OLEH
SKRIPSI
Oleh:
Disahkan Oleh
Komisi Pembimbing
Dekan,
2011.” Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar
Sumatera Utara.
dan Ibunda Faridah yang telah membesarkan, membimbing dan mendidik penulis
dengan kasih sayang serta memberikan dukungan dan doa yang tak pernah henti
meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi saran, kritikan, bimbingan serta
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
4. Direktur dan Kepala Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Pirngadi Medan beserta
staf yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian.
Sumatera Utara.
Dewi Ayu Lestari, Febrina Anggraini, Rahmi Shafwani, Sri Wahyuni, Syafni
Rani, dan Uci Leli Mardiah, terima kasih kalian sudah menjadi tempat
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini
dapat berguna bagi pembaca dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi
peneliti selanjutnya.
Maha Berkehendak”
Penulis
Pivit Y Hutagalung
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Master Data
Output
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
dapat diatasi.1
Indra penglihatan merupakan panca indra yang sangat penting dan besar
manusia. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen tetapi bisa juga
endogen.3 Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke dalam bentuk
akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti konjungtivitis
gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus, klamidia, alergi toksik, dan
molluscum contagiosum.4
sebesar 135 per 10.000 penderita konjungtivitis bakteri baik pada anak-anak maupun
mata di Amerika, 30% adalah keluhan konjungtivitis akibat bakteri dan virus, dan
15% adalah keluhan konjungtivitis alergi.6 Konjungtivitis juga salah satu penyakit
mata yang paling umum di Nigeria bagian timur, dengan insidens rate 32,9% dari 949
kunjungan di Departemen Mata Aba Metropolis, Nigeria, pada tahun 2004 hingga
2006.7
konjungtivitis bakteri sebesar 54% dari semua kasus di departemen mata pada
tahun 2005 hingga 2006.8 Di Provinsi Yunnan, Cina, antara Agustus dan
September tahun 2007 telah terjadi wabah konjungtivitis hemoragik akut (AHC).
Sebanyak 3.597 kasus yang dilaporkan secara resmi dan tingkat kejadian
penyakit mata dan adneksa pasien rawat inap menurut golongan sebab sakit adalah
konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis (12,6%), katarak dan gangguan lain
lensa (56,8%), glaukoma (6,7%), penyakit mata dan adneksa lainnya (23,8%).
Distribusi penyakit mata dan adneksa pasien rawat jalan menurut golongan sebab
sakit adalah konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis (28,3%), katarak dan
gangguan lain lensa (12,8%), glaukoma (2,4%), penyakit mata dan adneksa lainnya
(56,3%).10
konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva (73%) dan yang tersering diderita
termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2009, tetapi
belum ada data statistik yang akurat mengenai jenis konjungtivitis yang paling
banyak di derita.11
Konjungtivitis kataralis epidemika sering juga disebut mata merah atau pink
eye oleh kebanyakan orang awam. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemi
konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang. Penyebab paling
umum adalah Streptokokus pneumonia pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptius
pada iklim panas. Penyebab yang kurang umum adalah Stapilokokus dan
Penelitian yang dilakukan Rizki Arrizal pada Juni 2009 sampai April 2010 di
102 orang.12 Menurut hasil Riset Kesehatan Daerah Sumatera Utara (2007),
prevalensi gangguan pengelihatan berupa low vision sebesar 4,5% dan kebutaan
sebesar 0,7%.13 Penelitian yang dilakukan oleh Alloyna, D. pada tahun 2009 - 2010
orang.14
medik RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2011 ditemukan penderita konjungtivitis
rawat jalan sebanyak 355 orang, dari latar belakang diatas, maka perlu dilakukan
tinggal).
keluhan utama.
lokasi konjungtivitis.
jenis konjungtivitis.
kunjungan rata-rata.
sumber biaya.
kejadiaannya.
konjungtivitis.
1.3. Manfaat
1.3.1. Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke dalam bentuk
akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti konjungtivitis
gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus, klamidia, alergi toksik, dan
molluscum contagiosum.4
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai mata merah (pink eye), yaitu adanya
inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang
menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak
mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah
dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
konjungtivitis dapat hilang sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan.4
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab penyakit ini
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Kelopak mata merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola
mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mata
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang
ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan
lagoftalmos.
Sistem lakrimal atau sistem sekresi air mata terletak di daerah temporal bola
mata. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata, air mata akan masuk ke
dalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak
menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo pelpebra yang
disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan
2.2.3. Konjungtiva
kulit pada tepi pelpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus.
ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan dua kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis
2.2.5. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea rata-
rata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian tengah.
cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea adalah
pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea terdiri dari
lima lapisan, yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descement dan
endotel.
2.2.6. Sklera
Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu dan
tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang
elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah
sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3 bagian,
yaitu:
a. Iris mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di
banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan
mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat suasana cahaya
yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup atau gelap.
b. Badan siliar terdiri dari dua bagian yaitu korona siliar yang berkerut-kerut dengan
tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm.
c. Koroid berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak
dibawahnya.
2.2.8. Lensa
Terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dan retina. Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2
komponen yaitu kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah
mempertahankan bola mata tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu lapisan
koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3 bagian
dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral. Sel-sel pada lapisan
retina yang paling luar berhubungan langsung dengan cahaya. Sel-sel tersebut dalah
sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut (cone) berfungsi untuk
penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral. Sedangkan sel batang (rod)
Suatu jenis konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu infeksi bakteri
bakteri yaitu akut (termasuk hiperakut dan subakut) dan kronik. Konjungtivitis
bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, berlangsung kurang dari 14
berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis kronik biasanya sekunder terhadap
Neisseria kochii, dan Neisseria meningitidis, ditandai oleh eksudat purulen yang
banyak. Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang
disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen,
virulen dan sangat bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat
berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonore merupakan penyakit yang
tersebar luas di seluruh dunia secara endemik. Pada neonatus, infeksi konjungtiva
terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi, penyakit ini
konjungtiva. Selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan
ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan
biasanya menyebabkan mata sering berair, gatal dan banyak kotoran mata. Penyebab
paling umum adalah Streptococcus pneumoniae pada iklim sedang dan Haemophilus
tanpa folikel, tanpa cobble-stone dan tanpa flikten. Pada konjungtivitis kataralis
Konjungtivitis virus atau viral adalah suatu penyakit umum yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat yang
dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat
berlangsung lebih lama dari pada konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis ini terutama
disebabkan oleh adenovirus dan herpes simplex virus adalah virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga disebabkan oleh virus varicella zoster,
a. Keratokonjungtivitis Epidemika
(subgrup D adenovirus manusia). Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya
terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala
sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
bawah.
2.3.4. Trachoma
terbentuknya parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata ke dalam
terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva yang berat. Abrasi
terus menerus oleh bulu mata yang membalik dan defek film air mata menyebabkan
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering, dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistim
imun.16 Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva
a. Konjungtivitis Vernal
1 yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar
dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin
yang berisi eosinofil atau granula eosinofil. Pada kornea terdapat keratitis,
neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah
limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di
b. Konjungtivitis Flikten
bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi
dalam tubuh.4
c. Konjungtivitis Atopik
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistim imun
terganggu. Selain Candida Sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga
disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik,
neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan
iritasi.3
Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung maupun tidak
langsung, yang kadang–kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan. Secara klinis,
di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik
kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Hal ini akan
mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara
pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan
vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau tajam, benda asing, pembedahan pada
subkonjungtiva.
2.4. Patogenesis4
oleh karena adanya film air mata. Pada permukaan konjungtiva yang berfungsi
saluran lakrinal ke meatus nasi inferior. Film air mata mengandung beta lysine,
lysozyne, IgA, IgG yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada
kuman patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi
kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka
sempurna, maka mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi yang menyebabkan
Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu
mikroorganisme, bahan alergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga
tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air mata tersumbat.
Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia saraf optik dan terjadi
Gejala klinis konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores
atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia. Sensasi benda
asing, sensasi tergores dan terbakar sering dihubungkan dengan edema dan
hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit
a. Orang
lebih banyak pada anak-anak dan dewasa. Ras yang banyak menderita trachoma
adalah Ras Yahudi, penduduk asli Australia (Australian Aborigin) dan Indian
Amerika.18 Sebuah studi yang dilakukan di 3024 sekolah dasar anak-anak di wilayah
Ankara Turki (1997) menemukan bahwa 4,6% anak memiliki alergi konjungtivitis.19
konjungtivitis bakteri terjadi pada rentang usia 0-2 tahun, 28% terjadi pada rentang 3-
9 tahun, 13% terjadi pada rentang 10-19 tahun dengan sisa 36% kasus terjadi pada
orang dewasa.5 Penelitian yang dilakukan Baig. R, dkk (2010) di Pakistan terhadap
anak sekolah berusia 5-19 tahun, yang berjumlah 818 anak diperoleh prevalensi
penderita konjungtivitis alergi lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan.19
konjungtiva yaitu 99.195 kasus.12 Penelitian yang dilakukan oleh Dhika Alloyna
tahun 2009 sampai 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh 285 penderita
konjungtivitis yang terdiri dari perempuan sebanyak 154 orang dan laki-laki sebanyak
131 orang.14
Prevalensinya adalah 9,3% di pedesaan, 12,9% di pusat desa dan 18,4% di kota.19
lebih sering ditemukan pada anak-anak didaerah padat penduduk.4 Secara geografis,
trachoma adalah yang paling umum di daerah yang kering, panas, dan berdebu.
Penelitian yang dilakukan Rizki Arrizal pada Juni 2009 sampai April 2010 di
102 orang. Dari penelitian ini didapatkan jumlah penderita konjungtivitis pada musim
kemarau sebanyak 47 orang dan penderita konjungtivitis pada musim hujan sebanyak
55 orang.12
2.6.2. Determinan
a. Umur
tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik infeksi virus, seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.3 Infeksi bakteri merupakan
penyebab dari 50% kasus konjungtivitis pada anak-anak dan 5% pada orang
dewasa.22 Penelitian yang dilakukan oleh Dhika Alloyna tahun 2009 sampai 2010 di
kelompok usia < 1 tahun (4,2%), kelompok usia 31-40 tahun (22,1%).14
dengan penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak anak-anak, pada orang
dewasa juga dapat dijumpai tetapi lebih jarang. Meskipun sering dihubungkan dengan
penyakit tuberkulosis paru, tetapi tidak jarang penyakit paru-paru tersebut tidak
simpleks tipe 1 dan tipe 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang ditularkan secara
Neisseria gonorrhoeae.
permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, komponen akueosa
pelpebra membilas air mata ke duktus air mata secara konstan. Air mata mengandung
dengan hygiene sanitasi yang buruk. Konjungtivitis dapat menyebar dengan cepat jika
dengan orang-orang disekitarnya. Tetapi hal ini berkaitan dengan keadaan atau
kebersihan lingkungan tersebut yang menjadi faktor risiko penyebaran yang lebih
cepat.
c. Alergi
Konjungtivitis alergi biasanya ada riwayat alergi (hay fever, asma, atau eksim)
pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopik
sejak bayi. Parut pada lipatan fleksura, lipat siku, pergelangan tangan dan lutut sering
pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat
tertentu diikuti oleh ulserasi kornea dan perforasi. Ulkus kornea dapat terjadi pada
Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trachoma dan
lakrimal. Hal ini mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea
membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis) atau seluruh tepian pelpebra (entropion)
sehingga bulu mata terus-menerus menggesek kornea, infeksi bakterial kornea, dan
parut kornea.
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.25
a. Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena penyakit ini
berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada
pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan
riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan
maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor risiko dan keadaan
Diperkirakan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta
observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala
yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata,
b. Pengobatan3
memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka pengobatan dihentikan dan
karena virus , pengobatannya hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan
kompres, astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik
edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik.
Pengobatan trachoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari, 3-4
konjungtivitis yaitu dengan menggunakan alat bantu penglihatan berupa kaca mata,
1. Sosio Demografi
Umur
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Tempat Tinggal
2. Keluhan Utama
3. Lokasi Konjungtivitis
4. Jenis Konjungtivitis
5. Cobble Stones
6. Kunjungan Rata-Rata
7. Sumber Biaya
8. Kunjungan per bulan
konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak mata
dan bola mata, berdasarkan hasil diagnosa dokter dan tercatat dalam kartu
status.4
Sturgess.
1. < 1 Tahun
2. 1 – 10 Tahun
3. 11 – 20 Tahun
4. 21 – 30 Tahun
5. 31 – 40 Tahun
6. 41 – 50 Tahun
7. 51 – 60 Tahun
8. 61 – 70 Tahun
9. 71 – 80 Tahun
1. < 10 Tahun
2. ≥ 10 Tahun
b. Jenis kelamin adalah ciri khas organ reproduksi yang dimiliki oleh penderita
1. Laki-laki
2. Perempuan
1. Belum sekolah
2. Belum tamat SD
3. SD/Sederajat
4. SLTP/Sederajat
5. SLTA/Sederajat
6. Akademi/PTN
7. Tidak Tercatat
1. PNS/TNI/POLRI
2. Pensiunan PNS/TNI/POLRI
3. Pegawai Swasta
4. Wiraswasta
5. Ibu Rumah Tangga (IRT)
6. Pelajar
7. Mahasiswa
8. Tidak bekerja
9. Tidak Tercatat
3.2.4. Keluhan utama adalah gejala yang dirasakan penderita konjungtivitis pada
1. Mata merah
2. Mata terasa gatal
3. Mata terasa panas
4. Mata berair
5. Mata terasa berpasir/mengganjal
6. Banyak kotoran mata
7. Mata terasa perih/nyeri
1. Okuli dekstra
2. Okuli sinistra
3. Okuli dekstra-sinistra
4. Tidak tercatat
3.2.7. Cobble stones adalah papil raksasa yang pada umumnya ciri khas dari
konjungtivitis vernal, berbentuk poligonal tersususn dengan permukaan datar,
yang dikatagorikan atas:
1. Ada
2. Tidak Ada
1. 1 kali
2. 2 – 3 kali
3.2.9. Sumber biaya adalah jenis sumber biaya yang digunakan oleh penderita
1. Umum
2. Asuransi Kesehatan (Askes)
3. Jamkesmas
4. Medan Sehat
1. Biaya sendiri
2. Bukan biaya sendiri
case series.
bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit pusat rujukan, berbagai lapisan
masyarakat datang untuk berobat ke rumah sakit ini, serta memiliki data yang
4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua data penderita konjungtivitis rawat
jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2011 sebanyak 355 kasus.
4.3.2. Sampel
a. Besar Sampel
konjungtivitis rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2011 sebanyak 182
data.
secara acak sederhana dengan menggunakan tabel random pada program C.Survey.
Data dikumpulkan dari data sekunder yang diperoleh dari kartu status
penderita konjungtivitis yang bersumber dari data Rekam Medik RSUD Dr. Pirngadi
Medan tahun 2011. Kartu status dengan kasus konjungtivitis yang terpilih sebagai
menggunakan uji Chi-Square dan Exact-Fisher. Data disajikan dalam bentuk narasi,
HASIL PENELITIAN
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan didirikan oleh Pemerintah Kolonial
Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis. Peletakan batu pertamanya dilakukan
oleh Maria Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada
tahun 1930. Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, Rumah Sakit ini
diambil alih oleh bangsa Jepang dan berganti nama menjadi Syuritso Bysonoince dan
pimpinannya dipercayakan kepada seorang putera Indonesia yaitu Dr. Raden Pirngadi
Gonggo Putro.
Pada tahun 1947 nama rumah sakit ini diganti menjadi Rumah Sakit Kota
Medan yang dipimpin oleh Dr. Ahmad Sofyan. Semasa kepemimpinannya, rumah
sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Umum Medan tahun 1952. Pada tahun 1979
sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.150 tahun 1979 tanggal
25 Juni 1979 RSU Pusat Propinsi Medan diberi nama RSU Dr. Pirngadi Medan.
Sejak berdirinya FK USU tanggal 20 Agustus 1952, maka Rumah Sakit Umum
Medan secara otomatis dipakai sebagai tempat kepaniteraan klinik para mahasiswa
Rumah Sakit Umum Medan sebagai Teaching Hospital (RS Pendidikan) FK USU
Organisasi. Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi
Kota Medan sebutan dalam organisasi adalah Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr.
Visi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan adalah
terwujudnya Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota
Medan MANTAP TAHUN 2011 (Mandiri, Tanggap dan Profesional), dengan motto
Misi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan adalah
meningkatnya upaya pelayanan medik, non medik dan perawatan secara profesional,
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
peningkatan pencegahan akibat penyakit, pemulihan dan rujukan, maka RSU Dr.
ada sesuai dengan bidang tugasnya, melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan
non medis yaitu Instalasi Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Radiologi, Pelayanan,
Farmasi.
berdasarkan bulan kejadiannya adalah pada bulan April 20,9% dan terendah pada
(umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal) rawat jalan di RSUD
Dr. Pirngadi Medan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
berdasarkan umur tertinggi yaitu pada kelompok umur 21 – 30 tahun 20,9% dan
tertinggi yaitu pada laki-laki 55,5% dengan sex ratio 1,25. Berdasarkan tingkat
4,4% serta terdapat 12,6% yang tidak tercatat pada kartu status. Berdasarkan
pekerjaan tertinggi yaitu Pelajar 28,1% dan terendah adalah Pegawai Swasta 1,3%
serta terdapat 12,1% yang tidak tercatat pada kartu status, dan berdasarkan tempat
berdasarkan keluhan utama semua mata merah 100,0% dan paling sedikit adalah mata
berdasarkan lokasi mata tertinggi adalah okuli dekstra – sinistra (mata kanan dan kiri)
52,9% dan terendah adalah okuli dekstra (mata kanan) 17,9% serta terdapat 7,7%
Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa proporsi penderita konjungtivitis tertinggi
Dari tabel 5.6. dapat dilihat bahwa proporsi penderita konjungtivitis vernal
berdasarkan ciri khas cobble stones tertinggi adalah tidak ada ciri khas cobble stones
90,2%.
Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa proporsi kunjungan rata-rata penderita
sebanyak 3 kali.
Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa proporsi penderita Konjungtivitis tertinggi
berdasarkan sumber biaya adalah biaya sendiri/umum 62,1% dan terendah adalah
Jamkesmas 4,4%.
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa proporsi penderita konjungtivitis dari
Bulan Januari sampai Desember tertinggi dengan jenis konjungtivitis kataralis dan
terendah dengan jenis konjungtivitis bleeding. Analisis statistik dengan uji chi –
square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 11 sel (45,8%)
jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
jenis konjungtivitis kataralis banyak pada kelompok umur <10 tahun 55,7%
sedangkan jenis konjungtivitis bleeding banyak pada kelompok umur ≥26 tahun
70,8%.
Analisis statistik dengan uji chi – square diperoleh p < 0,05 berarti secara
statistik ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur penderita berdasarkan
jenis konjungtivitis.
konjungtivitis rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat
Analisis statistik dengan uji chi – square diperoleh p > 0,05 berarti secara
statistik tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin penderita
jenis konjungtivitis kataralis dan konjungtivitis bleeding tertinggi pada okuli dekstra-
sinistra (kanan-kiri) yaitu 57,3% dan 64,6%. Sedangkan terendah pada okuli sinistra
konjungtivitis pada jenis konjungtivitis bleeding pada kunjungan 1 kali dan 2-3 kali
Analisis statistik dengan uji chi – square dipeloreh hasil p < 0,05 berarti
secara statistik ada perbedaan proporsi yang bermakna antara kunjungan rata-rata
sumber biaya sendiri teringgi memiliki kunjungan rata-rata 1 kali 87,6%. Sedangkan
proporsi konjungtivitis dengan sumber biaya bukan biaya sendiri tertinggi memiliki
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi – square diperoleh p <
0,05 berarti secara statistik ada perbedaan proporsi yang bermakna antara Kunjungan
Dari tabel 5.15. dapat dilihat bahwa proporsi penderita konjungtivitis vernal
dengan ciri tidak ada cobble stone banyak pada umur < 10 tahun 52,5%, sedangkan
0,05, berarti secara statistik tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara ciri
Dari tabel 5.16. dapat dilihat bahwa proporsi penderita konjungtivitis dengan
sumber biaya umum, Askes, Medan Sehat dan Jamkesmas tertinggi pada yang
dan 62,5%.
Analisis statistik dengan uji chi – square tidak memenuhi syarat untuk
dilakukan karena terdapat 2 sel (25,0%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Bulan April masing-masing yaitu 7,1%, 13,8%, 18,1%, 20,9%. Kemudian menurun
pada bulan Mei dan Juni, masing-masing yaitu 9,9% dan 4,4%. Pada bulan Juli
mengalami kenaikan dan menurun pada bulan Agustus sampai september. Pada bulan
musim. Penularan pada musim kemarau berlangsung dengan cepat karena sebagian
besar orang beraktivitas di luar rumah dan terpapar oleh debu yang mengandung
bakteri.20
pada bulan Januari-April, dan pada bulan Juli, Oktober dan Desember. Padahal bulan
Oktober dan Desember adalah musim penghujan, tetapi saat ini perbedaan musim
menjadi tidak jelas. Penelitian yang dilakukan Rizki Arrizal pada Juni 2009 sampai
konjungtivitis sebanyak 102 orang. Dari penelitian ini didapatkan jumlah penderita
6.2.1. Umur
jalan di RSUD. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
tertinggi yaitu pada kelompok umur 21 – 30 tahun 20,9% dan terendah pada
kelompok umur 71 – 80 tahun 2,2%. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Dhika Alloyna
di RSUP. Hj. Adam Malik Medan (2011) penderita konjungtivitis tertinggi pada kelompok
usia 31-40 tahun yaitu 63 orang (22,1%) dan terendah pada kelompok usia <1 tahun yaitu 12
orang (4,2%).14
konjungtivitis tertinggi pada usia 30-50 tahun 59,6%, pada usia 1-18 tahun 26%, dan
pada usia >65 tahun 14,4%.31 Konjungtivitis kataralis akut, konjungtivitis kataralis
kronis dan konjungtivitis bleeding dapat terjadi pada semua kelompok umur.
Sedangkan konjungtivitis vernal lebih sering terjadi pada kelompok umur 3 sampai
25 tahun. Perbedaan kelompok usia ini dapat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh,
jalan di RSUD. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
berdasarkan jenis kelamin banyak pada laki-laki 55,5% dengan sex ratio 1,25.
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Regional di Hong Kong menunjukkan tidak
terdapat perbedaan signifikan pada jumlah penderita konjungtivitis pria dan wanita.
Perbandingan antara pasien pria dan wanita mendekati 1:1.33 Perbandingan ini juga sama
hasilnya dengan penelitian yang dilakukan di Santiago, Chile oleh Haas et al (2009), yang
jenis kelamin. Jika ada perbedaan hal ini mungkin berkaitan dengan lifestyle, kondisi
hygiene dan lingkungan pekerjaan yang berbeda pada wanita dan pria.34
yang rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
pendidikan tertinggi yaitu SLTA/Sederajat, hal ini dikaitkan dengan umur penderita
Konjungtivitis yang sebagian besar pada kelompok umur 21-30 tahun dan 11-20
tahun yang umumnya sudah lulus dan ada yang masih menjalani SLTA/Sederajat .
6.2.4. Pekerjaan
jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
berdasarkan pekerjaan tertinggi yaitu Pelajar 28,1% dan terendah adalah Pegawai
jalan dan tempat-tempat umum seperti pusat rekreasi. Hal ini menyebabkan mereka
terpapar oleh debu dan asap kendaraan yang menyebabkan mata merah dan perih.
rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
rawat jalan di RSU Dr. Pirngadi Medan banyak pada penderita yang berasal dari Kota
Medan yaitu sebesar 84,1%. Hal ini karena RSU Dr. Pirngadi Medan adalah rumah
Kota Medan sehingga memudahkan penderita yang berasal dari dalam Kota Medan
untuk berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Medan. Sedangkan penderita yang berasal dari
luar Kota Medan berasal dari Binjai dan Deli Serdang (Percut Sei Tuan, Tanjung
rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Kemerahan paling jelas di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena
yang rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
berdasarkan lokasi konjungtivitis tertinggi yaitu pada Okuli dekstra – sinistra (mata
kanan dan kiri) 52,9%. Hal ini sesuai dengan penelitian Dhika Alloyna (2011) di
kedua mata kiri dan kanan, yaitu pada 154 pasien (54,0%) dan sisanya pada salah satu
mata saja, mata kanan 49 pasien (17,2%) dan mata kiri 73 pasien (25,6%).14
memang lebih banyak pada kedua konjungtiva mata kiri dan kanan. Hal ini berkaitan
dengan letak anatomi mata kiri dan kanan yang berdekatan serta cara penyebaran ke
Tangan merupakan perantara utama terjadinya penularan dari mata yang satu
ke satu lainnya. Jika mata kanan menderita konjungtivitis bakteri atau virus maka
besar kemungkinan mata kiri akan tertular karena pada saat tangan menggosok mata
kanan karena terasa gatal atau mengusap kotoran mata, tanpa sengaja tangan akan
yang rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Konjungtivitis Kataralis Akut sering terdapat dalam bentuk epidemik dan pada
umumnya disebut mata merah atau pink eye.3 Penularan konjungtivitis ini tinggi
karena dapat menularkan dengan cepat ke orang disekitarnya atau dalam satu
ruangan.
Cobble Stones yang rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat
Dari gambar 6.10 dapat dilihat bahwa proporsi penderita konjungtivitis vernal
berdasarkan ciri khas cobble stones banyak tanpa cobble stones 90,2%.
Konjungtivitis vernal memiliki ciri berupa Cobble stones atau batu kali yang
yang telah mengalami konjungtivitis vernal ulangan akan menimbulkan ciri khas
yang rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
besar penderita konjungtivitis yang berkunjung 1 kali sudah merasa lebih baik
penderita yang berkunjung 2-3 kali umumnya belum merasa lebih baik keadaannya
rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
berdasarkan sumber biaya tertinggi yaitu umum/biaya sendiri 62,1% dan terendah
pemerintah Kota Medan yang melayani pasien dengan Jaminan Sosial (Askes,
berasal dari Umum, ini berarti bahwa sebagian besar penderita Konjungtivitis bukan
RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Dari gambar 6.13. dapat dilihat bahwa proporsi penderita konjungtivitis dari
Bulan Januari sampai Desember tertinggi dengan jenis konjungtivitis kataralis dan
terendah dengan jenis konjungtivitis kataralis kronis. Analisis statistik dengan uji chi
– square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 11 sel (45,8%)
berbanding terbalik dengan kejadian konjungtivitis Bleeding. Hal ini karena kejadian
konjungtivitis kataralis sering pada musim kemarau, tetapi saat ini musim kemarau
dan musim hujan dapat terjadi pada bulan berapa pun artinya kejadiannya tidak jelas.
spontan seperti disebabkan batuk rejan, bersin dan trauma yang dapat menyebabkan
jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
dengan jenis konjungtivitis kataralis tinggi pada kelompok umur < 10 tahun 55,7%.
Analisis statistik dengan uji chi – square diperoleh p < 0,05 berarti secara
statistik ada perbedaan yang bermakna antara umur penderita berdasarkan jenis
konjungtivitis cepat pada anak-anak dan daya tahan tubuh masih rentan.3 Anak yang
Bleeding tidak menular, dan dari hasil penelitian ini penderita konjungtivitis bleeding
disebabkan karena trauma seperti kecelakaan lalu lintas, terkena pukulan, tertusuk
konjungtivitis rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat
dengan jenis konjungtivitis kataralis dan konjungtivitis bleeding banyak pada laki-
laki, masing-masing 53,2% dan 70,8%. Analisis statistik dengan uji chi – square
diperoleh p > 0,05 berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
konjungtivitis di RSUP Haji Adam Malik bahwa penderita dengan jenis kelamin
wanita sebanyak 154 orang (54%). Jumlah ini lebih banyak daripada penderita pria
yang berjumlah 131 orang (46%). Maka jumlah penderita wanita adalah 1,17 kali
banyak pada pasien wanita daripada pria, yaitu sebanyak 72,1% pada wanita dan
penderita konjungtivitis di RSUP Haji Adam Malik. Berbeda dengan data insidensi
konjungtivitis dengan jenis kelamin pria daripada wanita, yaitu 64,4% pada pria dan
risiko yang sama untuk menderita Konjungtivitis jenis apapun, dan akan kembali
konjungtivitis rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat
dengan jenis konjungtivitis kataralis dan konjungtivitis bleeding tertinggi pada okuli
dekstra-sinistra (kanan-kiri) yaitu 57,3% dan 64,6%. Sedangkan terendah pada okuli
Analisis statistik dengan uji chi–square diperoleh hasil p < 0,05 berarti secara
statistik ada perbedaan yang bermakna antara lokasi konjungtivitis berdasarkan jenis
konjungtivitis. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi mata dekstra dan sinistra secara
bleeding, dan lokasi mata dekstra secara bermakna lebih banyak terjadi pada
Secara umum konjungtivitis sering ditemukan pada kedua mata kiri dan mata
kanan, namun tidak jarang juga konjungtivitis hanya pada salah satu mata saja, yaitu
mata kiri atau mata kanan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dhika Alloyna (2010) bahwa lokasi konjungtivitis terbanyak pada kedua mata kiri
dan kanan, yaitu pada 154 pasien (54,0%) dan sisanya pada salah satu mata saja, mata
memang lebih banyak pada kedua konjungtiva mata kiri dan kanan. Hal ini berkaitan
dengan letak anatomi mata kiri dan kanan yang berdekatan serta cara penyebaran ke
konjungtivitis rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat
dengan jenis konjungtivitis kataralis kali yaitu 74,7%. Sedangkan proporsi penderita
konjungtivitis pada jenis konjungtivitis bleeding pada kunjungan 1 kali dan 2-3 kali
Analisis statistik dengan uji chi – square dipeloreh hasil p < 0,05 berarti
secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara kunjungan rata-rata penderita
pengobatan dan setelah kunjungan pertama sudah merasa lebih baik dan tidak
biaya rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada
Dari tabel 6.18. dapat dilihat bahwa proporsi penderita konjungtivitis dengan
sumber biaya sendiri teringgi memiliki kunjungan rata-rata 1 kali 87,6%. Sedangkan
kunjungan rata-rata 2 – 3 kali 55,1%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji
Chi – square diperoleh p < 0,05 berarti secara statistik ada perbedaan yang bermakna
dengan bukan biaya sendiri secara bermakna lebih sering dibandingkan dengan
rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
dengan ciri tidak ada cobble stone banyak pada umur < 10 tahun 52,5%, sedangkan
Analisis statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher diperoleh hasil p >
0,05, berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara ciri cobble
rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
dengan sumber biaya umum, Askes, Medan Sehat dan Jamkesmas tertinggi pada
84,1% dan 62,5%. Analisis statistik dengan uji chi – square tidak memenuhi syarat
untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (25,0%) expected count yang besarnya kurang
dari 5.
7.1. Kesimpulan
7.1.1. Proporsi penderita Konjungtivitis rawat Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan
tahun 2011 berdasarkan kunjungan per bulan tertinggi yaitu pada bulan April
20,9%.
7.1.2. Proporsi penderita Konjungtivitis rawat Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan
7.1.3. Proporsi penderita Konjungtivitis rawat Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan
tahun 2011 berdasarkan keluhan utama semua mengeluh mata merah 100%.
7.1.4. Proporsi penderita Konjungtivitis rawat Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan
7.1.5. Proporsi penderita Konjungtivitis rawat Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan
4. Illyas, S., 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Cetakan Ke Tujuh. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
5. Smith and Waycaster, 2009. Estimate of The Direct and Indirect Annual Cost
of Bacterial Conjunctivitis in The United States. Journal of BioMed
central Ltd, Vol.9, USA.
10. Depkes RI., 2004. Distribusi Penyakit Mata dan Adneksa Pasien Rawat Inap
dan Rawat Jalan Menurut Sebab Sakit di Indonesia Tahun 2004.
Availablefrom:http://bankdata.depkes.go.id/data%20intranet/sharing%20f
older/ditjen%20yanmedik/seri%203/tabels. Akses 25 Januari 2012.
11. Kemkes RI., 2010. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Available from:
http://www.Depkes.go.id. Akses 5 Februari 2012.
13. Depkes RI., 2007. Riset Kesehatan Daerah Sumatera Utara. Jakarta.
18. Illyas, dkk., 2008. Sari Ilmu penyakit Mata. Cetakan ke-4. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
20. R.C, Arrfa, 1997. Grayson's Diseases of the Cornea, 4th ed. St. Louis: Mosby-
Year Book :160.
21. Stanford, John and Smith, 2003. Eye Diseases Hot Climates. Fourth Edition.
ELSEVIR. A Division of Reed Elsevier India Private Lmited. India.
22. Tamim, R., dkk., 1993. Ilmu penyakit Mata. Cetakan ke-2. Airlangga
University Press. Jakarta.
26. Hendrawati, R., 2008. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Mata. Sunda
Kelapa. Jakarta.
28. Cochran, W.G., 1990. Sampling Techniques, Four Edition. Wiley Series In
Probability and Mathematical Statistics. USA.
30. RSU. Dr. Pirngadi Medan, 2006. Profil RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2006.
Medan.
32. Budiati Widyastuti, Budi. Konjungtivitis. Sari Pediatri. Vol.5, No.4, Maret 2004; 160-
164.
33. Yip, Terri., et al., 2007. Incidence of Chlamydial Conjunctivitis and Its
Assosiation with Nasopharyngeal Colonisation in Hong Kong
Hospital, Assessed by Polymerase Chain Reaction. Hong Kong Med.
Available at: http://www.hkmj.org. Akses 16 September 2012.
36. Sacchetti, M., et al., 2010. Tear Levels of Neuropeptides Increase After
Specific Allergen Challenge in Allergic Conjunctivitis. Molecular
Vision. Available at: http://www.molvis.org/molvis.v17/a7. Akses 21
September 2012.
37. Senaratne, T., Gilbert, C., 2005. Conjunctivitis Primary Eye Care.
Community Eye Health Journal. Available from:
http://www.cehjournal.org/download/ ceh_18_53_073.pdf. Akses 22
September 2012