TESIS
Oleh
THESIS
By
TESIS
Oleh
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak pernah terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Dermatitis kontak adalah kerusakan kulit yang disebabkan bahan atau substansi
yang menempel pada kulit salah satu contoh adalah terpaparnya pestisida pada pekerja
kebun. Didapati sebagian pekerja di kebun PT X menderita dermatitis kontak dan tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri secara lengkap dan benar meskipun dijumpai 73,3%
% pekerja yang masa kerjanya 2-10 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pemakaian pestisida terhadap kejadian dermatitis kontak pada
pekerja kebun di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera
Utara.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis survai bersifat
analitik dengan menggunakan desain Cross Sectional dengan jumlah sampel 101
responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner sedangkan diagnosa
dermatitis kontak dilakukan oleh dokter umum yang bekerja di poliklinik kebun.
Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan menggunakan
metode Chi-Square dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik
berganda (=0,05).
Hasil penelitian ditemukan 32 orang (31,7%) penderita dermatitis kontak. Hasil
analisis bivariat menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara umur
(p=0,001), masa kerja (p=0,001), dan penggunaan APD (p=0,010) terhadap kejadian
dermatitis kontak. Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda
(=0,05): masa kerja merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap
kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun dengan nilai (Exp(B)=7,771 setelah
dikontrol variabel umur dan penggunaan APD.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada pihak manajemen perusahaan
untuk memberikan edukasi atau penyuluhan kesehatan secara berkala, serta memutasi
atau merotasikan pekerja ketempat yang kurang atau tidak terpapar pestisida untuk
beberapa waktu untuk mengurangi kejadian dermatitis kontak nantinya bagi pekerja
kebun.
ii
Segala puji dan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang, karena atas perkenaanNya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Dalam
kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan rasa terimakasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu, serta memberikan
sumbang saran, dukungan dan dorongan semangat sejak awal hingga Tesis ini dapat
diselesaikan. Semoga apa yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang
berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.Tesis ini berjudul
Sumatera Utara. Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan
dan kerjasama dari berbagai pihak. Dengan penuh rasa hormat penulis ucapkan banyak
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Dra Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
iii
4. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D, selaku Sekertaris Program Studi S2
5. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S, selaku Komisi Pembimbing yang telah
6. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Komisi Pembimbing yang telah memberi
7. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Komisi Penguji yang telah bersedia
menguji dan mengarahkan serta memberi masukan saran guna penyempurnan Tesis
ini.
8. Dr. Ir. Gerry Silaban, M. Kes selaku Komisi Penguji sekaligus Ketua Departemen
Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia menguji dan tidak henti-hentinya
iv
Sumatera Utara yang telah memberi ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama
10. Ir. Hugo Napitupulu selaku Pengurus PT X yang telah memberikan sumbang saran
serta dorongan semangat dan dukungan berupa fasilitas tempat penelitian dan
ucapan terimakasih penulis juga kepada para asisten kebun, mandor, para staf
administrasi serta para suster di Klinik Kebun PT X yang telah membantu penulis
juga kepada para pekerja kebun yang bersedia menjadi subyek penelitian penulis.
11.Secara khusus kepada suami tercinta dr Jannes Edyson Sihombing serta anak-anak
Nico Andreas Sihombing atas doa yang dengan sabar dan penuh perhatian
mempunyai peran yang begitu besar dalam proses belajar dan proses penyelesaian
peminatan Keselamatan Kesehatan Kerja atas segala bantuan, sumbang saran, serta
penulis mohon kesediaan semua pihak yang membaca dan tertarik dengan penelitian
ini untuk dapat memberikan kritik dan saran yang konstruktif dan sangat penulis
harapkan. Akhir kata penulis berharap Tesis ini akan memberi manfaat yang sebesar-
besarnya bagi para pekerja kebun, terutama pekerja kebun yang menggunakan pestisida
juga bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang
akan datang.
vi
Tuti Nurbaya Ginting, lahir di Cimahi pada tanggal 29 September 1964, anak
pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Njoreken Ginting dan Ibunda
Paten Br Tarigan.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri No 60 Medan
selesai tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama Negeri No VI Medan selesai tahun
1980, Sekolah Menengah Atas Negeri No III Medan selesai tahun 1983, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara selesai tahun 1989. Pada tahun 2015 penulis
Sumatera Utara.
Penulis mulai bekerja sebagai Dokter Pegawai Tidak Tetap (Dokter PTT) di Dolok
Masihul, Kecamatan Dolok Masihul tahun 1992 s/d 1995, tahun 1995 s/d 1996 bekerja
di Bagian Unit Gawat Darurat RS Herna Tebing Tinggi, pada tahun 1993 s/d 2017
bekerja di Poliklinik Kebun PT Socfindo Bangun Bandar, tahun 2011- 2014 bekerja
Pada tanggal 9 April 1992, penulis menikah dengan dr Jannes Edyson Sihombing, anak
dari Saur Sihombing dan Tiongga br Hutagalung, dan penulis dikaruniai 2 orang putri
vii
Halaman
ABSTRAK.......................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................xiii
DARTAR ISTILAH/SINGKATAN.................................................................xiv
viii
ix
LAMPIRAN
xi
2.2 Dermatitis Kontak Alergi karena nikel pada jam tangan ............. 31
xii
xiii
ha : hektare
KP : Kebersihan Perorangan
nm : nano meter
PT : Perusahaan Terbatas
xiv
PENDAHULUAN
Salah satu pendukung keberhasilan di bidang pertanian dan perkebunan adalah upaya
pengendalian hama (Raini, 2015). Mereka memupuk, memanen ladang pertanian atau
Pestisida merupakan suatu zat yang dapat bersifat racun, namun disisi lain
pestisida sangat dibutuhkan oleh petani untuk melindungi tanamannya. Pestisida dapat
masuk ke dalam tubuh melalui kulit (dermal), pernapasan (inhalasi) atau mulut (oral).
Pestisida akan segera diabsorbsi jika kontak melalui kulit atau mata (Yuantari, 2015).
Salah satu masalah dalam kesehatan kerja adalah penyakit akibat kerja. Penyakit akibat
Penyakit akibat kerja yang sering terjadi adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak
adalah penyakit kulit disebabkan bahan atau substansi yang menempel pada kulit.
Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan urtikaria (Hardianty, 2015).
Prevalensi penyakit kulit akibat kerja ini di dunia mencapai 68,2%. Di Amerika,
sebesar 90% dari semua penyakit kulit akibat kerja, berupa dermatitis kontak
1
(American Academy of Dermatology,1994). Dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja
(DKAK) ini, diperkirakan 20% merupakan dermatitis kontak alergi. Filandia memiliki
petani terbanyak di dunia yang menyebabkan DKAK pada petani menjadi peringkat
Action Network (PAN) melaporkan seluruh pekerja wanita pada sebuah perkebunan di
Malaysia telah mengidap penyakit kulit akibat seringnya bersentuhan dengan pestisida
akibat kerja adalah 20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan (Lingga, 2010).
Hasil studi pada tahun 2005 tentang Profil Masalah Kesehatan Pekerja di
diduga terkait dengan gangguan pekerjaan salah satunya yaitu gangguan kulit sebesar
dermatitis di Sumatera Utara adalah 26,3 %. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama
tahun 2000 terdapat 731 pasien baru di poliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50 %)
menderita dermatitis kontak. Dari bulan January hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien
Menurut penelitian Purba tahun 2010 di PTPN IV Dolok Ilir, responden yang
13,3% dan sakit kepala sebesar 16,7%, ini disebabkan karena masih adanya beberapa
dari pekerja yang melakukan aktivitas merokok dan tidak senantiasa memakai masker
dkk (2008) sebanyak 76 % (40 orang) pekerja industri otomotif yang menggunakan
tanaman yang ditanam berupa tanaman kelapa sawit dan karet, serta merupakan salah
satu anak cabang dari beberapa anak cabang lainnya yang tersebar di Indonesia juga
jenis pestisida yang dipakai tentu saja dapat menimbulkan dermatitis kontak.
Berdasarkan Data Pencatatan dan Pelaporan Tahunan Penyakit pada Klinik Kebun PT
X yang diperoleh pada tanggal 8 Desember 2016 dijumpai beberapa kasus kejadian
kelainan kulit berupa dermatitis kontak yaitu pada tahun 2013 dijumpai 47 kasus, pada
tahun 2014 dijumpai 32 kasus, pada tahun 2015 dijumpai 62 kasus kelainan kulit
berupa dermatitis kontak. Tampak kecenderungan naik dan turun kejadian dermatitis
bagaimana pengaruh umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan
rorangan, serta penggunaan alat pelindung diri terhadap kejadian dermatitis kontak
Bedagai Sumatera Utara berupa umur, jenis kelamin, lama kerja, lama kontak,
Penelitian ini diharapkan agar dapat sebagai bahan masukan dan pertimbangan
untuk perbaikan atau model dalam pengembangan promosi kesehatan tentang pengaruh
pemakaian pestisida terhadap kejadian dermatitis kontak pada para pekerja kebun serta
atau informasi untuk para pekerja kebun mengenai pengaruh pemakaian pestisida
dermatitis kontak, untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para pekerja kebun
terhadap pentingnya kebersihan diri dan pemakain alat pelindung diri saat berhubungan
dengan bahan kimia seperti pestisida sehingga kasus dermatitis kontak dapat lebih
dermatitis kontak.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pestisida
Istilah pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan caedo yang berarti
(Soemirat, 2009). Risiko paparan pestisida secara langsung dapat terjadi tidak hanya
saat melakukan penyemprotan, namun dapat pula terjadi saat proses mempersiapkan
2015 mendefinisikan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik
b. Memberantas rerumputan;
ternak;
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan
hama atau sebagai pelindung tanaman. Pada tahun 1200 Sebelum Masehi manusia telah
menggunakan abu dan kapur untuk memberantas hama di gudang. Disamping itu,
melindungi tanaman hama (Kurniawan, 2008). Pajanan pestisida dapat masuk ke dalam
tubuh petani melalui kulit, pernapasan dan pencernaan. Petani dapat terpajan pestisida
menyemprot serta membersihkan alat semprot yang telah digunakan (Yuantari,2 015).
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak
dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada organokhlor.
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida
diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP (Adenesone-
5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari
dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses
5. Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang
disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis
pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin ermetrin,
fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar
matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate,
1. Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap
untuk membunuh serangga, cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan
cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung
halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene,
2. Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga
3. Antibiotik
Misalnya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini
Dithane M-45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB 21, Delsene MX 200, Dmatan 50
WP.
Daya racun pestisida biasanya ditunjukkan oleh angka toksisitas akut hasil uji
toksisitas akut pada hewan menghasilkan data LD50. Artinya, jumlah atau dosis bahan
teknis (mg) dalam setiap 1 kg bobot badan binatang uji yang dapat mematikan 50%
Berdasarkan bentuk fisik, jalur masuk pestisida ke dalam tubuh dan daya
racunnya bila terhirup atau terkontaminasi, pestisida dibagi menjadi empat kelas seperti
LD50 oral adalah kematian yang terjadi bila binatang uji tersebut makan dan
LD50 dermal adalah kematian karena keracunan lewat kulit (Marbun, L.H. 2015). Data
LD50 untuk setiap senyawa kimia perlu dibedakan antara bahan teknikal (bahan aktif)
dan bahan formulasi yang siap digunakan petani. Semakin rendah nilai LD50 berarti
pestisida tersebut semakin beracun. Namun harus dipahami lagi bahwa semua pestisida
adalah racun, tergantung dari dosis dan konsentrasi serta organ mana yang teracuni.
Setinggi apapun nilai LD50, kalau dosis yang diberikan tinggi juga akan beracun.
Demikian juga dengan konsentrasi, semakin pekat akan semakin beracun. Karena itu
menggunakan volume semprotan tinggi supaya konsentrasi larutan pestisida yang siap
Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf , yaitu
jenis Organofosfat dan Metilcarbamat . Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena
mereka menyerang acetil cholinesterase, suatu bahan yang diperlukan oleh sistim
syaraf kita agar dapat berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar
Pestisida gas syaraf menyebabkan kematian yang paling banyak diseluruh dunia
a. Pengelolaan tanaman;
b. Peternakan;
c. Perikanan;
d. Kehutanan;
h. Moda transportasi.
tanaman. Penggunaan pestisida harus memperhatikan tiga azas berikut (Flisia, 2013) :
biologisnya yang optimal. Dengan kata lain, penggunaan pestisida harus efektif
1. Tepat Sasaran.
Tentukan jenis tanaman dan hama sasaran yang akan dikendalikan, Setelah diketahui
hasil analisis agroekosistem, maka dapat ditentukan sebaiknya tentukan pula unsur-
unsur abiotisnya.
2. Tepat Jenis
Tepat jenis pestisida yang harus digunakan, misalnya: untuk hama serangga
3. Tepat Waktu
a. Stadium rentan dari hama yang menyerang tanaman, misalnya stadium larva
b. Kepadatan populasi yang paling tepat untuk dikendalikan, lakukan aplikasi pestisida
c. Kondisi lingkungan, misalnya jangan melakukan aplikasi pestisida pada saat hujan,
4. Tepat Dosis
Gunakan dosis yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh Menteri Pertanian. Untuk
itu, bacalah label kemasan Pestisida. Jangan melakukan aplikasi pestisida dengan
dosis yang melebihi atau kurang sesuai dengan anjuran, karena dapat menimbulkan
dampak negatif.
5.Tepat Cara
Lakukan aplikasi pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi pestisida dan
Mekanisme masuknya pestisida ke dalam tubuh dengan melalui tiga cara, yaitu
gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya, misalnya pusing dan kudis.
Ini disebabkan karena kebanyakkan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat,
seperti gangguan sistim syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa penyakit
Telah diketahui bahwa pestisida, karena sifat dan racunnya (fisik dan kimia)
adalah bahan yang sangat berbahaya bagi kehidupan dan lingkungan. Oleh karena itu
dalam penangan pestisida diperlukan fasilitas perlengkapan keselamatan kerja atau alat
pelindung diri (APD) yang lengkap dan pengetahuan yang cukup bagi orang orang
pekerja yang menangani pestisida. Setiap pekerja yang menangani pestisida diwajibkan
menggunakan pakaian kerja dan alat pelindung kerja berupa pakaian pelindung badan,
topi sebagai pelindung kepala, googles sebagai alat pelindung mata, masker sebagai
alat pelindung pernapasan dan mulut, serta sepatu boot dan sarung tangan.
Penanganan keracunan yang pertama dan yang paling penting adalah berhenti
bekerja dengan pestisida secepatnya (tinggalkan tempat kerja). Jika keracunan karena
terkena pesisida melalui kulit, maka sebaiknya mengganti baju dan mencuci bahan
bahan kimia tersebut dengan sabun dan air. Jika menderita keracunan akut , maka kita
membutuhkan perawatan kesehatan darurat. Bahkan jika tidak yakin tentang penyebab
gejala-gejala tersebut, sebaiknya mencari cara aman dan kunjungi petugas kesehatan
(Sitepu, 2010).
keracunan. Toksisitas adalah daya racun yang dimiliki oleh senyawa pestisida, dengan
perkataan lain seberapa kuat daya racunnya terhadap sejenis hewan pada kondisi
risiko keracunan dari seseorang pada waktu sejenis pestisida sedang digunakan
(Anggraini, 2014).
Toksisitas atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan yang menggambarkan
potensi pestisida tersebut untuk membunuh langsung pada hewan atau manusia.
Toksisitas dinyatakan dalam LD50 (lethal dose), yakni jumlah pestisida yang
adalah tikus. Dosis dihitung dalam mg per kilogram berat badan (mg/kg). Namun ada
perbedaan antara LD50 oral dan LD50 dermal. LD50 oral: dosis yang menyebabkan
kematian pada binatang percobaan tersebut diberikan secara oral atau melalui
makanan, sedangkan LD50 dermal adalah dosis yang terpapar melalui kulit (Depkes
RI, 2003).
Apabila tidak memakai alat pelindung diri pada saat menyemprot dengan
Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada
kulit ketika petani atau pekerja kebun memegang tanaman yang baru saja
disemprot, ketika pestisida pada kulit atau pakaian, ketika petani atau pekerja
kebun mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau ketika anggota keluarga
mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani atau pekerja
lapangan, cara keracunan yang paling sering adalah melalui kulit (Khamdani,
2009). Absorpsi melalui kulit dan mata akan berlangsung terus selama pestisida
berada di kulit (Afrianto, 2008). Lebih dari 90% dari kasus keracunan di seluruh
sebagai berikut:
b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit: makin pekat pestisida, makin
berbahaya.
c. Formulasi pestisida: misalnya formulasi EC dan ULV lebih mudah diserap kulit
d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar: misalnya mata, mudah sekali meresapkan
pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida daripada kulit
telapak tangan.
e. Luas kulit yang terpapar pestisida : makin luas kulit yang terpapar, makin
besar resikonya.
f. Lamanya kulit terpapar : makin lama kulit terpapar, makin besar resikonya.
g. Kondisi fisik seseorang : makin lemah kondisi fisik seseorang, makin tinggi resiko
Hal ini paling sering terjadi pada petani atau pekerja kebun yang menyemprot
pestisida atau pada orang-orang yang dekat dengan tempat penyemprotan. Perlu diingat
bahwa beberapa pestisida yang beracun tidak berbau. (Khamdani, 2009). Gas dan
partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-
paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di
3. Melalui mulut
Hal ini bisa terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja ataupun
tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar, atau ketika makan
dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan
pada saat itu. Efek akut dibagi menjadi dua bagian, yaitu efek akut lokal yaitu bila
efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan
pestisida, biasanya berupa iritasi, seperti mata kering, kemerahan dan gatal dimata,
hidung, tenggorokan dan kulit, mata berair dan batuk. Efek yang kedua yaitu efek akut
sistemik. Efek ini muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh dan mempengaruhi
seluruh dan mempengaruhi mata, jantung, paru-paru, hati, lambung, otot, usus, otak
membutuhkan waktu untuk berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul
a. Sistim syaraf
Banyak pestisida yang digunakan dibidang pertanian sangat berbahaya bagi otak
dan syaraf. Bahan bahan kimia yang berbahaya bagi sistem syaraf disebut
neurotoksin. Beberapa gejala dari penyakit pada otak yang disebabkan oleh
Hati adalah organ yang berfungsi menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka
hati itu sendiri seringkali rusak untuk pestisida. Hal ini dapat menyebabkan
c. Bagian perut
Muntah muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan
d. Sistim kekebalan
Reaksi alergi adalah gangguan sistim kekebalan pada tubuh manusia. Hal ini
bervariasi dalam mengakibatkan reaksi alergi. Salah satu reaksi alergi pada kulit
e. Keseimbangan hormon
menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria dan pertumbuhan sel telur
yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menimbulkan pelebaran
kekuatiran yang utama yaitu bagaimana pestisida ini dapat mempengaruhi kesehatan.
Bukan hanya orang yang menyemprot pestisida saja yang perlu diperhatikan, tetapi
juga orang–orang yang tinggal dekat mereka juga perlu diperhatikan, khususnya ibu-
ibu hamil serta anak dalam kandungannya, beserta dengan ternak, ikan dan burung.
Pestisida dapat menyebabkan kematian pada mahluk hidup dan mencemari tanah dan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar para petani atau pekerja kebun
a. Membaca semua instruksi dan pengarahan yang ada pada label pestisida,
pestisida. Cucilah tangan dan muka dengan menggunakan sabun jika ingin
makan, minum dan merokok. Tubuh dan pakaian harus terhindar dari tetesan
pestisida. Jika terjadi, pakaian atau tubuh yang terkena harus dicuci dengan air
dan sabun.
c. Jangan membuka kemasan dengan cara memaksa atau mencongkel karena cairan
d. Jangan menggunakan alat penyemprotan yang bocor. Periksa selalu kondisi alat
yang dipakai minimal adalah masker, celana panjang, kacamata dan topi.
berjalanlah searah dengan arah tiupan angin, sehingga kabut semprot tidak tertiup
ke arah badan.
g. Jangan meniup nozel yang tersumbat. Gunakan jarum yang halus untuk
berlangsung terus menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada
waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi
resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulangkali dan
medis dapat diartikan sebagai dermatitis dimana pekerjaan merupakan penyebab utama
atau salah satu faktor-faktor yang menyebabkan kejadian dermatitis kontak tersebut.
The National Institute of Occupational Safety Hazards (NIOSH) dalam survey tahunan
(1975) memperkirakan angka kejadian dermatitis akibat kerja yang sebenarnya adalah
20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang telah dilaporkan (Utomo, 2007).
Dalam Lestari (2007) penyakit dermatitis, telah menjadi salah satu dari sepuluh
besar penyakit akibat kerja. Hasil studi Departemen Kesehatan RI pada tahun 2004 di
8 provinsi pada pekerja informal didapatkan 23,2% perajin batu onix mengalami
gangguan dermatitis kontak alergika. Begitu pula hasil studi pada tahun 2005 tentang
mempunyai keluhan gangguan kesehatan yang diduga terkait dengan pekerjaan, salah
mengambil air dari lapisan kulit, secara oksidasi dan reduksi, sehingga keseimbangan
kulit terganggu dan timbullah dermatitis. Beberapa keadaan yang harus menjadi
perhatian dalam suatu penelitian akan kecurigaan dermatitis kontak akibat pekerjaan
1. Adanya kontak dengan bahan bahan yang diketahui menimbulkan dermatitis. Baik
produk yang sudah ada bertahun-tahun maupun produk yang baru saja
2. Adanya dermatitis dengan tipe yang serupa pada orang-orang lain yang bekerja
pada pekerjaan yang sama. Jikalau banyak orang yang terkena pada suatu tempat
kerja dalam saat yang bersamaan, maka keadaan tersebut lebih mungkin
alergika timbul tidak lebih cepat dari pada 4-5 hari setelah kontak.
sudah pasti lainnya. Namun demikian apabila ada beberapa faktor yang turut
Lokalisasi biasanya pada kedua belah tangan tanpa gambaran yang spesifik.
dapat dilihat ketika melakukan pekerjaan lainnya atau ketika cuti sakit, liburan
6. Kalau ada hubungan antara riwayat penyakit dan hasil test patch yang positip,maka
pekerjaan seperti dermatitis kontak iritan. Dalam hal ini sebaiknya dilakukan
Hasilnya sering menunjukkan bahwa satu atau dua orang karyawan menderita
penyakit kulit akibat kerja seperti dermatitis kontak sedangkan lainnya menderita
penyakit kulit biasa. Dasar keluhan tersebut bisa karena “ pengaruh psikologis”
dalam pengangkutan bahan mentah, penyimpanan dalam karung atau drum yang
bahan sampah.
2.2.1. Dermatitis
terhadap faktor eksogen dan faktor endogen yang menimbulkan kelainan kllinis kulit
berupa efloresensi, polimorfi, eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi dan
keluhan gatal (Cahyawati, 2010). Dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai
oleh rasa gatal dapat berupa penebalan atau bintil kemerahan, multipel mengelompok
atau tersebar, kadang bersisik, berair dan lainnya. Akibat permukaan kulit terkena
bahan atau unsur-unsur yang ada di linkungannya (faktor eksogen). Namun demikian
untuk terjadinya suatu jenis dermatosis atau beratnya gejala dermatosis kadang kadang
dipengaruhi pula oleh faktor kerentanan kulit seseorang (faktor endogen). Tanda
respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri, dan fungus.
Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi ialah perubahan kemampuan
tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi (Cahyawati, 2010). Reaksi alergi terjadi
atas dasar interaksi antara antigen dan antibodi. Karena banyaknya agen penyebab, ada
anggapan bahwa nama dermatitis digunakan sebagai “tong sampah” (catch basket
term). Banyak penyakit alergi yang disertai tanda-tanda polimorfi disebut dermatitis
(Cahyawati, 2010).
gatal. Kelainan kulit tergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat tegas,
kelainan kulit dapat berupa eritrma, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi,
sehingga tampak basah (madidans). Pada stadium subakut, eritema berkurang, eksudat
mengering menjadi krusta. Sedangkan pada stadium kronis tampak lesi kering, skuama,
hiperpigmentasi, likenifikasi dan papul, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi
karena garukan. Stadium tersebut tidak perlu berurutan, bisa saja sejak awal suatu
dermatitis memberikan gambaran klinis berupa kelainan kulit kronis. Demikian pula
(Cahyawati, 2010).
dolor). Selain itu ada pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau
2) Objektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi, yang
dapat timbul secara serentak atau berturut-turut. Pada permulaan timbul eritema
dan edema. Edema sangat jelas pada kulit yang longgar, misalnya muka (terutama
dan kemudian menyebar dan membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau
gelembung mengering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal
ini berarti dermatitis menjadi kering, disebut dermatitis sika. Pada stadium tersebut
terjadi deskuamasi artinya timbul sisik-sisik. Bila proses menjadi kronis tampak
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan (substansi) yang
menempel pada kulit. Dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk
peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik karena paparan dari bahan
iritan eksternal yang mengenai kulit. Bahan penyebab dermatitis kontak pada
umumnya adalah bahan kimia yang terkandung dalam alat-alat yang dikenakan
berhubungan dengan pekerjaan atau hobi (semen, pestisida, sabun cuci, bahan
pelarut, bahan cat, tanaman), serta dapat pula oleh bahan disekitarnya (debu
semen, bulu binatang atau polutan lain. Disamping bahan penyebab ada faktor
penunjang timbulnya dermatitis kontak yaitu suhu udara, kelembaban dan gesekan
(Cahyawati, 2010).
2. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal, yang berhubungan dengan atopy. Kata “Atopy” yang pertama kali
diperkenalkan oleh Cocs (1928), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok
alergica.
sirkumkrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol
menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang.
4. Dermatitis Numularis
5. Dermatitis statis
Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat
non imunologik, ditandai dengan adanya edema dan eritema setelah adanya
pajanan bahan kontaktan dari luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika
atau kimia yang dapat menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit.
Adapun bahan bahan yang bersifat iritan misalnya pestisida, pelumas, bahan
yang bersifat asam, bahan yang bersifat alkali dan lain-lain. Ada dua jenis bahan iritan
yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir setiap atau semua orang, sedang iritan lemah hanya pada
mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor konstribusi
misalnya kelembaban udara, tekanan gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada
terjadinya kerusakan kulit tersebut. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh
ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritaan tersebut,
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lama kontak, kekerapan, adanya oklusi,
menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisik. Suhu dan
kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Dermatitis kontak iritan adalah bentuk
keadaan yang biasa dari penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, dan di Amerika
Serikat tercatat 80 % dari semua penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan.
Dermatitis kontak iritan dapat bersifat akut dan kronik. Pada beberapa literatur
dermatitis kontak keduanya dibagi atas tipe dermatitis kontak akut dan tipe dermatitis
kecelakaan
Penyebabnya Iritan kuat, biasanya karena . Kulit terasa pedih atau panas,
eritema, vesikel atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena,
berbatas tegas. Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah
bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat, misalnya podofilin, antralin,
asam flourohidrogenat, sehingga dermatitis iritan akut lambat. Kelainan kulit baru
Nama lain adalah Dermatitis Kontak Kumulatif, disebabkan kontak dengan iritan
lemah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro,
kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan kimia contohnya : detergen,
sabun, pelarut, tanah bahkan juga air). Dermatitis kontak kronis mungkin terjadi
oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi bahan secara sendiri tidak
cukup kuat menyebabkan dermatitis irirtan, tetapi bila berkabung dengan faktor lain
baru mampu menyebabkan dermatitis kontak. Kelainan baru nyata setelah berhari-
Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling
sering ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terjadi secara
terus menerus akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit
tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Banyak pekerjaan
dan berkebun.
Dermatitis Kontak Alergi disebabkan oleh alergen. Alergen yang paling sering
menyebabkan dermatitis jenis ini adalah bahan kimia yang berat molekul kurang dari
500-1000 Da, yang juga disebut sebagai bahan kimia sederhana. Dermatits yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di
kulit (Cahyawati, 2010). Dermatitis kontak alergi didasari oleh adanya reaksi
imunologis spesifik berupa reaksi hipersensivitas tipe lambat (tipe IV) dengan
perantara sel limposit T. Terdapat dua tahap dalam proses terjadinya dermatitis alergik,
yaitu tahap induksi (sensitivitasi) dan tahap elisitasi. Tahap sensitivitasi dimulai dengan
masuknya bahan antigen (hapten berupa bahan iritan) melalui epidermis. Kemudian sel
proliferasi dan differensialisasi pada kelenjar getah bening sehingga terbentik limfosit
T yang tersensitivitasi. Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang dari antigen
yang sama. Antigen yang telah dikenal itu akan langsung mempengaruhi sel limfosit T
yang telah tersensitivitasi yang kemudian akan dilepaskan sebagai mediator yang akan
menarik sel sel radang. Hal inilah yang selanjutnya menimbulkan gejala dermatitis.
Gambar 2.2. Dermatitis Kontak Alergi Karena Nikel pada Jam Tangan
Sumber: Afifah, 2012.
Untuk membedakan antara dermatitis kontak alergi dengan dermatitis kontak
iritan diperlukan patch test. Akan tetapi dalam penelitian ini diagnosis hanya sampai
alergika dengan dermatitis kontak iritan. Menurut Afifah, A (2012), Dermatitis Kontak
Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergik (DKA) keduanya mempunyai perbedaan
mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). DKI timbul pada 80% dari
seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan DKA kira kira hanya 20%. Meskipun
demikian pada kenyataanya banyak DKA yang tidak terdiagnosis sehingga tidak
dilaporkan. Salah satu penyebab utama adalah tidak tersedia alat atau bahan uji tempel
1. Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak
2. Lengan
Alergen umumnya sama pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung
tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila biasanya terjadi oleh bahan
pengharum.
3. Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal,
allergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya
mata dapat disebabkan eyeshadows dan obat mata, cat rambut, cat kuku.
4. Telinga
Penyebab dermatitis kontak pada telinga misalnya anting atau penjepit telinga
terbuat dari nikel. Penyebab lainnya , misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat
rambut, hearing-aids.
5. Leher
Penyebabnya, kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum,
6. Badan
Dermatitis kontak dibadan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing
7. Genitalia
Penyebabnya dapat karena antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita,
Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di
saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anastesi lokal, neomisin, etilendiamin),
Menurut R.S. Siregar (2006), pemeriksaan kulit ini dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu ;
1. Lokalisasi : sering terjadi pada kedua tangan, kaki, dan daerah yang terpajan
(berkontak).
kadar allergen di tempat lingkungan kerja dan hitung eosinofil pada penderita.
Menurut Cahyawati, (2010), apabila penyakit sudah sembuh, dapat dilakukan uji
temple (patch test). Pada daerah fleksor lengan bawah atau interskapular dioleskan
allergen yang disangka, lalu ditutup dengan kain kasa dan selofan impermeabel.
1 + : eritema
4+ : sama dengan 3+, tetapi disertai dengan vesikel yang berkonfluensi nekrosis.
Uji tempel tidak dilakukan pada stadium akut karena akan memberatkan
penyakit (Tombeng, 2013). Menurut Afifah, N.(2012) terdapat tiga metode untuk
a. Anamnesis
1) Penyakit ini muncul pada saat masa kerja yang terpajan oleh bahan iritan atau
2) Penyakit ini timbul pertama kali didaerah yang banyak terpajan. Biasanya
3) Penyakit ini tidak akan muncul, kecuali jika terpajan dengan pajanan yang sama
4) Penyakit ini akan hilang atau berubah ketika sudah tidak terpajan lagi.
5) Penyakit ini akan segera muncul kembali ketika pajanan di mulai lagi.
7) Rekan kerja yang terkena pajanan juga akan mengalami penyakit yang sama.
b. Pemeriksaan Klinis
dermatitis kontak pada kulit. Pada umumnya dermatitis kontak terjadi pada daerah
yang terpajan, tetapi tidak menutup kemungkinan lesi meluas kedaerah yang tidak
terpajan secara langsung. Sebagian dermatitis muncul di daerah tangan dan lengan
yaitu sebesar 90% di tangan. Karena tangan paling banyak digunakan saat bekerja.
Untuk bahan iritan yang bersifat airborne (fume, vapour) dapat menyerang dan
c. Pemeriksaan Penunjang
terjadinya dermatitis kontak alergik dan juga untuk dapat membedakan dermatitis
kontak alergik dengan dermatitis kontak iritan. Salah satu pemeriksaan penunjang
adalah dengan patch test. Pada penelitian ini peneliti tidak melakukan uji patch test
karena tidak membedakan antara dermatitis kontak iritan dengan dermatitis kontak
dilakukan perbaikan sarana diagnostik. Deteksi dini kerusakan kulit yang tidak
kontak akibat kerja, tanpa disertai dampak negatif pajanan sinar matahari pada
yaitu selalu menghindari kontak dengan sabun yang keras, detergen, bahan-bahan
pelarut, pengelantang, dan lain-lain. Kulit yang sakit harus sering diolesi dengan
mengungkapkan pajanan yang tidak diketahui terhadap zat-zat iritan atau allergen
pakaian bersih dan diganti setiap hari, memakai alat-alat pelindung diri yang masih
bersih. Kebersihan lingkungan dan benar juga perlu diperhatikan. Diagnosa dini
siaga perlu dalam rangka usaha pemberantasan dermatitis akibat kerja, sebab
penyebabnya. Tetapi seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor, kadang juga
tidak dapat diketahui pasti, maka pengobatan bersifat simptomatis, yaitu dengan
yang berpotensi tinggi dapat menurunkan peradangan ringan sampai sedang, tetapi
tidak dapat diberikan pada kasus berat dermatitis kontak alergik. Korticosteroid topikal
kemungkinan tidak efektif secara signifikan dengan berbagai iritasi seperti sodium
lauryl sulphate. Korticosteroid secara oral efektif untuk pengobatan dermatitis kontak
dapat tidur. Namun demikian preparat ini harus digunakan dengan hati-hati pada orang
gelombang 290 hingga 320 nm (UV-B) atau PUVA kadang-kadang efektif tetapi sering
sebagai pilihan pengobatan sebelum semua cara lainnya gagal (Cahyawati, 2010).
bersentuhan dengan pestisida. Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu
kelainan kulit yang sering dijumpai. Kelainan kulit ini dapat ditemukan sekitar 85 %
sampai 98% dari seluruh penyakit kulit akibat kerja. Insiden dermatitis kontak akibat
kerja diperkirakan 0,5 sampai 0,7 kasus per 1000 pekerja per tahun. Penyakit kulit
pekerjaan. Salah satu kegiatan yang dilakukan di perkebunan sawit seperti yang
kebun sawit. Dalam ini sudah tentu akan melibatkan beberapa tahapan juga akan
terkontak dengan beberapa karyawan yang berhubungan atau kontak langsung dengan
pestisida tersebut.
penyemprotan adalah :
1. Penyimpanan di Gudang
1. Lingkungan
pengeluaran keringat meningkat dan para pekerja kurang senang memakai Alat
Pelindung Diri bahkan lebih senang memakai celana pendek dan baju yang lebih minim
sehingga memudahkan kontak dengan bahan kimia. Sedangkan cuaca yang dingin
membuat pekerja lebih malas membersihkan diri dengan air setelah kontak dengan
Kurangnya air yang tersedia pada lingkungan tempat bekerja juga dapat
adalah dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Apabila kebiasaan mencuci
tangan yang jelek akan menyebabkan kontak bahan kimia akan lebih lama yang akan
2. Pekerja Kebun
a. Umur
Umur adalah lamanya waktu hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak
Munthe (2015), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Dermatitis dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur. Seorang yang lebih tua mempunyai kulit yang lebih tipis dan kering yang tidak
toleran terhadap sabun dan pelarut (Sucipta, 2008). Seringkali pada usia lanjut terjadi
dikatakan bahwa dermatosis akan lebih mudah menyerang pada usia yang lebih tua.
Menurut Afifah, N. (2012) pekerja dengan usia tua cenderung memiliki tingkat resiko
yang lebih tinggi terkena dermatitis kontak dibandingkaan dengan usia yang lebih
muda. Hal ini terkait dengan kondisi kulit mereka. Pada pekerja yang tua terjadi
sehingga mudah terjadi dermatitis kontak. Sedang menurut Lestari, F dan Utomo, H.S
(2007) pekerja muda mempunyai peluang 2,8 kali terkena dermatitis kontak
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologi laki-laki dan
c. Masa Kerja
Masa kerja adalah pekerja dengan lama kerja ≤ 2 tahun dapat menjadi salah satu
faktor yang mengindikasikan bahwa pekerja tersebut belum memiliki pengalaman yang
cukup dalam melakukan pekerjaanya. Jika pekerja ini masih sering ditemui melakukan
kesalahan, maka hal ini berpotensi meningkatkan angka kejadian dermatitis pada
pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun. Pekerja dengan pengalaman akan lebih berhati-
hati sehingga kemungkinan terpajan bahan iritan maupun alergen lebih sedikit (Lestari-
Utomo, 2007). Pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun masih rentan terhadap berbagai
macam bahan iritan maupun alergen. Pada pekerja dengan lama bekerja lebih dari 2
tahun dapat dimungkinkan telah memiliki resistensi terhadap bahan iritan maupun
alergen. Untuk itulah mengapa pekerjaan dengan lama bekerja lebih dari 2 tahun lebih
kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan meningkatkan terjadinya dermatitis
kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau
iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit. Pengendalian risiko,
yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi perlu dilakukan.
Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan bahan kimia dengan
(OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan bagi pekerja yang
melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per hari.
Higien personal merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya
penyakit dermatitis. Salah satu hal yang menjadi penilaian adalah masalah mencuci
tangan. Kesalahan dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu
penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan, sehingga masih terdapat
sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit. Usaha mengeringkan tangan
setelah dicuci juga dapat berperan dalam mencegah semakin parahnya kondisi kulit
karena tangan yang lembab (Lestari-Utomo, 2007). Pekerja yang kurang bersih
misalnya tidak membersihkan diri setelah selesai bekerja menjadi salah satu penyebab
Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja
untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi bahaya kecelakaan kerja
menggunakan APD dengan baik masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang kurang
baik dalam memakai APD. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku penggunaan APD
oleh pekerja masih kurang baik. Masih banyak pekerja yang melepas APD ketika
sedang bekerja. Jika hal ini dilakukan maka kulit menjadi tidak terlindungi dan kulit
menjadi lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun alergen (Lestari-Utomo,
2007).
Menurut Cahyawati (2010), ada beberapa jenis APD yang paling banyak dan
petani adalah:
1. Pakaian Kerja
Berguna untuk menutupi seluruh atau sebagian dari percikan bahan beracun. Bahan
dapat terbuat dari kain dril, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.
Bentuknya dapat berupa apron (menutupi sebagian tubuh yaitu mulai dada sampai
lutut), celemek atau pakaian terusan dengan celana panjang, dan lengan panjang
(overalls).
2. Penutup Kepala
Untuk melindungi kepala dari percikan bahan beracun sebaiknya digunakan alat
pelindung kepala. Penutup kepala yang digunakan petani dapat berupa topi atau
tudung untuk melindungi kepala dari zat-zat kimia dan kondisi iklim yang buruk.
Harus terbuat dari bahan yang mempunyai celah atau lobang, biasanya terbuat dari
Untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang
terkontaminasi di tempat kerja yang dapat bersifat racun, korosi atau rangsangan.
4. Sarung Tangan
Untuk melindungi tangan dan bagian-bagian dari bahan-bahan kimia (padat atau
larutan). Sarung tangan dapat terbuat dari karet (melindungi diri dari paparan bahan
5. Sepatu Kerja
Untuk melindungi kaki dari larutan kimia. Sepatu kerja atau sepatu boot sangat
diperlukan pada penyemprotan pestisida. Dapat terbuat dari kulit, karet sintetik atau
plastik. Ketika menggunakan sepatu boot ujung celana tidak boleh dimasukkan ke
dalam sepatu, karena cairan pestisida dapat masuk ke dalam sepatu (Khamdani,
2009). Dalam dunia pekerjaan segala kendala harus dihindari untuk mencapai
Salah satu kendala kerja adalah penyakit yang menimbulkan dua kali lipat
kerugian yaitu kerugian waktu kerja dan kerugian dalam hal biaya pengobatan oleh
penyakit akibat kerja dan penyakit umum. Pencegahan penyakit akibat kerja dapat
Agen Penyakit
Kebijakan/Politik, iklim,topografi,
Gambar 2.3. Kerangka Teorisuhu,
Kejadian
dll Penyakit (Teori Simpul)
Sumber : Achmadi, 2012
Kebijakan /politik, iklim, topografi,
suhu , dll
penyakit serta mengeluarkan atau meng-emisikan agen penyakit. Agen penyakit adalah
Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media transmisi
penyakit yakni :
Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalau didalamnya tidak
memiliki potensi dan menjadi media tranmisi apabila air tersebut mengandung
jumlah pestisida yang mengenai kulit seorang petani ketika sedang menyemprot
cadmium. Jumlah kontak pada setiap orang berbeda satu dengan lainnya karena
dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Ada tiga
gradasi penderita penyakit yaitu akut, subklinik, dan penderita penyakit kategori
samara atau subtle.Tentu saja kelompok masyarakat sehat yang harus kita lindungi agar
yakni variabel iklim, topografi, temporal, dan suprasistem misalnya keputusan politik
seperti kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua simpul. Varibel ini juga harus
Bahan Bakar Minyak (BBM) akan menyebabkan penghematan, yang pada akhirnya
Umur
Jenis Kelamin
Masa Kerja
Dermatitis
Lama Kontak
Kontak
Kebersihan
Perorangan
2.5. Hipotesis
1. Ada pengaruh umur terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di
2. Ada pengaruh jenis kelamina terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja
3. Ada pengaruh masa kerja terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja
4. Ada pengaruh lama kontak terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja
Utara.
pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan variabel berupa umur, jenis kelamin,
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis survai bersifat
sebab dan akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara
Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara dengan beberapa faktor seperti umur,
jenis kelamin, masa bekerja, lama kontak, kebersihan perorangan dan penggunaan alat
pelindung diri.
1. Belum pernah dilakukan penelitian sejenis di tempat ini. Pada observasi awal
beberapa pekerja mengalami gatal-gatal pada daerah yang terkena pestisida dan
menghilang bila beberapa hari tidak kontak saat beristirahat dan akan timbul lagi
51
3. Para pekerja kebun terpapar dengan larutan pestisida sekitar > 4-8 jam perhari dan
sampai dengan September 2017, yang di mulai dengan pengajuan judul, survei awal,
kolokium, pengumpulan data, pengolahan data, seminar hasil dan ujian tesis.
3.3.1. Populasi
pestisida yaitu sebanyak 101 orang yang terdiri dari 1 orang penjaga gudang, 3 orang
opas pembagi pestisida ke tiap avdeling, 7 orang pengaduk larutan yang dilakukan oleh
3.3.2. Sampel
(Notoatmodjo, 2010). Jumlah sampel yang di teliti dalam penelitian ini adalah seluruh
Bedagai Propinsi Sumatera Utara yang berjumlah 101 orang (total sampling).
dilakukan peneliti pada pekerja kebun yang meliputi umur, jenis kelamin, masa
kerja, lama kontak, kebersihan perorangan, dan penggunaan alat pelindung diri.
Data sekunder yaitu data pendukung yang diperoleh dari bagian administrasi
Kantor Kecamatan DM, kantor-kantor kelurahan dan instansi-instansi lain yang terkait
berupa data wilayah, data demografi dan data lain yang dibutuhkan untuk menunjang
penelitian.
variabel dengan skor totalnya. Kelayakan menggunakan instrument yang akan dipakai
untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reabilitas. Uji dilakukan kepada 101
responden di Desa Havea, Kecamatan DM, dengan alasan memiliki tenaga penyemprot
pestisida yang relative sama dengan lokasi penelitain. Uji validitas kuesioner, khusus
dengan membandingkan nilai r tabel dengan r hasil. Nilai r tabel dengan menggunakan
tingkat kemaknaan 5 % maka didapat angka r tabel = 0,1956. Nilai r hasil dari masing-
masing pertanyaan dibandingkan dengan r tabel, bila r hasil > r tabel, maka pertanyaan
tersebut valid dan bila r alpha > r tabel maka pertanyaan tersebut reliable. Lebih
Dari Tabel 3.1 di atas terlihat bahwa semua pertanyaan mendapat nilai r hasil > r tabel
demikian r Alpha > r tabel, dengan demikian kuesioner dinyatakan valid dan reliabel.
Menurut Khamdani, (2009) variabel adalah objek penelitian atau yang menjadi titik
1. Variabel Independent atau Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab
variabel independent (variabel bebas) dalam penelitian ini adalah umur, jenis
kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan, dan penggunaan APD.
Variabel Dependen
7. Dermatitis Keadaan sensitasi kulit Diagnosa Positip Ordinal
Kontak akibat pajanan Dokter Negatip
pestisida
Dermatitis kontak adalah penyakit kulit yang didiagnosa oleh Dokter Umum
adanya dermatitis kontak, dan negatip jika tidak diketemukan dermatitis kontak.
Dermatitis kontak dinyatakan positip jika mempunyai gejala atau bentuk berikut ini :
Dermatitis Kontak Klinis : Bentuk dermatitis kontak dengan kelainan yang tampak
pada kulit berupa eritema, edema, papul, vesikul, skuama, hyperkeratosis, fisura atau
2. Jenis kelamin : Perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan
3. Masa kerja : yang dihitung adalah masa kerja sebagai pekerja kebun di PT X. Untuk
4. Lama kontak merupakan informasi tentang lama kontak pekerja kebun dengan
Pengelompokan :
a. singkat (≤ 4 jam/hari)
mencuci tangan dan kaki serta sela-sela jari sampai bersih, membersihkan diri,
mencuci pakaian kerja setelah melakukan kerja, memakai pakaian yang bersih dari
petani dalam penggunaan alat pelindung diri yang terdiri dari sepatu boot, sarung
tangan plastik, baju lengan panjang, celana panjang, kaca mata pelindung, topi, dan
masker. Penggunaan APD diukur dengan memberikan skor pada kuesioner dimana:
Penilaian katagori penggunaan APD dibuat dengan cara membagi indikator menjadi
2 bagian yaitu:
1. Analisis Univariat
distribusi dari variabel bebas (umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kontak,
Analisa univariat dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk tiap
2. Analisis Bivariat
mengetahui pengaruh antara variabel bebas (umur, jenis kelamin, masa kerja, lama
3. Analisis Multivariat
mempengaruhi di antara lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu
dermatitis kontak, dengan menggunakan uji statistik regresi logistic berganda dengan
model persamaan:
P(Y) = 1
𝑒 −𝑦
Dimana:
Y = Dermatitis kontak
y = ßо+ß1x1+ß2x2+ßnxn
X1 = Variabel bebas 1
X2 = Variabel bebas 2
ßо =Intercep (konstanta)
ß1- ß2 = koefisien regresi
e = 2,71
HASIL PENELITIAN
Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara dengan responden 101 orang
yang terdiri dari 1 orang penjaga gudang, 3 orang opas pembagi pestisida ke tiap sektor
(avdeling), 7 orang pengaduk larutan yang dilakukan oleh mandor, 90 orang tenaga
karet yang berdiri sejak tahun 1986 serta merupakan salah satu anak perusahaan PT X
di 9 lokasi perkebunan sawit di Aceh dan Sumatera Utara serta 4 lokasi perkebunan
luas areal hak guna usaha (HGU) 4.560,62 ha dan non HGU 88,38 ha. Dari areal HGU
61
tersebut, lahan yang telah ditanami kelapa sawit hanya sekitar 3.335,64 ha dan tanaman
karet sekitar 1.224,98 ha. Hal ini disebabkan karena adanya areal yang dijadikan
sebagai sarana dan prasarana seluas 88,38 ha. (Kantor PT X, 2012). Pada tanaman
kelapa sawit yang dibudidayakan di PT. X adalah varietas Tenera, hasil persilangan
Dura dan Pisifera, yang seluruhnya berasal dari Tenera Socfindo. Pola tanam yang
digunakan untuk penanaman kelapa sawit di PT X adalah pola tanam segitiga sama sisi
dengan jarak tanam yang digunakan adalah 9,0 m x 9,0 m x 9,0 m dengan jarak antar
A. Karakterisik Responden
Karakteristik pekerja kebun meliputi umur, jenis kelamin, masa kerja dapat
mayoritas pada < 40 tahun sebesar 84,2% dan mayoritas pekerja berjenis kelamin
perempuan yaitu sebesar 78,22% sementara berdasarkan masa kerja mayoritas pekerja
Secara keseluruhan mayoritas pekerja bekerja dengan lama kontak 4-8 jam/ hari
sebanyak 96,0%. Mayoritas pekerja dengan kebersihan perorangan baik yaitu sebesar
60,4%. Dan mayoritas pekerja bekerja dengan Penggunaan APD baik sebesar 63,4%.
Hasil distribusi frekuensi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:
1. Lama Kontak
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa mayoritas pekerja kebun yang
mempunyai lama kontak sedang (>4-8 jam) adalah sebanyak 97 orang (96,0%), dan
pekerja kebun yang mempunyai lama kontak ≤ 4 jam sebanyak 4 orang (4%).
2. Kebersihan Perorangan
kebersihan perorangan kriteria yang baik (skor ≥ 12) adalah sebanyak 61 orang
(60,4%), dan pekerja kebun dengan kebersihan perorangan kriteria yang buruk (skor
< 12) sebanyak 40 orang (39,6%). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada
101 orang responden menunjukan bahwa ada 58 orang (57,4%) yang selalu mencuci
tangan dan kaki serta sela-sela jari dengan air bersih dan sabun setelah melakukan
menyatakan tidak pernah mencuci tangan dan kaki serta sela-sela jari dengan air bersih
juga 2 orang yang menyatakan tidak pernah segera membersihkan diri (mandi) setelah
segera dicuci setelah melakukan pekerjaan dan sebanyak 48 orang (47,5%) menyatakan
pakaian kerja bersih dari bahan pestisida sebelum bekerja setiap hari. Secara jelas dapat
penggunaan APD kriteria yang baik (skor ≥ 9) adalah sebanyak 64 orang (63,4%), dan
pekerja kebun dengan penggunaan alat pelindung diri dengan kriteria yang buruk (skor
penggunaan alat pelindung diri dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini:
pengaman, kaca mata pelindung. topi): dengan lengkap, tetapi ada 1 responden
kerja, sarung tangan, sepatu- pengaman, kaca mata pelindung. topi) : dengan
memastikan diri bahwa badan mereka kering sebelum memakai APD saat
mereka berpikir dengan memakai alat pelindung diri yang lengkap dapat
C. Dermatitis Kontak
kontak adalah sebanyak 32 orang (31,7%), dan pekerja kebun yang tidak
terhadap pekerja kebun di PT X tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut
ini :
No n=32 %
1. Lokasi terpapar/ 1. Wajah 3 9,4
terkena pestisida
2. Leher 0 0
3. Kaki (tapak dan punggung 1 3,1
kaki)
4. Lengan 9 28,1
5. Tangan(tapak dan 12 37,5
punggung tangan)
6. Tungkai 7 21,9
2. Gejala rasa panas 18 56,25
3. Kulit kemerahan 14 43,75
4. Gejala rasa gatal 17 53,12
5. Kulit bengkak 7 21,87
Tampak pada tabel 4.6 lokasi yang tersering terpapar atau terkena pestisida
adalah tangan yaitu pada tapak dan punggung tangan diikuti oleh lengan tangan,
sedangkan gejala tersering yang dirasakan setelah terpapar pestisida ada rasa panas,
rasa gatal dan kulit menjadi kemerahan. Beberapa kelainan kulit yang didapati pada
Pengaruh umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan
dan penggunaan APD terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun PT X
kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan, penggunaan alat pelindung
dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square. Bila hasil dari uji
tersebut diperoleh nilai p < 0,05 maka dikatakan ada pengaruh yang bermakna secara
statistik antara kedua variabel (Notoadmojo, 2010). Responden pada kelompok yang
berumur ≥ 40 tahun mengalami dermatitis kontak sebanyak 11 orang (68,8%) dan pada
kelompok yang berumur < 40 tahun mengalami dermatitdis kontak sebanyak 21 orang
(24,7%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna
antara umur pekerja terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X
pada Tahun 2017 didapati responden laki-laki yang mengalami dermatitis kontak
bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna jenis kelamin pekerja terhadap kejadian
dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X dengan nilai p-value = 0,428 (>0,05).
Pengaruh masa kerja terhadap dermatitis kontak pada Pekerja Kebun PT X pada
Tahun 2017 didapati bahwa responden dengan masa kerja lama (> 10 tahun) yang
dengan masa kerja sedang (2-10 tahun) yang mengalami dermatitis kontak sebanyak
14 orang (18,9%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
bermakna masa kerja pekerja terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun
Pengaruh lama kontak terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun
PT X pada tahun 2017 dapat dilihat pada responden dengan lama kontak sedang (>4-8
jam/hari) yang mengalami sebanyak 31 orang (32,0%), sedangkan lama kontak singkat
(≤ 4 jam/hari) yang mengalami dermatitis kontak sebanyak 1 orang (25,0%). Hasil uji
Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna lama kontak
terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X dengan nilai p-value
= 1,000 (>0,05).
pekerja kebun PT X pada tahun 2017 dapat dilihat dimana responden dengan
15 orang (37,5%) sementara dengan kebersihan perorangan baik (skor ≥12) yang
terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X dengan nilai p-value
= 0,424 (>0,05).
kebun PT X pada tahun 2017 dapat dilihat dari tabel dimana responden dengan
orang (48,6%) sementara pada pekerja kebun dengan penggunaan APD baik (skor ≥
9) yang mengalami dermatitis kontak sebanyak 14 orang (21,9%). Hasil uji Chi-Square
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna penggunaan APD terhadap kejadian
dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X dengan nilai p-value = 0,010 (<0,05).
multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda dimana harus dilakukan
analisa bivariat terlebih dahulu dan dari tabel hasil analisa bivariat diambil faktor-faktor
yang mempunyai nilai p < 0,25. Adapun pemilihan variabel kandidat model pada
Tabel 4.9 Pemilihan Variabel sebagai Kandidat Model pada Analisis Multivariat
No Variabel p
1 Masa Kerja 0,001
2 Umur 0,001
3 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) 0,010
Variabel yang mempunyai nilai probabilitas (p) lebih kecil dari 0,25 adalah
variabel umur, masa kerja, penggunaan APD. Selanjutnya seluruh variabel tersebut
dengan metode enter dimasukan secara bersama-sama, kemudian variabel yang bernilai
p>0,05 akan dikeluarkan secara otomatis dari komputer sehingga didapat yang variabel
berpengaruh. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa variabel yang
terpilih dalam model akhir regresi logistik ganda dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut:
Tabel 4.10 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda untuk Indentifikasi
Variabel Paling Berpengaruh terhadap Kejadian Dermatitis Kontak di PT X
Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017
1
= − ( −1,859+ 2 , 050 masa kerja +1,057 penggunaan APD)
e
Dimana:
A = Konstanta (-1,859)
1. Untuk setiap perubahan masa kerja akan menurunkan kejadian dermatitis kontak
Berdasarkan hasil analisis multivariat diperoleh bahwa masa kerja dengan nilai
p=0,001 (nilai p<0,05) serta memiliki Exp (B) 7,771 yang artinya masa kerja
merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi pekerja kebun yang terpapar
pestisida terhadap kejadian dermatitis kontak dimana pekerja kebun yang masa kerja
lebih dari 10 tahun memiliki peluang sebesar 7,771 kali lebih besar dibandingkan
pekerja kebun yang bekerja 2-10 tahun dengan 95% CI (2,810-21,486) setelah
PEMBAHASAN
5.1 Faktor Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Lama Kontak, Kebersihan
Perorangan, Penggunaan APD terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada
Pekerja Kebun
5.1.1 Umur
Berdasarkan hasil uji univariat menunjukkan bahwa mayoritas responden
mempunyai katagori umur dewasa muda kurang dari 40 tahun yaitu sebanyak 85 orang
(84,2%) dan responden yang berumur lebih dari sama dengan 40 tahun sebanyak 16
orang (15,8%). Umur dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental, ketelitian bekerja,
dan tanggung jawab seseorang dalam bekerja. Umur pekerja dewasa muda diyakini
akan lebih disiplin menjaga kesehatannya. Sedangkan pekerja tua akan mengalami
Pada penelitian ini didapati umur lebih muda lebih banyak daripada yang
berumur lebih tua. Hal ini dapat disebabkan karena batasan umur yang diambil adalah
umur 40 tahun, sementara penerimaan karyawan dimulai dari usia 18 tahun dan batas
pensiun diusia 55 tahun sehingga bisa saja dijumpai mayoritas umur muda dibawah 40
tahun. Batasan umur 40 tahun dipergunakan pada penelitian ini untuk mengetahui
apakah umur lebih dari atau sama dengan 40 tahun berpengaruh terhadap kejadian
dermatitis kontak karena menurut Ress, B (1986) sesudah umur 40 tahun dijumpai
75
degenerasi atau penurunan fungsi kulit semakin nyata dimana melibatkan jaringan
collagen dan keelastisan kulit yang mulai menurun pada akhirnya akan menyebabkan
kekacauan pada jaringan kulit itu sendiri. Pada akhirnya destruksi yang masif dari
jaringan colagen akan melibatkan sebagian besar kerusakan jaringan kulit berupa
Afifah, A (2012) terhadap karyawan binatu di Semarang dimana yang berumur kurang
dari sama dengan 30 tahun sebanyak 31 orang (62%) sementara yang berumur lebih
dari 30 tahun sebanyak 19 orang (38%), dimana ditemukan kelompok usia muda lebih
besar dari kelompok usia tua. Distribusi frekuensi berdasarkan umur pada penelitian
ini juga menyerupai distribusi frekuensi penelitian Larasati (2016) dimana umur < 50
tahun (muda) sebanyak 21 orang (51,2%) dan umur ≥ 50 tahun (48,8%), penelitian
Larasati menunjukkan golongan usia muda lebih banyak dari golongan berusia tua.
kelamin perempuan yaitu sebanyak 79 orang (78,2%) dan responden yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 22 orang (21,8%). Pada penelitian ini dijumpai karyawan
serta ditempatkan dibidang yang berhubungan dengan pestisida lebih banyak diminati
bahwa perempuan itu lebih teliti, lebih detail, berkonsentrasi, lebih rapi dalam
merealisasikan pencapaian target, selain itu perempuan dianggap tidak gegabah dalam
mengambil keputusan. Hal ini diperlukan karena saat bekerja yang berhubungan
dengan pestisida harus rapi, detail dalam menakar dosis yang mau diberikan serta teliti
juga telaten terhadap cara dan waktu penyemprotan yang baik, berkonsentrasi sehingga
tidak salah dalam pengambilan zat kimia yang dipergunakan, pencapaian target kerja
sesuai rencana misalnya telah selesai penyemprotan sebelum matahari terik sehingga
tidak membahayakan pekerja itu sendiri yang nantinya akan berdampak pada
perusahaan .
orang (18%). Distribusi frekuensi pada penelitian ini menyerupai distribusi frekuensi
penelitian Azhar, K (2011) pada petani rumput laut di Kabupaten Banteng Sulawesi
Selatan dimana mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 130 orang (61,9%)
penelitian ini tidak menyerupai distribusi frekuensi penelitian Larasati (2016) terhadap
kelompok tani subur di Serdang Bedagai dimana mayoritas berjenis kelamin laki-laki
masa kerja 2-10 tahun sebanyak 74 orang (73,3%) sedangkan yang masa kerja lebih
dari 10 tahun yaitu sebanyak 27 orang (26,7%). Masa kerja nantinya diharapkan
mengurangi kontak pestisida pada pekerja yang berkepanjangan. Pada penelitian ini
masa kerja 2-10 tahun lebih banyak dijumpai hal ini bisa saja dikarenakan mayoritas
pekerja yang berumur kurang dari 40 tahun pada saat diadakan penelitian atau dengan
perkataan lain saat penelitian lebih banyak pekerja muda yaitu berumur kurang dari 40
menyerupai distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja pada penelitian Larasati (2016)
terhadap kelompok tani subur di Serdang Bedagai dimana mayoritas pekerja masa kerja
< 17 tahun sebanyak 21 orang (51,2%) dan yang masa kerja ≥ 17 tahun sebanyak 20
orang (48,8%). Distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja pada penelitian ini
menyerupai distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja pada penelitian Lestari (2007)
pada pekerja di PT Inti Panca Press Industri Jakarta Depok dimana mayoritas pekerja
masa kerja > 2 tahun sebanyak 47 orang (58,75%) dan yang masa kerja ≤ 2 tahun
katagori lama kontak sedang (>4-8 Jam/hari) yaitu sebanyak 97 orang (96%) dan
frekuensi berdasarkan lama kontak pada penelitian ini tidak menyerupai distribusi
frekuensi berdasarkan lama kontak pada penelitian Azhar, K (2011) pada petani rumput
8jam/hari sebanyak 148 orang (70,5%) sementara lama kontak > 8jam/hari sebanyak
62 orang (29,5%).
penelitian disebuah perusahaan yang sudah tentu mempunyai batas waktu kerja yang
waktu maksimal perharinya untuk bekerja. Tetapi perbedaan itu bisa juga disebabkan
perbedaan batasan lama kontak yang dipergunakan yaitu lebih atau kurang 8 jam
perhari dengan kurang sama dengan 4 jam perhari atau 4-8 jam perhari.
perorangan bernilai baik yaitu sebanyak 61 orang (60,4%) dan responden dengan
perorangan yang buruk dijumpai 39,6% ini biasanya terjadi pada pekerja yang
mendapat tugas bekerja dilokasi yang terpelosok dan jauh dari sumber air bersih.
Tetapi bisa saja hal ini dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan sikap pekerja itu sendiri
mengetahui kulit yang bersih itu baik untuk kesehatan kulit akan tetapi sumber air
untuk mencuci tangan, kaki, dan peralatan jauh dari lokasi tempat bekerja
membersihkan diri.
penelitian Lestari (2007) pada pekerja di PT Inti Panca Press Industri Jakarta Depok
APD yang baik sebanyak 64 orang (63,6%) dan responden penggunaan APD yang
penderita yang mengalami dermatitis kontak lebih sering yang menggunakan sarung
tangan berkain tebal, tetapi oleh karena basahnya sarung tangan disebabkan keringat,
sementara tangan yang basah akan mempercepat penyerapan pestisida melalui kulit
kedalam tubuh dan merusak kulit itu sendiri. Terpaparnya kulit dengan pestisida saat
alasan panas atau sarung tangan sudah basah terkena keringat ini akan menyebabkan
lebih besar lagi terpaparnya kulit dengan pestisida saat bekerja secara langsung. Dalam
hal ini sarung yang tangan yang baik dipergunakan adalah sarung tangan yang sesuai
standar yaitu tidak tembus cairan sehingga kulit terlindungi dari kontak dengan
di dalam penyakit akibat hubungan kerja. Untuk itu perlu dikurangi bahkan kalau
perlu dihindari salah satu caranya dengan menggunakan APD yang baik sesuai standar
yang berlaku mengacu dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 8 Tahun 2010.
(2016) pada kelompok tani subur di Kabupaten Serdang Bedagai dimana penggunaan
APD tidak lengkap (buruk) sebanyak 40 orang (97,6%) dan penggunaan APD lengkap
buruk lebih banyak dari penggunaan APD baik. Distribusi frekuensi berdasarkan
penggunaan APD pada penelitian ini tidak menyerupai distribusi frekuensi berdasarkan
penggunaan APD pada penelitian Lestari (2007) pada pekerja di PT Inti Panca Press
Industri Jakarta Depok dimana penggunaan APD kurang baik sebanyak 56 orang
(70%) dan penggunaan APD baik sebanyak 24 orang (30%), penelitian Lestari
menunjukkan penggunaan APD kurang baik lebih banyak dari penggunaan APD baik.
(2011) pada petani rumput laut di Kabupaten Banteng Sulawesi Selatan dimana tidak
memakai APD sebanyak 116 orang (55,23%) dan memakai APD baik sebanyak 94
orang (44,76%), penelitian Azhar menunjukkan tidak memakai APD lebih banyak dari
yang menderita dermatitis kontak dijumpai sebanyak 32 orang (31,7%) dan tidak
iritasi pada telapak tangan dengan keluhan nyeri, gatal-gatal, kemerahan, kulit telapak
tangan menebal, kulit kering dan retak-retak, sedangkan yang mengalami atau
merasakan nyeri, rasa panas, kulit bengkak dan melepuh tidak dijumpai. Gatal-gatal
mungkin dapat disebabkan kurang tersedianya air bersih yang diperlukan di sebagian
lapangan atau kebun yang digunakan nantinya untuk mencuci tangan setelah kontak
dengan pestisida sementara air yang dibawa peserta biasanya digunakan untuk
keperluan minum dan cuci tangan sekedarnya sebelum makan, sehingga akhirnya
pestisida yang menempel di tangan, kaki, atau wajah akan mengering dan biasanya
baru di cuci setelah sampai di rumah masing-masing dimana sebahagian pekerja kebun
dermatitis kontak lebih sering yang menggunakan sarung tangan berkain tebal, hal ini
sementara tangan yang basah akan mempercepat penyerapan pestisida melalui kulit
kedalam tubuh dan dengan terpaparnya kulit dengan pestisida saat bekerja, hal itu
panas atau sarung tangan sudah basah terkena keringat ini akan menyebabkan
terpaparnya kulit dengan pestisida saat bekerja secara langsung lebih besar lagi. Dalam
hal ini sarung yang tangan yang baik dipergunakan adalah sarung tangan yang sesuai
standar yaitu tidak tembus cairan sehingga kulit terlindungi dari kontak dengan
pestisida. Merujuk pada Keputusan Presiden No 22 tahun 1993 maka dermatitis kontak
Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara umur dan dermatitis kontak
menunjukkan dari 16 orang yang berumur lebih dari sama dengan 40 tahun mengalami
dermatitis kontak sebanyak 11 orang (68,8%), disamping itu dari 85 orang yang
Penelitian uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi- Square menunjukkan
nilai p-value = 0,001 (< 0,05), artinya ada pengaruh yang bermakna antara umur
tahun diambil untuk mengetahui apakah destruksi yang masive dari jaringan collagen
di usia lebih dari sama dengan 40 tahun dimana melibatkan sebagian besar kerusakan
jaringan kulit berupa tampaknya penipisan dan rapuhnya kulit nantinya akan
Berdasarkan hasil penelitian terbukti dari hasil statistik dengan uji Chi=Square dimana
dijumpai ada pengaruh yang bermakna variabel umur terhadap kejadian dermatitis
kontak, dalam hal ini pekerja yang berumur lebih lebih dari sama dengan 40 tahun
menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang berumur kurang dari
Langkat yang menyimpulkan ada pengaruh yang bermakna umur terhadap kejadian
dermatitis kontak, dimana semakin tua umur seseorang maka efektifitas kekebalan
didalam tubuh yang dimiliki semakin berkurang. Penelitian ini juga sesuai dengan
penelitian Afifah, N (2012) terhadap pekerja proses finishing meubel kayu di wilayah
Ciputat Timur yang menyimpulkan ada pengaruh yang bermakna umur terhadap
kejadian dermatitis kontak, dimana dinyatakan pekerja dengan umur yang lebih tua
cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi terkena dermatitis kontak dibandingkan
dengan umur yang lebih muda. Hal ini dimungkinkan terkait dengan kondisi kulit
mereka serta adanya peningkatan kerentanan terhadap bahan iritan dan kegagalan atau
kontak. Tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Afifah, A (2012)
terhadap karyawan binatu di Semarang yang menyimpulkan tidak ada pengaruh yang
bermakna umur terhadap kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan karena
adanya perbedaan jumlah yang jauh berbeda antara kedua kelompok umur yang diteliti
Hasil penelitian dengan tingkat kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP)
yang dihasilkan sebesar 6,705, artinya pekerja dengan umur lebih dari sama dengan 40
tahun mempunyai peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 6,705 kali lebih
besar dibanding dengan pekerja yang berumur dibawah 40 tahun. Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori Rees, B (1986) yang menyatakan bahwa diusia diatas 40 tahun
dimana mulai terjadi perubahan jaringan kolagen dan jaringan tissue kulit mula-mula
jaringan tampak normal. Tapi pada akhirnya degenerasi jaringan kolagen dan jaringan
tissue yang terus menerus akan berdampak pada perubahan elastissitas kulit dan daya
tahan kulit itu sendiri. Jadi dengan semakin menipisnya kulit disertai kurang elastisitas
kulit pada usia diatas sama dengan 40 tahun akan merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak yang disebabkan zat iritan seperti
pestisida.
Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara jenis kelamin dan dermatitis
kontak sebanyak 9 orang (40,9%) disamping itu dari 79 orang berjenis kelamin
(0,05) yang artinya tidak ada pengaruh yang bermakna jenis kelamin terhadap
kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X. Hasil penelitian dengan tingkat
kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP) yang dihasilkan sebesar 1,686 , artinya
pekerja laki-laki mempunyai peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 1,686
kali lipat dibanding dengan pekerja perempuan. Hal ini bisa saja terjadi dan sudah
tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya misalnya pengetahuan serta sikap pekerja
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Afifah, A (2012) terhadap
karyawan binatu di Semarang yang menyimpulkan tidak ada pengaruh yang bermakna
jenis kelamin terhadap kejadian dermatitis kontak pada karyawan binatu, hal ini
Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara masa kerja dengan dermatitis
kontak menunjukkan bahwa dari 27 orang pada masa kerja lebih dari 10 tahun
mengalami dermatitis kontak sebanyak 18 orang (66,7%) dan dari 74 orang dengan
masa kerja 2-10 tahun yang mengalami dermatitis kontak dijumpai sebanyak 14 orang
(18,9%). Hasil uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi- Square
menunjukkan nilai p-value = 0,001 (<0,05). yang artinya ada pengaruh yang
bermakna masa kerja terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X
tahun 2017. Hal ini sesuai dengan teori Suma’mur (1995) yang menyatakan kecurigaan
dermatitis kontak akibat kerja dijumpai apabila adanya dermatitis dengan tipe yang
serupa pada orang-orang yang bekerja pada tempat sama. Jikalau banyak orang yang
terkena pada suatu tempat kerja dalam saat yang bersamaan maka keadaan tersebut
lebih mungkin merupakan reaksi iritan daripada reaksi reaksi alergi biasa. Menurut
hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delay-type) . Dalam reaksi ini
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk aktifasi dan differensiasi sel T, sel sitokin
dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lainnya pada daerah yang terkena
paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV atau tipe lambat salah
satunya adalah dermatitis kontak. Disamping itu pekerja dengan masa kerja lebih dari
10 tahun bisa saja juga berumur lebih dari atau sama dengan 40 tahun dimana elastisitas
kulit dan jaringan kolagen pada umur ini sudah mulai menurun atau berkurang yang
hasil penelitian terbukti dari hasil statistik dengan uji Chi=Square dimana dijumpai
ada pengaruh yang bermakna variabel masa kerja terhadap kejadian dermatitis kontak,
dalam hal ini pekerja yang masa kerja lebih dari 10 tahun yang menderita dermatitis
kontak dibandingkan dengan pekerja yang masa kerja 2-10 tahun mempunyai Rasio
Prevalensi (RP) sebesar 8,571. Menurut Mahyuni (2015), pada masa kerja yang lama
kemungkinan terpapar pestisida sangat tinggi akibat lebih seringnya kontak dengan
kebun yang bekerja lebih dari 10 tahun semakin beresiko untuk terjadi dermatitis
kontak.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Cahyawati (2010) pada
Rembang yang menyimpulkan pekerja dengan masa kerja muda sebagian besar (75%)
akan menderita dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan karena pekerja muda masih
belum berpengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaannya saat bekerja. Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Prasetyo (2014) terhadap pekerja
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna masa kerja dengan kejadian
dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan oleh sikap dari para pekerja konstruksi yang
terlalu sering cuci tangan menyebabkan tangan yang lembab sehingga memudahkan
semen melekat di kulit yang akhirnya menimbulkan dermatitis kontak. Tetapi hasil
penelitian ini sependapat dengan hasil penelitian Hardianty dkk (2015) yang meneliti
terhadap pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan yang menyimpulkan ada
hubungan masa kerja dengan gejala dermatitis pada pekerja bengkel di Kelurahan
Merdeka Kota Medan, hal ini dimungkinkan oleh asumsi pekerja dengan masa kerja
lama lebih tahan terhadap paparan bahan kimia sehingga pekerja masa kerja lama
Hasil penelitian dengan tingkat kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP)
yang dihasilkan sebesar 8,571, artinya pekerja dengan masa kerja lebih dari 10 tahun
mempunyai peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 8,571 kali dibanding
dengan pekerja dengan masa kerja 2-10 tahun. Hal ini sudah tentu menjadi suatu
masukan bagi perusahaan mengapa makin lama pekerja itu bekerja kemungkinan untuk
terjadi dermatitis kontak semakin besar. Sehingga akhirnya nanti dapat ditemukan
suatu cara untuk mengurangi kejadian dermatitis kontak walaupun pekerja itu telah
pekerjaan lain yang tidak berhubungan dengan pestisida dalam periode waktu tertentu
sehingga pekerja untuk sementara tidak berhubungan dengan zat kimia karena seperti
yang telah diketahui salah satu cara menghindari dermatitis kontak adalah dengan cara
menghindari zat penyebab. Sudah tentu hal ini tidak mudah karena menyangkut
pelatihan kembali bagi para pekerja baik pekerja lama di sektor baru maupun
bagaimana pengawasan selanjutnya yang lebih efisien dan efektif sedangkan target
Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara lama kontak dan dermatitis
kontak menunjukkan dari 97 orang yang lama kontak sedang (>4-8 jam/hari)
mengalami dermatitis kontak sebanyak 31 orang (32,0%), disamping itu dari 4 orang
yang lama kontak singkat (≤ 4 jam/hari) mengalami dermatitis kontak sebanyak 1 orang
(25%) . Hasil uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan
p-value = 1,000 (> 0,05) yang artinya tidak ada pengaruh yang bermakna lama kontak
dengan tingkat kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP) yang dihasilkan sebesar
1,409, artinya pekerja dengan lama kontak sedang (>4-8 Jam/hari) mempunyai
peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 1,409 kali lipat dibanding dengan
terhadap pekerja proses finishing meubel kayu di wilayah Ciputat Timur yang
menyimpulkan tidak ada pengaruh yang bermakna lama kontak terhadap kejadian
dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan karena sulitnya menentukan jenis bahan kimia
mana yang menyebabkan dermatitis kontak. Penelitian ini juga sependapat dengan
Wijaya Kesuma Contractors yang menyatakan tidak ada pengaruh yang bermakna
lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan oleh sikap
pekerja yang sering mencuci tangan justru meningkatkan resiko terjadinya dermatitis
kontak dikarenakan tangan yang sering lembab dan basah justru membuat semen
melekat di kulit dan akhirnya terjadi dermatitis kontak. Penelitian ini tidak sependapat
dengan penelitian Lingga , I. (2010) terhadap pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan
Industri Medan yang menyimpulkan ada pengaruh yang bermakan lama kontak dengan
kejadian dermatitis kontak, yang dimungkinkan semakin lama kontak maka semakin
Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara kebersihan perorangan dan
yang mengalami dermatitis kontak dijumpai sebanyak 15 orang (37,5%) sementara dari
sebanyak 17 orang (27,9%). Hasil uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-
Square menunjukkan nilai p-value = 0,424 (> 0,05). yang artinya tidak ada pengaruh
pekerja kebun di PT X. Hal ini bisa saja terjadi karena dipengaruhi faktor lain misalnya
konsentrasi zat kimia yang terpapar disamping daya tahan tubuh tiap orang yang sudah
tentu berbeda satu dengan lainnya terhadap zat kimia yang terpapar. Penelitian dengan
tingkat kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP) yang dihasilkan sebesar 1,553,
untuk terkena dermatitis kontak sebesar 1,553 kali dibanding dengan pekerja yang
Hasil penelitian ini tidak sependapat dengan hasil penelitian Lestari, F (2007)
dalam penelitiannya terhadap pekerja di PT Inti Panca Press Industri di Jakarta Depok
kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan pekerja yang kurang bersih misalnya
tidak cuci tangan, tidak membersihkan diri setelah selesai bekerja, pakaian bersih dan
diganti setiap hari tidak dilakukan, maka akan mempermudah timbulnya dermatitis
kontak. Hasil penelitian ini juga tidak sependapat dengan hasil penelitian Cahyawati
(2010) terhadap nelayan yang bekerja di tempat pelelangan ikan Tanjung Sari
perorangan terhadap kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan karena situasi
yang kurang nyaman ditempat pelelangan ikan seperti sampah yang bertebaran dan
genangan air kotor dikarenakan sumbatan saluran air akibat dari tumpukan sampah
dermatitis kontak.
Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara penggunaan APD dan
penggunaan APD baik mengalami dermatitis kontak sebanyak 14 orang (21,9%). Hasil
uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan nilai p-value
= 0,010 (<0,05). yang artinya ada pengaruh yang bermakna penggunaan APD terhadap
dengan penelitian Cahyawati dkk (2015) terhadap nelayan yang bekerja di tempat
pelelangan ikan Tanjung Sari Kecamatan Rembang yang menyimpulkan ada pengaruh
yang bermakna penggunaan APD terhadap kejadian dermatitis kontak pada nelayan,
yang mungkin disebabkan dengan adanya kesadaran untuk menggunakan APD yang
baik maka akan melindungi pekerja terhadap dermatitis kontak. Penelitian ini berbeda
pendapat dengan penelitian Hardianti dkk (2015) pada pekerja bengkel di Kelurahan
Merdeka Kota Medan yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan oleh jenis
menggunakan APD tetapi tidak sesuai dengan standar maka akan tetap menimbulkan
resiko terjadinya dermatitis kontak. Hasil penelitian ini juga berbeda pendapat dengan
penelitian Lestari F (2007) terhadap pekerja di PT Inti Panca Press Industri. Jakarta
Depok yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan penggunaan APD dengan
dermatitis kontak disebabkan jika pekerja masih merasakan adanya kontak dengan
bahan kimia walaupun telah menggunakan APD maka kulit akan menjadi tidak
terlindungi dan kulit menjadi lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun allergen.
Penelitian ini dilakukan dengan tingkat kepercayaanng 95% dengan nilai Rasio
Prevalensi (RP) yang dihasilkan sebesar 3,383, artinya penggunaan APD yang buruk
mempunyai peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 3,383 kali dibanding
dengan responden dengan penggunaan APD yang baik. Dengan diketahuinya ada
pengaruh yang bermakna penggunaan APD terhadap kejadian dermatitis kontak pada
penelitian ini maka apabila pekerja dengan penggunaan APD yang baik akan
penggunaan APD buruk. Data ini sudah tentu sangat bermakna sebagai masukan
menyediakan APD sesuai standar agar kejadian dermatitis kontak dapat berkurang
bahkan dihindari dimana berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 8 tahun 2010
pasal 4 ayat 1d yang menyatakan bahwa: Alat Pelindung Diri wajib digunakan di
pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan,
dengan terjadinya dermatitis kontak, yaitu umur (p=0,001), masa kerja (p=0,001),
bahwa masa kerja pada pekerja kebun di PT X merupakan faktor berpengaruh paling
dominan terhadap terjadinya dermatitis kontak dengan nilai p=0,001 (nilai p<0,05)
serta memiliki nilai Exp (B) 7,771 yang artinya masa kerja merupakan faktor yang
kejadian dermatitis kontak dimana pekerja kebun yang masa kerja lebih dari 10 tahun
memiliki peluang sebesar 7,771 kali lebih besar dibandingkan pekerja kebun yang
bekerja 2-10 tahun dengan 95% CI (2,810-21,486) setelah dikontrol oleh variabel umur
kejadian dermatitis kontak setelah dikontrol dengan variabel lama kontak dengan
bahan kimia yang dipergunakan. Tetapi hasil penelitian ini sependapat dengan
faktor yang paling dominan untuk terjadinya dermatitis kontak dengan RP= 70,491,
setelah dikontrol dengan variabel lama kontak , riwayat penyakit kulit, penggunaan
bisa saja antara lain disebabkan: faktor heredity (keturunan) dimana seseorang
mempunyai riwayat alergi terhadap zat tertentu sudah tentu hal ini memudahkan
timbulnya dermatitis kontak; penyakit kulit lainnya seperti hyperhidrosis yaitu keadaan
pengetahuan dan sikap pekerja dalam bekerja. Tetapi oleh karena variabel umur, jenis
kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan, dan penggunaan APD lebih
sering digunakan untuk penelitian mungkin karena lebih mudah diukur dengan data
disamping untuk menghindari bias maka penulis memilih variabel umur, jenis kelamin,
masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan dan penggunaan APD sebagai variabel
1. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain study Cross-
satu waktu tertentu sehingga tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat.
oleh dokter, dimana dokter memeriksa melalui gambaran umum tanda dan
gejala yang dialami oleh pekerja tanpa menggunakan uji tempel yang
3. Penelitian ini tidak melakukan uji konsentrasi bahan kimia yang digunakan
kontak. Hal tersebut juga disebabkan keterbatasan biaya dan waktu penelitian.
dalam menjawab pertanyaan terkait variabel umur, jenis kelamin, masa kerja,
penelitian.
terhadap kejadian dermatitis kontak yaitu umur, masa kerja dan penggunaan APD . Hal
dermatitis kontak terkait dengan masa kerja, penggunaan APD dan umur dimana
Hasil penelitian ini berimplikasi terhadap pekerja kebun, agar dapat mengetahui
resiko yang ditimbulkan pada pekerja yang terpapar pestisida jika mereka tidak
memperhatikan masa kerja, penggunaan APD yang sesuai standar juga keadaan umur
pekerja itu sendiri maka mereka lebih beresiko terhadap terjadinya dermatitis kontak
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
1. Ada pengaruh yang bermakna umur pekerja terhadap kejadian dermatitis kontak
pada pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan nilai p-value = 0,001 (< 0,05)
(Hipotesis terbukti).
2. Tidak ada pengaruh yang bermakna jenis kelamin terhadap kejadian dermatitis
kontak pada pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan nilai p-value =0,428 (>0,05)
3. Ada pengaruh yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak
(Hipotesis terbukti).
4. Tidak ada pengaruh yang bermakna lama kontak terhadap kejadian dermatitis
kontak pada pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan nilai p-value =1,000 (>0,05)
dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan nilai p-value =
99
6. Ada pengaruh yang bermakna antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis
7. Ada pengaruh pemakaian pestisida terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja
kebun di PT X tahun 2017 dimana hipotesis terbukti pada beberapa variabel yang
berpengaruh antara lain umur dengan nilai p-value = 0,01 (<0,05, masa kerja
dengan nilai p-value = 0,001 (<0,05), penggunaan APD dengan nilai p-value
=0,010.
6.2 Saran
1. Perusahaan disarankan untuk lebih memperhatikan pekerja dengan masa kerja lebih
pekerja yang bekerja dengan masa kerja lebih dari 10 tahun cenderung untuk
mengalami kejadian dermatitis kontak sebesar 7,77 kali lebih besar dibandingkan
dengan pekerja dengan masa kerja 2-10 tahun setelah dikontrol oleh variabel umur
dan variabel penggunaan APD. Berdasarkan hasil statistik menunjukkan untuk setiap
perubahan masa kerja akan mengurangi kejadian dermatitis kontak sebesar 2,050 kali
lipat dibandingkan bila tidak ada perubahan masa kerja pada pekerja kebun. Hal ini
dapat dilakukan misalnya dengan cara seringnya penyuluhan dan pelatihan kembali
tentang adanya penyakit dermatitis kontak akibat kerja. Dengan adanya peningkatan
perubahan sikap yang lebih baik sehingga kejadian dermatitis kontak dapat menurun
serta teratasi. Cara lain misalnya dengan memutasikan atau memindahkan pekerja
ketempat kerja yang tidak atau kurang terpapar dengan zat kimia (pestisida) untuk
dermatitis kontak berkurang, dan kita tahu hal ini tentu saja tidaklah mudah.
Disamping itu perlu pemeriksaan khusus secara tersendiri terutama bagian kulit oleh
tenaga kesehatan secara berkala sehingga kejadian dermatitis kontak dapat cepat
diketahui dan dapat dicari kira kira faktor apa saja yang menyebabkannya untuk
2. Menyediakan Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan, baju pelindung diri, sepatu
pelindung yang terbuat dari bahan kedap air yang sesuai dengan standard , topi yang
dermatitis kontak nantinya. Hal ini dinyatakan setelah didapati hasil penelitian bahwa
sebesar 2,88 kali dibandingkan dengan penggunaan APD baik setelah dikontrol oleh
variabel umur dan variabel masa kerja. Disamping itu berdasarkan hasil statistik
apabila pekerja menggunakan APD baik maka akan mengurangi kejadian dermatitis
kontak sebesar 1,050 kali lipat dibandingkan bila tidak ada perubahan penggunaan
APD baik. Pengawasan terhadap penggunaan APD juga perlu dilakukan kalau perlu
dibuat tindakan berupa sanksi tertentu terhadap karyawan yang tidak menggunakan
yang berumur diatas sama dengan 40 tahun disebabkan dijumpai 68,8% responden
yang berumur diatas sama dengan 40 tahun menderita dermatitis kontak. Hal ini bisa
saja karena stuktur jaringan kulit yang mulai berubah dan menurunnya kerentanan
kulit terhadap adanya iritasi pada kulit yang terpapar zat kimia. Diharapkan mereka
Disarankan perusahaan membuatkan sarana tempat cuci tangan atau cuci kaki dengan
air mengalir ditempat tertentu yang lebih banyak lagi bahkan kalau perlu tempat ganti
pakaian sehingga nantinya akan sangat membantu para pekerja untuk membersihkan
diri sebelum sampai ketempat tinggal masing-masing dan nantinya diharapkan akan
mengurangi angka kejadian dermatitis kontak. Hal ini berdasarkan hasil statistik
pekerja yang kebersihan perorangan buruk sebesar 1,4 kali dibandingkan pekerja
a. Pekerja disarankan selalu memakai Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan 1.
b. Pekerja kebun diharapkan selalu membasuh kulit setelah selesai bekerja dan
mengeringkan kulit sehingga pestisida yang melekat di kulit tidak terlalu lama
Kesehatan Kerja dengan cara pemberian informasi terkait dengan pestisida dan
hubungannya terhadap penyakit akibat kerja seperti dermatitis kontak dan informasi
dengan pestisida.
Afrianto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di Desa
Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Tesis pada FKM
Universitas Diponegoro Semarang.
Aulia, D., Ayu, S.F., Siregar, F.A. 2017. Lama Bertani dan Hubungannya dengan
Cholinesterase Darah Petani Holtikultura di Kecamatan Simpang Empat,
Kabupaten Karo. http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi
Azhar, K., Hananto M. 2011. Hubungan Proses kerja dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Iritan pada Petani Rumput Laut di Kabupaten Banteng Sulawesi
Selatan. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Sulawesi Selatan.
Cahyawati, I. N., 2010 . Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis pada
Nelayan yang Bekerja di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjungsari
Kecamatan Rembang. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang.
Chandra, B., 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC Buku Kedokteran.
104
Dahlan, M.S. 2011. Statitistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Jakarta:
Salemba Medika.
Djuanda. A. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-empat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Flisia, F. 2013. Gambaran, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Penyemprot pada
Penggunaan Pestisida di Desa Sugihen Kecamatan Dolat Rayat Tahun 2013,
Skripsi pada FKM USU Medan.
Florence, SM. 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol pada PT
X Medan. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Hastono, S.P., Sabri, L., 2010. Statitistik Kesehatan. Edisi kelima. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993. Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan
Kerja. Jakarta
Khamdani, F. 2009. Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Pemakaian Alat
Pelindung Diri Pestisida Semprot Pada Petani di Desa Angkatan Kidul Pati.
Skripsi pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Kurniawan, A., 2009. Hubungan Antara Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan
Kejadian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Hama di Desa
Ngrapah Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. Semarang : Universitas
Negeri Semarang.
Marbun, L.H. 2015. Analisis Kadar Residu Pestisida Organofosfat pada Sayuran Serta
Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar
Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru. Skripsi pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
Nuraga, W., Lestari, F. Kurnia, M. 2008. Dermatitis Kontak pada Pekerja yang
Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomatif Kawasan
Industri Cibitung Jawa Barat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.
08/MEN/VII/2010 Alat Pelindung Diri. 6 Juli 2010. Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 330. Jakarta.
Purba, B.R., 2010. Gambaran Perilaku Pemakaian APD dan Gejala Keracunan pada
Penyemprot. Pestisida di Avdeling V dan VI Kebun Dolok Ilir PTP IV
Raini, M. 2015. Kajian Pestisida Berbahan Aktif Antibiotik. Jakarta: Pusat Biomedis
dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes, Kemenkes RI.
Situmeang, S.M.F. 2008. Analisis Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di PT
X Medan. Tesis pada Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Suma’mur, P.K. 2014. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Edisi 2.
Cetakan I. Sagung Seto. Jakarta.
Sunyoto, D. 2012. Statistik Non Parametrik untuk Kesehatan. Jogjakarta: Nuha
Medika.
Wawan, A., Dewi, M. 2016. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Yogjakarta: Nuha Medika.
Yuantari, M.G.C., Widianarko, B., Sunoko, H.R., 2015. Analisa Pajanan Pestisida
terhadap Kesehatan Petani. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
(INFORMED CONSENT)
Medan, 2017
Saksi
( )
Ka.Perawat Kebun
112
Lampiran 5
KUESIONER
Pengaruh Pemakaian Pestisida Terhadap Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Kebun Di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera
Utara .
4. Atas perhatian dan kerjasama ini saya ucapkan banyak terima kasih.
I. Identitas Responden.
Nama :
II. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak.
1. Usia : Tahun
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
2. Masa Kerja : Tahun (mulai bekerja di PT X sejak tahun)
3. Lama Kerja (lama kontak). Berapa lama bapak/ ibu berhubungan atau bersentuhan
dengan pestisida dalam sehari ?
Kadang- Jarang,
Sering,
Selalu kadang, frekuen Tidak
frekuensi
No Pertanyaan Skor frek:2-3 si: Pernah
3x/mgg
=5 x / mgg 1x/mgg Skor=1
Skor=4
Skor=3 Skor=2
4. Apa Anda mencuci
tangan dan kaki
serta sela-sela jari
dengan air bersih
dan sabun setelah
melakukan
pekerjaan (setelah
berhubungan
dengan pestisida)?
Apakah Anda
5. segera membersih
kan diri (mandi)
setelah selesai
melakukan
pekerja- an?
Apakah pakaian
6. kerja segera dicuci
setelah melakukan
pekerjaan?.
Apakah pakaian
7. kerja Anda bersih
dari bahan
pestisida sebelum
bekerja setiap hari
?.
gejala dermatitis seperti merah, panas, gatal dan kulit bengkak. Jika pekerja mengalami
gejala tersebut maka hasilnya dicatat pada tabel dibawah.
Kontak Lokasi Gejala Riwayat
Gejala Gejala Gejala
No Nama Bahan terpapar/ Kulit Allergi
Panas kemerahan Gatal
Kimia terkena bengkak Sebelumnya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
Validitas kuesioner
Correlations
p1 p2 p3 p4 a1 a2 a3
p1 Pearson
1 .629** .560** .719** .482** .404** .387**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
p2 Pearson
.629** 1 .647** .570** .332** .333** .298**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001 .001 .002
N 101 101 101 101 101 101 101
p3 Pearson
.560** .647** 1 .639** .417** .464** .406**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
p4 Pearson
.719** .570** .639** 1 .457** .400** .469**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
a1 Pearson
.482** .332** .417** .457** 1 .786** .701**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
a2 Pearson
.404** .333** .464** .400** .786** 1 .631**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
a3 Pearson
.387** .298** .406** .469** .701** .631** 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .002 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
118
Reliability
N %
Excludeda 0 .0
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items N of Items
.880 .880 7
Item Statistics
p1 p2 p3 p4 a1 a2 a3
Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Cronbach's Alpha
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation if Item Deleted
Scale Statistics
Catatan :
Lampiran 7
Hasil Analisis
Analisis Univariat
Frequencies
Statistics
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Masa Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lama Kontak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Kebersihan Perorangan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Penggunaan APD
Dermatitis kontak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Analisis Bivariat
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Dermatitis kontak
Cases
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.07.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Odds Ratio for Umur (>= 40 tahun / < 6.705 2.088 21.525
40 tahun)
For cohort Dermatitis kontak = Positif 2.783 1.693 4.574
Crosstab
Dermatitis kontak
perempuan Count 23 56 79
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.97.
Risk Estimate
Crosstab
Dermatitis kontak
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.55.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Odds Ratio for Masa Kerja (> 10 tahun / 8.571 3.187 23.051
2-10 tahun)
For cohort Dermatitis kontak = Positif 3.524 2.050 6.058
Dermatitis kontak
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.27.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Crosstab
Dermatitis kontak
Baik Count 17 44 61
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.67.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Crosstab
Dermatitis kontak
Baik Count 14 50 64
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.67.
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.72.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Analisis Multivariat
Logistic Regression
Missing Cases 0 .0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Negatif 0
dimension0
Positif 1
Parameter coding
Frequency (1)
Buruk 37 1.000
Masa Kerja 2-10 thn 74 .000
> 10 thn 27 1.000
Umur < 40 tahun 85 .000
Classification Tablea,b
Observed Predicted
Positif 32 0 .0
Score df Sig.
Chi-square df Sig.
Model Summary
Step
-2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
Classification Tablea
Observed Predicted
Positif 14 18 56.3
95% C.I.for
EXP(B)
Logistic Regression
Missing Cases 0 .0
Negatif 0
dimension0
Positif 1
Parameter coding
Frequency (1)
buruk 37 1.000
Masa Kerja 2-10 thn 74 .000
Classification Tablea,b
Observed Predicted
Positif 32 0 .0
Score df Sig.
Chi-square df Sig.
Model Summary
Step
-2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
Classification Tablea
P Observed Predicted
Positif 14 18 56.3
Classification Tablea
P Observed Predicted
Positif 14 18 56.3
Step 1a Masa Kerja(1) 2.050 .519 15.612 1 .000 7.771 2.810 21.486
141