil...cocok untuk
keluarga yang sudah punya banyak anak...sedangkan
kekurangannya kalau menurut saya gak ada bu...karna
dalam berhubungan intim sekalipun saya merasa enak-enak
aja gak ada gangguan atau keluhan lain...”
Informan 2 “…Kalau yang saya tahu dan yang saya rasakan kelebihan/
keuntungannya yaa biar jangan punya anak lagi…karna
anak saya sudah banyak bu..jadi cocoklah saya pakai KB
ini biar ga nambah lagi anak saya...selain itu juga dapat
membuat suami makin sehat...sedangkan kekurangannya
saya rasa gak ada bu...malah saya merasa badan saya
bertambah sehat selama pakai KB MOP ini..”
Informan 3 “……Apa itu KB MOP juga saya gak tau kalau ibu gak
bilang....jadi mana mungkin saya tau keuntungan dan
kekurangannya...”
Informan 4 “....Kalau keuntungannya mungkin itu tadi ya bu ga bisa
nambah anak lagi...terus kalau kerugiannya ya efeksamping
dari KB tersebut...”
Informan 5 “....keuntungannya istri ga bisa hamil lagi...kerugiannya
yang pernah saya dengar katanya mengganggu hubungan
seksual, karna kurang bergairah...”
MOP. Yang menjadi keuntungan KB MOP yaitu tidak dapat lagi memiliki keturunan
karna informan merasa sudah mempunyai cukup anak sehingga tidak menambah
beban bagi ekonomi keluarga dan si laki-laki bertambah sehat. Sementara kekurangan
yang dirasakan informan sama sekali tidak ada. Berkenaan dengan pengetahuan,
pengetahuan orang yang tidak melakukan KB MOP. Hal ini mungkin disebabkan
karena pengetahuan umumnya datang dari pengalaman dan juga dapat diperoleh dari
informasi yang disampaikan orang lain, buku, media massa, dan lain sebagainya.
yang tidak ingin menambah anak lagi, maka kebutuhan keluarga dapat dipenuhi.
Sedangkan informan yang tidak melakukan KB MOP menanggapi dengan sikap yang
berbeda. Jawaban informan berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat pada matriks
dibawah ini:
Informan Jawaban
Informan 1 “…Kalau tanggapan saya sangatlah bagus...karna dapat
membantu istri yang tidak cocok memakai KB, seperti
istriku ini KB apa pun dia gak cocok..ada aja keluhan yang
dirasakannya setiap ber KB...selain itu juga lebih
terencana lebih terpogram masalah keluarga dan masa
depan anak-anak saya...dan pada umumnya di agama juga
gak ada larangan untuk menggunakan KB MOP ini..”
Informan 2 “...Menurut saya pribadi sangat bagus, karena saya merasa
cukup punya anak 6 orang soalnya ingin anak aku yang 6
orang ini aku sekolahkan ke perguruan tinggi makanya
harus punya rencana dan ancang-ancang mulai sekarang
dan juga cocok untuk saya…sebab istri saya tidak bisa ber
KB. Baguslah untuk keluarga saya, dan menolong jugalah,
karena biayanya gratis...”
Matriks 4.5. (Lanjutan)
Informan Jawaban
Informan 3 “....Tanggapan saya bagus bu karna ada KB untuk laki-laki
selain kondom...tapi karna saya juga baru dengar tentang
KB MOP ini jadi saya tidak bisa memberi tanggapan
lebih..”
Informan 4 “....Menurut saya KB itu hanya untuk perempuan...nanti klu
saya yang KB MOP saya gak bisa punya keturunan lagi lah
bu...kalau istri saya meninggal gimana bu..manatau nanti
saya masih mau kawin lagi, masa saya gak punya anak dari
istri baru saya...hahaha..”
Informan 5 “ ...Setau saya KB MOP itu disuntik kelamin laki-
lakinya..pernah ada ibu kader yang menganjurkan saya
untuk ikut KB MOP tapi saya gak mau bu karna saya takut
disuntik...boro-boro dioperasi kelamin saya,
membayangkan aja saya udah geliii...saya takut disuntik bu
makanya saya gak mau ikut KB MOP...saya juga takut
nanti kejantanan saya hilang setelah ikut KB MOP...”
dengan sikap yang baik tentang partisipasi suami dalam KB MOP. informan
mempunyai banyak anak ditambah lagi bagi istrinya yang tidak bisa ber KB maka KB
MOP dapat dilakukan suami. Tanggapan lainnya juga menunjukkan respon positif
karenan melihat keadaan ekonomi sekarang maka cocok untuk keluarga yang sudah
sikap yang kurang baik. Informan menganggap bahwa KB hanya untuk perempuan
saja, informan merasa takut disuntik dan informasi tentang KB MOP yang didapat
informan sangat kurang sehinggga menjadi alasan informan untuk tidak ikut
Faktor istri merupakan salah satu faktor penguat bagi suami dalam bertindak
pelaksanaan MOP yang telah dilakukan informan peserta KB MOP bukan karna
dukungan yang telah diberikan oleh istri. Berikut hasil wawancara dengan informan :
Informan Jawaban
Informan 1 “....Saya sendiri yang memutuskan untuk ikut KB
vasektomi...setelah operasi saya langsung pulang dan
sudah sampe dirumah baru istri saya tau karna saya sudah
cerita..tapi istri saya gak marah malah dia senang klu saya
yang KB..”
Informan 2 “ ...Awalnya istri saya ga tau klu saya ikut KB MOP...karna
waktu operasi itu saya gak bilang karna waktu itu saya lagi
narik becak terus saya ditawari sama bapak-bapak untuk
ikut KB MOP abis itu dikasi duit 150rb..saya langsung
mau..udah dirumah baru saya ceritakan sama istri..diapun
mendukung sekali karena saya udah KB jadi gak ada rasa
was-was lagi untuk takut kebobolan karna selama ini hanya
KB alami aja...”
“....Istri saya juga gak tau tentang KB MOP bu jadi ya
Informan 3 wajar ajalah dia gak nyuruh saya untuk KB MOP...”
“...Istri pernah bu menyuruh saya untuk ikut KB MOP...tapi
Informan 4 saya takut kalau nanti ada efeksampingnya...”
“...Boro-boro mendukung saya ikut KB MOP...mungkin
Informan 5 dengar tentang KB MOP aja istri saya belum pernah...”
“....Awalnya saya gak tau bu tentang KB MOP...tapi karna
Informan 6 suami udah menjelaskannya dan suami pun udah operasi
(Istri Akseptor 1) yaaa saya setuju aja...”
“...pernah waktu itu saya coba bicara dengan suami
Informan 7 tentang KB MOP..karna saya kan kader PKK dan kader KB
(Akseptor KB (SupPPKBD) dari orang BKKBN, puskesmas, dan PLKB
Perempuan) sehingga saya tau irformasi lengkap tentang KB MOP,
makanya saya coba anjurkan suami untuk KB MOP...tapi
suami saya bilang dia blm siap..nanti aja lah maa, ayah
pikir-pikir dulu...karna untuk sekarang ayah masih
takut...lagian mama kan udah KB jadi gak perlu lagi ayah
KB...”
Keikutsertaan informan dalam KB MOP bukan karena anjuran dari istri.
Namun tindakan informan dalam ber-KB tersebut ditanggapi positif oleh istri.
Kurangnya dukungan istri juga terlihat dari tidak adanya anjuran istri agar informan
dilingkungan Harjosari II. Hal ini mungkin disebabkan karna kurangnya informasi
yang didapat istri tentang KB MOP, atau mungkin istri sama sekali belum pernah
mendengar tentang KB MOP. Sehingga tindakan operasi dilakukan bukan atas dasar
dukungan dari istri, namun berdasarkan jumlah anak yang dianggap sudah cukup dan
karna ingin membantu istri yang tidak cocok ber-KB karna istri mengalami penyakit
tertentu.
Sementara informan istri yang lain mengatakan mendukung suami untuk ikut
KB MOP tetapi suami tidak besedia untuk melakukan KB MOP karna alasan masih
4.4.7. Budaya
mengatakan banyak anak banyak rezeki namun pada zaman sekarang ini hal ini tidak
berguna lagi karena zaman sudah semakin maju biaya kehidupan semakin tinggi
Informan Jawaban
Informan (TOMA) “…..Begini bu…dulu kan dalam budaya kita banyak anak
banyak rezeki, tapi dalam lingkungan Harjosari II ini
sepertinya tidak berlaku lagi, melihat kehidupan
sekarang….apalagi didaerah kita ini yang tinggal
diperkotaan seperti ini….tidak memungkinkan untuk banyak
anak banyak rezeki…seiring berjalannya zaman dan
kehidupan yang semakin meningkat maka budaya itu akan
mengikuti zaman...dan selama ini kan yang kita tau KB itu
hanya untuk perempuan tapi ini ada untuk laki-laki jadi biar
tidak hanya perempuan yang melaksanakan tapi laki-laki
juga perlu..ya...istilahnya emansipasi laki-lakilah...jadi tidak
masalah saya rasa dalam budaya kita kalau suami ikut
berpartisipasi dalam ber KB...”
Informan (TOGA) “ Selama itu tidak menimbulkan mudorat tidak apa-apa,
karena Islam sebagai agama universal selalu mampu
menghadapi dinamika perkembangan zaman. Al-Qur’an dan
hadis sebagai sumber hukum Islam haruslah digali terus
sebagai aktualisasi kesempurnaan Islam...dari yang saya
ketahui, sampai saat ini tidak ada larangan agama baik
islam maupun kristiani yang mengajarkan bahwa KB MOP
itu dilarang...”
Informan (PLKB) “....Kalau yang saya ketahui, dilingkungan Harjosari II itu
tidak ada budaya yang terlalu melekat yang dapat
mempengaruhi untuk tidak melakukan KB MOP...karena
saya rasa masyarakat disana rata-rata pemikiran kota..beda
mungkin dengan pemikiran yang tinggal didesa..hanya saja
untuk mengumpulkan bapak-bapak supaya diberi penyuluhan
khususnya tentang KB MOP selalu tidak terlaksana karena
pada sibuk kerja...alhasil yang datang selalu ibu-ibunya saja
yang mewakili...”
masyarakat untuk tidak melakukan KB MOP. Begitu juga dengan kepercayaan agama
masing-masing masyarakat, tidak ditemukan adanya larangan dalam ajaran agama
baik itu dalam agama islam maupun agama kristen. Walaupun ada satu orang
informan yaitu suami PUS mengatakan bahwa dengan memakai KB MOP maka takut
kejantanannya akan hilang. Mungkin hal itu merupakan suatu rumor yang pernah
KB MOP. Tetapi peneliti tidak percaya begitu saja, sehingga peneliti melakukan
trianggulasi data dengan mewawancarai tokoh agama, tokoh masyarakat, dan PLKB
sumber informasi yang mereka dapatkan seputar tentang KB MOP, berikut matriks
Informan Jawaban
Informan 1 “ ...Seperti yang saya bilang tadi bu...saya tau dari waktu
sekolah dulu...selain itu juga saya dapat informasi tentang
KB MOP ini dari PLKB pusat yang mengajak saya untuk
memakai KB MOP...sebelumnya saya juga pernah dengar
dari sosialisasi kepala lingkungan dan ibu kader..”
Informan 2 “ ...Pertama kali saya dengar tentang KB MOP itu sewaktu
kuliah, setelah itu saya pernah lihat dari tv juga ada berita
tentang KB MOP, dan informasi terbaru saya dapatkan
dari ibu kader dan ibu bidan serta sosialisasi dari kepala
lingkungan disini...habis itulah saya langsung berniat untuk
ikut KB MOP...”
Informan 3 “...seperti yang saya bilang tadi...bahwa saya baru dengar
pertama kali informasi tentang KB MOP ini ya dari ibu..”
Matriks 4.8. (Lanjutan)
Informan Jawaban
Informan 4 “...Pernah dengar waktu saya berobat ke puskesmas, waktu
itu ada penyuluhan tentang KB salah satunya KB MOP ini
lah...tapi saya lihat ibu-ibu semua yang
mendengarkan..saya cuma dengar sikit-sikit aja lihat dari
jauh...sebelumnya memang sudah pernah dengar dari istri
saya..”
Informan 5 “...Saya pernah dengar dari ibu kader...dari ibu bidan dan
kepala lingkungan juga pernah mensosialisasikannya...tapi
saya tetap masih takut bu untuk disuntik..”
tentang KB MOP dari ibu kader, ibu bidan dan kepala lingkungan setempat.
Walaupun ada informan yang tidak mendapat informasi sama sekali tentang KB
MOP. Dapat dilihat bahwa, informan peserta KB MOP mendapatkan informasi lebih
banyak dan lebih lengkap tentang KB MOP dari berbagai sumber, sehingga informan
yakin dan percaya untuk memakai KB MOP. Sedangkan informan yang bukan
peserta KB MOP belum merasa yakin dan percaya untuk memakai KB MOP karena
informasi yang didapatkan tentang KB MOP masih kurang. Maka sumber informasi
MOP.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa dari semua hasil penelitian ini peneliti
sikap, dukungan istri dan sumber informasi. Hasil penelitian ini akan dibahas
PEMBAHASAN
Umur informan rata-rata diatas 30 tahun, sedangkan umur istri rata- rata masih dalam
usia reproduksi yaitu tidak lebih dari 49 tahun, tetapi kenyataannya informan belum
siap untuk melakukan MOP. Sehingga umur tidak mempengaruhi seseorang untuk
melakukan MOP.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Retno (2007) tentang Faktor – faktor
Kodya Jakarta bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan
MOP yaitu umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun. Pada umur tersebut
kemungkinan calon peserta sudah memiliki jumlah anak yang cukup dan tidak
menginginkan anak lagi. Apabila umur calon akseptor kurang dari 30 tahun,
anak lagi. Umur istri tidak kurang dari 15 tahun dan tidak lebih dari 49 tahun. Pada
umur istri antara 15-49 tahun bisa dikatakan istri dalam usia reproduktif sehingga
masih bisa hamil. Sehingga suami bisa memakai alat kontrasepsi MOP (Suratun,
2008).
Sementara menurut Suprihastuti (2000), bila dilihat dari segi usia, umur
pemakai alatkontrasepsi MOP cenderung lebih tua dibanding yang lain. Indikasi ini
memberi petunjuk bahwa kematangan pria juga ikut mempengaruhi untuk saling
harjosari II.
“....Waktu masih kuliah dulu bu, saya pernah dengar sedikit tentang KB
MOP yang katanya KB khusus untuk pria kan bu...?sudah lama
berselang sampe anak saya sudah 6 orang baru saya dengar lagi
informasi tentang KB MOP ini..saya dengar dari sosialisasi pak kepling,
bu kader, dan bu bidan..setelah itu baru saya memutuskan untuk KB
MOP...” (Informan 2)
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Retno (2007) tentang Faktor – faktor
Kodya Jakarta Pusat ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih
mudah menerima ide dan teknologi baru. Pendidikan mempunyai pengaruh positif
2012).
Hal ini juga sejalan dengan jawaban informan yang dipetik dalam pernyataan
“...Saya gak pernah dengar bu tentang KB MOP..,jadi saya gak tau apa
itu KB MOP...” (Informan 3)
kerelaan menggunakan KB, tetapi juga pemilihan suatu metode. Sedangkan menurut
pemahaman seseorang terhadap suatu objek yang tentu saja akan mempengaruhi
informan peserta KB MOP yang SMK Farmasi dan sarjana sudah tergolong tinggi.
Sedangkan pendidikan informan suami PUS masih tergolong rendah. Sehingga ada
keuntungan MOP, serta efek samping. Sedangkan informan suami PUS hanya
mengetahui sedikit informasi tentang MOP dan ada juga yang sama sekali tidak
memakai MOP sebagai alat kontrasepsi, karena kurang pengetahuan dan pemahaman
kesehatan tentang MOP baik keuntungan, kerugian, dan efek sampingnya, sehingga
Hal ini sejalan dengan penelitian Rustam (2006) yang mengatakan bahwa,
faktor jumlah anak hidup. Keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih
dari 30 tahun sebaiknya tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini dapat
kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan risiko tinggi
bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan akseptor tidak mengharapkan
untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang paling cocok disarankan adalah MOP
penggunaan MOP karena semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin
tinggi keinginan informan untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan
Berbeda dengan informan (suami PUS), walaupun merasa jumlah anak sudah
cukup tetapi masih belum mau ikut KB MOP. Berikut petikan pernyataan informan
peserta MOP menggunakan KB MOP karena merasa sudah punya cukup anak
sehingga tidak ingin menambah anak lagi dan ingin mempunyai kesempatan
mendidik anak serta dapat merencanakan masa depan anak yang cerah. Sedangkan
informan lain mengatakan juga sudah cukup punya anak tetapi masih tetap belum
mau ikut KB MOP dengan berbagai alasan takut disuntik, takut ada efek samping dan
Kecenderungan informan suami PUS yang tidak memakai MOP sebagai alat
alat kontrasepsi MOP tersebut sehingga mempengaruhi juga kepada sikap informan
untuk tidak ikut berpartisipasi dalam program KB MOP. Sedangkan informan peserta
MOP yang tidak ingin menambah anak lagi atau merasa jumlah anak sudah cukup,
yakin untuk melakukan MOP karena sebelumnya telah mendapatkan informasi dari
petugas kesehatan tentang MOP baik tujuan, manfaat, keuntungan, kerugian, dan efek
sampingnya.
Harjosari II. Karena semakin banyak pengetahuan informan maka tingkat kesadaran
informan untuk menggunakan MOP semakin tinggi karena MOP lebih efektif
dibandingkan KB pria yang lain. Seperti yang dipetik dalam pernyataan hasil
penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan melalui panca indra manusia, yaitu
dalam domain kognitif dalam enam tingkatan yaitu tahu (know), memahami
(Notoatmodjo, 2010).
Pria (suami) yang tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang KB tidak
akan termotivasi untuk mengikuti program KB (Murniati, 2012). Pada penelitian ini,
pengetahuan informan peserta MOP lebih baik dari pada pengetahuan informan
suami PUS yang tidak melakukan KB MOP. Hal ini sesuai dengan petikan
“……Apa itu KB MOP juga saya gak tau kalau ibu gak bilang....jadi
mana mungkin saya tau keuntungan dan kekurangannya...” (Informan 3)
MOP karena sebelumnya informan tidak mengetahui apa itu KB MOP. Sehingga
MOP, maka KB MOP masih kurang diminati masyarakat. Keuntungan atau kelebihan
dari program KB MOP antara lain tidak mengganggu hubungan seksual antara suami
dan istri, aman dan nyaman, efeksamping kecil atau bahkan tidak pernah ditemukan,
biaya gratis, dilakukan oleh dokter terlatih. Namun dari program ini juga memiliki
keterbatasan antara lain seperti dokter terlatih dan sarana tempat pelayanan yang
terbatas.
Dari hasil penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa setiap orang yang
melakukan KB MOP tidak akan mengetahui keuntungan dan kekurangan yang akan
memiliki pengetahuan kurang baik salah satunya yaitu kurangnya informasi yang bisa
KIE lebih banyak dilakukan dengan sasaran wanita karena para pria
disibukkan dengan pekerjaan mereka yang menyita waktu, yang mana sebagian
informan bekerja sebagai penarik becak, supir dan wiraswasta yang membuat mereka
bekerja dari pagi sampai sore atau bahkan sampai malam hari sehingga membuat
Selain itu juga disebabkan karena masih minimnya penggunaan media massa seperti
spanduk, baliho, atau koran merupakan media yang paling mudah diakses
masyarakat.
kontrasepsi MOP sangat dibutuhkan bagi akseptor KB. Informasi sangat menentukan
pemilihan alat kontrasepsi yang dipilih, sehingga informasi yang lengkap mengenai
pemahaman calon akseptor guna memutuskan pilihan metode kontrasepsi yang akan
informan yang memakai KB MOP karena sudah mengetahui tentang alat kontrasepsi
tersebut, baik tujuan, manfaat, keuntungan dan kerugian, maupun efek sampingnya.
yang diperoleh dari tenaga kesehatan tentang MOP. Pendidikan yang tinggi serta
mendapatkan informasi yang tepat dari petugas kesehatan cenderung akan melakukan
apa yang diketahuinya tersebut, karena MOP merupakan alat kontrasepsi yang lebih
pengetahuan yang kurang baik tentang MOP. Selain itu ada juga informan suami PUS
yang berpengetahuan cukup baik tentang MOP tetapi tidak memakai MOP, hal ini
MOP. Informan yang menggunakan MOP sudah mendapatkan informasi yang tepat
baik dari media massa maupun informasi langsung dari tenaga kesehatan, dan tokoh
kurang.
dibawah ini :
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Saptono (2008) di Kabupaten Bantul bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap
reproduksi diyakini akan meningkatkan keikutsertaan pria. Hal ini disebabkan karena
adalah urusan kaum perempuan dan pria tidak pernah terlibat. Sebab sikap terwujud
dalam sebuah tindakan yang bergantung pada situasi saat itu, dan pengalaman yang
terjadi pada seseorang mengacu dari pengalaman orang lain. Keikutsertaan dalam KB
Sikap baik keikutsertaan pria dalam KB merupakan perasaan yang memihak atau
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih
menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif. Dan kelima, sikap timbul
dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar.
Dari hasil penelitian bahwa informan peserta MOP bersikap baik terhadap
program KB pria. Hal ini karena informan sudah menganggap program KB bukan
masih belum paham tentang keuntungan, kerugian, dan efek samping dari KB MOP.
Selain itu masih kurangnya dukungan dari istri, TOMA dan TOGA terhadap
Sikap informan yang kurang terhadap partisipasi pria dalam KB karena tidak
didukung oleh sikap istri, hal ini disebabkan juga karena pengetahuan istri tentang
KB MOP sangat rendah bahkan ada istri informan yang tidak tau sama sekali
suami melakukan hal yang tidak pernah dia dengar sebelumnya. Selain itu juga
pengetahuan informan yang kurang tentang KB MOP. Seperti petikan pernyataan
“....Istri saya juga gak tau tentang KB MOP bu jadi ya wajar ajalah dia
gak nyuruh saya untuk KB MOP...”
Sikap yang baik dari subjek dan informan tergantung pada segi positif dan
negatif komponen pengetahuan tentang partisipasi pria dalam KB. Makin banyak segi
positif komponen pengetahuan dan makin penting komponen itu, semakin positif pula
sikap yang terbentuk. Sebaliknya semakin banyak segi negtif akan semakin negatif
Persepsi dan rasa takut yang ada pada masyarakat bahwa KB MOP akan
mengurangi kejantanan pria adalah merupakan salah satu alasan yang kurang masuk
akal. Karena tidak akan mempengaruhi frekuensi berhubungn dan tidak perlu merasa
khawatir karena sudah tidak mempunyai kemampuan untuk menghamili. Oleh karena
itu perlunya informasi keuntungan dan kerugian tentang KB MOP kepada akseptor
KB MOP akan membuat akseptor mengetahui hal yang sebenarnya sehinggga tidak
peserta KB MOP menanggapi dengan sikap yang baik tentang partisipasi suami
keluarga yang sudah mempunyai banyak anak ditambah lagi bagi istrinya yang tidak
bisa ber KB maka KB MOP dapat dilakukan suami. Tanggapan lainnya juga
menunjukkan respon positif karenan melihat keadaan ekonomi sekarang maka cocok
sikap yang kurang baik. Informan menganggap bahwa KB hanya untuk perempuan
saja, informan merasa takut disuntik dan informasi tentang KB MOP yang didapat
informan sangat kurang sehinggga menjadi alasan informan untuk tidak ikut
hasil bahwa dukungan pasangan tidak berpengaruh terhadap pemilihan jenis alat
kontrasepsi yang digunakan oleh PUS (p=1,000). Menurut Green, faktor keluarga
termasuk istri merupakan salah satu faktor penguat (reinforcing) bisa bersifat positif
atau negatif tergantung sikap dan perilaku panutan. Respon istri bisa bersifat positif
anjuran dari istri. Namun tindakan informan dalam ber-KB tersebut ditanggapi positif
oleh istri. Kurangnya dukungan istri juga terlihat dari tidak adanya anjuran istri agar
informasi yang didapat istri tentang KB MOP, atau mungkin istri sama sekali belum
pernah mendengar tentang KB MOP. Sehingga tindakan operasi dilakukan bukan atas
dasar dukungan dari istri, namun berdasarkan jumlah anak yang dianggap sudah
cukup dan karna ingin membantu istri yang tidak cocok ber-KB karna istri
mendukung suami untuk ikut KB MOP tetapi suami belum besedia untuk melakukan
KB MOP karna alasan masih takut dan karna istri sudah KB.
kelurahan Harjosari II tidak ada ditemukan budaya yang kental yang dapat
faktor predisposisi yang dapat menjadi faktor pendukung atau faktor penghambat
suatu prilaku kesehatan seperti Akseptor KB tidak memilih MOP sebagai alat
terlepas dari faktor perilaku yang dipengaruhi faktor budaya, dimiliki oleh masing-
dijelaskan dengan teori perilaku Health Belief Model, menyatakan bahwa perilaku
manusia akan ada apabila mereka merasa rentan terhadap suatu permasalahan
kesehatan, mereka merasa berat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi, meyakini
efektifitas dari tindakan yang dilakukan, tidak mahal, dan ada anjuran petugas
dibawah ini :
konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
Dan suatu sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi sebagai
kelurahan Harjosari II. Karena dari hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa
informan, tidak ada ditemukan budaya atau persepsi dilingkungan Harjosari II yang
larangan dalam ajaran agama baik itu dalam agama islam maupun agama kristen.
sedangkan Informan (suami PUS) yang tidak melakukan KB MOP karena tidak
wawancaranya :
“ ...Seperti yang saya bilang tadi bu...saya tau dari waktu sekolah
dulu...selain itu juga saya dapat informasi tentang KB MOP ini dari
PLKB pusat yang mengajak saya untuk memakai KB MOP...sebelumnya
saya juga pernah dengar dari sosialisasi kepala lingkungan dan ibu
kader..” Informan 1)
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Retno (2007) tentang Faktor – faktor
Kodya Jakarta Pusat ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara sumber
informasi dengan akseptor vasektomi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Puslitbang
Biomedis dan Reproduksi Manusia pada tahun 1999 di DKI Jakarta dan DIY
dibawah ini :
“...Seperti yang saya bilang tadi...bahwa saya baru dengar pertama kali
informasi tentang KB MOP ini ya dari ibu..” (Informan 3).
sekolah, kader, bidan dan kepala lingkungan. Karena sudah mengetahui tentang alat
kontrasepsi tersebut, baik tujuan, manfaat, keuntungan dan kerugian, maupun efek
sampingnya, sehingga informan merasa yakin untuk memakai alat kontrasepsi MOP
sebagai pilihannya.
Sedangkan informan suami PUS tidak memakai MOP karena tidak memiliki
informasi yang lengkap dan benar tentang MOP, sehingga pengetahuan informan
kurang tentang KB MOP. Selain itu ada juga informan suami PUS yang memiliki
informasi cukup baik tentang MOP tetapi tidak memakai MOP, hal ini disebabkan
karena sikap informan yang kurang positif terhadap penerimaan KB MOP. Informan
yang menggunakan MOP sudah mendapatkan informasi yang tepat baik dari media
massa maupun informasi langsung dari tenaga kesehatan, dan tokoh masyarakat
6.1. Kesimpulan
oleh faktor pendidikan, pengetahun, sikap, dukungan istri dan sumber informasi.
yang mana istrinya tidak bisa KB karena menderita penyakit tertentu serta tidak
dan mendapatkan pengetahuan dari petugas kesehatan, ibu kader, dan kepala
lingkungan setempat.
4. Bagi yang tidak yakin akan melakukan KB MOP beralasan karena ketidaktahuan
bahwa jika istri meninggal maka dia tidak akan mempunyai keturunan, tidak ada
dukungan dari keluarga/ istri, belum ada waktu untuk melakukan MOP, istri
sudah ber-KB, takut tenaganya lemas, takut kejantanannya hilang dan takut
suami pasangan usia subur bahwa KB MOP solusi bagi keluarga yang istrinya
tidak bisa ber-KB karena alasan kesehatan dan yang tidak ingin menambah anak
lagi, serta menjelaskan bahwa KB MOP itu aman, tidak ada efek samping, dan
sehingga para suami PUS merasa lebih leluasa dan lebih nyaman untuk bertanya
3. Kepada para tokoh masayarakat seperti Lurah, Camat, kepala lingkungan dan
pemuka agama untuk tetap berpasrtisipasi dalam menghimbau para suami PUS
Anggraini, Yetti, dkk. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Rohima Pres
Asih Leli, dkk. 2001. Studi Peran Pria dalam Penggunaan Kontrasepsi di Jawa
Barat dan Sumatera Selatan. Jakarta : Puslitbang KB & Kespro.
Biran, Affandi. 2013. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Crasswell, 2014. Penelitian Kualitatif dan Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Depkes RI. 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
, 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta
Dewi, S.R. 2012. Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues, Tesis.
Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Pinem , S 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontasepsi Jakarta: Trans info Medika
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saptono Iman Budisantoso. 2008. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol 4/No.
2/Agustus 2008. Partisipasi Pria dalam keluarga Berencana di Kecamatan
Jetis. Yogyakarta
Siagian, Sondang. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Sobur. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia
Peneliti Informan