Anda di halaman 1dari 171

PENGARUH PEMAKAIAN PESTISIDA TERHADAP

KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA


KEBUN DI PT X KECAMATAN DM KABUPATEN
SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA
TAHUN 2017

TESIS

Oleh

TUTI NURBAYA GINTING


157032114

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


INFLUENCE OF THE USE OF PESTICIDE ON INCIDENCE OF DERMATITIS
CONTACT BY THE PLANTATION WORKERS IN PT X, DM SUBDISTRICT,
SERDANG BEDAGAI DISTRICT, SUMATERA UTARA IN 2017

THESIS

By

TUTI NURBAYA GINTING


157032114

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH PEMAKAIAN PESTISIDA TERHADAP KEJADIAN
DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA KEBUN DI PT X
KECAMATAN DM KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SUMATERA UTARA
TAHUN 2017

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

TUTI NURBAYA GINTING


157032114

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah di uji
Pada tanggal : 29 Januari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M. S
Anggota : Dr. dr. Taufik Ashar, M. K. M
Penguji : 1. Prof. Dr. Ir . Evawany Y Aritonang,M.Si
2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M. Kes

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PENGARUH PEMAKAIAN PESTISIDA TERHADAP KEJADIAN


DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA KEBUN DI PT X
KECAMATAN DM KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2017

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak pernah terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 29 Januari 2018


Peneliti

(Tuti Nurbaya Ginting)


157032114

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Dermatitis kontak adalah kerusakan kulit yang disebabkan bahan atau substansi
yang menempel pada kulit salah satu contoh adalah terpaparnya pestisida pada pekerja
kebun. Didapati sebagian pekerja di kebun PT X menderita dermatitis kontak dan tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri secara lengkap dan benar meskipun dijumpai 73,3%
% pekerja yang masa kerjanya 2-10 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pemakaian pestisida terhadap kejadian dermatitis kontak pada
pekerja kebun di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera
Utara.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis survai bersifat
analitik dengan menggunakan desain Cross Sectional dengan jumlah sampel 101
responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner sedangkan diagnosa
dermatitis kontak dilakukan oleh dokter umum yang bekerja di poliklinik kebun.
Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan menggunakan
metode Chi-Square dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik
berganda (=0,05).
Hasil penelitian ditemukan 32 orang (31,7%) penderita dermatitis kontak. Hasil
analisis bivariat menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara umur
(p=0,001), masa kerja (p=0,001), dan penggunaan APD (p=0,010) terhadap kejadian
dermatitis kontak. Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda
(=0,05): masa kerja merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap
kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun dengan nilai (Exp(B)=7,771 setelah
dikontrol variabel umur dan penggunaan APD.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada pihak manajemen perusahaan
untuk memberikan edukasi atau penyuluhan kesehatan secara berkala, serta memutasi
atau merotasikan pekerja ketempat yang kurang atau tidak terpapar pestisida untuk
beberapa waktu untuk mengurangi kejadian dermatitis kontak nantinya bagi pekerja
kebun.

Kata Kunci : Pestisida, Dermatitis Kontak, Pekerja Kebun.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Contact dermatitis is the skin damage caused by materials or substance


attached to the skin. One of the examples is the exposure to pesticides experienced by
plantation workers. It is found out that some of the workers at PT X do not use APD
(Self Protection Device) completely and properly although 73.3% of them have been
working for 2-10 years. The objective of the research is to discover the influence of the
use of pesticide on incidence of dermatitis contact by the plantation workers at PT X,
DM Subdistrict, Serdang Bedagai District, Sumatera Utara Province.
This is a quantitative research with cross-sectional design. Total samples
are101 respondents. The data are collected through questionnaires while the diagnosis
of contact dermatitis is performed by the general practitioner working in the plantation
polyclinic. The univariate analysis, bivariate analysis with Chi-Square, and
multivariate analysis with multiple logistic regression testing (ɑ=0.05) are used to
analyze the data
The results of the research find out that 32 respondents (31.7%) suffer from
dermatitis contact. The results of the bivariate analysis demonstrate that there is a
significant influence of age (p=0.001), length of service (p=0.001) and the use of APD
(p=0.010) on the incidence of dermatitis contact. The results of the multivariate
analysis with multiple logistic regression testing (ɑ=0.05) indicate that the length of
service is the most dominant factor causing the incidence of contact dermatitis by the
plantation workers (Exp(B)=7,771 after variables of age and use of APD are
controlled.
Based on the research results, it is suggested that the company management
conduct an education or health counseling periodically, provide the standard APD for
the plantation workers, oblige and supervise the use of appropriate APD to reduce the
incidence of dermatitis contact.

Keywords: Pesticide, Dermatitis Contact, Plantation Worker

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan

Penyayang, karena atas perkenaanNya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Dalam

kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan rasa terimakasih yang tak

terhingga kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu, serta memberikan

sumbang saran, dukungan dan dorongan semangat sejak awal hingga Tesis ini dapat

diselesaikan. Semoga apa yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang

berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.Tesis ini berjudul

“Pengaruh Pemakaian Pestisida terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada

Pekerja Kebun di PT Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera

Utara tahun 2017”.

Penulisan Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat peminatan

Keselamatan Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara. Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan

dan kerjasama dari berbagai pihak. Dengan penuh rasa hormat penulis ucapkan banyak

terimakasih yang tulus dan tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

iii

Universitas Sumatera Utara


3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D, selaku Sekertaris Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

5. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S, selaku Komisi Pembimbing yang telah

memberi bimbingan dengan seksama dan penuh perhatian, kesabaran dalam

memberikan dukungan dan dorongan semangat, mengarahkan serta selalu berusaha

memberikan waktu seluas-luasnya dan teratur sesuai yang dibutuhkan sejak

penyusunan proposal, pengumpulan data, pembahasan, sampai penulis dapat

menyelesaikan Tesis ini penulis ucapkan terimakasih banyak yang tulus.

6. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Komisi Pembimbing yang telah memberi

bimbingan dengan seksama dan penuh perhatian, kesabaran dalam memberikan

dukungan dan dorongan semangat, mengarahkan serta selalu berusaha memberikan

waktu seluas-luasnya dan teratur sesuai yang dibutuhkan sejak penyusunan

proposal, pengumpulan data, pembahasan, sampai penulis dapat menyelesikan Tesis

ini penulis ucapkan terimakasih banyak yang tulus.

7. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Komisi Penguji yang telah bersedia

menguji dan mengarahkan serta memberi masukan saran guna penyempurnan Tesis

ini.

8. Dr. Ir. Gerry Silaban, M. Kes selaku Komisi Penguji sekaligus Ketua Departemen

Program Studi Keselamatan Kesehatan Kerja Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia menguji dan tidak henti-hentinya

iv

Universitas Sumatera Utara


memberikan masukan dan dorongan semangat untuk penyempurnaan Tesis ini,

penulis ucapkan terimakasih banyak yang tulus.

9. Seluruh staf pengajar Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah memberi ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama

penulis mengikuti pendidikan.

10. Ir. Hugo Napitupulu selaku Pengurus PT X yang telah memberikan sumbang saran

serta dorongan semangat dan dukungan berupa fasilitas tempat penelitian dan

ucapan terimakasih penulis juga kepada para asisten kebun, mandor, para staf

administrasi serta para suster di Klinik Kebun PT X yang telah membantu penulis

juga kepada para pekerja kebun yang bersedia menjadi subyek penelitian penulis.

11.Secara khusus kepada suami tercinta dr Jannes Edyson Sihombing serta anak-anak

penulis tercinta Jessica Veronica Sihombing, S. Ked, Stephanie Sihombing, S. Ked,

Nico Andreas Sihombing atas doa yang dengan sabar dan penuh perhatian

mempunyai peran yang begitu besar dalam proses belajar dan proses penyelesaian

Tesis yang penulis lalui ini.

12.Secara khusus kepada Safrina Ramadhani, S.K.M, M.K.M; Khoirotun Najihah,

SKM, M.K.M; Ivana, S.K.M, M.K.M; para teman-teman khususnya rekan-rekan

peminatan Keselamatan Kesehatan Kerja atas segala bantuan, sumbang saran, serta

dorongan semangat, dan dukungan yang diberikan kepada penulisdalam

penyusunan untuk menyelesaikan Tesis ini terimakasih penulis ucapkan atas

kebersamaan selama ini.

Universitas Sumatera Utara


Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu

penulis mohon kesediaan semua pihak yang membaca dan tertarik dengan penelitian

ini untuk dapat memberikan kritik dan saran yang konstruktif dan sangat penulis

harapkan. Akhir kata penulis berharap Tesis ini akan memberi manfaat yang sebesar-

besarnya bagi para pekerja kebun, terutama pekerja kebun yang menggunakan pestisida

juga bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang

akan datang.

Medan, 29 Januari 2018


Penulis

Tuti Nurbaya Ginting


157032114

vi

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Tuti Nurbaya Ginting, lahir di Cimahi pada tanggal 29 September 1964, anak

pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Njoreken Ginting dan Ibunda

Paten Br Tarigan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri No 60 Medan

selesai tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama Negeri No VI Medan selesai tahun

1980, Sekolah Menengah Atas Negeri No III Medan selesai tahun 1983, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara selesai tahun 1989. Pada tahun 2015 penulis

melanjutkan pendidikan di Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Keselamatan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Penulis mulai bekerja sebagai Dokter Pegawai Tidak Tetap (Dokter PTT) di Dolok

Masihul, Kecamatan Dolok Masihul tahun 1992 s/d 1995, tahun 1995 s/d 1996 bekerja

di Bagian Unit Gawat Darurat RS Herna Tebing Tinggi, pada tahun 1993 s/d 2017

bekerja di Poliklinik Kebun PT Socfindo Bangun Bandar, tahun 2011- 2014 bekerja

di RSU Herna Medan, tahun 2014- 2015 bekerja di RS Boloni Medan.

Pada tanggal 9 April 1992, penulis menikah dengan dr Jannes Edyson Sihombing, anak

dari Saur Sihombing dan Tiongga br Hutagalung, dan penulis dikaruniai 2 orang putri

dan 1 orang putra.

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK.......................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................xiii
DARTAR ISTILAH/SINGKATAN.................................................................xiv

BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ……………………………………………….. 1


1.2. Rumusan Masalah …………………………………………….. 4
1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 4
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 4
1.4.1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai…….. 4
1.4.2. Bagi Perusahaan Khususnya PT X …………………….. 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6

2.1. Pestisida ……………………………………………………… 6


2.1.1. Sejarah Pestisida ………………………………………… 7
2.1.2. Penggolongan Pestisida................................................. … 7
2.1.3. Penggunaan Pestisida …………………………………… 11
2.1.4. Pajanan Pestisida ………………………………… 14
2.1.5. Toksikologi Pestisida ………………………………… 15
2.1.6. Jalur masuk pestisida pada manusia …………………… 16
2.1.7. Dampak Akut dan Kronis Pestisida ………………… 18
2.1.8. Lama pajanan pada penyemprotan Pestisida ………… 21
2.2. Dermatitis Kontak akibat pekerjaan ………………………… 22
2.2.1. Dermatitis …………………………………………….. 24
2.2.2. Penyebab Dermatitis …………………………………… 25
2.2.3. Gejala Dermatitis ………………………………………. 25
2.2.4. Jenis-jenis Dermatitis …………………………………… 26
2.2.5. Perbedaan DKI dan DKA ……………………………….28
2.2.6. Lokasi Terjadinya Dermatitis ………………………… 33
2.2.7. Pemeriksaan Dermatitis Kontak ……………………… 34

viii

Universitas Sumatera Utara


2.2.8. Pencegahan Dermatitis ……………………………… 37
2.2.9. Pengobatan Dermatitis ………………………………… 38
2.3. Landasan Teori ……………………………………………… 39
2.3.1. Pemakaian Pestisida dan Kejadian Dermatitis Kontak… 39
2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi…………………………… 40
2.3.3. Kerangka Teori……………………………………….... 46
2.4. Kerangka Konsep Penelitian………………………….......... 49
2.5. Hipotesis.. .……………………………………………......... 49

BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................... 51

3.1. Jenis Penelitian ………………………………………… 51


3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….………………………. 51
3.2.1. Lokasi Penelitian …………………………………… 51
3.2.2. Waktu Penelitian………………………………………. 52
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian …………………………….. 52
3.3.1 Populasi ………………………………………………. 52
3.3.2 Sampel …………………………………………….... 52
3.4. Metode Pengumpulan Data …………………………………. 53
3.4.1 Data Primer ……………………………………….. 53
3.4.2 Data sekunder …………………………………….. 53
3.5. Uji Validitas dan Reabilitas ……………………………… 53
3.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional …………… 54
3.6.1 Variabel Penelitian …………………………………. 54
3.6.2 Definisi Operasional ……………………………….. 55
3.7. Metode Pengukuran………………………………………….. 56
3.7.1. Variabel Dependen : Dermatitis Kontak ……………… 56
3.7.2. Variabel Independen………………………………. …… 57
3.8. Metode Analisis Data ………………………………….. 59

BAB 4. HASIL PENELITIAN ……………………………………… 61


4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................... 61
4.2. Analisis Univariat .................................................................... 62
A. Karakteristik Responden ……………………………… 62
B. Distribusi Frekuensi Lama Kontak, Kebersihan Perorangan
dan Penggunaan APD pada Pekerja Kebun PT X di
Kecamatan DM Tahun 2017 ........................................... … 63
C. Dermatitis Kontak ......................................................................... 67
4.3. Analisis Bivarat ……………………………………………. 69
4.4. Analisis Multivariat ......................................................................... 72

ix

Universitas Sumatera Utara


BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................. 75

5.1 Faktor Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Lama Kontak,


Kebersihan Perorangan, Penggunaan APD terhadap Kejadian
Dermatitis Kontak pada Pekerja Kebun ……………………….. 75
5.1.1. Umur…………………………………………………..... 75
5.1.2 Jenis Kelamin ……………………………………… 76
5.1.3 Masa Kerja ………………………………………….. 77
5.1.4 Lama Kontak ………………………………………. 78
5.1.5 Kebersihan Perorangan ……………………………….. 79
5.1.6 Penggunaan APD ……………………………… 80
5.2 Pengaruh Pemakaian Pestisida terhadap Kejadian Dermatitis
Kontak pada Pekerja Kebun …………………………………….. 81
5.2.1 Pengaruh Umur terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada
Pekerja Kebun di PT X Tahun 2017 ……………… 83
5.2.2 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Kejadian Dermatitis Kontak
pada Pekerja Kebun di PT X pada Tahun 2017 ………. 85
5.2.3 Pengaruh Masa Kerja terhadap Kejadian Dermatitis Kontak
pada Pekerja Kebun di PT X pada Tahun 2017 ………… 86
5.2.4 Pengaruh Lama Kontak terhadap Kejadian Dermatitis
Kontak pada Pekerja Kebun PT X pada Tahun 2017 ………89
5.2.5 Pengaruh Kebersihan Perorangan terhadap Kejadian
Dermatitis Kontak pada Pekerja Kebun PT X pada Tahun
2017 …………………………………………………… 90
5.2.6 Pengaruh Penggunaan APD terhadap Kejadian Dermatitis
Kontak pada Pekerja Kebun PT X pada Tahun 2017………. 91
5.3 Analisis Multivariat ………………………………………….. 93
5.4 Keterbatasan Penelitian ………………………………………. 95
5.5 Implementasi Penelitian ……………………………………….. 96

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 97

6.1 Kesimpulan ………………………………………………….. 97


6.2 Saran .............................................................................................. 98

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 102

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman


2.1. Kriteria Klasifikasi Bahaya Pestisida menurut WHO ……………. 10

2.2. Perbedaan DKI dan DKA ………………………………………… 32

3.1. Hasil Perhitungan Validitas dan Reabilitas Kuesioner Kebersihan


Perorangan dan Penggunaan APD ………………………………… 53

3.2. Definisi Operasional …………………………………………… 54

4.1. Disribusi Frekuensi Karakteristik Responden pada Pekerja Kebun


di PT X Kecamatan DM Tahun 2017 …………………………….. 61

4.2. Distribusi Frekuensi Lama Kontak, Kebersihan Perorangan dan


Penggunaan APD pada Pekerja Kebun PT X di Kecamatan DM Tahun
2017 …………………………………………………………… 62

4.3. Distribusi Frekuensi Jawaban Mengenai Pertanyaan mengenai


Kebersihan Per-Orangan di PT X Tahun 2017 …………………… 64

4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Pertanyaan mengenai Penggunaan


Alat Pelindung Diri di PT X Tahun 2017 ………………………… 65
4.5. Distribusi Frekuensi Dermatitis Kontak pada Pekerja Kebun di PT X
Kecamatan DM Tahun 2017 66

4.6 Hasil Observasi Kejadian Dermatitis Kontak terhadap Pekerja Kebun


di PT X Tahun 2017 …………………………………………… 67

4.7 Efloresensi (kelainan kulit) pada Dermatitis Kontak)……………... 67

4.8. Tabulasi Silang Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel


Dependen pada Pekerja Kebun PT X pada Tahun 2017…………… 68

4.9. Pemilihan Variabel sebagai Kandidat Model pada Analisis


Multivariat 71

4.10. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda untuk Indentifikasi


Variabel Paling Berpengaruh terhadap Kejadian Dermatitis Kontak
di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017… 71

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Dermatitis Kontak Iritan ………………………………………. 30

2.2 Dermatitis Kontak Alergi karena nikel pada jam tangan ............. 31

2.3 Kerangka teori kejadian penyakit (teori simpul) ………………. 46

2.4 Kerangka Konsep Peneliti …………………………………….. 48

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Permohonan Izin Penelitian 108

2. Surat Ijin Penelitian……………………………………….. 109

3. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian…....... 110

4. Lembar Persetujuan Responden (Informed Consent)……….. 111

5. Kuesioner Penelitia…………………………………………… 112

6. Master Data…………………………………………………. 118

7. Hasil Analisis Statistik……………………………………… 119

8. Dokumentasi Penelitian…………………………………….. 142

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISTILAH

APD : alat pelindung diri

DKA : Dermatitis Kontak Alergi

DKI : Dermatitis Kontak Iritan

Dkk : dan kawan-kawan

ha : hektare

HGU : Hak Guna Usaha

KP : Kebersihan Perorangan

nm : nano meter

OELs : Occupational Exposure Limits

Permenaker : Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Permentan : Peraturan Menteri Pertanian

PT : Perusahaan Terbatas

PUVA : Panjang gelombang Ultra Violet A

TLVs : Threshold Limit Values

UV-B : Ultra Violet B

xiv

Universitas Sumatera Utara


i

Universitas Sumatera Utara


i

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dan

perkebunan sebagai sumber penghasilan dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Salah satu pendukung keberhasilan di bidang pertanian dan perkebunan adalah upaya

pengendalian hama (Raini, 2015). Mereka memupuk, memanen ladang pertanian atau

perkebunan, membersihkan serta memperbaiki segala peralatan pertanian yang dapat

mempengaruhi mudahnya terjadi dermatitis kontak akibat kerja (Tombeng, 2013).

Pestisida merupakan suatu zat yang dapat bersifat racun, namun disisi lain

pestisida sangat dibutuhkan oleh petani untuk melindungi tanamannya. Pestisida dapat

masuk ke dalam tubuh melalui kulit (dermal), pernapasan (inhalasi) atau mulut (oral).

Pestisida akan segera diabsorbsi jika kontak melalui kulit atau mata (Yuantari, 2015).

Salah satu masalah dalam kesehatan kerja adalah penyakit akibat kerja. Penyakit akibat

kerja yaitu penyakit yang disebabkan oleh

perkerjaan atau lingkungan kerja (Kepmenakertrans Nomor 609 Tahun 2012).

Penyakit akibat kerja yang sering terjadi adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak

adalah penyakit kulit disebabkan bahan atau substansi yang menempel pada kulit.

Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan urtikaria (Hardianty, 2015).

Universitas Sumatera Utara


2

Prevalensi penyakit kulit akibat kerja ini di dunia mencapai 68,2%. Di Amerika,

sebesar 90% dari semua penyakit kulit akibat kerja, berupa dermatitis kontak
1
(American Academy of Dermatology,1994). Dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja

(DKAK) ini, diperkirakan 20% merupakan dermatitis kontak alergi. Filandia memiliki

petani terbanyak di dunia yang menyebabkan DKAK pada petani menjadi peringkat

pertama dibandingkan dengan pekerjaan lainnya (Tombeng M dkk, 2013). Pesticide

Action Network (PAN) melaporkan seluruh pekerja wanita pada sebuah perkebunan di

Malaysia telah mengidap penyakit kulit akibat seringnya bersentuhan dengan pestisida

(Kurniawan, 2009). Sedangkan di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Savitri, D dan

Sukanto, H pada tahun 1997-2001 prevalensinya mencapai 67,7%. Di Sumatera Utara

prevalensinya mencapai 27,50%. National Institute of Occupational Safety Hazards

(NIOSH) dalam survei tahunan (2006) memperkirakan angka kejadian dermatitis

akibat kerja adalah 20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan (Lingga, 2010).

Hasil studi pada tahun 2005 tentang Profil Masalah Kesehatan Pekerja di

Indonesia didapatkan 40,5% pekerja mempunyai keluhan gangguan kesehatan yang

diduga terkait dengan gangguan pekerjaan salah satunya yaitu gangguan kulit sebesar

1,3 % (Kurniawidjaya, 2012). Menurut laporan Riskesdas 2007 prevalensi penyakit

dermatitis di Sumatera Utara adalah 26,3 %. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama

tahun 2000 terdapat 731 pasien baru di poliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50 %)

menderita dermatitis kontak. Dari bulan January hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien

dengan 64 pasien (23,70%) menderitan dermatitis kontak (Cahyawati, 2010).

Universitas Sumatera Utara


3

Menurut penelitian Purba tahun 2010 di PTPN IV Dolok Ilir, responden yang

mengalami gejala keracunan kulit gatal-gatal sebesar 70%, mual/muntah sebesar

13,3% dan sakit kepala sebesar 16,7%, ini disebabkan karena masih adanya beberapa

dari pekerja yang melakukan aktivitas merokok dan tidak senantiasa memakai masker

saat melakukan pekerjaannya (Munthe RM, 2015). Berdasarkan penelitian Nugraha

dkk (2008) sebanyak 76 % (40 orang) pekerja industri otomotif yang menggunakan

bahan kimia mengalami dermatitis (Afifah, 2012).

PT X merupakan perkebunan swasta yang berdiri pada tahun 1930 dimana

tanaman yang ditanam berupa tanaman kelapa sawit dan karet, serta merupakan salah

satu anak cabang dari beberapa anak cabang lainnya yang tersebar di Indonesia juga

menggunakan pestisida dalam perkebunan untuk perawatan perkebunan. Beberapa

jenis pestisida yang dipakai tentu saja dapat menimbulkan dermatitis kontak.

Berdasarkan Data Pencatatan dan Pelaporan Tahunan Penyakit pada Klinik Kebun PT

X yang diperoleh pada tanggal 8 Desember 2016 dijumpai beberapa kasus kejadian

kelainan kulit berupa dermatitis kontak yaitu pada tahun 2013 dijumpai 47 kasus, pada

tahun 2014 dijumpai 32 kasus, pada tahun 2015 dijumpai 62 kasus kelainan kulit

berupa dermatitis kontak. Tampak kecenderungan naik dan turun kejadian dermatitis

kontak di PT X tersebut. Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Pemakaian Pestisida terhadap Kejadian

Universitas Sumatera Utara


4

Dermatitis Kontak pada Pekerja Kebun di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang

Bedagai Sumatera Utara Tahun 2017 “.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah

bagaimana pengaruh umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan

rorangan, serta penggunaan alat pelindung diri terhadap kejadian dermatitis kontak

pada pekerja kebun

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemakaian pestisida terhadap kejadian

dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang

Bedagai Sumatera Utara berupa umur, jenis kelamin, lama kerja, lama kontak,

kebersihan perorangan serta penggunaan alat pelindung diri.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai

Penelitian ini diharapkan agar dapat sebagai bahan masukan dan pertimbangan

untuk perbaikan atau model dalam pengembangan promosi kesehatan tentang pengaruh

pemakaian pestisida terhadap kejadian dermatitis kontak pada para pekerja kebun serta

untuk meningkatkan upaya-upaya pencegahan dermatitis kontak pada pemakaian

pestisida pada pekerja kebun.

Universitas Sumatera Utara


5

1.4.2 Bagi perusahaan khususnya PT X

Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu penambah sumber pengetahuan

atau informasi untuk para pekerja kebun mengenai pengaruh pemakaian pestisida

terhadap kejadian dermatitis kontak serta faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

dermatitis kontak, untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para pekerja kebun

terhadap pentingnya kebersihan diri dan pemakain alat pelindung diri saat berhubungan

dengan bahan kimia seperti pestisida sehingga kasus dermatitis kontak dapat lebih

diturunkan atau dicegah angka kejadiannya.Dengan perkataan lain penelitian ini

diharapkan dapat memberikan upaya penanggulangan penyakit akibat kerja seperti

dermatitis kontak.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida

Istilah pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan caedo yang berarti

pembunuh. Pestisida dapat diterjemahkan secara sederhana berarti pembunuh hama

(Soemirat, 2009). Risiko paparan pestisida secara langsung dapat terjadi tidak hanya

saat melakukan penyemprotan, namun dapat pula terjadi saat proses mempersiapkan

hingga saat setelah melakukan penyemprotan pestida (Aulia, 2017).

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 39/PERMENTAN/SR.330/7/

2015 mendefinisikan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik

dan virus yang dipergunakan untuk :

a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman,

bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

b. Memberantas rerumputan;

c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman

tidak termasuk pupuk;

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan

ternak;

f. Memberantas atau mencegah hama-hama air;

Universitas Sumatera Utara


7

g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam

rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan atau

h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan

pada tanaman, tanah atau air.

2.1.1. Sejarah Pestisida

Pestisida sebenarnya telah banyak digunakan orang sebagai bahan pembunuh

hama atau sebagai pelindung tanaman. Pada tahun 1200 Sebelum Masehi manusia telah

menggunakan abu dan kapur untuk memberantas hama di gudang. Disamping itu,

mereka juga telah menggunakan ekstrak tanaman maupun pengasapan untuk

melindungi tanaman hama (Kurniawan, 2008). Pajanan pestisida dapat masuk ke dalam

tubuh petani melalui kulit, pernapasan dan pencernaan. Petani dapat terpajan pestisida

pada waktu membawa, menyimpan, memindahkan konsentrat, mencampur,

menyemprot serta membersihkan alat semprot yang telah digunakan (Yuantari,2 015).

2.1.2. Penggolongan Pestisida

Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000, berdasarkan struktur kimianya

pestisida dapat digolongkan menjadi : (Tarigan, 2011).

1. Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain Umumnya

golongan ini mempunyai sifat : merupakan racun yang universal, degradasinya

berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.

Universitas Sumatera Utara


8

2. Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin

Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak

selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan,

menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator

dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada organokhlor.

3. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain

Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida

organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat

diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik

yang kuat untuk tawon.

4. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC

Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP (Adenesone-

5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari

rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai

dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses

pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan

proses kerusakan jaringan.

5. Pyretroid

Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang

disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis

pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin ermetrin,

Universitas Sumatera Utara


9

fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar

matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate,

siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.

1. Fumigant

Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap

untuk membunuh serangga, cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan

cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung

halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene,

metylbromide, formaldehid, fostin.

2. Petroleum

Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga

digunakan sebagai herbisida.

3. Antibiotik

Misalnya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini

mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida. Fungisida berfungsi untuk

membunuh jamur dan cendawan. Contoh untuk membunuh cendawan : Benlate,

Dithane M-45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB 21, Delsene MX 200, Dmatan 50

WP.

Daya racun pestisida biasanya ditunjukkan oleh angka toksisitas akut hasil uji

laboratorium dengan hewan percobaan (umumnya menggunakan tikus). Studi

toksisitas akut pada hewan menghasilkan data LD50. Artinya, jumlah atau dosis bahan

Universitas Sumatera Utara


10

teknis (mg) dalam setiap 1 kg bobot badan binatang uji yang dapat mematikan 50%

binatang uji tersebut (Marbun, 2015).

Berdasarkan bentuk fisik, jalur masuk pestisida ke dalam tubuh dan daya

racunnya bila terhirup atau terkontaminasi, pestisida dibagi menjadi empat kelas seperti

diuraikan pada Tabel 2.1. dibawah ini :

Tabel 2.1. Kriteria Klasifikasi Bahaya Pestisida menurut WHO

LD 50 untuk tikus mg/ kg


No Klasifikasi Oral Oral Dermal Dermal
Padat Cair Padat Cair
I a. Sangat berbahaya ≤5 ≤20 ≤10 ≤ 40
II b. Bahaya tinggi 5-50 20-200 10-100 40-400
III c. Bahaya sedang 50-500 200-2000 100-1000 400-4000
IV d. Bahaya rendah ≥ 501 ≥2001 ≥1001 ≥4001
Sumber : Marbun, LH., 2015

LD50 oral adalah kematian yang terjadi bila binatang uji tersebut makan dan

LD50 dermal adalah kematian karena keracunan lewat kulit (Marbun, L.H. 2015). Data

LD50 untuk setiap senyawa kimia perlu dibedakan antara bahan teknikal (bahan aktif)

dan bahan formulasi yang siap digunakan petani. Semakin rendah nilai LD50 berarti

pestisida tersebut semakin beracun. Namun harus dipahami lagi bahwa semua pestisida

adalah racun, tergantung dari dosis dan konsentrasi serta organ mana yang teracuni.

Setinggi apapun nilai LD50, kalau dosis yang diberikan tinggi juga akan beracun.

Demikian juga dengan konsentrasi, semakin pekat akan semakin beracun. Karena itu

dalam aplikasinya, penyemprotan pestisida dengan LD50 rendah dianjurkan

menggunakan volume semprotan tinggi supaya konsentrasi larutan pestisida yang siap

disemprotkan menjadi rendah (Marbun, 2015).

Universitas Sumatera Utara


11

Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf , yaitu

jenis Organofosfat dan Metilcarbamat . Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena

mereka menyerang acetil cholinesterase, suatu bahan yang diperlukan oleh sistim

syaraf kita agar dapat berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar

acetil cholinesterase dan hal inilah yang memunculkan gejala–gejala keracunan.

Pestisida gas syaraf menyebabkan kematian yang paling banyak diseluruh dunia

dibandingkan pestisida jenis lain (Sitepu, 2010).

2.1.3. Penggunaan Pestisida

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 39 / PERMENTAN / SR.330 /

7 / 2015 adapun bidang penggunaan pestisida meliputi :

a. Pengelolaan tanaman;

b. Peternakan;

c. Perikanan;

d. Kehutanan;

e. Penyimpanan hasil pertanian;

f. Permukiman, bangunan, dan rumah tangga;

g. Karantina dan pra-pengapalan; dan;

h. Moda transportasi.

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 39/ PERMENTAN / SR.330 / 7

/ 2015, bidang penggunaan pengelolaan tanaman memakai pestisida yang digunakan

Universitas Sumatera Utara


12

untuk mengendalikan organisma sasaran atau meningkatkan pertumbuhan pada

tanaman. Penggunaan pestisida harus memperhatikan tiga azas berikut (Flisia, 2013) :

a. Penggunaan secara legal, yakni penggunaan pestisida pertanian yang tidak

bertentangan dengan semua peraturan yang berlaku di Indonesia.

b. Penggunaan secara benar, yaitu penggunaan pestisida sesuai dengan metode

aplikasinya, sehingga pestisida yang diaplikasikan mampu menampilkan efikasi

biologisnya yang optimal. Dengan kata lain, penggunaan pestisida harus efektif

dan mampu mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) sasaran

seperti yang dinyatakan dalam label atau petunjuk penggunaannya.

c. Penggunaan pestisida secara bijaksana, adalah :


1. Penggunaan pestisida yang mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan risiko (risk
management), untuk menjamin keselamatan pengguna, konsumen, dan
lingkungan.
2. Penggunaan pestisida sejalan dengan prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu
(PHT).
3. Penggunaan pestisida yang bijaksana juga berarti penggunaan pestisida yang
ekonomis dan efisien.
Menurut Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida yang dikeluarkan Deptan

(2011), dikatakan penggunaan pestisida secara bijaksana adalah penggunaan pestisida

yang mengikuti lima prinsip, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


13

1. Tepat Sasaran.

Tentukan jenis tanaman dan hama sasaran yang akan dikendalikan, Setelah diketahui

hasil analisis agroekosistem, maka dapat ditentukan sebaiknya tentukan pula unsur-

unsur abiotisnya.

2. Tepat Jenis

Tepat jenis pestisida yang harus digunakan, misalnya: untuk hama serangga

gunakan insektisida, untuk tikus gunakan rodentisida.

3. Tepat Waktu

Waktu pengendalian yang paling tepat harus ditentukan berdasarkan :

a. Stadium rentan dari hama yang menyerang tanaman, misalnya stadium larva

instar I, II, dan III.

b. Kepadatan populasi yang paling tepat untuk dikendalikan, lakukan aplikasi pestisida

berdasarkan Ambang Kendali atau Ambang Ekonomi.

c. Kondisi lingkungan, misalnya jangan melakukan aplikasi pestisida pada saat hujan,

kecepatan angin tinggi, cuaca panas terik.

d. Lakukan pengulangan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.

4. Tepat Dosis

Gunakan dosis yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh Menteri Pertanian. Untuk

itu, bacalah label kemasan Pestisida. Jangan melakukan aplikasi pestisida dengan

dosis yang melebihi atau kurang sesuai dengan anjuran, karena dapat menimbulkan

dampak negatif.

Universitas Sumatera Utara


14

5.Tepat Cara

Lakukan aplikasi pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi pestisida dan

anjuran yang ditetapkan (Flisia, 2013).

2.1.4. Pajanan Pestisida

Mekanisme masuknya pestisida ke dalam tubuh dengan melalui tiga cara, yaitu

melalui penghirupan, melalui pencernaan dan melalui kulit. Pestisida terdistribusi ke

seluruh jaringan terutama sistim syaraf. Beberapa diantaranya mengalami

biotransformasi, dirubah menjadi intermediet yang lebih toksik (paraoxon) sebelum

dimetabolisir (Sitepu, 2010).

Seringkali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida karena

gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya, misalnya pusing dan kudis.

Ini disebabkan karena kebanyakkan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat,

seperti gangguan sistim syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa penyakit

mereka mungkin disebabkan oleh pestisida (Sitepu, 2010).

Telah diketahui bahwa pestisida, karena sifat dan racunnya (fisik dan kimia)

adalah bahan yang sangat berbahaya bagi kehidupan dan lingkungan. Oleh karena itu

dalam penangan pestisida diperlukan fasilitas perlengkapan keselamatan kerja atau alat

pelindung diri (APD) yang lengkap dan pengetahuan yang cukup bagi orang orang

yang terlibat dengan pestisida (Depkes, 2010).

Universitas Sumatera Utara


15

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 39 /

PERMENTAN / SR.330 / 7 / 2015 sebagai dasar hukum yang mengatur penanganan

tentang peredaran, penyimpanan, dan penggunaan pestisida. Pengawasan dalam hal

penanganan pestisida dimaksudkan untuk mencegah terjadinya keracunan bagi para

pekerja yang menangani pestisida. Setiap pekerja yang menangani pestisida diwajibkan

menggunakan pakaian kerja dan alat pelindung kerja berupa pakaian pelindung badan,

topi sebagai pelindung kepala, googles sebagai alat pelindung mata, masker sebagai

alat pelindung pernapasan dan mulut, serta sepatu boot dan sarung tangan.

Penanganan keracunan yang pertama dan yang paling penting adalah berhenti

bekerja dengan pestisida secepatnya (tinggalkan tempat kerja). Jika keracunan karena

terkena pesisida melalui kulit, maka sebaiknya mengganti baju dan mencuci bahan

bahan kimia tersebut dengan sabun dan air. Jika menderita keracunan akut , maka kita

membutuhkan perawatan kesehatan darurat. Bahkan jika tidak yakin tentang penyebab

gejala-gejala tersebut, sebaiknya mencari cara aman dan kunjungi petugas kesehatan

(Sitepu, 2010).

2.1.5. Toksikologi Pestisida

Terdapat perbedaan yang sangat nyata antara toksisitas dengan bahaya

keracunan. Toksisitas adalah daya racun yang dimiliki oleh senyawa pestisida, dengan

perkataan lain seberapa kuat daya racunnya terhadap sejenis hewan pada kondisi

percobaan yang dilakukan di laboratorium. Bahaya keracunan adalah bahaya atau

risiko keracunan dari seseorang pada waktu sejenis pestisida sedang digunakan

(Anggraini, 2014).

Universitas Sumatera Utara


16

Toksisitas atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan yang menggambarkan

potensi pestisida tersebut untuk membunuh langsung pada hewan atau manusia.

Toksisitas dinyatakan dalam LD50 (lethal dose), yakni jumlah pestisida yang

menyebabkan kematian 50 % dari binatang percobaan yang umumnya digunakan

adalah tikus. Dosis dihitung dalam mg per kilogram berat badan (mg/kg). Namun ada

perbedaan antara LD50 oral dan LD50 dermal. LD50 oral: dosis yang menyebabkan

kematian pada binatang percobaan tersebut diberikan secara oral atau melalui

makanan, sedangkan LD50 dermal adalah dosis yang terpapar melalui kulit (Depkes

RI, 2003).

2.1.6. Jalur masuk pestisida pada manusia

Apabila tidak memakai alat pelindung diri pada saat menyemprot dengan

pestisida maka akan menimbulkan keracunan. Pestisida meracuni manusia melalui

berbagai rute seperti pada :

1. Penetrasi melalui kulit (dermal contamination).

Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada

kulit ketika petani atau pekerja kebun memegang tanaman yang baru saja

disemprot, ketika pestisida pada kulit atau pakaian, ketika petani atau pekerja

kebun mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau ketika anggota keluarga

mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani atau pekerja

lapangan, cara keracunan yang paling sering adalah melalui kulit (Khamdani,

2009). Absorpsi melalui kulit dan mata akan berlangsung terus selama pestisida

Universitas Sumatera Utara


17

berada di kulit (Afrianto, 2008). Lebih dari 90% dari kasus keracunan di seluruh

dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit.

Tingkat bahaya kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor

sebagai berikut:

a. Toksisitas dermal (LD50 dermal) pestisida yang bersangkutan : makin rendah

angka LD50, makin berbahaya.

b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit: makin pekat pestisida, makin

berbahaya.

c. Formulasi pestisida: misalnya formulasi EC dan ULV lebih mudah diserap kulit

daripada formulasi butiran.

d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar: misalnya mata, mudah sekali meresapkan

pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida daripada kulit

telapak tangan.

e. Luas kulit yang terpapar pestisida : makin luas kulit yang terpapar, makin

besar resikonya.

f. Lamanya kulit terpapar : makin lama kulit terpapar, makin besar resikonya.

g. Kondisi fisik seseorang : makin lemah kondisi fisik seseorang, makin tinggi resiko

keracunannya (Anggraini, 2014).

2. Terhisap oleh saluran pernapasan

Hal ini paling sering terjadi pada petani atau pekerja kebun yang menyemprot

pestisida atau pada orang-orang yang dekat dengan tempat penyemprotan. Perlu diingat

Universitas Sumatera Utara


18

bahwa beberapa pestisida yang beracun tidak berbau. (Khamdani, 2009). Gas dan

partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-

paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di

selaput lendir atau kerongkongan (Anggraini, 2015).

3. Melalui mulut

Hal ini bisa terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja ataupun

tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar, atau ketika makan

dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan

pestisida (Khamdani, 2009).

2.1.7. Dampak Akut dan Kronis Pestisida

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung

pada saat itu. Efek akut dibagi menjadi dua bagian, yaitu efek akut lokal yaitu bila

efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan

pestisida, biasanya berupa iritasi, seperti mata kering, kemerahan dan gatal dimata,

hidung, tenggorokan dan kulit, mata berair dan batuk. Efek yang kedua yaitu efek akut

sistemik. Efek ini muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh dan mempengaruhi

seluruh dan mempengaruhi mata, jantung, paru-paru, hati, lambung, otot, usus, otak

dan syaraf (Sitepu, 2010).

Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan

membutuhkan waktu untuk berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul

Universitas Sumatera Utara


19

setelah berbulan-bulan dan bertahun-tahun setelah terpapar pestisida. Dampak terhadap

organ tubuh diantaranya dapat merusak, antara lain :

a. Sistim syaraf

Banyak pestisida yang digunakan dibidang pertanian sangat berbahaya bagi otak

dan syaraf. Bahan bahan kimia yang berbahaya bagi sistem syaraf disebut

neurotoksin. Beberapa gejala dari penyakit pada otak yang disebabkan oleh

pestisida adalah masalah ingatan yang gawat, sulit berkonsentrasi, perubahan

kepribadian, kelumpuhan, kehilangan kesadaran dan koma.

b. Hati atau Lever

Hati adalah organ yang berfungsi menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka

hati itu sendiri seringkali rusak untuk pestisida. Hal ini dapat menyebabkan

penyakit seperti hepatitis.

c. Bagian perut

Muntah muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan

pestisida. Banyak orang yang bekerja dengan pestida bertahun-tahun mengalami

nafsu makan berkurang.

d. Sistim kekebalan

Reaksi alergi adalah gangguan sistim kekebalan pada tubuh manusia. Hal ini

adalah reaksi yang diberikan tubuh terhadap bahan-bahan asing. Pestisida

bervariasi dalam mengakibatkan reaksi alergi. Salah satu reaksi alergi pada kulit

adalah timbulnya dermatitis kontak iritan.

Universitas Sumatera Utara


20

e. Keseimbangan hormon

Beberapan pestisida dapat mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat

menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria dan pertumbuhan sel telur

yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menimbulkan pelebaran

tyroid yang akhirnya menjadi kanker tiroid.

Kegiatan pertanian dan perkebunan yang menggunakan pestisida memiliki

kekuatiran yang utama yaitu bagaimana pestisida ini dapat mempengaruhi kesehatan.

Bukan hanya orang yang menyemprot pestisida saja yang perlu diperhatikan, tetapi

juga orang–orang yang tinggal dekat mereka juga perlu diperhatikan, khususnya ibu-

ibu hamil serta anak dalam kandungannya, beserta dengan ternak, ikan dan burung.

Pestisida dapat menyebabkan kematian pada mahluk hidup dan mencemari tanah dan

air, karena pestisida umumnya ramah pada lingkungan (Sitepu, 2010).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar para petani atau pekerja kebun

terhindar dari pemamaparan sewaktu menyemprotkan pestisida yaitu :

a. Membaca semua instruksi dan pengarahan yang ada pada label pestisida,

menyangkut pemakaian konsentrasi dan dosis yang tepat, aturan keselamatan,

serta pertolongan bagi penderita keracunan.

b. Tidak diperkenankan merokok, makan, dan minum selama menyemprotkan

pestisida. Cucilah tangan dan muka dengan menggunakan sabun jika ingin

makan, minum dan merokok. Tubuh dan pakaian harus terhindar dari tetesan

Universitas Sumatera Utara


21

pestisida. Jika terjadi, pakaian atau tubuh yang terkena harus dicuci dengan air

dan sabun.

c. Jangan membuka kemasan dengan cara memaksa atau mencongkel karena cairan

pestisida akan tersembur keluar dan mengenai muka.

d. Jangan menggunakan alat penyemprotan yang bocor. Periksa selalu kondisi alat

semprot sebelum menyemprotkan pestisida.

e. Gunakan selalu alat-alat pelindung pada saat menyemprotkan pestisida. Pelindung

yang dipakai minimal adalah masker, celana panjang, kacamata dan topi.

f. Jangan menyemprotkan pestisida melawan arah angin. Pada saat menyemprot

berjalanlah searah dengan arah tiupan angin, sehingga kabut semprot tidak tertiup

ke arah badan.

g. Jangan meniup nozel yang tersumbat. Gunakan jarum yang halus untuk

membersihkan nozel (Sitepu, 2010).

2.1.8. Lama pajanan pada penyemprotan Pestisida

Lamanya penyemprotan pestisida yang dilakukan tenaga penyemprot sejalan

dengan lamanya penyemprot tersebut terpapar dengan pestisida. Paparan yang

berlangsung terus menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada

waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi

resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulangkali dan

berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik. Telah dibuktikan bahwa

Universitas Sumatera Utara


22

penggunaan pestisida secara berlama-lama untuk pertanian dapat menyebabkan kanker

seperti non Hodgkin’s lymphoma (Sitepu, 2010).

2.2. Dermatitis Kontak Akibat Pekerjaan

Dermatitis kontak akibat pekerjaan (Occupational contact dermatitis) secara

medis dapat diartikan sebagai dermatitis dimana pekerjaan merupakan penyebab utama

atau salah satu faktor-faktor yang menyebabkan kejadian dermatitis kontak tersebut.

The National Institute of Occupational Safety Hazards (NIOSH) dalam survey tahunan

(1975) memperkirakan angka kejadian dermatitis akibat kerja yang sebenarnya adalah

20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang telah dilaporkan (Utomo, 2007).

Dalam Lestari (2007) penyakit dermatitis, telah menjadi salah satu dari sepuluh

besar penyakit akibat kerja. Hasil studi Departemen Kesehatan RI pada tahun 2004 di

8 provinsi pada pekerja informal didapatkan 23,2% perajin batu onix mengalami

gangguan dermatitis kontak alergika. Begitu pula hasil studi pada tahun 2005 tentang

‘‘Profil Masalah Kesehatan Pekerja di Indonesia’’ didapatkan 40,5% pekerja

mempunyai keluhan gangguan kesehatan yang diduga terkait dengan pekerjaan, salah

satunya yaitu gangguan kulit sebesar 1,3% (Kurniawidjaja, 2012).

Menurut Suma’mur (1995), bahan kimia termasuk bahan alkali dapat

menyebabkan dermatitis dengan jalan perangsangan atau iritasi, dengan jalan

mengambil air dari lapisan kulit, secara oksidasi dan reduksi, sehingga keseimbangan

Universitas Sumatera Utara


23

kulit terganggu dan timbullah dermatitis. Beberapa keadaan yang harus menjadi

perhatian dalam suatu penelitian akan kecurigaan dermatitis kontak akibat pekerjaan

adalah (Situmeang, 2008) :

1. Adanya kontak dengan bahan bahan yang diketahui menimbulkan dermatitis. Baik

produk yang sudah ada bertahun-tahun maupun produk yang baru saja

diperkenalkan dapat menjadi penyebabnya.

2. Adanya dermatitis dengan tipe yang serupa pada orang-orang lain yang bekerja

pada pekerjaan yang sama. Jikalau banyak orang yang terkena pada suatu tempat

kerja dalam saat yang bersamaan, maka keadaan tersebut lebih mungkin

merupakan reaksi iritan daripada reaksi alergi.

3. Adanya waktu antara kontak dengan timbulnya kelainan. Adakalanya dermatitis

alergika timbul tidak lebih cepat dari pada 4-5 hari setelah kontak.

4. Gambaran serta lokalisasinya mempunyai persamaan dengan kasus-kasus yang

sudah pasti lainnya. Namun demikian apabila ada beberapa faktor yang turut

mempengaruhi terjadinya kelainan tersebut, maka gambarannya bisa berubah.

Lokalisasi biasanya pada kedua belah tangan tanpa gambaran yang spesifik.

5. Serangan terjadi ketika melakukan pekerjaan tertentu, sementara kesembuhan

dapat dilihat ketika melakukan pekerjaan lainnya atau ketika cuti sakit, liburan

atau setelah berakhir pekan.

6. Kalau ada hubungan antara riwayat penyakit dan hasil test patch yang positip,maka

ini merupakan bukti yang kuat.

Universitas Sumatera Utara


24

7. Adakalanya 10-20% dari karyawan sendiri mengeluh penyakit kulit akibat

pekerjaan seperti dermatitis kontak iritan. Dalam hal ini sebaiknya dilakukan

kunjungan ketempat kerja dan menyelidiki kesemua hal yang dikeluhkan.

Hasilnya sering menunjukkan bahwa satu atau dua orang karyawan menderita

penyakit kulit akibat kerja seperti dermatitis kontak sedangkan lainnya menderita

penyakit kulit biasa. Dasar keluhan tersebut bisa karena “ pengaruh psikologis”

pada tempat kerja tersebut.

8. Kita mungkin beranggapan adanya proses otomatisasi dalam industri berarti

adanya pengamanan terhadap kemungkinan kontak dengan yang lain, misalnya

dalam pengangkutan bahan mentah, penyimpanan dalam karung atau drum yang

sudah terkontaminasi, penimbangan bahan kimia, pengisian bahan berwarna,

pengawet dan lain-lain, pengambilan sampel bahan yang sedang control,

pemeriksaan laboratorium, kebocoran pada lantai, bejana, kran, pembuangan

bahan sampah.

2.2.1. Dermatitis

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap faktor eksogen dan faktor endogen yang menimbulkan kelainan kllinis kulit

berupa efloresensi, polimorfi, eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi dan

keluhan gatal (Cahyawati, 2010). Dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai

oleh rasa gatal dapat berupa penebalan atau bintil kemerahan, multipel mengelompok

atau tersebar, kadang bersisik, berair dan lainnya. Akibat permukaan kulit terkena

Universitas Sumatera Utara


25

bahan atau unsur-unsur yang ada di linkungannya (faktor eksogen). Namun demikian

untuk terjadinya suatu jenis dermatosis atau beratnya gejala dermatosis kadang kadang

dipengaruhi pula oleh faktor kerentanan kulit seseorang (faktor endogen). Tanda

polimorfik tidak selalu bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik).

Dermatitis cenderung menjadi residif dan kronis (Cahyawati, 2010).

2.2.2. Penyebab Dermatitis

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui. Sebagian besar merupakan

respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri, dan fungus.

Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi ialah perubahan kemampuan

tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi (Cahyawati, 2010). Reaksi alergi terjadi

atas dasar interaksi antara antigen dan antibodi. Karena banyaknya agen penyebab, ada

anggapan bahwa nama dermatitis digunakan sebagai “tong sampah” (catch basket

term). Banyak penyakit alergi yang disertai tanda-tanda polimorfi disebut dermatitis

(Cahyawati, 2010).

2.2.3. Gejala Dermatitis

Menurut Cahyawati, (2010) pada umumnya penderita dermatitis mengeluh

gatal. Kelainan kulit tergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat tegas,

penyebarannya dapat setempat, generalisata, bahkan universal. Pada stadium akut

kelainan kulit dapat berupa eritrma, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi,

sehingga tampak basah (madidans). Pada stadium subakut, eritema berkurang, eksudat

mengering menjadi krusta. Sedangkan pada stadium kronis tampak lesi kering, skuama,

Universitas Sumatera Utara


26

hiperpigmentasi, likenifikasi dan papul, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi

karena garukan. Stadium tersebut tidak perlu berurutan, bisa saja sejak awal suatu

dermatitis memberikan gambaran klinis berupa kelainan kulit kronis. Demikian pula

jenis-jenis efloresensinya tidak selalu harus polimori, mungkin hanya oligomorfi

(Cahyawati, 2010).

Menurut Cahyawati, (2010) manifestasi klinis dibagi 4, yaitu :

1) Subjektif, ada tanda-tanda radang akut, terutama pruritus (sebagai pengganti

dolor). Selain itu ada pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau

pembengkakan, dan gangguan fungsi kulit (fungsio lesa).

2) Objektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi, yang

dapat timbul secara serentak atau berturut-turut. Pada permulaan timbul eritema

dan edema. Edema sangat jelas pada kulit yang longgar, misalnya muka (terutama

palpebra dan bibir) dan genitalia eksterna.

3) Dermatitis madidans (basah) berarti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat

sumber dermatitis artinya terdapat vesikel-vesikel fungsiformis yang berkelompok

dan kemudian menyebar dan membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau

pustule, jika disertai infeksi.

4) Dermatitis sica (kering) berarti tidak madidans (basah). Bila gelembung-

gelembung mengering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal

ini berarti dermatitis menjadi kering, disebut dermatitis sika. Pada stadium tersebut

Universitas Sumatera Utara


27

terjadi deskuamasi artinya timbul sisik-sisik. Bila proses menjadi kronis tampak

likenifikasi dan sebagai sekuele terlihat hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.

2.2.4. Jenis-jenis Dermatitis

1. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan (substansi) yang

menempel pada kulit. Dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk

peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik karena paparan dari bahan

iritan eksternal yang mengenai kulit. Bahan penyebab dermatitis kontak pada

umumnya adalah bahan kimia yang terkandung dalam alat-alat yang dikenakan

penderita (asesoris, pakaian, sepatu, kosmetik, obat topical), atau yang

berhubungan dengan pekerjaan atau hobi (semen, pestisida, sabun cuci, bahan

pelarut, bahan cat, tanaman), serta dapat pula oleh bahan disekitarnya (debu

semen, bulu binatang atau polutan lain. Disamping bahan penyebab ada faktor

penunjang timbulnya dermatitis kontak yaitu suhu udara, kelembaban dan gesekan

(Cahyawati, 2010).

2. Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai

gatal, yang berhubungan dengan atopy. Kata “Atopy” yang pertama kali

diperkenalkan oleh Cocs (1928), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok

Universitas Sumatera Utara


28

penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya,

misalnya: asma bronchial, rhinitis alergica, dermatitis atopy, dan conjungtivitis

alergica.

3. Liken Simpleks Kronis

Liken Simpleks Kronis merupakan peradangan kulit kronis, gatal sekali,

sirkumkrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol

menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang.

4. Dermatitis Numularis

Dermatitis Numularis merupakan dermatitis berupa lesi berbentuk mata uang

(coin), berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel , biasanya mudah

pecah sehingga basah (oozing).

5. Dermatitis statis

Dermatitis statis merupakan dermatitis sekunder akibat hipertensi vena ekstremitas

bawah (Cahyawati, 2010).

2.2.5. Perbedaan DKI dan DKA

Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan

dermatitis kontak alergica (DKA).

1. Dermatitis kontak iritan (DKI)

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat

non imunologik, ditandai dengan adanya edema dan eritema setelah adanya

Universitas Sumatera Utara


29

pajanan bahan kontaktan dari luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika

atau kimia yang dapat menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit.

Adapun bahan bahan yang bersifat iritan misalnya pestisida, pelumas, bahan

yang bersifat asam, bahan yang bersifat alkali dan lain-lain. Ada dua jenis bahan iritan

yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada

pajanan pertama pada hampir setiap atau semua orang, sedang iritan lemah hanya pada

mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor konstribusi

misalnya kelembaban udara, tekanan gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada

terjadinya kerusakan kulit tersebut. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh

ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritaan tersebut,

juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lama kontak, kekerapan, adanya oklusi,

menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisik. Suhu dan

kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Dermatitis kontak iritan adalah bentuk

keadaan yang biasa dari penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, dan di Amerika

Serikat tercatat 80 % dari semua penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan.

Dermatitis kontak iritan dapat bersifat akut dan kronik. Pada beberapa literatur

dermatitis kontak keduanya dibagi atas tipe dermatitis kontak akut dan tipe dermatitis

kontak kronis (Cahyawati, 2010).

Menurut Cahyawati, (2010). berdasarkan jenis bahan iritan maka dermatitis

kontak iritan juga ada dua macam yaitu:

a. Dermatitis Kontak Iritan Akut.

Universitas Sumatera Utara


30

kecelakaan
Penyebabnya Iritan kuat, biasanya karena . Kulit terasa pedih atau panas,

eritema, vesikel atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena,

berbatas tegas. Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah

bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat, misalnya podofilin, antralin,

asam flourohidrogenat, sehingga dermatitis iritan akut lambat. Kelainan kulit baru

terlihat setelah 12-24 jam atau lebih.

b. Dermatitis Kontak Iritan Kronis

Nama lain adalah Dermatitis Kontak Kumulatif, disebabkan kontak dengan iritan

lemah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro,

kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan kimia contohnya : detergen,

sabun, pelarut, tanah bahkan juga air). Dermatitis kontak kronis mungkin terjadi

oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi bahan secara sendiri tidak

cukup kuat menyebabkan dermatitis irirtan, tetapi bila berkabung dengan faktor lain

baru mampu menyebabkan dermatitis kontak. Kelainan baru nyata setelah berhari-

hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian.

Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling

sering ditemukan.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal

(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terjadi secara

Universitas Sumatera Utara


31

terus menerus akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit

tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Banyak pekerjaan

yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis iritan kumulatif,

misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel,

dan berkebun.

Gambar 2.1. Dermatitis Kontak Iritan


Sumber: Afifah, A., 2012
2. Dermatits kontak alergi (DKA)

Dermatitis Kontak Alergi disebabkan oleh alergen. Alergen yang paling sering

menyebabkan dermatitis jenis ini adalah bahan kimia yang berat molekul kurang dari

500-1000 Da, yang juga disebut sebagai bahan kimia sederhana. Dermatits yang timbul

dipengaruhi oleh potensi sensitasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di

kulit (Cahyawati, 2010). Dermatitis kontak alergi didasari oleh adanya reaksi

imunologis spesifik berupa reaksi hipersensivitas tipe lambat (tipe IV) dengan

perantara sel limposit T. Terdapat dua tahap dalam proses terjadinya dermatitis alergik,

yaitu tahap induksi (sensitivitasi) dan tahap elisitasi. Tahap sensitivitasi dimulai dengan

masuknya bahan antigen (hapten berupa bahan iritan) melalui epidermis. Kemudian sel

Universitas Sumatera Utara


32

Langerhans yang terdapat di epidermis menangkap bahan antigen tersebut selanjutnya

akan di proses dan diinterpretasikan pada sel limposit T. Limposit T mengalami

proliferasi dan differensialisasi pada kelenjar getah bening sehingga terbentik limfosit

T yang tersensitivitasi. Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang dari antigen

yang sama. Antigen yang telah dikenal itu akan langsung mempengaruhi sel limfosit T

yang telah tersensitivitasi yang kemudian akan dilepaskan sebagai mediator yang akan

menarik sel sel radang. Hal inilah yang selanjutnya menimbulkan gejala dermatitis.

Gambar 2.2. Dermatitis Kontak Alergi Karena Nikel pada Jam Tangan
Sumber: Afifah, 2012.
Untuk membedakan antara dermatitis kontak alergi dengan dermatitis kontak

iritan diperlukan patch test. Akan tetapi dalam penelitian ini diagnosis hanya sampai

menentukan dermatitis kontak, tidak sampai membedakan antara dermatitis kontak

alergika dengan dermatitis kontak iritan. Menurut Afifah, A (2012), Dermatitis Kontak

Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergik (DKA) keduanya mempunyai perbedaan

sebagai berikut : Tabel 2.2. Perbedaan DKI dan DKA

No Variabel DKI DKA


1. Kejadian Amat Sering Jarang
2. Terpajan Tidak Perlu Harus
sebelumnya

Universitas Sumatera Utara


33

Tabel 2.2 (Lanjutan)


3. Tempat yang terkena Tempat dimana terjadi Tempat terjadinya
kontak, dengan sedikit kontak dan tempat lain
terjadi perluasan (jauh). Hanya sebagian
orang
4. Kemungkinan Pada semua orang Hanya sebagian orang
terjadi
5. Lesi Berbatas tegas sampai Tidak tegas
kabur
6. Gejala Subjektif Gatal sampai sakit Gatal
7. Penyakit kulit yang Stigmata Atopi Penyakit kulit kronis
terkait atau pemakaian topical
lama
8. Waktu 4-12 jam setelah 24 jam atau lebih
kontak,lesi muncul setelah pajanan ulang.
pada pajanan pertama. Tidak ada lesi pada
pajanan pertama.
Sumber : Afifah, 2012
Prevalensi terjadinya DKA lebih rendah dibandingkan DKI karena hanya

mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). DKI timbul pada 80% dari

seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan DKA kira kira hanya 20%. Meskipun

demikian pada kenyataanya banyak DKA yang tidak terdiagnosis sehingga tidak

dilaporkan. Salah satu penyebab utama adalah tidak tersedia alat atau bahan uji tempel

(patch test) sebagai sarana diagnostic (Afifah, 2012).

2.2.6. Lokasi Terjadinya Dermatitis

Menurut Cahyawati, (2010) berbagai lokasi terjadinya dermatitis antara lain :

1. Tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,

misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak

Universitas Sumatera Utara


34

akibat kerja kebanyakan di tangan. Bahan penyebabnya, misalnya detergent,

antiseptik, getah sayuran atau tanaman, semen dan pestisida.

2. Lengan

Alergen umumnya sama pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung

tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila biasanya terjadi oleh bahan

pengharum.

3. Wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal,

allergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya

dapat disebabkan lipstick, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak

mata dapat disebabkan eyeshadows dan obat mata, cat rambut, cat kuku.

4. Telinga

Penyebab dermatitis kontak pada telinga misalnya anting atau penjepit telinga

terbuat dari nikel. Penyebab lainnya , misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat

rambut, hearing-aids.

5. Leher

Penyebabnya, kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum,

allergen di udara, zat warna pakaian.

6. Badan

Dermatitis kontak dibadan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing

logam, karet elastik, busa, plastik, dan detergen.

Universitas Sumatera Utara


35

7. Genitalia

Penyebabnya dapat karena antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita,

dan allergen yang ada di tangan.

8. Paha dan tungkai bawah

Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di

saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anastesi lokal, neomisin, etilendiamin),

semen, dan sepatu.

2.2.7. Pemeriksaan Dermatitis Kontak

Menurut R.S. Siregar (2006), pemeriksaan kulit ini dapat dilakukan dengan 2

cara yaitu ;

1. Lokalisasi : sering terjadi pada kedua tangan, kaki, dan daerah yang terpajan

(berkontak).

2. Efloresensi : dapat berupa eritema, papula, vesiko-papula, erosi, eksudatif,

berkrusta, hyperpigmentasi, hypopigmentasi, dan likenfikasi. Sedangkan untuk

pemeriksaan pembantu atau laboratorium dapat dilakukan dengan pemeriksaan

kadar allergen di tempat lingkungan kerja dan hitung eosinofil pada penderita.

Menurut Cahyawati, (2010), apabila penyakit sudah sembuh, dapat dilakukan uji

temple (patch test). Pada daerah fleksor lengan bawah atau interskapular dioleskan

allergen yang disangka, lalu ditutup dengan kain kasa dan selofan impermeabel.

Sesudah 24-48 jam dibaca, apakah terdapat reaksi atau tidak.

Universitas Sumatera Utara


36

Reaksi di nilai sebagai berikut :

1 + : eritema

2 + : eritema, edema, papula

3 + : eritema, edema, papula, vesikel

4+ : sama dengan 3+, tetapi disertai dengan vesikel yang berkonfluensi nekrosis.

Uji tempel tidak dilakukan pada stadium akut karena akan memberatkan

penyakit (Tombeng, 2013). Menurut Afifah, N.(2012) terdapat tiga metode untuk

menegakan diagnosa atau mengidentifikasi dermatitis kontak yaitu dengan melakukan

anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan anamnesesis dermatitis kontak

akibat kerja perlu diperhatikan katagori-katagori sebagai berikut:

1) Penyakit ini muncul pada saat masa kerja yang terpajan oleh bahan iritan atau

setelah masa kerja dalam waktu yang tidak terlalu jauh.

2) Penyakit ini timbul pertama kali didaerah yang banyak terpajan. Biasanya

memberikan kharakteristik tertentu.

3) Penyakit ini tidak akan muncul, kecuali jika terpajan dengan pajanan yang sama

dengan hasil penyakit yang sama.

4) Penyakit ini akan hilang atau berubah ketika sudah tidak terpajan lagi.

5) Penyakit ini akan segera muncul kembali ketika pajanan di mulai lagi.

6) Morfolofi penyaki ini akan konsisten sesuai dengan pajanannya.

Universitas Sumatera Utara


37

7) Rekan kerja yang terkena pajanan juga akan mengalami penyakit yang sama.

b. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat tanda-tanda yang muncul akibat

dermatitis kontak pada kulit. Pada umumnya dermatitis kontak terjadi pada daerah

yang terpajan, tetapi tidak menutup kemungkinan lesi meluas kedaerah yang tidak

terpajan secara langsung. Sebagian dermatitis muncul di daerah tangan dan lengan

yaitu sebesar 90% di tangan. Karena tangan paling banyak digunakan saat bekerja.

Untuk bahan iritan yang bersifat airborne (fume, vapour) dapat menyerang dan

menimbulkan kelainan di daerah wajah, dahi, telinga dan leher.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan untuk mencari tahu penyebab

terjadinya dermatitis kontak alergik dan juga untuk dapat membedakan dermatitis

kontak alergik dengan dermatitis kontak iritan. Salah satu pemeriksaan penunjang

adalah dengan patch test. Pada penelitian ini peneliti tidak melakukan uji patch test

karena tidak membedakan antara dermatitis kontak iritan dengan dermatitis kontak

alergi, menghemat waktu dan biaya.

2.2.8. Pencegahan Dermatitis

Menurut Cahyawati (2010), usaha pencegahan dermatitis kronik akibat kerja

dapat dilakukan dengan melakukan:

1) Usaha pencegahan jangka pendek

Dalam melakukan usaha pencegahan dermatitis kronik akibat kerja perlu

dilakukan perbaikan sarana diagnostik. Deteksi dini kerusakan kulit yang tidak

Universitas Sumatera Utara


38

disertai gejala klinik dermatitis kronik akibat kerja memungkinkan dilakukan

tindakan pencegahan sedini mungkin.

2) Usaha pencegahan jangka panjang

Penelitian mengenai hubungan antara pajanan sinar matahari dengan fungsi

pertahanan kulit perlu ditingkatkan, sehingga dapat dibuktikan bahwa pajanan

sinar matahari dengan dosis tertentu bermanfaat dalam pencegahan dermatitis

kontak akibat kerja, tanpa disertai dampak negatif pajanan sinar matahari pada

kulit. Mengenai dermatitis akibat kerja, pencegahannya yang paling penting

yaitu selalu menghindari kontak dengan sabun yang keras, detergen, bahan-bahan

pelarut, pengelantang, dan lain-lain. Kulit yang sakit harus sering diolesi dengan

emolien. Riwayat penyakit yang lengkap harus ditanyakan karena dapat

mengungkapkan pajanan yang tidak diketahui terhadap zat-zat iritan atau allergen

pakaian bersih dan diganti setiap hari, memakai alat-alat pelindung diri yang masih

bersih. Kebersihan lingkungan dan benar juga perlu diperhatikan. Diagnosa dini

siaga perlu dalam rangka usaha pemberantasan dermatitis akibat kerja, sebab

dengan diagnosa sedini mungkin, si penderita dapat segera dipindahkan kerjanya

ke tempat yang lain yang tidak membahayakan kesehatan (Cahyawati, 2010).

2.2.9. Pengobatan Dermatitis

Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan

penyebabnya. Tetapi seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor, kadang juga

tidak dapat diketahui pasti, maka pengobatan bersifat simptomatis, yaitu dengan

Universitas Sumatera Utara


39

menghilangkan atau mengurangi keluhan dan menekan peradangan. Kompres dingin

dbutuhkan untuk mengurangi peradangan akibat dermatitis. Kortikosteroid topikal

yang berpotensi tinggi dapat menurunkan peradangan ringan sampai sedang, tetapi

tidak dapat diberikan pada kasus berat dermatitis kontak alergik. Korticosteroid topikal

kemungkinan tidak efektif secara signifikan dengan berbagai iritasi seperti sodium

lauryl sulphate. Korticosteroid secara oral efektif untuk pengobatan dermatitis kontak

alergik yang berat (Cahyawati, 2010).

Antihistamin dapat meringankan gejala pruritus dan membantu pasien agar

dapat tidur. Namun demikian preparat ini harus digunakan dengan hati-hati pada orang

lanjut usia karena kadang-kadang dapat menimbulkan agitasi paradoksal (kejang-

kejang). Fototerapi dengan sinar ultraviolet yang mempunyai kisaran panjang

gelombang 290 hingga 320 nm (UV-B) atau PUVA kadang-kadang efektif tetapi sering

kurang menyenangkan bagi pasien. Karena itu, biasanya tidak dipertimbangkan

sebagai pilihan pengobatan sebelum semua cara lainnya gagal (Cahyawati, 2010).

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Pemakaian Pestisida dan Kejadian Dermatitis Kontak

Pesticide Action Network (PAN) melaporkan seluruh pekerja wanita pada

sebuah perkebunan di Malaysia telah mengidap penyakit kulit akibat seringnya

bersentuhan dengan pestisida. Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu

kelainan kulit yang sering dijumpai. Kelainan kulit ini dapat ditemukan sekitar 85 %

sampai 98% dari seluruh penyakit kulit akibat kerja. Insiden dermatitis kontak akibat

Universitas Sumatera Utara


40

kerja diperkirakan 0,5 sampai 0,7 kasus per 1000 pekerja per tahun. Penyakit kulit

diperkirakan menempati 9 % sampai 34% dari penyakit yang berhubungan dengan

pekerjaan. Salah satu kegiatan yang dilakukan di perkebunan sawit seperti yang

dilakukan pada PT X adalah melakukan penyemprotan untuk mengendalikan gulma di

kebun sawit. Dalam ini sudah tentu akan melibatkan beberapa tahapan juga akan

terkontak dengan beberapa karyawan yang berhubungan atau kontak langsung dengan

pestisida tersebut.

Adapun tahapan yang sering dilakukan terhadap pestisida sebelum proses

penyemprotan adalah :

1. Penyimpanan di Gudang

2. Pengadukan atau pengenceran atau pelarutan

3. Pembagian ke tangki-tangki penyemprot

4. Pembagian tangki penyemprot kepada para pekerja semprot

5. Penyemprotan oleh petugas semprot

2.3.2. Faktor yang mempengaruhi

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak pada

pekerja kebun yang kontak dengan pestisida antara lain:

1. Lingkungan

Dermatitis kontak akibat kerja sering terjadi di musim panas karena

pengeluaran keringat meningkat dan para pekerja kurang senang memakai Alat

Pelindung Diri bahkan lebih senang memakai celana pendek dan baju yang lebih minim

Universitas Sumatera Utara


41

sehingga memudahkan kontak dengan bahan kimia. Sedangkan cuaca yang dingin

membuat pekerja lebih malas membersihkan diri dengan air setelah kontak dengan

bahan kimia (Situmeang, 2008).

Kurangnya air yang tersedia pada lingkungan tempat bekerja juga dapat

mempengaruhi meningkatnya kejadian dermatitis kontak. Mencuci tangan dengan baik

adalah dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Apabila kebiasaan mencuci

tangan yang jelek akan menyebabkan kontak bahan kimia akan lebih lama yang akan

menyebabkan kerugian kulit. Jadi kualitas mencuci tangan dan kemudahan

menjangkau fasilitas sarana pencuci tangan juga berpengaruh terhadap kejadian

dermatitis kontak (Afifah, 2012).

2. Pekerja Kebun

a. Umur

Umur adalah lamanya waktu hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak

seseorang (responden) dilahirkan (Purba, 2010). Menurut Elisabeth BH yang dikutip

Munthe (2015), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Dermatitis dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan

umur. Seorang yang lebih tua mempunyai kulit yang lebih tipis dan kering yang tidak

toleran terhadap sabun dan pelarut (Sucipta, 2008). Seringkali pada usia lanjut terjadi

kegagalan dalam pengobatan dermatitis sehingga timbul dermatosis kronik. Dapat

dikatakan bahwa dermatosis akan lebih mudah menyerang pada usia yang lebih tua.

Menurut Afifah, N. (2012) pekerja dengan usia tua cenderung memiliki tingkat resiko

Universitas Sumatera Utara


42

yang lebih tinggi terkena dermatitis kontak dibandingkaan dengan usia yang lebih

muda. Hal ini terkait dengan kondisi kulit mereka. Pada pekerja yang tua terjadi

peningkatan kerentanan terhadap bahan iritan dan kegagalan dalam pengobatan

sehingga mudah terjadi dermatitis kontak. Sedang menurut Lestari, F dan Utomo, H.S

(2007) pekerja muda mempunyai peluang 2,8 kali terkena dermatitis kontak

dibandingkan pekerja tua.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologi laki-laki dan

perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya

meneruskan garis keturunan (Chandra, 2008).

c. Masa Kerja

Masa kerja adalah pekerja dengan lama kerja ≤ 2 tahun dapat menjadi salah satu

faktor yang mengindikasikan bahwa pekerja tersebut belum memiliki pengalaman yang

cukup dalam melakukan pekerjaanya. Jika pekerja ini masih sering ditemui melakukan

kesalahan, maka hal ini berpotensi meningkatkan angka kejadian dermatitis pada

pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun. Pekerja dengan pengalaman akan lebih berhati-

hati sehingga kemungkinan terpajan bahan iritan maupun alergen lebih sedikit (Lestari-

Utomo, 2007). Pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun masih rentan terhadap berbagai

macam bahan iritan maupun alergen. Pada pekerja dengan lama bekerja lebih dari 2

tahun dapat dimungkinkan telah memiliki resistensi terhadap bahan iritan maupun

alergen. Untuk itulah mengapa pekerjaan dengan lama bekerja lebih dari 2 tahun lebih

sedikit yang mengalami dermatitis kontak (Lestari-Utomo. 2007).

Universitas Sumatera Utara


43

d. Lama kontak (lama pajanan)

Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama

kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan meningkatkan terjadinya dermatitis

kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau

iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit. Pengendalian risiko,

yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi perlu dilakukan.

Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan bahan kimia dengan

menggunakan terminologi yang bervariasi seperti Occupational Exposure Limits

(OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan bagi pekerja yang

melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per hari.

e. Kebersihan perorangan (Personal Higiene)

Higien personal merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya

penyakit dermatitis. Salah satu hal yang menjadi penilaian adalah masalah mencuci

tangan. Kesalahan dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu

penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan, sehingga masih terdapat

sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit. Usaha mengeringkan tangan

setelah dicuci juga dapat berperan dalam mencegah semakin parahnya kondisi kulit

karena tangan yang lembab (Lestari-Utomo, 2007). Pekerja yang kurang bersih

misalnya tidak membersihkan diri setelah selesai bekerja menjadi salah satu penyebab

terjadinya dermatitis kontak.

Universitas Sumatera Utara


44

f. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja

untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi bahaya kecelakaan kerja

(Khamdani, 2009). Berdasarkan kenyataan di lapangan terlihat bahwa pekerja yang

menggunakan APD dengan baik masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang kurang

baik dalam memakai APD. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku penggunaan APD

oleh pekerja masih kurang baik. Masih banyak pekerja yang melepas APD ketika

sedang bekerja. Jika hal ini dilakukan maka kulit menjadi tidak terlindungi dan kulit

menjadi lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun alergen (Lestari-Utomo,

2007).

Menurut Cahyawati (2010), ada beberapa jenis APD yang paling banyak dan

sering digunakan adalah :

1) Alat pelindung kepala: helm, tutup kepala, hats/cap.

2) Alat pelindung mata atau muka: spectacles, goggles, perisai muka.

3) Alat pelindung telinga: ear plug, ear muff.

4) Alat pelindung pernafasan: masker, respirator.

5) Alat pelindung tangan: sarung tangan.

6) Alat pelindung kaki: sepatu boot.

7) Pakaian pelindung: celemek, pakaian terusan dengan celana panjang.

8) Sabuk pengaman (safety belt).

Menurut Khamdani, F. (2009) alat pelindung diri yang seharusnya dipakai

petani adalah:

Universitas Sumatera Utara


45

1. Pakaian Kerja

Berguna untuk menutupi seluruh atau sebagian dari percikan bahan beracun. Bahan

dapat terbuat dari kain dril, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.

Bentuknya dapat berupa apron (menutupi sebagian tubuh yaitu mulai dada sampai

lutut), celemek atau pakaian terusan dengan celana panjang, dan lengan panjang

(overalls).

2. Penutup Kepala

Untuk melindungi kepala dari percikan bahan beracun sebaiknya digunakan alat

pelindung kepala. Penutup kepala yang digunakan petani dapat berupa topi atau

tudung untuk melindungi kepala dari zat-zat kimia dan kondisi iklim yang buruk.

Harus terbuat dari bahan yang mempunyai celah atau lobang, biasanya terbuat dari

asbes, kulit, wol, katun yang di campur aluminium.

3. Alat Pelindung Hidung dan Mulut

Untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang

terkontaminasi di tempat kerja yang dapat bersifat racun, korosi atau rangsangan.

Penggunaan masker untuk melindungi debu atau partikel-partikel masuk ke dalam

pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu.

4. Sarung Tangan

Untuk melindungi tangan dan bagian-bagian dari bahan-bahan kimia (padat atau

larutan). Sarung tangan dapat terbuat dari karet (melindungi diri dari paparan bahan

kimia), sehingga larutan pestisida tidak dapat masuk ke kulit.

Universitas Sumatera Utara


46

5. Sepatu Kerja

Untuk melindungi kaki dari larutan kimia. Sepatu kerja atau sepatu boot sangat

diperlukan pada penyemprotan pestisida. Dapat terbuat dari kulit, karet sintetik atau

plastik. Ketika menggunakan sepatu boot ujung celana tidak boleh dimasukkan ke

dalam sepatu, karena cairan pestisida dapat masuk ke dalam sepatu (Khamdani,

2009). Dalam dunia pekerjaan segala kendala harus dihindari untuk mencapai

produktivitas yang optimal.

Salah satu kendala kerja adalah penyakit yang menimbulkan dua kali lipat

kerugian yaitu kerugian waktu kerja dan kerugian dalam hal biaya pengobatan oleh

perusahaan (Situmeang, 2008). Perusahaan mengenal dua katagori penyakit yaitu

penyakit akibat kerja dan penyakit umum. Pencegahan penyakit akibat kerja dapat

dimulai dengan pengendalian faktor penyebab pengganggu kesehatan kerja.

2.3.3. Kerangka Teori


Manajemen Penyakit

Sumber Agen Media Transmisi Komunitas Dampak :


Penyakit. (Lingkungan) (Perilaku ) Dermatitis
• Udara Usia, Kontak
Pengguna  • Air   
Jenis kelamin • Sakit
Pestisida • Pangan /tanah Masa Kerja • Sehat
• Vektor penular Lama Kontak
• Manusia Kebersihan Perorangan
Peggunaan APD

Agen Penyakit

Kebijakan/Politik, iklim,topografi,
Gambar 2.3. Kerangka Teorisuhu,
Kejadian
dll Penyakit (Teori Simpul)
Sumber : Achmadi, 2012
Kebijakan /politik, iklim, topografi,
suhu , dll

Universitas Sumatera Utara


Kebijakan /politik, iklim, topografi,
47

Berikut uraian masing masing simpul (Achmadi, 2012)

1. Simpul1: Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik yang menyimpan dan/atau menggandakan agen

penyakit serta mengeluarkan atau meng-emisikan agen penyakit. Agen penyakit adalah

komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui media

perantara (yang juga komponen lingkungan) misalnya bahan kimia toksik,

mikroorganisma seperti virus yang terus menerus bermutasi, penderita penyakit

ataupun binatang reservoir.

2. Simpul 2 : Media Transmisi Penyakit

Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media transmisi

penyakit yakni :

1. Air baik yang dikonsumsi atau untuk keperluan lainnya

2. Tanah atau pangan

3. Binatang/serangga penular penyakit/vektor

4. Manusia melalui kontak langsung

Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalau didalamnya tidak

mengandung agen penyakit. Begitu pula sebaliknya, misalnya air dikatakan

memiliki potensi dan menjadi media tranmisi apabila air tersebut mengandung

pestisida, logam berat, bakteri Escheria coli, bakteri Vibrio Cholera.

Universitas Sumatera Utara


48

3. Simpul 3 : Perilaku Pemajanan (Behavioral Exposure)

Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen

lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent penyakit). Misalnya,

jumlah pestisida yang mengenai kulit seorang petani ketika sedang menyemprot

tanaman padi di sawah, mengkonsumsi sejumlah air minum yang mengandung

cadmium. Jumlah kontak pada setiap orang berbeda satu dengan lainnya karena

ditentukan oleh perilakunya.

4. Simpul 4 : Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk

dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Ada tiga

gradasi penderita penyakit yaitu akut, subklinik, dan penderita penyakit kategori

samara atau subtle.Tentu saja kelompok masyarakat sehat yang harus kita lindungi agar

terhindar dari ancaman agen penyakit.

5. Simpul 5 : Variabel Suprasistem

Kejadian penyakit itu sendiri dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5,

yakni variabel iklim, topografi, temporal, dan suprasistem misalnya keputusan politik

seperti kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua simpul. Varibel ini juga harus

diperhitungkan dalam setiap analisis kejadian penyakit. Misalnya kebijakan kenaikan

Bahan Bakar Minyak (BBM) akan menyebabkan penghematan, yang pada akhirnya

akan mengurangi pencemaran udara.

Universitas Sumatera Utara


49

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Pekerja dengan Pestisida

Variabel Independen Variabel Dependen

Umur

Jenis Kelamin

Masa Kerja

Dermatitis
Lama Kontak
Kontak

Kebersihan
Perorangan

Penggunaan APD Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

2.5. Hipotesis

1. Ada pengaruh umur terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di

PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.

2. Ada pengaruh jenis kelamina terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja

kebun di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.

3. Ada pengaruh masa kerja terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja

kebun di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.

4. Ada pengaruh lama kontak terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja

kebun di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


50

5. Ada pengaruh kebersihan perorangan terhadap kejadian dermatitis kontak pada

pekerja kebun di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera

Utara.

6. Ada pengaruh penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap kejadian

dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X Kecamatan DM Kabupaten

Serdang Bedagai Sumatera Utara.

7. Ada pengaruh pemakaian pestisida terhadap kejadian dermatitis kontak pada

pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan variabel berupa umur, jenis kelamin,

masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan, penggunaan APD .

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis survai bersifat

analitik dengan menggunakan desain Cross-Sectional, yaitu penelitian dimana variabel

sebab dan akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara

stimulan dalam waktu bersamaan (Larasati, 2016), sehingga dapat mendeskripsikan

untuk menggambarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis

kontak pada pekerja kebun.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemakaian pestisida

terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X Kecamatan DM

Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara dengan beberapa faktor seperti umur,

jenis kelamin, masa bekerja, lama kontak, kebersihan perorangan dan penggunaan alat

pelindung diri.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perkebunan PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang

Bedagai Sumatera Utara. Alasan penelitian dilakukan di lokasi ini adalah:

1. Belum pernah dilakukan penelitian sejenis di tempat ini. Pada observasi awal

beberapa pekerja mengalami gatal-gatal pada daerah yang terkena pestisida dan

menghilang bila beberapa hari tidak kontak saat beristirahat dan akan timbul lagi

51

Universitas Sumatera Utara


52

gatal bila kembali bekerja pada tempat yang sama sebelumnya.

2. Adanya kecenderungan peningkatan kejadian dermatitis kontak pada pada tahun

2015 sekitar 5 % (Laporan kesehatan tahunan PT X)

3. Para pekerja kebun terpapar dengan larutan pestisida sekitar > 4-8 jam perhari dan

5-6 hari dalam seminggu.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 10 bulan, dilaksanakan mulai dari Desember 2016

sampai dengan September 2017, yang di mulai dengan pengajuan judul, survei awal,

penelusuran pustaka, konsultasi dari pembimbing, mempersiapkan proposal penelitian,

kolokium, pengumpulan data, pengolahan data, seminar hasil dan ujian tesis.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah adalah seluruh pekerja yang terpajan dengan

pestisida yaitu sebanyak 101 orang yang terdiri dari 1 orang penjaga gudang, 3 orang

opas pembagi pestisida ke tiap avdeling, 7 orang pengaduk larutan yang dilakukan oleh

mandor, 90 orang tenaga penyemprot.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya

(Notoatmodjo, 2010). Jumlah sampel yang di teliti dalam penelitian ini adalah seluruh

pekerja yang terpapar dengan pestisida di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang

Bedagai Propinsi Sumatera Utara yang berjumlah 101 orang (total sampling).

Universitas Sumatera Utara


53

3.4. Metode Pengumpulan Data

Sumber data penelitian dapat diambil dari :

3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data-data dari pekerja kebun dengan cara :

1. Diagnosa langsung oleh dokter umum di Poli Kebun PT X.

2. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur dan observasi

dilakukan peneliti pada pekerja kebun yang meliputi umur, jenis kelamin, masa

kerja, lama kontak, kebersihan perorangan, dan penggunaan alat pelindung diri.

3. Observasi langsung pada pekerja saat pekerja melakukan pekerjaan.

4. Pengisian kuesioner yang telah dipersiapkan.

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder yaitu data pendukung yang diperoleh dari bagian administrasi

Kantor Kecamatan DM, kantor-kantor kelurahan dan instansi-instansi lain yang terkait

berupa data wilayah, data demografi dan data lain yang dibutuhkan untuk menunjang

penelitian.

3.5 Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

Uji validitas dilakukan dengan cara mengkorelasi antara skor masing-masing

variabel dengan skor totalnya. Kelayakan menggunakan instrument yang akan dipakai

untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reabilitas. Uji dilakukan kepada 101

responden di Desa Havea, Kecamatan DM, dengan alasan memiliki tenaga penyemprot

pestisida yang relative sama dengan lokasi penelitain. Uji validitas kuesioner, khusus

dilakukan untuk pertanyaan variabel kebersihan perorangan dan penggunaan APD

Universitas Sumatera Utara


54

dengan membandingkan nilai r tabel dengan r hasil. Nilai r tabel dengan menggunakan

tingkat kemaknaan 5 % maka didapat angka r tabel = 0,1956. Nilai r hasil dari masing-

masing pertanyaan dibandingkan dengan r tabel, bila r hasil > r tabel, maka pertanyaan

tersebut valid dan bila r alpha > r tabel maka pertanyaan tersebut reliable. Lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Validitas dan Reabilitas Kuesioner Kebersihan


Perorangan dan Penggunaan APD

Variabel R Hasil R tabel Alpha Keterangan


KP1 0,859 0,1956 Valid dan Reliabel
KP2 0,836 0,1956 Valid dan Reliabel
KP3 0,837 0,1956 Valid dan Reliabel
KP4 0,863 0,1956 0,880 Valid dan Reliabel
APD1 0,928 0,1956 Valid dan Reliabel
APD2 0,894 0,1956 Valid dan Reliabel
APD3 0,868 0,1956 Valid dan Reliabel

Dari Tabel 3.1 di atas terlihat bahwa semua pertanyaan mendapat nilai r hasil > r tabel

demikian r Alpha > r tabel, dengan demikian kuesioner dinyatakan valid dan reliabel.

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.6.1 Variabel Penelitian

Menurut Khamdani, (2009) variabel adalah objek penelitian atau yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel Independent atau Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab

timbulnya atau berubahnya variabel terikat (dependen), (Khamdani, 2009). Adapun

Universitas Sumatera Utara


55

variabel independent (variabel bebas) dalam penelitian ini adalah umur, jenis

kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan, dan penggunaan APD.

2. Variabel Dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Independent) (Khamdani,

2009). Variabel dependen pada penelitian ini adalah dermatitis kontak.

3.6.2. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

N Variabel Definisi Operasional Cara dan Hasil Ukur


o Independen Alat Ukur Skala
1 Umur lamanya waktu hidup Kuesioner < 40 tahun Ordinal
seseorang dalam tahun ≥ 40 tahun
yang dihitung sejak
seseorang (responden)
dilahirkan (Purba,
2010).
2 Jenis Perbedaan bentuk, sifat Kuesioner Laki-laki Ordinal
Kelamin dan fungsi biologi laki-
laki dan perempuan
yang menentukan
perbedaan peran
mereka dalam
menyelenggarakan
upaya meneruskan
garis keturunan
3 Masa Kerja Lamanya pekerja Kuesioner Sedang : Ordinal
bekerja di suatu tempat 2-10 tahun
(Prasetyo, D.A., 2014). Lama :>10
thn
4 Lama Kontak Lama para pekerja Kuesioner Singkat: Ordinal
tersebut kontak dengan ≤ 4jam/hari
bahan pestisida setiap Sedang:
kali bekerja dalam >4-8jam/hari
sehari

Universitas Sumatera Utara


56

Tabel 3.2 (Lanjutan)


5 Kebersihan Tindakan pekerja itu Kuesioner Baik: Ordinal
Perorangan sendiri setelah selesai Skor ≥12
melakukan pekerjaan Buruk:
meliputi mencuci Skor <12
tangan,membersihkan
diri, ganti pakaian
dengan yang bersih
setelah pulang bekerja.
6 Penggunaan Suatu alat yang dipakai Kuesioner Baik: Ordinal
APD untuk melindungi diri Skor ≥9
atau tubuh terhadap Buruk:
bahaya-bahaya Skor <9
kecelakaan kerja saat
bekerja

Variabel Dependen
7. Dermatitis Keadaan sensitasi kulit Diagnosa Positip Ordinal
Kontak akibat pajanan Dokter Negatip
pestisida

3.7. Metode Pengukuran

3.7.1. Variabel Dependen : Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah penyakit kulit yang didiagnosa oleh Dokter Umum

yang bekerja di Poliklinik Kebun PT X. Dikatagorikan positip jika diketemukan

adanya dermatitis kontak, dan negatip jika tidak diketemukan dermatitis kontak.

Dermatitis kontak dinyatakan positip jika mempunyai gejala atau bentuk berikut ini :

Dermatitis Kontak Klinis : Bentuk dermatitis kontak dengan kelainan yang tampak

pada kulit berupa eritema, edema, papul, vesikul, skuama, hyperkeratosis, fisura atau

kombinasinya. Kelainan kulit dapat berlokasi dibagian-bagian tubuh yang

memungkinkan terjadinya kontak langsung dengan pestisida.

Universitas Sumatera Utara


57

3.7.2. Variabel Independen berupa :

1. Umur : ditentukan berdasarkan hasil wawancara pada kuesioner.

2. Jenis kelamin : Perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan

yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya

meneruskan garis keturunan.Untuk pengukuran : Laki-laki=1 dan perempuan=2.

3. Masa kerja : yang dihitung adalah masa kerja sebagai pekerja kebun di PT X. Untuk

pengukuran maka dibuat pengelompokan :

a. Sedang (2- 10 tahun)

b. Lama (≥10 tahun)

4. Lama kontak merupakan informasi tentang lama kontak pekerja kebun dengan

pestisida saat bekerja di kebun dalam satu hari.

Pengelompokan :

a. singkat (≤ 4 jam/hari)

b. sedang (>4 – 8 jam/hari)

5. Kebersihan Perorangan adalah tindakan atau pernyataan pekerja kebun tentang

kebiasaan pemeliharaan kebersihan diri setelah melakukan pekerjaannya seperti

mencuci tangan dan kaki serta sela-sela jari sampai bersih, membersihkan diri,

mencuci pakaian kerja setelah melakukan kerja, memakai pakaian yang bersih dari

pestisida saat memulai kerja. Kebersihan perorangan diukur dengan memberikan

skor pada kuesioner dimana :

Universitas Sumatera Utara


58

a. Selalu berarti frekuensi setiap saat diberi skor 5

b. Sering berarti frekuensi  3x/minggu, diberi skor 4

c. Kadang berarti frekuensi 2-3 x/ minggu, diberi skor 3

d. Jarang berarti frekuensi 1 x/ minggu, diberi skor 2

e. Tidak pernah, akan diberi skor 1

Penilaian katagori dengan cara membagi indikator menjadi 2 bagian yaitu:

1. Kebersihan perorangan buruk bila skor  12.

2. Kebersihan perorangan baik bila skor ≥ 75% dari (4x5-4) yaitu ≥ 12

6. Penggunaan APD merupakan informasi tentang kebiasaan pekerja kebun atau

petani dalam penggunaan alat pelindung diri yang terdiri dari sepatu boot, sarung

tangan plastik, baju lengan panjang, celana panjang, kaca mata pelindung, topi, dan

masker. Penggunaan APD diukur dengan memberikan skor pada kuesioner dimana:

a. Selalu berarti frekuensi setiap saat, diberi skor 5

b. Sering berarti frekuensi  3x/minggu, diberi skor 4

c. Kadang berarti frekuensi 2-3 x/ minggu, diberi skor 3

d. Jarang berarti frekuensi 1 x/ minggu, diberi skor 2

e. Tidak pernah, akan diberi skor 1

Penilaian katagori penggunaan APD dibuat dengan cara membagi indikator menjadi

2 bagian yaitu:

1. Penggunaan APD buruk bila skor  9.

Universitas Sumatera Utara


59

2. Penggunaan APD baik bila skor ≥ 75% dari (3x5-3) yaitu ≥ 9

3.8. Metode Analisa Data

Analisis data dalam penelitian ini meliputi beberapa analisa:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap masing-masing variabel dari hasil

penelitian yang berguna untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari setiap

variabel. Dalam penelitian ini, analisis univariat digunakan untuk menggambarkan

distribusi dari variabel bebas (umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kontak,

kebersihan perorangan, penggunaan APD) serta variabel terikat (dermatitis kontak).

Analisa univariat dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk tiap

variabel yang diamati.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square guna

mengetahui pengaruh antara variabel bebas (umur, jenis kelamin, masa kerja, lama

kontak, kebersihan perorangan, penggunaan APD) serta variabel terikat (dermatitis

kontak) sehingga diketahui variabel mana yang berpengaruh terhadap variabel

dependen dan bermakna secara statistik.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengukur factor yang paling dominan

mempengaruhi di antara lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu

Universitas Sumatera Utara


60

dermatitis kontak, dengan menggunakan uji statistik regresi logistic berganda dengan

model persamaan:

P(Y) = 1

𝑒 −𝑦
Dimana:
Y = Dermatitis kontak
y = ßо+ß1x1+ß2x2+ßnxn
X1 = Variabel bebas 1
X2 = Variabel bebas 2
ßо =Intercep (konstanta)
ß1- ß2 = koefisien regresi
e = 2,71

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT X yang terletak di desa Martebing Kecamatan DM

Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara dengan responden 101 orang

yang terdiri dari 1 orang penjaga gudang, 3 orang opas pembagi pestisida ke tiap sektor

(avdeling), 7 orang pengaduk larutan yang dilakukan oleh mandor, 90 orang tenaga

penyemprot. Perusahaan X bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit dan perkebunan

karet yang berdiri sejak tahun 1986 serta merupakan salah satu anak perusahaan PT X

Pusat di Medan. PT X Pusat di Indonesia membawahi sekitar 48.083 ha dan menyebar

di 9 lokasi perkebunan sawit di Aceh dan Sumatera Utara serta 4 lokasi perkebunan

karet di Sumatera Utara.

Kecamatan DM terdiri dari 24 desa dan 4 kelurahan. PT X terletak 73 km dari

kota Medan. Secara administratif Kebun PT X berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kota DM

Sebelah Timur : Kampung Bntn

Sebelah Selatan : Kampung B C

Sebelah Barat : Kebun S D

Topografi Kecamatan DM berupa lahan datar hingga bergelombang dengan

ketinggian 0-50 m di atas permukaan laut. PT X mempunyai lahan 4.649,00 ha dengan

luas areal hak guna usaha (HGU) 4.560,62 ha dan non HGU 88,38 ha. Dari areal HGU

61

Universitas Sumatera Utara


62

tersebut, lahan yang telah ditanami kelapa sawit hanya sekitar 3.335,64 ha dan tanaman

karet sekitar 1.224,98 ha. Hal ini disebabkan karena adanya areal yang dijadikan

sebagai sarana dan prasarana seluas 88,38 ha. (Kantor PT X, 2012). Pada tanaman

kelapa sawit yang dibudidayakan di PT. X adalah varietas Tenera, hasil persilangan

Dura dan Pisifera, yang seluruhnya berasal dari Tenera Socfindo. Pola tanam yang

digunakan untuk penanaman kelapa sawit di PT X adalah pola tanam segitiga sama sisi

dengan jarak tanam yang digunakan adalah 9,0 m x 9,0 m x 9,0 m dengan jarak antar

barisan 7,8 m sehingga populasi per hektarnya 143 pokok.

4.2 Analisis Univariat

A. Karakterisik Responden

Karakteristik pekerja kebun meliputi umur, jenis kelamin, masa kerja dapat

dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1 Disribusi Frekuensi Karakteristik Responden pada Pekerja Kebun


di PT X Kecamatan DM Tahun 2017
No Variabel Jumlah Persentase
(n=101) (%)
1 Umur
≥ 40 tahun 16 15,8
< 40 tahun 85 84,2
Total 101 100,0
2 Jenis Kelamin
Perempuan 79 78,22
Laki-laki 22 21,78
Total 101 100,0
3 Masa Kerja
Lama (>10 tahun) 27 26,7
Sedang (2-10 tahun) 74 73,3
Total 101 100,0

Universitas Sumatera Utara


63

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa proporsi umur responden

mayoritas pada < 40 tahun sebesar 84,2% dan mayoritas pekerja berjenis kelamin

perempuan yaitu sebesar 78,22% sementara berdasarkan masa kerja mayoritas pekerja

bekerja 2-10 tahun sebanyak 73,3%.

B. Distribusi Frekuensi Lama Kontak, Kebersihan Perorangan dan Penggunaan


APD pada Pekerja Kebun PT X di Kecamatan DM Tahun 2017

Secara keseluruhan mayoritas pekerja bekerja dengan lama kontak 4-8 jam/ hari

sebanyak 96,0%. Mayoritas pekerja dengan kebersihan perorangan baik yaitu sebesar

60,4%. Dan mayoritas pekerja bekerja dengan Penggunaan APD baik sebesar 63,4%.

Hasil distribusi frekuensi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Lama Kontak, Kebersihan Perorangan dan


Penggunaan APD pada Pekerja Kebun PT X di Kecamatan DM Tahun 2017

N Variabel Jumlah (n=101) Persentase (%)


o
1Lama Kontak
Sedang(>4-8 jam/hari) 97 96,0
Singkat (≤ 4 jam/hari) 4 4,0
Total 101 100,0
2Kebersihan Perorangan
Buruk 40 39,6
Baik 61 60,4
Total 101 100,0
3 Penggunaan APD
Buruk 37 36,6
Baik 64 63,4
Total 101 100,0

Universitas Sumatera Utara


64

1. Lama Kontak
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa mayoritas pekerja kebun yang

mempunyai lama kontak sedang (>4-8 jam) adalah sebanyak 97 orang (96,0%), dan

pekerja kebun yang mempunyai lama kontak ≤ 4 jam sebanyak 4 orang (4%).

2. Kebersihan Perorangan

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa mayoritas pekerja kebun dengan

kebersihan perorangan kriteria yang baik (skor ≥ 12) adalah sebanyak 61 orang

(60,4%), dan pekerja kebun dengan kebersihan perorangan kriteria yang buruk (skor

< 12) sebanyak 40 orang (39,6%). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada

101 orang responden menunjukan bahwa ada 58 orang (57,4%) yang selalu mencuci

tangan dan kaki serta sela-sela jari dengan air bersih dan sabun setelah melakukan

pekerjaan (setelah berhubungan dengan pestisida), sedangkan 2 orang (1,9%)

menyatakan tidak pernah mencuci tangan dan kaki serta sela-sela jari dengan air bersih

dan sabun setelah melakukan pekerjaan (setelah berhubungan dengan pestisida).

Disamping itu dijumpai ada 48 orang (47,5%) yang menyatakan segera

membersihkan diri (mandi) setelah selesai melakukan pekerjaan walaupun dijumpai

juga 2 orang yang menyatakan tidak pernah segera membersihkan diri (mandi) setelah

selesai melakukan pekerjaan. Sebanyak 53 orang (52,5%) menyatakan pakaian kerja

segera dicuci setelah melakukan pekerjaan dan sebanyak 48 orang (47,5%) menyatakan

pakaian kerja bersih dari bahan pestisida sebelum bekerja setiap hari. Secara jelas dapat

dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara


65

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jawaban Mengenai Pertanyaan


Kebersihan Perorangan di PT X Tahun 2017

No Pernyataan Selalu Sering, Kadang- Jarang, Tidak


3x/mgg kadang, 1x/mgg Pernah
2-3x/mgg
n % n % n % n % n %
1 Anda mencuci 58 57,4 4 3,9 2 0 19,8 17 16,8 2 1,9
tangan dan kaki
serta sela-sela jari
dengan air bersih
dan sabun setelah
melakukan
pekerjaan (setelah
berhubungan
dengan pestisida
2 Anda segera 47 46,5 1 10,9 25 24,7 16 15,8 2 1,9
membersihkan diri
(mandi) setelah
selesai melakukan
pekerjaan?
3 Pakaian kerja 53 52,5 10 9,9 18 17,8 20 19,8 0 0
segera dicuci
setelah melakukan
pekerjaan
4 Pakaian kerja 48 47,8 10 9,9 2 2 21,8 21 20,8 0 0
Anda bersih dari
bahan pestisida
sebelum bekerja
setiap hari ?

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa mayoritas pekerja kebun dengan

penggunaan APD kriteria yang baik (skor ≥ 9) adalah sebanyak 64 orang (63,4%), dan

pekerja kebun dengan penggunaan alat pelindung diri dengan kriteria yang buruk (skor

Universitas Sumatera Utara


66

< 9) sebanyak 37 orang (36,6%). Secara jelas jawaban pertanyaan mengenai

penggunaan alat pelindung diri dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Mengenai Pertanyaan


Penggunaan Alat Pelindunng Diri di PT X Tahun 2017

N Pernyataan Selalu Sering, Kadang- Jarang, Tidak


o (3x/mgg) kadang, (1x/mgg) Pernah
(2-3 x/mgg)
n % n % n % n % n %
1 Saat bekerja anda 62 61,4 5 4,9 10 9,9 23 22,9 1 0,9
menggunakan APD
(Pakaian kerja, sarung
tangan, sepatu-
pengaman, kaca mata
pelindung. topi) :
dengan lengkap?

2 Anda memastikan diri 63 62,4 6 5,9 18 17,8 14 13,9 0 0


bahwa badan anda
kering sebelum
memakai APD saat
bekerja?.

3 Anda berpikir dengan 59 58,5 4 3,9 19 18,8 19 18,8 0 0


memakai alat
pelindung diri yang
lengkap dapat
menghindari gatal-
gatal atau luka dikulit.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 101 orang pekerja

kebun menunjukan bahwa ada 62 responden (61,4%) yang menyatakan saat

bekerja selalu menggunakan APD (pakaian kerja, sarung tangan, sepatu-

pengaman, kaca mata pelindung. topi): dengan lengkap, tetapi ada 1 responden

Universitas Sumatera Utara


67

(0,9%) menyatakan tidak pernah saat bekerja menggunakan APD (pakaian

kerja, sarung tangan, sepatu- pengaman, kaca mata pelindung. topi) : dengan

lengkap. Sebanyak 63 responden (62,4%) menyatakan bahwa mereka

memastikan diri bahwa badan mereka kering sebelum memakai APD saat

bekerja. Demikian juga sebanyak 59 responden (58,5%) yang menyatakan

mereka berpikir dengan memakai alat pelindung diri yang lengkap dapat

menghindari gatal-gatal atau luka dikulit.

C. Dermatitis Kontak

Pemeriksaan dermatitis kontak dilakukan oleh dokter umum. Berdasarkan

penelitian menunjukkan bahwa pekerja kebun yang terdiagnosa dermatitis

kontak adalah sebanyak 32 orang (31,7%), dan pekerja kebun yang tidak

ditemukan dermatitis kontak adalah sebanyak 69 orang (68,3%) seperti

disajikan pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Dermatitis Kontak pada Pekerja Kebun di


PT X Kecamatan DM Tahun 2017
Variabel Katagori Jumlah Persentasi
(orang) (%)

Dermatitis Kontak Positif 32 31,7%


Negatif 69 68,3%
Total 101 100,0%

Hasil observasi yang dijumpai saat penelitian tentang kejadian dermatitis

terhadap pekerja kebun di PT X tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut

ini :

Universitas Sumatera Utara


68

Tabel 4.6 Hasil Observasi Kejadian Dermatitis Kontak terhadap Pekerja


Kebun di PT X Tahun 2017

No n=32 %
1. Lokasi terpapar/ 1. Wajah 3 9,4
terkena pestisida
2. Leher 0 0
3. Kaki (tapak dan punggung 1 3,1
kaki)
4. Lengan 9 28,1
5. Tangan(tapak dan 12 37,5
punggung tangan)
6. Tungkai 7 21,9
2. Gejala rasa panas 18 56,25
3. Kulit kemerahan 14 43,75
4. Gejala rasa gatal 17 53,12
5. Kulit bengkak 7 21,87

Tampak pada tabel 4.6 lokasi yang tersering terpapar atau terkena pestisida

adalah tangan yaitu pada tapak dan punggung tangan diikuti oleh lengan tangan,

sedangkan gejala tersering yang dirasakan setelah terpapar pestisida ada rasa panas,

rasa gatal dan kulit menjadi kemerahan. Beberapa kelainan kulit yang didapati pada

saat penelitian dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 4.7 Efloresensi (kelainan kulit) pada Dermatitis Kontak


No Effloresensi (kelainan kulit) n=32 %
1 Erythema 14 43,75
2 Edema 4 12,5
3 Papula 7 21,875
4 Vesikel 7 21,875
5 Squama 6 18,75
6 Hyperkeratosis 8 0,25
7 Fissura 10 31,25

Universitas Sumatera Utara


69

4.3 Analisis Bivariat

Pengaruh umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan

dan penggunaan APD terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun PT X

pada tahun 2017 disajikan pada tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel


Dependen pada Pekerja Kebun PT X pada Tahun 2017

Variabel Dependen Dermatitis Kontak


Positif Negatif p RP 95%CI
n % n %
Variabel Independen
Umur
≥ 40 tahun 11 68,8 5 31,3 0,001 6,705 2,088-21,525
< 40 tahun 21 24,7 64 75,3
Jenis Kelamin
Laki-laki 9 40,9 13 59,1 0,428 1,686 0,633-4,486
Perempuan 23 29,1 56 70,9
Masa Kerja
Lama (>10 tahun) 18 66,7 9 33,3 0,001 8,571 3,187-23,051
Sedang (2-10 tahun) 14 18,9 60 81,1
Lama Kontak
Sedang (>4-8 jam/hari) 31 32,0 66 68,0 1,000 1,409 0,141-14,098
Singkat (≤ 4jam/hari) 1 25,0 3 75,0
Kebersihan Perorangan
Buruk 15 37,5 25 62,5 0,424 1,553 0,664-3,634
Baik 17 27,9 44 72,1
Penggunaan APD
Buruk 18 48,6 19 51,4 0,010 3,383 1,409-8,122
Baik 14 21,9 50 78,1

Pengaruh antara variabel independen yaitu sebagai berikut : umur, jenis

kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan, penggunaan alat pelindung

diri terhadap variabel dependen yaitu dermatitis kontak untuk mengetahuinya

Universitas Sumatera Utara


70

dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square. Bila hasil dari uji

tersebut diperoleh nilai p < 0,05 maka dikatakan ada pengaruh yang bermakna secara

statistik antara kedua variabel (Notoadmojo, 2010). Responden pada kelompok yang

berumur ≥ 40 tahun mengalami dermatitis kontak sebanyak 11 orang (68,8%) dan pada

kelompok yang berumur < 40 tahun mengalami dermatitdis kontak sebanyak 21 orang

(24,7%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna

antara umur pekerja terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X

dengan nilai p-value = 0,001 (< 0,05).

Pengaruh jenis kelamin terhadap dermatitis kontak pada Pekerja Kebun PT X

pada Tahun 2017 didapati responden laki-laki yang mengalami dermatitis kontak

sebanyak 9 orang (40,9%) sedangkan responden perempuan yang mengalami

dermatitis kontak sebanyak 23 orang (29,1%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan

bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna jenis kelamin pekerja terhadap kejadian

dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X dengan nilai p-value = 0,428 (>0,05).

Pengaruh masa kerja terhadap dermatitis kontak pada Pekerja Kebun PT X pada

Tahun 2017 didapati bahwa responden dengan masa kerja lama (> 10 tahun) yang

mengalami dermatitis kontak sebanyak 18 orang (66,7%), sedangkan responden

dengan masa kerja sedang (2-10 tahun) yang mengalami dermatitis kontak sebanyak

14 orang (18,9%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada pengaruh yang

bermakna masa kerja pekerja terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun

di PT X dengan nilai p-value = 0,001 (< 0,05).

Universitas Sumatera Utara


71

Pengaruh lama kontak terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun

PT X pada tahun 2017 dapat dilihat pada responden dengan lama kontak sedang (>4-8

jam/hari) yang mengalami sebanyak 31 orang (32,0%), sedangkan lama kontak singkat

(≤ 4 jam/hari) yang mengalami dermatitis kontak sebanyak 1 orang (25,0%). Hasil uji

Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna lama kontak

terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X dengan nilai p-value

= 1,000 (>0,05).

Pengaruh kebersihan perorangan terhadap kejadian dermatitis kontak pada

pekerja kebun PT X pada tahun 2017 dapat dilihat dimana responden dengan

kebersihan perorangan buruk (skor12) yang mengalami dermatitis kontak sebanyak

15 orang (37,5%) sementara dengan kebersihan perorangan baik (skor ≥12) yang

mengalami dermatitis kontak sebanyak 17 orang (27,9%). Hasil uji Chi-Square

menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna kebersihan perorangan

terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X dengan nilai p-value

= 0,424 (>0,05).

Pengaruh penggunaan APD terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja

kebun PT X pada tahun 2017 dapat dilihat dari tabel dimana responden dengan

penggunaan APD buruk (skor  9) yang mengalami dermatitis kontak sebanyak 18

orang (48,6%) sementara pada pekerja kebun dengan penggunaan APD baik (skor ≥

9) yang mengalami dermatitis kontak sebanyak 14 orang (21,9%). Hasil uji Chi-Square

Universitas Sumatera Utara


72

menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna penggunaan APD terhadap kejadian

dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X dengan nilai p-value = 0,010 (<0,05).

4.4 Analisis Multivariat

Untuk menganalisa tentang faktor-faktor yang paling dominan berpengaruh

terhadap terjadinya dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X dilakukan analisis

multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda dimana harus dilakukan

analisa bivariat terlebih dahulu dan dari tabel hasil analisa bivariat diambil faktor-faktor

yang mempunyai nilai p < 0,25. Adapun pemilihan variabel kandidat model pada

analisis multivariat dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini:

Tabel 4.9 Pemilihan Variabel sebagai Kandidat Model pada Analisis Multivariat

No Variabel p
1 Masa Kerja 0,001
2 Umur 0,001
3 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) 0,010

Variabel yang mempunyai nilai probabilitas (p) lebih kecil dari 0,25 adalah

variabel umur, masa kerja, penggunaan APD. Selanjutnya seluruh variabel tersebut

dengan metode enter dimasukan secara bersama-sama, kemudian variabel yang bernilai

p>0,05 akan dikeluarkan secara otomatis dari komputer sehingga didapat yang variabel

berpengaruh. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa variabel yang

terpilih dalam model akhir regresi logistik ganda dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut:

Universitas Sumatera Utara


73

Tabel 4.10 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda untuk Indentifikasi
Variabel Paling Berpengaruh terhadap Kejadian Dermatitis Kontak di PT X
Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017

Variabel B Sig. EXP(B) 95% C I


Masa Kerja 2,050 0,001 7,771 2,810-21,486
Penggunaan APD 1,057 0,033 2,877 1,090-7,595
Constanta -1,859 0,001 0,156
Model persamaan regresi logistic berganda yang dapat memprediksi terjadinya
dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X Kecamatan DM tahun 2017 adalah
sebagai berikut :
1
P(Y) =
e− y

1
= − ( −1,859+ 2 , 050 masa kerja +1,057 penggunaan APD)
e

Dimana:

Y = Kejadian dermatitis kontak

X1 = Masa Kerja (2,050)

X2 = Penggunaan APD (1,057)

A = Konstanta (-1,859)

Interpretasi dari Persamaan diatas:

1. Untuk setiap perubahan masa kerja akan menurunkan kejadian dermatitis kontak

sebanyak 2,050 kali lipat

2. Untuk setiap perubahan penggunaan APD yang baik akan membantu

pencegahan kejadian dermatitis kontak sebanyak 1,057 kali lipat.

Universitas Sumatera Utara


74

Berdasarkan hasil analisis multivariat diperoleh bahwa masa kerja dengan nilai

p=0,001 (nilai p<0,05) serta memiliki Exp (B) 7,771 yang artinya masa kerja

merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi pekerja kebun yang terpapar

pestisida terhadap kejadian dermatitis kontak dimana pekerja kebun yang masa kerja

lebih dari 10 tahun memiliki peluang sebesar 7,771 kali lebih besar dibandingkan

pekerja kebun yang bekerja 2-10 tahun dengan 95% CI (2,810-21,486) setelah

dikontrol oleh faktor umur dan penggunaan APD.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Faktor Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Lama Kontak, Kebersihan
Perorangan, Penggunaan APD terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada
Pekerja Kebun

5.1.1 Umur
Berdasarkan hasil uji univariat menunjukkan bahwa mayoritas responden

mempunyai katagori umur dewasa muda kurang dari 40 tahun yaitu sebanyak 85 orang

(84,2%) dan responden yang berumur lebih dari sama dengan 40 tahun sebanyak 16

orang (15,8%). Umur dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental, ketelitian bekerja,

dan tanggung jawab seseorang dalam bekerja. Umur pekerja dewasa muda diyakini

dapat membangun kesehatannya dengan cara mencegah suatu penyakit atau

menanggulangi gangguan penyakit . Untuk melakukan kegiatan tersebut pekerja muda

akan lebih disiplin menjaga kesehatannya. Sedangkan pekerja tua akan mengalami

pelepasan dan kebebasannya dalam kehidupan bersosialisasi (Khamdani, 2009).

Pada penelitian ini didapati umur lebih muda lebih banyak daripada yang

berumur lebih tua. Hal ini dapat disebabkan karena batasan umur yang diambil adalah

umur 40 tahun, sementara penerimaan karyawan dimulai dari usia 18 tahun dan batas

pensiun diusia 55 tahun sehingga bisa saja dijumpai mayoritas umur muda dibawah 40

tahun. Batasan umur 40 tahun dipergunakan pada penelitian ini untuk mengetahui

apakah umur lebih dari atau sama dengan 40 tahun berpengaruh terhadap kejadian

dermatitis kontak karena menurut Ress, B (1986) sesudah umur 40 tahun dijumpai

75

Universitas Sumatera Utara


76

degenerasi atau penurunan fungsi kulit semakin nyata dimana melibatkan jaringan

collagen dan keelastisan kulit yang mulai menurun pada akhirnya akan menyebabkan

kekacauan pada jaringan kulit itu sendiri. Pada akhirnya destruksi yang masif dari

jaringan colagen akan melibatkan sebagian besar kerusakan jaringan kulit berupa

tampaknya penipisan dan rapuhnya kulit.

Penelitian ini menyerupai disrtibusi frekuensi berdasarkan umur pada penelitian

Afifah, A (2012) terhadap karyawan binatu di Semarang dimana yang berumur kurang

dari sama dengan 30 tahun sebanyak 31 orang (62%) sementara yang berumur lebih

dari 30 tahun sebanyak 19 orang (38%), dimana ditemukan kelompok usia muda lebih

besar dari kelompok usia tua. Distribusi frekuensi berdasarkan umur pada penelitian

ini juga menyerupai distribusi frekuensi penelitian Larasati (2016) dimana umur < 50

tahun (muda) sebanyak 21 orang (51,2%) dan umur ≥ 50 tahun (48,8%), penelitian

Larasati menunjukkan golongan usia muda lebih banyak dari golongan berusia tua.

5.1.2 Jenis Kelamin

Hasil uji univariat menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 79 orang (78,2%) dan responden yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 22 orang (21,8%). Pada penelitian ini dijumpai karyawan

perempuan lebih banyak daripada karyawan laki-laki. Perekrutan karyawan perempuan

serta ditempatkan dibidang yang berhubungan dengan pestisida lebih banyak diminati

perusahaan dibandingkan perekrutan karyawan laki-laki bisa saja disebabkan anggapan

bahwa perempuan itu lebih teliti, lebih detail, berkonsentrasi, lebih rapi dalam

Universitas Sumatera Utara


77

merealisasikan pencapaian target, selain itu perempuan dianggap tidak gegabah dalam

mengambil keputusan. Hal ini diperlukan karena saat bekerja yang berhubungan

dengan pestisida harus rapi, detail dalam menakar dosis yang mau diberikan serta teliti

juga telaten terhadap cara dan waktu penyemprotan yang baik, berkonsentrasi sehingga

tidak salah dalam pengambilan zat kimia yang dipergunakan, pencapaian target kerja

sesuai rencana misalnya telah selesai penyemprotan sebelum matahari terik sehingga

tidak membahayakan pekerja itu sendiri yang nantinya akan berdampak pada

perusahaan .

Distribusi frekuensi pada penelitian ini menyerupai distribusi frekuensi

penelitian Afifah, A (2012) terhadap karyawan binatu di Semarang dimana mayoritas

berjenis kelamin perempuan sebanyak 41 orang (82%) sementara laki-laki sebanyak 9

orang (18%). Distribusi frekuensi pada penelitian ini menyerupai distribusi frekuensi

penelitian Azhar, K (2011) pada petani rumput laut di Kabupaten Banteng Sulawesi

Selatan dimana mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 130 orang (61,9%)

sementara laki-laki sebanyak 80 orang (38,1%). Tetapi distribusi frekuensi pada

penelitian ini tidak menyerupai distribusi frekuensi penelitian Larasati (2016) terhadap

kelompok tani subur di Serdang Bedagai dimana mayoritas berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 38 orang (92,7%) sementara perempuan sebanyak 3 orang (7,3%).

5.1.3 Masa Kerja

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai

masa kerja 2-10 tahun sebanyak 74 orang (73,3%) sedangkan yang masa kerja lebih

Universitas Sumatera Utara


78

dari 10 tahun yaitu sebanyak 27 orang (26,7%). Masa kerja nantinya diharapkan

diketahui apakah mempunyai pengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak sehingga

perusahaan dapat menindaklanjutinya berupa rotasi atau mutasi pekerja untuk

mengurangi kontak pestisida pada pekerja yang berkepanjangan. Pada penelitian ini

masa kerja 2-10 tahun lebih banyak dijumpai hal ini bisa saja dikarenakan mayoritas

pekerja yang berumur kurang dari 40 tahun pada saat diadakan penelitian atau dengan

perkataan lain saat penelitian lebih banyak pekerja muda yaitu berumur kurang dari 40

tahun dengan masa kerja mayoritas 2- 10 tahun.

Distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja pada penelitian ini tidak

menyerupai distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja pada penelitian Larasati (2016)

terhadap kelompok tani subur di Serdang Bedagai dimana mayoritas pekerja masa kerja

< 17 tahun sebanyak 21 orang (51,2%) dan yang masa kerja ≥ 17 tahun sebanyak 20

orang (48,8%). Distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja pada penelitian ini

menyerupai distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja pada penelitian Lestari (2007)

pada pekerja di PT Inti Panca Press Industri Jakarta Depok dimana mayoritas pekerja

masa kerja > 2 tahun sebanyak 47 orang (58,75%) dan yang masa kerja ≤ 2 tahun

sebanyak 33 orang (41,25%).

5.1. 4 Lama Kontak

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai

katagori lama kontak sedang (>4-8 Jam/hari) yaitu sebanyak 97 orang (96%) dan

Universitas Sumatera Utara


79

responden lama kontak singkat (≤ 4 jam/hari) sebanyak 4 orang (4%). Distribusi

frekuensi berdasarkan lama kontak pada penelitian ini tidak menyerupai distribusi

frekuensi berdasarkan lama kontak pada penelitian Azhar, K (2011) pada petani rumput

laut di Kabupaten Banteng Sulawesi Selatan dimana mayoritas lama kontak ≤

8jam/hari sebanyak 148 orang (70,5%) sementara lama kontak > 8jam/hari sebanyak

62 orang (29,5%).

Kedua penelitian diatas sudah tentu berbeda disebabkan peneliti melakukan

penelitian disebuah perusahaan yang sudah tentu mempunyai batas waktu kerja yang

sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan dimana pekerja mempunyai batas

waktu maksimal perharinya untuk bekerja. Tetapi perbedaan itu bisa juga disebabkan

perbedaan batasan lama kontak yang dipergunakan yaitu lebih atau kurang 8 jam

perhari dengan kurang sama dengan 4 jam perhari atau 4-8 jam perhari.

5.1.5 Kebersihan Perorangan

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa mayoritas responden kebersihan

perorangan bernilai baik yaitu sebanyak 61 orang (60,4%) dan responden dengan

kebersihan perorangan bernilai buruk yaitu sebanyak 40 orang (39,6%). Kebersihan

perorangan yang buruk dijumpai 39,6% ini biasanya terjadi pada pekerja yang

mendapat tugas bekerja dilokasi yang terpelosok dan jauh dari sumber air bersih.

Tetapi bisa saja hal ini dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan sikap pekerja itu sendiri

tentang penting dan perlunya kebersihan perorangan. Misalnya pekerja sudah

mengetahui kulit yang bersih itu baik untuk kesehatan kulit akan tetapi sumber air

Universitas Sumatera Utara


80

untuk mencuci tangan, kaki, dan peralatan jauh dari lokasi tempat bekerja

menyebabkan pekerja yang telah menyelesaikan pekerjaannya cenderung menunda

membersihkan diri.

Distribusi frekuensi berdasarkan kebersihan perorangan pada penelitian ini

tidak menyerupai distribusi frekuensi berdasarkan kebersihan perorangan pada

penelitian Lestari (2007) pada pekerja di PT Inti Panca Press Industri Jakarta Depok

dimana mayoritas kebersihan perorangan kurang baik (buruk) sebanyak 56 orang

(70,%) dan yang kebersihan perorangan baik sebanyak 24 orang (30%).

5.1.6 Penggunaan APD

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa mayoritas responden penggunaan

APD yang baik sebanyak 64 orang (63,6%) dan responden penggunaan APD yang

buruk sebanyak 37 orang (36,6%). Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan

penderita yang mengalami dermatitis kontak lebih sering yang menggunakan sarung

tangan berkain tebal, tetapi oleh karena basahnya sarung tangan disebabkan keringat,

sementara tangan yang basah akan mempercepat penyerapan pestisida melalui kulit

kedalam tubuh dan merusak kulit itu sendiri. Terpaparnya kulit dengan pestisida saat

bekerja sudah tentu akan semakin memperbesar kemungkinan timbulnya kejadian

dermatitis kontak apalagi kadang-kadang pekerja membuka sarung tangannya dengan

alasan panas atau sarung tangan sudah basah terkena keringat ini akan menyebabkan

lebih besar lagi terpaparnya kulit dengan pestisida saat bekerja secara langsung. Dalam

hal ini sarung yang tangan yang baik dipergunakan adalah sarung tangan yang sesuai

Universitas Sumatera Utara


81

standar yaitu tidak tembus cairan sehingga kulit terlindungi dari kontak dengan

pestisida. Menurut Peraturan Pemerintah No 22 tahun 1993 dermatitis kontak termasuk

di dalam penyakit akibat hubungan kerja. Untuk itu perlu dikurangi bahkan kalau

perlu dihindari salah satu caranya dengan menggunakan APD yang baik sesuai standar

yang berlaku mengacu dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 8 Tahun 2010.

Distribusi frekuensi berdasarkan penggunaan APD pada penelitian ini tidak

menyerupai distribusi frekuensi berdasarkan penggunaan APD pada penelitian Larasati

(2016) pada kelompok tani subur di Kabupaten Serdang Bedagai dimana penggunaan

APD tidak lengkap (buruk) sebanyak 40 orang (97,6%) dan penggunaan APD lengkap

(baik) sebanyak 1 orang (2,4%), penelitian Larasati menunjukkan penggunaan APD

buruk lebih banyak dari penggunaan APD baik. Distribusi frekuensi berdasarkan

penggunaan APD pada penelitian ini tidak menyerupai distribusi frekuensi berdasarkan

penggunaan APD pada penelitian Lestari (2007) pada pekerja di PT Inti Panca Press

Industri Jakarta Depok dimana penggunaan APD kurang baik sebanyak 56 orang

(70%) dan penggunaan APD baik sebanyak 24 orang (30%), penelitian Lestari

menunjukkan penggunaan APD kurang baik lebih banyak dari penggunaan APD baik.

Distribusi frekuensi berdasarkan penggunaan APD pada penelitian ini tidak

menyerupai distribusi frekuensi berdasarkan penggunaan APD pada penelitian Azhar

(2011) pada petani rumput laut di Kabupaten Banteng Sulawesi Selatan dimana tidak

memakai APD sebanyak 116 orang (55,23%) dan memakai APD baik sebanyak 94

Universitas Sumatera Utara


82

orang (44,76%), penelitian Azhar menunjukkan tidak memakai APD lebih banyak dari

yang memakai APD.

5.2 Pengaruh Pemakaian Pestisida terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada


Pekerja Kebun

Hasil penelitian terhadap 101 responden pada para pekerja kebun di PT X

yang menderita dermatitis kontak dijumpai sebanyak 32 orang (31,7%) dan tidak

menderita dermatitis kontak sebanyak 69 orang (68,3%). Umumnya pekerja menderita

iritasi pada telapak tangan dengan keluhan nyeri, gatal-gatal, kemerahan, kulit telapak

tangan menebal, kulit kering dan retak-retak, sedangkan yang mengalami atau

merasakan nyeri, rasa panas, kulit bengkak dan melepuh tidak dijumpai. Gatal-gatal

mungkin dapat disebabkan kurang tersedianya air bersih yang diperlukan di sebagian

lapangan atau kebun yang digunakan nantinya untuk mencuci tangan setelah kontak

dengan pestisida sementara air yang dibawa peserta biasanya digunakan untuk

keperluan minum dan cuci tangan sekedarnya sebelum makan, sehingga akhirnya

pestisida yang menempel di tangan, kaki, atau wajah akan mengering dan biasanya

baru di cuci setelah sampai di rumah masing-masing dimana sebahagian pekerja kebun

mempunyai jarak tempuh ke rumah masing-masing bisa memakan waktu kira-kira 1

jam bahkan lebih baru sampai rumah.

Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan penderita yang mengalami

dermatitis kontak lebih sering yang menggunakan sarung tangan berkain tebal, hal ini

sudah tentu akan menyebabkan basahnya sarung tangan dikarenakan keringat

sementara tangan yang basah akan mempercepat penyerapan pestisida melalui kulit

Universitas Sumatera Utara


83

kedalam tubuh dan dengan terpaparnya kulit dengan pestisida saat bekerja, hal itu

sudah tentu akan semakin memperbesar kemungkinan timbulnya kejadian dermatitis

kontak apalagi kadang-kadang pekerja membuka sarung tangannya dengan alasan

panas atau sarung tangan sudah basah terkena keringat ini akan menyebabkan

terpaparnya kulit dengan pestisida saat bekerja secara langsung lebih besar lagi. Dalam

hal ini sarung yang tangan yang baik dipergunakan adalah sarung tangan yang sesuai

standar yaitu tidak tembus cairan sehingga kulit terlindungi dari kontak dengan

pestisida. Merujuk pada Keputusan Presiden No 22 tahun 1993 maka dermatitis kontak

termasuk di dalam penyakit akibat hubungan kerja.

5.2.1 Pengaruh Umur terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja


Kebun di PT X Tahun 2017

Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara umur dan dermatitis kontak

menunjukkan dari 16 orang yang berumur lebih dari sama dengan 40 tahun mengalami

dermatitis kontak sebanyak 11 orang (68,8%), disamping itu dari 85 orang yang

berumur dibawah 40 tahun mengalami dermatitis kontak sebanyak 21 orang (24,7%).

Penelitian uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi- Square menunjukkan

nilai p-value = 0,001 (< 0,05), artinya ada pengaruh yang bermakna antara umur

terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X. Batasan umur 40

tahun diambil untuk mengetahui apakah destruksi yang masive dari jaringan collagen

di usia lebih dari sama dengan 40 tahun dimana melibatkan sebagian besar kerusakan

jaringan kulit berupa tampaknya penipisan dan rapuhnya kulit nantinya akan

mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X kecamatan DM.

Universitas Sumatera Utara


84

Berdasarkan hasil penelitian terbukti dari hasil statistik dengan uji Chi=Square dimana

dijumpai ada pengaruh yang bermakna variabel umur terhadap kejadian dermatitis

kontak, dalam hal ini pekerja yang berumur lebih lebih dari sama dengan 40 tahun

menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang berumur kurang dari

40 tahun mempunyai Rasio Prevalensi (RP) sebesar 6,705.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Anggraini (2014) terhadap

pekerja penyemprot pestisida di Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten

Langkat yang menyimpulkan ada pengaruh yang bermakna umur terhadap kejadian

dermatitis kontak, dimana semakin tua umur seseorang maka efektifitas kekebalan

didalam tubuh yang dimiliki semakin berkurang. Penelitian ini juga sesuai dengan

penelitian Afifah, N (2012) terhadap pekerja proses finishing meubel kayu di wilayah

Ciputat Timur yang menyimpulkan ada pengaruh yang bermakna umur terhadap

kejadian dermatitis kontak, dimana dinyatakan pekerja dengan umur yang lebih tua

cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi terkena dermatitis kontak dibandingkan

dengan umur yang lebih muda. Hal ini dimungkinkan terkait dengan kondisi kulit

mereka serta adanya peningkatan kerentanan terhadap bahan iritan dan kegagalan atau

ketidakteraturan dalam hal pengobatan sehingga memudahkan terjadi dermatitis

kontak. Tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Afifah, A (2012)

terhadap karyawan binatu di Semarang yang menyimpulkan tidak ada pengaruh yang

bermakna umur terhadap kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan karena

Universitas Sumatera Utara


85

adanya perbedaan jumlah yang jauh berbeda antara kedua kelompok umur yang diteliti

sehingga kurang proposional untuk melihat perbedaan kedua kelompok umur.

Hasil penelitian dengan tingkat kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP)

yang dihasilkan sebesar 6,705, artinya pekerja dengan umur lebih dari sama dengan 40

tahun mempunyai peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 6,705 kali lebih

besar dibanding dengan pekerja yang berumur dibawah 40 tahun. Hasil penelitian ini

sesuai dengan teori Rees, B (1986) yang menyatakan bahwa diusia diatas 40 tahun

dimana mulai terjadi perubahan jaringan kolagen dan jaringan tissue kulit mula-mula

jaringan tampak normal. Tapi pada akhirnya degenerasi jaringan kolagen dan jaringan

tissue yang terus menerus akan berdampak pada perubahan elastissitas kulit dan daya

tahan kulit itu sendiri. Jadi dengan semakin menipisnya kulit disertai kurang elastisitas

kulit pada usia diatas sama dengan 40 tahun akan merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak yang disebabkan zat iritan seperti

pestisida.

5.2.2 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada


Pekerja Kebun di PT X pada Tahun 2017

Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara jenis kelamin dan dermatitis

kontak menunjukkan dari 22 orang berjenis kelamin laki-laki mengalami dermatitis

kontak sebanyak 9 orang (40,9%) disamping itu dari 79 orang berjenis kelamin

perempuan mengalami dermatitis kontak sebanyak 23 orang (29,1%). Hasil Analisis

bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan nilai p-value = 0,428

(0,05) yang artinya tidak ada pengaruh yang bermakna jenis kelamin terhadap

Universitas Sumatera Utara


86

kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X. Hasil penelitian dengan tingkat

kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP) yang dihasilkan sebesar 1,686 , artinya

pekerja laki-laki mempunyai peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 1,686

kali lipat dibanding dengan pekerja perempuan. Hal ini bisa saja terjadi dan sudah

tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya misalnya pengetahuan serta sikap pekerja

terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Afifah, A (2012) terhadap

karyawan binatu di Semarang yang menyimpulkan tidak ada pengaruh yang bermakna

jenis kelamin terhadap kejadian dermatitis kontak pada karyawan binatu, hal ini

dimungkinkan responden perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaan jumlah yang

terlalu besar sehingga kurang mewakili perbandingan kelompok masing-masing.

5.2.3 Pengaruh Masa Kerja terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada


Pekerja Kebun di PT X pada Tahun 2017

Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara masa kerja dengan dermatitis

kontak menunjukkan bahwa dari 27 orang pada masa kerja lebih dari 10 tahun

mengalami dermatitis kontak sebanyak 18 orang (66,7%) dan dari 74 orang dengan

masa kerja 2-10 tahun yang mengalami dermatitis kontak dijumpai sebanyak 14 orang

(18,9%). Hasil uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi- Square

menunjukkan nilai p-value = 0,001 (<0,05). yang artinya ada pengaruh yang

bermakna masa kerja terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X

tahun 2017. Hal ini sesuai dengan teori Suma’mur (1995) yang menyatakan kecurigaan

Universitas Sumatera Utara


87

dermatitis kontak akibat kerja dijumpai apabila adanya dermatitis dengan tipe yang

serupa pada orang-orang yang bekerja pada tempat sama. Jikalau banyak orang yang

terkena pada suatu tempat kerja dalam saat yang bersamaan maka keadaan tersebut

lebih mungkin merupakan reaksi iritan daripada reaksi reaksi alergi biasa. Menurut

Aryanto (2016), timbulnya reaksi hypersesitivitas tipe IV yang dikenal sebagai

hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delay-type) . Dalam reaksi ini

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk aktifasi dan differensiasi sel T, sel sitokin

dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lainnya pada daerah yang terkena

paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV atau tipe lambat salah

satunya adalah dermatitis kontak. Disamping itu pekerja dengan masa kerja lebih dari

10 tahun bisa saja juga berumur lebih dari atau sama dengan 40 tahun dimana elastisitas

kulit dan jaringan kolagen pada umur ini sudah mulai menurun atau berkurang yang

tidak menutup kemungkinan lebih mudahnya terjadi dermatitis kontak. Berdasarkan

hasil penelitian terbukti dari hasil statistik dengan uji Chi=Square dimana dijumpai

ada pengaruh yang bermakna variabel masa kerja terhadap kejadian dermatitis kontak,

dalam hal ini pekerja yang masa kerja lebih dari 10 tahun yang menderita dermatitis

kontak dibandingkan dengan pekerja yang masa kerja 2-10 tahun mempunyai Rasio

Prevalensi (RP) sebesar 8,571. Menurut Mahyuni (2015), pada masa kerja yang lama

kemungkinan terpapar pestisida sangat tinggi akibat lebih seringnya kontak dengan

pestida sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak semakin tinggi.

Berdasarkan keterangan diatas maka diharapkan dapat menjelaskan mengapa pekerja

Universitas Sumatera Utara


88

kebun yang bekerja lebih dari 10 tahun semakin beresiko untuk terjadi dermatitis

kontak.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Cahyawati (2010) pada

nelayan yang bekerja di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjungsari Kecamatan

Rembang yang menyimpulkan pekerja dengan masa kerja muda sebagian besar (75%)

akan menderita dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan karena pekerja muda masih

belum berpengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaannya saat bekerja. Hasil

penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Prasetyo (2014) terhadap pekerja

konstruksi yang terpapar semen di PT Wijaya Kesuma Contractors Jakarta yang

menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna masa kerja dengan kejadian

dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan oleh sikap dari para pekerja konstruksi yang

terlalu sering cuci tangan menyebabkan tangan yang lembab sehingga memudahkan

semen melekat di kulit yang akhirnya menimbulkan dermatitis kontak. Tetapi hasil

penelitian ini sependapat dengan hasil penelitian Hardianty dkk (2015) yang meneliti

terhadap pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan yang menyimpulkan ada

hubungan masa kerja dengan gejala dermatitis pada pekerja bengkel di Kelurahan

Merdeka Kota Medan, hal ini dimungkinkan oleh asumsi pekerja dengan masa kerja

lama lebih tahan terhadap paparan bahan kimia sehingga pekerja masa kerja lama

sedikit yang mengalami dermatitis kontak.

Universitas Sumatera Utara


89

Hasil penelitian dengan tingkat kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP)

yang dihasilkan sebesar 8,571, artinya pekerja dengan masa kerja lebih dari 10 tahun

mempunyai peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 8,571 kali dibanding

dengan pekerja dengan masa kerja 2-10 tahun. Hal ini sudah tentu menjadi suatu

masukan bagi perusahaan mengapa makin lama pekerja itu bekerja kemungkinan untuk

terjadi dermatitis kontak semakin besar. Sehingga akhirnya nanti dapat ditemukan

suatu cara untuk mengurangi kejadian dermatitis kontak walaupun pekerja itu telah

lama bekerja di perusahaan. Misalnya dengan cara memutasikan pekerja kebagian

pekerjaan lain yang tidak berhubungan dengan pestisida dalam periode waktu tertentu

sehingga pekerja untuk sementara tidak berhubungan dengan zat kimia karena seperti

yang telah diketahui salah satu cara menghindari dermatitis kontak adalah dengan cara

menghindari zat penyebab. Sudah tentu hal ini tidak mudah karena menyangkut

pelatihan kembali bagi para pekerja baik pekerja lama di sektor baru maupun

bagaimana pengawasan selanjutnya yang lebih efisien dan efektif sedangkan target

kerja berjalan terus.

5.2.4 Pengaruh Lama Kontak terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada


Pekerja Kebun PT X pada Tahun 2017

Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara lama kontak dan dermatitis

kontak menunjukkan dari 97 orang yang lama kontak sedang (>4-8 jam/hari)

mengalami dermatitis kontak sebanyak 31 orang (32,0%), disamping itu dari 4 orang

Universitas Sumatera Utara


90

yang lama kontak singkat (≤ 4 jam/hari) mengalami dermatitis kontak sebanyak 1 orang

(25%) . Hasil uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan

p-value = 1,000 (> 0,05) yang artinya tidak ada pengaruh yang bermakna lama kontak

terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X. Hasil penelitian

dengan tingkat kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP) yang dihasilkan sebesar

1,409, artinya pekerja dengan lama kontak sedang (>4-8 Jam/hari) mempunyai

peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 1,409 kali lipat dibanding dengan

pekerja yang lama kontak singkat (≤ 4 jam/hari).

Hasil penelitian ini sependapat dengan hasil penelitian Afifah, N (2012)

terhadap pekerja proses finishing meubel kayu di wilayah Ciputat Timur yang

menyimpulkan tidak ada pengaruh yang bermakna lama kontak terhadap kejadian

dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan karena sulitnya menentukan jenis bahan kimia

mana yang menyebabkan dermatitis kontak. Penelitian ini juga sependapat dengan

penelitian Prasetyo (2014) terhadap pekerja konstruksi yang terpapar semen di PT

Wijaya Kesuma Contractors yang menyatakan tidak ada pengaruh yang bermakna

lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan oleh sikap

pekerja yang sering mencuci tangan justru meningkatkan resiko terjadinya dermatitis

kontak dikarenakan tangan yang sering lembab dan basah justru membuat semen

melekat di kulit dan akhirnya terjadi dermatitis kontak. Penelitian ini tidak sependapat

dengan penelitian Lingga , I. (2010) terhadap pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan

Universitas Sumatera Utara


91

Industri Medan yang menyimpulkan ada pengaruh yang bermakan lama kontak dengan

kejadian dermatitis kontak, yang dimungkinkan semakin lama kontak maka semakin

beresiko untuk terjadinya dermatitis kontak.

5.2.5 Pengaruh Kebersihan Perorangan terhadap Kejadian Dermatitis Kontak


pada Pekerja Kebun PT X pada Tahun 2017

Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara kebersihan perorangan dan

dermatitis kontak menunjukkan dari 40 orang kebersihan perorangan bernilai buruk

yang mengalami dermatitis kontak dijumpai sebanyak 15 orang (37,5%) sementara dari

61 orang kebersihan perorangan bernilai baik yang mengalami dermatitis kontak

sebanyak 17 orang (27,9%). Hasil uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-

Square menunjukkan nilai p-value = 0,424 (> 0,05). yang artinya tidak ada pengaruh

yang bermakna kebersihan perorangan terhadap kejadian dermatitis kontak pada

pekerja kebun di PT X. Hal ini bisa saja terjadi karena dipengaruhi faktor lain misalnya

konsentrasi zat kimia yang terpapar disamping daya tahan tubuh tiap orang yang sudah

tentu berbeda satu dengan lainnya terhadap zat kimia yang terpapar. Penelitian dengan

tingkat kepercayaan 95% nilai Rasio Prevalensi (RP) yang dihasilkan sebesar 1,553,

artinya pekerja dengan kebersihan perorangan bernilai buruk mempunyai peluang

untuk terkena dermatitis kontak sebesar 1,553 kali dibanding dengan pekerja yang

mempunyai kebersihan perorangan bernilai baik.

Universitas Sumatera Utara


92

Hasil penelitian ini tidak sependapat dengan hasil penelitian Lestari, F (2007)

dalam penelitiannya terhadap pekerja di PT Inti Panca Press Industri di Jakarta Depok

yang menyimpulkan ada pengaruh yang bermakna kebersihan perorangan terhadap

kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan pekerja yang kurang bersih misalnya

tidak cuci tangan, tidak membersihkan diri setelah selesai bekerja, pakaian bersih dan

diganti setiap hari tidak dilakukan, maka akan mempermudah timbulnya dermatitis

kontak. Hasil penelitian ini juga tidak sependapat dengan hasil penelitian Cahyawati

(2010) terhadap nelayan yang bekerja di tempat pelelangan ikan Tanjung Sari

Kecamatan Rembang yang menyimpulkan ada pengaruh yang bermakna kebersihan

perorangan terhadap kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan karena situasi

yang kurang nyaman ditempat pelelangan ikan seperti sampah yang bertebaran dan

genangan air kotor dikarenakan sumbatan saluran air akibat dari tumpukan sampah

akan mengakibatkan nelayan yang bekerja di tempat pelelangan ikan akan

menimbulkan kebersihan perorangan buruk dan meningkatkan resiko terjadinya

dermatitis kontak.

5.2.6 Pengaruh Penggunaan APD terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada


Pekerja Kebun PT X pada Tahun 2017

Hasil Analisis bivariat atau tabulasi silang antara penggunaan APD dan

dermatitis kontak menunjukkan dari 37 orang penggunaan APD buruk mengalami

dermatitis kontak dijumpai sebanyak 18 orang (48,6%) sementara dari 64 orang

Universitas Sumatera Utara


93

penggunaan APD baik mengalami dermatitis kontak sebanyak 14 orang (21,9%). Hasil

uji Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan nilai p-value

= 0,010 (<0,05). yang artinya ada pengaruh yang bermakna penggunaan APD terhadap

kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X. Penelitian ini sependapat

dengan penelitian Cahyawati dkk (2015) terhadap nelayan yang bekerja di tempat

pelelangan ikan Tanjung Sari Kecamatan Rembang yang menyimpulkan ada pengaruh

yang bermakna penggunaan APD terhadap kejadian dermatitis kontak pada nelayan,

yang mungkin disebabkan dengan adanya kesadaran untuk menggunakan APD yang

baik maka akan melindungi pekerja terhadap dermatitis kontak. Penelitian ini berbeda

pendapat dengan penelitian Hardianti dkk (2015) pada pekerja bengkel di Kelurahan

Merdeka Kota Medan yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak, hal ini dimungkinkan oleh jenis

APD yang dipergunakan saat bekerja di bengkel sehingga walaupun pekerja

menggunakan APD tetapi tidak sesuai dengan standar maka akan tetap menimbulkan

resiko terjadinya dermatitis kontak. Hasil penelitian ini juga berbeda pendapat dengan

penelitian Lestari F (2007) terhadap pekerja di PT Inti Panca Press Industri. Jakarta

Depok yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan penggunaan APD dengan

dermatitis kontak disebabkan jika pekerja masih merasakan adanya kontak dengan

bahan kimia walaupun telah menggunakan APD maka kulit akan menjadi tidak

terlindungi dan kulit menjadi lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun allergen.

Universitas Sumatera Utara


94

Penelitian ini dilakukan dengan tingkat kepercayaanng 95% dengan nilai Rasio

Prevalensi (RP) yang dihasilkan sebesar 3,383, artinya penggunaan APD yang buruk

mempunyai peluang untuk terkena dermatitis kontak sebesar 3,383 kali dibanding

dengan responden dengan penggunaan APD yang baik. Dengan diketahuinya ada

pengaruh yang bermakna penggunaan APD terhadap kejadian dermatitis kontak pada

penelitian ini maka apabila pekerja dengan penggunaan APD yang baik akan

menurunkan kejadian dermatitis kontak sebesar 3,383 kali dibandingkan bila

penggunaan APD buruk. Data ini sudah tentu sangat bermakna sebagai masukan

terutama bagi perusahaan.

Oleh karena dermatitis kontak merupakan penyakit akibat hubungan kerja

merujuk pada Keputusan Presiden No 22 tahun 1993, maka perusahaan harus

menyediakan APD sesuai standar agar kejadian dermatitis kontak dapat berkurang

bahkan dihindari dimana berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 8 tahun 2010

pasal 4 ayat 1d yang menyatakan bahwa: Alat Pelindung Diri wajib digunakan di

tempat kerja dimana dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,

pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan,

dan lapangan kesehatan.

5.3 Analisis Multivariat

Berdasarkan analisis bivariat diperoleh 3 (tiga) faktor yang berhubungan

dengan terjadinya dermatitis kontak, yaitu umur (p=0,001), masa kerja (p=0,001),

Universitas Sumatera Utara


95

penggunaan APD (p=0,010). Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan

analisis regresi logistik berganda. Berdasarkan hasil analisis multivariat diperoleh

bahwa masa kerja pada pekerja kebun di PT X merupakan faktor berpengaruh paling

dominan terhadap terjadinya dermatitis kontak dengan nilai p=0,001 (nilai p<0,05)

serta memiliki nilai Exp (B) 7,771 yang artinya masa kerja merupakan faktor yang

paling dominan mempengaruhi pekerja kebun yang terpapar pestisida terhadap

kejadian dermatitis kontak dimana pekerja kebun yang masa kerja lebih dari 10 tahun

memiliki peluang sebesar 7,771 kali lebih besar dibandingkan pekerja kebun yang

bekerja 2-10 tahun dengan 95% CI (2,810-21,486) setelah dikontrol oleh variabel umur

dan variabel penggunaan APD.

Hasil penelitian ini tidak sependapat dengan penelitian Nuraga, W, dkk.

(2008) terhadap pekerja di perusahaan industri otomotif di kawasan industri Cibitung

Jawa Barat dimana analisis multivariat yang diperolehnya menyimpulkan bahwa

penggunaan APD merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap

kejadian dermatitis kontak setelah dikontrol dengan variabel lama kontak dengan

bahan kimia yang dipergunakan. Tetapi hasil penelitian ini sependapat dengan

penelitian Dinar (2016) terhadap karyawan salon di Kelurahan Pahoman Bandar

Lampung dimana analisis multivariat menyimpulkan bahwa masa kerja merupakan

faktor yang paling dominan untuk terjadinya dermatitis kontak dengan RP= 70,491,

Universitas Sumatera Utara


96

setelah dikontrol dengan variabel lama kontak , riwayat penyakit kulit, penggunaan

APD, dan kebersihan perorangan .

Variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak

bisa saja antara lain disebabkan: faktor heredity (keturunan) dimana seseorang

mempunyai riwayat alergi terhadap zat tertentu sudah tentu hal ini memudahkan

timbulnya dermatitis kontak; penyakit kulit lainnya seperti hyperhidrosis yaitu keadaan

dimana seseorang mengeluarkan keringat berlebihan sehingga keadaan kulitnya selalu

basah dan akhirnya memudahkan pestisida melekat serta meresap ke kulit;

pengetahuan dan sikap pekerja dalam bekerja. Tetapi oleh karena variabel umur, jenis

kelamin, masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan, dan penggunaan APD lebih

sering digunakan untuk penelitian mungkin karena lebih mudah diukur dengan data

disamping untuk menghindari bias maka penulis memilih variabel umur, jenis kelamin,

masa kerja, lama kontak, kebersihan perorangan dan penggunaan APD sebagai variabel

untuk penelitian ini.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan penelitian dengan

sebaik-baiknya, namun mendapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam

penelitian ini diantaranya adalah:

1. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain study Cross-

Sectional. Dengan desain study Cross-Sectional, penelitian dilakukan dalam

Universitas Sumatera Utara


97

satu waktu tertentu sehingga tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat.

Akan tetapi hanya mampu menjelaskan hubungan antar variabel.

2. Penentuan diagnosis dermatitis kontak dilakukan dengan pemeriksaan fisik

oleh dokter, dimana dokter memeriksa melalui gambaran umum tanda dan

gejala yang dialami oleh pekerja tanpa menggunakan uji tempel yang

merupakan uji untuk memperkuat kejadian dermatitis kontak. Hal ini

disebabkan adanya keterbatasan biaya dan waktu penelitian.

3. Penelitian ini tidak melakukan uji konsentrasi bahan kimia yang digunakan

karena beragamnya jenis bahan kimia pestisida yang dipergunakan sehingga

sulit untuk menentukan bahan kimia mana yang menyebabkan dermatitis

kontak. Hal tersebut juga disebabkan keterbatasan biaya dan waktu penelitian.

4. Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh ingatan dan kejujuran responden

dalam menjawab pertanyaan terkait variabel umur, jenis kelamin, masa kerja,

lama kontak, kebersihan perorangan dan penggunaan APD dalam kuesioner

penelitian.

5.5 Implementasi Penelitian

1. Implikasi terhadap tenaga kesehatan di perusahaan X

Hasil penelitian ini berimplikasi bagi peningkatan pelayanan kesehatan di

perusahaan X. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian dermatitis kontak yaitu umur, masa kerja dan penggunaan APD . Hal

Universitas Sumatera Utara


98

tersebut berimplikasi terhadap peran tenaga kesehatan di perusahaan X khususnya

untuk meningkatkan penyuluhan atau pendidikan kepada tenaga kerja tentang

dermatitis kontak terkait dengan masa kerja, penggunaan APD dan umur dimana

pekerja yang terpapar pestisida beresiko untuk terjadinya dermatitis kontak.

2. Implikasi terhadap pekerja di perusahaan X

Hasil penelitian ini berimplikasi terhadap pekerja kebun, agar dapat mengetahui

resiko yang ditimbulkan pada pekerja yang terpapar pestisida jika mereka tidak

memperhatikan masa kerja, penggunaan APD yang sesuai standar juga keadaan umur

pekerja itu sendiri maka mereka lebih beresiko terhadap terjadinya dermatitis kontak

pada para pekerja kebun yang terpapar pestisida.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Ada pengaruh yang bermakna umur pekerja terhadap kejadian dermatitis kontak

pada pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan nilai p-value = 0,001 (< 0,05)

(Hipotesis terbukti).

2. Tidak ada pengaruh yang bermakna jenis kelamin terhadap kejadian dermatitis

kontak pada pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan nilai p-value =0,428 (>0,05)

(Hipotesis tidak terbukti).

3. Ada pengaruh yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak

pada pekerja kebun di PT X tahun 2017dengan nilai p-value = 0,001 (<0,05)

(Hipotesis terbukti).

4. Tidak ada pengaruh yang bermakna lama kontak terhadap kejadian dermatitis

kontak pada pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan nilai p-value =1,000 (>0,05)

(Hipotesis tidak terbukti).

5. Tidak ada pengaruh yang bermakna kebersihan perorangan terhadap kejadian

dermatitis kontak pada pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan nilai p-value =

0,424 (>0,05) (Hipotesis tidak terbukti).

99

Universitas Sumatera Utara


100

6. Ada pengaruh yang bermakna antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja kebun di PT X tahun 2017 dengan nilai p-value=0,010

(<0,05) (Hipotesis terbukti).

7. Ada pengaruh pemakaian pestisida terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja

kebun di PT X tahun 2017 dimana hipotesis terbukti pada beberapa variabel yang

berpengaruh antara lain umur dengan nilai p-value = 0,01 (<0,05, masa kerja

dengan nilai p-value = 0,001 (<0,05), penggunaan APD dengan nilai p-value

=0,010.

6.2 Saran

Bagi pihak manajemen perusahaan PT X Kecamatan DM supaya :

1. Perusahaan disarankan untuk lebih memperhatikan pekerja dengan masa kerja lebih

dari 10 tahun karena berdasarkan hasil statistik penelitian menunjukkan bahwa

pekerja yang bekerja dengan masa kerja lebih dari 10 tahun cenderung untuk

mengalami kejadian dermatitis kontak sebesar 7,77 kali lebih besar dibandingkan

dengan pekerja dengan masa kerja 2-10 tahun setelah dikontrol oleh variabel umur

dan variabel penggunaan APD. Berdasarkan hasil statistik menunjukkan untuk setiap

perubahan masa kerja akan mengurangi kejadian dermatitis kontak sebesar 2,050 kali

lipat dibandingkan bila tidak ada perubahan masa kerja pada pekerja kebun. Hal ini

dapat dilakukan misalnya dengan cara seringnya penyuluhan dan pelatihan kembali

tentang adanya penyakit dermatitis kontak akibat kerja. Dengan adanya peningkatan

pengetahuan pekerja tentang dermatitis kontak akibat kerja diharapkan adanya

Universitas Sumatera Utara


101

perubahan sikap yang lebih baik sehingga kejadian dermatitis kontak dapat menurun

serta teratasi. Cara lain misalnya dengan memutasikan atau memindahkan pekerja

ketempat kerja yang tidak atau kurang terpapar dengan zat kimia (pestisida) untuk

beberapa waktu misalnya kebagian emplasmen atau perawatan tanaman dengan

demikian akan mengurangi terpapar zat kimia sehingga diharapkan kejadian

dermatitis kontak berkurang, dan kita tahu hal ini tentu saja tidaklah mudah.

Disamping itu perlu pemeriksaan khusus secara tersendiri terutama bagian kulit oleh

tenaga kesehatan secara berkala sehingga kejadian dermatitis kontak dapat cepat

diketahui dan dapat dicari kira kira faktor apa saja yang menyebabkannya untuk

segera dapat diatasi.

2. Menyediakan Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan, baju pelindung diri, sepatu

pelindung yang terbuat dari bahan kedap air yang sesuai dengan standard , topi yang

sesuai standard ketika bekerja sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya

dermatitis kontak nantinya. Hal ini dinyatakan setelah didapati hasil penelitian bahwa

dengan penggunaan APD buruk akan meningkatkan kejadian dermatitis kontak

sebesar 2,88 kali dibandingkan dengan penggunaan APD baik setelah dikontrol oleh

variabel umur dan variabel masa kerja. Disamping itu berdasarkan hasil statistik

apabila pekerja menggunakan APD baik maka akan mengurangi kejadian dermatitis

kontak sebesar 1,050 kali lipat dibandingkan bila tidak ada perubahan penggunaan

APD baik. Pengawasan terhadap penggunaan APD juga perlu dilakukan kalau perlu

Universitas Sumatera Utara


102

dibuat tindakan berupa sanksi tertentu terhadap karyawan yang tidak menggunakan

APD baik sehingga diharapkan nantinya ada pengurangan kejadian dermatitis

kontak pada para pekerja kebun.

3. Perusahaan disarankan untuk lebih mengawasi serta memperhatikan pada pekerja

yang berumur diatas sama dengan 40 tahun disebabkan dijumpai 68,8% responden

yang berumur diatas sama dengan 40 tahun menderita dermatitis kontak. Hal ini bisa

saja karena stuktur jaringan kulit yang mulai berubah dan menurunnya kerentanan

kulit terhadap adanya iritasi pada kulit yang terpapar zat kimia. Diharapkan mereka

nantinya lebih menyadari pentingnya kebersihan perorangan untuk menjaga kulit

mereka selain perlunya penggunaan APD baik yang lengkap.

4. Kebersihan lingkungan yang baik sudah tentu mempengaruhi kebersihan perorangan.

Disarankan perusahaan membuatkan sarana tempat cuci tangan atau cuci kaki dengan

air mengalir ditempat tertentu yang lebih banyak lagi bahkan kalau perlu tempat ganti

pakaian sehingga nantinya akan sangat membantu para pekerja untuk membersihkan

diri sebelum sampai ketempat tinggal masing-masing dan nantinya diharapkan akan

mengurangi angka kejadian dermatitis kontak. Hal ini berdasarkan hasil statistik

yang menunjukkan adanya kecenderungan untuk terjadinya dermatitis kontak pada

pekerja yang kebersihan perorangan buruk sebesar 1,4 kali dibandingkan pekerja

kebersihan perorangan baik.

2. Bagi pekerja kebun PT X Kecamatan DM :

a. Pekerja disarankan selalu memakai Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan 1.

Universitas Sumatera Utara


103

b. Pekerja kebun diharapkan selalu membasuh kulit setelah selesai bekerja dan

mengeringkan kulit sehingga pestisida yang melekat di kulit tidak terlalu lama

bereaksi dengan kulit.

3. Kepada pihak pemerintah supaya tetap konsisten dalam pengawasan Keselamatan

Kesehatan Kerja dengan cara pemberian informasi terkait dengan pestisida dan

hubungannya terhadap penyakit akibat kerja seperti dermatitis kontak dan informasi

pentingnya pencegahan penyakit akibat kerja misalnya dengan cara mewajibkan

perusahaan menyebarluaskan standar operasional prosedur apabila pekerja kontak

dengan pestisida.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F., 2012. Dasar–Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta : Rajawali


Pers.

, 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : UI- Pers.

Afifah A, 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Dermatitis


Kontak Akibat Kerja pada Karyawan Binatu. Skripsi. FK UNDIP: Semarang.

Afifah, N., 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis


Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat
Timur. Skripsi FKM UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.

Afrianto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di Desa
Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Tesis pada FKM
Universitas Diponegoro Semarang.

Anggraini, W., 2014. Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap


Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida di PT. Langkat Nusantara Kepong
Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Skripsi FKM
USU Medan.

Aryanto. 2016. Empat macam Reaksi Hipersensitivitas, Pengobatan Alergi.


http://www.pengobatnalergi.com/4-macam-reaksi-hipersensitivitas/

Aulia, D., Ayu, S.F., Siregar, F.A. 2017. Lama Bertani dan Hubungannya dengan
Cholinesterase Darah Petani Holtikultura di Kecamatan Simpang Empat,
Kabupaten Karo. http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Azhar, K., Hananto M. 2011. Hubungan Proses kerja dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Iritan pada Petani Rumput Laut di Kabupaten Banteng Sulawesi
Selatan. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Sulawesi Selatan.

Cahyawati, I. N., 2010 . Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis pada
Nelayan yang Bekerja di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjungsari
Kecamatan Rembang. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang.

Chandra, B., 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC Buku Kedokteran.

104

Universitas Sumatera Utara


105

Dahlan, M.S. 2011. Statitistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Jakarta:
Salemba Medika.

Depkes, 2010. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan


Kesehatan. Cetakan Ketiga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Deptan, 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta : Direktorat


Jenderal Prasaran dan Sarana Pertanian; Direkttorat Pupuk dan Pestisida,
Kementerian dan Pertanian.

Dinar, V R M., 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak


Akibat Kerja pada Karyawan Salon di Kelurahan Pahoman Bandar Lampung.
Skripsi pada FK Universitas Lampung Bandar Lampung.

Djuanda. A. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-empat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Flisia, F. 2013. Gambaran, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Penyemprot pada
Penggunaan Pestisida di Desa Sugihen Kecamatan Dolat Rayat Tahun 2013,
Skripsi pada FKM USU Medan.

Florence, SM. 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol pada PT
X Medan. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Frederik, K.L. 2012. Pengaruh Penggunaan Pestisida terhadap Lingkungan.Makasar:


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Makasar.

Guin, J, H. 1997. Practical Contact Dermatitis. International Edition. Arkansass:


McGraw-Hill, Inc.

Hardianty, S., Tarigan, L.,Salmah, U. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Bengkel di Kelurahan Merdeka Kota
Medan. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Hastono, S.P., Sabri, L., 2010. Statitistik Kesehatan. Edisi kelima. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993. Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan
Kerja. Jakarta

Khamdani, F. 2009. Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Pemakaian Alat
Pelindung Diri Pestisida Semprot Pada Petani di Desa Angkatan Kidul Pati.
Skripsi pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Universitas Sumatera Utara


106

Kurniawan, A., 2009. Hubungan Antara Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan
Kejadian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Hama di Desa
Ngrapah Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. Semarang : Universitas
Negeri Semarang.

Larasati, S.C.2016. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan


Kesehatan pada Kelompok Tani Subur Pengguna Pestisida Nabati Kabupaten
Serdang Bedagai. Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan.
Lestari, F.,Utomo, H.S. 2007. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Dermatitis
Kontak pada Pekerja di PT Inti Panca Press Industri. Jakarta Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Lingga , I. N. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis


Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan. Karya
Tulis Ilmiah pada FK USU Medan.

Marbun, L.H. 2015. Analisis Kadar Residu Pestisida Organofosfat pada Sayuran Serta
Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar
Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru. Skripsi pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Mahyuni, E. L. 2015. Faktor Resiko dalam Penggunaan Pestisida terhadap Keluhan


Kesehatan pada Petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2014.
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Munthe, R.M. 2015. Perilaku Penjamah Pestisida di PT Perkebunan Nusantara IV


Kebun Bahbutong. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.

Notoatmodjo, S . 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka


Cipta.

Nuraga, W., Lestari, F. Kurnia, M. 2008. Dermatitis Kontak pada Pekerja yang
Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomatif Kawasan
Industri Cibitung Jawa Barat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


107

Permentan, 2007. Peraturan Menteri Pertanian No.07/Permentan/SR.140/2/2007.


Syarat Pendaftaran Pestisida.
Permentan, 2015. Peraturan Menteri Pertanian No. 39/ Permentan/ SR. 330/ 7/ 2015.
Pendaftaran Pestisida.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.
08/MEN/VII/2010 Alat Pelindung Diri. 6 Juli 2010. Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 330. Jakarta.

Prasetyo, D.A., (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Dermatitis Kontak


Iritan pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT Wijaya
Kesuma Contractors. Skripsi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Purba, B.R., 2010. Gambaran Perilaku Pemakaian APD dan Gejala Keracunan pada
Penyemprot. Pestisida di Avdeling V dan VI Kebun Dolok Ilir PTP IV

Raini, M. 2015. Kajian Pestisida Berbahan Aktif Antibiotik. Jakarta: Pusat Biomedis
dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes, Kemenkes RI.

Raini, M. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Jakarta:


Media Litbang Kesehatan. 2007. Vol. 17 No. 3 . halaman 12.

Rees, B. R. 1989. Dermatoses Due to Environmental and Physical Factors. USA,


Illinois: Charles C Thomas Publisher.

Sabri, L., Hastono, S P. 2007. Statistik Kesehatan. Jakarta: Grafindo Persada.

Siswanto. Susila. Suyanto. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran.


Jogjakarta : Bursa Ilmu.

Sitepu, J. 2010. Analisa Dampak Pestisida Terhadap Kadar Cholinesterase


Penyemprot Pestisida di PT Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten
Karo. Tesis pada FKM USU Medan.

Situmeang, S.M.F. 2008. Analisis Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di PT
X Medan. Tesis pada Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Soemirat, J. 2009. Toksikologi Lingkungan. Bandung: Universitas Gadjah Mada.

Universitas Sumatera Utara


108

Suma’mur, P.K. 2014. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Edisi 2.
Cetakan I. Sagung Seto. Jakarta.
Sunyoto, D. 2012. Statistik Non Parametrik untuk Kesehatan. Jogjakarta: Nuha
Medika.

Tarigan, B. 2011. Pengaruh Penyuluhan Pestisida terhadap Pengetahuan dan Sikap


Petani Jeruk dalam Menyemprot Pestisida di Desa Serdang Kecamatan Barus
Jahe Kabupaten Karo Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Unversitas Sumatera Utara.

Tobias, N. 1997. Essentials of Dermatology. 4th Edition. London: J. B. Lippincott


Company.

Tombeng, M., Darmada, I.G.K., Darmaputra, I.G.N., 2013. Occupational Contact


Dermatitis in Farmers. Denpasar: Udayana University. Medical School,
Departemen of Dermatology and Venerology.
Usman, H., Akbar, P S. 2015. Pengantar Statistik. Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003. Ketenagakerjaan. Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4279. Jakarta.

Wawan, A., Dewi, M. 2016. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Yogjakarta: Nuha Medika.

WHO, 2006. Sound Management of Pestisicedes and Diagnosis of Pesticide


Poisoningress.

Yuantari, M.G.C., Widianarko, B., Sunoko, H.R., 2015. Analisa Pajanan Pestisida
terhadap Kesehatan Petani. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.

Universitas Sumatera Utara


109

Universitas Sumatera Utara


110

Universitas Sumatera Utara


111

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4 SURAT PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan dibawah ini :


Nama :
Umur :
Alamat :

Telah diberikan informasi tentang penelitian yang akan dilakukan dan


menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian thesis, “Pengaruh
Pemakaian Pestisida Terhadap Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Kebun di PT
X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Tanpa adanya paksaan
dari pihak manapun. Saya akan menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan peneliti
dengan jujur dan apa adanya.
Dengan ketentuan apabila ada hal-hal yang tidak berkenan pada saya maka saya berhak
mengajukan pengunduran diri dari kegiatan penelitian ini.

Medan, 2017

Peneliti Yang membuat pernyataan

( dr Tuti Nurbaya Ginting ) ( )

Saksi

( )

Ka.Perawat Kebun

112

Universitas Sumatera Utara


113

Lampiran 5
KUESIONER
Pengaruh Pemakaian Pestisida Terhadap Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Kebun Di PT X Kecamatan DM Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera
Utara .

1. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi

Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 2016

2. Mohon kuesioner ini diisi dengan jujur.

3. Segala jawaban yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya.

4. Atas perhatian dan kerjasama ini saya ucapkan banyak terima kasih.

I. Identitas Responden.
Nama :
II. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak.
1. Usia : Tahun
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
2. Masa Kerja : Tahun (mulai bekerja di PT X sejak tahun)

Berapa lama Bapak/ Ibu bekerja di perusahaan ini ?

Jawab : tahun bulan

3. Lama Kerja (lama kontak). Berapa lama bapak/ ibu berhubungan atau bersentuhan
dengan pestisida dalam sehari ?

Jawab : Jam /hari

Universitas Sumatera Utara


114

PETUNJUK : Berilah tanda ( √ ) pada jawaban yang paling sesuai


Kebersihan Perseorangann

Kadang- Jarang,
Sering,
Selalu kadang, frekuen Tidak
frekuensi
No Pertanyaan Skor frek:2-3 si: Pernah
3x/mgg
=5 x / mgg 1x/mgg Skor=1
Skor=4
Skor=3 Skor=2
4. Apa Anda mencuci
tangan dan kaki
serta sela-sela jari
dengan air bersih
dan sabun setelah
melakukan
pekerjaan (setelah
berhubungan
dengan pestisida)?
Apakah Anda
5. segera membersih
kan diri (mandi)
setelah selesai
melakukan
pekerja- an?
Apakah pakaian
6. kerja segera dicuci
setelah melakukan
pekerjaan?.
Apakah pakaian
7. kerja Anda bersih
dari bahan
pestisida sebelum
bekerja setiap hari
?.

Universitas Sumatera Utara


115

PETUNJUK : Berilah tanda ( √ ) pada jawaban yang paling sesuai


Penggunaan APD
Kadang-
Sering, Jarang,
kadang, Tidak
Selalu frekwensi frekwensi:
No Pertanyaan frek:2-3 Pernah
Skor=5 3x/mgg 1x/mgg
x / mgg Skor=1
Skor=4 Skor=2
Skor=3
8. Apakah saat
bekerja anda
menggunakan APD
(Pakaian kerja,
sarung tangan,
sepatu- pengaman,
kaca mata
pelindung. topi) :
dengan lengkap?
Apakah Anda
9. memastikan diri
bahwa badan anda
kering sebelum
memakai APD saat
bekerja?.
Anda berpikir
10 dengan memakai
alat pelindung diri
yang lengkap dapat
menghindari gatal-
gatal atau luka
dikulit.
Diisi berdasarkan pengamatan yang dilakukan untuk melihat gejala yang timbul akibat
bahan pestisidi. Pekerja yang kontak dengan bahan pestisida diikuti sampai timbul

Universitas Sumatera Utara


116

gejala dermatitis seperti merah, panas, gatal dan kulit bengkak. Jika pekerja mengalami
gejala tersebut maka hasilnya dicatat pada tabel dibawah.
Kontak Lokasi Gejala Riwayat
Gejala Gejala Gejala
No Nama Bahan terpapar/ Kulit Allergi
Panas kemerahan Gatal
Kimia terkena bengkak Sebelumnya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

Universitas Sumatera Utara


117

25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7

Validitas kuesioner
Correlations
p1 p2 p3 p4 a1 a2 a3
p1 Pearson
1 .629** .560** .719** .482** .404** .387**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
p2 Pearson
.629** 1 .647** .570** .332** .333** .298**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001 .001 .002
N 101 101 101 101 101 101 101
p3 Pearson
.560** .647** 1 .639** .417** .464** .406**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
p4 Pearson
.719** .570** .639** 1 .457** .400** .469**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
a1 Pearson
.482** .332** .417** .457** 1 .786** .701**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
a2 Pearson
.404** .333** .464** .400** .786** 1 .631**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
a3 Pearson
.387** .298** .406** .469** .701** .631** 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .002 .000 .000 .000 .000
N 101 101 101 101 101 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

118

Universitas Sumatera Utara


119

Reliability

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 101 100.0

Excludeda 0 .0

Total 101 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items N of Items

.880 .880 7

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p1 3.83 1.258 101


p2 3.80 1.208 101
p3 3.85 1.228 101
p4 3.84 1.231 101
a1 3.69 1.317 101
a2 3.86 1.175 101
a3 3.74 1.246 101

Universitas Sumatera Utara


120

Inter-Item Correlation Matrix

p1 p2 p3 p4 a1 a2 a3

p1 1.000 .629 .560 .719 .482 .404 .387


p2 .629 1.000 .647 .570 .332 .333 .298
p3 .560 .647 1.000 .639 .417 .464 .406
p4 .719 .570 .639 1.000 .457 .400 .469
a1 .482 .332 .417 .457 1.000 .786 .701
a2 .404 .333 .464 .400 .786 1.000 .631
a3 .387 .298 .406 .469 .701 .631 1.000

Summary Item Statistics

Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items

Item Means 3.803 3.693 3.861 .168 1.046 .004 7

Item-Total Statistics

Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Cronbach's Alpha
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation if Item Deleted

p1 22.79 32.186 .692 .614 .859


p2 22.82 33.748 .600 .525 .870
p3 22.77 32.618 .678 .562 .861
p4 22.78 32.192 .711 .622 .856
a1 22.93 31.685 .689 .708 .859
a2 22.76 33.343 .657 .652 .863
a3 22.88 33.146 .623 .538 .868

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

26.62 43.637 6.606 7

Universitas Sumatera Utara


121

Catatan :

a. validitas : signifikan atau tidak signifikan dengan membandingkan nilai r hitung


dengan nilai r tabel degree of freedom = n-k, dan daerah sisi pengujian dengan
alpha 0,05. Jika r hitung tiap butir pertanyaan bernilai positif dan lebih besar
terhadap r tabel (lihat corrected item-total correlation) maka butir pertanyaan
tersebut dikatakan valid. df=99 lihat dengan alpha 0,005 yaitu R tabel (0,1956)
b. reliabel dikatakan reliabel untuk mengukur variabel bila memiliki nilai
cronbach alpha lebih besar dari 0,60.

Universitas Sumatera Utara


122

Lampiran 7
Hasil Analisis
Analisis Univariat

Frequencies

Statistics

Jenis Masa Lama Kebersihan Penggunaan Dermatitis


Umur Kelamin Kerja Kontak Perorangan APD kontak

N Valid 101 101 101 101 101 101 101

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table
Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid >= 40 tahun 16 15.8 15.8 15.8

< 40 tahun 85 84.2 84.2 100.0

Total 101 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 22 21.8 21.8 21.8

perempuan 79 78.2 78.2 100.0

Total 101 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


123

Masa Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid > 10 tahun 27 26.7 26.7 26.7

2-10 tahun 74 73.3 73.3 100.0

Total 101 100.0 100.0

Lama Kontak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid > 4-8 jam/hari 97 96.0 96.0 96.0

<= 4 jam/hari 4 4.0 4.0 100.0

Total 101 100.0 100.0

Kebersihan Perorangan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Buruk 40 39.6 39.6 39.6

Baik 61 60.4 60.4 100.0

Total 101 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


124

Penggunaan APD

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Buruk 37 36.6 36.6 36.6

Baik 64 63.4 63.4 100.0

Total 101 100.0 100.0

Dermatitis kontak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Positif 32 31.7 31.7 31.7

Negatif 69 68.3 68.3 100.0

Total 101 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


125

Analisis Bivariat
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur * Dermatitis kontak 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%


Jenis Kelamin * Dermatitis 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%
kontak

Masa Kerja * Dermatitis 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%


kontak
Lama Kontak * Dermatitis 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%
kontak
Kebersihan Perorangan * 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%
Dermatitis kontak

Penggunaan APD * 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%


Dermatitis kontak

Umur * Dermatitis kontak


Crosstab

Dermatitis kontak

Positif Negatif Total

Umur >= 40 tahun Count 11 5 16

% within Umur 68.8% 31.3% 100.0%

< 40 tahun Count 21 64 85

% within Umur 24.7% 75.3% 100.0%

Total Count 32 69 101

% within Umur 31.7% 68.3% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


126

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur * Dermatitis kontak 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%


Jenis Kelamin * Dermatitis 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%
kontak

Masa Kerja * Dermatitis 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%


kontak
Lama Kontak * Dermatitis 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%
kontak
Kebersihan Perorangan * 101 100.0% 0 .0% 101 100.0%
Dermatitis kontak

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.


Value df sided) (2-sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square 12.068a 1 .001


Continuity Correctionb 10.119 1 .001
Likelihood Ratio 11.222 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear 11.949 1 .001
Association
N of Valid Cases 101

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.07.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


127

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Umur (>= 40 tahun / < 6.705 2.088 21.525
40 tahun)
For cohort Dermatitis kontak = Positif 2.783 1.693 4.574

For cohort Dermatitis kontak = Negatif .415 .199 .867

N of Valid Cases 101

Jenis Kelamin * Dermatitis kontak

Crosstab

Dermatitis kontak

Positif Negatif Total

Jenis Kelamin laki-laki Count 9 13 22

% within Jenis Kelamin 40.9% 59.1% 100.0%

perempuan Count 23 56 79

% within Jenis Kelamin 29.1% 70.9% 100.0%

Total Count 32 69 101

% within Jenis Kelamin 31.7% 68.3% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


128

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.106a 1 .293

Continuity Correctionb .628 1 .428

Likelihood Ratio 1.073 1 .300

Fisher's Exact Test .310 .212

Linear-by-Linear Association 1.095 1 .295

N of Valid Cases 101

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.97.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Jenis Kelamin (laki-laki / 1.686 .633 4.486


perempuan)
For cohort Dermatitis kontak = Positif 1.405 .764 2.583

For cohort Dermatitis kontak = Negatif .834 .573 1.213

N of Valid Cases 101

Universitas Sumatera Utara


129

Masa Kerja * Dermatitis kontak

Crosstab

Dermatitis kontak

Positif Negatif Total

Masa Kerja > 10 tahun Count 18 9 27

% within Masa Kerja 66.7% 33.3% 100.0%

2-10 tahun Count 14 60 74

% within Masa Kerja 18.9% 81.1% 100.0%


Total Count 32 69 101

% within Masa Kerja 31.7% 68.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 20.836a 1 .000


Continuity Correctionb 18.689 1 .000
Likelihood Ratio 19.982 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 20.630 1 .000
Association
N of Valid Cases 101

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.55.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Masa Kerja (> 10 tahun / 8.571 3.187 23.051
2-10 tahun)
For cohort Dermatitis kontak = Positif 3.524 2.050 6.058

For cohort Dermatitis kontak = Negatif .411 .238 .709

N of Valid Cases 101

Universitas Sumatera Utara


130

Lama Kontak * Dermatitis kontak


Crosstab

Dermatitis kontak

Positif Negatif Total


Lama Kontak > 4-8 jam/hari Count 31 66 97

% within Lama Kontak 32.0% 68.0% 100.0%


<= 4jam/hari Count 1 3 4

% within Lama Kontak 25.0% 75.0% 100.0%


Total Count 32 69 101
% within Lama Kontak 31.7% 68.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value df sided) sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square .086a 1 .769


Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .090 1 .765
Fisher's Exact Test 1.000 .622
Linear-by-Linear .085 1 .771
Association
N of Valid Cases 101

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.27.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


131

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Lama Kontak (> 1.409 .141 14.098


4-8 jam/hari / <= 4jam/hari)
For cohort Dermatitis kontak = 1.278 .228 7.154
Positif
For cohort Dermatitis kontak = .907 .507 1.624
Negatif
N of Valid Cases 101

Kebersihan Perorangan * Dermatitis kontak

Crosstab

Dermatitis kontak

Positif Negatif Total

Kebersihan Perorangan Buruk Count 15 25 40

% within Kebersihan 37.5% 62.5% 100.0%


Perorangan

Baik Count 17 44 61

% within Kebersihan 27.9% 72.1% 100.0%


Perorangan

Total Count 32 69 101


% within Kebersihan 31.7% 68.3% 100.0%
Perorangan

Universitas Sumatera Utara


132

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.


Value df sided) (2-sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.035a 1 .309


Continuity Correctionb .638 1 .424
Likelihood Ratio 1.027 1 .311
Fisher's Exact Test .383 .212
Linear-by-Linear 1.025 1 .311
Association
N of Valid Cases 101

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.67.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Kebersihan 1.553 .664 3.634


Perorangan (Buruk / Baik )
For cohort Dermatitis kontak = 1.346 .762 2.376
Positif
For cohort Dermatitis kontak = .866 .651 1.154
Negatif
N of Valid Cases 101
Penggunaan APD * Dermatitis kontak

Crosstab

Dermatitis kontak

Positif Negatif Total

Penggunaan APD Buruk Count 18 19 37

% within Penggunaan APD 48.6% 51.4% 100.0%

Baik Count 14 50 64

% within Penggunaan APD 21.9% 78.1% 100.0%

Total Count 32 69 101

% within Penggunaan APD 31.7% 68.3% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


133

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.


Value df sided) (2-sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.035a 1 .309


Continuity Correctionb .638 1 .424
Likelihood Ratio 1.027 1 .311
Fisher's Exact Test .383 .212
Linear-by-Linear 1.025 1 .311
Association
N of Valid Cases 101

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.67.

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig. (1-


Value df sided) (2-sided) sided)

Pearson Chi-Square 7.765a 1 .005


Continuity Correctionb 6.577 1 .010
Likelihood Ratio 7.634 1 .006
Fisher's Exact Test .008 .005
Linear-by-Linear Association 7.688 1 .006
N of Valid Cases 101

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.72.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Penggunaan APD 3.383 1.409 8.122


(Buruk / Baik )
For cohort Dermatitis kontak = Positif 2.224 1.259 3.929

For cohort Dermatitis kontak = Negatif .657 .468 .923

N of Valid Cases 101

Universitas Sumatera Utara


134

Analisis Multivariat

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 101 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 101 100.0


Unselected Cases 0 .0
Total 101 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Negatif 0
dimension0

Positif 1

Categorical Variables Codings

Parameter coding
Frequency (1)

Penggunaan APD Baik 64 .000

Buruk 37 1.000
Masa Kerja 2-10 thn 74 .000
> 10 thn 27 1.000
Umur < 40 tahun 85 .000

>= 40 tahun 16 1.000

Universitas Sumatera Utara


135

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed Predicted

Dermatitis Kontak Percentage


Negatif Positif Correct

Step 0 Dermatitis Kontak Negatif 69 0 100.0

Positif 32 0 .0

Overall Percentage 68.3

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.768 .214 12.907 1 .000 .464

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 P Umur(1) 12.068 1 .001

Masa Kerja(1) 20.836 1 .000

Penggunaan APD(1) 7.765 1 .005

Overall Statistics 24.752 3 .000

Universitas Sumatera Utara


136

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 24.687 3 .000

Block 24.687 3 .000

Model 24.687 3 .000

Model Summary

Step
-2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 101.453a .217 .304

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less


than .001.

Classification Tablea

Observed Predicted

Dermatitis Kontak Percentage


Negatif Positif Correct

Step 1 Dermatitis Kontak Negatif 60 9 87.0

Positif 14 18 56.3

Overall Percentage 77.2

a. The cut value is .500

Universitas Sumatera Utara


137

Variables in the Equation

95% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step Umur(1) .294 .854 .118 1 .731 1.341 .252 7.151


1a Masa Kerja(1) 1.878 .715 6.899 1 .009 6.542 1.611 26.574

Penggunaan 1.063 .496 4.589 1 .032 2.894 1.095 7.653


APD(1)

Constant -1.861 .378 24.291 1 .000 .155

a. Variable(s) entered on step 1: Umur, Masa kerja, Penggunaan APD.

Umur dikeluarkan karena p-value > o,o5

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 101 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 101 100.0


Unselected Cases 0 .0
Total 101 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Negatif 0
dimension0

Positif 1

Universitas Sumatera Utara


138

Categorical Variables Codings

Parameter coding

Frequency (1)

Penggunaan APD baik 64 .000

buruk 37 1.000
Masa Kerja 2-10 thn 74 .000

> 10 thn 27 1.000

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed Predicted

Dermatitis Kontak Percentage


Negatif Positif Correct

Step 0 Dermatitis Kontak Negatif 69 0 100.0

Positif 32 0 .0

Overall Percentage 68.3

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.768 .214 12.907 1 .000 .464

Universitas Sumatera Utara


139

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Masa Kerja(1) 20.836 1 .000

Penggunaan APD(1) 7.765 1 .005

Overall Statistics 24.645 2 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 24.569 2 .000

Block 24.569 2 .000

Model 24.569 2 .000

Model Summary

Step
-2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 101.571a .216 .303

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less


than .001.

Classification Tablea
P Observed Predicted

Dermatitis Kontak Percentage


Negatif Positif Correct

Step 1 Dermatitis Kontak Negatif 60 9 87.0

Positif 14 18 56.3

Overall Percentage 77.2

a. The cut value is .500

Universitas Sumatera Utara


140

Classification Tablea
P Observed Predicted

Dermatitis Kontak Percentage


Negatif Positif Correct

Step 1 Dermatitis Kontak Negatif 60 9 87.0

Positif 14 18 56.3

Overall Percentage 77.2

Variables in the Equation

95% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step 1a Masa Kerja(1) 2.050 .519 15.612 1 .000 7.771 2.810 21.486

Penggunaan 1.057 .495 4.551 1 .033 2.877 1.090 7.595


APD(1)

Constant -1.859 .377 24.284 1 .000 .156

a. Variable(s) entered on step 1: Masa Kerja, Penggunaan APD.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8 DOKUMENTASI PENELITIAN

Dermatitis Kontak pada kaki

Dermatitis Kontak pada kaki

141

Universitas Sumatera Utara


142

Peneliti sedang menjelaskan tujuan penelitian

Dermatits kontak di tangan

Universitas Sumatera Utara


143

Responden sedang mempemperhatikan penjelasan penulis


tentang tujuan penelitian

Dermatitis kontak di wajah

Universitas Sumatera Utara


144

Peneliti sedang mengisi lembar observasi (menscreening keadaan kulit)

Menunggu giliran setelah mengisi kuesioner

Universitas Sumatera Utara


145

Dermatitis kontak di wajah

Kuesioner dibagikan ke responden

Universitas Sumatera Utara


146

Sedang berkomunikasi dengan para responden

Mendengarkan penjelasan tujuan penelitian

Universitas Sumatera Utara


147

Peneliti sedang memperhatikan wajah dan kulit responden (sedang


mengobservasi)

Senangnya semua berjalan lancar

Universitas Sumatera Utara


148

Berfoto di depan Poliklinik Kebun PT X

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai